BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pernikahan dini adalah pernikahan pada remaja di bawah usia 20 tahun yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan. Masa remaja juga merupakan masa yang rentan resiko kehamilan karena pernikahan dini (usia muda). Di antaranya adalah keguguran, persalinan premature, BBLR, kelainan bawaan, mudah terjadi infeksi, anemia pada kehamilan, keracunan kehamilan, dan kematian. (Kusmiran, ( Kusmiran, 2011). Di Indonesia pasal 7 Undang-Undang no 1 tentang perkawinan tahun 1974 menetapkan bahwa perkawinan diizinkan bila pria berusia 19 tahun dan wanita berusia 16 tahun, tetapi ada gerakan pendewasaan usia perkawinan (PUP) untuk meningkatkan rata-rata usia kawin pertama (UKP) wanita secara ideal, perempuan usia 20 tahun dan laki-laki usia 25 tahun, Jika terjadi penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1) ini, dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita (pasal 7 ayat 2). Banyaknya angka perawinan usia muda itu sangat berpengaruh pada kesehatan reproduksi, jumlah kematian ibu melahirkan, tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga (Sibagariang dkk, 2010). Putusan MK yang dibacakan ketua MK Arief Hidayat dalam www.bbc.com ,setelah meninjau gugatan Yayasan Kesehatan Perempuan dalam Perkara 30/PUU-XII/2014 dan Yayasan Pemantauan Hak Anak dalam perkara 74/PUU-XII/2014. Kedua lembaga itu menghendaki batas usia
1
2
minimal bagi perempuan ditingkatkan dari 16 tahun menjadi 18 tahun, bahwa MK menolak untuk menaikkan batas minimal usia pernikahan bagi perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun dengan alasan hal itu tidak dapat menjamin mengurangi angka perceraian, Saat ini, berdasarkan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, batas usia menikah bagi perempuan ialah 16 tahun dan pria 19 tahun. Pusat Kajian Gender Seksualitas Universitas Indonesia dalam kompas tahun 2015, angka pernikahan dini di Indonesia adalah 7,3 perempuan Indonesia di bawah 15 tahun. Data BKKBN Jawa Timur Tahun 2015, jumlah perempuan yang menikah atau hamil di bawah usia 16 tahun mencapai 5 ribu orang. Data kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (KB&PP) Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 menyebutkan, hingga bulan November pernikahan di bawah usia 20 tahun adalah 447 pernikahan atau 51,02%. Data kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Berencana
(KB&PP)
Kabupaten
Mojokerto
Tahun
2015
menyebutkan, dari 18 kecamatan di kabupaten mojokerto, angka kejadian pernikahan di bawah usia 20 tahun tertinggi adalah di kecamatan puri sebesar 69 kasus. Berdasarkan studi pendahuluan di SMA 1 Puri Kabupaten Mojokerto pada tanggal 25 Juli 2016, secara wawancara mengenai perkawinan usia muda pada 10 siswa didapatkan 7 siswa mempunyai persepsi negative dan 3 siswa mempunyai persepsi positif. Tingginya
perkawinan
usia
muda
menggambarkan
ketidakberdayaan anak dalam menentukan jalan hidupnya. Mereka dipaksa
3
oleh orang tua karena orang tua ingin segera terbebas dari beban ekonomi, khawatir anaknya tidak dapat jodoh, segera ingin mendapat cucu dan lain sebagainya. Sementara orang tua cenderung tidak memaksakan hal ini kepada anak laki-lakinya. Akibat dari perkawinan usia muda tersebut membawa resiko tinggi bagi perempuan yang melahirkan seperti resiko kematian ibu dan bayinya. Faktor sosial budaya yang membedakan nilai anak laki-laki dan perempuan menyebabkan perempuan hampir tidak mempunyai peluang untuk memperoleh pendidikan dan peran dalam sektor publik. Hal ini mendorong terjadinya perkawinan usia muda ( Parweningrum, 2007 ). Tingginya angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan di suatu wilayah negara yang menyumbangkan pada rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (HDI), di suatu negara disebabkan antara lain oleh kasus-kasus perkawinan usia muda. Dalam kesehatan reproduksi, perkawinan usia muda mengandung penuh risiko yang bisa berakhir pada kematian usia muda. Dengan demikian adanya konseling perlu diberikan kepada para orang tua mengenai dampak dari perkawinan usia muda Hal tersebut lah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang bagaimana persepsi remaja mengenai perkawinan usia muda, apakah mereka tahu dan mengerti dampak dari perkawinan usia muda tersebut.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian data diatas maka penulis merumuskan masalah yaitu bagaimana persepsi remaja tentang pernikahan dini di SMA Negeri 1 Puri Mojokerto? 1.3 Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi persepsi remaja tentang pernikahan dini SMA Negeri 1 Puri Mojokerto? 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan aplikasi teori ilmu keperawatan kedalam karya tulis ilmiah, sehingga menambah pengetahuan dan pengalaman dalam bentuk nyata dibidang penelitian ilmiah. 2. Bagi instusi pendidikan
Memberikan sumbangan untuk mengembangkan ilmu dan teori keperawatan, khususnya tentang persepsi remaja tentangpernikahan dini.