ANALISIS RENCANA PENDANAAN PT. CAMPINA ICE CREAM INDUSTRY, TBK. (Berdasarkan (Berdasarkan Laporan Keuangan Tahun 2017)
LAPORAN DISKUSI PBL
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Manajemen Keuangan II Yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. Bambang Sugeng, M.A., M.M.
Oleh:
Neni Musdalifa
(160422608313) (160422608313)
Octavia Ratna S.
(160422600676) (160422600676)
Refita Tri Wulandari
(160422608257) (160422608257)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI Oktober 2018
IDENTITAS PERSEROAN
Nama Perseroan Alamat Perseroan
: PT CAMPINA ICE CREAM CREAM INDUSTRY Tbk : Jl. Rungkut Industri II/15-17 Kel. Tenggilis Mejoyo Kec. Tenggilis Mejoyo - Surabaya Suraba ya 60293 Telepon : (62-31) 843 2247 Faksimil : (62-31) 843 9232 Alamat Surat Elektronik :
[email protected] Laman : www.campina.co.id : www.campina.co.id Tanggal Pendirian : 22 Juli 1972 Bidang Usaha : Pengolahan dan Perdagangan es krim Target Pemasaran : 100% Domestik Jumlah karyawan : 1540 Orang Dewan Komisaris : Insinyur Jutianto Isnandar (Presiden Komisaris) Darmo Hadipranoto (Komisaris) Doktorandus Makmur Widjaja (Komisaris Independen) Direksi : Samudera Prawirawidjaja (Presiden Direktur) Arif Harmoko Rayadi (Direktur Independen) Hans Jensen (Direktur) Hendro Hadipranoto (Direktur) Adji Andjono Purwo (Direktur) Sekertaris Perusahaan : Arif Harmoko Rayadi Terdaftar di Bursa Efek sejak : 12 Desember 2017
PT. Campina Ice Cream Industry, Tbk. merupakan salah satu produsen Es Krim di Indonesia. Perusahaan ini berdiri pada tanggal 22 Juli 1972 di kota Surabaya Pendirinya adalah Bapak Darmo Hadipranoto berserta istrinya. Mereka menciptakan es krim yang bernama Campina di garasi rumah yang terletak di Jl. Gembong Sawah, Surabaya. Saat itulah mereka mendirikan CV Pranoto. Campina selalu menghadirkan produk-produk istimewa dari bahan alami, higienis dan berkualitas. Demi meningkatkan varian produk, pada tahun 1982, Campina memindahkan lokasi pabriknya ke Rungkut, Surabaya Surabaya yang sampai saat ini masih digunakan. digunakan. Sesuai dengan visi Campina untuk menjadi produsen es krim terbesar, pada tahun 1994 nama Perseroan berubah menjadi PT Campina Ice Cream Industry. Perkembangan cara penjualan Campina juga mulai beragam, dari menggunakan armada sepeda, freezer hingga van.
Informasi terkait dengan kebijakan pendanaan PT. Campina Ice Cream Industry, Tbk. adalah sebagai berikut: PT. Campina Ice Cream Industry, Tbk. berencana melakukan kegiatan ekspansi pada tahun ini. Sehubungan dengan rencana strategik untuk melakukan ekspansi bisnis, perusahaan akan membutuhkan dana kurang lebih sebesar 10% dari nilai buku aset perusahaan per 31 Desember 2017. Dari perhitungan yang telah dilakukan, kebutuhan dana yang diperlukan adalah sebesar Rp 121,118,452,266. Kebutuhan dana tersebut akan dipenuhi dari alternatif pendanaan yang tepat dengan berbagai faktor pertimbangan. Rencana ekspansi tersebut diprediksi akan berdampak pada perubahan persentase EBIT pada total aset atau ROI (Return On Investment) setelah ekspansi dilakukan. Nilai ROI yang dicapai akan berubah menjadi 8%. Sebelumnya, ROI yang dicapai pada tahun 2017 adalah sebesa r 8.37%, dengan perhitungan sebagai berikut:
31 2017 = =
101.339.664.794 1.211.184.522.659
= 0.083669881 = 8.37%
ROI (Return On Investment) yang dicapai setelah adanya ekspansi adalah sebesar 8%. Nilai ROI setelah adanya ekspansi berubah karena ada perubahan dari EBIT dan total aset yang diperoleh setelah ekpansi. Berikut adalah perhitungan total aset setelah ekspansi. Total aset ekspansi = Total aset 2017 + Kebutuhan dana (10% dr nilai buku aset) = 1.211.184.522.659 + (10% x 1.211.184.522.659) = 1.211.184.522.659 + Rp121.118.452.266 = Rp1.332.302.974.925 Berikut perhitungan untuk EBIT setelah ekspansi ROI setelah ekspansi= 8%
ℎ = 8% =
ℎ ℎ
ℎ Rp1.332.302.974.925
ℎ = 8% Rp1.332.302.974.925 = 106.584.237.994
