Ali Syari’ati
Radi Aditama Sanjaya
Biografi Ali Syari’ati
Ali Syari’ati lahir 23 Nopember 1933 di desa Mazinan, pinggiran kota Masyhad dan Sabzavar, propinsi Khorasan Iran dengan nama kecil Muhammad Ali Mazinani. Ayahnya, Muhammad Taqi Syari’ati adalah seorang ulama yang mempunyai silsilah panjang keluarga ulama dari Masyhad, kota tempat pemakaman Ali Al-Ridha. Kehidupan Syari’ati berakar di pedesaan dan di sanalah pandangannya pertama kali dibentuk. Guru pertama kalinya adalah ayahnya sendiri yang memutuskan mengajar di kota Masyhad. Pada awal 1940-an, ayah Ali Syari’ati mendirikan usaha penerbitan bernama “Pusat Penyebaran Kebenaran Islam” (The Center for Propagation of Islamic Truth) yang bertujuan untuk kebangkitan Islam sebagai agam agamaa yang yang sara saratt deng dengan an kewa kewaji jiba ban n dan dan komi komitm tmen en sosi sosial al.. Seme Sement ntar araa dari dari piha pihak k ibu, ibu, kakeknya, Akhun Hakim adalah sosok ulama yang kisah hidupnya turut menginspirasi Ali Syari’ati. Ali Syari’ati merupakan anak yang dibesarkan dengan tradisi keislaman yang kuat, sang ayah Muhammad Taqi Syari’ati berasal dari keluarga ulama sejak beberapa generasi walaup walaupun un pada pada akhirn akhirnya ya lebih lebih memili memilih h untuk untuk berger bergerak ak dalam dalam bidang bidang akadem akademik ik dengan dengan menjadi tenaga pendidik bagi generasi-generasi muda Iran pada waktu itu. Muhammad Taqi Syari’ati merupakan ayah sekaligus guru bagi Ali Syari’ati yang mengajarkan banyak hal dan mendasar bagi perkembangan Ali Syari’ati. Ali Syari’ati lahir ditengah kondisi dimana degradasi peran agamawan yang hanya menjadikan agama sebagai ritual batin antara hamba dan sang pencipta tanpa peduli terhadap keterpuruk keterpurukan an masyarakatn masyarakatnya. ya. Ulama tidak memainkan perannya sebagai sebagai pemimpin pemimpin yang tercerahkan yang akan memandu masyarakat menggapai kebahagiaan spiritual dan material. Gagasan-gagasannya dalam memajukan kebebasan rakyat Iran bertujuan untuk menangkal segala macam bentuk penindasan dan mengajak kepada kebaikan harus berbenturan dengan dogma-d dogma-dogm ogmaa pengua penguasa sa dan ulama ulama bahkan bahkan kabarn kabarnya ya hal inilah inilah yang yang diduga diduga menjad menjadii penyebab kematiannya yang misterius.. Pada 1950, Syari’ati menjadi anggota aktif dalam sebuah partai politik. Namun, dasardasar kesadaran sosial politiknya telah ia tanam pada Pusat Penyebaran Kebenaran Islam ketika ketika ia masih masih berusi berusiaa 15 tahun. tahun. Antara Antara period periodee 1951-1 1951-1955 955,, Syari’ Syari’ati ati secara secara produk produktif tif menulis artikel-artikel tentang sosial politik.
