BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari pengenai pemanfaatan dan
pembuatan logam dari mulai bijih sampai dengan pemasaran. Begitu banyaknya
proses dan alur yang harus dilalui untuk memperoleh suatu produk logam yang
mempunyai kualitas tinggi, baik dari segi mekanik, fisik maupun kimianya.
Logam mempunyai sifat-sifat istimewa yang menjadi dasar penggunaanya.
Salah satu sifat yang dimiliki oleh logam adalah sifat mekanik. Sifat-sifat
mekanik yang dimiliki oleh logam antara lain kekuatan, kekerasan,
ketangguhan, keuletan, mampu bentuk, dan mampu las. Sifat-sifat mekanik
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi kimia,
perlakuan yang diberikan, dan struktur butirnya.
Struktur butir yang terdapat pada suatu logam dipengaruhi oleh
perlakuan yang diterima oleh logam tersebut, yang akan mempengaruhi pada
sifat mekanik logamnya, misalnya pengerolan pada suatu logam maka struktur
butir logam tersebut akan laminar (memanjang) dan sifat kekerasannya akan
naik. Contoh lain hasil dari heat treatment, dengan mengamati struktur
butirnya selain gambaran sifat mekaniknya yang dapat diketahui, fasa yang
ada juga dapat diketahui.
Perlakuan panas (heat treatment) didefinisikan sebagai suatu kombinasi
dari pengendalian pemanasan dan pendinginan pada temperatur dan waktu
tertentu untuk menghasilkan logam dengan sifat mekanik yang diinginkan.
Perlakuan panas dilakukan untuk mendapatkan mikro struktur logam yang
seragam, meningkatkan kekuatan, kekerasan, keuletan, ketangguhan (untuk
finishing product), serta sifat mampu las, sifat mampu mesin, sifat mampu
bentuk dan dapat mengurangi tegangan sisa (untuk produk setengah jadi),
yang muncul dari hasil pengerjaan logam tersebut sebelumnya.
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini, yaitu melihat perbandingan pengaruh
temperatur heat treatment pada stainless steel ASTM A890 GR 6A terhadap
sifat fisik material tersebut.
1.3 Batasan Masalah
Dalam makalah ini pembahasan yang kami bahas adalah heat treatment
pada stainless steel ASTM A890 Super Duplex Gr 6A dengan cara annealing dan
pengaruhnya terhadap sifat fisik material tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Transformasi Fasa
Pada perlakuan panas sangat berkaitan erat dengan transformasi fasa
biasanya setelah diberikan perlakuan logam tersebut pasti akan berubah
fasanya. Proses perlakuan panas biasanya berupa pemanasan dan pendinginan.
Pada besi baja proses pemanasan biasanya dilakukan pada suhu austenit yang
akan bertransformasiselama proses pendinginan, pemberian waktu tahan
(holding time) bertujuan untuk memberikan kesempatan atom-atom untuk
menghomogenkan austenit. Pendinginan akan menyebabkan austenite
bertransformasi dan struktur mikro yang terbentuk sangat tergantung pada
laju pendinginan.
Besi dikenal sebagai suatu logam yang memiliki sifat allotropi,
memmiliki lattice yang berbeda, besi memiliki tiga macam modifikasi
allotropi. Besi cair akan mulai membeku pada suhu 1535 0C menjadi besi
delta (δ) dengan struktur BCC. Pada 14000C akan mengalami trasnformasi
menjadi besi gamma (γ) yang biasa disebut austenit dengan struktur FCC.
Besi austenit ini tetap stabil sampai temperatur 9100C,dimana terjadi
transformasi lagi menjadi besi alpha non magnetic (α) yang berstruktur BCC.
Pada pendinginan selanjutnya sudah tidak ada lagi perubahan transformasi
fasa. Pada 768 0C terjadi perubahan menjadi besi alpha non magnetic menjadi
alpha magnetic, tetapi tidak terjadi perubahan struktur kristal.
Setiap proses transformasi selalu mengalami penghentian penurunan
temperatur yang ditandai oleh garis mendatar, yang menunjukan proses
berlangsung secara isotermal. Tiap bentuk allotropi besi mempunyai
kemampuan melarutkan karbon yang berbeda-beda. Mekanisme transformasi
struktur dalam baja dipengaruhi pengaturan temperatur pemanasan, waktu
pendinginan, dan unsur paduan yang terkandung dalam baja. Untuk mempelajari
perlakuan panas maka terlebih dahulu harus mempelajari karakteristik baja
selama proses transformasi selama pemanasan maupun pendinginan karena hal
itu dapat memprediksi struktur mikro yang terbentuk.