Untuk memperoleh pendanaan sebesar Rp 121.118.452.266 diajukan beberapa alternatif pendanaan yang disajikan dalam bentuk paket berjumlah 5 paket, yaitu: Paket I 1. Paket I ini terdiri dari saham biasa dengan persentase 100%. Jadi perusahaan dapat memenuhi kebutuhan dana untuk ekspansi seluruhnya berasal dari saham biasa. Perusahaan pada akhir tahun 2017 telah menerbitkan sahamnya dan melakukan IPO (Initial Public Offering). Jumlah saham beredar yang dicatat di Bursa Efek Indonesia adalah berjumlah 5.885.000.000 lembar saham. 2. Paket II Paket II ini terdiri dari utang obligasi seluruhnya (100%). Perusahaan sebelumnya pernah mempunyai pinjaman berupa Promissory Note dari Swiss Life (Singapore) Pte.Ltd yang merupakan fasilitas pinjaman tanpa jaminan dengan tingkat suku bunga sebesar 14,5%. Karena sebelumnya perusahaan belum pernah menerbitkan surat utang obligasi, maka kami menyarankan sebuah inovasi baru kepada perusahaan untuk pemenuhan kebutuhan dananya kali ini berasal dari utang obligasi. Kami mengajukan Paket II yang terdiri dari utang obligasi karena berdasarkan teori, pendanaan dari utang akan dapat meningkatkan nilai perusahaan dibanding pendanaan dari ekuitas. Paket III 3. Paket III terdiri dari kombinasi saham biasa dan utang obligasi. Proporsi masing-masing sebesar 50%. Kami menyarankan kombinasi ini karena untuk meminimalkan risiko yang ditimbulkan dari utang dan biaya modal yang timbul dari penerbitan saham. 4. Paket IV Paket IV terdiri dari kombinasi saham dan utang obligasi dengan rasio masingmasing sebesar 75% dan 25%. Kombinasi yang kami sarankan ini bertujuan untuk menambah variasi alternatif pendanaan yang bisa diambil PT. Campina Ice Cream Industry, Tbk. 5. Paket V Paket V terdiri dari kombinasi saham 25% dan utang obligasi 75%. Kombinasi yang kami sarankan ini bertujuan untuk menambah variasi alternatif pendanaan yang bisa diambil PT. Campina Ice Cream Industry, Tbk.
Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan manajemen perusahaan dalam mengambil kebijakan pendanaan terdiri dari
1. Kontribusi terhadap EPS (E arning per Share) Pemenuhan terhadap kebutuhan dana diharapkan menghasilkan peningkatan laba operasional perusahaan dalam hal ini EBIT ( Earning before Interest and Tax). Namun seberapa jauh dampak dari EBIT yang dihasilkan pasca pemenuhan kebutuhan dana terhadap profitabilitas bagi pemegang saham biasa sebagai pemilik perusahaan yang diindikasikan oleh EPS ( Earning per Share) adalah penting dipertimbangkan dalam memilih sumber pendanaan. Dari pertimbangan ini alternative sumber dana yang dianggap paling menguntungkan adalah yang menghasilkan EPS paling tinggi. Berikut beberapa paket Alternatif Pendanaan yang ditawarkan : ALTERNATIF PENDANAAN PAKET KETERANGAN I Pendanaan dipenuhi dengan 100% saham II Pendanaan dipenuhi dengan 100% obligasi III Pendanaan berasal dari saham dan obligasi dengan rasio masing-masing 50% IV Pendanaan yang berasal dari saham dan obligasi dengan rasio 75%:25% V Pendanaan yang berasal dari saham biasa 25% dan obligasi 75%
1. Pendanaan Dipenuhi dengan 100% Saham KETERANGAN
ALTERNATIF PENDANAAN PAKET I
EBIT pasca ekspansi Biaya Bunga Obligasi (8%) Laba Bersih sebelum pajak Pajak (25%) Laba Bersih setelah Pajak Lembar Saham yang beredar EPS pasca eskpansi
Rp106.584.237.994 Rp106.584.237.994 (Rp26.646.059.498) Rp79.938.178.495 6.212.347.168 Rp12,87
EBIT pasca ekspansi
= Rp106.584.237.994
Jumlah dana yang dibutuhkan
= 10% x nilai asset = 10% x Rp1.211.184.522.659 = Rp121.118.452.266
Pendanaan dipenuhi dengan 100% saham
= Rp121.118.452.266
Laba bersih sebelum pajak
= Rp106.584.237.994
Pajak (25%)
= 25% x Rp121.118.452.266 = Rp26.646.059.498
Laba bersih setelah pajak
= Laba bersih sebelum pajak – pajak = Rp106.584.237.994-Rp26.646.059.498 = Rp79.938.178.495
Lembar saham yang beredar - Lembar saham lama yang beredar - Lembar saham baru yang beredar pasar
-
Total lembar saham baru yang beredar baru
= 5.885.000.000. Nilai pasar Rp370/lb = jumlah dana yang dibutuhkan/nilai = Rp121.118.452.266 / Rp370 = 327.347.168,29 = lembar saham lama + lembar saham = 5.885.000.000 + 327.347.168,29 = 6.212.347.168
EPS setelah ekspansi
= laba bersih setelah pajak/lb saham baru = Rp79.938.178.495 / 6.212.347.168 = 12,87 Dari perhitungan yang telah dilakukan, pendanaan yang dipenuhi dengan 100% saham akan menghasilkan peningkatan EPS dari yang sebelumnya sebesar Rp7,38 meningkat menjadi Rp12,87. 2. Pendanaan Dipenuhi dengan 100% Obligasi KETERANGAN
EBIT pasca ekspansi Biaya Bunga Obligasi (8%) Laba Bersih sebelum pajak Pajak (25%) Laba Bersih setelah Pajak Lembar Saham yang beredar EPS pasca eskpansi
ALTERNATIF PENDANAAN PAKET II
Rp106.584.237.994 (Rp9.689.476.181) Rp96.894.761.813 (Rp24.223.690.453) Rp72.671.071.360 5.885.000.000 Rp12,35
EBIT pasca ekspansi
= Rp106.584.237.994
Jumlah dana yang dibutuhkan
= 10% x nilai aset = 10% x Rp1.211.184.522.659 = Rp121.118.452.266
