KU2071
KAJIAN HAM DI LINGKUP NASIONAL DAN INTERNASIONAL MAKALAH TUGAS KEWARGANEGARAAN
Disusun oleh: John Michael P
13412006
Silmy Kaffah
13412011
Yasmin Arumi
13412020
Taufiq Bashori
13412029
Atsari Razan
13412050
Dosen: Drs. Ronin Hendrawan
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
1. Sejarah dan definisi 1.1 Hak Asasi Manusia dan Demokrasi HAM adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia,tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Menurut John Locke, Hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa ―Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia‖. Ruang lingkup HAM meliputi: a. Hak pribadi: hak-hak persamaan hidup, kebebasan, keamanan, dan lain-lain; b. Hak milik pribadi dan kelompok sosial tempat seseorang berada; c. Kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta dalam pemerintahan; serta d. Hak-hak berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial. Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer),dan negara. Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu: a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis. b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
Drs. Ronin Hendrawan
1
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Kata ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία (dēmokratía) "kekuasaan rakyat", yang terbentuk dari δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (kratos) "kekuatan" atau "kekuasaan" pada abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara-kota Yunani, salah satunya Athena; kata ini merupakan antonim dari ἀριστοκρατία (aristocratie) "kekuasaan elit". Secara teoretis, kedua definisi tersebut saling bertentangan, namun kenyataannya sudah tidak jelas lagi. Sistem politik Athena Klasik, misalnya, memberikan kewarganegaraan demokratis kepada pria elit yang bebas dan tidak menyertakan budak dan wanita dalam partisipasi politik. Di semua pemerintahan demokrasi sepanjang sejarah kuno dan modern, kewarganegaraan demokratis tetap ditempati kaum elit sampai semua penduduk dewasa di sebagian besar negara demokrasi modern benar-benar bebas setelah perjuangan gerakan hak suara pada abad ke-19 dan 20. Kata demokrasi (democracy) sendiri sudah ada sejak abad ke16 dan berasal dari bahasa Perancis Pertengahan dan Latin Pertengahan lama. Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi hanya ada dua bentuk dasar. Keduanya menjelaskan cara seluruh rakyat menjalankan keinginannya. Bentuk demokrasi yang pertama adalah demokrasi langsung, yaitu semua warga negara berpartisipasi langsung dan aktif dalam pengambilan keputusan pemerintahan. Di kebanyakan negara demokrasi modern, seluruh rakyat masih merupakan satu kekuasaan berdaulat namun kekuasaan politiknya dijalankan secara tidak langsung melalui perwakilan; ini disebut demokrasi perwakilan. Konsep demokrasi perwakilan muncul dari ide-ide dan institusi yang berkembang pada Abad Pertengahan Eropa, Era Pencerahan, dan Revolusi Amerika Serikat dan Perancis. Menurut Joseph A. Schementer, demokrasi merupakan sustu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperolah kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
Drs. Ronin Hendrawan
2
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
Philipe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl mengatakan bahwa demokrasi merupakan bentuk suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggungjawab atas tindakantindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara yang bertindak secara langsung melalui kompetisi dengan para wakil mereka yang telah teripilih.
Dengan demikian dari pendapat tersebutmaka demokrasi pada dasarnya merupakan sistem sosial bermasyarakat, bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaaan ditangan rakyat yang mengandung pengertian berikut: 1. Pemerintah dari rakyat (government of the people) 2. Pemerintah oleh rakyat (government by the people) 3. Pemerintah untuk rakyat (government of people) 1.2 Perkembangan Definisi Hak Asasi Manusia Sejarah perkembangan hak asasi manusia (HAM) di dunia sudah sangat panjang. Pemikiran mengenai hak-hak asasi manusia di dunia Barat diperkirakan erat kaitannya pada pemikiran pada abad ke-XVII dan abad ke XVIII. Konsep mengenai hak suci raja (Dwine rights of kings)
yang
memberikan
kesewenang-wenangan
kepada
raja
untuk
menjalankan
pemerintahan secara absolut, mulai dipertanyakan keabsahannya karena dengan konsep demikin layak raja melakukan tindakan yang sewenang-wenang dan menjatuhkan hukuman tanpa adanya proses pengadilan dan membuat peraturan-peraturan berdasarkan apa yang dianggap baik bagi seluruh rakyatnya. Kaum cendikiawan mulai merasakan perlu adanya hubungan yang lebih rasional antara rakyat dan rajanya, bukan hanya melulu beranggapan bahwa raja adalah utusan Tuhan dan segala perintahnya tidak boleh dibantah, karena perintahnya adalah perintah Tuhan juga. Hubungan rasional itu adalah hubungan yang berupa kontrak antara raja dan rakyatnya, ini sesuai dengan suasana di Eropa yang pada saat itu dengan timbulnya perdagangan antar kerajaan, yang mana hubungannya dilaksanakan dengan adanya kontrak kerjasama. Piagam Magna Charta disinyalir sebagai perjanjian pertama di dunia yang mengatur tentang hak asasi manusia. Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti oleh Raja John Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat dan para bangsawan. Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak puas
Drs. Ronin Hendrawan
3
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
dari para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung. Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja. Isi Magna Charta adalah sebagai berikut: 1) Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja Inggris. 2) Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagi berikut: a. Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk. b. Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah. c. Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya. d. Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya. Banyaknya teori-teori yang lahir sehubungan dengan dipertanyakan keberadaan hak asasi manusia, ada teori yang menentang dan ada teori yang mendukung dengan keberadaan hakhak asasi manusia. Seperti pendapat dari Aurice Cranston, seorang pengamat hak-hak asasi manusia mengatakan bahwa absolutisme manusia untuk menuntut hak-hak asasi manusia, atau hak alam ini justru karena manusia menyangkanya. Tetapi adapula sangkalan terhadap keberadaan daripada hak asasi manusia ini, seperti orang-orang konservatif dari Inggris, Edumund Burke dan David Hume yang bersatu dengan Jeremy Bentham yang beralliran liberal untuk mengutuk doktrin ini, mereka mengatakan bahwa kekhawatiran publik atas
Drs. Ronin Hendrawan
4
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
tuntutan-tuntutan terhadap hak-hak ilmiah akan menimbulkan pergolakan sosial dan keprihatinan terhadap adanya bahwa deklarasi dan proklamasi hak-hak ilmiah akan menggantikan perundang-undangan yang efektif. David Burke di dalam karyanya ―Reflection on the Revolution in France (1970)‖ membantah bahwa Rights of Man dapat diturunkan dariNya, dia juga mengkritik para penyusun ― Declaration of the Rights of Man and Citizen‖ karena memproklamasikan fiksi yang menakutkan mengenai persamaan manusia yang menurutnya hanya berfungsi mengilhami ide-ide yang tidak benar dan harapan yang sia-sia pada manusia yang telah ditakdirkan untuk perjalanan kehidupan yang tidak jelas dan susah payah. Jeremy Bentham salah satu pendiri utilitarianisme dan seorang yang tidak percaya mengajukan argumennya yang mengatakan bahwa ―hak adalah anak hukum-hukum imajiner, maka hak-hak alammiah itu adalah omong kosong semata, omong kosong diatas jangkauan dan omong kosong retorik‖. David Hume setuju dengan pendapat Jeremy Bentham yang mana ia mengatakan bahwa hak-hak alamiah tersebut adalah fenomena metafisik belaka. Kemudian seorang idealis Inggris yang bernama F.H Bradley mengatakan bahwa ―hak-hak asasi perorangan dewasa ini tidak perlu mendapat pertimbangan yang serius kesejahteraan komunitas merupakan tujuan dan merupakan standar akhir. Teori di atas sangat menyesatkan, karena teori di atas menggangap bahwa manusia itu tidak mempunyai arti sama sekali, paham atas teori inilah yang akan menimbulkan negara totaliter dan negara diktator. Karena di dalam teori ini memandang manusia sebagai objek dan tidak mempunyai arti apa-apa. Selanjutnya, pemikiran-pemikiran lain yang setuju atas eksisten dari filsuf-filsuf yang beraliran liberalisme seperti John Locke (1632-1704), Hobbes (1588-1679), Montesquiue (1689-1755) dan Rosseau (1712-1778). Walaupun mereka mempunyai perbedaan penafsiran umum secara mendasar mereka membayangkan bahwa manusia hidup di dalam suatu keadaan alam (state of nature) dan memiliki hak-hak alam. Oleh karena perlu adanya suatu lembaga yang dapat menjamin terlaksananya dan langgengnya hak-hak alam manusia ini maka manusia mengadakan kontrak dengan suatu institusi atau lembaga yang dalam hal ini disebut sebagai negara dimana lembaga yang disebut negara diwakili oleh orang-orang yang menamakan dirinya penguasa dan berdasarkan sosial ini, maka penguasa tersebut menjalankan pemerintahan yang bertujuan untuk melindungi hak-hak alam dari manusia
