ACARA III UJI MUTU TERIGU
A. TUJUAN
Praktikum Acara III “Uji Mutu Terigu” Terigu ” bertujuan untuk : a. Mengetahui daya serap air pada tepung terigu. b. Mengetahui kadar uji gluten pada pada tepung terigu. c. Mengetahui kadar uji bleaching pada pada tepung terigu.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Gluten merupakan penyimpanan utama dari biji gandum. Gluten merupakan campuran kompleks dari ratusan protein yang terikat tetapi berbeda, terutama gliadin dan glutenin. Terdapat penyimpanan protein serupa yaitu secalin dalam gandum hitam, hordein dalam jelai dan avenins dalam gandum dan secara kolektif biasa disebut dengan gluten. Susunan gluten yang dihasilkan sangat penting untuk menentukan kualitas adonan roti dan kualitas produk yang dipanggang seperti pasta, kue, roti kering dan biscuit. Gluten mempunyai panas yang stabil sehingga dapat agen pengikat dan pengembang dan biasanya digunakan sebagai tambahan pada proses pengolahan makanan untuk meningkatkan tekstur, rasa, dan retensi kelembapan. Selain itu, sumber gluten yang rendah biasanya termasuk olahan daging, makanan laut yang dilarutkan, pengganti daging vegetarian sebagai pengental, pengemulsi, atau zat pembentuk gel pada permen, es krim, mentega, bumbu, isian dan sebagai pelapis yang digunakan dalam pengobatan pengobatan atau pangan (Biesiekierski, 2016). Gluten merupakan komponen protein yang hanya ada didalam tepung terigu. Gluten berperan penting dalam pembentukan stuktur dan elastisitas. Gluten memiliki sifat elastis dan plastis, dua sifat tersebut sangatlah penting untukk menghasilkan bahan pangan yang dapat dicetak, kenyal dan tidak mudah putus. Protein terigu tersusun atas dua jenis protein pembentuk gluten dan protein bukan pembentuk gluten. Protein bukan pembentuk gluten berkisar 15% dan protein gluten sebesar 65% (Kurniawan, 2004).
36
Kadar protein tepung tidak hanya sebagai indikator nilai gizi, tetapi juga pengaruh penting pada sifat reologi adonan. Hal ini sering berkaitan dengan kualitas pembuatan roti. Tepung roti yang baik memiliki gluten yang kuat yang ditandai dengan kuantitas protein tinggi. Selain itu, gandum kandungan protein tinggi biasanya perintah harga premium karena permintaan untuk dicampur dengan terigu protein rendah untuk produksi tepung roti. Penyerapan air adalah jumlah air diserap oleh tepung untuk menghasilkan adonan konsistensi diterapkan. Hal ini ditentukan oleh kadar protein tepung, jumlah pati bendungan berusia selama penggilingan dan kehadiran non-pati karbohidrat. Sangat diharapkan bahwa tepung untuk pembuatan roti memiliki kapasitas penyerapan air tinggi yang normal konsistensi kerja sehingga hasil adonan, dan karenanya roti, akan relatif tinggi (Wujun, 2007). Kadar protein tepung gandum berkisar antara 6,89% sampai dengan 13,25% tepung gandum dapat dikelompokkan berdasarkan kandungan proteinnya, yaitu tepung gandum protein tinggi (11-13%), protein medium (1011%) dan protein rendah (8-10%). Lemak merupakan komponen minor pada tepung gandum tetapi berperan penting dalam pembuatan roti. Setelah ekstraksi dan pemurnian jumlahnya hanya 2-2,8% dari bahan kering dan diperkirakan separuhnya asalah lemak polar. Lemak polar berpengaruh terhadap kebutuhan pencampuran dan potensi pengembangan volume roti (Murtini, 2005). Tepung terigu diperoleh dari biji gandum ( Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu di antara serelia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada saat terigu dibasahi. Biasanya mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8-12%, kadar abu 9,25-0,60%, dan gluten basah 24-36%. Berdasarkan kandungan gluten (protein), tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan 3 macam yaitu hard flour, medium hard flour, soft flour (Astawan, 2008). Tepung terigu berdasarkan kandungan protein, terdiri atas 3 macam: (1) tepung terigu berprotein tinggi (kadar gluten tinggi), dipasaran di jumpai mer ek tepung cakra, misalnya digunakan untuk pembuatan roti, pastry, dll. (2) tepung terigu berprotein sedang (kadar gluten sedang); dipasaran dijumpai dengan
37
merek tepung terigu Segitiga Biru, misalnya digunakan untuk pembuatan pastel, panada, kue tradisional, dll. (3) tepung terig berprotein rendah (kadar gluten rendah) dipasaran dijumpai dengan merek tepung terigu Kunci Biru, misalnya digunakan untuk pembuatan kue kering (Indriani, 2010).