Pendanaan dipenuhi dengan 100% obligasi = Rp121.118.452.266 Biaya bunga obligasi (8%) Laba bersih sebelum pajak
Pajak (25%)
Laba bersih setelah pajak
= 8% x Rp121.118.452.266 = Rp9.689.476.181 = EBIT pasca ekspansi – biaya bunga = Rp106.584.237.994 - Rp9.689.476.181 = Rp96.894.761.813 = 25% x Rp96.894.761.813 = Rp24.223.690.453 = laba bersih sebelum pajak – pajak
= Rp96.894.761.813 - Rp24.223.690.453 = Rp72.671.071.360 Lembar saham yang beredar - Lembar saham lama yang beredar - Lembar saham baru yang beredar pasar -
Total lembar saham baru yang beredar baru
= 5.885.000.000. Nilai pasar Rp370/lb = jumlah dana yang dibutuhkan/nilai == lembar saham lama + lembar saham
= 5.885.000.000 + = 5.885.000.000 Lembar saham yang beredar jumlahnya tetap karena saat pendanaan yang berasal dari utang obligasi seluruhnya tidak ada saham baru yang diterbitkan. EPS setelah ekspansi
= laba bersih setelah pajak/lb saham baru = Rp72.671.071.360/ 5.885.000.000 = Rp12,35 Dari perhitungan yang telah dilakukan, pendanaan yang dipenuhi dengan 100% utang obligasi akan menghasilkan EPS sebesar Rp12,35. 3. Pendanaan Berasal dari Saham dan Obligasi dengan Rasio Masing-masing 50% KETERANGAN
ALTERNATIF PENDANAAN PAKET III
EBIT pasca ekspansi Biaya Bunga Obligasi (8%) Laba Bersih sebelum pajak Pajak (25%) Laba Bersih setelah Pajak Lembar Saham yang beredar EPS pasca eskpansi
Rp106.584.237.994 (Rp4.844.738.091) Rp101.739.499.903 (Rp25.434.874.976) Rp76.304.624.928 6.048.673.584 Rp12,62
EBIT pasca ekspansi
= Rp106.584.237.994
Jumlah dana yang dibutuhkan
= 10% x nilai aset = 10% x Rp1.211.184.522.659 = Rp121.118.452.266
Pendanaan dipenuhi dengan 50% saham
= 50% x Rp121.118.452.266 = Rp60.559.226.133 = 50% x Rp121.118.452.266 = Rp60.559.226.133
Pendanaan dipenuhi dengan 50% obligasi
Biaya bunga obligasi (8%)
= 8% x Rp60.559.226.133 = Rp4.844.738.091
Laba bersih sebelum pajak
= EBIT pasca ekspansi – biaya bunga = Rp106.584.237.994 - Rp4.844.738.091 = Rp101.739.499.903
Pajak (25%)
= 25% x Rp101.739.499.903 = Rp25.434.874.976
Laba bersih setelah pajak
= laba bersih sebelum pajak – pajak = Rp101.739.499.903-Rp25.434.874.976 = Rp76.304.624.928
Lembar saham yang beredar - Lembar saham lama yang beredar - Lembar saham baru yang beredar pasar
-
Total lembar saham baru yang beredar baru
= 5.885.000.000. Nilai pasar Rp370/lb = jumlah dana yang dibutuhkan/nilai = Rp60.559.226.133/370 = 163.673.584 = lembar saham lama + lembar saham = 5.885.000.000 + 163.673.584 = 6.048.673.584
EPS setelah ekspansi
= laba bersih setelah pajak/lb saham baru = Rp76.304.624.928 / 6.048.673.584 = Rp12,62
Dari perhitungan yang telah dilakukan, pendanaan yang dipenuhi dengan kombinasi 50% saham biasa dan 50% utang obligasi akan menghasilkan EPS sebesar Rp12,62. 4. PENDANAAN YANG BERASAL DARI SAHAM DAN OBLIGASI DENGAN RASIO 75%:25% KETERANGAN
EBIT pasca ekspansi Biaya Bunga Obligasi (8%) Laba Bersih sebelum pajak Pajak (25%) Laba Bersih setelah Pajak Lembar Saham yang beredar EPS pasca eskpansi
ALTERNATIF PENDANAAN PAKET IV
Rp106.584.237.994 (Rp2.422.369.045) Rp104.161.868.949 (Rp26.040.467.237) Rp78.121.401.712 6.130.510.376 Rp12,74
EBIT pasca ekspansi
= Rp106.584.237.994
Jumlah dana yang dibutuhkan
= 10% x nilai aset = 10% x Rp1.211.184.522.659
= Rp121.118.452.266 Pendanaan dipenuhi dengan 75% saham Pendanaan dipenuhi dengan 25% obligasi
= 75% x Rp121.118.452.266 = Rp90.838.839.199,43 = 25% x Rp121.118.452.266 = Rp30.279.613.066,48
Biaya bunga obligasi (8%)
= 8% x Rp30.279.613.066,48 = Rp2.422.369.045
Laba bersih sebelum pajak
= EBIT pasca ekspansi – biaya bunga = Rp106.584.237.994 - Rp2.422.369.045 = Rp104.161.868.949
Pajak (25%)
= 25% x Rp104.161.868.949 = Rp26.040.467.237
Laba bersih setelah pajak
= laba bersih sebelum pajak – pajak = Rp104.161.868.949-Rp26.040.467.237 = Rp78.121.401.712
Lembar saham yang beredar - Lembar saham lama yang beredar - Lembar saham baru yang beredar pasar
-
Total lembar saham baru yang beredar baru
= 5.885.000.000. Nilai pasar Rp370/lb = jumlah dana yang dibutuhkan/nilai = Rp90.838.839.199,43/370 = 245.510.376 = lembar saham lama + lembar saham = 5.885.000.000 + 245.510.376 = 6.130.510.376
EPS setelah ekspansi
= laba bersih setelah pajak/lb saham baru = Rp78.121.401.712 / 6.130.510.376 = Rp12,74
Dari perhitungan yang telah dilakukan, pendanaan yang dipenuhi dengan kombinasi 75% saham biasa dan 25% utang obligasi akan menghasilkan EPS sebesar Rp12,74.