Drs. Ronin Hendrawan
5
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
tersebut, dengan adanya kontrak antara manusia dengan penguasa tersebuut, maka manusia memberikan sebagian dari haknya kepada penguasa tersebut dan penguasa memberikan peraturan-peraturan yang diikuti oleh manusia-manusia yang dalam hal ini disebut sebagai masyarakat, agar haknya dapat dilindungi. John Locke merumuskan dengan lebih jelas hak-hak alam itu yaitu hak atas hidup, kebebasan dan milik (life, liberty, and property) serta pemikiran bahwa penguasa itu mesti memerintah atas persetujuan rakyat (government by consent), sedangkan Montesquie lebih menekankan perlu adanya pembagian kekuasaan sebagai sarana untuk menjamin adanya perlindungan terhadap hak-hak sipil. Yang teorinya lebih dikenal dengan Trias Politica. Pada zaman itu (abad ke17 dan 18), perumusan hak-hak tersebut sangatlah besar terpengaruhi oleh ide ataupun pemikiran tentang hukum alam (natur law) dan pemikiran yang dicoba oleh John Locke (1632-1741) tersebut dan Jean Jaques Rousseau (1712-1778) terlihat hanya terbatas pada hak-hak yang bersifat politis seperti persamaan hak, hak atas kebebasan dan lain-lain. Pada saat itu John Locke telah membuat pemisahan kekuasaan yaitu: 1. Kekuasaan Legislatif 2. Kekuasaan Eksekutif 3. Kekuasaan Federatif Hal ini bertujuan untuk adanya hak rakyat (hak asasi) rakyat di pemerintahan serta setiap orang tentu mendapat tempat yang sama dalam pemerintahan. Demikian juga halnya dengan Rosseau yang berpendapat bahwa manusia itu dilahirkan bebas dan merdeka, sederajat dan semua hasilnya adalah ditentukan oleh diri pribadi manusia tersebut seperti terdapat dalam bukunya ―du contract social‖. A.H Robertson dalam bukunya yang berjudul ‗Human Rights in The World‖ yang berbunyi: ―It is at the beginning of ninth that we see the first international texts relating to what we should now call a human rights problem. This problem was slavery‖. (Pada awal abad ke 19, kita mulai memperhatikan adanya ketentuan internasional yang berhubungan dengan problem hak-hak asasi manusia. Problem ini adalah perbudakan). Sesuai dengan pernyataan di atas bahwa saat itu dunia ditarik perhatiannya terhadap dunia perbudakan pada abad ke 19 yang sudah jelas merupakan indikasi sebuah perampasan hak asasi manusia yaitu kemerdekannya. Realisasi dari adanya anti perbudakan ini telah Drs. Ronin Hendrawan
6
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
berhasil dituangkan dalam penandatanganan undang-undang antiperbudakan dalam Konferensi yang diadakan di Brussel pada tahun 1890 yang telah diratifikasi oleh beberapa negara, termasuk oleh Amerika Serikat, Turki dan Zanzibar. Jalannya sejarah juga semakin diperkaya dengan keluarnya German-Polish Convention on Upper Silesia pada tanggal 15 Mei 1992, yaitu tentang Perlindungan Hak-Hak Asasi terhadap Golongan Minoritas. A.H Robertson kembali dalam bukunya yang sama mengatakan: ―Generally speaking these various arrangements for the protection of the rights of minorities provided for equality before the law in regard to civiil and political rights, freedom of religion, the right of members of the minorities to use their own language and the right to maintain their own religious and educational establishment‖. (Secara umum dapat dikatakan bahwa berbagai macam usaha-usaha ini untuk perlindungan terhadap hak-hak golongan minoritas dalam hak-hak sipil dan politik, kebebasan dalam beragama, hak dari golongan minoritas untuk menggunakan bahasa mereka dan hak untuk beragama serta pembangunan terhadap pendidikan). ―Secara umum dapat dikatakan bahwa berbagai macam usaha-usaha ini untuk perlindungan terhadap hak-hak golongan minoritas dalam hak-hak sipil dan politik, kebebasan dalam beragama, hak dari golongan minoritas untuk menggunakan bahasa mereka dan hak untuk beragama serta pembangunan terhadap pendidikan‖. Manusia mulai memikirkan adanya batasan akan beberapa hak-hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya. Presiden Franklin D.Roossevelt dari Amerika Serikat telah berhasil merumuskan hakhak tersebut dengan istilah ―The Four Freedom‖ atau empat kebebasan yaitu kebebasan unutk berbicara dan menyatakan pendapat, kebebasan beragama, kebebasan dari ketakutan dan kebebasan dari kemelaratan. Namun demikian permasalahan mengenai hak-hak asasi manusia ini perlu dibicarakan di tahun-tahun sebelumnya di Inggris dengan ditandatanganinya Magna Charta tahun 1215, antara Raja John dengan sejumlah bangsawan yang memberikan jaminan terhadap hak kepada mereka yang antara lain mencakup hak-hak politik dan sipil yang mendasar, seperti tidak akan dipenjarakan tanpa pemeriksaan di forum peradilan dan hanya berlaku bagi para bangsawan. Pergerakan ini berlanjut di tahun 1628, masih di negara yang sama yaitu Inggris raja Charles I yang pada saat tiu adalah sebagai Raja Inggris, menandatangani Petition of Rights.
Drs. Ronin Hendrawan
7
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
Hasilnya adalah Raja Charles I duduk bersama utusan-utusan atau para wakil rakyat di parlemen (House of Common) dalam menjalankan tujuan negara. Petition of Rights merupakan kewenangan bagi pihak rakyat. Karena diberikan kesempatan untuk turut serta bersama raja Inggris dalam menjalankan tugas kenegaraan, dan diberikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi para rakyat melalui utusan yang dipilih. Lahirnya Petition of Rights memacu perkembangan pemikiran masyarakat di Inggris, bahwa manusia terlahir bebas dan memiliki sejumlah hak. Pada tahun 1689, lahirlah Bill of Rights. Hal ini timbul, karena pada saat itu terjadi Revolusi Gemilang (Glorius Revolution) di Inggris. Timbulnya pandangan (Adagium) bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law) pada masa revolusi gemilang. Dan hal ini harus dapat diwujudkan betapapun besar resiko yang dihadapi. Bill of Rights menundukkan kekuasaan monarki di bawah kekuasaan parlemen, dengan menyatakan bahwa kekuasaan raja untuk membekukan dan memberlakukan sesuai dengan yang diklaim raja adalah ilegal, juga melarang pemungutan pajak dan pemeliharaan tetap pasukan pada masa damai oleh raja tanpa persetujuan parlemen. Perkembangan sejarah HAM ini melahirkan beberapa teori seperti teori kontrak sosial oleh J.J Rosseau, teori Trias Politica oleh Montesquieu, teori Hukum Kodrati oleh John Locke, dan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan oleh Thomas Jefferson di Amerika Serikat. Dua dokumen dasar yang paling penting bagi hak-hak asasi manusia lahir di dunia Barat. Yang pertama adalah Undang-Undang Hak Virginia tahun 1776, yang dimasukkan ke dalam Undang-Undang Dasar Amerika Serikat pada tahun 1789. Dan yang kedua adalah Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara Perancis tahun 1789. Kedua dokumen dasar tersebut memuat sederetan hak-hak asasi manusia dalam arti kebebasan individu. Seperti Undang-Undang Hak Virginia yang memuat kebebasan antara lain kebebasan pers, kebebasan beribadat, dan ketentuan yang menjamin tidak dapat dicabutnya kebebasan seseorang kecuali berdasarkan hukum setempat atau pertimbangan warga sesamanya.