C. METODOLOGI 1. Alat
a. Buret b. Mangkok c. Pipet d. Propipet e. Tabung reaksi f. Timbangan g. Vortex 2. Bahan
a. NaCl b. Petroleum ether c. Tepung terigu “Cakra kembar” d. Tepung terigu “Kunci biru” e. Tepung terigu “Mila”
38
3. Cara Kerja
a. Daya air tepung terigu 25 gr terigu Penempatan dalam mangkok 10-20 ml air
Penambahan dalam mangkok dengan buret Pengulenan hingga menjadi adonan menggunakan tangan
Air
Penambahan dengan buret sedikit demi sedikit sambil diuleni hingga adonan kalis Pencatatan jumlah air yang diperlukan Gambar 3.1 Diagram alir daya air tepung terigu
b. Uji gluten tepung terigu 10 gr terigu 5 ml lar NaCl 1%
Pengulenan adonan hingga elastis Pembentukan adonan menjadi bola Perendaman dalam air selama 1 menit Pencucian dengan air mengalir hingga air cuciannya jernih
Penimbangan sisa adonan sebagai gluten basah
Pengeringan dalam oven pada suhu 100º C untuk memperoleh gluten kering Gambar 3.2 Diagram uji gluten tepung terigu
39
c. Uji bleaching pada tepung terigu 1,4 gr terigu 5 ml petroleum ether
Pelarutan Pembiaran agar mengendap Tepung terigu yang tidak di bleaching tidak menimbulkan warna pada cairan super natannya
Gambar 3.3 Diagram alir uji bleaching pada tepung terigu
40
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 3.1 Hasil Daya Serap Air Tepung Terigu Berat Awal Shift Kel Sampel (gram) 1 Cakra Kembar A 2 Mila 50 3 Kunci Biru 1 Cakra Kembar B 2 Mila 50 3 Kunci Biru Sumber : Laporan Sementara.