5. PENDANAAN YANG BERASAL DARI SAHAM BIASA 25% DAN OBLIGASI 75% KETERANGAN
ALTERNATIF PENDANAAN PAKET V
EBIT pasca ekspansi Biaya Bunga Obligasi (8%) Laba Bersih sebelum pajak Pajak (25%) Laba Bersih setelah Pajak Lembar Saham yang beredar EPS pasca eskpansi
Rp106.584.237.994 (Rp7.267.107.136) Rp99.317.130.858 (Rp24.829.282.715) Rp74.487.848.144 5.966.836.792 Rp12,48
EBIT pasca ekspansi
= Rp106.584.237.994
Jumlah dana yang dibutuhkan
= 10% x nilai aset = 10% x Rp1.211.184.522.659 = Rp121.118.452.266
Pendanaan dipenuhi dengan 25% saham
= 25% x Rp121.118.452.266 = Rp30.279.613.066,48 = 75% x Rp121.118.452.266 = Rp90.838.839.199,43
Pendanaan dipenuhi dengan 75% obligasi
Biaya bunga obligasi (8%)
= 8% x Rp90.838.839.199,43 = Rp7.267.107.136
Laba bersih sebelum pajak
= EBIT pasca ekspansi – biaya bunga = Rp106.584.237.994 - Rp7.267.107.136 = Rp99.317.130.858
Pajak (25%)
= 25% x Rp99.317.130.858 = Rp24.829.282.715
Laba bersih setelah pajak
= laba bersih sebelum pajak – pajak = Rp99.317.130.858 - Rp24.829.282.715 = Rp74.487.848.144
Lembar saham yang beredar - Lembar saham lama yang beredar - Lembar saham baru yang beredar pasar
-
Total lembar saham baru yang beredar baru
= 5.885.000.000. Nilai pasar Rp370/lb = jumlah dana yang dibutuhkan/nilai = Rp30.279.613.066,48/370 = 81.836.792 = lembar saham lama + lembar saham = 5.885.000.000 + 81.836.792
= 5.966.836.792 EPS setelah ekspansi
= laba bersih setelah pajak/lb saham baru = Rp74.487.848.144 / 5.966.836.792 = Rp 12,48
Dari perhitungan yang telah dilakukan, pendanaan yang dipenuhi dengan 25% saham biasa dan utang obligasi 75% akan menghasilkan EPS sebesar Rp 12,48. Ringkasan dari EPS yang dihasilkan masing-masing alternatif pendanaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Alternatif Pendanaan EPS (E arning per Share) Rp.12,87 Paket I Rp.12,35 Paket II Rp.12,62 Paket III Rp.12,74 Paket IV Rp.12,48 Paket V 2. Kemampuan Cash Flow Faktor ini diukur dengan rasio Times-Interest-Earned Ratio. Rasio tersebut mengukur bagaimana kemampuan arus kas masuk perusahaan dalam memenuhi kewajiban utangnya terutama pembayaran bunga periodik. Arus kas masuk di sini adalah pendapatan per kas perusahaan yaitu pendapatan atau keuntungan akrual ditambah depresiasi. Untuk PT. Campina Ice Cream Industry, Tbk. nilai dari Times Interest-Earned Ratio dapat dilihat dari perhitungan di bawah ini: =
=
+ 43.421.734.614 + 426.930.088.035 46.733.775.985
= 10,06 = 10
Nilai rasio yang tinggi mengindikasikan bahwa kemampuan perusahaan untuk menjamin pemenuhan kewajiban utangnya terutama beban bunganya semakin besar. Hal tersebut menunjukkan peluang perusahaan semakin besar untuk memenuhi kebutuhan dananya dari sumber dana utang. Begitu pun sebaliknya jika nilai rasio kecil maka kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban utangnya semakin kecil karena risiko kegagalan perusahaan semakin besar jika pemenuhan kebutuhan dananya dari utang. Kemampuan PT. Campina Ice Cream Industry, Tbk dalam memenuhi kewajiban utangnya terutama pembayaran beban bunga termasuk besar. Bisa dilihat dari nilai Times-Interest-Earned Ratio-nya adalah sebesar 10 kali. Hal ini menunjukkan perusahaan dapat memanfaatkan alternatif sumber dana yang berasal dari utang untuk pemenuhan kebutuhan dananya dalam rangka kegiatan ekspansi.
