REFERAT SUB BAGIAN BEDAH ANAK SMF ILMU BEDAH FKUP/RSHS Oleh : Pembimbing : dr. Bustanul A, SpBA. ________________________________________________________________________ PENDAHULUAN Kata atresia berasal dari bahasa yunani yaitu a yang berarti tidak ada atau tanpa dan tresis yang berarti lubang. Suatu atresia intestinal merupakan penyebab terbesar dari obstruksi neonatal intestinal,atresia terjadi karena adanya obstruksi kongenital yang komplit pada lumennya dan ini 95% sedangkan suatu stenosis mengakibatkan 5% obstruksi kongenital yang inkomplete. Atresia intestinal atau stenosis dapat terjadi dimana saja disepanjang traktus gastointestinal dan suatu lokasi anatomis dari suatu obstruksi bisa menentukan gejala klinis yang khas, banyak obstruksi neonatal Dengan pemeriksaan x ray pada abdomen atresia usus pada duodenum, jejunum, ileum mempunyai ciri yang bisa menunjukkan atresia nya. Pada kilinis semuanya menunjukkan : hydramnion, muntah hijau-fekal, perut kembung, mekonium (+) abnormal. Pada X ray : gambaran double bubble pada atresia duodenum, 3 – 6 bubble pada atresia yeyunum, lebih dari 6 bubble pada atresia ileum Pada atresia usus dapat dibedakan tindakan yang benar-benar ” true emergency ” dan relativ surgical emergency, pada atresia duodenum untuk ancaman perforasinya jarang terjadi sehingga bisa dikategorikan bukan ” true emergency ” karena dengan pemasangan NGT, tindakan bedah dapat dijadikan elektif. Sedangkan pada atresia ileum karena onbstruksi letaknya rendah, NGT yang dipasang tidak efektif sehingga bisa menimbulkan bahaya perforasi dan sepsis, tindakan operasi harus segera dillakukan ( cito operasi dengan persiapan 6 jam )
Manajemen yang segera dilakukan adalah : NPO, IVFD, dekompresi NGT, antibiotik, operasi dimana tindakannya derotasi, ladd^s band division, vertikalisasi duodenum (reseksi anastomose,stoma )
Table 1. Prevalence per 10,000 births of small intestinal atresia/stenosis Reference
Location
Time period Rate per Other* Total 10,000 live rate rate births
Texas DSHS 2005
Texas
1999-2002
Haeusler 2002
Europe
1996-1998 1.0
1.0
Martinez-Frias 2000 Spain
1976-1998 0.6
0.4
1.2
Martinez-Frias 2000 Latin America
1967-1996 0.6
0.5
1.2
Torfs 1998
California , USA
1983-1993 2.3
3.9
Stoll 1996
France
1979-1987
3.0
Harris 1995
France
1976-1990 0.7
0.8
Harris 1995
Sweden
1973-1990 1.1
0.5
Harris 1995
California , USA
1983-1990 1.0
0.9
Papp 1995
Hungary
1988-1990 2.0
Cragan 1993
Georgia , USA
1968-1989 1.4
1.4
Castilla 1990
Central and South America 1982-1986 0.7
0.6
ATRESIA DUODENUM
3.1
2.8
Atresia duodenum dilaporkan pertamakali oleh J. Calder pada tahun 1733 dari Glasgow dan laporan pertama tentang anulare pankreas oleh Tiedemann 1818. Pembedahan pertamakali berhasil dilakukan oleh Vidal dari Perancis pada tahun 1905 dengan melakukan gastro-yeyunostomi pada bayi baru lahir yang menderita obstruksi duodenum karena atresia dan juga disertai anulare pankreas. Pada tahun 1916 seorang ahli bedah Denmark, Ernest melaporkan hasil pembedahan yang berhasil yaitu duodenoyeyunostomi pada bayi baru lahir dengan obstruksi intrinsik duodenal. Obstruksi pada bagian dalam duodenum yaitu obstruksi intrinsik duodenal, dapat merupakan obstruksi total berupa atresia atau obstrusi sebagian berupa stenosis. Obstruksi dapat terjadi pada setiap tempat di duodenum tetapi yang paling sering ditemukan adalah obstruksi sekitar ampula vateri. Obstruksi intrinsik duodenal dapat ditemukan dalam beberapa bentuk antara lain : 1. Atresia duodenum dengan bentuk dinding usus bagian proksimal berhubungan langsung dengan dinding usus bagian distal 2. Atresia duodenum dengan kedua ujung buntu yang dihubungkan dengan jaringan ikat saja. 3. Atresia duodenum dengan kedua ujung terpisah sama sekali. 4. Atresia duodenum dengan kedua ujung buntu yang dibatasi membran. 5. Stenosis duodenum. 6. Wind sock type dengan lubang kecil pada puncaknya.
