BAB I LANDASAN TEORI A.
Pengertian Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kumankuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 689 ). Infeksi postpartum adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam masa nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413). Jadi, yang dimaksud dengan infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genetalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga 38 C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama.
1.
Periode Nifas atau Postpartum
a.
Periode Immediate postpartum : terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan.
b.
Periode Early postpartum : terjadi setelah 24 jam postpartum sampai akhir minggu pertama sesudah melahirkan, dimana resiko sering terjadi pada ibu postpartum, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara drastic.
c.
Periode late postpartum : terjadi mulai minggu kedua sampai minggu keenam sesudah melahirkan, dan terjadi perubahan secara bertahap
B. 1. 1. 2. 3. 2. a)
Etiologi Berdasarkan masuknya kuman ke dalam alat kandungan Ektogen (kuman datang dari luar Autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) Endogen (dari jalan lahir sendiri) Berdasarkan kuman yang sering menyebabkan infeksi Streptococcus haemolytcus aerobic Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong b) Staphylococcus aureus Masuk secara eksogen, infeksinya sedang banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi rumah sakit c) Eschericia coli Sering berasal dari kandung kemih dan rectum menyebabkan infeksi terbatas d) Clostridium welchii Kuman aerobic yang sangat berbahaya sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus dan ditolong dukun dari luar rumah sakit
C.
Faktor Predisposisi
a.
Faktor predisposisi infeksi postpartum
1)
Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan, dan kurang gizi atau malnutrisi
2)
Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.
3)
Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
4)
Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara
5) Anemia, higiene, kelelahan 6)
Proses persalinan bermasalah :
7)
Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses pencegahan infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat berlanjut ke infeksi dalam masa nifas.
b.
Cara Terjadinya infeksi
1)
Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2)
Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
3)
Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana termasuk kainkain, alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
4)
Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
5)
Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intraparum biasanya terjadi pada waktu partus lama, apalagi jika ketuban sudah lam pecah dan beberapakali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejal-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman-kuman memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada janin.
D.
Patofisiologi Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan
tubuh
yang
lain
membentuk
flegman
(peradangan
yang
luas
dijaringan
ikat).
(Sjamsuhidajat, R, 1997 ). Pathway infeksi postpartum.
Trauma persalinan,infeksi nosokomial
Daerah bekas insersio plasenta
Kuman tumbuh dalam tubuh wanita (serviks,vulva,perineum) berbau busuk
lokhea
Infeksi Postpartum
E.
Manifestasi Klinis Infeksi postpartum dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu :
a.
Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium.
b.
Penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe dan permukaan endometrium.
1.
Infeksi perineum , vulva, vagina ,dan serviks :
a.
Gejalanya berupa rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, kadang-kadang perih saat kencing.
b.
Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat, suhu sekitar 38 derajat selsius dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka yang terinfeksi, tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40 derajat selsius, kadang-kadang disertai menggigil.
2.
Endometritis :
a.
Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban yang disebut lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu.
b.
Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek.
3.
Septikemia :
a.
Sejak permulaan, pasien sudah sakit dan lemah.
b.
Sampai 3 hari pasca persalinan suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil.
c.
Suhu sekitar 39-40 derajat selsius, keadaan umum cepat memburuk, nadi cepat (140-160 kali per menit atau lebih).
d.
Pasien dapat meninggal dalam 6-7 hari pasca persalinan.
4.
Piemia :
a.
Tidak lama pasca persalinan, pasien sudah merasa sakit, perut nyeri dan suhu agak meningkat.
b.
Gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman dengan emboli memasuki peredaran darah umum.
c.
Ciri khasnya adalah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil lalu diikuti oleh turunnya suhu.
d.
Lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia dan pleuritis.
5.
Peritonitis :
a.
Pada peritonotis umum terjadi peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, dan ada defense musculaire.
b.
Muka yang semula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat fasies hippocratica.
c.
Pada peritonitis yang terbatas didaerah pelvis, gejala tidak seberat peritonitis umum.
d.
