ANALISIS TINDAKAN
DI RUANG DAHLIA RSUD HJ ANNA LASMANAH BANJARNEGARA
Oleh : AHMAD NUR BANJARI NIM : 170104009
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA PURWOKERTO 2017
FORMAT ANALISIS TINDAKAN
Nama tindakan Pengertian
Pemberian terapi oksigen nasal kanul Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel (Mubarak, 2007). Oksigen merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam kehidupan manusia. Dalam tubuh oksigen berperan penting diproses metabolisme sel. Kekurangan oksigen akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah satu dampaknya adalah kematian. Berbagai upaya perlu selalu dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. Untuk itu dalam konsep ini perawat perlu memahaminya secara mendalam (Smeltzer & Bare. 2008).
Rasionalisasi tindakan
Rasionalisasi dari terapi oksigen adalah memberikan transport oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernapas dan mengurangi stres pada miokardium. Transpor oksigen ke jaringan tergantung pada faktor-faktor seperti curah jantung, kandungan oksigen arteri, konsentrasi haemoglobin yang adekuat dan kebutuhan metabolik (Muttaqin, 2008)..
Indikasi tindakan
indikasi pemberian terapi O2 sebagai berikut : a. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah
b. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan c. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat. d. Henti jantung e. Gagal nafas f. Syok g. Meningkatkan kebutuan oksigen ( luka bakar, infeksi, multiple trauma) h. Kercunan karbondioksida i. Post operasi
Anatomi dan Fisiologi sistem pernafasan
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alargi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan
asetilkolin
ini
secara
langsung
menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi
yang
dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis. Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada saat ek spirasi. Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara
keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan.
Prinsip tindakan keperawatan Alat dan bahan
Prinsip tindakan keperawatan pada pemberian oksigen adalah tercapainya kebutuhan oksigenasi pasien secara adequat a. Alat
Kateter nasal
Kecepatan aliran (L/menit)
Keuntungan
Kerugian
1-6
Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.
Gambar
Kanul nasal
1-6
Sungkup muka sederhana
5-8
Sungkup muka dengan kanton rebreathing
8-12
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien. Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir. Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong
O2 terlipat. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Prosedur tindakan
8-12
bisa
Konsentrasi Kantong O2 O2 yang bisa terlipat. diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.
b. Selang oksigen c. Humidifier d. Cairan steril e. Tabung oksigen dengan flowmeter No Standar operasional prosedur 1 Fase pre interaksi a. Persiapan alat 1) Selang oksigen 2) Nasal kanul/sungkup dll 3) Humidifier 4) Cairan steril 5) Tabung oksigen 6) Plester 7) Gunting plester 8) Handscoon 2 Fase Orientasi 1. Memberikan salam 2. Memperkenalkan diri 3. Menjelaskan tujuan 4. Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan 5. Menjelaskan lamanya waktu tindakan 3 Fase Kerja 1. Memberikan kesempatan klien untuk bertanya 2. Menyediakan privasi untuk klien 3. Mencuci tangan 4. Memakai alat pelindung diri 5. Menyusun peralatan dan letakan dekat dengan posisi klien 6. Memposisikan klien semifowler (45o) 7. Membebaskan jalan nafas dengan cara menghisap sekresi 8. Mengatur posisi pasien dengan kepala ekstensi 9. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai kebutuhan 10. Mengecek apakah aliran oksigen sudah keluar 11. Memasang kanul atau sungkup pada area hidung klien
4
5
Respon
a.
b.
12. Mengikat tali atau sungkup di bagian kepala melewati bagian atas telinga 13. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan Fase Terminasi 1. Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah dilakukan oksigenasi 2. Menyimpulkan hasil kegiatan 3. Memberikan reinforcement positif 4. Melakukan kontrak waktu( waktu, topic/kegiatan selanjutnya ) 5. Merapikan alat 6. Mencuci tangan Dokumentasi 1. Mencatat waktu pemberian terapi oksigen, kecepatan terapi oksigen, serta respon klien terhadap tindakan Obyektif : Setelah diberikan terapi oksigen 3 liter/menit pasien tampak lebih nyaman, pernafasan lebih teratur, RR 24 x/menit. subyektif : pasien mengatakan setelah mendapatkan terapi oksigen 3 liter/menit dapat bernafas lebih nyaman dan sesak berkurang.
Analisis keberhasilan tindakan
Tindakan pemberian terapi oksigen 3 liter/menit dianggap berhasil jika setelah diberikan terapi oksigen 3 liter/menit pasien tampak lebih n yaman, pernafasan lebih teratur, RR 24 x/menit dan pasien mengatakan setelah terapi oksigen 3 liter/menitdapat bernafas lebih nyaman dan sesak berkurang.
Refleksi diri (kelebihan dan kekurangan)
Kelebihan : Dalam penatalaksanaan pembeerian terapi oksigen di ruang Dahlia RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara sudah baik karena didukung dengan tersedianya manometer di setiap ruang perawatan. Kekurangan : Terkadang jika pasien di ruang Dahlia RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara sedang banyak, dalam penatalaksanaan terapi oksigen kurang maksimal .