LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIA FISIKOKIMIA II Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid, Basa Nitrogen, Sulfonamid, Barbiturat dan Antibiotik
Disusun Oleh : Prasetyo Dwi A.P. 260110130135
LABORATORIUM ANALISIS FISIKOKIMIA II FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015
I.
TUJUAN Melakukan cara identifikasi senyawa golongan alkaloid, basa nitrogen, sulfonamid, barbiturat, dan antibiotik
II.
PRINSIP 1. Reaksi identifikasi golongan alkaloid dan basa nitrogen Golongan alkaloid adalah senyawa yang mengandung amina dalam struktur molekulnya sehingga bersifat basa. Dapat bereaksi dengan reagensia Dragendorff, dapat diamati dari terbentuknya endapan. 2. Reaksi identifikasi golongan sulfonamid Pengkopelan dengan reagensia pDAB menghasilkan endapan dengan spektrum warna kuning hingga merah 3. Reaksi identifikasi golongan barbiturat Pembentukan kompleks dengan reagensia Parri. Caranya : zat harus bebas air, di atas kertas saring, tambahkan pereaksi Parri (larutan kobal nitrat dalam alkohol), paparkan kertas saring di atas uap amonia 4. Reaksi identifikasi golongan antibiotik Reaksi dengan asam pekat atau basa pekat
III.
REAKSI 3.1. Golongan alkaloid dan basa nitrogen
Kinin + H ₂SO₄
(Clark, 2004)
Papaverin + H ₂SO₄
(Clark, 2004)
Efedrin HCl + CuSO4 dan NaOH
(Clark, 2004)
3.2. Golongan sulfonamid dan barbiturat
Sulfamezatin + vanilin asam sulfat
(Svehla, 1986)
Luminal + H 2SO4
(Roth, 1988)
Luminal + H 2SO4 dan Naftol
(Roth, 1988)
Barbital + H 2SO4
(Roth, 1988)
Barbital + H 2SO4 dan Naftol
(Roth, 1988)
3.3. Golongan antibiotik
Amoksisilin + H2SO4
(Roth, 1988)
Eritromisin
(Roth, 1988)
Kloramfenikol dengan pereaksi Fujiwara
(Moss, 1966)
Tetrasiklin
(Hasan, 1984)
IV.
TEORI DASAR Alkaloid adalah senyawa yang mengandung substansi dasar nitrogen basa, biasanya dalam bentuk cincin heterosiklik. Banyak alkaloid merupakan turunan asam amino lisin, arnitin, fenilalanin, asam nikotin dan asam antranilat. Asam amino disintesis dalam tanaman dengan proses dekarboksilasi menjadi amina yang kemudian diubah menjadi aldehid oleh amina oksida (Setiabudi, 2007). Alkaloid memiliki beberapa sifat umum, antara lain : 1. Alkaloid tidak larut atau sukar larut dalam air, kecuali alkaloid yang dalam bentuk garam. 2. Alkaloid biasanya berifat basa, biasanya larut dalam eter, CHCl 3 atau pelarut organik lainnya, tetapi garamnya tidak larut. Sifat kelarutan ini digunakan sebagai dasar untuk isolasi dan pemurnian alkaloid. 3. Kebanyakan alkaloid berbentuk kristal padat, beberapa berbentuk amorf. Alkaloid yang berbentuk cair tidak mempunyai atom O dalam molekulnya. Garam alkaloid tidak sama bentuk kristalnya dan bentuk kristal ini berguna untuk identifikasi scara mikrosopik. 4. Ikatan N dalam alkohol hanya berada dalam bentuk amin primer, sekunder, tersier dan kuartener, amonium hidroksida dan semua N ini bersifat basa. Alkaloid umumnya mempunyai sepasang elektron yang dapat mengikat proton secara kovalen sehingga membentuk garam yang umumnya larut dalam air (Toon, 2004) Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil dari reaksi ini seringkali berupa N-oksida (Toon, 2004). Sulfonamid adalah senyawa yang biasanya digunakan sebagai antibakteri dan merupaan kelompok obat penting pada penanganan infeksi saluran kemih (ISK). Secara kasat mata, sulfonamid berbentuk butiran halus berwarna putih yang umumnya sukar larut dalam air, tetapi garam natriumnya mudah larut dalam air. Reaksi identifikasi untuk golongan sulfonamid hampir seluruhnya bersifat kurang spesifik kecuali reaksi kristalisasi aseton-air karena masing-masing senyawa
golongan sulfonamid memiliki karakteristik kristal masing-masing. Sulfonamid besifat amfoter yang atinya dapat membentuk garam dengan asam maupun basa. Sulfonamid betrtindak sebagai analog struktural dari asam-paraaminobenzoik (pDAB), yang menghambat PABA saar pembentukan asam dihidropteroik dalam sintesis asam folat (Clark, 2004). Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat merupakan hasil kondensasi antara urea dengan asam malonat. Hampir seluruh barbital bersifat lipofiil, sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam pelarut non-polar seperti minyak, kloroform, dan sebagainya (Blaschke et al., 1998). Antibiotik adalah suatu senyawa yang diperoleh dari atau dibentuk dan dihasilkan oleh mikroorganisme, dan senyawa tersebut dalam jumlah yang sedikit memiliki daya penghambat kegiatan mikroorganisme lain (Harper College, 2011).