Peritonitis yang terbatas : pasien demam, perut bawah nyeri tetapi keadaan umum tidak baik.
e.
Bisa terdapat pembentukan abses.
6.
Selulitis pelvik :
a.
Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya selulitis pelvika.
b.
Gejala akan semakin lebih jelas pada perkembangannya.
c.
Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus.
d.
Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang mula-mula tinggi menetap, menjadi naik turun disertai menggigil.
F.
Jenis-jenis infeksi postpartum
a.
Infeks i Payudara
1)
Mastitis
a)
Definisi Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, bisa terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). b) Penyebab Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit yang normal (Staphylococcus aureus). Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting susu). Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan. Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu. Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi.
c)
Gejala
Gejalanya berupa : Nyeri payudara Benjolan pada payudara Pembengkakan salah satu payudara Jaringan payudara membengkak, nyeri bila ditekan, kemerahan dan teraba hangat Nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa mengandung nanah) Gatal - gatal Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena Demam. d) Diagnosa Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika tidak sedang menyusui, bisa dilakukan mammografi atau biopsi payudara. e) Pengobatan Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena. Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang. Sangga payudara. Kompres dingin. Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam. Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS. Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan. f) Pencegahan Untuk mencegah terjadinya mastitis bisa dilakukan beberapa tindakan berikut Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara dengan cara memompanya Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka pada puting susu Minum banyak cairan Menjaga kebersihan puting susu Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui. 2)
Bendungan ASI
a) Definisi Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada putting susu (Mochtar, 1996). Menurut Huliana (2003) payudara bengkak terjadi karena hambatan aliran darah vena atau saluran kelenjar getah bening akibat ASI terkumpul dalam payudara. Kejadian ini timbul karena produksi yang berlebihan, sementara kebutuhan bayi pada hari pertama lahir masih sedikit. b) Patologi Faktor predisposisi terjadinya bendungan ASI antara lain :
Faktor hormon
Hisapan bayi
Pengosongan payudara
Cara menyusui
Faktor gizi
Kelainan pada puting susu
c) Patofisiologi
Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan.
ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri, puting susu teregang menjadi rata.
ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu kadangkadang menjadi demam, tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam (Mochtar, 1998).
d) Penatalaksanaan
Upaya pencegahan untuk bendungan ASI adalah :
1. Menyusui dini, susui bayi sesegera mungkin (setelah 30 menit) setelah dilahirkan 2. Susui bayi tanpa jadwal atau ondemand 3. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi melebihi kebutuhan bayi 4. Perawatan payudara pasca persalinan
Upaya pengobatan untuk bendungan ASI adalah :
1. Kompreshangat payudara agar menjadi lebih lembek 2. Keluarkansedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan dihisap oleh bayi. 3. Sesudahbayi kenyang keluarkan sisa ASI 4. Untukmengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres dingin 5. Untukmengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening lakukan pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari putin kearah korpus. (Sastrawinata, 2004) 3) Abses Payudara
a)
Definisi Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi apabila mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberatinfeksi. Gejala Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah. Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah. Benjolan terasa lunak karena berisi nanah. Payudara yang tegang dan padat kemerahan. Pembengkakan dengan adanya fluktuasi. Adanya pus/nanah. Penanganan Teknik menyusui yang benar. Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara bergantian. Meskipun dalam keadaan mastitis, harus sering menyusui bayinya. Mulailah menyusui pada payudara yang sehat. Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses, tetapi ASI harus tetap dikeluarkan. Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah, berikan antibiotik. Rujuk apabila keadaan tidak membaik.
b.
Infeksi Parineal
b)
c)
1) Definisi
2)
3) a) b) c) d) e) f) 4) a) b) c) d) e)
f) 5) a) b)
c)
d)
1. 2.
3.
Masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh melalui robekan dan serambi liang senggama waktu bersalin, sehingga luka terasa nyeri dan mengeluarkan nanah. Penyebab Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik. Tanda/ Gejala Nyeri pada luka. Luka pada perineal yang mengeras. Demam. Keluar pus / cairan. Kemerahan. Berbau busuk. Penatalaksanaan Bila didapati pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan pengeluaran serta kopmres antiseptic. daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen. Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika. Bila infeksi relative superficial, berikan Ampisilin 500mg per oral selama 6 jam dan Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selaa 5 hari. Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri Pennisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam ( atau Ampisilin inj 1 g 4x/hari ) ditambah dengan Gentamisin 5 mg/kg berat badan per hari IV sekali ditambah dengan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang, lakukan jahitan sekunder 2 – 4 minggu setelah infeksi membaik. Berikan nasihat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering diganti. Pelaksanaan Jika terdapat pus atau cairan, buka dan drain luka tersebut. Angkat kulit yang nekrotik dan jahitan subkutis dan lakukan debridement. Jangan angkat jahitan fasia. Jika infeksi hanya superficial dan tidak meliputi jaringan dalam, atau akan timbulnya abses dan berikan antibiotika. Ampisilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari. Jika infeksi cukup dalam, meliputi otot dan menimbulkan nekrotik atau berikan kombinasi antibiotika sampai pasien bebas panas 48 jam. Penisilin G sebanyak 2 juta unit I.V setiap 6 jam. Ditambah Gentamisin 5 mg/kgBB I.V setiap 24 jam. Ditambah Metronidazol 500 mg per oral 3 kali sehari selaa 5 hari. Jika sudah bebas demam 48 jam, berikan : Ampisilin 500mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari. Ditambah Metronidazol 400 mg per oral 3 kali sehari selama 5 hari. Catatan : Fasilitas nekrotikan membutuhkan debridement dan jahitan situasi. Lakukan jahitan reparasi 2 – 4 minggu kemudian, bila luka sudah bersih. Jika infeksi parah pada fasilitas nekrotikan, rawat pasien untuk kompres 2 kali sehari.
c.
Infeksi Uterus
1)
Endometritis (Lapisan dalam rahim)
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim (Anonym, 2008). Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan melalui vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling sering terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher rahim, vagina atau vulva. Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi karena luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca lahir harus segera dilakukan pemeriksaan. Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur (Anonym, 2008). Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan pada saat terjadi keguguran, saat pemasangan alat rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008). Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau. Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi harus segera diberikan sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk menentukan jenis bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat. 2)
Miometritis (infeksi otot rahim) Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen. Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat tromboflebitis dan kadangkadang dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi dapat berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB, metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi hasil konsepsi. 3)
Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim). Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu :
a)
Endometritis dengan 3 cara yaitu :
Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
Lymphogen
Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
b)
Dari robekan serviks
c)
Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )
d.
Peritonitis Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis. Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejalagejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.
e.
Tromboflebitis
1) Definisi Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang – cabangnya sehingga terjadi trobpoflebitis. Tomboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darahdisertai pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan keopala janin gelana kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007). 2) Klasifikasi a) Pelviotromboflebitis Definisi Yaitu infeksi nifas yang mengenai vena – vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas uterus ; proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ialah ke
vena renalis, sedangkan perluasan infeksidari vena ovarika dekstra ialah ke vena kafa inferior. Peritoneum yang menutupi vena ovarika dekstra, mengalami imflamasi dan akan menyebabkan perisalpingo – 00foritis dan periapendisitis. Perluasan infeksi dari vena utruna ialah ke vena iliaka komunis. Etiologi Disebabkan oleh kurangnya gizi atau mal nutrisi, anemia, kurang personal hygiene, trauma jalan lahir. Seperti partus lama atau macet dan periksa dalam yang berlebihan. Gejala 1. Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan / atau perut bagian samping, timbul pada hari ke 2 – 3 masa nifas dengan atau tanpa panas. 2. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut : a. Menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat ( 30 – 40 menit ) dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang – kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita ha[irtidak panas. b. Suhu badan naik turun secara tajam ( 36 0C menjadi 40 0C ) yang diikuti dengan penurunan suhu dalam waktu 1 jam ( biasanya subfebris seper ti pada endometritis ). c. Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3 bulan. d. Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana – mana, terutama ke paru – paru. 3. Gambaran darah a. Terdapat leukositosis ( meskipun setelah endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia ). b. Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat sebelum mulainya menggigil. Meskipun bakteri ditemukan di dalam darah selama menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob. 4. Pada periksa dalam hampir tidak ditemukan apa – apa karena yang paling banyak terkena ialah vena ovarika yang sukar dicapai dalam pemeriksaan. Komplikasi 1. Komplikasi pada paru – paru : infark, abses, pneumonia. 2. Komplikasi pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan proteinuria dan hematuria. 3. Komplikasi pada persendian, mara dan jaringan subkutan.
