https://www.academia.edu/24681146/ https://www.a cademia.edu/24681146/ASKEP_ADNEXIT ASKEP_ADNEXITIS IS TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN SISTEM REPRODUKSI LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ADNEXITIS
Di Susun Oleh : Monica Maharani
NPM : 2015727030
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN KEPERAWATAN KELAS TRANSFER 2-A TAHUN AJARAN 2015
Kata Pengantar Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh., Puji syukur atas kehadirat Allah S.W.T., atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Shalawat dan salam tidak luput saya kirimkan kepada Rasulullah Muhammad S.A.W., serta para sahabatnya, yang telah menghantarkan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh berkah ini. Laporan makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata ajar “Keperawatan Sistem Reproduksi” pada jurusan Fakultas Ilmu Keperawatan Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini penuh keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif merupakan bagian yang tak terpisahkan dan senantiasa diharapkan demi penyempurnaan makalah ini. Akhirnya saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat. Aamiin Yaa Robbal Alaamiin. Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Jakarta, 20 Maret 2016
Monica Maharani
i
DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................. .....................................................................
i
Daftar Isi ................................................. ..............................................................................
ii
BAB I Pendahuluan .................................................. ............................................................
1
A. B. C. D.
Latar Belakang .................................................. .................................................. Tujuan ................................................................................................................. Manfaat ................................................... ............................................................ Sistematika Penulisan ............................................... ..........................................
1 1 2 2
BAB II Tinjauan Teori .............................................. ............................................................
3
A. Konsep Dasar Penyakit ................................................... ................................. 1. Pengertian ................................................ .................................................. 2. Anatomi dan Fisiologi ............................................... ................................. 3. Etiologi ....................................................................................................... 4. Klasifikasi ................................................ .................................................. 5. Patofisiologi ............................................................................................... 6. Tanda dan Gejala ....................................................................................... 7. Penatalaksanaan ............................................... .......................................... 8. Pemeriksaan Penunjang .............................................................................
3 3 4 7 8 9 10 11 12
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ................................................. ............... 1. Pengkajian ................................................ .................................................. 2. Diagnosa Keperawatan .............................................................................. 3. Rencana Keperawatan ............................................... .................................
12 12 14 14
BAB III Tinjauan Kasus dan Pembahasan ............................................................................ 1. Pengkajian ........................................................................................................ 2. Diagnosa Keperawatan ................................................... ................................. 3. Intervensi Keperawatan .................................................. .................................
16 16 18 18
BAB IV Penutup .............................................. .....................................................................
20
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis setiap manusia untuk mendapatkan keturunan. Namun, masalah seksual dalam kehidupan rumah tangga seringkali mengalami hambatan atau gangguan karena salah satu pihak (suami atau isteri) atau bahkan keduanya, mengalami gangguan seksual. Jika tidak segera diobati, masalah tersebut dapat saja menyebabkan terjadinya keretakan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, alangkah baiknya apabila kita dapat mengenal organ reproduksi dengan baik sehingga kita dapat melakukan deteksi dini apabila terdapat gangguan pada organ reproduksi. Menurut (Winkjosastro, Hanifa. Hal. 396,2007) prevalensi adnexitis di Indonesia sebesar 1 : 1000 wanita dan rata-rata terjadi pada wanita yang sudah pernah melakukan hubungan seksual. Adnexitis bila tidak ditangani dengan baik akan menyebar ke organ lain di sekitarnya seperti misalnya ruptur piosalping atau abses ovarium, dan terjadinya gejala-gejala ileus karena perlekatan, serta terjadinya appendisitis akut dan salpingo ooforitis akut. Maka dari itu sangat diperlukan peran tenaga kesehatan dalam membantu perawatan klien adnexitis dengan baik agar radangnya tidak menyebar keorgan lain dan para tenaga kesehatan dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Beberapa peran perawat diantaranya yaitu peran perawat sebagai pengelola dimana perawat memiliki beberapa tugas salah satunya tugas kolaborasi. Didalam kolaborasi ini perawat harus menerapkan manajemen keperawatan pada setiap asuhan keperawatan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga serta memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan tim medis lain. (Soepardan,Suryani.Hal 38.2008). Oleh karena itu pada kesempatan kali ini kami akan membahas secara lebih dalam tentang adnexitis dan penatalaksanaannya dengan konsep asuhan keperawatan. B. Tujuan 1. 2. 3. 4. 5.