1
Di tangan Humaini, Iran berani dengan lantang mendekontruksi hegemoni Barat yang diklaim superior atas segala kebijakan perubahan dunia. Dari jejak Humaini ini, tidak salah kalau sekarang Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad begitu lantang menentang Barat yang mau melucuti praktek nuklir yang dilakukan Iran. Namun Namun demiki demikian, an, memaha memahami mi Iran sekara sekarang ng hanya hanya meliha melihatt Ayatu Ayatulla llah h Humain Humainii tidaklah lengkap kalau tidak dibarengi membedah jejak sosok misterius yang meninggal di London. Ia adalah salah seorang tokoh yang membantu perjuangan Imam Khomeini dalam menjat menjatuhk uhkan an rezim rezim Syah Syah Iran Iran yang yang lalim, lalim, untuk untuk menega menegakka kkan n kebena kebenaran ran dan keadil keadilan an menurut menurut ajaran Islam. Doktor sastra sastra lulusan lulusan Universita Universitass Sorbonne Sorbonne Perancis ini berjuang berjuang tak kenal kenal lelah lelah dan takut. takut. Selama Selama hidupn hidupnya ya ia mengab mengabdik dikan an diriny dirinyaa untuk untuk memban membangun gunkan kan masyarakat Islam Iran dari belenggu kezaliman. Pada Pada 1955, 1955, Syaria Syariati ti masuk masuk Fakult Fakultas as Sastra Sastra Univer Universit sitas as Masyha Masyhad d yang yang baru baru saja saja diresmikan. Bakat, pengetahuan dan kesukaannya kepada sastra menjadikannya popular di kalangan mahasiswa. Karena prestasi akademisnya di Universitas ini, dia mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi keluar negeri. Pada April 1959, Syariati pergi ke Paris sendirian. Istri dan putranya yang baru lahir, bernama Ehsan bergabung dengannya setahun kemudian. Walaup Walaupun un berada berada di Paris, Paris, namun namun pribad pribadii Syaria Syariati ti yang yang penuh penuh dengan dengan semang semangat at perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan, ia tetap berjuang menentang rezim Iran. Pemikiran-pemikirannya yang cemerlang dan gerakan politiknya yang menggugah semangat kaum muda menjadikan dia sebagai figur oposan yang sangat spektakuler dalam merubah tata tatana nan n poli politi tik k atas atas yang yang dihe dihege gemo moni ni Syah Syah Pahl Pahlev evi. i. Karen Karenaa wata watakn knya ya yang yang krit kritis is,, sekembalinya di Iran dengan gelar doktoral tahun 1963, ia menjadi sosok yang kharismatis yang kuliah-kuliahnya di universitas Masyhad sangat memukau dan memikat audiens, karena isi kuliahnya yang membangkitkan orang untuk berpikir. Karena Karena begitu begitu kharis kharismat matis, is, akhirn akhirnya ya pemeri pemerinta ntahan han Syah Syah Pahlev Pahlevii berang berang.. Karena Karena merasa terancam, pada 16 Mei 1977, Syariati meninggalkan Iran. Tentara Syah, SAVAK akhirnya akhirnya mengetahui mengetahui kepergian kepergian Ali Syariati Syariati mereka mereka mengontak mengontak agen mereka mereka di luar negeri. negeri. Di London Inggeris, pada 19 Juni 1977 jenasah Ali Syariati terbujur di lantai tempat ia mengin menginap. ap. Kematia Kematian n yang yang tragis tragis seoran seorang g pejuan pejuang g Islam Islam yang yang teguh teguh memper memperjua juangk ngkan an keyakinannya. Ia syahid dalam memperjuangkan apa yang dianggapnya benar. Ali Syariati telah mengkuti jejak sahabat Nabi dan Imam Ali yang begitu dikagumi dan dijadikan simbol perjuangannya, Abu Dzar Al-Ghifari.
2
Rausanfikr Sebagai Agen Revolusi Islam
