ANALISIS PUISI TELAH KAU ROBEK KAIN BIRU PADA BENDERA ITU Dalam Rangka Pemenuhan Tugas Bahasa Indonesia
Nama Kelompok:
1. Eki Nurhanita 2. Erika Rikhlatas S. 3. Nadya Rahmasari
(05) (06) (16)
X-MIPA-A
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI SATU KOTA KEDIRI 2017
ANALISIS PUISI TELAH KAU ROBEK KAIN BIRU PADA BENDERA ITU Puisi “Telah Kau Robek Kain Biru pada Bendera i tu” merupakan salah satu karya Aming Aminoedhin yang cukup terkenal. Berlatarbelakang kota Surabaya, pemilik nama asli Moh. Amir Tohar itu menulis puisi ini dengan memodifikasi puisi pertamanya yang berjudul “Bendera”. Dengan mengusung tema Perjuangan Rakyat Indonesia di hotel Yamato, penyair ingin menyampaikan perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pilihan diksi yang
tepat dapat menimbulkan suasana berupa semangat yang menggebu-gebu kepada pembaca agar merasakan apa yang dirasakan para pejuang dahulu. Bait pertama, menggambarkan keadaan pada tanggal 10 November di kota Surabaya. “ribuan orang bergerak sepanjang jalan” menuju hotel Yamato karena melihat “k ibar bendera merah-putih-biru itu”. Pilihan kata “bendera merah-putih biru” merupakan kata ganti dari bendera Belanda. Belanda merupakan salah satu penjajah Indonesia. Rakyat Indonesia marah karena adanya kibaran bendera tersebut padahal mereka sudah menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus. Hal ini dituliskan penyair dalam kalimat “ menggemuruhkan gelegak antipati pada hati”. Selain penggunaan majas personifikasi dan diksi simbolik, penyair juga menciptakan imaji visual agar pembaca dapat membayangkan bagaimana keadaan hotel Yamato pada saat itu. Bait kedua, merupakan puncak dari peristiwa hotel Yamato tersebut. Rakyat Surabaya ber satu untuk “memanjat hotel itu”. Dan akhirnya salah satu diantaranya berhasil merobek kain biru pada bendera Belanda dan menjadi bendera Indonesia (“telah robek kain biru pada bendera itu”). Melihat peristiwa tersebut, “ribuan orang bersorak, gemuruh” menyaksikan kejadian ini. Pemilihan kata “gemuruh” merupakan gambaran dari keadaan pada waktu itu. Banyaknya orang Indonesia yang bersorak gembira, menjadikan keadaannya ramai sekali seperti suara gemuruh. Suasana kegembiraaan semakin jelas dari seruan rakyat Indonesia, “Merdeka negeriku! Merdeka Indonesiaku!”. Imaji yang ada, yaitu visual dan auditif memperkuat emosi dan pikiran pembaca tentang semangat rakyat Indonesia.
Bait ketiga, kalimat “ribuan orang bergerak sepanjang jalan, berteriak menuju hotel yamato tengah kota” yang ditulis dalam bait satu sampai tiga merupakan penegas kepada pembaca bahwa banyak rakyat Surabaya bergerak menuju hotel Yamato. Penggunaan kata “gemuruh” digunakan lagi oleh penyair untuk menyimbolkan keadaan pada saat itu. Sorak rakyat Surabaya semakin ramai dikarenakan mereka meneriakkan “Ini negaraku, negara tercinta. Satu Republik, Indonesia Raya!”. Imaji Auditif yang dominan semakin menambah kesan pada seruan rakyat Indonesia tersebut. Bait keempat, berisi tentang ancaman dari rakyat Indonesia. Kalimat pertama yang berbunyi “hai bangsa pemabuk, pemilik bendera merah-putih-biru” merupakan simbolisasi dari bangsa Belanda. Kata “pemabuk” identik dengan orang yang kehilangan akal sehat dan bertindak dengan kehendak hati tanpa berpikir apakah itu merugikan orang lain atau tidak. Hal tersebut serupa dengan apa yang dilakukan bangsa Belanda pada Indonesia. Penyair mempertegas arti dari bangsa pemabuk dengan “pemilik bendera merah-putih- biru” dimana bendera merah-putih-biru adalah bendera Belanda. Apabila Belanda tidak segera “enyah dari negeriku, bambu runcing akan menuding mengusirmu!”. Bambu runcing merupakan salah satu kata konkret yang dipakai penyair. Filososi di balik bambu runcing itu sendiri adalah semangat perjuangan rakyat Indonesia yang mengakar kuat, menjulang tinggi, dan akhirnya tidak akan patah jika diterjang angin atau badai. “Jika tak juga enyah”, rakyat Indonesia akan mengumumkan perang. Dijelaskan dalam kalimat “kutawarkan semangat dan darah kami muntah”. Majas personifikasi yang terdapat dalam “biarkan tubuh kami berdarah-darah” menambahkan kesan imaji taktil yang memiliki makna semangat berperang rakyat Indonesia agar “kau harus berserah. kau harus menyerah!”. Setelah perobekan kain biru pada bendera Belanda, “tinggal merah putihnya” yang berarti menjadi bendera Indonesia. Rakyat Indonesia yang senang dengan pemandangan ini dituliskan penyair dalam kalimat “kian terasa indah di mata, mata kita semua!”. Pada akhir bait, terdapat seruan-seruan rakyat Indonesia tentang kemerdekaan dan harapan agar negara Indonesia menjadi lebih berjaya. Penggunaan huruf kapital pada setiap awal kalimat seruan menandakan bahwa
kalimat-kalimat tersebut merupakan kata penting yang menjadi inti dari permasalahan yang terjadi. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa dalam puisi “Telah kau Robek Kain Biru pada Bendera itu”, pesan yang ingin disampaikan penyair adalah pada zaman dahulu, masyarakat Indonesia selalu menentang segala bentuk penjajahan yang dilakukan oleh bangsa lain, terutama Belanda. Mereka siap melakukan berbagai cara untuk mempertahankan tanah air tercinta meskipun dengan mempertaruhkan nyawa mereka sendiri. Jika ditarik pada zaman sekarang, penyair ingin berpesan agar para generasi muda Indonesia diharapkan tetap mempertahankan kemerdekaan yang sudah susah payah dipertahankan oleh bangsa Indonesia. Sebanyak apaupun ancaman yang harus dihadapi, mereka tidak boleh gentar menghadapi. Mereka harus bercemin pada semangat juang rakyatrakyat Indonesia yang sudah gugur di medan perang.