Mahasiswa dapat mengetahui definisi adnexitis Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi dari adnexitis Mahasiswa dapat mengetahui etiologi terjadinya adnexitis akut dan kronik Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala dari adnexitis akut dan kronik Mahasiswa dapat memahami patofisiologi dari adnexitis 1
6. Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan jika wanita menderita adnexitis 7. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan dari adnexitis C. Manfaat 1. Untuk pendidikan keperawatan Bagi pendidikan keperawatan, bermanfaat sebagai bahan referensi mengenai asuhan keperawatan pasien dengan adnexitis. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dalam bidang perawatan diri khususnya dengan melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan sosial kepada pasien karena penyakitnya. 2. Bagi pasien Meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri dan memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan bantuan seminimal mungkin. 3. Bagi keluarga pasien Keluarga mampu memberikan dukungan sosial dalam merawat anggota keluarganya D. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, tujuan dan manfaat serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini berisi konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan pasien dengan adnexitis. BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi pembahasan kasus pasien dengan adnexitis. BAB IV PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran.
2
BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Adnexitis adalah inflamasi yang mengenai adnexa yaitu salah satu atau kedua tuba falopii dan ovarium. Radang tuba falopii dan radang ovarium (adnexa) biasanya terjadi bersamaan. Oleh sebab itu tepatlah nama salpingo-ooforitis atau adneksitis untuk radang tersebut. Tuba dan ovarium (adneksum) berdekatan, dan dengan perabaan tidak dapat dibedakan apakah suatu proses berasal dari tuba atau dari ovarium, maka lazim digunakan istilah kelainan adneksum. Istilah tumor adneks digunakan apabila pembesaran terdapat di sebelah uterus, dan tidak diketahui apakah itu berasal dari tuba atau dari ovarium, serta tidak atau belum diketahui pula apakah itu proses peradangan atau neoplasma. Apabila itu jelas proses peradangan, maka istilahnya diubah menjadi adneksitis (akuta atau kronika). Pada adnexitis di samping cukup banyaknya durasi nyeri juga menyebabkan keterbatasan yang nyata pada aktifitas, peran dan fungsi biologis wanita. Adnexitis terutama terjadi pada wanita usia 16-35 tahun dan berbahaya bagi wanita karena dapat menimbulkan infertilitas karena adanya pembengkakan dan jaringan parut yang lengket pada tuba falopii sehingga menyebabkan tuba non patten (tidak berlubang). Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Adnexitis hanya menyerang kaum wanita, karena merekalah yang memiliki rahim, sedangkan pria tidak. Penyakit ini dapat membawa dampak yang serius jika tidak segera ditangani, seperti kemandulan, kehamilan diluar rahim, keluarnya nanah dari vagina, dan nyeri panggul kronis.
3
2. Anatomi dan Fisiologi Tulang dan sendi pelvic
Pelvic di bentuk oleh 4 buah tulang yaitu 2 buah tulang pangkal paha (coxae) yang terletak di sebelah depan dan samping tulang coxae sendiri merupakan pertautan antara tulang usus, tulang duduk dan tulang kemaluan. 1 buah tulang belangkang (sacrum) di sebelah belakang, 1 buah untaian tulang ekor (coccygeus) di sebelah belakang bersambung dengan sacrum. Rongga Pelvic dibagi dua yaitu pelvic mayor dan pelvis minor. Ada 4 buah sendi yang penting antara lain: artc. sacro iliaca 2 buah masing-masing kiri dan kanan (berkapsul), artc. Symphisis pubis (tanpa kapsul), artc. sacro coccygeus dan artc. lumbosacral. Otot-otot pelvic
Dasar panggul adalah “diagfragma muscular” yang memisahkan rongga pelvic di sebelah atas dengan ruang perineum di sebelah bawah. Jadi dasar panggul sepenuhnya terdiri atas sejumlah otot panggul yang sangat penting fungsinya. Otototot tersebut antara lain: m. levator ani (m. pubo coccygeus, pubo vaginalis dan pubo rectalis), m. sphincter ani externus, m. bulbo cavernosus dan m. ischio coccygeus. Bagian dari pintu bawah panggul adalah diagfragma pelvis yang dibentuk oleh m. levator ani dan m. coccygeus. Lapisan paling luar (di atas dasar panggul) dibentuk oleh otototot bulbo cavernosus, yang melingkari genitalia externa, otot perinea transversus superfisialis, otot ischio cavernosus dan sphincter ani externus. Dinding abdomen terdiri atas kulit, lemak dan otot-otot diantaranya mm. Rectus obliqus externus dan internus, transversus abdominalis dan apponeurosis. M. rectus abdominalis berpangkal di depan coxae 5, 6, 7 berjalan ke bawah symphisis, bersama dengan otot yang lain berjalan miring dan melintang membentuk suatu system sehingga dinding abdomen menjadi lebih kuat. Salah satu fungsi dinding abdomen yang sangat penting ialah bersama dengan diagfragma mengecilkan rongga perut dan meningkatkan tekanan dalam rongga perut, sebagai salah satu fungsi yang penting pada persalinan, sebaliknya jika otot tersebut lemah maka dapat mengganggu persalinan serta membuat seseorang gampang terkena nyeri pinggang. Persarafan dan pembuluh darah pelvic
Pembuluh darah pada pelvis berasal dari: a. ovarica melalui cabang aorta abdominalis ke L2, a. haemoridalis/rectalis superior yaitu lanjutan a.mesenterica inferior ke L3, a. iliaca interna dan a. iliaca externa keduanya merupakan cabang a.
