BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoasidosis diabetikum adalah salah satu komplikasi metabolik akut pada diabetes mellitus dengan perjalanan klinis yang berat dalam angka kematian yang masih cukup tinggi. Ketoasidosis diabetikum dapat ditemukan baik pada mereka dengan diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Tetapi lebih sering pada diabetes melitus tipe 1. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif disirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengna Diabetes Melitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri s erebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian ke matian akibat KAD. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (hidroksibutirat dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi kedalam tiga kriteria yaitu ringan, sedang dan berat yang dibedakan menurut pH serum. Resiko KAD pada IDDM adalah 1-10% per pasien per tahun. Risiko meningkat dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak perempuan yang memasuki masa puber dan remaja, anak dengan gangguan psikiatrik (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD. Angka kematian ketoasidosis menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai, seperti : sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah yang tinggi, uremia, kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada pasien ketoasidosis usia muda, umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat te pat dan rasional, serta memadai sesuai dengan dasar patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.
1
Gejala yang paling menonjol pada ketoasidosis adalah hiperglikemia dan ketosis. Hiperglikemia dalam tubuh akan menyebabkan poliuri dan polidipsi. Sedangkan ketosis menyebabkan benda-benda keton bertumpuk dalam tubuh, pada sistem respirasi benda keton menjadi resiko terjadinya gagal nafas. Oleh sebab itu penanganan ketoasidosis harus cepat, tepat dan tanggap. Mengingat masih sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan prosedur atau konsensus yang terus berkembang dalam penatalaksanaan ketoasidosis diabetik. Maka, perlu adanya pembahasan mengenai mengenai bagaimana metode tatalaksana terkini dalam menangani ketoasidosis diabetic.
1.2 Rumusan Masalah 1.
Apakah pengertian dari Keto Asidosis Diabetikum ?
2.
Apa saja etiologi dari Keto Asidosis Diabetikum ?
3.
Apa saja manifestasi klinis dari Keto Asidosis Diabetikum ?
4.
Bagaimana patofisiologi dari Keto Asidosis Diabetikum ?
5.
Bagaimana pathogenesis dari Keto Asidosis Diabetikum.?
6.
Apa saja pemeriksaan penunjang dari Keto Asidosis Diabetikum ?
7.
Apasaja pemeriksaan laboratorium dari Keto Asidosis Diabetikum.?
8.
Bagaimana penatalaksaan dari Keto Asidosis Diabetikum ?
9.
Bagaimana pengkajian pada klien dengan Keto Asidosis Diabetikum?
10.
Apasaja diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum?
11. Bagaimana intervensi keperawatan pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum.? 12. Bagaimana implementasi keperawatan pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum.? 13. Bagaimana evaluasi keperawatan pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum.?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu menerapakan asuhan keperawatan pada pasien penderita Ketoasidosis Diabetikum.
1.3.2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : a.
Untuk mengetahui pengertian dari Keto Asidosis Diabetikum
2
b.
Untuk mengetahui etiologi dari Keto Asidosis Diabetikum
c.
Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Keto Asidosis Diabetikum
d.
Untuk mengetahui patofisiologi dari Keto Asidosis Diabeti kum
e.
Untuk mengetahui pathogenesi dari Keto Asidosis Diabetikum
f.
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Keto Asidosis Diabetikum
g.
Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium dari Keto Asidosis Diabetikum
h.
Untuk mengetahui penatalaksaan dari Keto Asidosis Diabetikum
i.
Untuk mengetahui dan memahami tentang pengkajian keperawatan pada pasien dengan
j.
Keto Asidosis Diabetikum
Untuk mengetahui dan memahami tentang diagnosa keperawatan pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum
k.
Untuk mengetahui dan memahami tentang intervensi keperawata n pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum
l.
Untuk mengetahui dan memahami tentang implementasi keperawatan pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum
m.