Semua bentuk ini akan memberikan obstruksi pada duodenum dengan akibat hipertrofi dan dilatasi duodenum bagian proksimal dan dilatasi lambung, Duodenum bagian distal akan kolaps dan dindingnya menjadi tipis. Walaupun jarang terjadi, ujung proksimal yang berdilatasi dapat mengalami perforasi pada kehidupan intra uterine yang akan menyebabkan peritonitis mekonium.
Macam kelainan meliputi : Atresia duodenum, stenosis duodenum, obstruksi duodenum, atresia jejunoileal, stenosis jejunoileal, lesi jejunoileal, atresia colon.
Embriologi : -
System hepatobiliar dan pancreas terbentuk pada minggu ketiga dari kehamilan, diikuti oleh terbentuknya portio duodenum yang masih berupa bentukan solid yang bergabung dengan tunas biliaer dan pankreas.
-
Usia kehamilan 8-10 minggu lumen duodenum sudah terbentuk dan terjadi rekanalisasi. Bila pada fase ini tidak terjadi rekanalisasi (kegagalan), maka akan terjadi atresia, stenosis atau web.
-
Sebagai tambahan bahwa kejadian atresia duodenum sangat erat hubungannya dengan kelainan pada organ pankreas. Apakah berupa pankreas annulare atau kegagalan perkembangan duodenum masih merupakan perdebatan.
Klasifikasi : -
Stenosis duodenum ataupun web menyebabkan partial obstruksi, sedangkan atresia duodenum menyebabkan obstruksi total.
-
Tidak seperti atresia intestinal lainnya, atresia duodenum berhubungan dengan anomali kongenital lainnya. Hampir 50% pasien dengan atresia duodenum disertai anomali seperti jantung, anorektal dan genitourinary, dan lebih dari 40% memiliki kelainan berupa trisomi.
-
Atresia esophagus dan VATER syndrome juga berhubungan dengan atresia duodenum.
Diagnosis : -
USG prenatal mendeteksi kelainan seperti distensi lambung dan proksimal duodenum.
-
Polihidramnion ada hubungan dengan obstruksi GIT karena fetus tidak dapat menelan cairan amnion. Kelainan-kelainan ini bisa dideteksi dari serum maternal atau cairan amnion.
-
Plain X-ray menunjukkan double bubble sign, hal ini dapat memberi petunjuk kepada kita untuk mengetahui apakah obstruksi total atau partial. Gas yang berada di distal duodenum menunjukkan bahwa obstruksi masih parsial.
-
Malrotasi dengan volvulus bisa menyebabkan obstruksi duodenum dengan gambaran double bubble.
Terapi : -
Dekompresi lambung penting untuk mencegah aspirasi
-
Thermo regulasi untuk mencegah hipotermia
-
Resusitasi cairan
-
Dua opsi dasar untuk repair yaitu : 1. duodeno-duodenostomy (sering) 2. duodenotomy dengan eksisi web
Komplikasi : 1. Leakage 2. Injury duktus biliaris 3. sepsis Komplikasi lambat : 1. ulkus peptikum 2. syndrome blind-loop akibat stasis duodenum 3. recurrent obstruksi
Manajemen. Setelah diagnosis tegak, dekompresi lambung, dan koreksi cairan dan elektrolit perlu dilakukan. Kelainan kongenital lain harus segera disingkirkan dengan alat pemeriksaan yang ada. Tindakan operatif baru dilakukan setelah bayi teresusitasi dengan baik. Tindakan operatif dilakukan dengan incisi pada supraumbilical transverse, identifikasi duodenum dilakukan dengan memobillisasi colon ascenden dan transversum ke kiri. Duodenum dan jejunum distal dengan total obstruksi akan kolaps dan dinding yang tipis,
dibandingkan pada daerah proksimal yang dilatasi. Tindakan yang sering dilakukan adalah diamond shaped atau side to side duodenoduodenostomy, dengan insisi transverse pada proksimal dan longitudinal pada distal. 1,2,4 Komplikasi awal pasca operasi adalah kebocoran anastomosa, dan sepsis. Komplikasi jangka panjang adalah refluks basa dan ulkus peptikum, serta stasis duodenum dengan blind loop syndrome, nyeri perut yang rekuren dan diare.