4
Iliaca communis dan cabang-cabangnya antara lain: a. iliaca interna (a. ilio lumbalis, a. sacralis lateralis, a. glutea superior), a. obturatoria, a. vesicalis superior dan inferior, a. uterina, a. rectalis/haemoridalis media, a. pudenda interna dengan cabang a. rectalis inferior, a. perineae, a. Clititoris Persarafan pada pelvic yaitu n. pudendus yang terdiri dari n. haemoridalis inferior, n. perinea dan n. dorsalis clitoris. Di dalam panggul berisi: sistima urinaria yang tediri dari ureter, uretra, dan vesica urinaria, sistima genetalia pada wanita terdiri dari uterus, tuba falopii, ovarium dan vagina dan sistima digestive yaitu rectum. Vagina
Bentuknya seperti tabung, berotot dan dilapisi membran. Bentuk bagian dalam berlipat-lipat dan disebut rugae. Vagina berguna sebagai saluran keluar untuk darah haid, merupakan bagian kaudal “terusan lahir”(birth canal), dan menerima penis sewaktu bersenggama. Ke arah kranial vagina berhubungan dengan servix uteri dan ke arah kaudal dengan vestibulum vagina. Dinding ventral dan dinding dorsal vagina saling bersentuhan, kecuali pada ujung kranialnya yang terpisah oleh servix uteri. Vagina berada dorsal terhadap vesica urinaria dan rectum, dinding kiri dan kanan vagina berhubungan dengan m. levator ani. Pembuluh darah yang mengantar darah kepada bagian kranial vagina berasal dari arteria uterina. Arteria vaginalis yang memasok darah kepada bagian tengah dan bagian vagina lainnya berasal dari arteria rectalis media dan arteria pudenda interna. Sedangkan vena vaginalis membentuk plexus venosus vaginalis pada sisi-sisi vagina dan dalam membran mukosa vagina. Vena-vena ini mencurahkan isinya ke dalam vena iliaca interna dan berhubungan dengan plexus venosus vesicalis. Saraf-saraf vagina berasal dari plexus uterovaginalis yang terletak antara kedua lembar ligamentum latum uteri bersama arteria uterina. Uterus
Uterus adalah sebuah organ muskular yang berdinding tebal, berbentuk seperti buah pir, dan terletak di dalam pelvis antara vesika urinaria dan rektum. Panjang uterus kurang lebih 7,5 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm, dan berat 50 gram. Pada wanita dewasa yang belum pernah menikah (bersalin) panjang uterus adalah 5-8 cm, dan beratnya 30-60 gram. Uterus terapung di dalam pelvis dan terdiri dari fundus uteri, korpus uteri dan servix uteri. Dinding uterus terdiri dari endometrium, myometrium dan lapisan serosa. Lapisan ini terdiri atas ligamen yang menguatkan uterus yaitu: ligamentum kardinale, ligamentum sakro uteri, ligamentum rotundum, ligamentum latum dan ligamentum infudilo pelvik. Susunan otototot penopang uterus yaitu mm. Levatoris ani yang merupakan lapisan otot-otot yang melintang di dalam rongga
5
panggul bersama dengan fascia diapraghmatis pelvis superior yang menahan alatalat cavum pelvis dan tekanan intra abdominal yang diteruskan ke kaudal, ke rongga panggul. Pembuluh darah arteria uterus terutama terjadi melalui arteria uterina, dan juga dari arteria ovarica. Sedangkan vena uterina memasuki ligamentum latum uteri bersama arteria uterina, dan membentuk plexus venosus uterina di kedua sisi cervix uteri. Venavena dari plexus venosus uterina bermuara dalam vena iliaca interna. Persarafan uterus berasal dari plexus hypogastricus inferior (plexus pelvixus), terutama melalui plexus uterovaginalis. Serabut parasimpatis berasal dari nervi splanchnici pelvici (S2-S4), dan serabut simpatis dilepaskan dari plexus uterovaginalis. Serabut viseroaferen terbanyak menaik melalui plexus hypogastricus dan memasuki medulla spinalis melalui nervi thoracici X-XII dan nervus subcostalis (LI). Fungsi uterus adalah untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan, sebutir ovum yang telah keluar dari ovarium dihantarkan melalui tuba uterina ke uterus. Tuba falopii
Tuba falopii merebak ke arah lateral dari cornu uteri dan terbuka ke dalam cavitas peritonealis di dekat ovarium. Tuba uterina terletak dalam mesosalpink yang dibentuk oleh tepi-tepi bebas ligamentum latum uteri. Ke arah dorsolateral tuba falopii mencapai dinding-dinding pelvis lateral untuk menaik dan membelok ke atas ovarium. Tuba falopii terdiri dari tuba kiri dan kanan. Panjang kira-kira 10- 12 cm dengan diameter 3 mm. Menurut R. Daiser, A. Pfleiderer bahwa adnexa kanan berukuran 1,25 x ukuran normal. Secara deskriptif tuba falopii terdiri atas, pars interstitialis yang merupakan bagian yang terdapat di dinding uterus, pars isthmus ismika yang merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya, pars ampullaris yang merupakan bagian yang berbentuk saluran agak lebar, tempat terjadinya konsepsi, infundibulum merupakan bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai umbai yang disebut fimbria untuk menangkap telur kemudian menyalurkan telur ke dalam tuba. Fungsi tuba falopii adalah sebagai saluran yang dilalui ovum dari ovarium ke uterus. Sistem pembuluh darah
Aliran darah arteri untuk tuba falopii dilepaskan dari arteria uterina dan arteria ovarica. Vena-vena tuba falopii mencurahkan isinya ke dalam vena uterina dan vena ovarica.