3. Keuntungan Pajak Faktor keuntungan pajak penting menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan pendanaan. Menjadi aspek yang penting terutama jika alternatif pendanaan yang diajukan ada yang berasal dari sumber dana utang. Karena pendanaan utang memiliki keunggulan khusus yaitu adanya beban tetap berupa beban bunga yang bersifat mengurangi beban pajak (tax-deductibel expense) sehingga pajak yang ditanggung perusahaan bisa semakin kecil. Hal itu tidak dapat diperoleh jika pendanaan diputuskan berasal dari ekuitas. Di bawah ini merupakan tabel yang menunjukkan besarnya masing-masing beban pajak yang ditanggung dari kelima alternatif.
Paket I
Paket II
Alternatif Pendanaan Paket III
Rp 106,584,237,994
Rp 106,584,237,994
Rp 106,584,237,994
Rp 106,584,237,994
Rp 106,584,237,994
-
Rp (9,689,476,181)
Rp (4,844,738,091)
Rp (2,422,369,045)
Rp (7,267,107,136)
Rp 106,584,237,994
Rp 96,894,761,813
Rp 101,739,499,903
Rp 104,161,868,949
Rp 99,317,130,858
Rp (26,646,059,498)
Rp (24,223,690,453)
Rp (25,434,874,976)
Rp (26,040,467,237)
Rp (24,829,282,715)
Keterangan EBIT pasca ekspansi Biaya Bunga Obligasi (8%) Laba Bersih sebelum pajak Pajak (25%)
Paket IV
Alternatif Pendanaan
Keterangan Paket I EBIT pasca ekspansi
Rp 106,584,237,994
Biaya Bunga Obligasi (8%)
-
Laba Bersih sebelum pajak
Rp 106,584,237,994 Rp (26,646,059,498)
Pajak (25%)
Paket V
Paket II Rp 106,584,237,994 Rp (9,689,476,181) Rp 96,894,761,813 Rp (24,223,690,453)
Paket III Rp 106,584,237,994 Rp (4,844,738,091) Rp 101,739,499,903 Rp (25,434,874,976)
Tabel di atas menunjukkan bahwa beban pajak yang ditanggung perusahaan paling tinggi jika pendanaan dari saham biasa 100% (Paket I) yaitu sebesar Rp 26.646.059.498 sedangkan jika pendanaan dari utang obligasi seluruhnya (Paket II) hanya sebesar Rp 24.223.690.453. Pendanaan dari ekuitas menghasilkan tanggungan pajak yang tinggi karena tidak adanya beban tetap berupa beban bunga yang sifatnya mengurangi beban pajak. Jika pendanaan dengan penerbitan surat utang obligasi seluruhnya, maka akan menimbulkan beban bunga sebesar 8% dari EBIT pasca ekspansi yaitu sebesar Rp 9.689.476.181. Beban bunga tersebut akan mengurangi EBIT pasca ekspansi sehingga laba bersih sebelum pajak yang dihasilkan akan rendah. Selanjutnya hal tersebut berpengaruh pada besarnya pajak yang ditanggung akan semakin kecil. Terdapat penghematan pajak sebesar Rp Rp 2.422.369.045 (Rp 26.646.059.498 - Rp 24.223.690.453) jika pendanaan berasal dari utang obligasi 100%. Keuntungan pajak yang diperoleh dari sumber pendanaan utang ini disebut tax shield . 4. Rasio Utang
Salah satu faktor yang juga perlu untuk dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan pendanaan perusahaan adalah posisi rasio utang ( debt ratio) perusahaan. Terdapat dua rasio utang yang biasanya digunakan dalam pertimbangan kebijakan pendanaan perusahaan, yaitu debt to asset dan debt to equity. debt to asset adalah
sebuah ratio untuk mengukur jumlah asset yang dibiayai oleh hutang. Sedangkan, Debt to equity merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukan oleh seberapa besar bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Rasio utang perusahaan pada tahun 2017 sebesar 31% untuk DAR dan 45% untuk DER. Berikut ini adalah perhitungan rasio utang untuk setiap alternatif pendanaan yang di ajukan Paket I
Total Aset Total liability Total equity
Saham 100% Se be lum Se sudah Rp 1,211,184,522,659.00 Rp 1,332,302,974,925.00 Rp 373,272,941,443.00 Rp 373,272,941,443.00 Rp 959,030,033,482.00 Rp 837,911,581,216.00
Debt to Asset Rasio
= =
373,272,941,443
=
= =
=
31%
373,272,941,443
45%