Drs. Ronin Hendrawan
8
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
Deklarasi Perancis pada pasal 2 menyatakan bahwa sasaran setiap asosiasi politik adalah pelestarian hak-hak manusia yang kodrati dan tidak dapat dicabut. Hak-hak ini adalah hak atas kebebasan (liberty), harta (property), keamanan (safety), dan perlawanan terhadap penindasan (resistance to oppression). Pasal 4 Deklarasi Perancis menyatakan bahwa kebebasan berarti dapat melakukan apa saja yang tidak dapat merugikan orang lain. Jadi, pelaksanaan hak-hak kodrati manusia tidak dibatasi, kecuali oleh batas-batas yang menjamin pelaksanaan hak-hak yang sama bagi anggota masyarakat lain dan batas-batas ini hanya ditetapkan oleh undang-undang. Hak-hak ini banyak didasarkan pada tulisan-tulisan para filsof politik seperti John Locke, Montesquieu, dan Jean Jacques Rousseau. Setelah melewati berbagai revolusi dan begitu banyak deklarasi yang dinyatakan oleh beberapa negara maupun melalui konferensi internasional., maka kedudukan Hak Asasi Manusia menjadi sangat penting dan menentukan dalam kehidupan ini. Dapat dilihat bahwa tidak ada satupun manusia yang ingin dibelenggu maupun berada di bawah kekuasaan seseorang dengan cara paksa (diperbudak). Berdasarkan berbagai kejadian di dunia terutama setelah apa yang dilakukan oleh Nazi, maka negara-negara di dunia yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa merasa bahwa Hak Asasi Manusia adalah bagian yang terpenting. Dalam pasal 1 (satu) dan 2 (dua) Piagam PBB memang diakui tentang keberadaan HAM. Namun perlu diadakan penyempurnaan terhadap apa yang diatur dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan, seperti perlunya menyusun Bill of Rights International (dikenal dengan istilah Truman) setahun setelah Piagam PBB diberlakukan. Tugas menyusun Bill of Rights International (pernyataan tertulis yang memuat hakhak terpenting warga negara) itu diserahkan kepada komisi HAM (Commission of Human Rights atau disebut CHR)24. Yaitu komisi yang bernaung dari ECOSOC atau Economic and Social Council (Dewan Sosial dan Ekonomi PBB). Komisi ini terdiri atas wakil-wakil negara, dimana diputuskan bahwa katalog HAM hendaknya berbentuk sebuah Revolusi Majelis Umum PBB. Inilah sejarah dan latar belakang lahirnya hak-hak asasi manusia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). ECOSOC kemudian membentuk Komisi Hak-Hak Asasi Manusia atau CHR pada tahun 1946. Komisi ini dipimpin oleh Eleanor Roosevelt dari Amerika Serikat dan berkedudukan di Jenewa. Sejarah HAM ini kemudian berlanjut pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum PBB yang menyetujui dan mengumumkan Deklarasi Sedunia tenntang Hak Asasi Manusia atau Drs. Ronin Hendrawan
9
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
lebih dikenal dengan Universal Declaration of Human Rights di Palais de Chaillot, Paris. Deklarasi sedunia ini sifatnya hanya mengikat secara moral dan etis seluruh anggota PBB maka secara yuridis masih diperlukan perjanjian sebagai hasil keputusan PBB.
2. Pendekatan dan Sistem Hukum Hak Asasi Manusia Internasional 2.1 Konvensi PBB tentang Hak Asasi Manusia Selama Perang Dunia II, pihak Sekutu menggunakan asas Four Freedoms yang terdiri dari kebebasan berpendapat, kebebasan beragama, kebebasan dari rasa takut, dan kebebasan dari keinginan sebagai dasar dari tujuan berperang. Four Freedoms juga didasarkan kepada Piagam PBB yang berisikan tentang penghargaan universal terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi semua tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama. Namun, Nazi yang telah terbukti kekejamannya pada Perang Dunia II berakibat pada timbulnya suatu kebutuhan terhadap suatu konvensi yang menyatakan hak-hak asasi manusia secara khusus. Piagam PBB tidak lagi dianggap cukup untuk menjadi perujuk hak-hak asasi manusia, sehingga dibentuklah Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris. Universal Declaration of Human Rights dibuat dalam kurun waktu dua tahun, dengan komite penaskahannya yang bernama Universal Declaration of Human Rights Drafting dan diketuai oleh Eleanor Roosevelt. Universal Declaration of Human Rights terdiri dari 30 artikel yang dielaborasi dari hal-hal seperti perjanjian internasional, instrumen HAM regional, serta konstitusi dan hukum nasional. Pendeklarasian naskah pada tanggal 10 Desember 1948 ini kemudian diperingati sebagai Hari HAM Internasional. Peringatan ini dilakukan oleh semua kalangan baik individu, komunitas keagamaan, organisasi HAM, parlemen, pemerintah, dan juga Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri. Peringatan ini diperlukan pada tiap tahunnya agar penduduk dunia meningkat kesadarannya akan pentingnya HAM serta meningkat pengetahuannya tentang Universal Declaration of Human Rights. Universal Declaration of Human Rights secara eksplisit diadopsi untuk mendefinisikan katakata seperti ―kebebasan dasar‖ dan ―hak asasi manusia‖ yang ada di Piagam PBB. Hal ini menyebabkan Universal Declaration of Human Rights secara hukum berpengaruh pada dokumen konstitutif PBB. Selain itu, pengacara-pengacara internasional juga berpendapat bahwa Universal Declaration of Human Rights adalah bagian dari hukum kebiasaan
Drs. Ronin Hendrawan
10
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
internasional dan merupakan alat yang ampuh dalam menerapkan tekanan diplomatic dan moral untuk pemerintah yang melanggar salah satu artikel yang ada pada naskah Deklarasi. Deklarasi juga menjadi dasar untuk dua kovenan HAM yang dibuat oleh PBB, yaitu International Covenant on Civil and Political Rights, dan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights. Selain itu, banyak konvensi-konvensi yang berprinsip pada Universal Declaration of Human Rights seperti Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Konvensi PBB tentang Hak Anak, dan lain-lain. Deklarasi terus berkembang secara luas sebagai alat untuk perlindungan hak asasi manusia yang diakui secara internasional. 2.2 Badan-badan Internasional untuk Hak Asasi Manusia. Telah adanya definisi yang jelas atas kebebasan dasar dan hak asasi manusia serta kebutuhan akan perlindungan terhadapnya membuat banyak munculnya organisasi-organisasi profit ataupun non-profit yang bergerak di bidang perlindungan HAM. Terdapat ratusan organisasi perlindungan HAM yang berskala internasional, dan lebih banyak lagi yang hanya berskala regional ataupun nasional. Beberapa di antaranya yang sering terdengar serta lebih major dibanding yang lain adalah Amnesty International, Human Rights Watch, International Committee of the Red Cross, dan International Federation for Human Rights. a. Amnesty International Amnesty International (umumnya dikenal sebagai Amnesty dan AI) adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang berfokus pada hak asasi manusia dengan lebih dari 3 juta anggota dan pendukung di seluruh dunia. Tujuan dari organisasi ini adalah untuk melakukan penelitian dan menghasilkan tindakan untuk mencegah dan mengakhiri pelanggaran berat hak asasi manusia, dan menuntut keadilan bagi mereka yang haknya telah dilanggar. Amnesty International dibentuk di London pada bulan Juli tahun 1961 oleh pengacara Inggris yang bernama Peter Benenson. Rasa kesal yang disebabkan oleh berita-berita di koran yang paling tidak terdapat satu berita tiap harinya tentang manusia yang dipenjara, disiksa, atau dieksekusi karena opini dan agama yang tidak dapat diterima dalam suatu negara, membuat Benenson berpikir untuk menjadikan rasa kesal tersebut ke dalam suatu tindakan nyata. Ia berpendapat bahwa sebuah tindakan sederhana, namun dilakukan oleh banyak orang, dapat menghasilkan sesuatu yang efektif untuk menghilangkan pelanggaran-pelanggaran terhadap
Drs. Ronin Hendrawan
11
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
hak asasi manusia. Pemikiran sederhana ini mampu membentuk suatu organisasi yang kemudian berkembang cepat di pertengahan dekade 1960. Amnesty International sampai saat ini telah berkembang di banyak negara dan telah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang tidak terhitung jumlahnya. Sebuah bagian penting dari mandat Amnesty adalah apa yang disebut "klausa kekerasan". Jika seorang narapidana menjalani hukuman yang dijatuhkan dalam pengadilan yang adil, untuk setiap kegiatan yang melibatkan kekerasan, Amnesty tidak akan meminta pemerintah untuk melepaskan tahanan. Kedua, Amnesty International menentang hukuman mati dalam semua kasus, terlepas dari kejahatan yang dilakukan, keadaan sekitar individu atau metode eksekusi. Amnesty tidak menilai apakah jalan kekerasan dibenarkan atau tidak, namun Amnesty tidak menentang penggunaan kekerasan politik itu sendiri karena Universal Declaration of Human Rights, dalam pembukaannya, meramalkan situasi di mana orang bisa secara terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terakhir guna melawan tirani dan penindasan. Amnesty International tidak mendukung atau mengutuk penggunaan kekerasan oleh kelompok-kelompok oposisi politik dalam dirinya sendiri, seperti AI tidak mendukung atau mengutuk kebijakan pemerintah menggunakan kekuatan militer dalam memerangi gerakan oposisi bersenjata. Namun, AI mendukung standar manusiawi minimum yang harus dihormati oleh pemerintah dan kelompok oposisi bersenjata sama. Ketika sebuah kelompok oposisi menyiksa atau membunuh tawanannya, mengambil sandera, atau melakukan pembunuhan yang disengaja dan sewenang-wenang , AI tidak mendukung pelanggaranpelanggaran tersebut. Di bidang organisasi hak asasi manusia internasional, Amnesty memiliki sejarah terpanjang dan pengakuan nama secara luas. Amnesty juga diyakini oleh banyak orang untuk menetapkan standar bagi gerakan perlindungan hak asasi manusia secara keseluruhan. b. Human Rights Watch Human Rights Watch didirikan sebagai sebuah organisasi non-pemerintah di Amerika pada tahun 1978 dengan nama Helsinki Watch. Helsinki Watch pada awalnya ditujukan untuk memantau kepatuhan mantan negara-negara Uni Soviet dengan Perjanjian Helsinki.