Untuk mengetahui dan memahami tentang evaluasi keperawat an pada pasien dengan Keto Asidosis Diabetikum
3
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Ketoasidosis Diabetik Diabetik ketoasidosis adalah keadaan yang mengancam hidup komplikasi dari diabetes mellitus tipe 1 tergantung insulin dengan kriteria diagnostic yaitu glukosa > 250 mg/dl, pH = < 7.3, serum bikarbonat <18 mEq/L, ketoanemia atau ketourinia. (Urden Linda, 2008). Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I, disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi insulin, dikarakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin (Stillwell, 1992). Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita IDDM. (Marylyn E.Dongoes, 2000). Jadi KAD merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok.
2.2 Etiologi Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, hal ini dapat disebabkan oleh 3 hal : a. Insulin diberikan dengan dosis yang kurang. b. Keadaan sakit atau infeksi pada DM, contohnya : pneumonia, kolestisitis, iskemia usus dan apendisitis. Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi insulin. Sebagai respon terhadap stres fisik (atau emosional), terjadi peningkatan hormon – hormon ”stres” yaitu glukagon, epinefrin, norepinefrin, kotrisol dan hormon pertumbuhan. Hormon – hormon ini akan menigkatakan produksi glukosa oleh hati dan mengganggu penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta lemak dengan cara melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak meningkatkan dalam keadaan sakit atau infeksi, maka hipergikemia yang terjadi dapat berlanjut menjadi ketoasidosis diabetik.
4
c. Terdapat pada orang yang menderita diabetes oleh adanya stresor yang meningkatkan kebutuhan akan insulin, ini dapat terjadi jika diabetes tidak terkontrol karena ketidakmampuan untuk menjalani terapi yang telah ditentukan.
2.3 Patofisiologi Ketoasidosis Diabetik Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran kliniks yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan mengakibatkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk mnghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan glukosa bersama – sama air dan elektrolit (seperti natrium, dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis yang berat dapat kehilangan kira – kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEg natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam. Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terajdi produksi benda keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalanm sirkulasi darah, benda keton akan menimbulkan asidosis metabolik (Brunner and suddarth, 2002).
2.4 Manifestasi Klinik Ketoasidosis Diabetik a. Poliuria b. Polidipsi c. Pengelihatan kabur d. Lemah e. Sakit kepala f. Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau > pada saat berdiri) g. Anoreksia h. Mual, Muntah 5
i. Nyeri abdomen j. Nafas aseton k. Hiperventilasi l.
Perubahan status mental (sadar, letargik, koma.
m. Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl) n. Terdapat keton di urin o. Nafas berbau aseton p. Badan lemas q. Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotic r. Kulit kering s. Keringat <<< t.
Kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metaboli
2.5 Pemeriksaan Diagnostik Ketoasidosis Diabetik .. a.
EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo atau hiperkalemia.
b.
MRI atau CT-scan
c.
Foto Toraks
d.
Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
e.
Gula darah puasa normal atau diatas normal.
f.
Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
g.
Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
h.
Kolesterol
dan
kadar
trigliserida
serum
dapat
meningkat
menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
2.6 Pemeriksaan Laboratorim Ketoasidosis Diabetik
Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin 6
memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl. Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium. Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,87,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis. Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi. Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut t elah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
7
Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya. β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD). Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran kencing yang mendasari. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan. Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal. Tabel 1. Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian) metabolik pada diabetes. Diabetic
Hyperosmolar
ketoacidosis
Asidosis laktat
non ketoticcoma
(KAD)
(HONK)
Glukosa
Tinggi
Sangat tinggi
plasma
8
Bervariasi
Ketone
Ada
Tidak ada
Bervariasi
Asidosis
Sedang/hebat
Tidak ada
hebat
Dehidrasi
Dominan
dominan
bervariasi
Hiperventilasi
Ada
Tidak ada
ada
2.7 Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik a. Pencegahan Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah ter api insulin yang tidak adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan, komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluarnya disaat sakit serta edukasi. Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1 agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekonpensasi metabolik dan penanganan yang tepat. Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah: 1.
Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian insulin, managemen insulin yang tepat disaat sakit).
b.
2.
Menghindari stress.
3.
Menghindari puasa berkepanjangan.
4.
Mencegah dehidrasi.
5.
Mengobati infeksi secara adekuat.
6.
Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.
