ANALISIS MIKROBIOLOGI SAMPEL URIN
Disusun oleh: Nama NIM Kelompok Rombongan Asisten
: Maria Pricilia Gita Permana Putri : B1A015068 :6 :I : Uho Baihaqi
LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2017
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat sisa metabolisme baik berupa zat cair ataupun zat gas. Zat-zat sisa tersebut dapat berupa urine (ginjal), keringat (kulit), empedu (hati), dan CO2 (paru-paru). Zat-zat ini harus dikeluarkan dari dalam tubuh jika tidak dikeluarkan dari dalam tubuh akan mengganggu proses yang ada di dalam tubuh bahkan meracuni tubuh (Pearce, 2006). Sistem perkemihan atau Urinary System adalah suatu sistem kerjasama tubuh yang memiliki tujuan utama mempertahankan keseimbangan internal atau homeostatis. Fungsi lainnya adalah untuk membuang produk-produk yang tidak dibutuhkan oleh tubuh dan banyak fungsi lainnya yang akan dijelaskan kemudian. Susunan sistem perkemihan terdiri dari dua ginjal ( ren) yang menghasilkan urin, dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesica urinaria (kantung kemih), satu vesica urinaria (VU) tempat urin dikumpulkan, dan satu uretra tempat urin dikeluarkan (Wibowo, 2005). Urin terdiri atas air (96%), urea (2%), dan sisanya 2% terdiri atas asam urat, kreatinin, amonium, natrium, kalium, klorida, pospat, sulfat, dan oksalat. Urin berwarna kuning jernih karena adanya urobilin, suatu pigmen empedu yang diubah di usus, direabsorbsi, kemudian diekskresikan oleh ginjal. Berat jenis urin antara 1.020 dan 1.030, sedangkan pH urin sekitar 6 (rentang normal 4,5-8). Orang dewasa yang sehat mengeluarkan 1.000-1.500 ml urin per hari. J umlah urin yang diasilkan dan berat jenisnya tergantung pada asupan cairan dan jumlah larutan yang diekskresi. Produksi urin berkurang saat tidur dan latihan (Setiadi, 2007). Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran kemih, termasuk ginjal akibat poliferasi mikroorganisme. Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi cystitis dan pielonefritis. Cystitis adalah infeksi kandung kemih sedangkan pielonefritis adalah infeksi pada ginjal yang dapat bersifat akut atau kronik (Corwin, 2000). Infeksi saluran kemih merupakan penyakit kedua tersering setelah infeksi saluran napas bagian atas (Betz, 2009). Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25 – 35% semua perempuan dewasa mengalami ISK selama hidupnya. Saat infeksi saluran kemih, mikroorganisme dapat berkembang biak dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal tidak mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki – laki maupun
perempuan dari semua umur baik pada anak, remaja, dewasa maupun pada umur lanjut akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umum, kurang lebih 5 – 15%. Salah satu penyebabnya adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri lebih mudah berkembang hingga kandung kemih (Corwin, 2000). Pernyataan ini didukung oleh sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa urin wanita UUI (Urgency Urinary Incontinence) lebih cenderung mengandung Actinomyces, Aerococcus, Gardnerella, dan Lactobacillus daripada urin wanita tanpa UUI. Salah satu kemungkinannya adalah bahwa kantung kemih UUI memilih beberapa bakteri, dan keberadaan organisme ini di kantung kemih bisa menjadi penanda disbiosis. Kemungkinan lain adalah bahwa bakteri ini berkontribusi terhadap gejala UUI, sebuah anggapan yang didukung oleh pengamatan bahwa masing-masing genera yang terkait dengan kohort UUI mengandung setidaknya satu spesies patogen (Pearce et al., 2014). Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada pria usia la njut meskipun jarang terjadi, penyebab paling sering ialah prostatitis dan hyperplasia prostat (Corwin, 2000). Hasil penelitian pada tahun 2002 sampai 2003 didapatkan bakteri yang terbanyak ialah Escherichia coli (14%), dan kedua terbanyak adalah Acinetobacter calcoaceticus (8%) (Sumolang et al., 2013). ISK dinyatakan positif apabila ditemukan bakteri di dalam urin, mikroorganisme yang paling sering menyebabkan ISK adalah jenis aerob. Saluran kemih yang normal tidak dihuni oleh bakteri aerob atau mikroba yang lain, karena itu urin dalam ginjal dan buli-buli biasanya steril. Walaupun demikian, uretra bagian bawah terutama pada wanita dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya makin kurang pada bagian yang mendekati kantung kemih. Escherichia coli, organisme anaerobik yang banyak terdapat didaerah usus bagian bawah, menduduki persentasi biakan paling tinggi yaitu sekitar 50 – 90% (Kumala et al., 2009). Enterobacteriaceae (termasuk Escherichia coli) dan Enterococcus faecalis, merupakan agen penyebab yang mencakup >95% dari ISK. Bakteri penyebab ISK lain yang paling banyak antara lain Enterococcus spp., Klebsiella, Enterobacter spp., Proteus spp., dan Pseudomonas sp. Selain itu, ditemukan pula Streptococcus group B, Neisseria gonorrhoeae, dan Chlamydia sp. yang ditularkan melalui kontak seksual (Carreno & Funai, 2002). Proteus, Klebsiella, dan Staphylococcus bisa ditemukan pada saat pemasangan kateter (Tambayong, 2000). Sebagian besar pengobatan ISK
menggunakan antibiotik atau indikasi. Antibiotik yang biasa digunakan adalah cotrimoksazole, fluoroquinolon, betalaktam (seperti penisilin dan sefalosporin), dan aminoglikosida (Syarif, 2007). B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui metode deteksi bacteriuria dan identifikasi mikroorganisme yang berasosiasi dengan saluran urin.
II. MATERI DAN CARA KERJA
A.
Materi
Alat yang digunakan yaitu botol steril cawan petri, tabung reaksi, pipet tetes 1, pembakar bunsen, pipet ukur 1 ml, filler , batang drugalsky, wrapper , label, dan tissue. Bahan yang digunakan yaitu sampel urin, akuades, medium Blood Agar , dan medium Phenol Red Lactose Broth. B. Cara Kerja Pengambilan Sampel Urin
Pratikan yang urinnya akan dijadikan sampel, kemaluannya harus dicuci terlebih dahulu dengan sabun sampai bersih, lalu botol steri l disiapkan. Kucuran urin pertama dibuang, kemudian kucuran urin berikutnya ditampung dalam botol steril. Pengambilan sampel urin dilakukan 2 jam sebelum praktikum. Isolasi
Tiga tabung pengenceran dan tiga medium Blood Agar disiapkan. Sampel urin diambil sebanyak 1 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml akuades sebagai pengenceran pertama. Pengenceran dilakukan hingga 10 -3. Platting dilakukan pada tiap pengenceran dengan metode spread plate pada medium Blood Agar secara duplo, lalu diratakan dengan batang drugalsky. Selanjutnya, diinkubasi 2 x 24 jam pada suhu 37 oC. Lalu, dilakukan perhitungan koloni secara TPC dengan rumus : Jumlah koloni x
1 p
x
1 sp
Hasil perhitungan dicocokkan dengan tabel berikut : Rata-rata Jumlah koloni < 25
Perkiraan jumlah bakteri per ml < 25.000
Negatif bacteriuria
25-50
25.000-100.000
Suspicious
> 50
> 100.000
Positif bacteriuria
Uji Duga
Diagnosis
Sampel urin dimasukkan sebanyak 0,1 ml ke dalam medium Phenol Red Lactose Broth, lalu diiinkubasi 2 x 24 jam pada suhu 37 oC. Hasil diamati dengan intepretasi berikut: medium berwarna kuning mengindikasikan adanya bakteri E.coli dan Enterococcus; medium berwarna orange mengindikasikan adanya bakteri Klebsiella, Staphylococcus,
dan
Streptococcus;
medium
berwarna
mengindikasikan adanya bakteri Proteus dan Pseudomonas.
1
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
merah-keunguan
Tabel 3.1.