V.
ALAT DAN BAHAN 5.1. Alat -
Kertas saring
-
Pelat tetes
-
Pembakar bunsen
-
Penjepit kayu
-
Tabung reaksi
5.2. Bahan -
Amoksisilin
-
Barbital
-
Efedrin
-
Eritromisin
-
Heksamin
-
Kinin
-
Kloramfenikol
-
Luminal
-
Papaverin
VI.
-
Sulfamerazin
-
Sulfamezatin
-
Tetrasiklin
PROSEDUR DAN DATA PENGAMATAN 6.1. Golongan alkaloid dan basa nitrogen
Kinin HCl
No. 1
Prosedur Pada
pelat
melarutkan dengan kemudian
Hasil
Keterangan
tetes
Berfluoresensi,
kinin
warna menjadi biru
alkohol,
muda
ditambah
H2SO4 untuk diamati fluoresensinya 2
Membuat dalam HgCl2
kristal
Terbentuk kristal
Papaverin HCl
No.
Prosedur
1
Ditambahkan pereaksi
Warna
Liebermann
menjadi hitam
2
Ditambahkan
Hasil
1
ml
anhidrid asam asetat
Keterangan
Warna
berubah
berubah
menjadi hijau muda
dan 3 tetes H2SO4 dan kemudian dipanaskan
3
Membuat dalam HgCl2
kristal
Terbentuk kristal
No. 1
Efedrin Prosedur
Dilakukan
Hasil uji
Liebermann
2
Ditambahkan
Keterangan Warna
menjadi
kuning kehijauan
CuSO4
dan NaOH
Warna menjadi
berubah ungu
dan
terbentuk koagulan
3
Membuat dalam HgCl2
kristal
Terbentuk kristal
6.2. Golongan Sulfonamid dan barbiturat
Sulfanilamid
No. 1
Prosedur
Hasil
Keterangan
Dilarutkan dalam HCl,
Warna berubah
kemudian ditambahkan
menjadi oranye
pDAB
2
Ditambahkan CuSo4
Warna berubah menjadi tosca
hijau dan
terbentuk endapan
3
Ditambahkan dan H2SO4
vanilin
Warna berubah menjadi kuning
4
Ditambahkan kopaggi –
Warna berubah
zwitter
menjadi merah muda
5
Membuat kristal aseton
Terbentuk
– air
kristal
Sulfamerazin
No. 1
Prosedur
Hasil
Keterangan
Dilarutkan dalam HCl,
Warna berubah
kemudian ditambahkan
menjadi oranye
pDAB
2
Ditambahkan CuSo4
Warna berubah menjadi
biru
muda
dan
terbentuk endapan
3
4
Ditambahkan
vanilin
Warna menjadi
dan H2SO4
merah pekat
Ditambahkan kopaggi –
Warna menjadi
zwitter
merah muda
5
Membuat kristal aseton
Terbentuk
– air
kristal
Luminal
No. 1
2
Prosedur
Hasil
Keterangan
Ditambahkan kopaggi –
Warna menjadi
zwitter
merah muda
Ditambahkan Liebermann
pereaksi
Terentuk warna kuning dengan struktur kental
3
Membuat kristal aseton
Terbentuk
– air
kristal
Barbital
No. 1
2
Prosedur
Hasil
Keterangan
Ditambahkan kopaggi –
Warna menjadi
zwitter
merah muda
Membuat kristal aseton
Terbentuk
– air
kristal
6.3. Golongan antibiotik
Amoksisilin
No. 1
Prosedur Dipanaskan bunsen
di
api
Hasil
Keterangan
-
Tercium aroma belerang
2
3
Ditambahkan
1
Terbentuk
pekat
warna hijau
Membuat kristal aseton-
Terbentuk
air
kristal
No.