Terapi
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU. Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
1. Penilaian klinik awal a.
Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis (hierventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
9
b.
Konfirmasi biokimia : darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekosit osis), glukosuria, ketonuria dan analisis gas darah.
2. Observasi klinik Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas : a.
Frekwensi nadi, frekwensi nafas, dan tekanan darah setiap jam.
b.
Ukur suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c.
Pengukuran balance cairan setiap jam.
d.
Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e.
Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri.
f.
EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo atau
hiperkalemia. g.
Keton urine sampai negatif atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
3. Rehidrasi Penurunan
osmolalitas
cairan
intravaskular
yang
terlalu
cepat
dapat
meningkatkan resiko terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah: a.
Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b.
Gunakan cairan normal salin 0,9%.
c.
Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d.
50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e.
Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
4. Penggantian Natrium a.
Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b.
Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c.
Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadi. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
d.
Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
e.
Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi. 10
f.
Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema serebri.
5. Penggantian Kalium Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi. a.
Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b.
Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
6. Penggantian Bikarbonat a.
Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
b.
Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan : Terjadinya asidosis cerebral, Hipokalemia, Excessive osmolar load, Hipoksia jaringan.
c.
Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent.
d.
Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.
7. Pemberian I nsulin a.
Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resus itasi.
b.
Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c.
Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun insulin belum diberikan.
d.
Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2 tahun.
e.
Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
f.
Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
11
g.
Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½
Salin. h.
Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i.
Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 ½ Salin.
j.
Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k.
Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg
BB/jam. l.
Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m.
Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin.
n.
Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
2.8 Komplikasi Ketoasidosis Diabetik 1. Ginjal diabetik (Nefropati Diabetik) Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya te kanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongestif. 2. Kebutaan (Retinopati Diabetik) Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan. Tetapi bila tidak terlambat dan segera ditangani secara dini dimana kadar glukosa darah dapat terkontrol, maka penglihatan bisa normal kembali. 3. Syaraf (Neuropati Diabetik) Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada syaraf. Penderita bisa stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa). Telapak kaki hilang rasa membuat penderita tidak merasa bila kakinya terluka, kena bara api atau tersiram air panas. Dengan demikian luka kecil cepat menjadi besar dan tidak jarang harus berakhir dengan amputasi. 12
4. Kelainan Jantung Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetes mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak. Selain i tu, terganggunya saraf otonom yang tidak berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul rasa sesak, bengkak dan lekas lelah. 5. Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang – kejang. 6. Impotensi Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi yang dialami. Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah me nyerang saraf. Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetapi juga mereka yang masih berusia 35-40 tahun. Pada tingkat yang lebih lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan hampir tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk kedalam kandung seni (ejaculation retrograde). Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini penderita menggunakan obatobatan yang mengandung hormon dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya. Karena obat-obatan hormon tersebut a kan menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi hormon akan menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak banyak dikeluhkan. Walau demikian diabetes melitus mempunyai pengaruh jelek pada proses kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah mengalami keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-4 kali berturut-turut, berat bayi saat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan lainnya. 7. Hipertensi Karena harus membuang kelebihan glukosa darah melalui air seni, ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetes juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal keotak untuk menambah tekanan darah. Komplikasi lainnya. Selain komplikasi yang telah disebutkan diatas, masih terdapat beberapa komplikasi yang mungkin timbul.
13
1. Gangguan pada saluran pencernaan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung. 2. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya karena kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga bila terkena penyakit akan lebih sulit penyembuhannya. 3. Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita diabetes melitus lebih mudah terserang infeksi.