Ali Syari’ati mempunyai pandangan yang berbeda dengan Imam Khomeini tentang konsep konsep kunci kunci kepemi kepemimpi mpinan nan.. Jika Jika Imam Imam Khomei Khomeini ni menemp menempatk atkan an kaum kaum ulama ulama sebaga sebagaii otoritas tertinggi dalam bidang politik maupun agama, maka Syari’ati menolak dominasi polit politik ik kaum kaum ulama, ulama, dan sebali sebalikny knyaa menemp menempatk atkan an kaum kaum “intele “intelektu ktual al yang yang tercerah tercerahkan kan”” (rausanfikr), sebagai pemegang otoritas kekuasaan politik. Dalam pandangan Imam Khomeini, selama ghaibnya Imam Mahdi kepemimpinan dalam pemerintahan Islam menjadi hak para faqîh (fuqâhâ). Sekali seorang faqîh berhasil memb memban angu gun n sebu sebuah ah peme pemeri rint ntah ahan an Isla Islam, m, maka maka raky rakyat at dan dan para para faqî faqîh h lain lain waji wajib b mengikutinya, karena dia akan memiliki kekuasaan dan otoritas pemerintahan yang sama sebagaimana yang dimiliki nabi dan para imam terdahulu. Konsep Wilâyah al-Faqîh memang didasarkan pada prinsip imâmah yang menjadi sala salah h satu satu keim keiman anan an Syi’a Syi’ah h Imâm Imâmiy iyah ah.. Bisa Bisa juga juga dika dikatak takan an bahw bahwaa Wilâ Wilâya yah h al-Fa al-Faqî qîh h dimaksudkan untuk “mengisi kekosongan politik” selama masa ghaibnya Imam kedua belas (Al-Mahdi). Pada masa keghaiban itu, Faqîh – yang memenuhi syarat – berperan selaku wakil imam, guna membimbing membimbing umat, baik dalam masalah-masalah masalah-masalah keagamaan maupun sosial politik. Dengan berfusinya nasionalisme Iran dan Islam Syi’ah, orang-orang Iran, termasuk para ulama Syi’ahnya, tidak pernah merasakan adanya konflik antara Islam dan nasionalisme Iran. Namun, sebagian ulama Syi’ah menolak segala bentuk “kolaborasi” antara raja dan ulama, ulama, termasu termasuk k dalam dalam arti arti raja raja dalam dalam posisi posisi “supe “superio rior” r” dan ulama ulama “inferi “inferior” or”.. Imam Imam Khomei Khomeini ni termas termasuk uk berada berada dalam dalam deretan deretan ulama ulama yang yang menetan menetang g keras keras kekuas kekuasaan aan raja. raja. Baginya, hanya ada satu sistem kenegaraan yang sesuai dengan Islam, yaitu pemerintahan Islam yang dipimpin oleh seorang fâqih atau dewan fuqahâ. Berbeda dengan Imam Khomeini, Ali Syari’ati tidak setuju dengan peranan yang terlalu besar dari para mujtahîd (ulama). Bagi Syari’ati, mereka yang bukan ulama bisa jadi dapat memahami ajaran Islam dengan lebih baik; berfikir dan hidup dengan cara Islami yang lebih murni, dibanding ahli hukum atau filosof. Syari’ati bahkan menyalahkan ulama dengan adanya keberhasilan yang diperoleh oleh para imperialis, karena akibat “kekeras kepalaan para ulamalah yang menggiring menggiring para pemuda pemuda Iran mencari perlindung perlindungan an dalam kebudayaan kebudayaan Barat”. Tidak mengherankan jika hanya sedikit karya Syari’ati yang sesuai dengan paham para ulama. Sebaliknya tidak jarang Syari’ati dituduh oleh sementara ulama sebagai “agen Sunni, Wahabiyah, dan bahkan Komunisme”.
3
Menurut Syari’ati, kaum intelektual merupakan para eksponen real dari Islam yang “rasional” dan “dinamis”, dan bahwa tugas utama mereka adalah untuk memperkenalkan suat suatu u “pen “pence cerah rahan an”” dan dan “ref “refor orma masi si”” Isla Islam. m. Oleh Oleh seba sebab b itu, itu, beta betapa pa pent pentin ingn gnya ya kaum kaum intelektual Muslim menghubungkan dirinya dengan massa dan membangkitkan Islam sebagai agama jihad yang menentang penindasan dan menegakkan keadilan. Syari’ati berkeyakinan bahwa pemeritahan kaum intelektual merupakan satu-satunya pilihan yang bisa diterima dan diperlukan setelah revolusi. Syari’ati tegas-tegas menolak jika imâmah diartikan sebagai pemberian kekuasaan yang besar kepada kaum ulama. Baginya, kaum ulama tidak berhak memonopoli kebenaran di bidang agama, karena para ulama sama sekali tidak bisa lepas tangan dari terciptanya kemunduran di dunia Islam. Manurut Syari’ati, selama ini kaum ulama telah menafsirkan ajaran-ajaran agama yang justru hanya menguntungkan kalangan istana. Sebaliknya, mereka yang non-ulama, non-ulama, khususny khususnyaa kaum intelektual intelektual yang tercerahkan (rausanfikr), (rausanfikr), adalah yang paling berhak mengendalikan kekuasaan selama masa ghaibnya Imam Mahdi. Rausanfikr, merujuk kepada mereka yang melakukan tugas mental (sebagai alawan tugas manual). Tidak semua intelektual adalah tercerahkan, tetapi menurut