mL Air
% DSA
26,5 25,3 17,5 24 25 24
53 50,6 55 48 50 48
Daya serap air tepung atau daya absorpsi air tepung atau dikenal dengan istilah kapasitas hidrasi tepung menunjukkan prosentase jumlah air yang dapat diserap oleh tepung setelah dibuat adonan kemudian disentrifugasi pada kecepatan 2000 rpm selama 5 menit. Produk turunan pati memiliki daya serap air dan kelarutan dalam air yang lebih baik dibandingkan pati asal (Hidayat, 2012). Daya serap air atau kapasitas penyerapan air digunakan untuk mengukur kemampuan tepung dalam menyerap air dengan cara disentrifuge, Kapasitas penyerapan air berkaitan dengan komposisi granula dan sifat fisik pati setelah ditambahkan sejumlah air, jumlah air kurang maka pembentukan gel tidak dapat mencapai kondisi optimum. Dengan demikian kemempuan hidrasi yang rendah kurang cocok untuk produk olahan yang membutuhkan tingkat gelatinisasi tinggi (Elliason, 2004). Tepung terigu pada umumnya digunakan untuk membuat kue dan bahan masak-memasak lainnya. Selain itu, tepung juga digunakan untuk pengentalan makanan, kemampuan pengentalan tepung ini disebabkan oleh daya serapnya terhadap air sehingga butiran-butiran tepung tersebut membesar dan apabila dipanaskan maka granula tersebut akan rusak dan pecah sehingga terjadi proses gelatinisasi. Pada peristiwa gelatinisasi tepung, viskositas bahan akan meningkat karena air telah masuk kedalam butiran tepung dan tidak bisa bergerak bebas lagi. Kemampuan tepung terigu dalam menyerap air disebut dengan “Water Absorption”. Kemampuan daya serap air pada tepung terigu berkurang bila kadar air dalam tepung terlalu tinggi atau tempat penyimpanan yang lembab. Water absorption sangat bergantung dari produk yang akan
41
dihasilkannya. Dalam pembuatan roti umumnya diperlukan water absorption yang lebih tinggi dari pada pembuatan mie dan biscuit (Moehyi, 1992). Faktor yang mempengaruhi daya serap ait tepung terigu ialah kandungan amilosa dan gluten dari tepung sangat berpengaruh terhadap daya serap air. Hal ini disebabkan karena daya serap air akan semakin tinggi seiringan dengan tingginya kandungan amilosa dan juga kandungan gluten didalam tepung tersebut. Gluten terbentuk akibat rekasi antara protein pada tepung dengan air. Kemudian proses penambahan air juga menjadi faktor pengaruh daya serap air pada tepung. Penambahan air seharusnya sedikit demi sedikit sambil adonan diaduk sehingga apabila adonan tersebut kalis dapat diketahui dengan pasti air yang dibutuhkan untuk pembentukan kalis pada tepung tersebut. Faktor yang berpengaruh yang terakhir ialah teknik pengulenan tepung, sebaiknya dilakukan secara optimal agar kandungan gluten dapat menyerap air secara merata sehingga terbentuknya kalis pada adonan akan tercapai dan air yang digunakan sesuai (Murtini, 2005). Pada Tabel 3.1 Hasil Daya Serap Air Tepung Terigu terdapat 3 sampel diantaranya, cakra kembar, mila dan kunci biru. Terdapat 2 shift A dan B. Pada shift A sampel cakra kembar dengan berat awal 50 gram didapatkan hasil % daya serap air sebesar 53 %. Pada sampel mila dengan berat awal 50 gram didapatkan hasil % daya serap air sebesar 50,6 %. Pada sampel kunci biru dengan berat awal 50 gram didapatkan hasil % daya serap air sebesar 55 %. Pada shift B sampel cakra kembar dengan berat awal 50 gram didapatkan hasil % daya serap air sebesar 48 %. Pada sampel mila dengan berat awal 50 gram didapatkan hasil % daya serap air sebesar
50 %. Pada sampel kunci biru
dengan berat awal 50 gram didapatkan hasil % daya serap air sebesar 48 %. Daya serap air setiap kelompok memiliki hasil yang berbeda- beda hal tersebut dapat terjadi karena kandungan amilosa dan gluten dari tepung, proses penambahan air, dan teknik pengulenan yang menyebabkan perbedaan daya serap air antar tepung (Alsoyuna, 2014). Menurut Alam (2008), tingkat pengembangan dan penyerapan air tergantung pada kandungan amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap air dan
