ASKEP TUMOR TESTIS DEFINISI
Kanker Testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum (kantung zakar). Kanker testikuler, yang menempati peringkat pertama dalam kematian akibat kanker diantara pria dalam kelompok umur 20 sampai 35 tahun, adalah kanker yang paling umum pada pria yang berusia 15 tahun hingga 35 tahun dan merupakan malignansi yang paling umum kedua pada kelompok usia 35 tahun hingga 39 tahun.
Kanker yang demikian diklasifikasikan sebagai germinal atau nongerminal. Tumor germinal timbul dari sel-sel germinal testis (seminoma, terakokarsinoma, dan karsinoma embrional); tumor germinal timbul dari epithelium. Klasifikasi patologik tumor testis menurut WHO: 1.
Tumor sel bening: 1.
Tumor dengan satu pola histologik: 1.
2.
2.
1.
Seminoma 1.
Seminoma spermatositik
2.
Karsinoma embrional
3.
Yolk sac tumor (Karsinoma embrional tipe infantile)
Teratoma: 1.
Matur
2.
Imatur
3.
Dengan transformasi maligna
Tumor dengan lebih dari satu pola histoligik: 1.
Karsinoma embrional plus teratoma (teratokarsinoma)
2.
Kariokarsinoma dan tipe lain apapun (perinci tipe-tipen ya)
3.
Kombinasi lain (perinci)
Tumor stromal-Tali kelamin: 1.
2.
Bentuk berdiferensiasi baik: 1.
Tumor sel leydig
2.
Tumor sel sertoli
3.
Tumor sel granulosa
Bentuk campuran (perinci)
3.
Bentuk berdiferensiasi tidak lengkap
Sebagian besar neoplasma adalah germinal, dengan sekitar 40% adalah seminoma. Seminoma cenderung untuk tetap setempat, sementara tumor nonseminomas tumbuh cepat. Penyebab tumor testikuler tidak diketahui, tetapi kriptokhidisme, infeksi, dan faktor-faktor genetic dan endokrin tampak berperan dalam terjadinya tumor tersebut.
Risiko kanker testikuler adalah 35 kali lebih tinggi pada pria dengan segala tipe testis yang tidak turun ke dalam skrotum dibanding dengan populasi umum. Tumor testis biasanya malignan dan cenderung untuk bermetastasis lebih dini, menyebar dari testis ke dalam nodus limfe dalam retroperineum dan ke paru-paru.
PATOFISIOLOGI
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhinya mengenai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rate testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit scrotum. Tunika albugenia merupakan barrier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albugenia oleh invasi tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar men yebar keluar testis Kecuali kariokarsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian menuju ke kelenjar mediastinal dan supraclavikula, sedangkan kariokarsinoma menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan otak.
PENYEBAB
Kebanyakan kanker testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun. Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menunjang terjadinya kanker testis: 1.
Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
2.
Perkembangan testis yang abnormal
Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai dengan rendahnya kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran payudara (ginekomastia) dan testis yang kecil). 3.
Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker testis tetapi masih dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia tertentu dan infeksi oleh HIV. Jika J ika di dalam keluarga ada riwayat kanker testis, maka resikonya akan meningkat. 1% dari semua kanker pada pria merupakan kanker testis. Kanker testis merupakan kanker yang paling sering ditemukan pada pria berusia 15-40 tahun. Kanker testis dikelompokkan menjadi: Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis. Biasanya ditemukan pada pria berusia 30-40 tahun dan terbatas pada testis. 1.
Non-seminoma: merupakan 60% dari semua jenis tumor testis. Dibagi menjadi subkategori: 2.
Karsinoma embrional: sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 2030 tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke paru paru dan hati. 1.
2.
Tumor yolk sac: sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-
laki. Teratoma: sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40% pada anak laki-laki. - Koriokarsinoma. 3.
Tumor sel stroma: tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel sertoli d an sel granulosa. Tumor ini merupakan 3-4% dari seluruh jenis tumor testis. Tumor bisa menghasilkan hormon estradiol, yang bisa menyebabkan salah satu gejala kanker testis, yaitu ginekomastia. 4.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala berupa : 1.
Testis membesar atau teraba aneh (tidak seperti biasanya)
2.
Benjolan atau pembengkakan pada salah satu atau kedua testis
3. 4.
Nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah - Ginekomastia Rasa tidak nyaman/rasa nyeri di testis atau skrotum terasa berat.
Tetapi mungkin juga tidak ditemukan gejala sama sekali. Gejala timbul dengan sangat bertahap dengan massa atau benjolan pada testis yang tidak nyeri. Pasien dapat mengeluh rasa sesak pada skrotum, area inguinal, atau abdomen dalam. Sakit pinggang (akibat perluasan nodus retroperineal), nyeri pada abdomen, penurunan berat badan, dan kelemahan umum dapat diakibatkan oleh metastasis. Pembesaran testis tanpa nyeri adalah temuan diagnostik yang signifikan. Satu-satunya metode deteksi dini yang efektif adalah pemeriksaan testis mandiri. Suatu bagian penting dari promosi kesehatan untuk pria harus mencakup pameriksaan mandiri. Pengajaran tentang pemeriksaan mandiri adalah intervensi penting untuk deteksi dini penyakit ini.
EVALUASI DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan: 1.
USG skrotum
Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (alfa fetoprotein), HCG (human chorionic gonadotrophin) dan LDH (lactic dehydrogenase). deh ydrogenase). 2.
Hampir 85% kanker non-seminoma menunjukkan peningkatan kadar AFP atau beta HCG. 1.
Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-paru)
2.
CT scan perut (untuk mengetahui penyebaran kanker ke organ perut)
3.
Biopsi jaringan.
Human chorionic gonadotropin dan a-fetoprotein adalah penanda tumor yang mungkin meningkat pada pasien kanker testis. (Penanda tumor adalah substansi yang disintesis oleh selsel tumor dan dilepaskan ke dalam sirkulasi dalam jumlah yang abnormal).