Penanganan 1. Rawat Inap Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit yang dan mencegah terjadinya emboli pulmonum. 2. Terapi Medik Pemberian antibiotika dan heparin jika terdapat tanda – tanda atau dugaan adanya emboli pulmonum. 3. Terapi Operatif Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septic terus berlangsung sampai mencapai paru – paru, meskipun sedang dilakukan heparinisasi.
b) Tromboflebitis Femoralis
Definisi Yaitu infeksi nifas yang mengenai vena – vena pada tungkai, misalnya vena femoralis, vena poplitea dan vena safvena. Penilaian Klinik 1. Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7 -10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira – kira pada hari ke 10 – 20, yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali. 2. Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan meberikan tanda – tanda sebagai berikut : a. Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar bergerak, lebih panas dibanding dengan kaki lainnya. b. Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dank eras pada paha bagian atas. c. Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha. d. Reflektorik akan terjadi spasus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri dan dingin, pulsasi menurun. e. Edema kadang – kadang terjadi sebelum atau setelah atau setelah nyeri dan pada uumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai dari jari – jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke atas. f. Nyeri pada betis, yang akan terjadi spontan atau dengan memijit betis atau dengan meregangkan tendo akhiles ( tanda Homan ). Penanganan 1. Perawatan. Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompres pada kaki. Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki panjang yang elastic selama mungkin. 2. Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui. 3. Terapi medik : pemberian antibiotika dan analgetik
G.
Pemeriksaan Diagnostik Bila ada kemungkinan adanya akumulasi darah uterus/dalam vagina yang tidak diketahui, maka pemeriksaan diagnostik perdarahan postpartum biasanya dapat dijelaskan dengan inspekulum pada vagina, serviks, dan uterus. (1) Golongan darah menentukan Rh, ABO, dan pencocokan silang (2) Jumlah darah lengkap menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putih (perpindahan ke kiri dan peningkatan laju sedimentasi menunjukkan infeksi) (3) Kultur uterus dan vagina mengesampingkan infeksi postpartum (4) Urinalitas: memastikan kerusakan kandung kemih (5) Profil koagulasi: peningkatan degradasi kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen masa tromboplastin parsial diaktivasi: masa trombloplastin partial (APTT/PTT) masa protrombin memanjanag pada KID. (6) USG: menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
H. a.
Komplikasi Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
b.
Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko terjadinya emboli pulmoner.
c.
Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan kematian.
I.
Penatalaksanaan
a.
Pencegahan
1)
Masa Persalinan
a)
Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
b)
Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
c)
Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus suci hama.
d) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominal dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas. e)
Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan penderita harus terjaga kesucihamaannya.
f)
Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang harus segera diganti dengan transfusi darah.
g)
Masa Nifas
h)
Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kndung kencing harus steril.
i)
Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.
j)
Tamu yang berkunjung harus dibatasi.
2)
Masa Kehamilan: Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu. Begitu pula koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban, kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.
b.
Pencegahan infeksi postpartum :
1) Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang. 2)
Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga persalinan agar tidak berlarutlarut. Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang tepat.
3)
Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat pasien dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat yang berada dalam masa nifas.
c.
Penanganan umum
1) Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam masa nifas. 2)
Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi nifas.
3)
Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
4)
Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
5)
Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera.