Drs. Ronin Hendrawan
12
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
Selain itu, saat perang sipil berdarah melanda Amerika Tengah, didirikanlah Americas Watch pada tahun 1981. Americas Watch tidak hanya menyoroti pelanggaran oleh pasukan pemerintah, tetapi juga menerapkan hukum humaniter internasional untuk menyelidiki dan mengekspos kejahatan perang oleh kelompok pemberontak. Americas Watch juga meneliti peran yang dimainkan oleh pemerintah asing, khususnya pemerintah Amerika Serikat, dalam memberikan dukungan militer dan politik kepada rezim-rezim kejam di negara lain. Asia Watch (1985), Africa Watch (1988), dan Middle East Watch (1989) ditambahkan pada apa yang dikenal dengan ―The Watch Committees. Pada tahun 1988, semua komite tersebut bersatu di bawah satu payung untuk membentuk Human Rights Watch. Sesuai dengan Universal Declaration of Human Rights, Human Rights Watch menentang pelanggaran terhadap apa-apa yang dianggap hak asasi manusia, meliputi hukuman mati dan diskriminasi atas dasar orientasi seksual. Human Rights Watch merupakan pendukung kebebasan yang menjadi hak asasi manusia , seperti kebebasan beragama dan pers . Human Rights Watch menghasilkan laporan penelitian tentang pelanggaran norma-norma hak asasi manusia internasional sebagaimana ditetapkan oleh Universal Declaration of Human Rights dan norma-norma tersebut menjadi norma-norma yang dapat diterima secara internasional selain yang ditetapkan oleh Universal Declaration of Human Rights. Laporan ini digunakan sebagai dasar untuk menarik perhatian internasional terhadap pelanggaran dan menekan pemerintah dan organisasi internasional untuk melakukan perubahan. Isu yang diangkat oleh Human Rights Watch dalam laporannya termasuk diskriminasi sosial dan gender, penyiksaan, penggunaan militer anak-anak, korupsi politik, pelanggaran dalam sistem peradilan pidana, dan legalisasi aborsi. Human Rights Watch juga mendokumentasikan dan melaporkan segala pelanggaran terhadap hukum perang dan hukum humaniter internasional. c. International Committee of the Red Cross ICRC adalah bagian dari Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah bersama dengan Federasi Internasional dan 186 Perhimpunan Nasional. ICRC adalah organisasi tertua dan paling dihormati dalam Red Cross Movement dan salah satu organisasi yang paling dikenal luas di dunia. ICRC adalah lembaga kemanusiaan yang berbasis di Jenewa, Swiss dan telah tiga kali memenangkan Nobel Laureate. Misi resmi dari ICRC berbunyi: "ICRC adalah organisasi yang tidak memihak, netral, dan independen yang misi humaniter-nya adalah untuk melindungi kehidupan dan martabat para Drs. Ronin Hendrawan
13
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
korban perang dan kekerasan internal dan untuk menyediakan bantuan untuk mereka." ICRC juga mengarahkan dan mengkoordinasi bantuan internasional dan bekerja untuk mempromosikan dan memperkuat hukum humaniter dan prinsip-prinsip kemanusiaan yang universal. Tugas utama dari Komite ICRC, yang berasal dari Konvensi Jenewa dan undangundang adalah:
untuk memantau kepatuhan pihak yang bertikai dengan Konvensi Jenewa
untuk mengatur perawatan serta merawat mereka yang terluka di medan perang
untuk mengawasi perlakuan terhadap tawanan perang dan membuat intervensi rahasia dengan menahan otoritas
untuk membantu dengan mencari orang hilang dalam konflik bersenjata (layanan tracing)
untuk mengatur perlindungan dan perawatan bagi penduduk sipil
untuk bertindak sebagai perantara netral antara pihak yang bertikai
ICRC menyusun tujuh prinsip dasar pada tahun 1965 yang diadopsi dari seluruh Red Cross Movement. Ketujuh prinsip dasar tersebut adalah kemanusiaan, ketidakberpihakan, netralitas, kemandirian, kesukarelaan, kesatuan, dan universalitas. d. International Federation for Human Rights International Federation for Human Rights adalah federasi non-pemerintah yang bergerak di bidang hak asasi manusia. Didirikan pada tahun 1922, International Federation for Human Rights adalah organisasi hak asasi manusia internasional tertua di seluruh dunia dan saat ini menyatukan 178 organisasi anggota di lebih dari 100 negara. International Federation for Human Rights
adalah non-partisan, non-sektarian, dan
independen dari pemerintah. Mandat utamanya adalah untuk mempromosikan penghormatan terhadap semua hak yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights, International Covenant on Civil and Political Rights, dan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights. International Federation for Human Rights mempunyai beberapa prioritas seperti melindungi pembela hak asasi manusia, mempromosikan dan melindungi hak-hak wanita, melindungi hak-hak migran, mempromosikan mekanisme pengadialan efektif yang menjunjung HAM, memperkuat rasa hormat terhadap HAM dalam konteks globalisasi, serta membela prinsip
Drs. Ronin Hendrawan
14
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
demokrasi dan mendukung korban di masa konflik. Kegiatan dari International Federation for Human Rights antara lain memonitor HAM dan membantu para korban, menggerakkan komunitas
internasional,
mendukung
organisasi-organisasi
non-pemerintah
dan
meningkatkan kapasitas organisasi-organisasi tersebut, serta meningkatkan kepedulian terhadap HAM.
3. Pelanggaran HAM Internasional 3.1 Mugabe dan Krisis di Zimbabwe Zimbabwe memasuki keadaan krisis politik kekerasan pasca pemilihan presiden yang diadakan dalam dua putaran pada tanggal 29 Maret dan 27 Juni 2008. Presiden Robert Mugabe memimpin kampanye teror terhadap partai oposisi, Gerakan untuk Perubahan Demokratik ( MDC ) dan pendukungnya dalam memimpin sampai dengan proses pemilu. Kekerasan yang disponsori negara mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia besarbesaran,
termasuk
pemerkosaan, penyiksaan, dan penghilangan
paksa. Meskipun
memenangkan pemilu Juni, Presiden Mugabe terus menerapkan serangan brutal terhadap oposisi politik. PBB dan Uni Afrika telah gagal untuk mengambil langkah-langkah yang efektif untuk mengatasi krisis. Kelompok masyarakat sipil, seperti Human Rights Watch dan International Crisis Group, cepat merespon dan mengutuk represi dan pelanggaran HAM dari pemerintah.
Meskipun
pembentukan
pemerintah
persatuan
dilakukan
melalui
penandatanganan Perjanjian Politik Global, situasi tetap berbahaya karena reformasi politik tidak dilaksanakan, dan partai Mugabe, Uni Nasional Afrika Zimbabwe - Front Patriotik ( ZANU - PF ) terus terlibat dalam kekerasan politik. Sejak tahun 2000, pasukan keamanan negara di Zimbabwe telah melakukan tindakan kekerasan terhadap ribuan warga sipil, menargetkan lawan terutama masyarakat politik dan pekerja bantuan. Pelanggaran hak asasi manusia diantaranya penjeblosan ke dalam penjara, penghilangan paksa, pembunuhan, penyiksaan, dan pemerkosaan. Selain itu, kebijakan nasional Presiden Robert Mugabe telah menyebabkan keruntuhan ekonomi yang parah dan kegagalan serius dari sistem kesehatan nasional. Kebijakan moneter gagal, devaluasi mata uang yang tinggi, korupsi, dan kebijakan perampasan tanah yang menghancurkan sektor pertanian Zimbabwe yang pernah berjaya, menyebabkan kecelakaan ekonomi yang menyebabkan 80 % dari penduduk kehilangan pekerjaan dan terjadi hiper - inflasi hingga sekitar 231 juta persen. Secara khusus, kebijakan perampasan tanah telah mengubah petani kompeten untuk menjadi pendukung Mugabe saja. Kebijakan ini juga sekaligus menggusur
Drs. Ronin Hendrawan
15
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
lebih dari satu juta warga sipil dan membuat peternakan gagal. Hal ini juga mengakibatkan krisis sumber daya, meninggalkan banyak negara tanpa kesejahteraan, makanan, atau kemampuan untuk membeli kesehatan. Pada akhirnya terjadilah emigrasi besar-besaran tenaga medis dari Zimbabwe, kegagalan infrastruktur sanitasi, ancaman kemiskinan yang universal sehingga memicu peningkatan angka kematian dan penyakit. Hal ini terutama disebabkan, menurut HRW, oleh rezim Mugabe yang berfokus pada pengkayaan diri sendiri dan penindasan terhadap partai oposisi, sehingga tidak memperhatikan akses kesehatan publik yang layak bagi masyarakat. Sebelum pemilihan presiden putaran kedua pada bulan Juni, jasa keamanan dan milisi ZANU-PF melepaskan kampanye intimidasi, penyiksaan dan pembunuhan terhadap aktivis oposisi, wartawan, agen polling, pegawai negeri, pemimpin sipil dan warga biasa yang diduga suara untuk partai oposisi, Pergerakan Perubahan Demokratis (MDC). Kekerasan itu terjadi untuk klimaks ketika, setelah kalah dalam pemilihan presiden Maret 2008, Presiden Mugabe melakukan kekerasan yang disponsori negara secara luas dan teror. a.
