ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN ‘UROLITHIASIS’
D I S U S U N OLEH KELOMPOK 3 : Christine Sihombing Hernita Siregar Iman Halawa Inka Zalukhu Julia Silaen Kedot Purba
Program Studi Ners Tahap Akademik STIKes Santa Elisabeth Medan T.A 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan pertolongan-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya tentang Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan ‘Urolithiasis’ . Makalah ini disusun untuk memenuhi proses perkuliahan semester VI tentang Sistem Perkemihan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini sehingga makalah ini dapat terselesaiakan dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun sebagai perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Medan, Maret 2016 Penulis
Kelompok 3
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Urolithiasis / Batu Saluran Kemih (BSK) atau Batu Ureter adalah penyakit dimana didapatkan batu didalam saluran kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior. Penyebab Urolithiasis antara lain: Faktor dari dalam (instrinsik), seperti keturunan, usia(lebih banyak pada usia 35-50 tahun), dan jenis kelamin (lebih banyak pada pria), Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau terutam bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak), aliran kencing (urin), Infeksi saluran kemih, Kekurangan cairan (seperti pada penderita diare yang kekurangan cairan) (Nursalam dan Fransisca, 2008) Urolithiasis mengacu pada batu (kalkuli) disaluran kemih. Batu berbentuk disaluran kemih ketika konsentrasi zat dalam urine seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu memiliki ukuran beragam dari deposit granular kecil hingga sebesar buah jeruk. Faktor yang mendukung pembentukan batu antara lain infeksi, stasis urin, dan periode imobilitas, semuanya akan memperlambat drainase ginjal dan mengubah metabolisme kalsium. Masalah lebih sering terjadi dalam dekade ketiga sampai kelima kehidupan dan lebih banyak dialami oleh para pria dari pada wanita. Penatalaksanaan urolithiasis adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi. (Brunner & Suddarth 2001) Di Amerika Serikat insidensi urolitiasis jumlahnya bervariasi antara 1 per 7600. Urolitiasis relatif tidak umum terjadi di AS dibandingkan dengna negara-negara lain didunia. Batu kandung kemih umum terjadi di negara berkembang. Di Eropa insidensi batu ginjal pada anak-anak adalah 1-2 tiap 1 juta populasi setiap tahun. (Suharyanto, dan Madjid, 2009). Di Indonesia sampai saat ini angka kejadian BSK yang sesungguhnya belum diketahui, diperkirakan 170.000 kasus per tahun. BSK pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak dari pada wanita 1,2. Hal ini mungkin karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentuk batu pada wanita lebih rendah daripada laki-laki. Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur 30-60 tahun dengan rerata umur 42,20 tahun (pria rerata 43,06 dan wanita rata 40,20 tahun) (pdf factory)
1.2 Tujuan 1.2.1
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu membuat Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan ‘Urolithiasis’ 1.2.2
Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan ‘Urolithiasis’ b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan ‘Urolithiasis’ c. Mahasiswa mampu memberikan intervensi dalam Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan ‘Urolithiasis’ d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan ‘Urolithiasis’ e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan ‘Urolithiasis’
BAB 2 TINJAUAN TORITIS 2.1 Konsep Medis 2.1.1 Defenisi
Urolithiasis / Batu Saluran Kemih (BSK) atau Batu Ureter adalah penyakit dimana didapatkan batu didalam saluran kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior (Nursalam dan Fransisca, 2008) Urolitiasis adalah suatu keadaan terbentuknya batu (calculus) pada ginjal dan saluran kemih. Batter bentuk di traktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat. Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai kandung kemih dan ukurannya bervariasi dari deposit granuler kecil yang disebut pasir atau kerikil sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna oranye (Suharyanto, dan Madjid, 2009). Batu ureter merupakan keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di ureter. Kondisi adanya batu pada ureter memberikan gangguan pada sistem perkemihan dan memberikan berbagai masalah pada pasien (Muttaqin & Sari, 2012) Urolithiasis mengacu pada batu (kalkuli) disaluran kemih. Batu berbentuk disaluran kemih ketika konsentrasi zat dalam urine seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu memiliki ukuran beragam dari deposit granular kecil hingga sebesar buah jeruk. Faktor yang mendukung pembentukan batu antara lain infeksi, stasis urin, dan periode imobilitas,
semuanya akan memperlambat
drainase
ginjal dan mengubah
metabolisme kalsium. Masalah lebih sering terjadi dalam dekade ketiga sampai kelima kehidupan dan lebih banyak dialami oleh para pria dari pada wanita (Brunner & Suddarth. 2013) 2.1.2 Etiologi
1.