6)
Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.
d.
Pengobatan secara umum
1)
Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret vagina, luka operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat dalam pengobatan.,
2)
Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
3)
Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil laboratorium.
4)
Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau transfusi darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang dijumpai.
e.
Penanganan infeksi postpartum :
1)
Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.
2)
Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan transfusi darah bila perlu, Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga perineum.
BAB II Konsep ASUHAN KEPERAWATAN A. 1. 2. a)
Pengkajian Identitas Klien Status kesehatan Keluhan Utama Merupakan keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Biasanya klien akan mengeluh nyeri pada daerah luka. subjektif: Biasanya klien mengeluh badan lemah, demam, nadi cepat, nafas sesak, badan menggigil, gelisah, nyeri pada daerah luka operasi b) Riwayat Kesehatan Sekarang Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan klien. Biasanya nyeri akan bertambah bila bergerak/mengubah posisi, nyeri berkurang jika klien diam atau istirahat, nyeri dirasakan seperti diiris-iris/disayat-sayat, skala nyeri bervsariasi dari 2-4 (0-5). Dijabarkan dengan PQRST. c) Riwayat Kesehatan Yang Lalu Yang perlu dikaji riwayat kesehatan dahulu ada apakah pernah mengalami operasi sebelumnya, riwayat penyakit infeksi, alergi obat-obatan, hypertensi, penyakit system pernafasan, diabetes mellitus. d) Riwayat Kesehatan Keluarga Dikaji dalam keluarga apakah keluarga mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, hypertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.
1) Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum
Pada klien post operasi seksio sesarea hari kedua biasanya klien masih lemah, tigkat kesadaran pada umumnya compos mentis, tanda-tanda vital biasanya sudah stabil, tingkat emosi mulai stabil dimana ibu mulai masuk dalam fase taking hold. BB biasanya mendekati BB sebelum hamil. Sistem Respirasi Respirasi kemungkinan meningkat sebagai respon tubuh terhadap nyeri, perubahan pola nafas terjadi apabila terdapat penumpukan secret akibat anesthesi. Sistem Kardiovaskuler Klien biasanya mengeluh pusing, tekanan darah biasanya mengalami penurunan. Bila terjadi peningkatan 30 mmHg systolic atau 15 mmHg diastolic kemungkinan terjadi pre eklampsia dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Observasi nadi terhadap penurunan sehingga kurang dari 50x/menit kemungkinan ada shock hypovolemik, kaji apakah konjungtiva anemis sebagi akibat kehilangan darah operasi, kaji apakah ada peningkatan JVP, kaji juga fungsi jantung. Pada tungkai bawah kaji adanya tanda-tanda tromboemboli periode post partum, seperti kemerah-merahan, hangat dan sakit di sekitar betis perasaan tidak nyaman pada ekstremitas bawah, kaji ada tidaknya tanda-tanda humans positif dorso fleksi pada kaki. Sistem Saraf Kaji fungsi persarafan, kesadaran terutama sensasi pada tungkai bawah pada klien dengan spinal anesthesi. Sistem Pencernaan Kaji keadaan mulut, pada hari pertama dan kedua keadaan mulut biasanya kering arena klien puasa pada klien dengan anesthesi umum, fungsi menelan baik, kecuali klien merasa tenggorokan terasa kering. Berbeda pada klien dengan anesthesi spinal tidak perlu puasa, kaji bising usus, apakah ada tanda distensi pada saluran cerna, apakah klien sudah BAB, atau flatus. Sistem Urinaria Bagaimana pola berkemih klien, berapa kali