LAPORAN PRAKTIKUM
KLIMATOLOGI PERTANIAN
ANALISA CURAH HUJAN WILAYAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Klimatologi Pertanian
Disusun Oleh :
Nama : Dede Juliansyah
NIM : 4442141790
Kelas : 3 C Agroekoteknologi
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAS AGENG TIRTAYASA
2015
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala,
Tuhan Semesta Alam yang dengan kehendaknya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan laporan praktikum Klimatologi Pertanian yang berjudul
Analisis Curah Hujan Wilayah, untuk memenuhi salah satu tugas dari mata
kuliah Praktikum Dasar-dasar Perlindungan Tanaman.
Dalam penulisan laporan praktikum ini penulis merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat
akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan ini.
Atas tersusunya laporan ini, maka penulis menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu hingga laporan ini
terselesaikan.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai. Tak ada gading yang tak retak, tak ada yang
sempurna.
Serang, November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Curah Hujan 4
2.2 Metode Polygon Thiessen 2
2.3 Metode Isohyet 3
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat 6
3.2 Alat dan Bahan 6
3.3 Analisis Data 7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 8
4.2 Pembahasan 9
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 11
5.2 Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12
LAMPIRAN 13
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Ilmu Geografi, curah hujan merupakan unsur terpenting yang wajib
dipelajari oleh mahasiswa baik pesebaran dan penghitungannya. Curah hujan
juga merupakan bagian-bagian terpenting dalam pembelajaran ilmu Geografi
terutama Hidrologi, mengapa? Peran hujan sangat penting dalam siklus
Hidrologi . Hujan berasal dari kondensasi uap air yang jatuh kembali ke
permukaan bumi sehingga dalam analisis siklus Hidrologi curah hujan selalu
diperhitungkan.
Curah hujan wilayah merupakan curah hujan yang pengukurannya dilakukan
di suatu wilayah tertentu (wilayah regional). Menurut Sosrodarsono & Takeda
(1977) data curah hujan dan debit merupakan data yang sangat penting dalam
perencanaan waduk. Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan
besaran curah hujan. Perlunya menghitung curah hujan wilayah adalah untuk
penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian
banjir. Loebis (1987) mengatakan bahwa metode yang digunakan dalam
perhitungan curah hujan rata-rata wilayah daerah aliran sungai (DAS) ada
tiga metode, yaitu metode rata-rata aritmatik (aljabar), metode poligon
Thiessen dan metode Isohyet.
Curah hujan setiap hari yang direkam dari stasiun curah hujan
digunakan sebagai masukan untuk pemodelan konsep periode pertumbuhan yang
dihitung berdasarkan curah hujan dengan metode interpolasi spasial.
Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang
mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan
kemudian meramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu. Dalam
menentukan Curah Hujan Areal yang berasal dari pencatatan penakaran curah
hujan. Dari pencatatan curah hujan, kita hanya mendapatkan data curah hujan
di suatu titik tertentu (point rainfall). Jika dalam suatu areal terdapat
beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai
rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal.
1.2 Tujuan
Praktikum Analisis Curah Hujan Wilayah bertujuan untuk menentukan curah
hujan wilayah dengan menggunakan metode polygon thiessen, dan isohyet.
1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah mampu menentukan curah hujan
wilayah dengan menggunakan metode polygon thiessen dan isohet
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar
selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas
permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi.
Satuan CH adalah mm, inch.
terdapat beberapa cara mengukur curah hujan. Curah hujan (mm) :
merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar,
tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu)
millimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar
tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung air sebanyak satu
liter. Curah hujan kumulatif (mm) : merupakan jumlah hujan yang terkumpul
dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam periode musim, rentang
waktunya adalah rata-rata panjang musim pada masing-masing Daerah Prakiraan
Musim (DPM).
Sifat Hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan selama
rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim kemarau) dengan jumlah
curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971- 2000). Sifat
hujan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori, yaitu :
a. Diatas Normal (AN) : jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap
rata-ratanya.
b. Normal (N) : jika nilai curah hujan antara 85%--115% terhadap rata-
ratanya.
c. Dibawah Normal (BN) : jika nilai curah hujan kurang dari 85%
terhadap rata-ratanya.
2.2 Metode poligon thiessen
Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang
mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap
bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat,
sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut.
Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang
ditinjau tidak merata, pada metode ini stasium hujan minimal yang digunakan
untuk perhitungan adalah tiga stasiun hujan. Hitungan curah hujan rata-rata
dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Metode
poligon Thiessen banyak digunakan untuk menghitung hujan rata-rata kawasan.