Gambar 1a. Duodenoduenostomy
Prenatal diagnosis is based on the demonstration of the characteristic ‘double bubble’ appearance of the dilated stomach and proximal duodenum, commonly associated with polyhydramnios.
A. Supine frontal radiograph of the abdomen demonstrates the double bubble sign: an enlarged stomach (S) and proximal duodenum (D) in a neonate with duodenal atresia. Note the absence of distal gas. B. Prenatal sonogram in a sagittal oblique plane to the fetus demonstrates the double bubble sign in a fetus with duodenal atresia. In utero, the stomach (S) and duodenum (D) are filled with fluid.
A.
B.
Pathological types of duodenal atresia and stenosis noted in the current series.
ATRESIA DAN STENOSIS JEJUNOILEAL Etiologi. Teori yang paling banyak dianut adalah adanya cedera lokal pada vaskularisasi intra uterine, dengan iskemik dan nekrosis dari usus yang terkena dan terjadi penyerapan kembali pada segmen yang terkena. Teori ini berdasarkan pengamatan pada 79 kasus di The Hospital for Sick Children di London. Faktor vascular mesenterial, menyebebabkan ligasi pada beberapa loop usus dan memicu stimulus efek dari volvulus, intussusepsi interference dari supply darah segmental. Penelitian pada kelinci sangat jelas ditunjukkan segmen usus yang mengalami devitalisasi, sangat cepat diserap dan menimbulkan terpisahnya proksimal dan distal dari daerah yang devaskularisasi. Temuan lain yang menjadi bukti adalah dengan adanya, billous, rambut lanugo dan eopitel skuamous pada distal dari usus atreasia, menambah dugaan. Terdapatnya dalam uterine, fetal intususepsi, volvulus, tromboembolik, hernia interna mesenterial dan incaarserata, juga memperluas kemungkinan dari hipotesa ini. Daerah atresia dengan etiologi seperti ini biasa pada level ileocecal. Gangguan vaskular yang terjadi lebih lambat, menerangkan rendahnya insidensi yang berhubungan dengan kelainan organ ekstra abdominal. Pada kasus yang langka terjadi atresia jejunoileal yang berhubungan atresia esophagus, gaster duodenal, colon dan rectal., seperti juga atresia bilier, meningomyelocele, dan Hirschsprung’s. Kelainan ini biasanya tidak detentukan oleh genetik, meskipun mengenai kembar monozygot.
Sindrome multiple atresia gastrointestinal menerangkan
peningkatan
kejadian pada orang kulit berwarna dengaan kumungkinan resesif autosom. Tidak ada
kaitan kejadian atresia dengan umur dan kelaiann pada orang tua.. Satu dari tiga bayi atresia mengalami premature, sering dengan BBLR.
Patologi. Klasifikasi morfologi membagi menjadi 3 tipe yang memiliki nilai prognostic dan terapi, serta sudah dimodifikasi pada tipe III b dan tipe IV. Stenosis, didefinisikan sebagai mengecilnya lumen yng terlokalisir dari intestinal tanpa adanya defek mesenterium atau putusnya hubungan lumen. Pada daerah stenosis, dekat, dengan lumen yang sempit dengan muskularis kadang tidak beraturan dan submukosa menebal. Stenosis bisa berasal dari atresia tipe I , dengan web yang berlubang, dengan panjang usus halus normal.
Gambar 2. Stenosis
Atresia Tipe I Obstruksi disebabkan adanya membran oleh mukosa dan submukosa. Usus proksimal yang dilatasi berkelanjutan dengan distal usus yang kolaps tanpa adanya diskontinuitas mesenterium. Peningkatan tekanan di proksimal dapat membuat bulging ke bagian distal membentuk zona transisional atau windsock effect. Panjang usus tidak memendek.