Berdasarkan dari perhitungan Debt To Asset untuk alternative pendanaan paket I diatas, dapat diketahui bahwa 31% Asset yang dimiliki oleh PT Campina Ice Cream dibiayai oleh Hutang Jangka Panjang maupun jangka pendek, sedangkan 69% asset yang lainnya dibiayai oleh ekuitas perusahaan. Solvabilitas perusahaan baik, karena dengan ekuitas 69% dari asset, maka perusahaan mempunyai kemampuan yang baik untuk melunasi semua kewajiban yang ada. Berdasarkan dari perhitungan Debt to Equity untuk alternatif pendanaan paket I diatas, menunjukkan bahwa ekuitas sebesar 45% yang dimiliki oleh perusahaan dapat melunasi hutang yang dimiliki oleh perusahaan\. oleh karena itu, peluang perusahaan untuk mendapatkan dana dari utang semakin besar. Paket II
Berdasarkan dari perhitungan Debt To Asset untuk alternatif pendanaan paket II diatas, dapat diketahui bahwa 37% Asset yang dimiliki oleh PT Campina Ice Cream dibiayai oleh Hutang Jangka Panjang maupun jangka pendek, sedangkan 63% asset yang lainnya dibiayai oleh ekuitas perusahaan. Solvabilitas perusahaan baik, karena dengan ekuitas 63% dari asset, maka perusahaan mempunyai kemampuan yang baik untuk melunasi semua kewajiban yang ada. Tetapi hasil perhitungan DAR pada alternative kedua lebih besar dari alternative pertama, sehingga resiko nya semakin besar. Berdasarkan dari perhitungan Debt to Equity untuk alternatif pendanaan paket II diatas, menunjukkan bahwa ekuitas sebesar 59% yang dimiliki oleh perusahaan dapat melunasi hutang yang dimiliki oleh perusahaan\. Oleh karena itu, peluang perusahaan untuk mendapatkan dana dari utang lebih kecil dari alternatif pertama. Paket III
Total Asse t Total Liablity Total Equity
Obligasi 10 0% Sebelum Sesudah Rp 1,211,184,522,659.00 Rp 1,332,302,974,925.00 Rp 373,272,941,443.00 Rp 494,391,393,709.00 Rp 837,911,581,216.00 Rp 837,911,581,216.00
Debt to Asset Rasio
= =
494,391,393,709
37%
=
=
= =
494,391,393,709
59%
Saham 50% Obligasi 50% Sebelum Sesudah(saham+obligasi) Total Asset
Total Liability Total Equity
Rp 1,211,184,522,659.00 Rp 373,272,941,443.00 Rp 837,911,581,216.00 Debt to Asset Rasio
= =
Rp Rp Rp
1,332,302,974,925.00 433,832,167,575.95 898,470,807,348.95
=
= = =
34%
48%
Berdasarkan dari perhitungan Debt To Asset untuk alternative pendanaan paket III diatas, dapat diketahui bahwa 34% Asset yang dimiliki oleh PT Campina Ice Cream dibiayai oleh Hutang Jangka Panjang maupun jangka pendek, sedangkan 66% asset yang lainnya dibiayai oleh ekuitas perusahaan. Solvabilitas perusahaan baik, karena dengan ekuitas 66% dari asset, maka perusahaan mempunyai kemampuan yang baik untuk melunasi semua kewajiban yang ada. Akan tetapi, dengan lebih besarnya hasil DAR jika dibandingkan dengan alternative I maka resiko yang dihadapi perusahaan lebih besar pada alternative ke tiga ini. Berdasarkan dari perhitungan Debt to Equity untuk alternative pendanaan paket I diatas, menunjukkan bahwa ekuitas sebesar 48% yang dimiliki oleh perusahaan dapat melunasi hutang yang dimiliki oleh perusahaan. oleh karena itu, peluang perusahaan untuk mendapatkan dana dari utang semakin besar.
Paket IV
Total Asse t Total Liability Total Equity
Saham 75% Obligasi 25% Sebelum Sesudah Rp 1,211,184,522,659 Rp 1,332,302,974,925 Rp 373,272,941,443 Rp 403,552,554,509 Rp 837,911,581,216 Rp 928,750,420,415
Debt to Asset Ratio =
=
30%
=
ebt to Equity Ratio =
=
=
43%
Berdasarkan dari perhitungan Debt To Asset untuk alternative pendanaan paket IV diatas, dapat diketahui bahwa 30% Asset yang dimiliki oleh PT Campina Ice Cream dibiayai oleh Hutang Jangka Panjang maupun jangka pendek perusahaan, sedangkan 70% asset yang lainnya dibiayai oleh ekuitas perusahaan. Solvabilitas perusahaan baik, karena dengan ekuitas 70% dari asset, maka perusahaan mempunyai kemampuan yang baik untuk melunasi semua kewajiban yang ada. Berdasarkan dari perhitungan Debt to Equity untuk alternative pendanaan paket IV diatas, menunjukkan bahwa ekuitas sebesar 43% yang dimiliki oleh perusahaan dapat melunasi hutang yang dimiliki oleh perusahaan. oleh karena itu, peluang perusahaan untuk mendapatkan dana dari utang semakin besar. Tetapi dengan rasio utang yang rendah juga mengindikasikan bahwa perusahaan kurang mampu memanfaatkan potensi dari hutang yang mampu menunjang perusahaan.