Poligon Thiessen adalah tetap untuk suatu jaringan stasiun hujan tertentu.
Apabila terdapat perubahan jaringan stasiun hujan seperti pemindahan atau
penambahan stasiun, maka harus dibuat lagi poligon yang baru. (Triatmodjo,
2008).
Rumus
dengan :
P = Rata rata curah hujan wilayah (mm)
P1,P2,...Pn = curah hujan masing masing stasiun (mm)
A1,A2,...An = luas pengaruh masing masing stasiun(km2)
2.3 Metode Isohyet
Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman
hujan yang sama. Pada metode Isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu
daerah di antara dua garis Isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rata-
rata dari kedua garis Isohyet tersebut. Metode Isohyet merupakan cara
paling teliti untuk menghitung kedalaman hujan rata-rata di suatu daerah,
pada metode ini stasiun hujan harus banyak dan tersebar merata, metode
Isohyet membutuhkan pekerjaan dan perhatian yang lebih banyak dibanding dua
metode lainnya. (Triatmodjo, 2008).
Rumus :
Dengan :
P = Rata rata curah hujan wilayah (mm)
P1,2,3,…n = Curah hujan masing masing isohiet(mm)
A1,2,3…n = Luas wilayah antara 2 isohiet (km2)
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum klimatologi pertanian kali ini
yaitu: Alat tulis, milimeterblock, penggaris, busur, dan kalkulator. .
Sedangkan bahan yang digunakan adalah peta curah hujan suatu wilayah.
3.2 Cara Kerja
Cara kerja pada praktikum klimatologi pertanian ini adalah berupa
penulisan rumus . Rumus yang dimaksud sebagai berikut:
Menggunakan metode poligon Thiessen
1. Stasiun penakar diplot pada sebuah peta.
2. Titik penakar hujan terluar saling dihubungkan.
3. Dari masing-masing stasiun terluar dihubungkan dengan stasiun yang
paling dekat.
4. Mencari titik tengah dari tiap garis pengubung antar stasiun,
kemudian menarik garis tegak lurus terhadap garis penghubung pada
titik tengah yang diperoleh.
5. Menentukan garis polygon, yaitu garis yang terbetuk dari langkah
6. Hitung luas daerah yang dibatasi oleh polygon dengan menggunakan
milimeter blok
7. Curah hujan wilayah dihitung dengan persamaan :
Keterangan
P = Rerata hujan wilayah
A1,A2,….An = Luas areal polygon
P1,P2,…..Pn = Curah hujan di masing-masing stasiun penakar
N = Jumlah stasiun penakar
AT = Luas areal total
Menggunakan metode Isohit:
1. Menghubungkan masing-masing stasiun terdekat dengan gais lurus.
2. Garis isohyet dibuat dengan cara menginterpolasi garis penghubung
antar stasiun sesuai isohyt yang dibuat sehingga diperoleh titik-
titik interpolasi yang merupakan titik dengan ketinggian hujan
tertentu.
3. Menghubungkan titik-titik interpolasi yang mempuyai ketinggian hujan
yang sama.