Faktor endogen Yaitu faktor genetik misalnya hipersistinuria, hiperkalsiuria primer dan hiperoksaluria primer
2.
Faktor eksogen
Yaitu faktor lingkungan, makanan, infeksi, dan kejenuhan mineral didalam air minum (Suharyanto, dan Madjid, 2009). Penyebab Urolithiasis antara lain: a. Faktor dari dalam (instrinsik), seperti keturunan, usia(lebih banyak pada usia 35-50 tahun), dan jenis kelamin (lebih banyak pada pria) b. Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau terutam bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak). c. Gangguan aliran kencing (urin) d. Infeksi saluran kemih e. Kekurangan cairan (seperti pada penderita diare yang kekurangan cairan) (Nursalam dan Fransisca, 2008) 2.1.3 Patofisiologi
Batu yang terlalu besar di dorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter.tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke kandung kemih .batu yang ukurannnya kecil (<5mm) pada umumnya dapat keluar sponran, sedangkan yang lebih besar sering kali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan, serta menimbulkan obstruksui kronis berupa hidronefrosis dan hidroureter. Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan obstruksi saluran kemihdan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas .obstruksi di ureter dapat menimbulkan hidrouter dan hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliektasis pada kaliks yang bersangkutan. Kondisi adanya batu pada ureter memberikan masalah keperawatan pada pasien dengan adanya berbagai respon obstruksi , infeksi,dan peradangan. (Muttaqin & Sari, 2012)
Pathway Keperawatan
Infeksi saluran kemih, usia (35-50 thn), dehidrasi, Gg metabolisme, benda asing, makanan yg tinggi purin
Pengendapan garam mineral, infeksi, mengubah PH urin dari asam menjadi alkalis
Pembentukan batu
Obstruksi saluran kemih
Obstruksi di ureter
peningkatan distensi abdomen
Kalkulus berada di ureter
anoreksia
Gesekan pada dinding ureter
mual/muntah output berlebihan
Nyeri Intoleransi aktivitas
Ketidakseimbangan nutrisi kurang Dari kebutuhan tubuh
kurang pengetahuan cemas
2.1.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat aluran urine terjadi obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi yang disertai menggigil, demam dan dysuria dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinariusdan hematuria. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urine (Smeltzer & Bare, 2001) Manifestasi yang lain diantaranya : bergantung pada ada/ tidaknya obstruksi, infeksi, dan edema. Gejala berkisar dari ringan hingga nyeri hebat dan ketidaknyamanan. Batu di dalam pelvis renalis : a. Nyeri yang intens dan dalam diarea kostovertebral b. Hematuria dan piuria c. Nyeri yang menyebar kesisi anterior (kedepan) dan kebawah menuju kandung kemih pada wanita dan menuju testis pada pria d. Nyeri akut, mual, muntah, nyeri tekan diarea kostovertebral (kolik renal) e. Ketidaknyamanan abdomen ,diare Kolik ureter (Batu terperangkap didalam ureter) : a. Nyeri akut, parah, kolik,seperti gelombang, yang merambat dari paha kegenitalia b. Sering mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar, biasanya urin bercampur darah karena gesekan yang disebabkan oleh batu ( dikenal sebagai kolik ureter) Batu yang terperangkap didalam kandung kemih : a. Gejala iritasi yang berkaitan dengan infeksi saluran kemih dan hematuria b. Retensi urin, jika batu menyumbat leher kandung kemih c. Kemungkinan urosepsis jika infeksi terjadi bersama dengan batu. (Brunner & Suddarth. 2013)
2.1.5 Komplikasi
a. Hidrouri, hidronefrosis, pielonefrosis, piosistitis b. Infeksi dan urosepsis c. Gagal ginjal (Nursalam dan Fransisca, 2008) d. Kerusakan tubular e. Iskemik partial (Suharyanto, dan Madjid, 2009) 2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium a. Urinalisis : -
proteinuria
-
hematuria
-
lekosituria
-
Ca + +, PO4 dan asam urat dalam urine