Paket V
Total Ase t Total Liabilitas Total Ekuitas
Saham 25% dan Obligasi 75 % Se be lum Se sudah Rp 1,211,184,522,659 Rp 1,332,302,974,925 Rp 373,272,941,443 Rp 464,111,780,643 Rp 837,911,581,216 Rp 868,191,194,283
Debt to Asset Ratio =
=
=
Debt to Equity Ratio =
35%
=
=
53%
Berdasarkan dari perhitungan Debt To Asset untuk alternatif pendanaan paket I diatas, dapat diketahui bahwa 35% Asset yang dimiliki oleh PT Campina Ice Cream dibiayai oleh Hutang Jangka Panjang maupun jangka pendek perusahaan, sedangkan 65% asset yang lainnya dibiayai oleh ekuitas perusahaan. Solvabilitas perusahaan baik, karena dengan ekuitas 65% dari asset, maka perusahaan mempunyai kemampuan yang baik untuk melunasi semua kewajiban yang ada. Berdasarkan dari perhitungan Debt to Equity untuk alternatif pendanaan paket I diatas, menunjukkan bahwa ekuitas sebesar 53% yang dimiliki oleh perusahaan dapat melunasi hutang yang dimiliki oleh perusahaan. oleh karena itu, peluang perusahaan untuk mendapatkan dana dari utang semakin besar. 5. Kontrol terhadap Perusahaan Melalui penerbitan saham baru yang dilakukan menyebabkan jumlah saham yang beredar semakin bertambah. Bertambahnya saham yang beredar akan menyebabkan dilusi kepemilikan (ownership dilusion) yang berarti porsi atau persentase kepemilikan dari pemegang saham perusahaan menjadi menurun. Dilusi kepemilikan ini menyebabkan kontrol terhadap perusahaan dari pemegang saham yang mengalami dilusi menjadi berkurang. Maka dari itu untuk mencegah terjadinya dilusi kepemilikan, sebaiknya perusahaan menggunakan pendanaan yang berasal dari utang. Karena dengan pendanaan melalui utang tidak akan mengubah proporsi kepemilikan saham disebabkan tidak adanya saham baru yang diterbitkan. Kami merekomendasikan PT. Campina Ice Cream Industry, Tbk lebih baik menggunakan utang obligasi dengan persentase yang paling tinggi yaitu 50%.
Keputusan Pendanaan Dengan memperhatikan kelima faktor pertimbangan di atas, dapat dipilih 3 alternatif pendanaan. Ketiga alternatif tersebut awalnya diseleksi berdasarkan kontribusi EPS yang diberikan. Hal itu disebabkan karena EPS merupakan aspek penting yang mencerminkan nilai perusahaan dilihat dari laba yang dihasilkan per lembar saham. Tiga alternatif yang memiliki nilai EPS tertinggi yaitu Paket I (Saham biasa 100%), Paket III (Saham biasa 50% dan utang obligasi 50%), dan Paket IV (Saham biasa 75% dan utang obligasi 25%). Dari ketiga paket Alternatif Pendanaan dapat diketahui bahwa EPS (Earning per Share) tertinggi terjadi apabila perusahaan menggunakan paket I “ Pendanaan dipenuhi dengan 100% saham ” dengan nilai EPS yang dihasilkan adalah sebesar Rp12.87. Ketiga alternatif pendanaan di atas dipertimbangkan kembali menggunakan faktor pertimbangan lainnya seperti rasio utang (DAR dan DER), keuntungan pajak, kemampuan cash flow, dan kontrol terhadap perusahaan. Alternatif pendanaan yang dapat memenuhi faktor pertimbangan yang ada dapat dilihat dari pemeringkatan di bawah ini PAKET IV PAKET III PAKET I Saham biasa Saham biasa KETERANGAN Saham biasa 75% dan 50%: Utang 100% Utang Obligasi Obligasi 50% 25% Rasio Utang (DAR) √√√ √ √√ (DER) √√√ √ √√ Keuntungan Pajak √ √√√ √√ Kemampuan Cash √ √√√ √√ Flow Kontrol terhadap √ √√√ √√ Perusahaan
Dilihat dari rasio utang ketiga alternatif tersebut, Paket I mempunyai rasio utang yang paling rendah yaitu DAR sebesar 31% dan DER sebesar 45% yang mengindikasikan bahwa perusahaan masih bisa memenuhi kebutuhan dananya dari utang. Dilihat dari keuntungan pajak, Paket III menyebabkan pajak yang ditanggung perusahaan kecil yaitu Rp 25,434,874,976. Dari kemampuan cash flow dapat diketahui bahwa pendanaan perusahaan dapat dipenuhi melalui utang dengan kata la in alternatif pendanaan yang memiliki proporsi utang tertinggi adalah yang terbaik yaitu Paket III. Sedangkan dari faktor kontrol terhadap perusahaan, alternatif pendanaan yang memiliki risiko dilusi kepemilikan terkecil adalah Paket III. Hal itu dikarenakan proporsi pendanaan dari saham biasa lebih sedikit dibanding paket lainnya. Teori Struktur Modal yang Mendukung Pengambilan Keputusan Pendanaan 1. Teori MM Teori MM yang kami gunakan adalah dengan model asumsi ada pajak. Aspek pajak dalam struktur modal membawa keuntungan ketika perusahaan memilih pendanaan dari utang. Teori ini menyatakan bahwa semakin tinggi porsi pendanaan yang berasal dari utang, maka nilai perusahaan juga semakin tinggi. Ini dikarenakan utang memberikan keuntungan pajak. Utang yang dipilih sebagai pendanaan
perusahaan berakibat menimbulkan biaya bunga, di mana biaya bunga menjadi pengurang laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) sehingga pajak yang akan ditanggung perusahaan bisa lebih rendah. Dalam pengambilan keputusan pendanaan, kami menggunakan teori MM dengan model asumsi ada pajak, dikarenakan di Indonesia seluruh perusahaan dikenakan pajak badan sebesar 25%. Teori MM dengan asumsi ada pajak menyatakan bahwa, “karena utang memberikan keuntungan pajak maka semakin tinggi porsi pendanaan yang berasal dari utang, semakin tinggi pula nilai perusahaan, dan sebaliknya. ” Keuntungan pajak yang diperoleh melalui pendanaan utang mampu menurunkan biaya modal dari utang. Sehingga kami memilih alternatif pendanaan dengan proporsi utang tertinggi yaitu, paket III dengan proporsi saham biasa 50% dan Obligasi 50%.