frekuensinya, kaji keadaan blass apakah ada distensi, bagaimana pola BAK klien, kecuali terpasang kateter, kaji warna urine, jumlah dan bau urine. Sistem Reproduksi Kaji bagaimana keadaan payudara, apakah simetris, adakah hyperpigmentasi pada areola, putting susu menonjol, apakah ASI sudah keluar. Kaji tinggi fundus uteri pada pinggir abdomen, karena pada bagian tengah abdomen terdapat luka, kaji kontraksi uterus, perasaan mulas adalah normal karena proses involusi. Tinggi fundus uteri pada post partum seksio sesarea hari kedua adalah 1-2 jari dibawah umbilicus atau pertengahan antara sympisis dan umbilical. Kaji pengeluaran lochea, jumlahnya, warna da baunya. Biasanya lochea berwarna merah, bau amis dan agak kental (lochea rubra). Kaji pengetahua klien tentang cara membersihkannya, berapa kali mengganti pembalut dalam sehari. Sistem Integumen Kebersihan rambut biasanya kurang, karena sejak post operasi klien belum melakukan aktivitas seperti biasa, kaji muka apakah ada hyperpigmentasi, kloasma gravidarum, kaji keadaan luka operasi, balutan dan kebersihannya, luka balutan biasanya dibuka pada hari ke tiga. Sistem Muskuloskletal
Bagaimana keadaan klien apakah lemah, adakah pergerakan klien kaku, apakah ekstremitas simetris, apakah klien mampu melakukan pergerakan ROM, tonus otot biasanya normal, tapi kekuatan masih lemah, terutama karena klien dipuasakan pada saat operasi. Pergerakan sendi-sendi biasanya tidak ada keterbatasan. Kaji apakah ada diastasis rektus abdominalis. Sistem Endokrin Kaji apakah ada pembesaran tyroid, bagaimana produksi ASI, pada post partum akan terjadi penurunan hormone estrogen dan progesterone sehingga hormone prolaktin meningkatyang menyebabkan terjadinya produksi ASI dan hormone oksitosin yang merangsang pengeluaran ASI. Sehingga pada masa ini akan terjadi peningkatan produksi ASI dan akan terjadi pembengkakan payudara bila bay tidak segera diteteki. 2) Pola Aktivitas sehari-hari Pola aktivitas yang perlu dikaji adalah : sebelum hamil, selama hamil, selama dirawat di rumah sakit. a) Nutrisi Kaji frekuensi makan, jenis makanan yang disukai dan tidak disukai, apakah makanan pantangan atau alergi, bagaimana nafsu makan klien, porsi makan (jumlah). b) Eliminasi Kaji frekuensi BAB, warna, bau dan kosistensi feses serta masalah yang dihadapi klien saat BAB. Kaji frekuensi BAK, warna, bau dan jumlah urine. c) Pola tidur dan istirahat Klien post partum seksio sesarea membutuhkan waktu tidur yang cukup, tapi sering mengalami masalah tidur karena perasaan yeri dan suasana rumah sakit. d) Personal hygiene Data yang perlu dikaji adalah mandi, gosok gigi, keramas dan gunting kuku. Pada klien dengan post partum seksio sesarea hari ke 1-2 masih memerlukan bantuan dalam personal hygiene. e) Ketergantungan fisik Apakah klien suka merokok, minum-minuman keras, serta kaji apakah klien mengkonsumsi obat-obatan terlarang. 3) Aspek Psikososial a) Pola pikir dan persepsi Yang perlu dikaji adalah hubungan ibu dan bayi, respon ibu mengenai kelahiran, kaji pengetahuan klien tentang kondisi setelah melahirkan/setelah seksio sesarea. Dan hal apa yang perlu dilakukan setelah operasi seksio sesarea, kaji pengetahuan klien tentang laktasi, perawatan payudara dan perawatan bayi. b) Persepsi diri Kaji tingkat kecemasan dan sumber yang menjadi pencetus kecemasan, kaji rencana ibu setelah pulang dari rumah sakit untuk merawat bayi dan siapa yang membantunya dalam merawat bayi di rumah. c) Konsep diri Terdiri dari body image, peran diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri klien setelah menjalani seksio sesarea. d) Hubungan komunikasi
e)
f)
g)
h)