b. Pembiakan urin dapat positif (10 koloni/ml urin), bila (+) dilakukan test sensitifitas c. Darah lengkap, kreatinin serum, BUN, asam urat, kalsium dan fosfor. Klirens kreatinin (apabila BSK pada kedua ginjal) d. Analisis batu 2. Radiologi a. Foto polos abdomen : 80% BSK radio-opak, kalau perlu tomografi (polos) b. IVP : dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu-batu yang radiolusen (kalau perlu + tomografi) c. Retrograte Pielografi (PRG) : pada kasus-kasus dimana IVP tidak jelas d. USG pada gagal ginjal, baik kronis maupun akut untuk melihat hidronefrosis, BSK non – opak. e. Radioisotok untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu persatu, sekaligus adanya sumbatan pada gagal ginjal. f. Pielografi antegrat dengan cara perkutan, terutama bila RPG gagal g. CT-Scan untuk BSK non-opak, tetapi biasanya dengan USG sudah cukup jelas h. MRI untuk BSK sangat terbatas penggunaannya i.
Sistoskopi untuk buli-buli, sekaligus RPG (Nursalam dan Fransisca, 2008)
2.1.7 Penatalaksanaan Medis .
Penatalaksanaan : tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi. 1. Pengurangan nyeri Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk mengurangi nyeri sampai penyebab dapat dihilangkan. Morfin atau periden untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. mandi air Panas atau air hangat di area panggul dapat bermanfaat. Cairan diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang di belakang batu sehingga mendorong pasase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi konsentrasi kristaloid urine, mengencerkan urin dan menjamin urine yang besar. 2. Pengangkatan batu Pemeriksaan sistoskopik dan pasase kateter ureteral kecil untuk menghillangkan batu yang menyebabkan obstruksi (jika mungkin), akan segera mengurangi tekanan belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri. Ketika batu telah ditemukan , analisis kimiawi dilakukan untuk menetukan komposisinya. Analisis batu dapat membuktikan indikasi yang jelas mengenai penyakit yang mendasari. Sebagai contoh, batu kalsium oksalat atau kalsium fosfat biasanya menunjukkan adanya gangguan metabolisme kalsium atau fosfat, sedangkan batu urat menunjukkan adanya gangguan metabolisme asam urat. Batu struvit (batu infeksi) terdapat sekitar 15% dari seluruh batu urinarius. Agens antibacterial spesifik diberikan jika terjadi infeksi. 3. Terapi nutrisi dan medikasi Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu renal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama pembentuk batu (misalnya kalsium) efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien batu renal harus minum paling sedikit 8 gelas air sehari untuk mempertahankan urine encer, kecuali dikontraindikasikan. Batu kalsium mengandung kalsium yang berkombinasi dengan fosfat atau substansi lain. Pada pasien ini, pemgurangan kandung kalsium dan fosfor dalam diet dapat
membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut. Urine dapat menjadi asam dengan pemakaian medikasi seperti amonium klorida atau asam asetohidroksamik (lithostat). Natrium selulosa fosfat telah dilaporkan efektif dalam mencegah batu kalsium. Agens ini mengikat kalsium yang berasal dari makanan dalam saluran intestinal, mengurangi jumlah kalsium yang diabsorbsi kedalam sirkulasi. Jika peningkatan produksi parathormon (meneybabkan peningkatan kadar kalsium serum dalam darah dan urine) merupakan factor yang menyebabkan pembentukan batu, terapi diuretic menggunakan thiazide mungkin efektif dalam mengurangi kalsium kedalam urine dan menurunkan kadar parathormon. Batu fosfat. Diet rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang memiliki batu fosfat. Untuk mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminium hidroksida dapat diresepkan karena agens ini bercampur dengan fosfor, dan mengekspresikannya melalui saluran intestinal bukan ke system urinarius. Batu urat. Untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purine untuk mengurangi ekspresi asam urat dalam urine. Makanan tinggi purine (kerang, ikan hering, asparagus, jamur, dan jeroan) harus dihindari, dan protein lain harus dibatasi. Allopurinol (ziloprim) dapat diresepkan untuk mengurangi kadar asam urat serum dan ekskresi asam urat kedalam urine. Untuk batu sistin, diet rendah protein diresepkan, urine dibasakan, dan penisilamin diberikan untuk mengurangi jumlah sistin dalam urine. Batu oksalat. Untuk batu oksalat, urine encer dipertahankan dengan pembatasan masukan oksalat. Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun banyak (kacang, seledri, gula bit, buah beri hitam, kelembak, coklat, teh, kopi, dan kacang tanah). Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi, modalitas
penanganan
mencakup
terapi
gelombang
kejut
ekstrakorporeal,
pengangkatan batu perkutan atau ureteroskopi. 4. Lithoripsi gelombang kejut ekstrakorporeal Adalah prosedur noninvasi yang digunakan untuk menghancurkan batu di kaliks ginjal. Stelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil ssperti pasir, sisa batu batu tersebut dikeluarkan secara spontan. Pada ESWL, atau lithotripsy, amplitudo tekanan berenergi tinggi dari gelombang kejut dibangkitkan melalui suatu pelepasan energy yang kemudian disalurkan ke air dan jaringan lunak. Ketika gelombang kejut menyentuh substansi yang intensitasnya berbeda (batu renal), tekanan gelombang mengakibatkan permukaan batu pecah. Pengulangan gelombang kejut ke batu
akhirnya menyebabkan batu tersebut enjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Bagian yang kecil ini disekresikan kedalam urine, biasanya tanpa kesulitan. Kebutuhan anastesi pada prosedur ini bergantung pada tipe lithotripsy yang digunakan, ditentukan oleh jumlah dan intensitas gelombang kejut yang disalurkan. Rata-rata penanganan adalah antara 1000-3000 gelombang kejut. Bangkitan awal lithotripsy memerlukan anatesi local dan umum. Namun demikian, pabrik lithotripsy menyatakan bahwa mayoritas pasien yang ditanagani dengan produk mereka tidak atau sedikit memerlukan anastesi. Meskipun gelombang kejut baisanya tidak merusak jaringan lain, ketidaknyamanan akibat syok multiple dapat terjadi. Pasien diobservasi akan adanya obstruksi dan infeksi akibat hambatan di trkatus urinarius oleh serpihan batu. Seluruh urine disaring setelah prosedur kerikil atau pasir yang dikeluarkan dikirim ke laboratorium untuk di analisis kimia. Beberapa penanganan mungkin diperlukan untuk menjain pemecahan batu. Karena resiko kambuh yang tinggi perawat harus memberikan pelajaran mengenai batu ginjal dan cara mencegah kekambuhannya. 5. Metode endourologi pengangkatan batu 6. Ureteroskopy 7. Pelarutan batu 8. Pengangkatan bedah (Brunner & Suddarth 2001) 2.1.8 Terapi Farmakologis dan Nutrisi
a. agens analgesik opioid ( untuk mencegah syok dan sincope) dan obat-obatan anti inflamasi nonsteroid (NSAID) b. Peningkatan asupan cairan untuk membantu pengeluaran batu, kecuali pasien mengalami muntah ; pasien dengan batu ginjal harus minum 8-10 gelas air setiap hari atau resepkan cairan IV untuk menjaga urin tetap encer c. Untuk batu kalisium : kurangi protein diet dan asupan nutrium ; asupan cairan bebas ( tidak dibatasi ) ; medikasi untuk mengasamkan urin, seperti amonium chlorida dan diuretik tiazid jika produksi parathormon meningkat d. untuk batu urat : diet rendah purin dan protein terbatas ; alopurinol (zyloprin) e. Untuk batu sistin : diet rendah protein ; alkalinisasi urin; peningkatan cairan f. Untuk batu oksalat : encerkan urin ; pembatasan asupan oksalat (bayam, strobery, coklat, teh, kacang, dan wheat bran (Brunner & Suddarth. 2013)
Daftar makanan yang harus dihindari: a. Produk susu: semua keju, susu dan produk susu (lebih dari ½ cangkir sehari), krim asam (yoghurt) b. Daging, ikan, unggas,: otak, jantung, hati, ginjal, sardin, sweet-bread, telur ikan, kelinci, rusa c. Sayuran: lobak, bayam, buncis, seledri, keledai d. Buah: kismis, semua jenis beri, anggur e. Roti, sereal: roti murni, roti gandum, catmeal, beras me rah, jagung giling, sereal f. Minuman: teh, coklat, minuman berkarbonat, bir, semua minuman yang dibuat dari susu atau produk susu (Suharyanto, dan Madjid, 2009) 2.1.9 Jenis – Jenis Batu Ginjal