4. Menghitung luas antara dua isohyt yang berurutan dengan milimeter
blok
5. Menghitung tebal hujan rerata antara dua isohyt yang berurutan.
6. Menghitung curah hujan wilayah dengan persamaan :
Keterangan
P = Rerata hujan wilayah
Ai = Luas areal polygon
Pi = Curah hujan di masing-masing stasiun penakar
N = Jumlah stasiun penakar
AT = Luas areal total
3.3 Analisis Data
Analisis data terlampir
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil curah hujan dengan metode poligon
"Luas Area "Curah "AT "An.Pn "P "
"Poligon (An) "Hujan " " " "
" "(Pn) " " " "
"A1 = 45,74 Km2 "100 mm "287,47 Km2"4574 "100,97 mm "
"A2 = 32,16 Km2 "90 mm " "2894,4 " "
"A3 = 40,22 Km2 "120 mm " "4826,4 " "
"A4 = 43,465 Km2"120 mm " "5215,8 " "
"A5 = 60,61 Km2 "110 mm " "6667,1 " "
"A6 = 35,05 Km2 "90 mm " "3154,5 " "
"A7 = 24,2 Km2 "70 mm " "1694 " "
"TOTAL "An.Pn = 29026,2 "
Tabel 2. Hasil curah hujan dengan metode Isohit
"Luas Area "Curah "AT "An.Rn "P "
"Isohit (An) "Hujan " " " "
" "(Pn) " " " "
"A1 = 4,17 Km2 "60 mm "287,47 Km2"271,05 "104,68 mm "
"A2 = 12,185 Km2"70 mm " "913,88 " "
"A3 = 30,25 Km2 "80 mm " "2571,25 " "
"A4 = 54,305 Km2"90 mm " "5158,98 " "
"A5 = 72,01 Km2 "100 mm " "7561,05 " "
"A6 = 70,8 Km2 "110 mm " "8142 " "
"A7 = 42,43 Km2 "120 mm " "5303,75 " "
"A8 = 1,32 Km2 "130 mm " "171,6 " "
"TOTAL "An.Rn = 30093,56 "
4.2 Pembahasan
Dari praktikum Analisis Curah Hujan Wilayah yang telah dilakuakan
analisis curah hujan wilayah dilakukan dengan dua metode, yaitu metode
poligon Thiessen dan metode Isohit. Curah hujan adalah jumlah air yang
jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan
satuan tinggi milimeter (mm) diatas permukaan horizontal.Curah hujan juga
dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat
yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Hujan adalah
peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan
merupakan salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor
pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan
(DAS). Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu
kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses yang
terjadi didalamnya . Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan metode
perhitungan rata-rata curah hujan yang digunakan yaitu metode aritmatik dan
metode poligon thiesssen Pada metode rata-rata rata.
Pada praktikum kali ini digunakan dua cara dalam menganalisa curah
hujan wilayah, yitu dengan metode poligon Thiessen dan metode Isohit.
Metode poligon Thiessen adalah metode yang ditentukan dengan cara membuat
poligon antar stasiun pada suatu wilayah kemudian tinggi hujan rata-rata
dihitung dari jumlah perkalian antara setiap luas area polygon (A) dan
tinggi hujan (P) dibagi dengan seluruh luas wilayah (AT). Metode poligon
Thiessen biasanya digunakan untuk mengetahui tinggi hujan rata-rata serta
apabila stasiun hujan tida tersebar merata. Sedangkan metode isohyet adalah
sebuah metode untuk menentukan curah hujan wilayah dengan menggunakan
kontur garis yang menghubungkan curah hujan yang sama dan tinggi hujan rata-
rata diantara kedua garis isohyet (R) dengan luas antara kedua garis
tersebut (A) dibagi dengan luas seluruh stasiun (AT). Metode ini biasanya
digunakan didaerah yang berbukit-bukit dan pegunungan.
Curah hujan suatu wilayah, tetapi hasil yang baik akan ditentukan oleh
sejauh mana penempatan stasiun pengamatan hujan mampu mewakili daerah
pengamatan. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan luas poligon pada
stasiun 1 yaitu 45,74 km, luas poligon pada stasiun 2 yaitu 32,16 km, luas
poligon pada stasiun 3 yaitu 40,22 km, luas poligon pada stasiun 4 yaitu
43,465 km, luas poligon pada stasiun 5 yaitu 60,05 km, luas poligon pada
stasiun 6 yaitu 35,05 km dan luas poligon pada stasiu 7 yaitu 24,2 km.
Curah hujan rata-rata dari hasil metode poligon thiessen pada masing-masing
stasiun diantaranya yaitu pada stasiun 1 diperoleh 4574 mm, stasiun 2 yaitu
2894,4 mm, stasiun 3 yaitu 4826,4 mm, stasiun 4 yaitu 5215 mm, stasiun 5
yaitu 6667,1 mm , stasiun 6 yaitu 3154,5 mm, dan untuk stasiun 7 adalah
1694. Sehinggga diperoleh rata-rata curah hujan wilayah secara keseluruhan
dengan luas wilayah total 287,47 km adalah 100,97 mm.
Untuk metode isohit, luas wilayah pada stasiun 1 yaitu 45,74 km, luas
wilayah pada stasiun 2 yaitu 32,16 km ,luas wilayah pada stasiun 3 yaitu
40,22 km, luas wilayah pada stasiun 4 yaitu 43,465 km, luas wilayah pada
stasiun 5 yaitu 60,05 km, luas wilayah pada stasiun 6 yaitu 35,05 km dan
luas wilayah pada stasiu 7 yaitu 24,2 km. Rerata 2 isohit untuk R1 adalah
65 mm, R2 adalah 75 mm, R3 adalah 85, R4 adalah 95, R5 105 mm, R6 115 mm,
R7 125 mm, dan R8 130. Dan utuk P1 adalah 271,05, P2 adalah 913,88 ,P3
adalah 2571,25 ,P4 adalah 5158,98 ,P5 adalah 7561,05 ,P6 adalah 8142 ,P7
adalah 5303,75 ,P8 adalah 171,6. Kemudian rerata curah hujan wilayah yang
dihasilkan dengan metode isohit adalah 104,68.