Transformasi fasa baja pada saat pemanasan pada baja hipoeutektoid
terdiri dari butir kristal ferrit dan perlit, bila pemanasan mencapai garis
A1 maka perlit akan mengalami reaksi eutektoid secara isotermal reaksinya
sebagai berikut :
Ferit + Fe3C ( austenit
Ferit akan bereaksi dengan sementit dari perlit membentuk austenit.
Temperatur tidak akan mengalami kenaikan bila perlit belum habis, setelah
habis maka akan terjadi kenaikan temperatur dan ferit proeutektoid akan
mengalami transformasi allotropik ferit yang BCC akan menjadi austenit yang
FCC. Pada baja hipereutektoid pada temperatur kamar struktur mikro terdiri
dari perlit dan jaringan sementit yang membungkus butir-butir kristal
perlit.
Bila dipanaskan hingga temperatur A1 maka akan terjadi reaksi eutektoid
seperti baja hipoeutektoid yaitu ferrit dan sementit pada perlit akan
bereaksi membentuk austenit pada temperatur A1 austenit mengandung 0,8%
karbon, sisanya berada pada sementit, jika temperatur dinaikan diatas A1,
maka kemampuan austenit melarutkan karbon juga akan naik, sehingga karbon
pada sementit sedikit demi sedikit akan larut dalam austenit sedangkan
jaringan sementit lama-kelamaan menjadi menipis dan akhirnya pada
temperatur Acm jaringan sementit akan habis, struktur seluruhnya sudah
menjadi austenit. Austenit yang tebentuk belum homogen, dimana pada baja
hipoeutektoid austenit dari perlit mengandung 0,8% C sedangkan yang berada
pada ferit kadar karbon jauh lebih sedikit. Pada baja hipereutektoid
austenit awalnya mengandung 0,8%C dari perlit, namun akan bertambah dari
karbon yang larut dari jaringan sementit yang berada di sekitar austenit.
Pada transformasi pendinginan biasanya pendinginan dilakukan setelah
dilakukan pemanasan sampai mencapai temperatur austenit dan ditahan pada
temperatur tersebut kemudian dilakukan pendinginan dengan laju pendinginan
tertentu. Struktur mikro yang terbentuk setelah pendinginan akan tergantung
pada laju pendinginan. Sehingga akan dapat diprediksi sifat mekanis apa
yang diharapkan. Transformasi fasa pada saat pendinginan memegang peranan
penting terhadap sifat baja yang diberikan suatu perlakuan panas.
Austenit dari baja hipoeutektoid bila didinginkan dengan lambat, pada
temperatur kritis A3 mulai terbentuk inti kristal ferit yang tumbuh pada
batas butir kristal austenit. transformasi ini terjadi karena austenit
mengalami perubahan allotropik dari besi gamma menjadi besi alpha. Karena
ferit hanya dapat melarutkan karbon dalam jumlah yang sedikit maka
kandungan karbon dalam austenite akan semakin besar bila ferit yang tumbuh
makin banyak (ditandai dengan turunnya temperatur), besarnya kandungan
karbon dalam austenit dengan menurunnya temperatur mengikuti garis A2,
sehingga pada saat temperatur mencapai titik A1 komposisi eutektoid dan
selanjutnya austenit akan bertransformasi manjadi ferrit. Gambar 1. dibawah
ini adalah gambar diagram Fe-Fe3C.
Gambar 1. Diagram Fasa Fe - C
Ketika logam mengalami perlakuan panas adanya unsur-unsur paduan
mempengaruhi peningkatan kekerasan dan kekuatan hasil perlakuan panas.
Unsur -unsur paduan yang mempengaruhi kekerasan dan kekuatan hasil
perlakuan panas adalah sebagai berikut :
1. Chromium : pengaruhnya untuk meningkatakan tegangan dan kekerasan,
membentuk kekerasan dan menyetabilkan karbida.
2. Phospor : meningkatkan tegangan dan hardenability, mengurangi
keuletan dan ketangguhan.
3. Magnesit : pengaruhnya untuk meningkatakan tegangan dan kekerasan,
membentuk karbit, meningkatkan hardenability, range perpindahan panas
4. Silikon : berpengaruh untuk menegangkan pearlit dan cenderung
menguatakan pearlit selalu untuk mengembang karena unsur ini digunakan
sebagai oksida magnesit.