a.
Batu kalsium Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu sekitar 70% -80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu: 1. Whewellite (mo nohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih. 2. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite
b.
Batu asam urat Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obatobatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
c.
Batu struvit (magnesium-amo nium fosfat) Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 1520% pada penderita BSKBatu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada lakilaki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.
d.
Batu Sistin Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi
asam
amino,
sistin,
arginin,
lysin
dan
ornithine
berkurang,
pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena imobilitas.Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih. 2.1.10 Prevalensi
Di Amerika Serikat insidensi urolitiasis jumlahnya bervariasi antara 1 per 7600. Urolitiasis relatif tidak umum terjadi di AS dibandingkan dengna negara-negara lain didunia. Batu kandung kemih umum terjadi di negara berkembang. Di Eropa insidensi batu ginjal pada anak-anak adalah 1-2 tiap 1 juta populasi setiap tahun. (Suharyanto, dan Madjid, 2009). Di Indonesia sampai saat ini angka kejadian BSK yang sesungguhnya belum diketahui, diperkirakan 170.000 kasus per tahun. BSK pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak dari pada wanita 1,2. Hal ini mungkin karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentuk batu pada wanita lebih rendah daripada laki-laki. Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur 30-60 tahun dengan rerata umur 42,20 tahun (pria rerata 43,06 dan wanita rata 40,20 tahun) (pdf factory)
2.2 Konsep Keperawatan 2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian anamnesis fokus Keluhan yang di dapat dari pasien tergantung pada: posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi .keluhan utama adalah nyeri pada pinggang . nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik .nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Penigkatan peristaltik tersebut meyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjasi peregangan dan terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non-kolik terjadi akibat peregangan kapsul ureter karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ureter. Nyeri yang berasal dari area renal yang menyebar secara anterior dan pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih ,sedangakan pada pria mendekati testis . bila nyeri mendadak menjadi akut ,disertai keluhan nyeri di seluruh area kostoverteral , dan keluhan gastrointestinal seperti mual dan muntah .diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.gejala gastrointestinal ini akibat dari refleks retrointestinal dan prosimitad anatomik ureter ke lambung ,pankreas, dan usus besar. Batu yang terjebak di ureter menyebabkan keluhan nyeri yang luar biasa , akut ,dab kolik yang menyebar ke paha dan genitilia.pasien merasa ingin berkemih , namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat abrasif batu. keluhan ini disebut kolik ureteral. Respons dari nyeri biasanya didapatkan keluhan gastrointestinal , meliputi keluhan anorekasia,mual, muntah yang memberikan manifestasi penurunan asupan nutrisi umum.Pada pengkajian psikososial secara umum akan didapatkan adanya kecemasan dan perlunya pemenuhan informasi, abik, informasi tentang keperluan intervensi selanjutnya dan informasi tentang praoperatif (Muttaqin & Sari, 2012) Pemeriksaan Fisik Fokus Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri kolik. Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin, nyeri ketuk pada daerah kosto-vertebra, dan pada beberapa kasus bisa teraba ureter pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