6
Sistem persarafan
Persarafan tuba falopii sebagian besar berasal dari plexus ovaricus dan untuk sebagian dari plexus uterina. Serabut aferen disalurkan ke dalam nervi thoracici XIXII,dan nervus lumbalis 1. Ovarium
Ovarium merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak di kiri dan kanan uterus di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Ovarium kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kirakira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm. Ovarium mempunyai tiga fungsi yaitu memproduksi ovum, memproduksi hormon estrogen dan memproduksi hormon progesteron. 3. Etiologi Adnexitis terutama disebabkan oleh infeksi bakteri dan jarang oleh virus. Sebagian besar kasus infeksi disebabkan oleh gonococcus, streptococcus, staphylococcus, E. coli, chlamydia trachoma, dan clostridium, di mana bakteri bakteri tersebut hidup tanpa oksigen. Faktor air sangat dicurigai sebagai faktor penyebab adnexitis, hal ini dikarenakan air mengandung bakteri yang dapat masuk ke dalam tuba falopii melalui vagina. Begitu pula dengan pembalut wanita yang kurang steril dan micobacterium tuberculosa juga dapat menimbulkan adnexitis. Adnexitis dapat dengan mudah terjadi pada wanita saat dan setelah menstruasi, setelah aborsi dan setelah melahirkan. Hal ini disebabkan oleh pengeluaran zat horsestyle yang ikut keluar pada saat menstruasi, saat aborsi dan saat melahirkan. Zat tersebut berfungsi sebagai daya tahan tubuh terhadap mikroorganisme atau benda asing yang akan menyebabkan terjadinya suatu penyakit atau radang. Dengan berkurangnya zat tersebut akan menyebabkan daya tahan tubuh menurun. Sehingga mikroorganisme atau benda asing dapat dengan mudah masuk ke tubuh melalui organ genitalia eksterna dan menimbulkan reaksi berupa penyakit atau radang.
7
4. Klasifikasi a) Salpingo-ooritis akut Salpingo-ooritis akut yang disebabkan oleh gonorrhea sampai ke tuba sampai uterus melalui mukosa . Pada endosalping tampak oedema serta hyperemia dan infiltrasi leukosit, pada infeksi yang ringan, epitel masih utuh, tapi pada infeksi yang lebih berat kelihatan degenerasi epitel yang kemudian menghilang pada daerah yang agak luas, dan ikut juga terlihat lapisan otot dan serosa. Dalam hal yang akhir ini dijumpai eksudat purulen yang dapat keluar melalui ostium tuba abdominalis dan menyebabkan peradangan di sekitarnya (peritonitis pelvika). Salpingitis akut piogenik banyak ditemukan pada infeksi puerperal atau pada abortus septic, akan tetapi dapat disebabkan pula sebagai akibat berbagai tindakan, seperti Streptococcus ( aerobic dan anaerobic ), stafilococcus, E.coli, Klostridium welchii, dan lain-lain. Infeksi ini menjalar dari serviks uteri atau kavum uteri dengan jalan darah atau limfe ke parametrium terus ke tuba, dan dapat pula ke peritoneum pelvic. Di sini timbul salpingitis interstisialis akuta, mesosalping dan dinding tuba menebal dan menunjukkan infiltrasi leukosit tetapi mukosa seringkali normal. Hali ini merupakan perbedaan yang nyata dengan salpingitis gonoroika, di mana radang terdapat terutama pada mukosa dengan dengan sering terjadi penyumbatan lumen tuba. Dalam hubungan ini, dalam salpingitis piogenik kemungkinan lebih besar bahwa tuba terbuka setelah penyakitnya sembuh. Ovarium biasanya ikut dalam salpingitis. Kadang-kadang ovarium tidak ikut meradang, sebaliknya biarpun jarang bisa terjadi radang terbatas pada ovarium, bahkan bisa terjadi abses ovarium. b) Salpingo-ooritis kronik Dapat dibedakan antara, 1) Hidrosalping, terdapat penutupan ostium tuba abdominalis. Sebagian dari epitel mukosa tuba masih berfungsi dan mengeluarkan cairan dengan akibat retensi cairan tersebut dalam tuba. Hidrosalping dapat berupa hidrosalping simpleks dan hidrosalping folikularis. Pada hidrosalping simpleks terdapat satu ruangan berdinding tipis, sedang hidrosalping folikularis terbagi dalam ruangan-ruangan kecil.
