ANALISA KONFLIK MESUJI
Artikel 1 Metrotvnews.com, Ogan Komering Ilir: Konflik di Desa Sungai Sodong, Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, kian terang. Sabab-musabab kasus kekerasan itu mulai terungkap, Senin (19/12). Seperti yang dilaporkan Reporter Metro TV Desi Fitriani, sejumlah barang bukti yang ada di video kekerasan itu masih terdapat di lokasi, seperti mobil, tiang listrik, dan gudang tempat mayat terkapar. Kesemua barang bukti masih sama seperti di rekaman. Warga mengaku, insiden itu dipicu ulah pamswakarsa yang dibayar PT Sumber Wangi Alam (SWA). Awalnya, pamswakarsa menangkap dua petani yang tengah memanen kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit yang menjadi lahan sengketa PT SWA dengan warga. Pamswakarsa kemudian membunuh dan memenggal kedua petani bernama Indra Safei (16) dan Saktu Macan (17). Warga pun berang. Mereka kemudian melakukan pembalasan dengan mengobrak-abrik PT SWA dan membunuh lima karyawan serta memenggal dua petugas pamswakarsa, lantas menggantungkan tubuhnya di tiang. Sementara itu, warga di Kabupaten Mesuji, Lampung, mulai kesal. Pasalnya, warga tak dapat bertemu dengan Tim Pencari Fakta (TPF) DPR yang berkunjung ke Mesuji. Warga dihalang-halangi polisi dan pemerintah kabupaten untuk bertemu anggota tim. Anehnya, hingga kemarin, TPF DPR hanya mendatangi kecamatan dan salah satu tempat pengungsian. Mereka tak datang ke lokasi dan tak berbincang dengan korban penembakan. Hal itu membuat warga kecewa. Sebab, mereka tak bisa langsung mengutarakan kesaksiannya.(****)
Artikel 2 TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdal Kasim memastikan anggota kepolisian terlibat dalam konflik di Kabupaten Mesuji, Lampung. Keterlibatan aparat terjadi di kawasan register 45 dan di kawasan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) Desa Sri Tanjung. "Di situ ada peristiwa penembakan yang menyebabkan tewasnya dua warga," ujar Ifdal saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa, 27 Desember 2011. Menurut Ifdal kesimpulan ini merupakan hasil investigasi yang dilakukan institusinya ke tiga lokasi kejadian. Investigasi dilakukan secara terpisah tak lama setelah peristiwa penembakan warga. Pekan lalu, tim kembali menyisir data dan temuan di tiga lokasi konflik: Desa Sodong, Kecamatan Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Desa Sri Tanjung, Kabupaten Mesuji, Lampung tempat operasional PT BSMI, dan kawasan register 45 PT Silva Inhutani. "Kami memang menemukan ada kekerasan yang melibatkan aparatur." Beberapa pelanggaran yang dilakukan aparatur adalah penembakan langsung pada warga yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak atas hidup warga negara. Kemudian melakukan tindakan kekerasan seperti penyiksaan dan tindakan kejam seperti yang dialami masyarakat di Desa Sri Tanjung yang terlibat konflik dengan PT BSMI. Penembakan brutal aparat di kawasan ini pada 10 November 2011 selain menyebabkan korban tewas juga menyebabkan tujuh korban luka tembak cacat permanen. "Ini adalah bentuk pelanggaran hak azazi yang nyata karena polisi menembak dengan posisi mendatar." Atas temuan itu, Komisi meminta kepolisian menindak anggotanya yang terlibat dalam penembakan. Komisi juga meminta dilakukannya proses hukum terhadap perusakan dan penyerangan harta benda masyarakat yang dilakukan pamswakarsa dan tim gabungan bentukan pemerintah daerah dan kepolisian. "Pamswakarsa yang bertindak menakut-nakuti masyarakat harus segera diproses secara hukum."