Pada pola eliminasi urin terjadi perubahan akibat adanya hematuria, retensi urin dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual muntah (Muttaqin & Sari, 2012) 1. Data subjektif mencakup a) Riwayat adanya infeksi saluran kemih kronis, obstruksi sebelumnya b) mengeluh nyeri akut, berat, nyeri kolik c) penurunan haluaran urin, kandung kemih penuh, rasa terbakar dan dorongan berkemih d) mual/muntah, nyei tekan abdomen e) riwayat diit tinggi purin, kalsium oksalat, dan fosfat f) tidak minum air dengan cukup 2. Data Objektif meliputi : a) Peningkatan tekanan darah dan nadi b) Kulit pucat c) Oliguria, hematuria d) Perubahan pola berkemih e) Distensi abdominal ; penurunan/ tidak ada bising usus f) Muntah g) Nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi (Suharyanto dan Madjid, 2009)
1. Kaji riwayat batu ginjal pada anggota keluarga, riwayat dehidrasi, imobilitas jangka lama, dan riwayat terapi. 2. Kaji lokasi nyeri dan radiasi, tingkat nyeri berdasarkan skala 1-10. Amati adanya gejala seperti adanya mual, muntah, diare, dan distensi abdomen 3. Monitor tanda vital dan gejala sumbatan : demam, menggigil dan gejala infeksi saluran kemih 4. Amati tanda dan gejala sumbatan, frekuensi berkemih yang sering namun dalam jumlah sedikit, oliguria, dan anuria. (Nursalam dan Fransisca, 2008)
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Pre 1. Nyeri berhubungan dengan agens cidera fisik/adanya batu pada ginjal, ureter 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis 3. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan retensi urin, sering BAK, hematuria sekunder dari iritasi saluran kemih 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique 5. Cemas berhubungan dengan hospitalisasi 6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber-sumber informasi. Post 1. Nyeri berhubungan dengan pasca bedah 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasca bedah 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique
2.2.3
Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
1
Nyeri b/d
agens cidera
NOC Pain
NIC
Level,
Pain
fisik/adanya batu pada
control, Comfort level.
ginjal, ureter
Setelah
dilakukan
tindakan selama
keperawatan 3
x
24
diharapkan berkurang
jam, nyeri
,
dengan
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas
dan
faktor presipitasi
kriteria hasil : a. Mampu
Pain Management
mengontrol
nyeri (tahu penyebab nyeri, menggunakan
mampu tehnik
nonfarmakologi untuk
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Gunakan komunikasi untuk
teknik terapeutik mengetahui
mengurangi
nyeri,
mencari bantuan) b. Melaporkan
4. Kaji
bahwa
nyeri
pengalaman nyeri pasien
berkurang
kultur
yang
mempengaruhi
respon
nyeri
dengan menggunakan 5. Evaluasi pengalaman nyeri manajemen nyeri c. Mampu
masa lampau
mengenali 6. Evaluasi bersama pasien
nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi
dan tanda nyeri) d. Menyatakan
dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau rasa 7. Bantu pasien dan keluarga
nyaman setelah nyeri
untuk
berkurang
menemukan dukungan
e. Tanda
vital
rentang normal
mencari
dan
dalam 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu
ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri 10. Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi, farmakologi
non dan
inter
personal) 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi 12. Ajarkan
tentang
teknik
non farmakologi 13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 14. Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri 15. Tingkatkan istirahat 16. Kolaborasikan
dengan
dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil 17. Monitor
penerimaan
pasien tentang manajemen nyeri 2.