42
mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin. Proses pengadukan atau pencampuran memiliki tujuan utama untuk membentuk jaringan gluten yang terdapat dalam terigu. Saat ditambahkan air pada terigu serta mengalami proses pengadukan maka seiring dengan waktu jaringan gluten akan mulai terbentuk. Proses pengadukan akan dihentikan apabila jaringan gluten sudah terbentuk dengan sempurna atau dikenal dengan istilah kalis. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses pengadukan adalah putaran mesin pengaduk, sehingga perlu dilakukan penelitian seberapa besar pengaruh putaran terhadap sifat fisik dari roti (Priyati, 2016). Tandatanda adonan sudah kalis adalah tidak lengket dan tidak menempel pada wadah, dan bila adonan dilebarkan akan terbentuk lapisan tipis yang elastis dan tidak mudah robek (Kurniawan, 2014). Gandum dapat diklasifikasikan berdasarkan tekstur biji (kernel) menjadi hard wheat (T.aestivum), soft wheat (T. compactum), dan durum wheat (T.durum). 1. Hard Wheat (T. aestivum) Hard wheat mengandung kadar protein 12-18%. Gandum ini mempunyai ciri-ciri kulit luar berwarna coklat, biji keras, dan berdaya serap air tinggi. Jenis gandum ini sangat cocok untuk membuat roti karena tepung yang dihasilkan berkualitas baik dan mengandung protein bermutu tinggi. Contoh gandum keras adalah gandum hard spring dan gandum hard winter. 2. Soft Wheat (T. compactum) Soft wheat mengandung kadar protein rendah yaitu 7-12%. Gandum ini mempunyai ciri-ciri berwarna putih sampai merah dan berbiji lunak. Tepung gandum ini cocok untuk membuat cake karena adonan yang dihasilkan memiliki daya serap air rendah. Contoh jenis gandum ini adalah standard wheat. 3. Durum Wheat (T.durum) Durum wheat merupakan jenis yang khusus. Ciri gandum ini adalah bagian dalam (endosperm) yang berwarna kuning tidak seperti gandum pada
43
umumnya yang memiliki warna putih dan memiliki biji yang lebih keras, serta kulit yang berwarna coklat. Gandum ini sering digunakan untuk membuat produk pasta berdasarkan warna bran, gandum diklasifikasikan menjadi red (merah) dan white (putih). Sedangkan berdasarkan musim tanam dibedakan menjadi dua yaitu winter dan spring (Samuel,1972). Tabel 3.2 Hasil Uji Gluten Tepung Terigu Shift Kel Sampel Berat Berat Awal Basah (Gram) (Gram) 1 Cakra Kembar 3,7 A 2 Mila 10 3,4 3 Kunci Biru 4 1 Cakra Kembar 5,6 B 2 Mila 10 4,0 3 Kunci Biru 1,8 Sumber : Laporan Sementara
Berat Kering (Gram) 2,8 2,6 2,7 4,4 2,8 1,4
% Gluten
9 8 13 12 12 4
Gluten adalah senyawa yang penting dalam adonan yaitu suatu masa yang bersifat kohesif dan viskoelastis yang dapat meregang secara elastis (Koswara, 2009). Semakin tinggi kandungan glutennya, semakin tinggi kadar protein tepung terigu. Gluten juga mempunyai sifat menyerap air,elastis dan plastis. Semua jenis bahan pangan hasil pertanian memiliki karakteristik yang berbeda-beda termasuk tepung. Dengan mengetahui karakteristik tepung diharapkan proses penanganan dan pengolahan lebih lanjut bisa lebih tepat dan sesuai (Yuliyanti, 2012). Protein yang terdapat dalam tepung terigu tidak terlarut didalam air. Protein-protein yang tidak larut dalam air ini disebut gliadin dan glutein. Glutein adalah bentuk dari protein yang tidak larut didalam air jika tepung dipanaskan dan dicampurkan dengan air. Glutein bisa diekstrak dengan cara mencucinya dengan air hingga patinya hilang. Glutein yang telah diekstrak memiliki sifat elastis dan kohesi. Jika gliadin dan glutenin dipisahkan dari gluten maka gliadin akan bersifat seperti substansi sirup yang menggumpal dan saling
terikat
serta
glutenin
akan
menghasilkan
kekerasan
berkemungkinan memperbesar kekuatan tekstur bahan (Parker, 2003).