8
2) Piosalping, dalam stadium menahun merupakan kantong dengan dinding tebal yang berisi nanah. Pada piosalping biasanya terdapat perlekatan dengan jaringan di sekitarnya. 3) Salpingitis interstisial kronika, pada salpingitis interstisial kronika dinding tuba menebal dan tampak fibrosis dan dapat pula ditemukan pengumpulan nanah sedikit-sedikit di tengah-tengah jaringan otot. Terdapat pula perlekatan dengan jaringan-jaringan di sekitarnya, seperti ovarium, uterus dan usus. 4) Kista tubo-ovarial, pada kista tubo ovarial, hidrosalping be rsatu dengan kista folikel ovarium, sedang pada abses tuboovarial piosalping bersatu dengan abses ovarium. Abses ovarium yang jarang terdapat sendiri, daru stadium akut dapat memasuki stadium menahun. 5) Abses ovarial. 6) Salpingitis tuberculosis.
5. Patofisiologi
Perjalanan infeksi pada adneksitis yaitu faktor penyebab tiba di ovarium dan tuba falopii dengan cara yang berbeda, tergantung pada tempat daerahnya. Bisa dari 9
asenden dan desenden. Jika faktor penyebab tiba di peredaran darah ovarium dan tuba falopii maka disebut infeksi haematogen. Pada infeksi asenden faktor pencetus adnexitis bergerak ke lapisan atas dan uterus masuk ke tuba falopii. Faktor pencetus infeksi asenden antara lain: air, pembalut wanita yang kurang steril, selama dan setelah menstruasi, setelah melahirkan, setelah aborsi, gangguan-gangguan uterus misalnya adanya spiral, perubahan membran mucus dalam servix oleh karena keluarnya nanah yang mengalir dari tuba falopii dan ovarium, adanya myoma atau polips serta tumor. Pada infeksi desenden ini terjadi jika ada inflamasi pada organ sekitar misalnya appendicitis atau proctitis atau adanya radang usus besar yang menyebar ke tuba falopii. Infeksi haematogen merupakan infeksi pada peredaran darah dan termasuk jenis adnexitis micobacterium tuberculosa yang berhubungan dengan tuberculosa. Untuk mengetahui adanya adnexitis diperlukan suatu pemeriksaan antara lain: anamnesa, pemeriksaan gynekologi dan pemeriksaan darah lengkap. Pada anamnesa biasanya penderita mengeluh nyeri hebat di daerah perut bagian bawah, nyeri saat menstruasi, nyeri saat berhubungan sexual dan kadang penderita mengeluh nyeri pinggang. Pada saat dilakukan palpasi pada abdomen ditemukan ketegangan pada dinding abdomen oleh karena adanya kontraksi otot abdominalis sebagai reaksi proteksi terhadap radang, terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian bawah. Pada pemeriksaan gynekologi saat uterus di palpasi (dengan tussue) juga dirasakan nyeri. Dan pada pemeriksaan darah lengkap LED meningkat. Nyeri meningkat pada saat kegiatan naik turun tangga dan mengangkat barang-barang berat. 6. Tanda dan Gejala Gambaran klinis salpingo-ooforitis akut ialah demam, leukositosis dan rasa nyeri di sebelah kanan atau kiri uterus, penyakit tersebut tidak jarang terdapat pada kedua adneksa. Setelah lewat beberapa hari dijumpai pula tumor dengan batas yang tidak jelas dan yang nyeri tekan. Pada torsi adneksa timbul rasa nyeri mendadak dan apabila defence musculiare tidak teralu keras, dapat diraba tumor nyeri tekan dengan batas nyeri tekan yang nyata. Suhu dan leukositosis juga tidak seberapa tinggi. Ruptura tuba pada kehamilan ektopik terganggu disertai dengan gejalagejala yang mendadak, sangat nyeri, dan anemi. Umumnya peristiwa ini tidak menimbulkan banyak kesukaran dalam diagnosis dferensial. Yang lebih sulit ialah diagnosis abortus tuba. Umumnya pada abortus tuba suhu tidak naik atau hanya naik sedikit, dan leukositosi juga tidak seberapa tinggi.