Tehnik imunositokimia yang terbaru dapat membantu mengidentifikasi sel-sel yang tampaknya menghasilkan penanda ini. Kadar penanda tumor dalam darah digunakan untuk mendiagnosis, menggolongkan, dan memantau respon terhadap pengobatan. Uji diagnostic lainnya mencakup urografi intravena untuk mendeteksi segala bentuk penyimpangan uretral yang disebabkan oleh massa tumor; limfangiografi untuk mengkaji keluasan penyebaran tumor ke sistem limfatik; dan pemindai CT dada dan abdomen untuk menentukan keluasan penyakit dalam paru-paru dan retroperineum.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit. Setelah kanker ditemukan, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan jenis sel kankernya, selanjutnya ditentukan stadiumnya: 1.
Stadium I: kanker belum menyebar ke luar testis
2.
Stadium II: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut
Stadium III: kanker telah menyebar ke luar kelenjar getah bening, bisa sampai ke hati atau paru-paru. 3.
Ada 4 macam pengobatan yang bisa digunakan: Pembedahan: pengangkatan testis (orkiektomi) dan pengangkatan kelenjar getah bening (limfadenektomi). 1.
Terapi penyinaran: menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi tinggi lainnya, seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumor non-seminoma. Juga digunakan sebagai pengobatan utama pada seminoma, terutama pada stadium awal. 2.
Kemoterapi: digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan etoposid) untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi telah meningkatkan angka harapan hidup penderita tumor non-seminoma. 3.
Pencangkokan sumsum tulang: dilakukan jika kemoterapi telah menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang penderita. 4.
Tumor seminoma 1.
Stadium I diobati dengan orkiektomi dan penyinaran kelenjar getah bening perut
Stadium II diobati dengan orkiektomi, penyinaran kelenjar getah bening dan kemoterapi dengan sisplastin 2. 3.
Stadium III diobati dengan orkiektomi dan kemoterapi multi-obat.
Tumor non-seminoma: 1.
Stadium I diobati dengan orkiektomi dan kemungkinan dilakukan limfadenektomi
perut Stadium II diobati dengan orkiektomi dan limfadenektomi perut, kemungkinan diikuti dengan kemoterapi 2. 3.
Stadium III diobati dengan kemoterapi dan orkiek tomi.
Jika kankernya merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya, diberikan kemoterapi beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid atau vinblastin). Kanker testikuler adalah salah satu tumor padat yang dapat disembuhkan. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menyingkirkan penyakit dan mencapai penyembuhan. Pemilihan pengobatan tergantung pada tipe sel dan keluasan anatomi penyakit. Testis diangkat dengan orkhioektomi melalui suatu insisi inguinal dengan ligasi tinggi korda sp ermatikus. Prosthesis yang terisi dengan jel dapat ditanamkan untuk mengisi testis yang hilang. setelah orkhioektomi unilateral untuk kanker testis, sebagian besar pasien tidak mengalami fungsi endokrin. Namun demikian, pasien lainnya mengalami penurunan kadar hormonal, yang menandakan bahwa testis yang sehat tidak berfungsi pada tingkat yang normal. Diseksi nodus limfe retroperineal (RPLND) untuk mencegah penyebaran kanker melalui jalur limfatik mungkin dilakukan setelah orkhioektomi.
Meskipun libido dan orgasme normal tidak mengalami gangguan setelah RPLND, pasien mungkin dapat mengalami disfungsi ejakulasi dengan akibat infertilitas. Menyimpan sperma di bank sperma sebelum operasi mungkin menjadi pertimbangan. Iradiasi nodus limfe pascaoperasi dari diagfragma sampai region iliaka digunakan untuk mengatasi seminoma dan hanya diberikan pada tempat tumor saja. Testis lainnya dilindungi dari radiasi untuk menyelamatkan fertilitas. Radiasi juga digunakan untuk pasien yang tidak menunjukkan respon terhadap kemoterapi atau bagi mereka yang tidak direkomendasikan untuk dilakukan pembedahan nodus limfe. Karsinoma testis sangat responsive terhadap terapi medikasi. Kemoterapi multiple dengan sisplantin dan preparat lainnya seperti vinblastin, bleomisin, daktinomisin, dan siklofosfamid memberikan persentase remisi yang tinggi. Hasil yang baik dapat dicapai dengan mengkombinasi tipe pengobatan yang berbeda, termasuk pembedahan, terapi radiasi, dan kemoterapi. Bahkan kanker testikuler diseminata sekalipun, prognosisnya masih baik, dan penyakit kemungkinan dapat disembuhkan karena kemajuan dalam diagnosis dan pengobatan.
INTERVENSI KEPERAWATAN/PENDIDIKAN PASIEN
Karena pasien mungkin mengalami kesulitan dalam menerima kondisi ini, isu-isu yang berhubungan dengan citra tubuh dan seksualitas harus diungkapkan. Pasien memerlukan dorongan untuk mempertahankan sikap yang positif selama perjalanan terapi. Pasien juga harus mengetahui bahwa terapi radiasi tidak harus selalu menghambat pasien untuk menjadi seorang ayah, dan eksisi tumor unilateral tidak harus menu runkan virilitas. Pasien dengan riwayat satu tumor testikuler mempunyai peluang yang lebih besar untuk mengalami tumor berikutnya. Pemeriksaan tindak lanjut mencakup rontgen, urografi ekskretori, radioimmunoassay untuk human chorionic gonadotropins dan kadar a-fetoprotein, serta pemeriksaan nodus limfe untuk mendeteksi malignansi kambuhan.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TUMOR TESTIS
Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuhan selular dan merupakan kelompok penyakit dan bukan penyakit tunggal. Saat ini ada lebih dari 120 perbedaan tipe pengetahuan tentang kanker. Karena kanker adalah penyakit seluler, ini dapat timbul dari jaringan mana saja. Dengan manifestasi yang mengakibatkan kegagalan untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel. Selama bertahun-tahun observasi dan dokumentasi, telah ditemukan bahwa perilaku metastatik dari kanker bervariasi sesuai dengan sisi primer diagnosis. Pola perilaku ini diketahui sebagai "riwayat alamiah". Pengetahuan tentang etiologi dan riwayat alamiah dari tipe kanker adalah penting pada perencanaan keperawatan pasien dan pada evaluasi kemajuan, prognosis, dan keluhan fisik pasien.
DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN
Aktivitas/istirahat
Sirkulasi
Integritas ego
Eliminasi
Makanan/cairan
Gejala: Kelemahan dan/atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktorfaktor yang mempengaruhi tidur, misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam. Keterbatasan partisipasi dalam hobby, latihan. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi. Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja. Kebiasaan: Perubahan pada tekanan darah. Gejala: Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stress (misalnya merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religious/spiritual). Masalah tentang perubahan dalam penampilan, misalnya alopesia, lesi cacat, pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan control, depresi. Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah. Gejala: Perubahan pada pola defekasi, misalnya darah pada feses, nyeri pada defekasi. Perubahan eliminasi urinarius, misalnya nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuri, sering berkemih. Tanda: Perubahan pada bising usus, distensi abdomen. Gejala: Kebiasaan diet buruk (misalnya rendah serat, tinggi lemak, adiktif, bahan pengawet). Anoreksia, mual/muntah. Intoleransi makanan. Perubahan pada berat badan; penurunan berat badan, kakeksia, berkurangnya massa otot. Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema.
Gejala: Pusing; sinkope. Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi, misalnya ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan Nyeri/kenyamanan proses penyakit). Gejala: Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok) Pernapasan Pemajanan asbes Gajala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari lama/berlebihan. Keamanan Tanda: Demam. Ruam kulit, ulserasi. Gejala: Masalah seksualitas, misalnya dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan. Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun. Seksualitas Multigravida, pasangan seks multiple, aktivitas seksual dini. Herpes genital. Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung. Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, Interaksi sosial dukungan, atau bantuan). Masalah rentang fungsi/tanggung jawab peran. Gejala: Riwayat kanker pada keluarga, misalnya ibu atau bibi dengan kanker payudara. Sisi primer: penyakit primer dalam rumah tangga Penyuluhan/pembelajaran ditemukan/didiagnosis. Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat; bila tidak ada, riwayat alamiah dari primer akan memberikan informasi penting untuk mencari metastatik. Neurosensori
Pemeriksaan diagnostik
Tes, seleksi tergantung riwayat, manifestasi klinis, dan indeks kecurigaan un tuk kanker tertentu. Scan (misalnya MRI, CT, gallium) dan ultrasound: dilakukan untuk tujuan diagnostic, identifikasi metastatik, dan evaluasi respon pada pengobatan. 1.
Biopsy (aspirasi, eksisi, jarum, melubangi): dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sumsum tulang, kulit, organ, dan sebagainya. 2.
Penanda tumor (zat yang dihasilkan dan disekresi oleh sel tumor dan ditemukan dalam serum, misalnya CEA, antigen spesifik prostat, a-fetoprotein, HCG, asam fosfat prostat, kalsitonin, antigen onkofetal pancreas, CA 15-3, CA 19-9, CA 125 dan 3.
sebagainya): dapat membantu dalam mendiagnosis kanker tetapi lebih bermanfaat sebagai prognostic dan/atau monitor terapeutik. Tes kimia skrining, misalnya elektrolit (natrium, kalium, kalsium); tes ginjal (BUN/Cr); tes hepar (bilirubin, AST/SGOT alkalin fosfat, LDH); tes tulang (alkalin fosfat, kalsium) 4.
JDL dengan diferensial dan trombosit: dapat menunjukan anemia, perubahan SDM dan SDP; trombosit berkurang atau meningkat. 5. 6.
Sinar x dada: menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.
Prioritas keperawatan 1.
Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2.
Meningkatkan kenyamanan.
3.
Memeprtahankan fungsi fisiologis optimal.
4.
Mencegah komplikasi.
Memberikan informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan. 5.
Tujuan pemulangan 1. 2.
Pasien menerima situasi denga realistis. Nyeri hilang/terkontrol.
3.
Homeostatis dicapai.
4.
Komplikasi dicegah/dikurangi.
5.
Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan aturan dipahami.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI Cemas/takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga. 1.
1.
Tujuan: 1.
Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
2.
Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan. 3. 2.
Intervensi Keperawatan: Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya. 1. 2.
Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai. 3.
Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan. 4.
Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan. 5. 6.
Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.
7.
Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
8.
Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan
wajar. 3.
Rasional: Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi. 1.
Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya. 2. 3.
Dapat menurunkan kecemasan klien.
Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya. 4.
Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan. 5.
Agar klien terdekat/keluarga. 6.
memperoleh
dukungan
Memberikan kesempatan berpikir/merenung/istirahat. 7.
pada
dari
orang
klien
yang untuk
Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar di tolong. 8.
Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping terapi kanker. 2.
1.
Tujuan: 1.
Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
2.
Melaporkan nyeri yang dialaminya
3.
Mengikuti program pengobatan
Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin 4. 2.
intervensi Keperawatan: 1.
Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya 2.
Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV 3.
Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik. 4. 5. 3.
Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.
Kolaboratif: 1.
Disusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien.
Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narcotik dll 2. 4.
Rasional: Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan. 1.
Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi. 2.
Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri. 3.
Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas. 4.
Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri. 5.
6.
Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.
7.
Untuk mengatasi nyeri.
Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekuensi kemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri. 3.
1.
Tujuan: Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi 1. 2.
Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya 3. 2.
Intervensi Keperawatan:
Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya. 1.
Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan. 2.
Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis. 3.
Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien. 4.
Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas. 5.
Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga. 6. 7.
Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum
makan. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien. 8. 3.
Kolaboratif: Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin 1.
Berikan pengobatan sesuai indikasi Phenotiazine, antidopaminergik, corticosteroids, vitamin khususnya A, D, E dan B6, antacida 2.
Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus. 3. 4.
Rasional: 1.
Memberikan informasi tentang status gizi klien.
Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien. 2. 3.
Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.
4.
Kalori merupakan sumber energi.
Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas. 5.
6.
Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.
7.
Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera
makan. Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien). 8.
Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien. 9.
Membantu menghilangkan gejala meningkatkan status kesehatan klien. 10.
penyakit,
efek
samping,
Mempermudah intake makanan/minuman dengan hasil yang maksimal dan sesuai kebutuhan. 11.
Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif. 4.
1.
Tujuan: Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada tingkatan siap. 1.
Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut. 2.
Mempunyai inisiatif dalam berpartisipasi dalam pengobatan. 3. 4. 2.
perubahan
gaya
hidup
dan
Bekerjasama dengan pemberi informasi.
Intervensi Keperawatan: Review pengertian pengobatan dan akibatnya. 1.
klien
dan
keluarga
tentang
diagnosa,
Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker. 2.
Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan. 3.
Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien. 4.
Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya. 5.
Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal. 6.
Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi. 7. 8. 3.
Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.
Rasional: Menghindari pengetahuan klien. 1.
adanya
duplikasi
dan
pengulangan
Memungkinkan dilakukan pembenaran persepsi dan konsepsi serta kesalahan pengertian. 2. 3.
kesalahan
Membantu klien dalam memahami proses penyakit.
Membantu pengobatan. 4.
terhadap
terhadap
klien
dan
keluarga
dalam
membuat
keputusan
Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien. 5.
Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat. 6.
Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tandatanda infeksi serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman. 7.
8.
Meningkatkan integritas kulit dan kepala.
Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemoterapi dan radiasi/radiotherapi. 5.
1.
Tujuan: Membran mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi 1. 2.
Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal.
Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut. 3. 2.
Intervensi Keperawatan: Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secara periodik. 1.
Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah. 2.
3.
Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygiene.
Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, makanan keras. 4. 5. 3.
Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral.
Kolaboratif: 1.
Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi
Berikan obat sesuai indikasi, antimikrobial mouthwash preparation. 2. 3. 4.
analgetik,
topikal
lidocaine,
Kultur lesi oral.
Rasional: Mengkaji perkembangan proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi memberikan informasi penting untuk mengembangkan rencana keperawatan. 1.
Masalah dengan kesehatan mulut dapat mempengaruhi pemasukan makanan dan minuman. 2. 3.
Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi.
Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa. 4.
Agar klien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tandatanda tersebut. 5. 6.
Meningkatkan kebersihan dan kesehatan gigi dan gusi.
Tindakan/terapi yang dapat menghilangkan nyeri, menangani infeksi dalam rongga mulut/infeksi sistemik. 7.
Untuk mengetahui jenis kuman sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang tepat. 8.
Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake. 6.
1.
Tujuan: Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilary refill normal, urine output normal. 1.
2.
Intervensi Keperawatan: Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam. 1. 2.
Timbang berat badan jika diperlukan.
3.
Monitor vital sign. Evaluasi pulse peripheral, capilary refill.
Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada klien. 4.
Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu. 5.
Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan petekie. 6. 7. 3.
4.
pada
Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah.
Kolaboratif: 1.
Berikan cairan IV bila diperlukan.
2.
Berikan therapy antiemetik.
3.
Monitor hasil laboratorium: Hb, elektrolit, albumin.
Rasional: Pemasukan hipovolemia. 1.
oral
yang
tidak
adekuat
dapat
menyebabkan
Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada ketidakseimbangan cairan. 2.
Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi. 3.
Dengan mengetahui terjadinya hipovolemia. 4.
tanda-tanda
dehidrasi
dapat
mencegah
5.
Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
6.
Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan.
7.
Mencegah terjadinya perdarahan.
8.
Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
9.
Mencegah/menghilangkan mual muntah.
10.
Mengetahui perubahan yang terjadi.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif. 7.
1.
Tujuan: Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pencegahan infeksi. 1.
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal. 2.
2.
Intervensi Keperawatan: Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Batasi pengunjung. 1.
3.
4.
2.
Jaga personal hygine klien dengan baik.
3.
Monitor temperatur.
4.
Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.
5.
Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.
Kolaboratif: 1.
Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.
2.
Berikan antibiotik bila diindikasikan.
Rasional: 1.
Mencegah terjadinya infeksi silang.
2.
Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup.
3.
Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi.
4.
Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi.
5.
Mencegah terjadinya infeksi.
6.
Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi.
Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi organisme penyebab infeksi. 7.
Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan defisit pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan. 8.
1.
Tujuan: Klien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan terapi terhadap seksualitas 1. 2.
2.
Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan
Intervensi: Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta hubungannya dengan penyakitnya. 1. 2.
Berikan advis tentang akibat pengobatan terhadap seksualitasnya.
Berikan privacy kepada klien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk. 3.
3.
Rasional: Meningkatkan ekspresi seksual dan meningkatkan komunikasi terbuka antara klien dengan pasangannya. 1.
Membantu dihadapinya. 2.
klien
dalam
mengatasi
masalah
seksual
yang
Memberikan kesempatan bagi klien dan pasangannya untuk mengekspresikan perasaan dan keinginan secara wajar. 3.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, defisit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia. 9.
1.
Tujuan: Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik 1.
Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan 2.
2.
Intervensi Keperawatan: Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka. 1. 2.
Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.
3.
Ubah posisi klien secara teratur.
Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter. 4. 3.
Rasional: Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit. 1. 2.
Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu. 3.
Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif. 4.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki B Purnomo, Dasar-dasar Urologi.Edisi kedua, cetakan ketiga, CV. Sagung Seto: Jakarta 2007. 1.
Carpenito Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 2001. 2.
Danielle Gale & Jane Charette, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 2000. 3.
Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1999. 4.
Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1996. 5.
Long Barbara C. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK Pajajaran, Bandung, 1996 6.
Price A. Sylvia & Wilson M. Lorraine, Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit , Edisi 4, Buku II, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1995. 7.
Robbins Stanley L, Buku Dasar Patologi Penyakit , Edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1996. 8.
Saku
Suzanne. C. Smeltzer & Brenda.G.Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2001. 9.
Diposkan oleh Akira Alie Sinulingga, S.Kep, Ners di 16:161 komentar
Kamis, November 04, 2010
ASKEP INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) A. Pengertian Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001) Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998) B. Klasifikasi Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain: 1. Kandung kemih (sistitis) 2. uretra (uretritis) 3. prostat (prostatitis) 4. ginjal (pielonefritis) Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi: 1. ISK uncomplicated (simple) ISK sederhana yang terjadi pada penderita denga n saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih. 2. ISK complicated Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut: a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu , reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis. b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK. c. Gangguan daya tahan tubuh d. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang memproduksi urease. C. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain: a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple) b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain. 2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain: a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif b. Mobilitas menurun c. Nutrisi yang sering kurang baik d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral e. Adanya hambatan pada aliran urin f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat D. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam t raktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu: masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, ant ara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain. Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya: Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif. Mobilitas menurun Nutrisi yang sering kurang baik System imunnitas yng menurun Adanya hambatan pada saluran urin Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang me njadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.