14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian 1. Identitas Klien dan Penanggung Jawab 2. Keluhan Utama Keluhan atau gejala saat awal dilakukan pengkajian pertama kali yang utama. 3. Pengkajian Primer a) Airway Kaji jalan nafas terbuka, ada tidaknya sekret atau benda asing yang menghalangi jalan nafas dan kaji timbulnya suara seperti gurgling, snoring maupun crowing. b) Breathing Inspeksi rate, kesimetrisan peranjakan paru serta ada tidaknya dispnea, kaji adanya sesak nafas, cuping hidung, nafas cepat, adanya sianosis ata u tidak dan pemakaian otot pernafasan tambahan. Auskultasi suara nafas dan perkusi area paru c) Circulation Kaji frekuensi denyut nadi, tekanan darah, suhu, capilary refil, SPO 2 dan kaji adanya edema. d) Disability Kaji status neurologi : GCS dan tanda lateralisasi e) Eksposure Kaji adanya jejas pada seluruh tubuh, yang perlu diperhatikan adalah cegah hipotermi
4. Pengkajian Sekunder a) Riwayat Keperawatan/Kesehatan 1) Riwayat Kesehatan/Keperawatan Sekarang 2) Riwayat Kesehatan/Keperawatan Dahulu 3) Riwayat Kesehatan/Keperawatan Keluarga b) Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan Umum Meliputi kesan kesadaran sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi klien. 2) Pemeriksaan Tanda Vital Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola nafas) dan suhu tubuh. 3) Pemeriksaan Head To Toe Pemeriksaan Kepala dan Leher Kepala : kaji bentuk, adanya luka Rambut : warna, jenis, ketebalan dan kebersihan rambut 15
Mata
: kemampuan penglihatan, ukuran pupil, reaksi terhadap cahay, konjungtiva, sklera, alat bantu, adanya sekret dan cekung Hidung : bagaimana kebersihannya, septum deviasi, sekret, epistaksis polip, pemakaian selang O2/selang NGT Telinga : kemampuan pendengaran, adanya nyeri, sekret telinga, pembengkakan, penggunaan alat bantu Mulut : keadaan bibir (warna, kelembaban), kebersihan gigi dan gusi, mulut, bau mulut, pemasangan ET/OPA Leher : kesimetrisan trachea, terabanya kelenjar thyroid, benjolan, tracheostomy, nyeri telan, pembesaran tonsil, tekanan vena jugularis Pemeriksaan Dada Genitalia Pemeriksaan Anggota Gerak/Ekstremitas Pemeriksaan Kulit dan Kelenjar Getah Bening
c) Kebutuhan Fisiologis 1) Pola Nutrisi dan Metabolisme Gejala : Hilang nafsu makan Mual/muntah Tidak mematuhi diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat Penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu Haus, penggunaan diuretik (Thiazid) Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek Kekakuan/distensi abdomen, muntah Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton) 2) Pola Eliminasi Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK baru/berulang Nyeri tekan abdomen, Diare Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat) Urin berkabut, bau busuk (infeksi) Abdomen keras, adanya asites Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare) 3) Pola Aktivitas Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas Letargi/disorientasi, koma Penurunan kekuatan otot 4) Sirkulasi Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama 16
Takikardia Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi Nadi yang menurun/tidak ada Disritmia Krekels, Distensi vena jugularis Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung 5) Integritas Kulit Gejala : Stress, tergantung pada orang lain Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi Tanda : Ansietas, peka rangsang 6) Neurosensori Gejala : Pusing/pening, sakit kepala Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia Gangguan penglihatan Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan Memori (baru, masa lalu), kacau mental Refleks tendon dalam menurun (koma) Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
7) Nyeri/Kenyamanan Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat) Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati 8) Keamanan Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit Tanda : Demam, diaforesis Kulit rusak, lesi/ulserasi Menurunnya kekuatan umum/rentang erak Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam) 9) Pernafasan Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak) Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen Frekuensi pernapasan meningkat 10) Seksualitas Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi) Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita 5. Pemeriksaan Penunjang Glukosa darah : meningkat 200 – 100 mg/dl atau lebih Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkaat Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l Elektrolit : Natrium : mungkin normal , meningkat atau menurun
17
Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan selular), selanjutnya akan menurun Fosfor : lebih sering menurun Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik Trombosit darah : Ht mungkin meningkat atau normal (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi sebagai rrespons terhadap stress atau infeksi Ureum/kreatinin: Mungkn meningkaatt atau normal(dehidrasi/penurunan fungsi ginjal) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab DKA Urin : gula dan aseton positif , berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat Kultur dan sensitifitas : kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, pernafasan dan pada luka
3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kemampuan bernafas 2. Resti terjadinya gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan keasaman (pH menurun) akibat hiperglikemia, glukoneogenesis dan lipolysis 3. Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi lambung 4.
Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual, kacau mental
5.
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
6.
Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual ketidakseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
berhubungan
dengan
3.3 Intervensi 1.
Dx. I Tujuan KH
: Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kemampuan bernafas : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola nafas efektif : Pola nafas pasien kembali teratur, respirasi rate pasien kembali normal (16-24x/menit), dan pasien mudah untuk bernafas
18
Intervensi : a) Kaji pola nafas setiap hari R : Pola dan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi, status cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang berpengaruh b) Kaji kemungkinan adanya sekret yang mungkin timbul R : Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat kerja reflek parasimpatik atau menurunnya kemampuan menelan c) Baringkan klien pada posisi nyaman, semi fowler R : Memudahkan klien dalam bernafas d) Berikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan R : Pernafasan kusmaul sebagai kompensasi keasaman memberikan respon penurunan CO2 dan O2. Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan dapat mempertahankan level CO 2. e) Pastikan jalan nafas tidak tersumbat R : Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang mungkin terjadi f) Kolaborasi dengan tim medis R : Membantu tindakan medis selanjutnya sesuai dengan indikasi dokter
2. Dx. II
: Resti terjadinya gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan keasaman (pH menurun) akibat hiperglikemia, glukoneogenesis dan lipolysis Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan pertukaran gas KH : RR dalam batas normal (16-24x/menit), AGD dalam batas normal, yaitu pH (7,35-7,45), PO 2 (80-100 mmHg), PCO 2 (30-40 mmHg), HCO 3 (2226), BE (-2 sampai +2) Intervensi : a) Observasi irama, frekuensi serta kedaleman pernafasan R : Memantau adanya perubahan irama, frekuensi dan kedalaman pernafasa n b) Monitor hasil pemeriksaan AGD R : Untuk memantau AGD pasien apabila ada perubahan dalam pH, PO 2, PCO2, HCO3 dan BE c) Auskultasi bunyi paru R : Mengidentifikasi bunyi paru apabila ada bunyi tambahan dalam paru d) Berikan posisi fowler / semifowler (sesuai dengan keadaan klien) R : Memberikan rasa nyaman dan melancarkan jalan nafa e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat R : Agar memperlancar pertukaran gas dan mengurangi sesak nafas pada pa sien
19
3. Dx. III Tujuan
: Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi lambung : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang KH : Nyeri berkurang atau terkontrol, pasien tampak tenang tidak meringis kesakitan Intervensi : a) Kaji keluhan nyeri, catat intensitasnya, karakteristiknya, lokasi dan lamanya nyeri. R : Nyeri merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh pasien dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan b) Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik visualisasi (teknik relaksasi dan distraksi) R : Memberikan pasien sejumlah pengendali nyeri atau dapat mengubah mekanisme sensasi nyeri dan mengubah persepsi nyeri c) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik R : Analgetik merupakan obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri d) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler R :Posisi semi fowler dapat menurunkan rasa nyeri dan membuat nyaman e) Hindari tekanan area popliteal R :Mencegah terjadinya nyeri yang lebih parah
4.
Dx. IV
: Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual, kacau mental Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan volume cairan seimbang KH : TTV dalam batas normal, pulse perifer dapat teraba, turgor kulit dan capillary refill baik (kembali < 3 detik), keseimbangan urin output dan kadar elektrolit normal Intervensi : a) Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah maupun muntah R : Membantu memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi yang menyebabkan demam dan status hipermetabolik meningkat pengeluaran insensibel b) Monitor tanda-tanda vital dan perubahan tekanan darah orthostatik R : Hipovolemik dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi. Hipovolemia yang berlebihan dapat ditunjukkan dengan peenurunan TD l ebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri c) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa R : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat d) Pantau masukan cairan dan pengeluaran urin R : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan 20
e) Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hari R : Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian NaCl, ½ NaCl dengan atau tanpa dekstrose R : Meningkatkan dan menyeimbangkan volume cairan dalam tubuh 5.