Respon dari Masyarakat Sipil Kelompok masyarakat sipil dengan segera dan sangat mengutuk kekerasan Mugabe, dan beberapa mulai membahas apakah seruan mengancam akan mencapai ambang RtOP. Pada tanggal 21 April 2008, sebuah koalisi dari 105 perwakilan dari masyarakat sipil, termasuk aktivis hak asasi manusia, kelompok agama, dan mahasiswa di Afrika menulis sebuah komunike, yang termasuk diskusi tentang penerapan RtOP, dan menyerukan respon prihatin dan efektif oleh masyarakat internasional untuk menjamin pengiriman bantuan yang efektif dan mata pencaharian bagi rakyat Zimbabwe. Para aktivis dalam Zimbabwe juga mengecam pemerintahan Mugabe, dan menyebarkan informasi tentang bagaimana jelas krisis itu.
b. Tanggapan Regional Respon regional terhadap krisis sangat minim dan tidak memadai. Di seluruh benua, para kepala negara dan pemerintah mengutuk rezim Mugabe dan meminta dia untuk mundur untuk mengakhiri penderitaan di Zimbabwe. Namun, Uni Afrika (AU) tidak mempertanyakan hak Mugabe untuk menduduki kursi Zimbabwe pada pertemuan AU di Mesir dari 30 Juni hingga 1 Juli 2008, dan Presiden Tanzania, Jakaya Kikwete, yang memimpin pertemuan tersebut, menyebut pemilu Zimbabwe sebagai "masa lalu.‖ African Union mengutuk kekerasan pasca-pemilu, meskipun tidak dalam waktu
Drs. Ronin Hendrawan
16
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
yang tepat, dan menangguhkan situasi untuk Masyarakat Pembangunan Afrika Selatan (SADC). c. Masyarakat Internasional Sejak terjadinya krisis, masyarakat internasional terus mengecam pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Mugabe. The Friends of Zimbabwe, perserikatan yang terdiri dari PBB, Bank Dunia, Bank Pembangunan Afrika, dan beberapa negara termasuk Amerika Serikat, mengeluarkan pernyataan pada 10 Desember 2010 yang menyatakan "keprihatinan serius... yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak dasar, aturan hukum, tata kelola dan rasa hormat terhadap perjanjian." Selain itu, Friends of Zimbabwe meminta pemerintah untuk melaksanakan reformasi yang diperlukan untuk mengadakan pemilihan presiden yang bebas dan adil. Akhirnya, pada September 2008, Presiden Mugabe dan kedua kepala fraksi MDC, Morgan Tsvangirai dan Arthur Mutambara, menandatangani Perjanjian Politik Global (IPK). Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki menjadi penjamin perjanjian ini, yang mulai berlaku pada bulan Februari 2009 dan membentuk pemerintah persatuan di mana Mugabe tetap sebagai Presiden dan Tsvanngirai menjabat sebagai Perdana Menteri. Situasi di Zimbabwe tetap berbahaya terlepas dari penandatanganan IPK tersebut. Negara ini mengalami peningkatan akses ke sekolah-sekolah dan rumah sakit namun aturan hukum masih cukuo memprihatiknak, hal ini karena ZANU-PF terus menimbulkan kekerasan terhadap pendukung MDC dan lawan politik lainnya. Banyak reformasi politik di bawah IPK tidak dilaksanakan, termasuk penerapan konstitusi baru dan penyelenggaraan pemilihan presiden. Kebebasan sipil dan kebebasan media juga terus tunduk pada kebijakan diskriminatif. Krisis ini masih berlanjut hingga sekarang, dengan terpilihnya Mugabe pada pemilu tahun 2013 yang dinilai curang oleh masyarakat internasional. Pembagian kekuasaan belum mampu untuk mencegah pelanggaran HAM terkait, terutama yang masih ditargetkan kepada pendukung partai oposisi. 3.2 Rezim Muammar Gaddafi di Libya Setelah lebih dari 40 tahun di bawah kediktatoran Muammar Gaddafi, Libya mengadakan pemilu pada bulan Juli. Namun, pemerintahan sementara yang lemah gagal membubarkan serangkaian kelompok bersenjata yang muncul di seluruh negeri. Juga bukan mampu mengakhiri penahanan sewenang-wenang dan penyiksaan terhadap para tahanan, atau mengatasi pemindahan paksa kelompok dianggap pro-Gaddafi. Libya menderita kekerasan
Drs. Ronin Hendrawan
17
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
yang terus terjadi, termasuk bentrokan suku dan serangan mematikan terhadap para pejabat diplomatik asing dan organisasi internasional. Penculikan untuk alasan keuangan dan politik terus berlangsung bersama dengan pembunuhan yang ditargetkan mantan petugas keamanan Gaddafi. Tempat ibadah Sufi telah hancur. Imigran dari sub-Sahara Afrika terus menghadapi penangkapan, pemukulan, dan kerja paksa. Komisi PBB, yang dipimpin oleh Philippe Kirsch, seorang mantan hakim Mahkamah Pidana Internasional, menempatkan tanggung jawab terbesar bagi pelanggaran terhadap rezim Gaddafi, mengatakan kelompok itu telah mewariskan 40 tahun kekebalan hukum untuk represi politik dan sistem peradilan yang disfungsional. PBB "menyimpulkan bahwa kejahatan internasional, khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang, dilakukan oleh pasukan Gaddafi di Libya. Kisah pembunuhan, penghilangan paksa, dan penyiksaan dilakukan dalam konteks serangan yang meluas atau sistematis terhadap penduduk sipil. " Laporan PBB tersebut mencakup tuduhan kejahatan sanksi oleh rezim Gaddafi, termasuk penggunaan api yang mematikan terhadap demonstran tak bersenjata dan penyiksaan dan pembunuhan terhadap para tahanan di berbagai fasilitas pemerintah, serta sebuah "kamp anak pramuka '" yang digunakan oleh pasukan Gaddafi sebagai kamp militer di Al Qalaa. Bukti ini termasuk rekaman video dari "konon tokoh rezim senior yang memberikan instruksi untuk 'menghancurkan' demonstran di Benghazi dan berhubungan langsung dengan perintah dari Moammar Gaddafi untuk menekan demonstrasi 'dengan segala cara yang diperlukan.'" Saksi juga menemukan sebuah kuburan massal di lokasi, dengan tubuh 34 pria dan anak lakilaki, ditutup matanya, dan dengan tangan terikat di belakang punggung mereka. Dalam kasus lain, loyalis Gaddafi melemparkan granat tangan ke sebuah gudang dikemas dengan tahanan, dari 157 tahanan, hanya 51 dikonfirmasi selamat. Komisi mengatakan bahwa sementara pemerintah Libya baru telah mengambil "langkah positif" untuk memperbaiki catatan hak asasi manusianya yang telah melakukan terlalu sedikit upaya untuk menahan pelaku agar bertanggung jawab untuk kejahatan yang meliputi penyikaan "berskala luas" terhadap para tahanan dan melakukan penjarahan pada orang yang dicurigai mendukung Gaddafi.
Drs. Ronin Hendrawan
18
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
Selanjutnya apa yang terjadi setelah kematian Gaddafi tahun 2011 adalah Libya yang seolah tidak memiliki sistem hukum. Alasan pelanggaran hukum saat ini sangat kompleks. Banyak milisi memberontak dalam negara, dan beberapa milisi yang bertanggungjawab atas kejahatan saat ini tidak ada pada saat pemberontakan bersenjata melawan Gaddafi. Apa yang masih penting adalah pemerintah Libya dan sekutu-sekutunya di luar negeri bekerjasama untuk memperkuat dan menumbuhkan pasukan keamanan negara yang taat hukum dengan sistem peradilan yang kredibel. Pemerintah harus menerapkan hukum, tidak peduli siapa korban dan siapa pelaku. Sifat yang berimbang tentang keadilan adalah salah satu prinsip yang sama yang membawa gerakan popular melawan Gaddafi hingga ke jalanjalan, satu sifat yang harus dimunculkan kembali di Libya.
4. Sistem Hukum HAM, Pancasila, dan Indonesia 4.1 Sejarah HAM di Indonesia Pemahaman HAM di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup lama. Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia (2001), membagi perkembangan HAM pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum Kemerdekaan (1908 – 1945), periode setelah Kemerdekaan (1945 – sekarang). A. Periode Sebelum Kemerdekaan (1908 – 1945) Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat. Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri. Sarekat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial. Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
Drs. Ronin Hendrawan
19
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan. Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan. Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan. B. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang ) a.
Periode 1945 – 1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (konstitusi) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. b.
Periode 1950 – 1959
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami ―pasang‖ dan menikmati ―bulan madu― kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai
Drs. Ronin Hendrawan
20
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
politik dengan beragam ideologinya masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, adil, dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. c.
Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini (demokrasi terpimpin) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik. d.
