ASUHAN KEPERAWATAN SISTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS ( S L E )
A.
Anatomi fisiologi Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen
yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari system endokrin juga diedarkan melalui darah.. Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung menuju paru-paru paru -paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa karbon dioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta. Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan vena cava inferior. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni. B.
Pengertian SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya
belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam auto antibodi dalam tubuh. C. Etiologi Hingga kini faktor yang merangsang sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal
belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran ultraviolet, dan obatobatan tertentu memainkan peranan.
Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita. Ini menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita mempunyai peranan besar, walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan hormon wanita saat ini masih dalam kajian. Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) bukanlah suatu penyakit keturunan. Walau bagaimanapun, mewarisi gabungan gen tertentu meningkatkan lagi risiko seseorang itu mengidap penyakit Sistemik Lupus Er ythematosus (SLE).
D. Klasifikasi Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu: 1. Discoid Lupus , yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang
menyerang kulit. 2. Systemics Lupus , penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam tubuh, seperti
kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus). 3. Drug-Induced , penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu. Gejala-gejalanya
biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan. Pengaruh kehamilan terhadap SLE Eksaserbasi terjadi karena hormone estrogen meningkat selama kehamilan. Jika terjadi SLE, maka eksaserbasi meningkat 50-60%. Pada T. III eksaserbasi 50%, T.I & T.II eksaserbasi 15%, postpartum 20%. Pengaruh SLE terhadap kehamilan Prognosis berdasarkan remisi sebelum hamil, jika > 6 bulan eksaserbasi 25 % dengan prognosis baik, jika < 6 bulan eksaserbasi 50% dengan prognosis buruk. Abortus meningkat 2-3kali, PE/E, kelahiran prematur, lupus neonatal.
E.
Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali
F. Tanda dan gejala
Tanda atau gejala lainnya dari SLE telah dinyatakan oleh “American College of Rheumatology” yaitu 11 kriteria untuk klasifikasi SLE. Kesebelas kriteria tersebut antara lain: 1. Ruam malar 2. Ruam discoid 3. Fotosensitivitas (sensitivitas pada cahaya) 4. ulserasi (semacam luka) di mulut atau nasofaring 5. Artritis 6. Serositis (radang membran serosa), yaitu pleuritis (radang pleura) atau perikarditis (radang perikardium) 7. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria (adanya protein pada urin) persisten >0.5 gr/hari 8. Kelainan neurologik, yaitu kejang-kejang 9. Kelainan hematologik, yaitu anemia hemolitik atau leucopenia 10. kelainan imunologik, yaitu ditemukan adan ya sel LE positif atau anti DNA positif 11. adanya antibodi antinuklear. Selain itu, gejala atau tanda lainnya yang sering ditemukan antara lain penurunan berat badan, demam, dan kelainan tulang seperti pada arthritis.
G.
Manifestasi Klinis
1. Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari. 2. Sistem integumen 3. Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum. 4. Sistem kardiak Perikarditis merupakan manifestasi kardiak. 5. Sistem pernafasan Pleuritis atau efusi pleura. 6. Sistem vaskuler Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis. 7. Sistem perkemihan Glomerulus renal yang biasanya terkena. 8. Sistem saraf Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan men cakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
H.
Pemeriksaan diagnostik
1. Ana Test 2. Anti ribosomal P 3. Anti Kardiopilin 4. Coombstest 5. Pemeriksaan Darah lengkap 6. Urinalisasi
I. Evaluasi Diagnostik
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan serta penurunan berat badan dan kemungkinan pula artritis, peuritis dan perikarditis. Pemeriksaan serum : anemia sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau leukopenia dan antibodi antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mendukung tapi tidak memastikan diagnosis.
J.
Komplikasi
1. Vaskulitis 2. Perikarditis 3. Myocarditis 4. Anemia Hemolitik 5. Intra Vaskuler Trombosis 6. Hypertensi 7. Kerusakan Ginjal Permanen 8. Gangguan Pertumbuhan
K.
Penatalaksanaan
a. Medis 1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama kortikosteroid,
secara
topikal
untuk
kutaneus. 2. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE 3. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun. 4. Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg/hr s/d 6 bulan postpartum) (metilprednisolon 1000 mg/24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hr, jika membaik dilakukan tapering off). 5. AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP).
6. Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg per oral). 7. Siklofospamid, diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m luas permukaan tubuh, bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3 minggu.
b. Keperawatan 1. Diet Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional. 2. Aktivitas Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.
L.
Pencegahan
1. Hindari sinar matahari berlebihan 2. Makan makanan yang sehat 3. Hindari infeksi, misalnya infeksi luka tatto 4. Bagi remaja perempuan sangat dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung hormon estrogen.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT SLE A. Pengkajian 1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien. 2. Kulit, Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher. 3. Kardiovaskuler Friction
rub
perikardium
yang
menyertai
miokarditis
dan
efusi
pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga. 4. Sistem Muskuloskeletal Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari. 5. Sistem integument Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum. 6. Sistem pernafasan Pleuritis atau efusi pleura. 7. Sistem vaskuler Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis. 8. Sistem Renal Edema dan hematuria. 9. Sistem saraf Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
NURSING CARE PLAN NO DIAGNOSA
TUJUAN DAN
KEPERAWATAN 1.