Dx. V
Tujuan KH
: Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi : Klien mencerna jumlah kalori / nutrisi yang tepat, menunjukkan energi yang biasa, BB dapat stabil
Intervensi : a) Pantau BB setiap hari atau sesuai indikasi R : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya) b) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan R : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik c) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum dicerna dan pertahankan puasa sesuai indikasi R : Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas / fungsi lambung (distensi / ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi d) Berikan makanan yang mengandung nutrisi kemudian upayakan pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi R : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik e) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi R : Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien f) Observasi tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembeb / dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsangan, cemas, s akit kepala, pusing dan sempoyongan R : Karena metabolisme karbohidrat sulit terjadi (gula darah akan berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemi dapat terjadi jika pasien dalam keadaan koma, hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran g) Lakukan konsultasi dengan ahli diet R : Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
21
h) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian insulin secara teratur sesuai indikasi R : Meningkatkan kadar insulin dalam tubuh
6.
Dx. VI Tujuan KH
: Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi perubahan sensori-perseptual : Mempertahankan tingkat mental biasanya, mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori
Intervensi : a) Pantau tanda-tanda vital dan status mental R : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental b)
Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya. Berikan penjelasan yang singkat dengan bicara perlahan dan jelas R : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas c) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat pasien R : Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir d) Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya R : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya e) Lindungi pasien dari cidera (gunakan pengikat) ketika tingkat kesadaran pasien terganggu. Berikan bantalan lunak pada pagar tempat tidur dan berikan jalan nafas buatan yang lunak jika pasien kemungkinan mengalami kejang R : Pasien mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan timbulnya cidera terutama malam hari dan perlu pencegahan sesuai indikasi. Munculnya kejang perlu diantisipasi untuk mencegah trauma fisik, aspirasi dan sebagainya.
3.4 Implementasi Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama klien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan.
22
3.5 Evaluasi Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
23
BAB IV PENUTUP 4.1
KESIMPULAN
Keto Asidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu kompliasi akut DM akibat defisiensi hormone insulin yang tidak dikenal dan bila tidak mendapat pengobatan segera akan menyebabakan kematian. Etiologi dari KAD adalah Insulin tidak diberikan dengan dosis yang kurang, keadaan sakit atau infeksi pada DM, manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Ada tiga gambaran kliniks yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Dehidrasi disebabkan mekanisme ginjal dimana tubuh terjadi hiperglikemia, sehingga ginjal mensekresikan dengan natrium dan air yang disebut poliuri. Kehilangan elektrolit merupakan kompensasi dari defisiensi insulin. Sedangkan asidosis adalah peningkatan pH dan diiringi oleh penumpukan benda keton dalan tubuh. Keadaan ketoasidosis merupakan keadan yang memerlukan banyak pengontrolan dan pemantauan insulin dan cairan elektrolit, karena bila kekurangan atau malah terjadi kelebihan akan mengakibatkan komplikasi yang sulit untuk ditanggulangi.
4.2
SARAN
Bila menemukan klien yang DM tetapi belum terjadi KAD berikan informasi tentang KAD dan pencegahan terhadap KAD. Bila menemukan klien dengan KAD, sebaiknya selalu kontrol pemberian insulin dan cairan elektrolit sehingga meminimalkan terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan.
24
DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddart.2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3.Jakarta : EGC. Doengoes, Marilyn E..2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC. Mansjoer, Arif.2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta : Media Aesculpius. Novianto, Dewi. 2011.Askep Ketoasidosis Diabetikum.http//askep-ketoasidosis-diabetikum.html. Diposkan pada 8 Desember 2011. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta : EGC. . Price, Sylvia (1990), Patofisiologi dan Konsep Dasar Penyakit , EGC, Jakarta Prof.DR.H.Tabrani.2008.agenda gawat darurat (critical care). Bandung.PT.Alumni .
Santoso, Budi (alih bahasa). 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 Definisa & Klasifikasi. Prima Medika. Jakarta. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. J akarta Novianto,
Dewi.
2011. Askep
Ketoasidosis
diabetikum.html. diakses pada 8 Desember 2011
25
Diabetikum. http//askep-ketoasidosis-