H2SO4
Kloramfenikol Prosedur
Dilakukan uji Fujiwara
Hasil
Keterangan Larutan menjadi warna merah
2
Membuat kristal aseton-
Terbentuk
air
kristal
No. 1
Tetrasiklin Prosedur
Ditambahkan
pereaksi
Benedict
Hasil
Keterangan Terbentuk warna
hijau
dengan endapan coklat
2
Ditambahkan Liebermann
pereaksi
Terbentuk warna
hitam,
kental
dan
mengeluarkan aroma menyengat
3
Ditambahkan H2SO4
Terbentuk warna
oranye
gelap
VII.
PEMBAHASAN 7.1 Golongan Alkaloid dan basa nitrogen Pada praktikum kali ini dilakukan identifikasi terhadap golongan alkaloid dan basa nitrogen. Golongan alkaloid pertama yang direaksikan adalah kinin HCl. Pertama - tama dilakukam penambahan H2SO4 yang dimaksudkan untuk menarik alkaloid sehingga timbul warna biru muda dan saat di fluoresensi terlihat warna hijau muda. Lalu prosedur selanjutnya kinin HCl ditambahkan dengan raksa klorida pada kaca objek, tunggu hingga sedikit mongering, lalu dapat dilihat kristal yang dihasilkan oleh kinin HCl berbentuk jarum-jarum halus. Prosedur selanjutnya yaitu mengidentifikasi papaverin HCl. Identifikasi pertama dapat dilakukan dengan merekasikan papaverin HCl dengan pereaksi lieberman sehingga dihasilkan larutan berwarna hitam pada plat tetes. Lalu identifikasi kedua dilakukan dengan metode fluoresensi, metode ini dilakukan dengan cara meraksikan sampel dengan 1 ml anhidridat asam asetat dan tiga tetes asam sulfat pekat yang diambil diruang asam, lalu sampel dilihat pada UV dengan panjang gelombang 254 nm, sehingga dihasilkan warna hijau muda pada saat dilihat dibawah sinat UV. Senyawa alkaloid selanjutnya yang diidentifikasi adalah senyawa efedrin, prosedur identifikasi yang pertama dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman yang menghasilkan warna kuning kehijauan dengan menimbulkan sedikit asap dan desisan pada saat pertama kali ditetesi. Selanjutnya identifikasi efedrin ini dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan CuSO4 dan NaOH. Hasil
yang diperoleh adalah terbentuk larutan berwarna ungu pekat karena terbentuknya senyawa kompleks yang larut antara CuSO4 dan NH4OH sehingga memberi warna ungu pekat, dalam reaksi ini terjadi reaksi redoks. Lalu identifikasi terakhir yang dilakukan pada efedrin adalah dengan meneteskan sampel dengan raksa klorida datas kaca objek, lalu diamati dibawah mikroskop, pada saat diamati terbentuk kristal jarum.