2. Trade-Off Theory Dalam teori ini dijelaskan perusahaan mendasarkan keputusan pendanaan pada suatu struktur modal yang optimal. Struktur modal optimal tercapai pada saat terjadi keseimbangan antara manfaat menggunakan utang dengan biaya menggunakan utang. Manfaat penggunaan utang berbentuk tax shield . Biaya penggunaan utang adalah beban bunga utang, biaya kebangkrutan, maupun agency cost . Dalam memperoleh sumber pendanaan perusahaan lebih baik tidak hanya menggunakan hutang sebagai pilihan penuh atau dengan kata lain menggunakan sumber dana lain misalnya seperti saham. Dengan demikian, alternatif pendanaan yang didukung oleh teori ini adalah paket III dengan proporsi saham biasa 50% dan Obligasi 50%.
3. Agency Theory Teori ini menjelaskan bahwa principal dalam hal ini pemilik atau pemegang saham dan manajemen sebagai agen mempunyai kepentingan yang berbeda. Ketika manajer bukan sebagai pemilik maka ada potensi bagi manajer untuk bertindak atau mengambil kebijakan yang cenderung hanya menguntungkan kepentingannya sendiri dan merugikan pemilik perusahaan. Berdasarkan teori ini, manajer dapat bekerja secara efisien melalui utang yang bisa memonitoring dan mengendalikan perilaku manajer. Sehingga, pendanaan melalui utang dapat meminimalisir problem keagenan diantar manajer dan pemilik perusahaan dalam hal ini pemegang saham biasa. Dengan demikian, alternatif yang sesuai dengan teori ini adalah alternatif yang memiliki proporsi utang tertinggi yaitu Paket III.
4. Signaling Theory Setiap kebijakan yang diambil manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan salah satunya termasuk kebijakan pendanaan dianggap mengandung pesan (sinyal) tentang prospek perusahaan ke depan. Hal ini disebut juga signaling theory. Misalnya pendanaan dari utang akan direspon positif oleh pasar dalam hal ini investor yang ditandai dengan naiknya harga saham setelah perusahaan mengumumkan pendanaan berasal dari utang. Sehingga dalam memutuskan dana yang akan digunakan, manajemen sebaiknya memperhatikan teori signaling ini.
Berikut beberapa hal yang menjadi perhatian jika pendanaan dilihat dari Teori Signaling. 1. Investor akan merespon positif jika perusahaan melakukan kebijakan pendanaan dari utang Pendanaan dari utang akan meningkatkan nilai perusahaan. Tidak terjadi perubahan proporsi kepemilikan investor atas saham. Meningkatkan keyakinan investor bahwa prospek perusahaan ke depannya akan baik sehingga mampu memenuhi kewajiban nya. 2. Investor akan merespon negatif jika perusahaan melakukan kebijakan pendanaan dari saham. Dilusi kepemilikan karena proporsi kepemilikan saham berkurang karena adanya penerbitan saham otomatis saham yang beredar semakin banyak. Investor tidak yakin perusahaan dapat memenuhi kewajibannya. Menurunkan harga saham Berdasarkan signaling theory pendanaan dengan utang memberikan sinyal positif tentang prospek kinerja perusahaan ke depan. Sehingga, teori ini mendukung Paket III dikarenakan paket ini memiliki proporsi utang tertinggi diantara dua alternatif yang yang lain.
5. Pecking Or der Theory Keputusan mengenai pendanaan perusahaan diambil berdasarkan urutan prioritas. Jadi penggunaan dana internal berupa laba ditahan lebih didahulukan dibandingkan dengan penggunaan dana yang bersumber dari eksternal seperti saham atau utang obligasi. Teori ini kurang mendukung keputusan pendanaan dari 50% saham biasa dan 50% utang obligasi dikarenakan pada teori lebih memprioritaskan sumber pendanaan dari internal
Kesimpulan
Jadi alternatif pendanaan yang kami sarankan kepada para Direktur PT. Campina Ice Cream Industry, Tbk. adalah PAKET III yang terdiri dari 50% saham biasa dan 50% utang obligasi. PAKET ini kami ajukan berdasarkan berbagai faktor pertimbangan yang telah kami jelaskan di atas dan juga PAKET ini didukung oleh beberapa teori struktur modal yang ada.