44
yang
Prinsip percobaan uji gluten terigu adalah berdasarkan sifat dari gluten yang elastis dan licin pada bagian permukannya sehingga dapat memudahkan dalam proses pengolahan dan berdasarkan perhitungan berat gluten kering dimana untuk gluten basah ditambahkan dengan larutan NaCl dan air. Pada pengujian gluten adonan ditambahkan NaCl 1% dalam proses perendaman. NaCl pada pengujian ini digunakan untuk memperkuat ikatan gluten. Menurut Wijayati (2007) garam dapur pada pembuatan roti mempunyai dua fungsi, yaitu untuk membuat roti yang dihasilkan memiliki rasa lebih enak dan fungsi satu lagi dalam rheologi adonan dengan mendukung fungsi gluten dalam membentuk adonan yang berarti memperkuat ikatan gluten. Pada proses uji gluten juga mengalami beberapa kendala pada tepung tersebut. Faktor yang mempengaruhi kualitas gluten adalah kurang rapatnya menyimpan tepung yang mengakibatkan apek, banyaknya oksigen yang masuk pada tepung mengakibatkan perubahan warna, kurangnya air dapat menyebabkan gluten kurang maksimal dalam mengemulsi dan
kurangnya
NaCl yang mengakibatkan tidak menyatunya gluten (Koswara, 2009). Tabel 3.3 Komposisi Kimia Gluten Basah dan Gluten Kering
Pada Tabel 3.2 Hasil Uji Gluten Tepung Terigu terdapat 3 sampel diantaranya, cakra kembar, mila dan kunci biru. Terdapat 2 shift A dan B. Pada shift A sampel cakra kembar dengan berat awal 10 gram didapatkan hasil % gluten sebesar 9%. Pada sampel mila dengan berat awal 10 gram didapatkan hasil % gluten sebesar 8 %. Pada sampel kunci biru dengan berat awal 10 gram didapatkan hasil % gluten sebesar 13 %. Pada shift B sampel cakra kembar dengan berat awal 10 gram didapatkan hasil % gluten sebesar 12 %. Pada sampel mila dengan berat awal 10 gram didapatkan hasil % gluten sebesar
45
12%. Pada sampel kunci biru dengan berat awal 10 gram didapatkan hasil % gluten sebesar 4 %. Tabel 3.4 Hasil Uji Bleaching Shift Kel Sampel 1 Cakra Kembar A 2 Mila 3 Kunci Biru 1 Cakra Kembar B 2 Mila 3 Kunci Biru Sumber : Laporan Sementara. Keterangan : + : Jernih
Keterangan +++ +++ +++ ++ ++ ++
++ : Bening Kekuningan +++ : Kuning Keruh Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bahan dasar gandum yang diperoleh dengan cara penggilingan gandum yang banyak digunakan dalam industri pangan. Komponen yang terbanyak dari tepung terigu adalah pati, sekitar 70% yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Besarnya kandungan amilosa dalam pati ialah sekitar 20% dengan suhu gelatinisasi 5662o C (Belitz, 1987). Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir gandum. Tepung terigu umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti. Kadar protein tepung terigu berkisar antara 8 – 14%. Dalam pembuatan mie, kadar protein tepung terigu yang digunakan berkisar antara 11 – 14,5% atau tepung terigu berprotein tinggi (Lubis, 2013). Tujuan dilakukan adanya uji bleaching adalah suatu proses pemucatan pada tepung terigu untuk memperoleh tepung terigu yang berwarna putih untuk mengetahui kandungan zat pemutih pada tepung terigu. Tepung terigu hasil penggilingan gandum pada dasar pembuatannya menghasilkan warna krem, karena adanya zat warna xantofil (Buckle, 1985). Bleaching adalah suatu proses pemucatan pada tepung terigu untuk memperoleh tepung terigu yang berwarna putih. Prinsip kerja uji bleaching adalah menambahkan zat pemucat yang bersifat oksidator pada tepung sehingga ikatan rangkap dalam karotenoid, yaitu xantofil, akan dioksidasi. Dalam degradasi pigmen karotenoid akan
46
menghasilkan
senyawa
yang
tak
berwarna
(Winarno,
1992).