7.2. Golongan sulfonamid dan barbiturat Selanjutnya dilakukan identifikasi secara kualitatif senyawa-senyawa golongan sulfanilamide, barbiturat dan antibiotik. Analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui keberadaan zat atau senyawa di dalam sampel. Pada praktikum ini yang pertama diidentifikasi adalah senyawa golongan sulfanilamid yaitu sulfamerazin, secara kasat mata, senyawa ini berbentuk butiran halus berwarna putih yang umumnya sukar larut dalam air tetapi garam natriumnya mudah larut dalam air. Senyawa sulfanilamide ini biasa digunakan sebagai antibakteri dan merupakan kelompok obat penting pada pengangan infensi saluran kemih (ISK). Pada identifikasi kali ini digunakan beberapa reagen yaitu p-DAB HCl, CuSO4, vanillin sulfat, koppayi zwitter, dan kristal aseton-air. Pertama-tama sampel diidentifikasi dengan menggunakan p-DAB HCl, larutan p-DAB HCl ini berwarna merah, sampel yang telah diletakan dalam plat tetes, lalu di teteskan dengan p-DAB HCl dan menghasilkan warna larutan orange dengan endapan berwarna merah. Perubahan warna ini disebabkan oleh reaksi p-DAB HCl dengan gugus aromatic yang terdapat pada sulfametazin ini sehingga dihasilakn warna orange. Larutan p-DAB HCl ini dibuat dengan melarutkan 1 gram p-DAB dengan 10 ml HCl lalu ditambahkan air hinggal 100 ml. Lalu uji identifikasi yang kedua yaitu dengan menggunakan CuSO4. Sampel yang telah diletakan pada plat tetes lalu ditetesi dengan reagen sebanyak 2 tetes. Hasil pada saat praktikum adalah terbentuk larutan berwarna hijau tosca. Identifikasi senyawa golongan sulfanilamide yang ketiga adalah dengan reagen vanillin sulfat. Sampel yang telah ditepatkan pada plat tetes lalu ditetekan dengan vanillin sulfat sebanyak 2 tetes. Hasil setelah penamahan reagen ini, terbentuk larutan berawarna kuning. Identifikasi yang keempat dilakukan dengan
reagen koppayi zwitter. Koppayi zwitter ini merupakan larutan kobalt nitrat 1% dalam etanol . Tidak berbeda dengan prosedur sebelumnya, sampel ditempatkan pada plat tetes, lalu diteteskan dengan reagen sebanyak 2-3 tetes. Setelah itu amati perubahan yang terjadi. Pada identifikasi ini, warna yang dihasilakan adalah merah muda. Hal ini terjadi karena terdapatnya gugus SO 2 NH yang menyebabkan terjadinya perubahan warna yang positif pada reagen Koppayi Zwikker. Identifikasi senyawa sulfanilamide yang terakhir adalah dengan mengunakan kristalisasi aseton-air. Berdasarkan literlatur yang ada hasilnya akan terlihat kristal j arum bulat yang bergerombol. Prosedur yang dilakukan adalah dengan melarutkan sampel dalam aseton, karena zat bersifat non-polar sehingga dapat larut sempurna dalam aseton, lalu disiapkan object glass yang telah ditetesi dengan air. Larutan sampel dalam aseton diteteskan diatas air pada object glass, maka, aseton akan menguap dan zat aktif yang telah larut akan terjebak dalam air karena air bersifat polar. Perbedaan kepolaran dari pelarut pertama dan kedua inilah yang menyebabkan terbentuknya kristal. Dan ketika diamati dibawah mikroskop, bentuk kristalnya adalah bulat-bulat bergerombol sesuai dengan litelatur yang ada. Luminal merupakan zat aktif yang termasuk dalam golongan barbiturate dan memiliki nama lain phenobarbital. Bentuk dari zat aktif ini adalah serbuk hablur berwarna putih. Pada praktikum kali ini terdapat 3 percobaan identifikasi yaitu dengan menggunakan reagen koppayi zwitter, Lieberman dan kristal aseton-air. Pada identifikasi yang pertama, sampel yang telah di letakan dalam plat tetes ditetesi dengan menggunakan reagen koppayi zwitter sehingga warna menjadi merah muda. Hal ini terjadi karena terdapatnya gugus SO 2 NH yang menyebabkan terjadinya perubahan warna yang positif pada reagen Koppayi Zwikker. Koppayi zwitter ini merupakan larutan kobalt nitrat 1% dalam etanol. Koppayi Zwikker dan NaOH ini spesifik untuk membedakan luminal dengan barbital. Selain uji dengan Koppayi Zwikker, barbital juga dapat diuji kristal aseton-air untuk membedakan dengan luminal. Identifikasi senyawa luminal yang kedua adalah dengan menggunakan