Artikel 3 PALEMBANG,
KOMPAS.com — Pengaduan
masyarakat
dan
video
pembunuhan terkait konflik lahan yang beredar di media televisi dua hari lalu mengalami kesimpangsiuran lokasi, waktu, dan kejadian. Pengaduan dan sebagian video merupakan dua peristiwa yang terpisah. Video pembunuhan yang memperlihatkan pemenggalan kepala terjadi di Desa Sungai Sodong, Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, dan bukan dari Mesuji, Provinsi Lampung. Kedua lokasi ini memang berbatasan dan hanya dipisahkan oleh sungai. Di dua lokasi berbeda itu, warga memang sama-sama mengalami konflik dengan perusahaan kelapa sawit, tetapi perusahaannya berbeda. Pembunuhan dengan memenggal kepala itu terjadi pada Kamis, 21 April 2011, di Desa Sungai Sodong, Sumatera Selatan. Salah satu asisten kebun dipenggal oleh masyarakat yang marah karena terbunuhnya dua warga desa. Dalam peristiwa itu tujuh orang tewas, terdiri dari dua warga desa, Syafei dan Macan, yang masih belasan tahun, serta lima orang dari pihak PT Sumber Wangi Alam (SWA). Kejadian diawali bentrokan warga dengan orang-orang yang disewa perusahaan perkebunan kelapa sawit PT SWA. Bentrokan diawali penganiayaan serta pembunuhan terhadap Syafei dan Macan di Blok 19 kebun PT SWA pada Kamis pagi. Mereka ditemukan dengan luka-luka mengenaskan, termasuk telinga yang dipotong dan leher tergorok. "Kami juga melihat adanya luka tembak yang ciri-cirinya lubang masuk kecil dan lubang keluar besar seperti meledak. Kami mencurigai ada anggota kepolisian terlibat dan senjata yang digunakan adalah peluru yang bisa meledak setelah ditembakkan," kata tokoh masyarakat setempat, Chichan, Kamis (15/12/2011). Sekitar 200 warga dari enam desa yang masih berkerabat dengan dua korban itu kemudian marah dan menyerbu kompleks perumahan pegawai perkebunan. Warga juga merusak belasan rumah karyawan PT SWA, merusak truk-truk operasional, dan membakar satu sepeda motor.
"Aksi sadis warga dipicu kemarahan dan terjadi secara spontan," ujar Chichan. Warga Sungai Sodong lainnya, Lia, mengatakan, pemberitaan yang beredar di media televisi tak benar karena bukan warga Sungai Sodong yang melapor ke DPR pada Rabu lalu. "Kasus kami soal sengketa lahan 298 hektar ditambah 630 hektar lahan yang diklaim perusahaan justru tak muncul. Namun, video kejadian yang ditayangkan itu terjadi di desa kami," katanya.
PEMETAAN KONFLIK MESUJI MENURUT WEHR DAN BARTOS
1.
Specify the conlfict ( memperjelas permasalahkan ) Awal Desember 2011, publik Indonesia disentakkan dengan pengaduan perwakilan masyarakat beberapa desa di Mesuji Lampung kepada wakil rakyat di DPR RI. Mereka mengadukan peristiwa pembunuhan sekitar 30 orang masyarakat desa di sekitar perkebunan sawit di Kabupaten Mesuji, Lampung dan Sumatera Selatan. Peristiwa itu terjadi antara 2009-2011. Wakil masyarakat menyingkap tabir kejahatan perusahaan-perusahaan perkebunan dan Hutan Tanaman Industri (HTI) kepada masyarakat disekitar perkebunan kelapa sawit. Pertama, kasus pembunuhan warga Desa Sodong, Kecamatan Mesuji, Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan, dalam konflik tanah antara masyarakat dengan PT Sumber Wangi Alam, kedua, kasus penembakan warga Desa Kagungan Dalam, Sri Tanjung, dan Nipah Kuning, Kecamatan Mesuji Kabupaten Lampung Utara, dalam konflik tanah antara masyarakat dengan PT Barat Selatan Makmur Investindo, dan ketiga, terbunuhnya seorang warga dalam konflik tanah di Register 45 Sungai Buaya Lampung antara masyarakat Kampung Talang Batu, Talang Gunung dan Labuhan Batin Kecamatan Way Serdang Kabupaten Mesuji Lampung dengan PT. Silva Inhutani. Ketiga kasus diatas tergolong pelanggaran HAM yang dilandasi perampasan tanah masyarakat untuk perkebunan sawit yang terjadi disekitar
tahun 1990-an. Pemerintah menyetujui permohonan-permohonan ijin pembukaan lahan untuk perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri yang diajukan perusahaan-perusahaan itu. Kemudahan memperoleh ijin lokasi bagi kedua perkebunan sawit dan ijin pengusahaan hutan tanaman industri untuk PT. Silva Inhutani menjadi permulaan konflik agraria ini. Penyingkiran rakyat dari tanah model Mesuji ini adalah salah satu bentuk saja dari bentuk-bentuk penyingkiran lainnya. Hall, Hirsch, dan Li (2011), dalam bukunya Powers of Exclusion mengidentifikasi beberapa bentuk eksklusi (penyingkiran) masyarakat dari akses terhadap tanah atas tindakan para aktor yang berkuasa. Keenam bentuk eksklusi itu adalah: (1) regularisasi akses terhadap tanah melalui program sertifikasi tanah, formalisasi, dan pemindahan masyarakat, (2) ekspansi ruang dan upaya intensifikasi untuk mengkonservasi hutan melalui pembatasan pertanian, (3) datangnya tanamantanaman baru secara massif, cepat, dan terjadinya konversi tanah-tanah untuk produksi tanaman sejenis (monocropped), (4) konversi lahan untuk penggunaan diluar sektor agraris, (5) proses perubahan kelas agraria pada skala desa tertentu, dan (6) mobilisasi kolektif untuk mempertahankan atau menuntut akses tanah dengan mengorbankan pengguna tanah lain atau penggunaan tanah lainnya.