Hasil Perhitungan Jumlah Bakteri Per ml pada Sampel Urin Kelompok 6 Rombongan I Rata-Rata Pengenceran
10-1
10-1
> 1 x 10 5 CFU/ml
10-2
10-2
Diagnosis 10-3
> 1 x 105 CFU/ml
10-3
> 1 x 105 CFU/ml
Positif bacteriuria
Berdasarkan tabel diatas, jumlah bakteri per ml kelompok 6 rombongan I dengan rata-rata pengenceran 10-1, 10-2, dan 10-3, menunjukkan hasil >1 x 10 5 CFU/ml. Hal ini mengindikasikan bahwa sampel urin yang diuji positif teirinfeksi bacteriuria. Umumnya, contoh urin yang mempunyai bakteri lebih besar dari 100.000 dalam satu cc dari urin dipertimbangkan sebagai infeksi saluran urin secara dia gnostik. Selain itu, pada beberapa setting klinik, perhitungan yang kurang dari 100.000 bakteri dalam sat u cc urin mungkin jugamengindikasikan infeksi (Sumolang et al., 2013). (b)
(a)
Gambar 3.1. Hasil Isolasi Sampel Urin Pengenceran 10 -1 Kelompok 6 Rombongan I
Gambar diatas menunjukkan, bahwa hasil isolasi sampel urin pengenceran 10 -1 pada medium Blood Agar lebih dari 100.000 bakteri. Sesuai dengan interpretasi pada tabel, apabila >100.000, maka positif bacteriuria. Namun, ada yang berbeda dari hasil isolasi kedua medium tersebut. Gambar medium (a) menunjukkan bentuk bakteri bulat (coccus) dengan warna putih kusam, sedangkan gambar medium (b) menunjukkan bentuk bakteri seperti batang (rod ) dengan warna putih susu. Ketika ditumbuhkan dalam media yang bervariasi, mikroorganisme akan menunjukkan penampakan makroskopis yang berbeda-beda pada pertumbuhannya. Perbedaan ini disebut dengan karakteristik
kultur,
yang
digunakan
sebagai
dasar
untuk
memisahkan
mikroorganisme dalam kelompok taksonomik. Isolat bakteri yang diperoleh diamati
morfologi koloni dengan melihat bentuk koloni, warna, tepian dan elevasi pada medium agar lempeng, agar tegak dan agar miring (Cappuccino & Sherman, 1992). Koloni bakteri memiliki sifat-sifat khusus dalam media padat. Media dalam bentuk agar lempengan, terbentuk koloni sebagai titik-titik, bulat, berbenang, tak teratur, serupa akar dan kumparan. Permukaan koloni dapat rata, timbul datar, melengkung, mencembung, membukit, dan serupa kawah. Sedangkan tepian koloni dapat berbentuk utuh, berombak, berbelah, bergerigi, berbenang, dan keriting. Sedangkan pada warna, koloni bakteri sebagian besar berwarna keputihan atau kekuningan, akan tetapi dapat juga berwarna lain seperti kemerahan, coklat, jingga, biru, hijau, dan ungu (Dwidjoseputro, 2005). (a)
(b) (b) (b)
Gambar 3.2. Hasil Isolasi Sampel Urin Pengenceran 10 -2 Kelompok 6 Rombongan I
Seperti hasil sebelumnya, pada pengenceran 10 -2 menunjukkan jumlah koloni yang tumbuh pada medium Blood Agar lebih dari 100.000 karena tidak dapat dihitung lagi. Hasil ini juga menunjukkan positif bacteriuria. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin besar pengenceran, maka jumlah koloni bakteri yang terbentuk sama banyaknya dengan pengenceran sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam sampel urin mengadung bacteriuria. Urin yang diambil untuk uji ini adalah urin pancaran tengah (mid streamurine) karena dengan mengambil urin pancaran tengah ini maka kita benar-benar mengamati adanya bakteri pada urin yaitu yang berada di pancaran tengah, bukan pancaran awal dan juga bukan pancaran urin yang terakhir. Mikroorganisme dapat masuk ke dalam saluran kemih melalui penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat (ascending), hematogen, limfogen, dan eksogen sebagai akibat pemakaian kateter (Inayati & Falah, 2014).