Pathway : terlampir
E. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis): Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
Hematuria Nyeri punggung dapat terjadi Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis) Demam Menggigil Nyeri panggul dan pinggang Nyeri ketika berkemih Malaise Pusing Mual dan muntah
F. Pemeriksaan Penunjang 1. Urinalisis Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomer ulus ataupun urolitiasis. 2. Bakteriologis Mikroskopis Biakan bakteri 3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik 4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran t engah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi. 5. Metode tes Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit. Tes Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek). Tes- tes tambahan: Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan unt uk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.
G. Penatalaksanaan Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah a gens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina. Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibe dakan atas: Terapi antibiotika dosis tunggal Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu Terapi dosis rendah untuk supresi Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal i nfeksi, factor kausatif (mis: batu, a bses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah. Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi. Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya: Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
Interansi obat Efek samping obat Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal: 1. Efek nefrotosik obat 2. Efek toksisitas obat Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi keefektifannya dan hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut: Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar bergun a/diperlukan/ Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau malh membahnayakan/ Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan? Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan?
H. Pengkajian 1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan system tubuh 2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko: Adakah riwayat infeksi sebelumnya? Adakah obstruksi pada saluran kemih? 3. Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial. Bagaimana dengan pemasangan kateter foley? Imobilisasi dalam waktu yang lama. Apakah terjadi inkontinensia urine? 4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
Adakah disuria? Adakah urgensi? Adakah hesitancy? Adakah bau urine yang menyengat? Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine? Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas. 5. Pengkajian psikologi pasien: Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya.
I. Diagnosa Keperawatan Yang Timbul 1. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain. 2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain. 3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. J. Intervensi Keperawatan 1. Dx 1 : Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain. Kriteria evaluasi: Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul Intervensi: a. Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih, masukan dan haluaran
setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri. Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri c. Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat; Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot. d. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus Relaksasi: membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot. e. Berikan perawatan perineal Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra f. Jika dipaang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 nkali per hari. Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan. g. Kolaborasi: Konsul dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit Rasional: Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri h. Berikan antibiotic. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air segar . Pemberian air sampai 2400 ml/hari Rasional: akibta dari haluaran urin memudahkan berkemih sering dan membentu membilas saluran berkemih
2. Dx 2: Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain. Kriteria Evaluasi: Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria) Intervensi: a. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi b. Tentukan pola berkemih pasien c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri. d. Kaji keluhan kandung kemih penuh Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan(kandung kemih/ginjal) e. Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat f. Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jam Rasional: untuk mencegah statis urin g. Kolaborasi: Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obatobat untuk meningkatkan aam urin. Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.
3. Dx 3: Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Kriteria Evaluasi: menyatakna mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif. Intervensi: a. Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan datanng Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan informasi. b. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan. Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan m,embantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik. c. Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah pemeriksaan Rasional: instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan d. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri. Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri membantu mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah pertumbuhan bakteri e. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan. Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni mad e Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC. Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC. Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal -Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC. Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.
Diposkan oleh Akira Alie Sinulingga, S.Kep, Ners di 21:150 komentar
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
Adapun permasalahan yang kelompok kami angkat dalam makalah ini adalah: 1). Apakah yang dimaksud dengan Urinary calculi (Batu Ginjal)? 2). Bagaimanakah etiologi dari Urinary calculi (Batu Ginjal)? 3). Bagaimanakah manifestasi klinis dari Urinary calculi (Batu Ginjal)? 4). Bagaimanakah patofisiologi Urinary calculi (Batu Ginjal)? 5). Bagaimana komplikasi dari Urinary calculi (Batu Ginjal)? 6). Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien Urinary calculi (Batu Ginjal)?
1). Memahami pengertian, penyebab, jenis, serta tanda dan gejala yang muncul pada penyakit Urinary calculi (Batu Ginjal). 2). Menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk perawatan pasien penderita Urinary calculi (Batu Ginjal). 3). Menguraikan prosedur perawatan yang digunakan untuk pasian penderita Urinary calculi (Batu Ginjal).
Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi ) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal ( batu ginjal ) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih ). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis , nefrolitiasis ).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik yaitu: 1). Faktor intrinsik, meliputi: ; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi. ; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. ; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita. 2).
, meliputi:
; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu). . ; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. ; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life). Ada beberapa teori tentang terbentuknya Batu saluran kemih adalah: 1). : Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih. 2). : Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu. 3). : Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal) Infeksi è Pielonefritis è Ureritis è Sintitisè Hidronefrosis è Hidroureter è Pionefrosis è Urosepsis
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif. 1). Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah: : Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus ( ), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal ( ) dan adanya peningkatan
resorpsi tulang ( paratiroid.
) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor
: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam. : Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen. : Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama. : Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium ddengan oksalat. 2). Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garamgaram magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit. 3). Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.
Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah
kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tandatanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didapatkan demam/menggigil. Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristalkristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine). Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen). Pemeriksaan pieolografi intra vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen. Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter , pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilangtimbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam. Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis ) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.
Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik: berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah: Aktivitas/istirahat: Gejala
: Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk
Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya ( cedera serebrovaskuler, tirah baring lama) Sirkulasi Tanda
: Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)
Kulit hangat dan kemerahan atau pucat Eliminasi Gejala
: Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya
Penurunan volume urine Rasa terbakar, dorongan berkemih Diare Tanda
: Oliguria, hematuria, piouria
Perubahan pola berkemih Makanan dan cairan: Gejala
: Mual/muntah, nyeri tekan abdomen
Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup Tanda Muntah
: Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus
Nyeri dan kenyamanan: Gejala : Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan) Tanda
: Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi
Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit Keamanan: Gejala
: Penggunaan alkohol
Demam/menggigil Penyuluhan/pembelajaran: Gejala : Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.
Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler. Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
No Intervensi
1
2
3
4
5
6
7
Rasional Membantu evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri sering menyebar ke punggung, lipat paha, (skala 1-10) dan penyebarannya. genitalia sehubungan dengan proksimitas Perhatiakn tanda non verbal seperti: pleksus saraf dan pembuluh darah yang peningkatan TD dan DN, gelisah, menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan meringis, merintih, menggelepar. hebat dapat menimbulkan gelisah, takut/cemas. Melaporkan nyeri secara dini memberikan Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya kesempatan pemberian analgesi pada waktu melaporkan kepada staf perawatan yang tepat dan membantu meningkatkan setiap perubahan karakteristik nyeri kemampuan koping klien dalam yang terjadi. menurunkan ansietas. Lakukan tindakan yang mendukung kenyamanan (seperti masase Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ringan/kompres hangat pada punggung, ketegangan otot lingkungan yang tenang) Bantu/dorong pernapasan dalam, Mengalihkan perhatian dan membantu bimbingan imajinasi dan aktivitas relaksasi otot terapeutik Batu/dorong peningkatan aktivitas Aktivitas fisik dan hidrasi yang adekuat (ambulasi aktif) sesuai indikasi disertai meningkatkan lewatnya batu, mencegah asupan cairan sedikitnya 3-4 liter perhari stasis urine dan mencegah pembentukan dalam batas toleransi jantung. batu selanjutnya. Obstruksi lengkap ureter dapat Perhatikan peningkatan/menetapnya menyebabkan perforasi dan keluhan nyeri abdomen. ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini merupakan kedaruratan bedah akut. Analgetik (gol. narkotik) biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan Kolaborasi pemberian obat sesuai kolik ureter dan meningkatkan relaksasi program terapi: otot/mental Analgetik, Antispasmodik,
dapat
Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu. Pertahankan patensi kateter urine bila Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan diperlukan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi Kortikosteroid
8
Menurunkan refleks spasme, menurunkan kolik dan nyeri.
No Intervensi Rasional Awasi asupan dan haluaran, Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya 1 karakteristik urine, catat komplikasi. Penemuan batu memungkinkan identifikasi adanya keluaran batu tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi Batu saluran kemih dapat menyebabkan peningkatan Tentukan pola berkemih eksitabilitas saraf sehingga menimbulkan sensasi normal klien dan 2 kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan perhatikan variasi yang urgensi meningkat bila batu mendekati pertemuan terjadi uretrovesikal. Dorong peningkatan asupan Peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri, darah, 3 cairan. debris dan membantu lewatnya batu Observasi perubahan status Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit 4 mental, perilaku atau dapat menjadi toksik pada SSP tingkat kesadaran Pantau hasil pemeriksaan Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit menjukkan 5 laboratorium (elektrolit, disfungsi ginjal BUN, kreatinin) Berikan obat sesuai indikasi: Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurnkan Asetazolamid (Diamox), pembentukan batu asam. Alupurinol (Ziloprim) Mencegah stasis urine ddan menurunkan pembentukan Hidroklorotiazid (Esidrix, batu kalsium. Hidroiuril), Klortalidon (Higroton) Menurunkan pembentukan batu fosfat 6
Amonium klorida, kalium Menurnkan produksi asam urat. atau natrium fosfat (SalHepatika) Mungkin diperlukan bila ada ISK Agen antigout Alupurinol (Ziloprim) Antibiotika Natrium bikarbonat
7
mis:
Mengganti kehilangan yang tidak dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine, dapat mencegah pemebntukan batu. Mengasamkan urine untuk pembentukan batu alkalin
mencegah
berulangnay
Asam askorbat Pertahankan patensi kateter Mungkin diperlukan untuk membantu kelancaran aliran tak menetap (uereteral, urine. uretral atau nefrostomi).
8 9
Irigasi dengan larutan asam Mengubah pH urien dapat membantu pelarutan batu atau alkali sesuai indikasi dan mencegah pembentukan batu selanjutnya Siapkan klien dan bantu Berbagai prosedur endo-urologi dapat dilakukan untuk prosedur endoskopi mengeluarkan batu.
No Intervensi 1 Awasi asupan dan haluaran 2
3 4 5 6 7 8
9
Rasional Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan ginjal. Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan Catat insiden dan karakteristik dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka muntah, diare. menghubungkan kedua ginjal dengan lambung. Mempertahankan keseimbangan cairan untuk Tingkatkan asupan cairan 3-4 homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya liter/hari membilas batu keluar. Indikator hiddrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan Awasi tanda vital intervensi. Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan Timbang berat badan setiap hari dengan retensi. Kolaborasi pemeriksaan HB/Ht Mengkaji hidrasi dan efektiviatas intervensi. dan elektrolit. Berikan cairan infus sesuai Mempertahankan volume sirkulasi (bila asupan per program terapi. oral tidak cukup) Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas Kolaborasi pemberian diet sesuai saluran cerna, mengurangi iritasi dan membantu keadaan klien mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi. Berikan obat sesuai program Antiemetik mungkin diperlukan untuk menurunkan terapi (antiemetik misalnya mual/muntah. Proklorperasin/ Campazin).
No Intervensi 1 Tekankan
pentingnya
Rasional memperta- Pembilasan
sistem
ginjal
menurunkan
hankan asupan hidrasi 3-4 liter/hari 2 3 4 5 6 7 8
9
kesemapatan stasis ginjal dan pembentukan batu. Kaji ulang program diet sesuai Jenis diet yang diberikan disesuaikan dengan indikasi tipe batu yang ditemukan Diet rendah purin Idem Diet rendah kalsium Idem Diet rendah oksalat Idem Diet rendah kalsium/fosfat Idem Diskusikan program obat-obatan, Idem. hindari obat yang dijual bebas Jelaskan tentang tanda/gejala yang Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk memerlukan evaluasi medik (nyeri mengoreksi asiditas atau alkalinitas urine berulang, hematuria, oliguria) tergantung penyebab dasar pembentukan batu Tunjukkan perawatan yang tepat Meningkatakan kemampuan rawat diri dan terhadap luka insisi dan kateter bila kemandirian. ada
Lakukan tindakan sesuai dengan apa yang harus anda lakukan pada saat itu. Dan catat apa pun yang telah anda lakukan pada pasien.
Evalusi tidakan yang telah diberikan. Jika keadaan pasien mulai membaik. Hentikan tindakan. Sebaliknya, jika keadaan pasien memburuk, intervensi harus mengalami perubahan.
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan sebelumnya adalah: Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi ) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. 1.
Faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. 2.
Patofisiolofi dari batu ginjal di mulai dari Infeksi è Pielonefritis è Ureritis è Sintitisè Hidronefrosis è Hidroureter è Pionefrosis è Urosepsis. 3.
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif. 4.
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. 5.
Terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter , pelvis renalis maupuntubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat). 6.
Asuhan Keperawatan pada pasien batu ginjal dimulai dari pengkajian sampai tahap evaluasi. 7.
Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh >50% dalam 10 tahun. Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah: Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari Diet rendah zat/komponen pembentuk batu Aktivitas harian yang cukup Medikamentosa
Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah: Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam. Rendah oksalat Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria Rendah purin Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II
http://www.medicastore.com/images/batu_ginjal&imgrefurl http://fund0c.multiply.com/journal/item/101&usg www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/batu-ginjal.htm http://mediailmukeperawatan-susanto.blogspot.com/2009/03/askep-batu-ginjal.html
SUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAKS
Konsep Dasar Pengertian Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleural antara pleura parietal dan viseral. Klasifikasi Berdasarkan terjadinya yaitu artificial, traumatic dan spontan. Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis, mediastinalis dan basalis Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan partialis.
Berdasarkan jenis fistel. Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan - 2 inspirasi). Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif (- 4 ekspirasi dan - 12 inspirasi). Pneumotoraks ventil. Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa. Etiologi dan patofisiologi Normal tekanan negatif pada ruang pleura adalah -10 s/d -12 mmHg. Fungsinya membantu pengembangan paru selama ventilasi. Pada waktu inspirasi tekanan intra pleura lebih negatif daripada tekanan intra bronchial, maka paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks sehingga udara dari luar dimana tekanannya nol (0) akan masuk bronchus sampai ke alveoli. Pada waktu ekspirasi dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intra pleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus ataupun di bronchus sehingga udara ditekan keluar melalui bronchus. Tekanan intra bronchial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan intra bronchial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk,bersin, atau mengejan, pada keadaan ini glottis tertutup. Apabila di bagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah maka akan pecah atau terobek.. Pneumotoraks terjadi disebabkan adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan dengan bronchus. Pelebaran dari alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli yang kemudian
membentuk suatu bula di dekat suatu daerah proses non spesifik atau granulomatous fibrosis adalah salah satu sebab yang sering terjadi pneumotoraks, dimana bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi emfisema. Penyebab tersering adalah valve mekanisme di distal dari bronchial yang ada keradangan atau jaringan parut. Secara singkat penyebab terjadinya pneumotorak menurut pendapat "MACKLIN" adalah sebagai berikut : Alveoli disanggah oleh kapiler yang lemah dan mudah robek, udara masuk ke arah jaringan peribronchovaskuler apabila alveoli itu menjadi lebar dan tekanan didalam alveoli meningkat. Apabila gerakan napas yang kuat, infeksi, dan obstruksi endobronchial merupakan fakltor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyakan jaringan fibrosis di peribronchovaskuler kearah hilus, masuk mediastinum dan menyebabkan pneumotoraks atau pneumomediastinum. Gejala klinis Keluhan : timbulnya mendadak, biasanya setelah mengangkat barang berat, habis batuk keras, kencing yang mengejan, penderita menjadi sesak yang makin lama makin berat. Keluhan utama : sesak, napas berat, bias disertai batuk-batuk. Nyeri dada dirasakan pada sisi sakit, terasanya berat (kemeng), terasa tertekan, terasa lebih nyeri pada gerakan respirasi. Sesak ringsn sampai berat, napas tertinggal, senggal pendek-pendek. Tanpa atau dengan cyanosis. Tampak sakit ringan sampai berat, lemah sampai shock, berkeringat dingin. Berat ringannya keadaan penderita tergantung dari keadaan pneumotoraksnya : Tertutup dan terbuka biasanya tidak berat, ventil ringan tekanan positif tinggi biasanya berat dan selain itu tergantung juga keadaan paru yang lain dan ada atau tidaknya obstruksi jalan napas. Komplikasi Atelektasis, ARDs, infeksi, edema pulmonary, emboli paru, efusi pleura, empyema, emfisema, penebalan pleura. Pemeriksaan diagnostic X Foto dada : Pada foto dada PA terlihat pinggir paru yang kolaps berupa garis. Mediastinal shift dapat dilihat pada foto PA atau fluoroskopi pada saat penderita inspirasi atau ekspirasi. Penatalaksanaan Pada ICS 5 atau 6 dilakukan pemasangan WSD dengan memakai trokar. WSD dilepas bila paru sudah mengembang dengan baik, tidak ada komplikasi dan setelah selang plastic atau diklem 24 jam untuk membuktikan bahwa pneumothoraks sudah sembuh. Bila penderita sesak dapat diberikan oksigen konsentrasi tinggi. Untuk megnobati nyeri dapat diberikan analgetika seperti Antalgin 3 X 1
tablet atau analgetik kuat. Fisioterapi dapat diberikan karena dapat mencegah retensi sputum. Apabila pengembangan paru agak lambat, bias dilakukan penghisapan dengan tekanan 25-50 cm air. Pada pneumothoraks berulang dapat dilakukan perlekatan kedua pleura dengan memakai bahan yang dapat menimbulkan iritasi atau bahan sclerosing agent. Asuhan Keperawatan Pengkajian keperawatan Riwayat keperawatan Klien terdapat penyakit paru, bila ditemukan adanya iritan pada paru yang meningkat maka mungkin terdapat riwayat merokok. Penyakit yang sering ditemukan adalah pneumotoraks, hemotoraks, pleural effusion atau empiema. Klien bisa juga ditemukan adanya riwayat trauma dada yang mendadak yang memerlukan tindakan pembedahan. Pemeriksaan Adanya respirasi ireguler, takhipnea, pergeseran mediastinum, ekspansi dada asimetris. Adanya ronchi atau rales, suara nafas yang menurun, perkursi dada redup menunjukan adanya pleural effusion, sering ditemui sianosis perifer atau sentral, takikardia, hipotensi,dan nyeri dada pleural. Faktor perkembangan/psikososial Klien mengalami kecemasan, ketakutan terhadap nyeri, prosedur atau kematian, karena penyakit atau tindakan. Persepsi dan pengalaman lampau klien terhadap tindakan ini atau hospitalisasi akan mempengaruhi keadan psikososial klien. Pengetahuan klien dan keluarga Pengkajian diarahkan pada pengertian klien tentang tindakan WSD, tanda atau gejala yang menimbulkan kondisi ini, tingkat pengetahuan, kesiapan dan kemauan untuk belajar. Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kekolapsan paru, pergeseran mediastinum. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu cepat Gangguan mobilitas fisik berhubngan dengan ketidak nyamanan sekunder akibat pemasangan WSD. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi terhadap prosedur tindakan WSD. lebih lanjut dapat anda dapatkan diwww.rusari.com