10
Gejala-gejala salpingo-ooforitis kronik tidak selalu jelas, penyakit bisa didahului oleh penyakit-penyakit akut dengan panas, rasa nyeri yang cukup kuat di perut bagian bawah, akan tetapi bisa pula dari permulaan sudah subakut atau menahun. Umumnya penderita merasa nyeri di perut bagian bawah sebelah kiri atau kanan, yang bertambah keras pada pekerjaan berat, disertai dengan penyakit pinggang. Leukorea sering terdapat disebabkan oleh servisitis kronik. Haid umumnya lebih banyak dari biasa dengan siklus yang seringkali tidak teratur. Penderita sering mengeluh tentang dispareunia dan infertilitas, disminore dapat ditemukan juga pada kasus ini. 7. Penatalaksanaan Terapi pada salpingo-ooforitis akut terdiri atas istirahat baring, perawatan umum, pemberian antibiotik dan analgetik. Dengan terapi tersebut, penyakit dapat menjadi sembuh atau menjadi menahun. Jarang sekali terapi salpingo-ooforitis akut memerlukan pembedahan. Pembedahan perlu dilakukan : a) Jika terjadi rupture piosalping atau abses ovarium b) Jika terdapat gejala-gejala ileus karena perlekatan c) Jika terdapat kesukaran untuk membedakan antara apendisitis akuta dan salpingo-ooforitis akut Pada salpingo-ooforitis kronik, jika penyakitnya msaih dalam keadaan sub akut, penderita harus diberi terapi dengan antibiotik dengan spectrum luas. Jika keadaan sudah tenang, dapat diberi terapi diatermi dalam beberapa seri dan penderita di nasehatkan supaya penderita jangan melakukan pekerjaan yang berat-berat. Dengan terapi ini, biarpun sisa-sisa peradangan masih ada, keluhan – keluhan penderita seringkali hilang atau sangat berkurang. Terapi operatif mempunyai tempat pada salpingo-ooforitis kronika. Indikasi untuk terapi ini adalah ; 1) Apabila setelah berulang kali dilakukan terapi diatermi, keluhan tetap ada dan mengganggu kehidupan sehari-hari. 2) Apabila tiap kali timbul reaktivisasi dari proses radang. 3) Apabila ada tumor di sebelah uterus, dan setelah dilakukan beberapa terapi diatermis tumor tidak mengecil, sehingga timbul adanya dugaan hidrosalping, piosalping, kista tuba ovarial dan sebagainya. 4) Apabila ada infertiitas yang sebabnya terletak pada tuba, dalam hal ini sebaiknya dilakukan laparoskopi dahulu apakah ada harapan yang cukup
11
besar bahwa dengan pembedahan tuba dapat dibuka dengan sempurna dan perlekatan dapat dilepaskan. 8. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan penunjang penderita adneksitis khususnya pemeriksaan darah lengkap akan ditemukan leukositosis akibat adanya peradangan yang ditimbulkan. Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti Ultrasonografi (USG). Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer ) digunakan untuk mengirim dan menerima gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound) yang menembus bagian panggul, dan menampilkan gambaran rahim dan ovarium di layar monitor. Gambaran ini dapat dicetak dan dianalisis oleh dokter untuk memastikan keadaan adneksa, ada atau tidaknya tumor di bagian tuba maupun ovarium ibu. Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui pembedahan kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium, mengambil bahan percontoh untuk biopsi.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pengkajian 1) Identitas Wanita yang mengalami adneksitis bisa saja wanita yang sudah menikah ataupun yang belum menikah. Semua wanita berpotensi untuk mengalami adneksitis, terutama wanita pada usia subur, mulai dari wanita yang baru mengalami menstruasi hingga yang menjelang menopause ataupun wanita yang sudah menopause sendiri. 2) Keluhan utama Sebagian besar adneksitis menimbulkan gejala berupa nyeri, dan bila sudah dalam tingkatan yang tinggi akan menjadi nyeri yang sangat tajam. Perlu diperhatikan bila pasien yang datang dengan adneksitis biasanya mengeluh: merasa nyeri di perut bagian bawah sebelah kiri atau kanan, yang bertambah keras pada pekerjaan berat, disertai dengan penyakit pinggang. Leukorea sering terdapat disebabkan oleh servisitis kronik. Haid umumnya lebih banyak dari biasa dengan siklus yang 12