reagen
Lieberman,
reagen
Lieberman
ini
dibuat
dengan
menambahkan 5 gram NaNO2 ke dalam 50 ml asam sulfat dengan pendinginan dan pengadukan untuk menyerap asap. Pada prosedur menggunakan reagen ini sampel
yang telah ditempatkan pada plat tetes di tetesi dengan reagen Lieberman 2-3 tetes. Berdasarkan literature yang ada, hasil dari identifikasi menggunakan reagen ini adalah larutan berwarna jingga yang bila dilakukan pemanasan akan menghasilkan larutan 2 fase yaitu fase cairan dibawah dan serbuk luminal diatas. Pada saat praktikum, dihasilkan larutan berwarna kuning. Sedangkan identifikasi yang terakhir, yaitu dengan menggunakan metode kristal aseton air. Prosedur yang dilakukan adalah dengan melarutkan sampel dalam aseton, karena zat bersi fat non polar sehingga dapat larut sempurna dalam aseton, lalu disiapkan object glass yang telah ditetesi dengan air. Larutan sampel dalam aseton diteteskan diatas air pada object glass, maka, aseton akan menguap dan zat aktif yang telah larut akan terjebak dalam air karena air bersifat polar. Perbedaan kepolaran dari pelarut pertama dan kedua inilah yang menyebabkan terbentuknya kristal. Dan ketika diamati dibawah mikroskop, bentuk kristalnya adalah kristal bulat-bulat besar. Sedangkan pada literature tertulis bahwa hasil dari kristalisasi aseton-air yang dihasilkan adalah berbentuk kotak besar. Perbedaan hasil ini dikarenakan kesalahan praktikan yang terlalu banyak menggunakan zat aktif sehingga kristalnya terlalu bertumpuk. Barbital merupakan senyawa aktif yang memiliki efek farmaklogis hipnotikum dan sedativum. Secara kasat mata, barbital ini berbentuk serbuk putih yang tidak larut dalan air. Pada praktikum kali ini identifikasi senyawa barbital yang dilakukan adalah dengan menggunakan reagen koppayi zwitter dan kristal aseton air. Seperti pada prosedur senyawa yang lainnya, pada saat identifikasi menggunakan koppayi zwitter, zat ditempatkan pada plat tetes lalu diteteskan dengan menggukan reagen koppayi zwitter dan perubahan warna larutan diamati. dalam literartur warna larutan yang terjadi adalah merah muda. Pada saat praktikum hasil yang didapat praktikan adalah larutan berwarna merah muda. Hal ini terjadi karena terdapatnya gugus SO2NH yang menyebabkan terjadinya perubahan warna yang positif pada reagen Koppayi Zwikker. Sedangkan identifikasi dengan menggunakan proses kristalisasi tidak berbeda dengan prosedur yang dilakukan pada senyawa yang lain yaitu Prosedur yang dilakukan adalah dengan melarutkan sampel dalam aseton, karena zat bersifat non-polar sehingga dapat larut sempurna dalam aseton, lalu disiapkan object glass yang telah ditetesi dengan air. Larutan
sampel dalam aseton diteteskan diatas air pada object glass, maka, aseton akan menguap dan zat aktif yang telah larut akan terjebak dalam air karena air bersifat polar. Perbedaan kepolaran dari pelarut pertama dan kedua inilah yang menyebabkan terbentuknya kristal. Dan ketika diamati dibawah mikroskop, bentuk kristalnya adalah jarum-jarum hasil ini sesuai dengan literature yang ada bahwa senyawa barbital akan menghasilkan kristal jarum pada saat diliat dibawah mikrskop dengan metode aseton-air.