Ketidakseimbangan nutrisi kebutuhan
kurang tubuh
faktor biologis
Nutritional
Status
dari
food and Fluid Intake
b/d
Setelah
dilakukan
tindakan selama
:
Nutrition Management
1. Kaji
adanya
makanan
keperawatan 2. Kolaborasi 3
x
24
diharapkan
jam, nutrisi
terpenuhi
,
dengan
kriteria hasil : a. Adanya berat
badan
dengan
untuk
ahli
menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. pasien
untuk
meningkatkan intake Fe
sesuai 4. Anjurkan
dengan tujuan b. Berat
gizi
3. Anjurkan
peningkatan
alergi
pasien
untuk
meningkatkan protein dan
badan
ideal
vitamin C
sesuai dengan tinggi 5. Berikan substansi gula badan
6. Yakinkan
c. Mampu
dimakan
diet
yang
mengandung
mengidentifikasi
tinggi
kebutuhan nutrisi
mencegah konstipasi
d. Tidak ada tanda tanda 7. Berikan malnutrisi e. Tidak
terpilih terjadi
penurunan berat badan yang berart
serat
makanan (
dikonsultasikan
untuk
yang sudah dengan
ahli gizi) 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan 3
Intoleransi aktivitas b/d Energy conservation
Energy Management
fatique
1. Observasi
Self Care : ADLs
Setelah
dilakukan
tindakan selama
keperawatan 3
x
24
diharapkan
jam,
toleransi
aktivitas dpt terpenuhi, dengan kriteria hasil : a. Berpartisipasi
dalam
pembatasan klien dalam melakukan aktivitas 2. Dorong
peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR
anal
untuk
mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
aktivitas fisik tanpa 4. Monitor disertai
adanya
nutrisi
dan
sumber energi tangadekuat 5. Monitor
pasien
akan
adanya kelelahan fisik dan
b. Mampu
melakukan
emosi secara berlebihan
aktivitas sehari hari 6. Monitor (ADLs)
secara
mandiri
respon
kardivaskuler
terhadap
aktivitas 7. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat
pasien 4.
Cemas
b/d
pengetahuan
kurang
Anxiety control Coping
Setelah
Reduction
dilakukan (penurunan kecemasan)
tindakan selama
Anxiety
keperawatan 1. Gunakan pendekatan yang 3
diharapkan berkurang,
x
24
jam,
menenangkan
cemas 2. Nyatakan dengan
dengan
jelas
harapan terhadap pelaku
kriteria hasil :
pasien
a. Klien
mampu 3. Jelaskan semua prosedur
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan
selama prosedur
gejala cemas
4. Temani
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan menunjukkan untuk
dan apa yang dirasakan
pasien
memberikan dan
tehnik
mengontol
cemas
untuk
keamanan
dan mengurangi takut 5. Berikan informasi faktual mengenai
diagnosis,
tindakan prognosis
c. Vital sign dalam batas 6. Dorong normal
keluarga
untuk
menemani anak
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
7. Lakukan back / neck rub 8. Dengarkan dengan penuh perhatian
menunjukkan
9. Identifikasi
berkurangnya
kecemasan
kecemasan
tingkat
10. Bantu pasien mengenal situasi
yang
menimbulkan kecemasan 11. Dorong
pasien
untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan,
persepsi 12. Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik
relaksasi 13. Berikan
obat
untuk
mengurangi kecemasan 5
Kurang
pengetahuan
berhubungan tidak
dengan mengetahui
sumber-sumber
Kowlwdge
:
disease
process Kowledge Behavior
Teaching : disease Process
1. Berikan penilaian tentang :
health
tingkat pasien
pengetahuan tentang
proses
informasi.