seringkali tidak teratur. Penderita sering mengeluh tentang dispareunia dan infertilitas, disminore dapat ditemukan juga pada kasus ini. 3) Riwayat kesehatan Adneksitis bisa dialami oleh setiap wanita, terutama wanita yang menderita PMS dalam hal ini kaitannya adalah dengan penyakit Gonorhea.Wanita dengan penyakit gonorrhea lebih berpotensi mengalami adneksitis dibandingkan dengan wanita yang sehat. Adneksitis juga dapat disebabkan oleh karena peradangan yang meluas dari organ lain, appendiks misalnya, sehingga ibu dengan appendiks juga berisiko mengalami adneksitis. 4) Riwayat penyakit sebelumnya Wanita yang mengalami adneksitis bisa yang sudah pernah menggunakan alat kontrasepsi maupun yang belum pernah menggunakan alat kontrasepsi. Namun, pemasangan IUD merupakan salah satu fator penyebab dari terjadinya adneksitis, sehingga perlu dikaji adakah riwayat penggunaan alat kontrasepsi berupa IUD sebelumnya bagi ibu yang pernah menggunakan alat kontrasepsi. 5) Pemeriksaan fisik a. Kepala dan leher Hasil pada pemeriksaan pada kepala dan leher akan mengikuti hasil pemeriksaan umum. Bila keadaan umum klien tampak anemis maka keadaan wajah akan menunjukkan tanda-tanda anemis seperti pucat dan konjungtiva berwarna pucat pula. b. Abdomen Pada penderita adneksitis, pada pemeriksaan abdomen akan ditemukan nyeri tekan pada bagian perut bawah di tempat terjadinya adneksitis. Setelah lewat beberapa hari dijumpai pula tumor dengan batas yang tidak jelas dan yang nyeri tekan. Pada torsi adneksa timbul rasa nyeri mendadak dan apabila defence musculiare tidak teralu keras, dapat diraba tumor nyeri tekan dengan batas nyeri tekan yang nyata. c. Ekstremitas Pada penderita adneksitis umumnya tidak mengalami masalah pada ekstremitasnya, namun pada beberapa kasus adneksitis ada pula yang
13
mengalami oedema. Hanya saja pada kejadian anemis, maka dapat dilihat perubahan dari warna kuku jari tangan dan kaki ibu.
Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi pada uretra, kandung kemih dan struktur traktus lain. 2. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kegiatan perioperatif. 3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. Rencana Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi pada uretra, kandung kemih dan struktur lain Kriteria hasil Intervensi : -
: tidak ada nyeri didaerah panggung
Catat lokasi, lamanya, intensitas, skala penyebaran n yeri Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
-
Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan punggung, lingkungan istirahat Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan otot
-
Bantu atau dorong melakukan relaksasi nafas dalam Rasional ; membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot
-
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya Rasional : analgetik memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri
2. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kegiatan perioperatif Tanda
:
a) Mengungkapkan rasa takut pembedahan b) Menyatakan kurang pemahaman c) Meminta informasi
14
Kriteria hasil
:
1) Sedikit melaporkan kecemasan berkurang 2) Mengungkapkan pemahaman tentang prosedur pembedahan
Intervensi -
:
Memberikan dukungan moral Rasional : secara psikologis dapat meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa saling percaya
-
Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baik nya Rasional : meningkatkan dan memperbaiki pengetahuan atau persepsi pasien
-
Mengatur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang kecemasan klien Rasional : meningkatkan rasa nyaman dan memungkinkan pasien melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan lebih akurat
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi Kriteria evaluasi : Menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif. Intervensi -
:
Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
-
Berikan informasi tentang : sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik. Rasional : Dapat megurangi ansietas dan membantu mengembankan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik
-
Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik. Rasional : Mengurangi kecemasan pasien dan keluarga. 15
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
PENGKAJIAN A. IDENTITAS
Nama Klien : Ny. F
Nama Suami : Tn. R
Umur
: 27 Th
Umur
: 30 Th
Suku
: Banjar
Suku
: Bugis
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Pendidikan : SMA
Pendidikan
: SMA
Alamat
Alamat
: Jl. Arjuna I Rt 40 No. 4
: Jl. Arjuna I Rt. 40 No. 4
B. ANAMNESE
Tanggal : 15 Maret 2016 1. Alasan kunjungan : Keluhan
Pukul: 10.00 WIB Ingin memeriksakan diri
: Ibu cemas karena sejak 10 hari yang lalu terasa sakit pada perut
bagian bawah sebelah kiri dan nyeri ini bertambah sewaktu haid, serta dengan pengeluaran darah haid yang banyak hingga ganti 3-4x pembalut/hari, keputihan berbau dan gatal, Ibu mengatakan suami apabila BAK mengeluarkan nanah dan merasa nyeri pada saat buang air kecil 2. Penyakit yang pernah dialami Ibu tidak pernah mengalami penyakit yang serius 3. Riwayat obstetric Ibu belum memiliki anak dan tidak ada memiliki gangguan reproduksi 4. Riwayat menstruasi
Menarche
: 12 Tahun
Siklus
: 28 Hari
Lama
: 6 Hari
Banyaknya