(a)
(b)
Gambar 3.3. Hasil Isolasi Sampel Urin Pengenceran 10 -2 Kelompok 6 Rombongan I
Gambar diatas menunjukkan hasil yang sama dengan dua pengenceran sebelumnya yaitu positif bacteriuria. Namun, pada gambar medium (b), nampak zona berwarna kuning. Hal ini terjadi karena adanya hemolisis oleh bakteri. Menurut Engelkirk et al. (2007), media Blood Agar merupakan media pertumbuhan bakteri yang dapat membedakan bakteri patogen berdasarkan efek eksotoksin hemolitik bakteri pada sel darah merah. Media Blood Agar bukan merupakan media selektif murni. Suatu media dikatakan media selektif apabila hanya ditumbuhi beberapa jenis mikroba sementara menghambat pertumbuhan mikroba jenis lain. Media Blood Agar adalah media yang diperkaya dengan nutrisi tambahan yang kaya untuk mikroba. Oleh karena itu, media Blood Agar merupakan media pertumbuhan diperkaya dan selektif diferensial, karena mendukung pertumbuhan berbagai organisme serta dapat memberi ciri yang khas untuk bakteri golongan tertentu. Blood Agar Plate (BAP) membedakan bakteri hemolitik dan nonhemolitik yaitu berdasarkan kemampuan mereka untuk melisiskan sel-sel darah merah. Media Blood Agar biasa diinokulasikan sampel swab tenggorokan untuk mendeteksi keberadaan grup A Streptococcus hemolitik beta. Jenis yang pathogen adalah Streptococcus pyogenes, agen penyebab radang tenggorokan. Flora normal akan menunjukkan hemolisis alpha atau gamma. Sedangkan untuk Blood Agar Base steril, didinginkan sampai 45-50 oC, lalu ditambahkan 5% v/v darah steril yang telah dihangatkan pada suhu kamar. Ada tiga jenis hemolisis yaitu beta hemolisis, alfa hemolisis, dan gamma hemolisis. Beta hemolisis merupakan lisis lengkap sel darah merah dan hemoglobin. Alpha hemolisis mengacu pada lisis parsial/lisis sebagian dari sel darah merah dan hemoglobin. Hal ini menghasilkan perubahan warna disekitar menjadi abu-abu kehijauan. Gamma hemolisis yaitu tidak terjadi hemolisis dimana tidak ada perubahan warna dalam media. E. coli dapat segera diidentifikasi dengan melihat hemolisisnya pada media Blood Agar (Engelkirk et al., 2007).
Gambar 3.4. Hasil Uji Duga Sampel Urin Kelompok 6 Rombongan I
Gambar diatas menunjukkan hasil dengan warna merah-keunguan. Hasil tersebut menyatakan bahwa bakteri yang tumbuh pada medium Phenol Red Lactose Broth adalah Proteus dan Pseudomonas. Medium Phenol Red Lactose Broth merupakan medium diferensial yang digunakan untuk membedakan bakteri dari golongan Enterobacteriaceeae yang memiliki kemampuan dalam memfermentasi laktosa sebagai sumber karbon dan energi. Laktosa dalam medium ini sebanyak 0,5-1%. Phenol Red sebagai indikator pH akan berubah menjadi warna kuning pada pH <6,8, sedangkan berubah menjadi ungu atau pink tua pada pH >8,4. Perubahan Phenol Red dari merah menjadi kuning mengindikasikan bahwa terbentuknya asam pa da medium (Collee et al., 1996). Hasil praktikum menunjukkan bahwa bacteriuria yang menginfeksi adalah Proteus dan Pseudomonas. Umumnya, penyebab utama ISK adalah Escherecia coli. Bakteri ini ditemukan secara luas pada penderita ISK , jumlahnya mencapai 50-90 % (Pranoto et al., 2012). Menurut Kumala et al (2009), bakteri Gram positif yang didapat pada analisis mikrobiologi sampel urin yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Streptococcus pyogenes (Strep. β). Sedangkan bakteri Gram negatif yang didapat yaitu Escherichia coli, Klebsiella oxytoca, Klebsiella ozaenae, Klebsiella pneumonia, dan Pseudomonas aeruginosa. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Nua et al. (2016), bahwa bakteri yang teridentifikasi dari isolat urin penderita infeksi saluran kemih adalah Escherichia coli, Proteus iirabilis, dan Klebsiella sp. Ketiga jenis bakteri ini memiliki sensitifitas 100% terhadap antibiotik ciprofloxacin, intermediet sebesar 57,1% terhadap antibiotik cotrimoksazole dan resisten sebesar 100% terhadap antibiotik cefixime. IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil dan pembahasan, yaitu : 1.
