ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA TORAKS (HEMATOTORAKS) 1. PENDAHULUAN Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu bentuk trauma yang paling sering terjadi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. stroke. Menurut data data kepolisian kepolisian Republik Indonesi Indonesiaa Tahun 2003, 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, ratarata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. 2. PENGERTIAN PENYAKIT Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994). Hematotorax adalah terdapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan. (Lab.UPF Bedah, 1994) Hematotorak adalah adanya darah pada rongga pleura (Reksoprodjo S, 1995). Hematotoraks merupakan suatu keadaan dimana darah terakumulasi pada rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang menjadi predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul di kantong pleura tidak bisa diserap oleh lapisan pleura.(Arif Muttaqin, 2008) Jadi, hematotoraks merupakan bagian dari trauma toraks , dimana terdapat darah yang terakumulasi dalam rongga pleura, yang menjadi predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul di kantong pleura tidak bisa diserap oleh lapisan pleura yang menyebabkan paruparu terdesak.
3. ETIOLOGI PENYAKIT Etiologi dari trauma toraks : 1. Trauma tembus
Luka Tembak
Luka Tikam / tusuk
2. Trauma tumpul
Kecelakaan kendaraan bermotor
Jatuh
Pukulan pada dada
4. PATOFISIOLOGI PENYAKIT Trauma toraks yang terjadi baik oleh karena trauma tajam ataupun trauma tumpul, menyebabkan perdarahan jaringan interstitium, perdarahan intraalveolus, kolaps arteri dan kapiler-kapiler kecil, hingga tahanan perifer pembuluh darah paru meningkat, meyebabkan reabsorpsi darah oleh pleura tidak optimal. Hal tersebut mengakibatkan terjadi akumulasi darah di kantong pleura, yang dapat menyebabkan gangguan ventilasi diantaranya pengembangan paru yang tidak optimal , gangguan difusi, distribusi dan transportasi oksigen. Dari hal diatas dapat menimbulkan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif.
Gangguan ventilasi mengharuskan klien terpasang Bullow Drainase (WSD). Terpasangnya WSD dapat menyebabkan nyeri, resiko infeksi dan kerusakan integritas kulit. Resiko infeksi juga dapat terjadi akibat masuknya infeksi sekunder akibat trauma.
Trauma pada toraks dapat menyebabkan cedera pada jaringan lunak, cedera/ hilangnya kontinuitas stuktur tulang, menyebabkan nyeri, adanya luka pasca trauma,pergerakan fragmen tulang. Hal tersebut menyebabkan masalah keperawatan nyeri, kerusakan integritas jaringan dan resiko infeksi.
Trauma pada toraks dapat menyebabkan edema tracheal/ faringeal, peningkatan produksi secret dan penurunan kemampuan batuk efektif yang menimbulkan masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif.
Trauma pada toraks dapat menimbulkan reaksi sistemik mual, intake nutrisi tidak adekuat, malaise, kelemahan, dan keletihan fisik, kecemasan serta ketidaktahuan akan prognosis, yang dapat menimbulkan masalah keperawatan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan mobilitas fisik, cemas serta kurang pengetahuan.
5. MANIFESTASI KLINIS Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak : 1. Ada jejas pada thorak 2. Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi 3. Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi 4. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek 5. Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan 6. Penurunan tekanan darah 7. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher 8. Bunyi muffle pada jantung 9. Perfusi jaringan tidak adekuat 10. Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan pernapasan) dapat terjadi dini pada tamponade jantung
6. KOMPLIKASI a. Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada. b. Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan. c. Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep jantung. d. Pembuluh darah besar : hematothoraks. e. Esofagus : mediastinitis. f.
Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson, 1990).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Analisa Gas Darah : menunjukkan bahwa : PCO2 : meningkat > 45 PO2 : menurun <80 SaO2 : menurun Kadar Hb : menurun ,10gr % Volume : tidak menurun <500ml Kapasitas vital paru : menurun
b. Radio Diagnostik X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) : menyatakan adanya akumulasi cairan Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
8. PENCEGAHAN a. Pencegahan primer Pemerintah telah membuat dan menetapkan peraturan perundang-undangan tentang pemakaian sabuk pengaman saat berkendara menggunakan mobil di jalan raya, serta peraturan pelarangan memiliki dan menggunakan senjata tajam, pistol tanpa seijin negara. Mengkonsumsi alkohol dan minum-minuman keras pun dilarang oleh negara Selain itu, diberlakukan pula penghidupan lampu pada siang hari, guna mengurangi angka kecelakaan lalu lintas b. Pencegahan sekunder Sebaiknya pasien dengan trauma toraks , mendapatkan pengobatan yang maksimal, guna mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
9. PENATALAKSANAAN a. Farmakologi Terapi :
Antibiotika..
Analgetika.
Expectorant.
Hematotoraks massif (perdarahan >750 cc atau 15% dari total darah atau 5cc/kgBB/jam) memerlukan tindakan operasi segera untuk menghentikan perdarahan itu. Sebanyak 85% kasus hematotoraks masig disebabkan oleh perdarahan arteri interkosalis atau arteri mamaria interna, sebanyak 15% sisanya berasal dari hilus, miokardium atau laserasi paru. Tindakan medis penting lainnya adalah untuk mengurangi tekanan positif intrapleura dengan cara memasang bullow drainase (WSD) sebagai upaya mengevakuasi darah dari rongga pleura b. Diet Diet yang diberikan adalah diet Energi Tinggi Protein Tinggi (ETPT). Diet ini mengandung Energi dan Protein diatas kebutuhan normal.
10. PATHWAY Terlampir 11. PENGKAJIAN Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun 2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu 3. Pengobatan terakhir 4. Pengalaman pembedahan 5. Riwayat penyakit dahulu : perlu ditanyakan apakah klien merokok, terpapar polusi udara yang berat 6. Riwayat penyakit sekarang :keluhan sesak mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernafasan. Kaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada, seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang mnyebabkan peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan dada yang mendadak menyebabkan tekanan di dalam paru meningkat, kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul pada dada atau
tusukan benda tajam langsung menembus pleura 7. Dan Keluhan utama : sesak nafas, bernafas terasa berat pada dada dan keluhan sudah untuk melakukan pernafasan
Fokus Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi : Aktivitas / istirahat Gejala : dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
Tanda : ketakutan atau gelisah.
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen. Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM. Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy
paru
12. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder,pemasangan WSD
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang tidak adekuat
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
13. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan Pola pernapasan efektive. Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit. b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital. R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia. c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paruparu. R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas. f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam : 1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar. R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan. 2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural. 3) Observasi gelembung udara botol penempung. R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu. 4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu. R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan. 5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada. R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi. g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : 1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya. 2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan Jalan napas lancar/normal Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif.
Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Klien nyaman.
Intervensi :
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan. R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk. R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. 1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas. 2) Lakukan pernapasan diafragma. R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. 3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. 4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat. R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret. c. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien. d. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
e. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut. f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder, pemasangan WSD Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapakan Nyeri berkurang/hilang. Kriteria hasil :
Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah. Intervensi :
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif. R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. 1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya. 2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan. b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil. R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan. c. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung. R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. d. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik. R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang. e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari. R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang tidak adekuat Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nutrisi klien adekuat, Kriteria hasil :
Klien mendemontrasikan intake makanan yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan dan metabolisme tubuh.
Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan BB lebih lanjut.