Kesesuaian antara yang diucapakan dengan ekspresi, kebiasaan bahasa dan adat yang dianut. Kebiasaan seksual Kaji pengetahuan klien tentang seksual post partum, terutama setelah seksio sesarea. Biasanya dapat dilakukan setelah melewatiperiode nifas (40 hari). Sistem nilai dan kpercayaan Kaji sumber kekuatan klien, kepercayaan klien terhadap sumber kekuatan, kaji agama yang klien anut, apakah klien suka menjalankan ibadah selama sakit. Pemeriksaan penunjang Klien post partum dengan seksio sesarea perlu pemeriksaan hemoglobin, hematokrit dan leukosit. Therapi Biasanya klien mendapatkan antibiotic, analgetik dan vitamin.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (actual) dan kemungkinan akan terjadi (resiko) dimana pemecahannya dalam batas wewenang perawat. Diagnosa yang mungkin muncul antara lain : a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains, distensi kandung kemih. b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
1. Intervensi Keperawatan Rencana keperawatan merupakan mata rantai penetapan kebutuhan pasien dan pelaksanaan tindakan keperawatan. Dengan demikian rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan pada klien post partum menurut (Dongoes, 1994 : 417). a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains, distensi kandung kemih. Tujuan : Dalam waktu 3 hari, rasa nyeri berkurang atau hilang Kriteria evaluasi : 1) Tanda-tanda vital normal (nadi 60-80 x/menit, respirasi 18-24 x/menit), 2) Tidak meringis, 3) Kegiatan tidak terganggu dengan rasa nyeri. Intervensi
Rasional
Tentukan skala nyeri dan intensitas Untuk mengenal indikasi nyeri, pantua tekanan darah, nadi kemajuan atau penyimpangan dan pernafasan setiap 4 jam. dari hasil yang diharapkan. Anjurkan klien untuk menggunakan Relaksasi dan nafas dalam teknik relaksasi dan nafas dalam dapat mengurangi ketegangan serta teknik distraksi (untuk nyeri otot dan menghambat ringan dan sedang). rangsang nyeri serta
menambah pemasukan oksigen. Distraksi mengganggu stimulus nyeri tetapi tidak mengubah intensitas nyeri, paling baik untuk periode Anjurkan posisi tidur miring. pendek. Mempermudah pengeluaran Berikan obat analgetik sesuai order gas Analgetik bersifat menghambat reseptor nyeri, sehingga persepsi nyeri berkurang/hilang
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis. Tujuan : Dalam Waktu 3 Hari nutrisi terpenuhi Kriteria Evaluasi : 1) Nafsu makan bertambah 2) Asupan nutrisi adequate. Intervensi
Rasional
Berikan dan jaga keseimbangan Untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit dengan nutrisi bila lewat oral belum pemberian infuse memungkinkan atau bising usus sangat lemah. Buatkan makanan secara bertahap Bising usus normal antara 6-12 dari cair , lunak dan makanan bila x/menit, makanan baru dapat bising usus sudah normal dicerna. Anjurkan makan sedikit-sedikit tapi sering. Untuk menghindari mual, sehingga intake adequate.
DAFTAR PUSTAKA Mochtar rustam. 1998 sinopsis obstetri : obsteri fisi ologi, obstetri patologi Edisi 2 Jakarta ; EGC Bonny D & M (2006) 40 hari Pasca Persalinan, Masalah dan solusinya , Jakarta: Puspa Swara FIK UI (2002) Materi Kuliah: Pemeriksaan Postnatal & Komplikasi post partum Huliana, M (2003) Perawatan ibu pasca melahirkan, Jakarta: Puspa Sehat Irene M, Bobak (1996). Buku Ajar Keperewatan Maternitas. Alih Bahasa: Maria A. Wijayarini Jakarta: EGC Pusdiknas. WHO, JHPIEGO, 2003, Asuhan kebidanan postpartum, Jakarta Pusdiknas Bobak dkk. Buku ajar keperawatan maternitas. Jakarta EGC 2004 Vivian N. buku asuhan kebidanan pada ibu nifas Jakarta salemba medika 2014
http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/fisiologi-masa-nifas.html