Periode 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan
gagasan
tentang
perlunya
pembentukan
Pengadilan
HAM,
pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil (judical review) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara. Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai
Drs. Ronin Hendrawan
21
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
dengan nilai–nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan masyarakat akademisi yang peduli terhadap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM. e.
Periode 1998 – sekarang
Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam bidang HAM. Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan telah Drs. Ronin Hendrawan
22
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang – undangam lainnya.
4.2 Pancasila dan HAM Sebagai Dasar Negara Pancasila sangat menghargai Hak Asasi Manusia (HAM). Hak hak asasi manusia dalam Pancasila dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 dan terperinci di dalam batang tubuh UUD 1945 yang merupakan hukum dasar konstitusional dan fundamental tentang dasar filsafat negara Republik Indonesia. Perumusan ayat ke 1 pembukaan UUD tentang hak kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa didunia. Oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. HAM juga terdapat di dalam Pembukaan konstitusi kita yang pernah berlaku. Namun, pelaksanaan HAM tetap berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Misalkan bagaimana kedudukan individu dalam sistem demokrasi? Demokrasi kita tetap berlandaskan kolektivisme, bukan pertentangan individu dan ―social orde‖ seperti demokrasi liberal dan hak-hak lain berlandaskan kondisi masyarakat asli Indonesia. Hubungan antara Hak asasi manusia dengan Pancasila dapat dijabarkan sebagai berikut: 1.
Sila Ketuhanan yang maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama, melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan agama. Sila tersebut mengamanatkan bahwa setiap warga negara bebas untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing – masing. Hal ini selaras dengan Deklarasi Universal tentang HAM pasal 2 dimana terdapat perlindungan HAM (Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga negara pada kedudukan yang sama dalam hukum serta serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan undang-undang. Sila Kedua, mengamanatkan adanya persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia sebagaimana tercantum dalam Deklarasi HAM PBB yang melarang adanya diskriminasi. Pasal 7 (Semua orang sama di depan hukum dan berhak
Drs. Ronin Hendrawan
23
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Deklarasi ini, dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam ini).
3. Sila Persatuan Indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga Negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan, hal ini sesuai dengan prinsip HAM dimana hendaknya sesama manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan. Sila ini mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga Negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan, hal ini sesuai dengan Prinsip HAM dimana hendaknya sesama manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan. Pasal 1 (Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan).
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat. Inti dari sila ini adalah musyawarah dan mufakat dalam setiap penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan sehingga setiap orang tidak dibenarkan untuk mengambil tindakan sendiri, atas inisiatif sendiri yang dapat mengganggu kebebasan orang lain. Hal ini sesuai pula dengan Deklarasi HAM.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengakui hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat. Asas keadilan dalam HAM tercermin dalam sila ini, dimana keadilan disini ditujukan bagi kepentingan umum tidak ada pembedaan atau diskriminasi antar individu.
4.3
Komnas Ham Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM adalah sebuah lembaga mandiri di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya dengan fungsi melaksanakan kajian, perlindungan, penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan mediasi terhadap persoalan-persoalan hak asasi manusia. Komisi ini berdiri sejak tahun
Drs. Ronin Hendrawan
24
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
1993 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari Sidang Paripurna dan Subkomisi. Di samping itu, Komnas HAM mempunyai Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayanan. Ketua Komnas HAM dijabat bergiliran dengan masa jabatan 2,5 tahun. Namun mulai 2013, ketua Komnas HAM dijabat bergiliran dengan masa jabatan satu tahun. Saat ini Komnas HAM diketuai Siti Noor Laila. Tujuan Komnas HAM: Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Landasan Hukum Komnas HAM Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang guna mencapai tujuannya Komnas HAM menggunakan sebagai acuan instrumen-instrumen yang berkaitan dengan HAM, baik nasional maupun Internasional. Instrumen Nasional: 1. Undang Undang Dasar 1945; 2. Tap MPR No. XVII/MPR/1998; 3. UU No 5 Tahun 1998 tentang pengesahan CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER
CRUEL,
INHUMAN
OR
DEGRADING
TREATMENT
OR
PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI, ATAU MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA); 4. UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia; 5. UU No 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM; 6. UU No 11 TAHUN 2005 tentang pengesahan INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC,
SOCIAL
AND
CULTURAL
RIGHTS
(KOVENAN
INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA;
Drs. Ronin Hendrawan
25
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
7. UU No 12 TAHUN 2005 tentang pengesahan INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK); 8. UU No 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis; 9. UU No 19 TAHUN 2011 tentang pengesahan CONVENTION ON THE RIGHTS OF PERSONS
WITH
DISABILITIES(KONVENSI
MENGENAI
HAK-HAK
PENYANDANG DISABILITAS); 10. Peraturan perundang-undangan nasional lain yang terkait; 11. Keppres No. 50 tahun 1993 Tentang Komnas HAM; 12. Keppres No. 181 tahun 1998 Tentang Komnas Anti kekerasan terhadap Perempuan;
Instrumen Internasional: 1. Piagam PBB, 1945; 2. Deklarasi Universal HAM 1948;
5. Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia 5.1 Tragedi/Peristiwa Trisakti dan Semanggi 1998 Kejatuhan perekonomian Indonesia sejak tahun 1997 membuat pemilihan pemerintahan Indonesia saat itu sangat menentukan bagi pertumbuhan ekonomi bangsa ini supaya dapat keluar dari krisis ekonomi. Pada bulan Maret 1998 MPR saat itu walaupun ditentang oleh mahasiswa dan sebagian masyarakat tetap menetapkan Soeharto sebagai Presiden. Tentu saja ini membuat mahasiswa terpanggil untuk menyelamatkan bangsa ini dari krisis dengan menolak terpilihnya kembali Soeharto sebagai Presiden. Cuma ada jalan demonstrasi supaya suara mereka didengarkan. Demonstrasi digulirkan sejak sebelum Sidang Umum (SU) MPR 1998 diadakan oleh mahasiswa Yogyakarta dan menjelang serta saat diselenggarakan SU MPR 1998 demonstrasi mahasiswa semakin menjadi-jadi di banyak kota di Indonesia termasuk Jakarta, sampai akhirnya berlanjut terus hingga bulan Mei 1998. Insiden besar pertama kali adalah pada tanggal 2 Mei 1998 di depan kampus IKIP Rawamangun Jakarta karena mahasiswa dihadang Brimob dan di Bogor karena mahasiswa non-IPB ditolak masuk ke dalam kampus IPB sehingga bentrok dengan aparat. Saat itu demonstrasi gabungan
Drs. Ronin Hendrawan
26
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
mahasiswa dari berbagai perguruan tingi di Jakarta merencanakan untuk secara serentak melakukan demonstrasi turun ke jalan di beberapa lokasi sekitar Jabotabek.Namun yang berhasil mencapai ke jalan hanya di Rawamangun dan di Bogor sehingga terjadilah bentrokan yang mengakibatkan puluhan mahasiswa luka dan masuk rumah sakit. Setelah keadaan semakin panas dan hampir setiap hari ada demonstrasi tampaknya sikap Brimob dan militer semakin keras terhadap mahasiswa apalagi sejak mereka berani turun ke jalan. Pada tanggal 12 Mei 1998 ribuan mahasiswa Trisakti melakukan demonstrasi menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai Presiden Indonesia saat itu yang telah terpilih berulang kali sejak awal orde baru. Mereka juga menuntut pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda krisis sejak tahun 1997. Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di Slipi. Dihadang oleh aparat kepolisian mengharuskan mereka kembali ke kampus dan sore harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu berlansung sepanjang sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa Trisakti meninggal dunia dan puluhan orang lainnya baik mahasiswa dan masyarakat masuk rumah sakit karena terluka. Sepanjang malam tanggal 12 Mei 1998 hingga pagi hari, masyarakat mengamuk dan melakukan perusakan di daerah Grogol dan terus menyebar hingga ke seluruh kota Jakarta. Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa. Jakarta geger dan mencekam. Awal pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan B. J. Habibie dan tidak percaya dengan para anggota DPR/MPR Orde Baru. Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru. Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang dwifungsi ABRI/TNI. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat
Drs. Ronin Hendrawan
27
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
besar dari seluruh Indonesia dan dunia internasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa. Timeline Sejarah Pada tanggal 11 November 1998, mahasiswa dan masyarakat yang bergerak dari Jalan Salemba, bentrok dengan Pamswakarsa di kompleks Tugu Proklamasi. Pada tanggal 12 November 1998 ratusan ribu mahasiswa dan masyrakat bergerak menuju ke gedung DPR/MPR dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak ada yang berhasil menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh tentara, Brimob dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing untuk diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok di daerah Slipi dan Jl. Sudirman, puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Ribuan mahasiswa dievekuasi ke Atma Jaya. Satu orang pelajar, yaitu Lukman Firdaus, terluka berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia. Esok harinya Jumat tanggal 13 November 1998 mahasiswa dan masyarakat sudah bergabung dan mencapai daerah Semanggi dan sekitarnya, bergabung dengan mahasiswa yang sudah ada di kampus Universitas Atma Jaya Jakarta. Jalan Sudirman sudah dihadang oleh aparat sejak malam hari dan pagi hingga siang harinya jumlah aparat semakin banyak guna menghadang laju mahasiswa dan masyarakat. Kali ini mahasiswa bersama masyarakat dikepung dari dua arah sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dengan menggunakan kendaraan lapis baja. Deskripsi Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di jalan. Saat itu juga beberapa mahasiswa tertembak dan meninggal seketika di jalan.