7.3. Golongan antibiotik Pada praktikum kali ini selain mengidentifikasi senyawa sulfanamida dan barbital, namun juga mengidentifikasi senyawa antibiotic seperti amoksisilin, kloramfenikol dan tetrasiklin. Pada reaksi antibiotic ini prisipnya adalah dengan mereaksikan sampel dengan asam pekat atau basa pekat. Pada praktikum ini banyak digunakan asam pekat yaitu H2SO4 untuk mengidentifikasi senyawa antibiotic. Ternyata antibiotic jika di reaksikan dengan asam sulfat akan menghasilkan warna yang macam-macam hal ini dikarenakan gugus fungsi yang ada pada masingmasing antibiotic. Struktur antibiotik yang tidak begitu stabil akan dipecah dan berikatan dengan gugus sulfat dari asam sulfat, sehingga menghasilkan warnawarna yang khas dan ketika penambahan air, maka air akan menghidrolisis ikatan antara sulfat dengan antibiotik, sehingga ketika ikatan ini lepas maka larutan kembali menjadi bening. Uji pendahuluan ini cukup spesifik terhadap antibiotikantibiotik,
kecuali
pada
kloramfenikol
yang
tidak
menimbulkan
warna
(putih/bening). Percobaan yang pertama dilakukan adalah amoksilin diuji aroma/baunya, selanjutnya menggukana asam sulfat pekat dan terakhir dengan menggunakan kristal aseton-air. Pertama-tama dilakukan identifikasi dengan sampel amoksisilin yang secara organoleptis berwarna putih agak pucat dan memiliki bau yang cukup khas yaitu bau obat yang sangat kuat. Sampel dipanaskan dengan dinyala api Bunsen lalu aroma yang dihasilkan diamati. Pada literaratur dituliskan bahwa aroma yang dihasilkan adalah seperti karet yang terbakar dan tidak menghasilkan nyala api. Hal tersebut berhasil dibuktikan oleh praktikan dengan dihasilkannya bau karet pada saat pembakaran. Hal tersebut terjadi karena
adanya atom C, H dan N pada struktur amoksisilin sehingga terbentuk gas yang memiliki aroma karet. Prosedur yang kedua adalah dengan mereaksikan sampel amoksisilin dengan asam sulfat pekat, lalu sampel yang telah ditambahkan asam sulfat pekat diuji fluorosensinya dengan menggunakan UV pada panjang gelombang 254 nm. Pada saat sampel ditetesi dengan as am sulfat pekat, dihasilkan cairan kekuningan yang kemudian berubah menjadi hijau. Pada saat diliat dengan menggunakan lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm, dihasilkan warna fluoresensi kuning terang sesuai dengan yang ditertera dengan literaratur, hal ini terjadi karena amoksisilin memiliki gugus kromofor yang dapat menyerap sinar UV pada panjang gelombang 254 nm sehingga menghasilkan warna fluoresensi kuning. Identifikasi yang terkahir adalah dengan meggunakan kristal aseton air. Prosedurnya tidak berbeda dengan senyawa yang lain yaitu melarutkan sampel dalam aseton, karena zat bersifat non-polar sehingga dapat larut sempurna dalam aseton, lalu disiapkan object glass yang telah ditetesi dengan air. Larutan sampel dalam aseton diteteskan diatas air pada object glass, maka, aseton akan menguap dan zat aktif yang telah larut akan terjebak dalam air karena air bersifat polar. Perbedaan kepolaran dari pelarut pertama dan kedua inilah yang menyebabkan terbentuknya kristal. Dan ketika diamati dibawah mikroskop, bentuk kristalnya adalah kristal tidak beraturan. Hasil ini sesuai dengan literature yang ada bahwa amoksisilin akan menghasilkan kristal segi banyak tidak beraturan pada saat diliat dibawah mikrskop dengan metode aseton-air. Kloramfenikol merupakan senyawa dengan efek farmakologis antibiotic yang banyak digunakan pada penyakit infeksi anaerob dan cara kerjanya yaitu bakteriostatik atau dengan menghambat pertumbuhan dari bakteri, tidak membunuh bakteri tersebut. Pada identifikasi senyawa kloramfenikol ini dilakukan hanya dengan menggunakan kristal aseton-air dan uji fujiwara. Prosedurnya tidak berbeda dengan senyawa yang lain yaitu melarutkan sampel dalam aseton, karena zat bersifat non-polar sehingga dapat larut sempurna dalam aseton, lalu disiapkan object glass yang telah ditetesi dengan air. Larutan sampel dalam aseton diteteskan diatas air pada object glass, maka, aseton akan menguap dan zat aktif yang telah larut akan terjebak dalam air karena air bersifat polar. Perbedaan kepolaran dari