2.
Indentify the parties ( indentifikasi pihak – pihak yang terlibat) Adapun pada kasus yang mesuji sebenarnya terjadi pada dua tempat yakni di Desa Sungai Sodong, Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, dan bukan dari Mesuji, Provinsi Lampung. Kedua lokasi ini memang berbatasan dan hanya dipisahkan oleh sungai. Di dua lokasi berbeda itu, warga memang sama-sama mengalami konflik dengan perusahaan kelapa sawit, tetapi perusahaannya berbeda, yaitu warga sungai sodong dengan PT. Sumber Wangi Alam dan warga Desa Sri Tanjung, Kabupaten Mesuji, Lampung tempat operasional PT BSMI, namun dalam konflik yang tejadi eskalasi antara Pamswakarsa yang merupakan orang sewaan PT. Sumber Wangi Alam dalam upaya pengamanan dengan warga
sungai Sodong sehingga menimbulkan kekerasan yang berkibat terjadi pelanggaran HAM dengan adanya korban yang tewas dalam bentrok tersebut. Sedangkan di Desa Sri Tanjung, dari bukti fisik yang ditemukan ada indiksi keterlibatan kepolisan dalam insiden pembunuhan warga oleh Pamswakarsa, hal itu dapat dubuktikan dengan adanya luka tembak. Sementara ini pemerintah yang seharusnya bersikap netral justru memberi dukungan kepada perusahaan yang diduga karena adanya kepentingan politik.
3.
Separate the causes from consequenses ( pisahkan antara penyebab konflik dan konsekwensi konflik) Bila dilihat dari konflik yang terjadi diatas terjadi sejak tahun 90 an dan sudah sering terjadi konflik antara perusahaan dengan warga setempat, namu penyelesaian yang didapatkan oleh warga tidak pernah tuntas. Kelompok sosial dalam struktur sosial manapundalam masyarakat dunia memberi kontribusi terhadap berbagai konflik. Hal ini diperngaruhi oleh oleh sifat asal manusia yang sama dengan hewan, nafsu adalah kekuatan hewani yang mampu mendorong berbagai kelompok sosial menciptakan berbagai gerakan untuk memenangi dan menguasai (Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu – isu Konflik Kontemporer Hal : 34) Konflik mesuji yang tejadi antara perusahaan – perusahaan dengan warga setempat seolah – oleh mendapat dukungan dari pemerintah di tambah lagi dengan kebiasaan perusahaan – perusahaan kelapa sawit yang berusaha untuk menguasai warga disekitarnya tanpa melihat perjanjian yang telah dibuat dengan warga. Pada dasarnya akar masalah pada kasus ini adalah masalah agraria yakni persengketaan lahan. Diawali pada tahun 1997 terjadi perjanjian kerjasama antara PT SWA dengan warga, terkait dengan 564 bidang tanah seluas 1070 ha milik warga untuk diplasmakan. Perjanjian tersebut untuk masa waktu 10 tahun, setelah itu akan dikembalikan lagi kepada warga. Selama kurun waktu 10 tahun, setiap tahunnya warga juga dijanjikan akan mendapat kompensasi.
Namun hingga saat ini perusahaan ternyata tidak memenuhi perjanjian tersebut. Akhirnya pada bulan april 2011 masyarakat Sungai Sodong mengambil kembali tanah tersebut melalui pendudukan. Tidak juga mengembalikan tanah tersebut, perusahaan malah menuduh pendudukan tanah warga tersebut sebagai gangguan. Kemudian, pada tanggal 21 april 2011, dua orang warga yakni Indra (ponakan) dan Saytu (paman) sekitar pukul 10.00 WIB keluar rumah berboncengan bertujuan ingin membeli racun hama. Mereka melewati jalan poros perkebunan warga (bukan wilayah sengketa dan di luar Desa Sungai Sodong). Tidak ada yang mengetahui peristiwanya, tiba-tiba pada pukul 13.00 WIB tersebar kabar ada yang meninggal 2 orang. Berita itu sampai ke warga Sodong termasuk keluarga korban.
4.