5. Tungsten : berpengaruh untuk membentuk kekerasan dan menyetabilkan
karbit, menaikan range dari temperatur dan temperatur tempering
6. Vanadium : berpengaruh untuk menguatkan karbida, membentuk element.
Tidak digunakan sebagai unsur yang berdiri sendiri, tapi untuk
menggabungkan karbida ke austenit pada stainless steel.
7. Molybdenum : menguatkan karbit dan membentuk element, dan juga
meningkatkan temperatur tinggi pada gaya creep.
2.2 Case Hardening
Pengerasan permukaan adalah proses laku panas untuk mendapatkan
kekerasan pada bagian permukaannya saja sedang bagian dalam tetap berada
pada sifat semula yaitu keuletan maupun ketangguhan yang tetap tinggi.
Jenis-jenis dan mekanisme dari case hardening antara lain :
a. Karburising, mekanismenya adalah dengan menambahkan karbon,
kemudian melakukan pengerasan dengan kuens (pendinginan cepat).
b. Nitriding, proses thermokimia ferritik dimana atom nitrogen
berdifusi pada fase ferrit dalam dapur pada suhu 500-5900C dan
atmosfirnya mengandung Nat,dan akan bereaksi dengan unsur yang ada
dalam baja membentuk nitride, dan tidak ada lagi transformasi lagi
yang terjadi.
c. Cyaniding atau carbonitriding, mekanismenya adalah dengan
menambahkan cyanida dan karbon, kemudian melakukan pengerasan dengan
kuens (pendinginan cepat).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengaruh Tempertur Heat Treatment pada Stainless Steel ASTM A890
Super Duplex GR 6A
Mikrostruktur memegang peranan yang penting dalam pengecoran, seperti
komposisi kimia dan pendinginan selama proses pembekuan. Pada pembahasan
kali ini jenis heat treament yang kami bahas adalah annealing. Tujuannya
adalah melunakkan, menghaluskan butir kristal, menghilangkan internal
stress, dan memperbaiki machintability. Proses full annealing dilakukan
dengan memanaskan baja sampai temperatur 25-500C diatas garis A3 untuk baja
hipereutektoid kemudian didinginkan hingga temperatur 25-50 0C diatas garis
A1 didalam dapur atau ruang yang memiliki penyekat panas yang baik sehingga
memberikan efek pendinginan yang sangat lambat.
Material super duplex merupakan material yang dimulai pada tahun 1929
avesta jernverke membuat baja tahan karat dengan 25% Cr dan 5% Ni, kemudian
pada tahun 1933, J Holtzer Company, Prancis terjadi kesalahan komposisi,
dengan komposisi awalnya 18% Cr, 9% Ni, dan 2,5% Mo menjadi 20% Cr, 8% Ni,
dan 2,5% Mo dimana terdapat fasa ferrite dalam austenite, ketika di heat
treatment ternyata tidak sensitive terhadap intergranular corrosion. Itulah
yang menyebabkan lahirnya material stainless steel super duplex dan
berkembang sampai saat ini.
Dengan mengatur temperatur, tiap material dilakukan annealing. Pada
sampel pertama dengan temperatur annealing 940oC, lalu pada sampel kedua
dengan temperatur annealing 1040oC kemudian sampel ketiga dengan temperatur
annealing 1160oC. Dari masing-masing perlakuan yang berbeda dihasilkan
nilai sifat fisik yang berbeda pula.
Peningkatan kekerasan dan penurunan ketangguhan adalah dampak dari
secara langsung akibat perlakuan panas pada material. Hal ini disebabkan
dengan peningkatan konsentrasi fasa sigma dalam struktur mikro material,
yang kemudian terjadi pengendapan ferit / interface austenit. Fasa sigma
muncul ketika berada pada suhu 600-1000oC. Fasa sigma merupakan fasa yang
tidak dikehendaki karena ketika fasa sigma terdapat dalam material super
duplex, hal ini menyebabkan kekuatan mekanik dan ketahanan korosi
berkurang, disamping kegetasan material akan meningkat, oleh sebab itu fasa
sigma tidak dikehendaki dalam material super duplex. Ketika fasa sigma
benar-benar terlarut akibat perlakuan panas, kekerasan bahan itu ditentukan
oleh konsentrasi volumetrik ferit dan austenit pada struktur mikro, dan
energi yang diserap dalam uji impak mencapai sekitar 220 J pada suhu kamar.
Lalu pada sampel pertama dengan temperatur annealing 940oC, kemudian di
quenching dan ditahan pada 940oC selama 2 jam. Konsentrasi volumetric yang
terbentuk pada gambar satu adalah ferrite 5%, sigma phase 40%, austenite
50%.