Metode identifikasi mikroorganisme yang berasosiasi dengan saluran urin adalah dengan metode isolasi pada medium Blood Agar dan perhitungan TPC terhadap
koloni yang terbentuk. Selain itu, dilakukan uji duga dengan
medium Phenol Red Lactose Broth. 2.
Mikroorganisme yang umumnya menyebabkan infeksi saluran urin antara lain Escherichia coli, Enterococcus, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus, dan Streptococcus. B. Saran
Sebaiknya, uji yang dilkukan lebih teliti dan tepat agar memperoleh hasil yang maksimal dan meminimalisir kontaminasi.
DAFTAR REFERENSI
Betz, C.L. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta: Penerbit EGC. Capuccino, J.G. & Sherman, N. 1992. Microbiology a Laboratory Mannual . USA: The Benjamin Cummings Publish. Carreno, C.A. & Funai, E.F. 2002. Urinary Tract Infection in Pregnancy. Journal Up to Date, 10(2): pp.1-2. Collee, J.G., Fraser, A.G., Marmion, B.P. & Simmons, A. 1996. Practical Medical Microbiology 14th Edition. England: Churchill Livingstone. Corwin, E.J. 2000. Hand Book Pathophysiology. Jakarta: Penerbit EGC. Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi Cetakan ke-13. Jakarta: Percetakan Imagraph. Engelkirk, D., Paul, G. & Janel, L. 2007. Laboratory Diagnosis of Infectious Diseases: Essentials of Diagnostic. Pennsylvania: Lippincott Williams and Wilkins Company. Inayati & Falah, K. 2014. Uji Diagnostik Urinalisis Lekosit Esterase terhadap Kultur Urin pada Pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK) dengan Kateterisasi Uretra. Jurnal Kedokteran Syifa Medika,4(2): pp.100-108. Kumala, S., Raisa, N., Rahayu, L. & Kiranasari , A. 2009. Uji Kepekaan Bakteri yang Diisolasi dari Urin Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) terhadap Beberapa Antibiotika pada Periode Maret-Juni 2008. Majalah Ilmu Kefarmasian, 6(2): pp.45-55. Nua, A.R., Fatimawali & Bodhi, W. 2016. Uji Kepekaan Bakteri yang Diisolasi dan Diidentifikasi dari Urin Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Terhadap Antibiotik Cefixime, Ciprofloxacin dan Cotrimoksazole. PHARMACON , 5(4): pp.174-181. Pearce, E.C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Pearce, M.M., Hilt, E.E., Rosenfeld, A.B., Zilliox, M.J., White, K.T., Fok, C., Kliethermes, S., Schreckenberger, P.C., Brubaker, L., Gai, X. & Wolfe, A.J. 2014. The Female Urinary Microbiome: a Comparison of Women with and without Urgency Urinary Incontinence. mBio, 5(4): pp.1-12. Pranoto, E., Kusumawati, A. & Hapsari, I. 2012. Infeksi Saluran Kemih di Instalasi Rawat Inap RSUD Banyumas Periode Agustus 2009-Juli 2010. Jurnal Pharmacy, 9(2): pp.9-18. Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sumolang, S.A.C., Porotu’o, J . & Soeliongan, S. 2013. Pola Bakteri pada Penderita Infeksi Saluran Kemih di Blu RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Journal Biomedik (EBM), 1(1): pp.597-601. Syarif, A. 2007 . Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru. Tambayong. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit ECG. Wibowo, D.S. 2005. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Gramedia Widiasaran Indonesia.