Syari’ati, hanya sebagian darinya. Secara khusus khusus Syari’ati Syari’ati mengidenti mengidentifikasi fikasi kelompok kelompok orang-orang orang-orang yang tercerahkan tercerahkan berasal dari golongan orang yang sadar akan “keadaan kemanusiaan” (human condition) di masanya. Kesadaran semacam itu dengan sendirinya kan memberikan rasa tanggungjawab sosial. Pada prinsipnya, kata Syari’ati, tanggungjawab dan peranan orang-orang masa kini yang tercerahkan di dunia ini sama dengan tanggungjawab dan pranan para nabi dan pendiri agama-a agama-agam gamaa besar besar – yaitu yaitu para para pemimp pemimpin in yang yang mendor mendorong ong terwuj terwujudn udnya ya peruba perubahan han- perubahan struktural yang mendasar di masa lampau. Di saat masyarakat, dalam konteks ini adalah masyarakat Iran, sebagaimana juga masyarakat lainnya di Dunia Ketiga, sedang mengalami keterpurukan identitas nasional dan dispar disparita itass (kesen (kesenjan jangan gan)) sosia sosiall ekonom ekonomii yang yang sangat sangat lebar, lebar, ia memerlu memerlukan kan dua bentuk bentuk revolusi yung saling berkaitan. Pertama, revolusi nasional, yang bertujuan bukan hanya untuk mengakhiri seluruh bentuk dominasi Barat, tetapi juga untuk merevitalisasi kebudayaan dan iden identi titas tas nasi nasion onal al nega negara ra Duni Duniaa Keti Ketiga ga bers bersan angk gkut utan an.. Kedu Kedua, a, revo revolu lusi si sosi sosial al untu untuk k menghapuskan semua bentuk eksploitasi dan kemiskinan guna menciptakan masyarakat yang adil, dinamis dan “tanpa kelas” (classes)..
4
Ali Syari’ati Sang Filosof
Salah satu pernyataan Syari’ati Syari’ati adalah ”Manusia ”Manusia menjadi menjadi ideal dengan mencari serta memperjuangkan umat manusia, dan dengan demikian, ia menemukan Tuhan”. Sedangkan ciri pemikiran Syari’ati menurut adalah ”Agama harus ditransformasikan dari ajaran etika pribadi ke program revolusioner untuk mengubah dunia”. Manusia sebagai khalifah digambarkan oleh Syari’ati sebagai manusia individu yang dimintai dimintai pertanggun pertanggungjawab gjawaban an oleh Tuhan Tuhan sebegai sebegai individu. individu. Karenanya, Karenanya, manusia manusia adalah individu yang otonom, mempunyai kesadaran, mempunyai daya kreatifitas, dan mempunyai kebeba kebebasan san kehend kehendak. ak. Pemiki Pemikiran ran Syari’a Syari’ati ti ini dipeng dipengaru aruhi hi oleh oleh Eksist Eksistens ensial ialism ismee yang yang menekankan kebebasan dan otonomi individual.
1. Syari’ati dan Eksistensialisme Ciri-ci Ciri-ciri ri umum umum eksist eksistens ensial ialism ismee barat barat sangat sangat terasa terasa dalam dalam bebera beberapa pa pandan pandangan gan Syari’ati. Syari’ati. Bereksistens Bereksistensii adalah dinamis, menciptakan menciptakan dirinya dirinya secara aktif, berbuat, berbuat, menjadi, menjadi, merenc merencana anakan kan dan selalu selalu beruba berubah h kurang kurang atau atau lebih lebih dari dari keadaa keadaan n sebelu sebelumny mnya. a. Manusi Manusiaa dipand dipandang ang terbuk terbuka, a, realit realitas as yang yang belum belum selesa selesaii Jika Jika Sartree Sartree membat membatasi asi manusi manusiaa pada pada becoming sebagai proses untuk membentuk esensinya, Syari’ati lebih jauh lagi, yaitu potensi manusia menjadi lebih tinggi. Inti pemikirannya bermula pada pandangan dunia Tauhid, dengan dengan Tuhan Tuhan sebagai sebagai sentralnya. sentralnya. Sebagaimana Sebagaimana pemikiran pemikiran eksistensia eksistensialis lis lainnya, lainnya, baginya baginya manusia dapat dilihat sebagai being dan becoming. Untuk itu ia menafsirkan kosa kata bahasa arab bashar sebagai being dan insan untuk becoming. Untuk berakhlak berakhlak dengan dengan akhlak akhlak Tuhan, Tuhan, manusia manusia harus senantiasa senantiasa melakukan melakukan proses evolusi (becoming) menuju Tuhan itu. Karena hanya dalam modus berada dalam bentuk Insan sajalah manusia memperoleh kebebasan dan mendapat amanat menjadi khalifah (wakil) Tuhan. Tuhan. Syari’ati Syari’ati menyatakan menyatakan bahwa Insan mengandung mengandung nilai-nilai nilai-nilai etis, sementara basyar meng mengan andu dung ng nila nilai-n i-nil ilai ai hewan hewani. i. Hany Hanyaa deng dengan an menj menjad adii insa insan n saja sajala lah h manu manusi siaa bisa bisa memaksimalkan atribut ketuhanannya, yaitu kesadaran-diri, kehendak bebas dan kreatifitas. Hanya manusia saja yang bisa bertindak seperti Tuhan, tetapi manusia tidak bisa menjadi Tuhan. Syari’a Syari’ati ti menyat menyataka akan n bahwa bahwa manusi manusiaa harus harus menjad menjadii manusi manusiaa yang yang sebena sebenarny rnya. a. Manusi Manusiaa harus harus menjad menjadii insan, insan, tidak tidak sekeda sekedarr basyar basyar (mahlu (mahluk k fisiol fisiologi ogis). s). Basyar Basyar adalah adalah mahluk mahluk yang yang sekeda sekedarr ‘berad ‘berada’ a’ (being (being), ), sedang sedangkan kan insan insan adalah adalah mahluk mahluk yang yang ‘menja ‘menjadi’ di’ (becoming). (becoming). Dalam konteks konteks ini Syari’ati Syari’ati menafsirkan menafsirkan ayat “Inna “Inna lillahi lillahi wainnailaih wainnailaihii rojiun” rojiun” (dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya) menyatakan bahwa perjalanan kembali 5
kepada-Nya bukanlah berarti di dalam-Nya atau pada-Nya. Artinya, Tuhan bukanlah titik beku atau suatu arah yang pasti, yang segala sesuatu menuju kepadanya. Manusi Manusiaa yang yang ‘menja ‘menjadi’ di’ ini memili memiliki ki tiga tiga sifat sifat yang yang saling saling berkai berkaitan tan dan dapat dapat menyesuaikian diri dengan sifat-sifat ketuhanan. Ketiga sifat itu adalah kesadaran-diri (selftawareness), kehendak bebas (free-will), dan kreativitas (creativiness).
2. Syari’ati dan Marxisme Ada hubungan cinta-benci antara Syari’ati dan Marxisme. Ia menerima analisa Marx tentang kesadaran pertentangan kelas antara kaum penindas dan tertindas, tetapi terutama bukan antara buruh melawan Kapitalis, tetapi antara dunia ketiga melawan Imperialisme Barat. Syari’ati juga banyak menggunakan paradigma, kerangka dan analisis Marxis untuk menjela menjelaska skan n perkem perkemban bangan gan masyar masyaraka akat. t. Ia berpen berpendap dapat at bahwa bahwa Marx Marx hanyal hanyalah ah seoran seorang g materialis tulen yang memandang manusia sebagai makhluk yang tertarik kepada hal-hal yang yang bersif bersifat at materi materi belaka belaka.. Namun Namun Syari’ Syari’ati ati menyan menyanjun jung g Marx yang yang jauh jauh lebih lebih tidak tidak “materialistik” ketimbang mereka yang mengklaim “idealis” atau “beriman dan religius”. Prespektif lain, Syari’ati mengecam Marxisme yang mengejawantah dalam partai Sosial dan Komunis. Syari’ati Syari’ati berusaha berusaha menyelesaik menyelesaikan an kontradiks kontradiksii pandangan pandangannya nya itu dengan dengan membagi membagi kehi kehidu dupa pan n Marx Marx dala dalam m tiga tiga fase. fase. Pert Pertam amaa Marx Marx muda muda seba sebaga gaii filo filoso soff ateis ateisti tik k yang yang mengembangkan materialisme dealektis. Kedua, Marx dewasa, seorang ilmuwan sosial yang mengungkapkan bagaimana penguasa mengeksploitasi mereka yang dikuasai. Ketiga Marx tua yang merupakan politisi. Dari tiga fase itu, Syari’ati menerima banyak gagasan dari Marx fase kedua, dan menolak fase pertama dan ketiga. Syari’ati juga secara terang-terangan mengkritik ulama konvensional yang disebutnya sebagai “Borjuasi kecil” dan “Depotisme Spiritual”. Di satu pihak, penguasa telah menindas keiman keimanan an atas atas nama nama Islam Islam Syi’ah Syi’ah,, tetapi tetapi dipiha dipihak k lain para para ulama ulama tradisi tradisiona onall juga juga harus harus dikrit dikritik ik karena karena apatis apatis terhad terhadap ap kezalim kezaliman. an. Sebagi Sebagian an dari dari mereka mereka bersik bersikap ap oportu oportunis nistik tik,, sebagian lagi bersifat pasif karena mengharapkan Imam yang tersembunyi, Imam Mahdi.