INTERVENSI
RASIONAL
KRITERIA HASIL
Kerusakan
Setelah dilakukan tindakan
1. Kaji kulit setiap hari.
integritas kulit
keperawatan selama 3x24
Catat warna,
dasar di mana
berhubungan
jam diharapkan pasien
turgor,sirkulasi dan
perubahan pada
dengan proses
dapat menunjukkan
sensasi. Gambarkan
status dapat di
penyakit
perilaku/teknik untuk
lesi dan amati
bandingkan dan
meningkatkan
perubahan.
melakukan
penyembuhan, mencegah
1.Menentukan garis
intervensi yang tepat
komplikasi dengan criteria : 2.mempertahankan
Menjaga kebersihan di daerah lesi
Memakai alat pelindung kulit yang dapat menyebabkan iritasi atau infeksi berulang.
2. Pertahankan/instruksik
kebersihan karena
an dalam hygiene
kulit yang kering
kulit, mis, membasuh
dapat menjadi barier
kemudian
infeksi
mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim. 3. kuku yang panjang 3. Gunting kuku secara teratur.
dan kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.
4. dapat mengurangi kontaminasi
4. Tutupi luka tekan yang
bakteri,
terbuka dengan
meningkatkan
pembalut yang steril
proses
atau barrier protektif,
penyembuhan.
mis, duoderm, sesuai petunjuk.
5. digunakan pada perawatan lesi kulit
5. Kolaborasi gunakan/berikan obatobatan topical sesuai indikasi.
2.
Ketidak
Setelah dilakukan tindakan
1. Kaji kemampuan
1. lesi mulut,
seimbangan nutrisi
keperawatan selama 3x24
untuk mengunyah,
tenggorok dan
kurang dari
jam diharapkan pasien
merasakan dan
esophagus dapat
kebutuhan tubuh
dapat :
menelan.
menyebabkan disfagia,
mempertahankan berat
penurunan
badan antar 0,9-1,35 kg
kemampuan pasien
dari berat sebelum
mengolah
sakit.
makanan dan
Menunjukkan nilai
mengurangi
laboratorium dalam
keinginan untuk
batas normal (Hb
makan.
meningkat)
Melaporkan perbaikan tingkat energy
Melaporkan kebersihan mulut dan timbulnya nafsu makan
2. Berikan perawatan
2. Mengurangi
mulut yang terus
ketidaknyamanan
menerus, awasi
yang berhubungan
tindakan pencegahan
dengan mual/
sekresi. Hindari obat
muntah, lesi oral,
kumur yang
pengeringan
mengandung alcohol.
mukosa dan halitosis. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
3. Jadwalkan obat-
3. lambung yang
obatan di antara
penuh akan akan
makan (jika
mengurangi napsu
memungkinkan) dan
makan dan
batasi pemasukan
pemasukan
cairan dengan
makanan
makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi.
4. Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin.
4. dapat meningkatkan napsu makan dan perasaan sehat.
5. Berikan fase istirahat
5. mengurangi rasa
sebelum makan.
lelah;
Hindari prosedur
meningkatkan
yang melelahkan saat
ketersediaan energi
mendekati waktu
untuk aktivitas
makan.
makan.
6. Dorong pasien untuk duduk pada waktu
6. mempermudah proses menelan
makan.
dan mengurangi resiko aspirasi.
7. Catat pemasukan kalori
7. mengidentifikasi kebutuhan terhadap suplemen atau alternative metode pemberian makanan.
3.
Nyeri kronik
Setelah dilakukan tindakan
1. Tutup luka sesegera
1. suhu berubah dan
berhubungan
keperawatan selama 3x24
mungkin kecuali
gerakan udara
dengan imflamasi
jam diharapkan pasien
perawatan luka bakar
dapat
/ kerusakan
dapat :
metode pemajanan
menyebabkan
pada udara terbuka.
nyeri hebat pada
jaringan.
Mengungkapkan
pemajanan ujung
keluhan hilangnya/berkurangny a nyeri
Menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks
saraf. 2. Pertahankan suhu
2. pengaturan suhu
lingkungan nyaman,
dapat hilang
berikan lampu
karena luka bakar
penghangat, penutup
mayor. Sumber
tubuh hangat.
panas eksternal
Dapat beristirahat dan
perlu untuk
mendapatkan pola tidur
mencegah
yang adekuat.
menggigil.. 3. Kaji keluhan nyeri.
3. nyeri hampir selalu
Perhatikan
ada pada beberapa
lokasi/karakter dan
derajat beratnya
intensitas (skala 0-10).
keterlibatan jaringan/kerusakan tetapi biasanya
paling berat selama penggantian balutan dan debridemen. 4. Lakukan penggantian
4. menurunkan
balutan dan
terjadinya distress
debridemen setelah
fisik dan emosi
pasien di beri obat
sehubungan
dan/atau pada
dengan
hidroterapi
penggantian balutan dan debridemen.
5. Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri.
5. pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
6. Dorong penggunaan
6. memfokuskan
teknik manajemen
kembali perhatian,
stress, contoh relaksasi
meningkatkan
progresif, napas
relaksasi dan
dalam, bimbingan
meningkatkan rasa
imajinasi dan
control, yang dapat
visualisasi.
menurunkan ketergantungan farmakologis.
7. Berikan aktivitas
7. membantu
terapeutik tepat untuk
mengurangi
usia/kondisi.
konsentrasi nyeri yang di alami dan memfokuskan kembali perhatian.