pelarut pertama dan kedua inilah yang menyebabkan terbentuknya kristal. Dan ketika diamati dibawah mikroskop, bentuk kristalnya adalah kristal jar um. Hasil ini sesuai dengan literature yang ada bahwa kloramfenikol akan menghasilkan kristal jarum pada saat diliat dibawah mikrskop dengan metode aseton-air. Sedangkan ketika dilakukan uji Fujiwara dimana sebelumnya NaOh ditambahkan dengan Piridin untuk kemudian ditambahkan sampel dan dipanaskan, akan terbentuk warna merah pada larutan. Tetrasiklin merupakan senyawa golongan antibiotic yang banyak digunakan sebagai antibiotic untuk penyakit yang disebabkan infeksi pada telinga tengah, saluran pernafasan, saluran kemih dan lain-lain. Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam natrium atau garam HClnya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil. Sifat basa tetrasiklin disebabkan oleh adanya radikal dimetilamino yang terdapat didalam struktur kimia tetrasiklin, sedangkan sifat asamnya disebabkan oleh adanya gugus hidroksi fenol, sehingga senyawa ini lebih cenderung larut pada asam-asam atau basa-basa pekat yang disebabkan adanya proses hidrolisis asam at au basa pekat didalamnya. Secara kasat mata, tetrasiklin ini dapat dibedakan dengan senyawa antibiotic yang diidentifikasi lainnya, karena serbuk tetras iklin ini berwarna kuning sedikit kehijauan. Pada pengujian kualitatif tetrasiklin ini reagen yang digunakan adalah benedict, Lieberman, asam sulfat pekat. Prosedur yang pertama harus dilakukan dengan menggunakan tabung reaksi karena akan dilakukan pemanasan diatas penangas air. Pertama-tama sampel dimasukan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan pereaksi benedict. Pereaksi benedict yang berwarna biru ini akan menyebabkan larutan menjadi hijau. Lalu prosedur yang kedua dilakukan dengan meraksikan sampel tetrasiklin dengan pereaksi Lieberman, prosedur ini dapat dilakukan pada plat tetes karena hanya mencampurkan sedikit sampel dengan pereaksi Lieberman yang menurut literature akan menghasilkan warna hitam kecoklatan, hal tersebut dapat dibuktikan dengan terbentuknya larutan hitam. Selanjutnya prosedur yang terakhir adalah dengan mereaksikan tetrasiklin dengan asam sulfat pekat yang merupakan reagen yang spesifik bagi hampir semua senyawa golongan antibiotic, pada prosedur ini juga dapat digunakan plat tetes
karena hanya akan mereaksikan sedikit sampel dengan sedikit larutan asam sulfat pekat. Ketika tertrasiklin direaksikan dengan asam sulfat pekat akan menghasilkan wana oranye gelap.
VIII.
SIMPULAN 1. Dapat dilakukan identifikasi terhadap golongan alkaloid, basa nitrogen, sulfonamid, barbiturat, dan antibiotik dengan masing-masing peraksi spesifiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Blaschke, Gottfried, Roth, Hermann J.1998. Analisis Farmasi.Edisi kedua. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Clark, A.V. 2004. Theory and Practise of Chemistry. London: SAGE Publications. Harper
College.
2001.
The
FeCl 3
Test.
Tersedia
di
http://www.harpercollege.edu/tm ps/chm/100/dgodambe/thedisk/qual/fecl3.htm Hasan, T. 1984. Mechanism of Tetracycline Photoxiaty. Tersedia di http://nautre.com/jid/journal/vd3/h3/ab9/5614794.htm Moss, M.S. dan H.J. Rylance. 1966. The Fujiwara Reaction : Some Observation on
The
Mechanism.
Tersedia
di
http://www.nature.com/journal/v210/%20n5039/abs/210945a0.htm Roth, Hermann J.,dan Gottfried Balsschke . 1985 . Analisis Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Setiabudi, Rianto. 2007. Farmakologi dan Terap edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Svehla. 1985. Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan semi Mikro. Jakarta: Kalman Media Pustaka. Toon, Yin Tan. 2004. Organic chemistry for STPM. Selangor : Penerbit Fajar Bakti.