3. Kutub Habil Habil Versus Kutub Qabil Inti filsafat sosial Syari’ati adalah polarisasi masyarakat menjadi dua kutub dialektis. Pandan Pandangan gan tentan tentang g polari polarisas sasii masyar masyaraka akatt merupa merupakan kan wujud wujud konsis konsisten tensi si Syari’a Syari’ati ti dalam dalam mempertahan mempertahankan kan kaca mata analisis analisis dialektika. dialektika. Secara lebih spesifik, spesifik, Syari’ati Syari’ati menyatakan menyatakan,,
6
“Sosio “Sosiolog logii pun berdas berdasark arkan an dialek dialektik tika.” a.” Jadi, Jadi, dialek dialektik tikaa sosiol sosiologi ogi adalah adalah refleks refleksii atas masyarakat (sosiologi) yang didasarkan pada konsep dialektika. Masyarakat, seperti telah dikemukakan di muka, memiliki super-struktur, yang di dalamnya terdapat struktur dan mekanisme ekonomi (cara produksi, relasi produksi, alat-alat dan barang). Struktur tidak ditentukan oleh mekanisme ekonomi. Struktur bersifat mandiri (independent) terhadap semua kinerja dan mekanisme ekonomi. Dalam masyarakat, terdapat dua struktur tetap, yang dalam konsep Syari’ati disebut sebagai struktur Habil dan struktur Qabil, mengambil dua sosok anak Adam. Oleh karena masyarakat memiliki dua struktur tersebut, maka masyarakat pun terbagi menjadi dua kutub, yaitu kutub Qabil dan kutub Habil. Syari’ati memakai istilah “kutub masyarakat” dalam pengertian “kelas sosial”. Jadi, kutub masyarakat sama dengan kelas sosial, juga sebaliknya.
Kutub Qabil : Kelas Penguasa
Kutub Qabil adalah kutub penguasa atau raja, pemilik (owner), dan aristokrat. Kutub Qabil merupakan pemilik kekuasaan. Ada tiga kekuasaan yang disebutkan oleh Syari’ati, yaitu kekuasaan politik, kekuasaan ekonomi dan kekuasaan religius. Kemudian, manifestasi ketiga kekuasaan kutub Qabil tersebut dalam pentas sejarah sosial mengambil bentuk yang berbeda-beda, tergantung tingkat perkembangan masyarakatnya. Pada tahap-tahap perkembangan sosial yang masih primitif dan terbelakang, kutub ini memanifestasikan diri dalam bentuk pemusatan kekuasaan pada seorang individu. Individu tersebut tersebut menyerap menyerap ketiga kekuasaan kekuasaan (raja, pemilik pemilik dan aristokrat) aristokrat) pada dirinya. Ia mewakili mewakili muka Qabil. Sementara itu, dalam tahap evolusi sosial yang lebih maju, ketiga kekuasaan tersebut dipisahkan, yaitu kekuasaan politik, kekuasaan ekonomi dan kekuasaan religius. Al-Q Al-Qur uran an,,
seba sebaga gaii
sala salah h
satu satu dasa dasarr
epis episte temo molo logi giss
fils filsaf afat at sosi sosial al Syar Syari’ i’at ati, i,
menyinggung ketiga wajah kekuasaan tersebut dengan memperkenalkan simbol-simbol khas untuk ketiga manifestasi Qabil tersebut. Ada tiga istilah yang melukiskan sifat tiga wajah keku kekuas asaa aan n ters terseb ebut ut,, yait yaitu u mala’ mala’ (yan (yang g serak serakah ah dan dan keja kejam) m),, mutr mutraf af (yan (yang g rakus rakus dan dan berm bermewa ewahh-me mewa waha han) n),,
dan dan
rahi rahib b
(kep (kepen ende deta taan an). ).