Drs. Ronin Hendrawan
28
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
Salah satunya adalah Teddy Wardhani Kusuma, mahasiswa Institut Teknologi Indonesia yang merupakan korban meninggal pertama di hari itu. Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Universitas Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan sekaligus masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan penembakan ke dalam kampus Atma Jaya. Semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu sehingga jumlah korban yang meninggal mencapai 17 orang. Korban lain yang meninggal dunia adalah: Sigit Prasetyo (YAI), Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta), Muzammil Joko (Universitas Indonesia), Uga Usmana, Abdullah/Donit, Agus Setiana, Budiono, Doni Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian Nikijulong, Sidik, Hadi. Jumlah korban yang didata oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan berjumlah 17 orang korban, yang terdiri dari 6 orang mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Jakarta, 2 orang pelajar SMA, 2 orang anggota aparat keamanan dari POLRI, seorang anggota Satpam Hero Swalayan, 4 orang anggota Pam Swakarsa dan 3 orang warga masyarakat. Sementara 456 korban mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tembakan senjata api dan pukulan benda keras, tajam/tumpul. Mereka ini terdiri dari mahasiswa, pelajar, wartawan, aparat keamanan dan anggota masyarakat lainnya dari berbagai latar belakang dan usia, termasuk Ayu Ratna Sari, seorang anak kecil berusia 6 tahun, terkena peluru nyasar di kepala. Tragedi Semanggi II Pada 24 September 1999, untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada aksi-aksi mahasiswa.
Drs. Ronin Hendrawan
29
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan UndangUndang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB. Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan Universitas Atma Jaya. Daerah lainSelain di Jakarta, pada aksi penolakan UU PKB ini korban juga berjatuhan di Lampung dan Palembang. Pada Tragedi Lampung 28 September 1999, 2 orang mahasiswa Universitas Lampung, Muhammad Yusuf Rizal dan Saidatul Fitriah, tewas tertembak di depan Koramil Kedaton. Di Palembang, 5 Oktober 1999, Meyer Ardiansyah (Universitas IBA Palembang) tewas karena tertusuk di depan Markas Kodam II/Sriwijaya. 5.2 KRONOLOGI PERISTIWA KERUSUHAN DI MALUKU Peristiwa kerusuhan di Ambon (Maluku) diawali dengan terjadinya perkelahian antara salah seorang pemuda Kristen asal Ambon yang bernama J.L, yang sehari-hari bekerja sebagai sopir angkot dengan seorang pemuda Islam asal Bugis, NS, penganggur yang sering mabuk-mabukan dan sering melakukan pemalakan (istilah Ambon "patah" ) khususnya terhadap setiap sopir angkot yang melewati jalur Pasar Mardika – Batu Merah. Saat itu tanggal 19 Januari 1999, masih dalam hari raya Idul Fitri (hari kedua), pemuda Bugis NS bersama temannya seorang pemuda Bugis lain bernama T, melakukan pemalakan di Batu Merah terhadap pemuda Kristen J.L selama beberapa kali ketika J.L mengendari angkotnya dari jurusan Mardika – Batu Merah. Namun permintaan kedua pemuda Bugis tersebut tidak dilayaninya, karena J.L belum mempunyai uang, mengingat belum ada penumpang yang dapat diangkutnya, karena hari itu hari raya Idul Fitri. Permintaan dengan desakan yang sama dilakukan oleh pemuda NS hingga kali yang ketiga saat pemuda Ambon J.L berada di terminal Batu Merah, malah pemuda Bugis NS tidak segan-segan mengeluarkan badiknya untuk menikam pemuda Ambon J.L. Untunglah J.L sempat menangkisnya dengan mendorong pintu mobilnya.
Drs. Ronin Hendrawan
30
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
Merasa dirinya terancam, pemuda J.L langsung pulang ke rumahnya mengambil parang (golok) dan kembali ke terminal Batu Merah. Disana ia masih menemukan pemuda Bugis NS bersama temannya T. Ia kemudian memburunya, dan NS kemudian berlari masuk ke kompleks pasar Desa Batu Merah.NS kemudian ditahan oleh warga Batu Merah, dan ketika ia ditanya apa permaslahannya, maka ia (NS) menjawab bahwa, "ia akan dibunuh oleh orang Kristen". Jawabannya ini kemudian yang memicu kerusuhan Ambon, dengan munculnya warga Muslim dimana-mana untuk menyerang warga Kristen dan sebaliknya juga warga Kristen yang muncul untuk mempertahankan diri. Beberapa saat berselang atau sekitar 5 menit setelah peristiwa saling kejar-mengejar antara pemuda Muslim asal Bugis, NS dengan pemuda Kristen asal Ambon J.L, seperti ada komando, kerusuhan akhirnya pecah dimana-mana dalam kota Ambon. Kira-kira jam 15.00 WIT ratusan masa Muslim muncul dari Desa Batu Merah (lokasi dimana pemuda Bugis NS dikejar dan berteriak akan dibunuh oleh oleh orang Kristen) bangkit menyerang warga Kristen di kawasan Mardika (tetangga desa Batu merah) dengan menggunakan berbagai alat tajam (parang, panah, tombak dan lain-lain) dengan seragam dan berikat kepala putih. Mereka sempat melukai, merusak dan mebakar rumahrumah warga Kristen Mardika. Demikian juga pada waktu yang bersamaan, beberapa lokasi pemukiman Kristen seperti Galunggung, Tanah Rata, Kampung Ohiu, Silale dan Waihaong ikut diserang oleh kelompok penyerang Muslim. Beberapa orang warga Kristen terbunuh, ratusan rumah dibakar dan sebuah gereja yang terletak di kawasan Silale dirusak dan akhirnya dibakar oleh masa. Dari lokasi-lokasi ini, kerusuhan berlanjut terus dan hanya berbeda waktu beberapa menit dari lokasi ke lokasi yang lain.Warga Kristen yang mendiami lokasi Batu Gantung, Kudamati dan sekitarnya setelah mendengar penyerangan yang dilakukan oleh masa Muslim terhadap warga Kristen di Mardika, Galunggung, Kampung Ohiu, Waihaong dan Silale serta mendengar gereja Silale telah terbakar, bangkit amarahnya dan memberikan serangan balasan terhadap warga Muslim melalui pengrusakan dan pembakaran rumahrumah di kawasan Batu Gantung dan Kompleks Pohon Beringin, serta melakukan pengrusakan dan pembakaran terhadap berbagai kendaraan seperti becak, sepeda motor dan mobil.