Bahaya Oral Sex Oral seks diyakini oleh sebagain orang sebagai salah satu sarana pemuas kebutuhan seks yang paling aman tanpa risiko kehamilan. Berangkat dari situ, disinyalir para pelaku utama kegiatan seks ini berasal dari kalangan remaja ataupun pasangan yang belum terikat status pernikahan. Seperti yang dipaparkan Miriam Grossman MD, senior dari The Clare Boothe Luce Policy Institute dan penulis buku Unprotected: A Campus Psychiatrist Reveals How Political Correctness in Her Profession Endangers Every Student mengatakan, remaja dipercaya mengaplikasikan oral seks karena dianggap memiliki risiko yang kecil. Tak heran, apabila 20% dari anak SMP serta 50% dari remaja melakukannya. Mereka hanya berusia sekitar 14 tahun. Walaupun oral seks banyak dilakukan pasangan-pasangan heteroseksual dan homoseksual, tak urung pasangan suamiistri (pasutri) juga melakukannya. Sebab, merupakan ritual yang bisa dibilang dapat turut memengaruhi kenikmatan dalam bercinta. Oral seks sendiri adalah aktivitas seksual menggunakan mulut, termasuk lidah, gigi, serta tenggorokan untuk merangsang organ intim. Pada pria disebut felatio dan pada wanita disebut cunnilingus. Namun, yang harus diwaspadai adalah penyakit menular yang ditimbulkan oleh aktivitas ini, mulai klamidia, herpes genitalis, gonorhea, hepatitis B, HIV dan kutil pada alat kelamin (HPV) dapat ditularkan melalui kontak antara mulut dan kelamin ini. Bahkan, lebih parahnya lagi kanker tenggorokan dan kanker leher juga dapat dipicu oleh oral seks. New England Journal of Medicine mengungkapkan, orang yang melakuk an oral seks satu sampai dengan lima kali selama hidupnya mempunyai risiko dua kali lebih besar terkena kanker tenggorokan dibandingkan orang yang tidak pernah melakukannya. Sementara itu, mereka yang melakukannya lebih dari lima kali memiliki kemungkinan sekitar 250% terkena kanker tenggorokan. Penelitian lainnya, terlihat ada korelasi antara oral seks dan kanker tenggorokan serta kanker leher.Hal ini diyakini dengan terjadinya transmisi dari HPV – virus yang mayoritas menyebabkan kanker leher rahim, terdeteksi juga terjadi pada orang yang melakukan oral seks
KANKER USUS BESAR
A. Pengertian
Kanker usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum. Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat).
Pada stadium awal, adenoma dapat diangkat dengan mudah. Hanya saja pada stadium awal ini, seringkali adenoma tidak menampakkan gejala apapun, sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama. Padahal, adenoma yang awalnya tak menimbulkan keluhan apapun ini, pada suatu saat bisa berkembang menjadi kanker yang menggerogoti semua bagian dari usus besar.
B. Gejala
Lelah, sesak napas waktu bekerja, dan kepala terasa pening.
Pendarahan pada rektum, rasa kenyang bersifat sementara, atau kram lambung serta adanya tekanan pada rektum.
Adanya darah dalam tinja, seperti tErjadi pada penderita pendarahan lambung, polip usus, atau wasir.
Pucat, sakit pada umumnya, malnutrisi, lemah, kurus, terjadi cairan di dalam rongga perut, pembesaran hati, serta pelebaran saluran limpa.
C. Penyebab
Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, dan ototoksin serta gelombang elektromagnetik.
Pola makan yang buruk, antara lain terlalu banyak daging dan lemak yang tidak diimbangi buah dan sayuran segar yang banyak mengandung serat.
Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada pigmen empedu, daging sapi dan kambing serta tranfusi darah.
Lemak jenuh dan asam lemak omega-6 (asam linol).
Minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah alkohol menjadi asetilaldehida yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon.
Obesitas.
Bekerja sambil duduk sehArian, seperti para eksekutif, pegawai administrasi, atau pengemudi kendaraan umum.
D. Pemeriksaan medis
• Fiberoptik kolonoskopi: Memasukkan sejenis pipa terbuat dari serat optik ke dalam usus melalui anus (dubur). Kamera yang terdapat pada alat itu bisa digunakan untuk melakukan pemeriksaan apakah dalam usus terdapat polip atau tidak. • CT Scan. • Pemeriksaan darah:
Menentukan tumor marker CEA (carcino-embryonis antigen) dalam darah.
E. Perawatan
• Kemoterapi • Radiasi • Operasi: Pemotongan usus besar yang sakit, dan menyambungkan kembali dua ujung bagian usus besar yang sehat. • Teknik laparoskopi: Melalui beberapa lubang kecil yang dibuat dibeberapa titik di perut. Operasi dilakukan dengan alat-alat kecil yang dioperasikan lewat lubang-lubang itu dan dipantau lewat layar monitor.
F. Pencegahan
Konsumsi banyak makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan menurunkan derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi dalam usus besar.
Asam lemak omega-3, yang banyak terdapat dalam ikan tertentu.
Kosentrasi kalsium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.
Susu yang mengandung Lactobacillus acidophilus.
Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk buang air
besar.
Hidup rileks dan kurangi stres.
G. Deteksi Dini
Seperti halnya deteksi dini kanker mulut rahim menggunakan papsmear atau untuk kanker payudara memakai mamografi, terhadap kanker kolon pun bisa dilakukan deteksi dini. Deteksi dini kanker kolon dianjurkan kepada mereka yang telah menginjak usia 50 tahun. Tetapi bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga pernah terkena kanker ovarium, kolon dan kanker paru, disarankan melakukan deteksi dini sebelum usia 50 tahun. Kanker kolon dianggap sebagai penyakit yang perjalanannya lambat. Karena itu masyarakat dianjurkan melakukan deteksi dini melalui pemeriksaan darah yang ada dalam tinja dan