Pers Person onifi ifika kasi si
keti ketiga ga
sifa sifatt
terse tersebu butt
disimbolkan dengan nama-nama tokoh. Kekuasaan politik disimbolkan dengan tokoh Fir’aun, kekuas kekuasaan aan ekonom ekonomii dilamb dilambang angkan kan oleh oleh tokoh tokoh Qarun Qarun (Croes (Croesus) us),, dan kekuas kekuasaan aan religiu religiuss dilambangkan oleh tokoh Balaam Bauri. Ketiganya merupakan manifestasi tritunggal dari Qabil. Syari’ati menjelaskan ketiga manifestasi Qabil secara panjang lebar dalam Haji.
7
Di sepanj sepanjang ang sejarah sejarah,, anak-c anak-cucu ucu Qabil Qabil telah telah berper berperan an sebaga sebagaii pemimp pemimpin in umat umat manusia. manusia. Begitu Begitu masyarakat-m masyarakat-masyara asyarakat kat manusia manusia bertambah bertambah besar, berubah dan sistemsistemsistem sistemnya nya menjad menjadii lebih lebih rumit; rumit; dan begitu begitu timbul timbul pembag pembagian ian-pem -pembag bagian ian,, spesia spesialis lisasi asi-spesia spesialis lisasi asi,, dan klasif klasifika ikasi-k si-klas lasifi ifikas kasi, i, Qabil, Qabil, sang sang pemimp pemimpin, in, mengub mengubah ah wajahn wajahnya! ya! Sementara mempertahankan kekuatan-kekuatannya di tiga buah basis, di dalam masyarakatmasyarakat modern Qabil menyembunyikan wajah aslinya di balik topeng politik, ekonomi dan dan agam agama. a. Qabi Qabill menc mencip ipta taka kan n tiga tiga buah buah keku kekuata atan n untu untuk k meni menind ndas as:: keka kekaya yaan an dan dan kemunafikan kemunafikan yang melahirkan melahirkan despostism despostisme; e; eksploitas eksploitasi; i; dan teknik-tekn teknik-teknik ik indoktrina indoktrinasi. si. Ketika kekuatan ini dapat dijelaskan dengan istilah-isti istilah-istilah lah monoteism monoteismee (tauhid). (tauhid). Fir’aun: Fir’aun: lambang penindas; Qarun (Kroesus): lambang kapital dan kapitalisme; Balaam: lambang kemunafikan (religius). Dalam realitanya, Fir’aun diwujudkan oleh orang-orang yang berkepentingan dengan politik, militerisme dan fasisme. Qarun diwujudkan oleh orang-orang yang berkubang dalam ekonom ekonomii pasar. pasar. Mereka Mereka memand memandang ang ekonom ekonomii sebaga sebagaii dewa dewa penent penentu u nasib nasib masyar masyaraka akat. t. Sedangkan Balaam diwujudkan oleh kaum intelektual yang yakin bahwa perubahan sosial tida tidak k mung mungki kin n terc tercip ipta ta tanp tanpaa mela melawa wan n kebo kebodo doha han, n, kele kelema maha han, n, dan dan kond kondis isii yang yang menyebabkan manusia menganut politeisme yang berselimutkan monoteisme. Ketiga poros kekuasaan kekuasaan tersebut tersebut saling saling menunjang. menunjang. Fir’aun merestui merestui perampokan perampokan sistem sistemati atiss dan prosed prosedura urall yang yang dilaku dilakukan kan Qarun. Qarun. Lalu, Lalu, Qarun Qarun pun menduk mendukung ung kerja kerja intelektual Balaam dengan sarana finansial kekayaannya. Fir’aun menyokong Balaam dengan jaminan jaminan politisnya politisnya.. Sedangkan Sedangkan Balaam menyediaka menyediakan n basis doktrin doktrin untuk untuk melegitimasi melegitimasikan kan rezim Fir’aun, bahwa keberadaan Fir’aun kekuasaan Tuhan. Ketiga komponen penopang kekuasaan Qabil itu disebut trinitarianisme-sosial.