: 3-4 kali ganti pembalut/hari
16
HPHT
: 3 September 2010
5. Riwayat kontrasepsi Ibu belum pernah menggunakan alat kontrasepsi 6. Riwayat kesehatan keluarga Suami mengeluh bila BAK keluar nanah. Dalam keluarga tidak ada riwayat penyakit menular dan riwayat penyakit gangguan system reproduksi. 7. Keadaan psikososial Ibu tinggal dirumah 8. Data biologis a. Pola Nutrisi Ibu makan 3 kali sehari dengan selera makan baik, terdiri dari nasi, lauk pauk, dan buah. b. Pola Eliminasi
BAB
: 1 – 2 kali sehari
BAK
: 4-5 kali sehari
c. Pola Istirahat
Siang
: 1-2 jam
Malam
: 7-8 jam
d. Pola Seksual Kegiatan seksual dilakukan 2 kali seminggu dan akhir-akhir ini sering terasa nyeri. e. Personal Hygiene Ibu mandi 2 kali sehari
C. DATA FISIK
1. Pemeriksaan Umum a. Keadaan Umum
: Baik
b. Kesadaran
: Compos Mentis
c. Tanda-tanda vital TD : 120/80
T : 37,5oC
BB : 55 Kg
TB : 155 cm
N : 84 x/mnt
17
R : 20x/mnt
2. Pemeriksaan Khusus a. Inspeksi 1. Mata : - Kelopak Mata
: Tidak tampak oedema
- Sklera Mata
: Tidak tampak ikterik
- Konjungtiva
: Tidak tampak anemis
2. Hidung
: Tampak normal, tidak tampak ada pengeluaran secret yang berlebihan
3. Muka ( expresi wajah )
: Tampak agak cemas
4. Mulut dan gigi
: Tampak lembab, kemerahan, gigi tampak lengkap, dan tidak ada karies dentis
5. Leher
: Tidak tampak adanya pembesaran
6. Dada
: Tampak simetris
b. Palpasi : Adanya nyeri tekan pada daerah perut bagian bawah sebelah kiri
3. Pemeriksaan Ginekologi Periksa Dalam Inspeksi Inspekulo - Vulva
: Tidak tampak oedema, tidak tampak adanya varises.
- Portio
: Tidak tampak adanya erosi, tampak pengeluaran sekret kental dan berbau.
- Vagina : Tidak ada kelainan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
4. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi pada uretra dan kandung kemih. 5. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. INTERVENSI KEPERAWATAN
4. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi pada uretra, kandung kemih dan struktur lain Kriteria hasil
: tidak ada nyeri didaerah panggung
18
Intervensi : -
Catat lokasi, lamanya, intensitas, skala penyebaran n yeri Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
-
Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan punggung, lingkungan istirahat Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan otot
-
Bantu atau dorong melakukan relaksasi nafas dalam Rasional ; membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot
-
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya Rasional : analgetik memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri
5. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi Kriteria evaluasi : Menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif. Intervensi -
:
Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
-
Berikan informasi tentang : sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik. Rasional : Dapat megurangi ansietas dan membantu mengembankan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik
-
Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik. Rasional : Mengurangi kecemasan pasien dan keluarga.
19
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan
Adnexitis atau Salpingo-ooforitis adalah radang pada tuba falopi dan radang ovarium yang terjadi secara bersamaan, biasa terjadi karena infeksi yang menjalar ke atas sampai uterus, atau akibat tindakan post kuretase maupun post pemasangan alat kontrasepsi (IUD). Salah satu tenaga kesehatan yang dapat memberikan asuhan secara komprehensif yaitu perawat melalui asuhan keperawatan yang sudah dimilikinya. Beberapa peran perawat diantaranya yaitu perannya sebagai pengelola dimana memiliki beberapa tugas salah satunya tugas kolaborasi. Didalam kolaborasi ini perawat harus menerapkan manajemen keperawatan pada setiap asuhan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan pasien dan keluarga serta memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan tim medis lain.
B. Saran
Lakukan pencegahan adnexitis dengan melakukan pencegahan seperti yang sudah dijelaskan dalam makalah.
20
DAFTAR PUSTAKA Manuaba. Ida Bagus Gde. 2001. Penatalaksaan rutin obstetric ginekologi dan KB. Jakarta: EGC http://www.artikel.indonesianrehabequipment.com/2012/05/penanganan-ft-pada-nyeriadnexitis.html https://books.google.co.id/books?id=FH_OCgAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=obstetrics +and+gynecology&hl=en&sa=X&sqi=2&redir_esc=y#v=onepage&q=obstetrics%20and%20 gynecology&f=false https://books.google.co.id/books?id=0flWgd3OJLEC&printsec=frontcover&dq=obstetrics+a nd+gynecology&hl=en&sa=X&sqi=2&redir_esc=y#v=onepage&q=obstetrics%20and%20gy necology&f=false
21