Dua metode untuk menentukan curah hujan wilayah tersebut memiliki
kelemahan dan kelebihan masing-masing. Metode Thiessen ini memberikan hasil
yang lebih teliti dari cara aljabar. Akan tetapi penentuan titik pengamatan
akan mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat dan membutuhkan waktu yang
lebih lama karena proses perhitungan yang dilakukan memerlukan ketelitian
yang lebih. Metode Isohyet memberikan cara rasional yang terbaik jika
garis – garis isohyet dapat digambar secara teliti, namun tingkat kesalahan
yang mungkin terjadi pada proses perhitungan lebih besar.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari hasil praktikum Analisis Curah Hujan
Wilayah adalah Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah
datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas
permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi.
Satuan CH adalah mm, inch. terdapat beberapa cara mengukur curah hujan.
Curah hujan (mm) : merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam
tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah
hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada
tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung
air sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm) : merupakan jumlah
hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam periode
musim, rentang waktunya adalah rata-rata panjang musim pada masing-masing
Daerah Prakiraan Musim (DPM). Metode Thiesse memperhitungkan bobot dari
masing-masing stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan
di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada
stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun
mewakili luasan tersebut. Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-
titik dengan kedalaman hujan yang sama. Pada metode Isohyet, dianggap bahwa
hujan pada suatu daerah di antara dua garis Isohyet adalah merata dan sama
dengan nilai rata-rata dari kedua garis Isohyet tersebut
5.2 Saran
Saran dari praktikum homogenitas data iklim ini adalah diharapkan
praktikan menjaga kondusifitas ruangan agar praktikum berjalan lancar,
serta kepada praktikan diharapkan lebih teliti dalam perhitungan agar
mendapat hasil yang sesuai dengan literatur.
DAFTAR PUSTAKA
Bayong Tyasono. 2004. Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Program Studi
Agronomi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Benyamin, Lakitan. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Buckman Brady. 1982. Dasar Klimatologi. Erlangga. Jakarta.
Foth, Henry D. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Tanah edisi ke-7. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Nurhayati, Dra., M.Sc. 2006. Analisa Homogenitas dan Metadata, Modul Diklat
Teknis Analisa Data Klimatologi dan Kualitas Udara. Pusdiklat BMG:
Jakarta
Prawiro wardoyo, Susilo 1996. Meteorologi. ITB. Bandung.
Ritawati, Sri., dkk. 2014. Petunjuk Praktikum Klimatologi Pertanian.
Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Siagian P. 2011. Analisis Data Hujan. Jambi: Universitas Jambi
Soewandi, A. 2005. Prosedur dan Pengambilan Contoh Analisa Tanaman.
Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UGM. Yogjakarta.
Sosrodarsono Suyono ,Takeda Kensaku. 1977. Bendungan Type Urugan. Jakarta :
Pradnya.
Suroso. 2006. Analisis Curah Hujan untuk Membuat Kurva Intensity-Duration
Frequency (IDF) di Kawasan Rawan Banjir Kabuaten Banyumas. Jurnal
Teknik Sipil, Vol. 3, No.1. Purwakarta : Universitas Jendral Sudirman
Suryatmojo. 2006. Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Usaha Tani. UGM Press.
Jogjakarta
Tjasyono, B. H. K., & Harijono, S. W. B. (2008). Meteorologi Indonesia 2
Awan dan Hujan Monsun. Jakarta: Badan Meteorologi dan Geofisika.
Tjasyono, B. H. K., Juaeni, I., & Harijono, S. W. B. (2007). Proses
Meteorologis Bencana Banjir Di Indonesia.Jurnal Meteorologi dan
Geofisika, 8(2), 1-13.
Vink, G.J. 1984. Dasar-Dasar Usaha Tani di Indonesia. PT. Midas Surya
Grafindo: Jakarta.
Waryono, dkk. 1987. Pengantar Meteorologi dan Klimatologi. PT Bina Ilmu:
Surabaya.
Wuryanto. 2000. Agroklimatologi. USU Press: Medan
-----------------------