Kutub Habil: Kelas yang Dikuasai
Berseberangan dengan kutub Qabil, kutub Habil adalah representasi kelas yang dikuasai, yang ditindas. Kutub Qabil merupakan penjelmaan kelas rakyat (al-nas). Syari’ati terkagumkagum kagum pada pada monume monumen-m n-monu onumen men besar, besar, sepert sepertii Piramid Piramidaa di Mesir. Mesir. Namun, Namun, kekagu kekaguman man tersebut mendadak sirna ketika ia menyadari bahwa monumen-monumen itu dibangun di atas penderitaan para budak yang dengan tenaga, keringat, bahkan nyawanya terpaksa mengikuti keinginan penguasa untuk menciptakan simbol budaya tersebut. Ia melihat peradaban sebagai suatu kutukan yang dihasilkan dari ribuan tahun ta hun penindasan dan perbudakan. Selanjutnya, yang menarik dari pandangan Syari’ati adalah bahwa Allah Swt —dalam konfrontasi kedua kutub masyarakat itu— memihak pada kutub rakyat (Habil). Bahkan, 8
Syari’ati berpendapat bahwa Allah Swt, dalam al-Quran menjadi sinonim dengan al-nas. Menu Menuru rutn tnya ya,,
kedu keduaa
ungk ungkap apan an ters terseb ebut ut kera kerap p
sali saling ng meng mengga gant ntik ikan an dan dan
sema semakn kna. a.
Umpamanya, Syari’ati memberi contoh c ontoh QS. Al-Taghabun ayat 17 yang berbunyi, “Jika kalian meminj meminjamk amkan an pinjam pinjaman an yang yang baik baik kepada kepada Allah” Allah”.. Syari’ Syari’ati ati menjela menjelaska skan n bahwa bahwa yang yang dimaksud dengan Allah adalah al-nas, manusia atau rakyat, karena Allah sama sekali tak membutuhkan pinjaman dari kita. Masalah Masalah sinonimasi sinonimasi Allah dan al-nas perlu diklarifikasi diklarifikasi karena bisa mengundang mengundang kesalah kesalahpah pahaman aman.. Syari’a Syari’ati ti menyam menyamakan akan kata kata al-nas al-nas dengan dengan Allah Allah dalam dalam wacana wacana sosia sosial, l, bukan bukan wacana wacana akidah akidah sepert sepertii tata tata kosmo kosmos. s. Jelas, Jelas, Syari’ Syari’ati ati membed membedaka akan n ranah ranah (domai (domain) n) diskursus. Dalam ranah teologis, Allah berbeda dengan al-nas. Namun, pada ranah sosiologis, istilah Allah dan al-nas adalah sinonim. Lebih jauh Syari’ati memaparkan bahwa sinonimasi kata Allah dan al-nas tersebut bermakna: bila disebutkan “kekuasaan berada di tangan Allah”, maka berarti kekuasaan berada di tangan rakyat bukan di tangan mereka yang mengaku dirinya sebagai wakil atau anak Tuhan, atau kerabat Tuhan atau sebagai Tuhan itu sendiri. Bila dikatakan bahwa, “hak milik adalah kepunyaan Allah”, maka bermakna bahwa kapital adalah kepunyaan rakyat, bukan milik Qarun. Selanjutnya, bila dituturkan, “agama adalah kepunyaan Allah”, maka itu bermaksud bahwa keseluruhan struktur dan isi agama diperuntukkan bagi rakyat banyak, bukan bukan demi kelompok, kelompok, lembaga lembaga tertentu tertentu yang memonopoli memonopoli otoritas otoritas keagamaaan, keagamaaan, seperti seperti pendeta (clergy) atau gereja (church). Jadi, konsep utama tentang kutub Habil adalah konsep al-nas. Kata al-nas memiliki makna yang dalam dan khas. Kekhasan tersebut diungkap Syari’ati. Menurut Syari’ati, rakyat merupakan wakil-wakil Allah (the representatives of God) sekaligus keluarga-Nya (al-nas iyalu ‘Llah). Syari’ati menandaskan pula dengan adanya fakta bahwa al-Quran dibuka dengan nama Allah dan diakhiri dengan nama rakyat (al-nas). Lalu, Ka’bah, kiblat umat Muslim saat shalat, adalah rumah Allah (house of God), tapi juga sekaligus disebut sebagai rumah rakyat (house of people) dan rumah kebebasan (free house atau al-bayt al-’atiq). Kata al-Nas, meskipun berbentuk tunggal, namun bermakna jamak. Kata al-nas tidak berarti berarti kumpulan kumpulan perorangan, perorangan, namun namun dalam pengertian masyarakat masyarakat atau, lebih tepat, massa. Oleh karena itu, kata al-nas, bagi Syari’ati, memiliki konotasi unik yang mewakili konsep rakyat.
9