Setelah
dilakukan
tindakan selama
penyakit yang spesifik
keperawatan 2. Jelaskan patofisiologi dari 3
x
diharapkan keluarga
24
jam,
pasien
dan
mendapatkan
pengetahuan,
dengan
kriteria hasil :
penyakit dan bagaimana hal
ini
berhubungan
dengan
anatomi
dan
dengan
cara
fisiologi, yang tepat. 3. Gambarkan
a. Pasien dan keluarga menyatakan tentang
penyakit,
kondisi,
prognosis
dan
program pengobatan b. Pasien dan keluarga
penyakit,
4. Gambarkan penyakit,
5. Identifikasi kemungkinan
yang tepat
dengna
cara
secara 6. Sediakan informasi pada
benar
pasien
c. Pasien dan keluarga
tentang
apa
yang
dijelaskan
kondisi,
dengan cara yang tepat
menjelaskan 7. Hindari
kembali
cara
yang tepat
prosedur
mampu
proses dengan
penyebab,
dijelaskan
dengan
cara yang tepat
mampu melaksanakan yang
dan
gejala yang biasa muncul pada
pemahaman
tanda
harapan
yang
kosong 8. Sediakan bagi keluarga
perawat/tim kesehatan
informasi
tentang
lainnya
kemajuan pasien dengan cara yang tepat 9. Diskusikan
perubahan
gaya hidup yang mungkin diperlukan
untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan
atau
proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan 11. Dukung
pasien
untuk
mengeksplorasi
atau
mendapatkan
second
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan 12. Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat 13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat 14. Instruksikan
pasien
mengenai
tanda
dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan,
dengan
cara
yang tepat 6
Kerusakan kulit
integritas Tissue Integrity : Skin berhubungan
dengan pasca bedah
and
Mucous
Pressure Management 1.
Membranes
menggunakan
Setelah
dilakukan
tindakan selama
keperawatan 3
x
diharapkan
24
2.
jam,
integritas
pakaian
yang longgar Hindari kerutan padaa tempat tidur 3.
kulit membaik, dengan
Jaga
kebersihan
kulit
agar tetap bersih dan
kriteria hasil :
kering
a. Integritas kulit yang baik
4.
bisa
elastisitas,
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
dipertahankan (sensasi,
Anjurkan pasien untuk
jam sekali 5.
Monitor
kulit
akan
temperatur,
hidrasi,
pigmentasi) b. Tidak
adanya kemerahan 6.
ada
luka/lesi
atau
oil
pada
derah yang tertekan
c. Perfusi jaringan baik
7.
d. Menunjukkan pemahaman
Monitor
aktivitas
dan
mobilisasi pasien dalam
8.
proses perbaikan kulit
terjadinya
lotion
minyak/baby
pada kulit
dan
Oleskan
Monitor
status
nutrisi
pasien
mencegah sedera
berulang e. Mampu
melindungi
kulit
dan
mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Tindakan
keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan sesuai
dengan tujuan agar asuhan keperawatan dapat menyelesaikan masalah-masalah keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan dari rencana keperawatan, sehingga asuhan keperawatan yang diberikan memberi hasil yang positif
BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Urolithiasis / Batu Saluran Kemih (BSK) atau Batu Ureter adalah penyakit dimana didapatkan batu didalam saluran kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior. Penyebab Urolithiasis antara lain: Faktor dari dalam (instrinsik), seperti keturunan, usia(lebih banyak pada usia 35-50 tahun), dan jenis kelamin (lebih banyak pada pria), Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau terutam bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak), aliran kencing (urin), Infeksi saluran kemih, Kekurangan cairan (seperti pada penderita diare yang kekurangan cairan). Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat aluran urine terjadi obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi yang disertai menggigil, demam dan dysuria dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinariusdan hematuria. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urine. 3.2 Saran
Setelah membuat asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan diharapkan dapat mengaplikasikan sesuai dengan teori yang disusun.
Daftar Pustaka
Muttaqin, Arif. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC Smeltzer & Bare. (2001). Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC Nursalam dan Fransisca. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika Suharyanto dan Madjid. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien denggan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: TIM.