Fungsi
penambahan petroleum ether tersebut adalah untuk melarutkan pigmen karoten yang menyebabkan supernatan tepung terigu berwarna kuning. Menurut AlDmoor (2013), tepung yang melalui tidak proses bleaching akan mengalami perubahan warna, sedangkan yang mengalami bleaching tidak akan mengalami perubahan warna. Pada Tabel 3.4 Hasil Uji Bleaching terdapat 3 sampel diantaranya, cakra kembar, mila dan kunci biru. Terdapat 2 shift A dan B. Pada shift A sampel cakra kembar berwarna kuning keruh. Pada sampel mila berwarna kuning keruh Pada sampel kunci biru berwarna kuning keruh. Pada shift B sampel cakra kembar berwarna bening kekuningan. Pada sampel mila berwarna bening kekuningan. Pada sampel kunci biru berwarna bening kekuningan. Menurut Al-Dmoor (2013), tepung yang melalui tidak proses bleaching akan mengalami perubahan warna, sedangkan yang mengalami bleaching tidak akan mengalami perubahan warna. Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan pangan yang dijadikan untuk pemutihkan dan pematangan tepung. Penambahan bahan pemutih dan pematang tepung diharapkan dapat mempercepat proses pematangan dan untuk mendorong pengembangan adonan oleh yeast dan untuk mencegah kemunduran roti selama penyimpanan. Proses pematangan dengan bahan kimia berarti meniadakan pematangan dengan menyimpan dalam jangka lama dan mahal, memerlukan pencegahan kerusakan tepung oleh hama dll. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan, Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pematangan. Beberapa bahan pemutih dan pematang tepung yang diizinkan untuk pangan, antara lain : 1. Natrium stearoil-2-laktat, untuk adonan kue ( 5g/kg bahan kering ), roti dan sejenisnya ( 3,75g/kg tepung ). 2. Asam askorbat, untuk tepung ( 200mg/kg ) (Lailatul, 2014).
47
E. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum Acara IV, “Pembuatan Mie Basah dan Mie Kering” dapat ditarik kesimpulan : 1. Daya serap air tepung atau daya absorpsi air tepung atau dikenal dengan istilah kapasitas hidrasi tepung menunjukkan prosentase jumlah air yang dapat diserap oleh tepung setelah dibuat adonan kemudian disentrifugasi pada kecepatan 2000 rpm selama 5 menit. 2. Pada shift A sampel cakra kembar dengan berat awal 50 gram didapatkan hasil % daya serap air sebesar 53 %. Pada sampel mila dengan berat awal 50 gram didapatkan hasil % daya serap air sebesar 50,6 %. Pada sampel kunci biru dengan berat awal 50 gram didapatkan hasil % daya serap air sebesar 55 %. 3. Gluten adalah senyawa yang penting dalam adonan yaitu suatu masa yang bersifat kohesif dan viskoelastis yang dapat meregang secara elastis. 4. Pada shift A sampel cakra kembar dengan berat awal 10 gram didapatkan hasil % gluten sebesar 9%. Pada sampel mila dengan berat awal 10 gram didapatkan hasil % gluten sebesar 8 %. Pada sampel kunci biru dengan berat awal 10 gram didapatkan hasil % gluten sebesar 13 %. 5. Bleaching adalah suatu proses pemucatan pada tepung terigu untuk memperoleh tepung terigu yang berwarna putih. 6. Pada shift A sampel cakra kembar berwarna kuning keruh. Pada sampel mila berwarna kuning keruh Pada sampel kunci biru berwarna kuning keruh.