Gambar 2. Struktur mikro dengan 940oC selama dua jam
Transformasi ferit menjadi austenit dan fasa sigma terjadi pada difusi
elemen paduan seperti chromium dan molibdenum terjadi pada daerah-daerah
tertentu, molibdenum adalah unsur pembentuk ferrite dan juga dapat
meningkatkan fasa intermetalik yang cenderung merusak sifat stainless
steel.
Chromium juga merupakan unsur pembentuk ferrite, efek kromium ini
penting karena pengaruhnya pada pembentukan dan penghilangan scale oksida
yang dihasilkan dari perlakuan panas atau pengelasan.
Nikel adalah unsur penstabil austenit, yang berarti penambahan nikel
pada besi paduan dapat merubah struktur kristal dari bcc (ferritic) ke fcc
(austenite). Ferritic stainless stell mengandung sedikit nikel sedangkan
duplex stainless stell mengandung Ni 4-7%
Gambar 3. Struktur mikro dengan 1040oC selama empat jam
Gambar dua merupakan hasil struktur mikro dari proses pengelasan post
weld heat treatment yang mempunyai fungsi meningkatkan ketahanan korosi
terutama korosi tegangan, menghilangkan terjadinya tegangan sisa dan
memperkecil pengaruh terjadinya retak pada daerah lasan, keterbatasan utama
pada pengelasan adalah mengatur masukan panas yang sesuai untuk mendapatkan
keseimbangan austenit-ferit yang tepat dalam HAZ dengan mengontrol laju
pendinginan yang tepat. Heat input yang terlalu rendah dapat mengakibatkan
ferit yang berlebihan, sedangkan heat input panas yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan fasa intermetalik. Digunakannya filler metal nikel adalah
untuk penstabil austenit
Filler metal yang digunakan adalah Ni 5,8%, dengan adanya dua fasa
yang terdapat dalam struktur mikro sesuai dengan gambar dua, hal ini
disebabkan fasa sigma yang terbentuk pada struktur mikro stabil pada
temperatur 1040oC.
Gambar 4. Struktur mikro dengan 1060oC selama dua jam.
Pada gambar 3, terdapat hanya dua fasa yaitu austenite dan ferrite hal
ini disebabkan karena fasa sekunder yang dapat mengendap antara suhu 300-
1000oC, seperti secondary austenite, sigma. Pembentukan fasa tersebut
dapat merusak ketahanan korosi dan ketangguhan. Namun solusi treatment
duplex pada temperatur 1020-1080oC dapat mendeformasi fasa sekunder tanpa
mempengaruhi keseimbangan fasa. Fase partikel sigma biasanya membentuk atom
di ferit-austenit interface dan tumbuh ke arah yang berdekatan dengan butir
ferit. Suhu perendaman berpengaruh langsung dalam fasa sigma solusi, serta
dalam volumetrik konsentrasi dari ferit dan fase austenit. Meningkat
persentase ferit dengan meningkatkan temperatur. Mulai dari 1020oC jumlah
fasa sigma dapat hilang membentuk ferit dan austenit karena dengan
temperatur 1020oC fasa sekunder dapat terlewati dan langsung membentuk
volume fraksi ferit dan austenit masing-masing menjadi sekitar 50%. Tetapi,
untuk melihat fasa sigma masih ada atau tidak dalam material stainless
stell duplex, dapat dilihat dari nilai kekerasan material tersebut. Jika
nilai kekerasan stainless steel begitu tinggi maka material tersebut
terindikasi kuat memiliki strukur mikro dari fase sigma.
\
BAB IV
KESIMPULAN
1. Bahwa untuk memperoleh stainless stell super duplex perlu diadakan
heat treatment.
2. Untuk menghindari terbentuknya fase intermetalik atau fasa secondary,
terutama terbentuknya fasa sigma, yang dapat menurunkan kekuatan dan
ketahanan korosi dapat diatasi dengan melakukan annealing dengan suhu
1020-1080oC.
3. Setelah proses pengelasan stainless stell super duplex selesai,
material diberi post weld heat treatment, untuk mengembalikan sifat
material yang dilas kembali ke semula.
DAFTAR PUSTAKA
Martins M, Castelleti L C. 2005, Effect of Heat Treatment on the Mechanical
Properties of ASTM A 890 Gr6A Super Duplex Stainless Steel. Journal of
ASTM International.
Martins M, Castelleti L C. 2004, Heat treatment temperature influence on
ASTM A890 GR 6A super duplex stainless steel microstructure. Journal of
ASTM International.
Kotecki D J. 2010, Some Pitfalls in Welding of Duplex Stainless Steels.
Soldag. insp. São Paulo.