Drs. Ronin Hendrawan
31
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
Setelah terjadi kerusuhan pada beberapa lokasi seperti tersebut di atas yang berlangsung sejak siang hingga menjelang malam tanggal 19 Januari 1999, maka memasuki malam hingga pagi hari tanggal 20 Januari 1999, suasana terasa semakin mencekam dengan semakin berkembangnya isu telah terjadi pertikaian antar sesama warga Ambon (Maluku) yang bernuansa SARA, terutama diantara kelompok yang beragama Kristen dan Muslim. Beberapa lokasi di dalam wilayah kota Ambon terus berkecamuk. Di lokasi Pohon Puleh, Tugu Trikora dan Anthony Rhebok hingga tengah malam tanggal 19 januari 1999, terlihat masa diantara kedua kubu saling berhadap-hadapan dan mencoba untuk saling melakukan penyerangan dengan pelemparan batu yang diteruskan dengan pengrusakan dan pembakaran sejumlah rumah diantara kedua belah pihak, pembakaran kendaraan (becak, sepeda motor dan mobil) dan pembakaran sebuah sekolah Al Hilal di Jl. Anthony Rhebok. Sementara itu di kawasan Batu Merah Tanjung yang dihuni oleh mayoritas warga Muslim, terjadi pengrusakan, pembakaran terhadap rumah-rumah dan pembantaian terhadap beberapa warga Kristen. Di lokasi inipun sebuah gereja sempat dirusak kemudian dibakar oleh masa Muslim. Sedangkan di lokasi Puleh (Karang Panjang) warga Kristen sempat merusak dan membakar rumah-rumah warga Muslim, demikian juga sebuah mesjid yang terletak di lokasi ini. Menjelang pagi hari tanggal 20 Januari 1999, terjadi penyerangan secara besar-besaran yang dilakukan oleh warga Kristen terhadap kompleks Pasar Gambus, kompleks Pasar Mardika dan kompleks Pasar Pelita yang berada di tengah-tengah jantung kota. Penyerangan ini dimulai dengan kosentrasi masa Muslim disekitar Jl. A. J. Patty menuju ke lapangan Merdeka Ambon yang diduga akan melakukan penyerangan ke gereja Maranatha (gereja Pusat Ambon). Masa Kristen yang berada di sekitar kompleks gereja Maranatha merasa terancam, akhirnya melakukan penyerangan ke lokasi tersebut yang merupakan daerah yang mayoritas dihuni oleh warga muslim dengan jalan membakar habis kompleks tersebut. Diperkirakan banyak korban yang meninggal, karena terjebak kebakaran yang hingga saat ini sulit teridentifikasi. Fanatisme Agama
Drs. Ronin Hendrawan
32
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
Kerusuhan demi kerusuhan di Pulau Ambon pada akhirnya bersangkut paut dengan sikap toleransi warga yang berdomesili di Pulau Ambon. Sementara isu pertikaian yang bernuasa SARA semakin dipertajam sehingga menimbulkan panatisme antara masingmasing umat beragama. Berkenaan dengan itu maka pada tanggal 21 Januari 1999 warga Kristen yang berdomisili di Batu Gajah Dalam mendengar terbunuhnya 2 (dua) orang pendeta dan pembakaraan beberapa buah gereja dalam penyerangan yang dilakukan oleh warga Muslim dari jasirah Leihitu kemudian bangkit menyerang warga Muslim Dusun Batu Bulan dan membantai sejumlah warganya. Dari data di lapangan terungkap 150 buah rumah dibakar/dirusak, 5 (lima) orang dibunuh dan 1 (satu) buah Mesjid terbakar. Demikian juga pada tanggal yang sama warga Kristen yang berdomesili di Batu Gantung Dalam (Kampung Ganemo), Mangga Dua, Kudamati ikut melakukan penyerangan terhadap warga Muslim yang berada di sekitarnya. Dalam penyerangan ini 8 (delapan) orang meninggal dunia.. 5 (lima) orang warga Muslim diantaranya dibantai kemudian dibakar bersama mobil truk yang mengangkutnya di kawasan Mangga Dua karena diduga sebagai propokator dan membawa bahan peledak. Sementara itu di kawasan Desa Hative Besar Kotamadya Ambon terjadi penyerangan dari warga Muslim asal Buton, Bugis dan Makasar dari Dusun Wailete yang berada di bawah wilayah Desa Hative Besar yang mengakibatkan puluhan rumah warga Kristen Desa Hative Besar terbakar. Peristiwa ini selain dipicu oleh dampak kerusuhan Ambon tanggal 19 Januari 1999, juga diakibatkan oleh dendam lama yaitu peristiwa kerusuhan yang terjadi pada bulan Nopermber 1998. Tindakan penyerangan warga Dusun Wailete tersebut dibalas oleh warga Kristen Desa Hative Besar yang membakar habis lokasi pemukiman mereka. Akibat Peristiwa ini ratusan rumah terbakar dan 4 (empat) orang Warga Muslim Meninggal, 1 buah Mesjid dan 1 buah Mushola terbakar. Begitu liciknya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang tidak menginginkan kedamaian di Maluku, akhirnya mereka mampu memprovokasi isu SARA dalam kerusuhan Ambon yang semakin mengental di kalangan masyarakat. Selain faktor di atas semakin terasa dikembangkan pula isu-isu yang tidak benar di kalangan umat Muslim di luar pulau Ambon seperti telah terbakarnya Mesjid Al-Fatah yang merupakan pusat kebanggaan umat Muslim di Maluku, terbakarnya rumah dan terbunuhnya beberapa tokoh Muslim di kota Ambon yang dilakukan oleh orang-orang Kristen. Drs. Ronin Hendrawan
33
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
Isu-isu yang tidak benar ini, akhirnya keluar dari wilayah pulau Ambon. Serentak dengan itu umat Muslim di kota Sanana (Kabupaten Maluku Utara) bangkit dan menyerang kelompok minoritas Kristen di kota Sanana dan sekitarnya pada tanggal 21 Januari 1999 tengah malam. Puluhan rumah dan bangunan dirusak dan dibakar termasuk 4 (empat) buah Gereja serta 3 (tiga) orang warga Kristen dibunuh oleh masa dan 6 (enam) orang lainnya (3 orang warga Kristen dan 3 orang warga Muslim) mengalami luka-luka. Demikian juga 24 Kepala Keluarga minoritas Kristen yang tinggal di Dusun Papora, Desa Luhu (beragama Muslim) Kecamatan Seram Barat Piru dibumi hangsukan oleh warga Desa Luhu. Rumah-rumah dan harta benda mereka dibakar habis termasuk 2 (dua) buah Gereja. Mereka terpaksa lari ke hutan-hutan untuk melindungi diri selama beberapa hari, sebelum akhirnya dengan menempuh jalan kaki berkilo-kilo meter, akhirnya tiba di Desa Lokki (sebuah Jemaat Kristen) dan mengungsi di situ. Sayangnya Desa Lokki ini juga telah dibumi hanguskan oleh kelompok Muslim pada kerusuhan periode kedua yang dimulai pada pertengahan bulan Juli 1999, sehingga akhirnya pengungsi asal Dusun Papora ini bersama-sama warga Kristen Desa Lokki harus menempuh jalan hidup baru dengan mengungsi ke Desa Piru (ibu kota Kecamatan Seram Barat). Nasib malang ini juga ikut dialami oleh warga Kristen Desa Tomalehu Timur di pulau Manipa (Kecamatan Seram Barat). Desa Tomalehu Timur yang merupakan satu-satunya Desa Kristen di pulau ini ikut dibumi hanguskan oleh warga Muslim dari Desa Kelang Asaude, Hasaoi, Luhutubang, Aman Jaya, Tuniwara dan Buano Hatuputih. Semula mereka sempat dilindungi oleh warga Muslim Desa Tomalehu Barat yang mempunyai hubungan Gandong (dari satu moyang hanya berbeda agama). Namun upaya perlindungan ini tidak membuahkan hasil, karena kelompok Muslim Desa tetangga lainnya yang menyerang warga Kristen Tomalehu Timur berada dalam jumlah yang cukup banyak. Desa ini akhirnya dibumi hanguskan pada tanggal 25 Januari 1999 jam 04.00 WIT. Seluruh rumah dan bangunan dibakar habis termasuk 1 (satu) buah gedung Gereja, 1 (satu) orang meninggal dunia dan 1 (satu) orang lainnya mengalami luka berat. Sama halnya dengan Dusun Papora, warga Kristen Desa Tomalehu Timur ini merupakan kelompok minoritas yang berada di tengah-tengah kelompok mayoritas Muslim.
Drs. Ronin Hendrawan
34
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
Ketika terjadinya penyerangan terhadap mereka, jalan satu-satunya yang mereka tempuh adalah lari masuk ke hutan untuk menyelamatkan diri, sebelum mereka dievakuasi oleh aparat keamanan dan diungsikan ke Desa Tomalehu Barat (Desa Muslim) yang merupakan Desa Gandong mereka. Setelah beberapa hari tinggal di Desa Tomalehu Barat, perasaan was-was selalu menghantui mereka karena hampir setiap hari mereka mendapat ancaman dari Desa-Desa penyerang untuk dihabisi. Akhirnya atas koordinasi dengan aparat keamanan dan tanpa memikirkan bagaimana masa depan mereka, mereka dievakuasi dengan kapal TNI Angkatan Laut pada akhir bulan Pebruari 1999 ke kota Kecamatan Piru. Di lokasi pengungsian yang baru ini mereka diterima oleh warga Kristen pada beberapa Jemaat/Desa di antaranya: Piru, Neniari, Lumoli, Translog Mata Empat, Eti dan Morakao.
Drs. Ronin Hendrawan
35
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
6. Kesimpulan
Drs. Ronin Hendrawan
36
Kajian HAM di Lingkup Nasional dan Internasional
KU2071
7. Referensi http://www.fica.org/hr/ambon/idKronologisKerusuhanAmbonSept1999.html http://www.responsibilitytoprotect.org/index.php/crises/crisis-in-zimbabwe http://www.washingtontimes.com/news/2013/jul/29/zimbabwes-robert-mugabe-after-33years-brutal-misr/?page=all http://www.hrw.org/news/2013/10/20/dispatches-two-years-after-gaddafi-lawless-libya http://www.mapreport.com/citysubtopics/libya-p-u.html http://www.pusakaindonesia.org/pancasila-memayungi-hak-asasi-manusia-ham/ http://articles.washingtonpost.com/2012-03-02/world/35447356_1_civilian-casualties-warcrimes-airstrikes http://www.historylearningsite.co.uk/magna_carta.htm http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Nasional_Hak_Asasi_Manusia. http://adrianynwa.blogspot.com/2013/03/sejarah-ham-di-indonesia.html http://www.akilmochtar.com/wp-content/uploads/2011/06/Demokrasi-dan-HAM.pdf http://emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia/ http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi http://muhammadghozali30.wordpress.com/2012/10/06/peristiwa-trisakti-dan-semanggi/
Drs. Ronin Hendrawan
37