Separate goals from interest ( pisahkan antara tujuan dan kepentingan) Dengan adanya dukungan yang diperoleh perusahaan kelapa sawait dari pemerintah dan kepolisian menjadikannya berani untuk melanggar perjanjian yang telah dibuat dan menggunakan kekuatan pemerintah dan kepolisian untuk membungkam warga agar tidak melakukan protes, karena selama 10 tahun perjanjian yang seharusnya warga mendapat kompensasi namun kenyataannya tidak diberikan, jadi penulis menyimpulkan bahwa tujuan dari konflik yang terjadi adalah agar pengusaha kelapa sawit tetap ditakuti oleh warga (dari sudut pandang pengusaha) sedangkan dari sudut pandang warga agar pengusaha kelapa sawit jangan merasa bahwa warga akan selamanya takut kepada pengusaha kelapa sawit. Sedangkan dari kepentingan yang ingin dicapai oleh pengusaha adalah agar lahan yang seharusnya setelah 10 tahun harus diserahkan kepada warga tetap bisa di kuasai dan dipergunakan atau bahkan agar pengusaha dapat mengambil alih kepemilikan lahan dari tahan warga, sedangkan kepentingan yang ingin dicapai oleh warga adalah agar lahan yang seharusnya dikembalikan kepada mereka dilaksanakan sebagaimana mestinya sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui 10 tahun yang lalau.
5.
Understand the dynamics (fahami dinamika konflik) Konfli yang terjadi di Mesuji antara perusahaan dan warga adalah konflik agraris yang terjadi karena adanya penyalahgunaan kewenangan, Perampasan tanah oleh pemerintah dan perusahaan perkebunan, membuat penduduk yang menyebut dirinya sebagai masyarakat adat, terusir dari tempat tinggalnya. Padahal, bagi mereka tanah adalah syarat keberlanjutan kehidupannya. Karena itu, mereka kembali menuntut pengembalian tanahtanah adat khususnya setelah masa reformasi 1998. Sayangnya, penuntutan kembali hak-hak atas tanah oleh masyarakat adat ini direspon secara represif oleh aparat Negara dan perusahan sehingga timbul konflik berdarah yang menelan korban yang tidak sedikit, bahkan perusahaan menyewa pihak keamanan dan kepolisia untuk mem-back up rencana yang akan merena jalankan dan sayangnya pemereintah setempatpun ikut mendukung tindakan perusahaan sehingga menimbulkan kondisi yang semakin tidak kondusif Banyak pihak yang berpendapat bahwa dalam penanganan kasus ini terkesan lambat karena adanya kepentingan politik dan kekuasaan baik dari perusahaan, aparat dan pemerintah sendiri, masyarakat dibuat kecewa dalm penanganan konflik ini dikarena pihak yang menamakan dirinya Tim Pencari Fakta DPR tidak memjumpai korban untuk meminta keterangan yang sebenarnya akan tetapi hanya mengunjungi salah satu tempat pengungsian saja. Dalam kasus Mesuji, pemerintah sebenarnya telah mengetahui bahwa ada hak-hak penduduk di atas tanah yang disengketakan itu. Ini terlihat, misalnya dari kewajiban yang harus dilakukan perusahaan kepada mereka yang tinggal disekitar perkebunan. Dalam SK yang dikeluarkan, Menteri Kehutanan mewajibkan PT. Silva Inhutani memberikan ijin kepada masyarakat hukum adat/masyarakat tradisional dan anggotaanggotanya yang berada dalam wilayah kerjanya untuk memungut, mengambil, mengumpulkan dan mengangkut hasil hutan ikutan seperti rotan, madu, sagu, damar, buah-buahan, getah-getahan, rumput-rumputan, bambu, kulit kayu, untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya. Tetapi ‘niat
baik’ ini sudah didahului dengan penyalahgunaan kewenangan berupa penyerahan tanah-tanah rakyat
kepada perusahaan dengan Surat
Keputusan pemberian ijin HTI.
6.
Search the positive function ( mencari aspek – aspek positif dalam konflik) Dengan adanya konflik ini terungkap akan adanya penyalahgunaan kewenangan dari pemerintah dan aparat, sehingga setelah kejadian yang menimpa warga mesuji diharapkan tidak terjadi lagi dan tidak terulang lagi di daerah lainnya karena konflik yang serupa ini kerap terjadi karena adanya kepentingan. Ini suatu pembelajaran yang sangat berharga bagi kita untuk mengintrospeksi pemerintahan bahwa pemerintah itu seharusnya memberikan pelayanan kepada masyarakat dan menegakkan aturan – aturan bukannya mencari
sela
untuk
kepentingan
politik
dan
kukuasaan
sehingga
mengorbankan masyarakat.
7.
Understand the regulation potential ( pahami perangkat hukum yang tersedia untuk menyelesaikan konflik) Konflik ini adalah konflik agraria yang dalam ini pemerintah yang seharusnya sebagai pihak yang netral mampu memposisikan dirinya untuk melakukan manajemen konflik dengan menggunakan badan yang bersentuhan langsung dengan urusan agraria yakni Badan Pertanahan Negara (BPN).