48
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Nur dan Nurhaeni. 2008. Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Pati agung Berbagai Varietas yang Diekstrak dengan Pelarut Natrium Bikarbonat. Jurnal Agroland, Vol. 15, No. 2: 89 – 94. Al-Dmoor, Hanee M. 2013. Cake Flour : Functionality and Quality (Review). European Scientific Journal, Vol. 9, No. 1: 166-172. Alsoyuna, Nurul Saniah. 2014. Pengetahuan Universitas Sriwijaya. Palembang.
Bahan
Tepung-Tepungan.
Astawan, Made. 2008. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya. Yogyakarta. Belitz, H.D. dan Grosch, W. 1987. Food Chemistry. 2nd Ed. Springer. Biesiekierski, Jessica R. 2016. What is gluten?. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2017; 32 (Suppl. 1): 78 – 81. Bucle, K. A. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta. Budijanto, Slamet dan Yuliyanti 2012. Studi Persiapan Tepung Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) dan Aplikasinya pada pembuatan Beras Analaog . Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 13, No. 3: 177-186. Elliasson, A.C. 2004. Starch in Food. Structure, Function and Application. Woodhead Publishing Limited. CRC Press, New York. Hidayat, Beni., Kalsum, Nurbani dan Surfiana. 2012. Karakterisasi Tepung Ubi Kayu Modifikasi yang Diproses. Jurnal Tekonologi dan Hasil Pertanian. Vol 14, No 2: 148-159. Indriani. 2010. 50 Resep Snack Pendamping Minum Kopi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Koswara. Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung (Teori dan Praktek). eBook Pangan. Kurniawan, Agung, Teti Estiasih, Nur Ida Panca. 2014. Mie dari Umbi Garut (Maranta arundinacea L) : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3. No. 3: 847-854. Lailatul, Ade Ida., Fauzi, Ahmad., Khusna, Eva Nikmatul dan Siska Desi Ariyani. 2014. Pemutih dan Pematang Tepung . Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri. Kediri. Lubis, Yanti Meldasari., Erfiza, Novia Mehra, Ismaturahmi dan Fahrizal. 2013. Pengaruh Konsentrasi Rumput. Laut (Euchema Cottonii) dan Jenis
49
Tepung pada Pembuatan Mie Basah. Rona Teknik. Pertanian. Vol. 6 No. 1: 413- 420. Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga . Bharata. Jakarta. Murtini, Erni Sofia, Tri Susanto dan Ratih Kusumawardani. 2005. Karakterisasi Sifat Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung Gandum Lokal Varietas Selayar, Nias dan Dewata. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol.6. No. 1: 5765. Parker, R., 2003. Introduction to Food Science. Delmar Thompson Learning, United States Priyati, Asih., Abdullah, Sirajuddin Haji dan Guyup Mahardhian Dwi Putra. 2016. Pengaruh Kecepatan Putar Pengadukan Adonan Terhadap Sifat Fisik Roti. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol. 4, No. 1: 217225. Samuel, W.J. 1972. Bakery Technology and Engineering. Second ed. The AVI Publishing co. Inc, West Port, Conecticut. Wijayanti, Yovita Roessalina. 2007. Substitusi Tepung Gandum (Triticum aestivum) Dengan Tepung Garut (Maranta arundinaceae L) Pada Pembuatan Roti Tawar. Skripsi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wujun, Mark; Sutherland, Stephen Kammholz. 2007. Wheat Flour Protein Content and Water Absorption Analysis in a Double Haploid Population. Journal of Cereal Science Vol. 45, No. 3: 198-210.
50
LAMPIRAN
Uji Daya Serap Air
%DSA = =
26,5
x100%
x100%
50
= 53
Uji Gluten %Gluten= =
Berat Basah – Berat Kering Berat Awal
x100%
3,7 – 2,8 10
x100%
=9
51