Intervensi :
a. Pantau : presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin dan osmolalitas. R/ mengidentifikasikan kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan. b. Berikan perawatan mulut tiap 4 jam jika sputum berbau busuk. Pertahankan kesegaran ruangan. R/ Bau yang tidak menyenangkan dapat mempengaruhi nafsu makan. c. Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit panas, R/ ahli diet dapat membantu klien memilih makanan yang memenuhi kebutuhan kalori, dan kebutuhan gizi sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, dan berat badannya. d. Dukung klien untuk mengonsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein. R/ peningkatan suhu tubuh menigkatkan metabolisme, intake protein, vitamin, mineral, dan kalori yang adekuat penting untuk aktivitas anabolik dan sintesis antibodi. e. Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering dan mudah dikunyah jika ada sesak napas berat. R/ maknanan porsi sedikit tapi sering memerlukan lebih sedikit energi. 5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatandiharapkan pasien akan menunjukkan
tingkat mobilitas optimal. Kriteria hasil :
• penampilan yang seimbang.. • melakukan pergerakkan dan perpindahan. • mempertahankan mobilitas optimal yang dapat d i toleransi, dengan karakteristik :
utuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
Intervensi :
a.
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan. R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas. R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan. c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal. d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif. R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. e.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi. R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan Mencapai penyembuhan
luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. • luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. • Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi :
a.
Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka. R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka. R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan. d.
Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas. R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement. R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya. f.
Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan. R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
7. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapan cemas berkurang atau hilang Kriteria hasil ;
Mengakui dan mendiskusikan takut atau masalah
Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks atau istirahat
Menyatakan perasaan yang akurat tentang situasi
Intervensi:
a. Evaluasi tingkat pemahaman pasien/orang terdekat tentang diagnosa R/ pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gabaran diri dan pola hidup .pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk memilih informasi yang tepat b. Akui rasa takut/masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan.
R/ dukungan memampukan pasien mulai membuka/menerima kenyataan dan pengobatannya. Pasien mungkin perlu waktu untuk mengidentifikasi perasaan dan meskipun lebih banyak waktu mulaimengekspresikannya. c. Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yainkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama. R/ membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/salah interpretasi terhadap informasi. d. Terima penyangkalan pasien tetapi jangan diakui R/ bila penyangkalan ekstrim atau ansietas mempengaruhi kemajuan penyembuhan menghadapi isu pasien perlu dijelaskan, dan membuka cara penyelesaiannya. e. Catat komentar /perilaku yang menunjukkan strategi efektif menerima situasi R/ Takut atau ansietas menurun , pasien mulai bisa menerima / secara positif dengan kenyataan f. Libatkan pasien/orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/pengobatan R/ Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol atau kemandirian pada pasien yang merasa tak berdaya dalam menerima diagnosa dan perawatn g. Berikan kenyamanan fisik pada pasien R/ Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem / keridaknyaman fisik menetap
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien bertambah Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman penyebab masalah (bila tahu)
Mengidentifikasi tanda/ gejala yang memerlukan evaluasi medik
Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah
Intervensi : a. Observasi masalah patologi individu R/ informasi menurunkan ketidaktahuan, memberikan pengetahuan dasar untuk
pemahaman kondisi dinamikdan pentingnya intervensi terapeutik b. Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang R/ penyakit taruma thorak dapat menimbulkan komplikasi seperti PPOM,yang dapat meningkatkan insiden kambuh c. Observasi ulang tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat misal nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distress pernafasan lanjut R/ berulangnya trauma thorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah atau menurunkan potensial komplikasi d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, contoh nutrisi baik, istirahat dan latihan R/ mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan
9. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi /
terkontrol. Kriteria hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. • luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. • Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital. R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat. b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen. c.
Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll. R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi. e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
Evaluasi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pola pernapasan efektive. Jalan napas lancar/normal Nyeri berkurang/hilang. nutrisi klien adekuat tingkat mobilitas optimal. penyembuhan luka pada waktu yang sesuai. cemas berkurang atau hilang pengetahuan pasien bertambah infeksi tidak terjadi / terkontrol.
14. DAFTAR PUSTAKA Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta. Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta. Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta. FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula. Edisi 2. Binarupa Aksara : Jakarta. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Penerbi Salemba Medika