Gambar 3. Atresia Tipe I
Atresia Tipe II Usus proksimal berakhir dengan suatu kantong (bulbous) dan dihubungkan dengan bagian usus distal yang kolaps oleh suatu jaringan fibrous (cord) yang pendek sepanjang ujung dari mesenterium yang utuh. Proksimal usus mengalami hipertropi dan dilatasi dan mengalami siaonis karena iskemik akibat tekanan yang tinggi. Distal usus kolaps, dengan panjang usus total biasanya normal.
Gambar 4. Atresia Tipe II
Atresia Tipe III (a) Atresia ini mengalami buntu ke dua ujung (blind end) pada proksimal dan distal. Hampir menyerupai tipe II tetapi tidak ada fibrous cord yang menghubungkan., disertai defek mesenterium (V-shaped mesenterium). Bagian proksimal mengalami dilatasi dan sering aperistaltik sehingga bisa menjadi torsio dan overdistended dan menjadi perforasi suatu saat. Panjang usus biasanya dibawah normal, dengan panjang bervariasi sesuai resorpsi intra uterin. Tipe ini sering berhubungan dengan fibrosis cystic.
Gambar 5. Atresia Tipe III (a)
Atresia Tipe III (b) Tipe ini dinamai Apple-peel, Chrismas tree, atau maypole deformity, terdiri dari ujung proksimal jejunum atresia dekat dengan Treitz, tidak adanya arteri mesenterial superior, sebagai asal dari cabang colon media dari mesenterial posterior, dengan panjang usus yang secara jelas berkurang dan defek mesenterial yang besar. Ujung distal tersimpan di intra abdomen dengan vascularisasi tunggal berasal dari ileocolica dan cabang colica kanan. Nama Apple peels berasal dari tampilan usus yang membentuk spiral di sekitar suplai darah yang menyerupai kupasan apel (Yamanaka, 2000). 3 Lebih jauh terlihat seperti tipe I dan II dengan jarak proksimal dan distal yang sangat dekat. Vaskularisasi distal biasanya terganggu, biasanya pada tipe autosom resesif. Bayi dengan tipe ini biasanya premature (74 %) dan malrotasi (54%) dengan peningkatan morbiditas (63%) dan mortalitas 54 %. Deformitas hamper sebagai konsekuensi dari oklusi arteri mesenterial superior dengan infark yang ekstensif pada segmen proksimal dari midgut dengan dasar trombosis atau emboli atau suatu obstruksi strangulasi dari midgut volvulus. Kegagalan primer dari perkembangan arteri mesenterial superior diduga sebagai faktor etiologi, walaupun hal ini tidak serupa,temuan meconium distal usus menandakan atresia terjadi setelah sekresi bilier terjadi, kurang lebih pada minggu ke 12 perkembangan janin..
Gambar 6. Atresia Tipe III(b)
Atresia Tipe IV Berupa multipel atresia dengan kombinasi dari tipe I hingga III, dengan gambaran seperti rangkaian sosis. Kejadian familial pernah tercatat dengan prematuritas, pemendekan usus yang sangat jelas meningkatnya mortalitas. Pernah tercatat hingga 25 segmen terpisah, sampai ileum terminal. Multipel atresia ini juga diduga sebagai konsekuensi dari multipel infark, inflamasi intrauterine dan malformasi GI tract pada awal kehidupan embrional. Temuan patologi pada kasus familial menyokong konsep proses awal intra uterine dan mengenai seluruh saluran pencernaan sebagai alasan, bukan karena iskemi atau proses inflamasi.
Gambar 7. Atresia Tipe IV
Patofisiologi Akibat iskemik bukan hanya penyebab dari bentuk abnormal tetapi juga karena gangguan fungsi dan struktur pada proksima dan distal usus. Ujung buntu dari proksimal yang dilatasi dan hipertropi dengan villi yang normal tetapi tanpa aktifitas peristaltik yang efektif. Defisiensi dari enzim dan ATP juga didapat. Pada tingkat atresia, ganglion system saraf juga aatrofi.
Manifestasi klinis Mengetahui lebih awal pada atresia ini menjadi inti dari penanganan. Penggunaan US sangat berperan pada pendeteksian atau prenatal diagnosis, terutama pada trimester tiga. Adanya polyhidramnion mungkin tidak muncul di awal pada kasus obstruksi yang distal. Pada bayi dengan atresia atau stenosis, muntah berwarna bilier biasanya muncul pada hari pertama dan kedua kelahiran, tetapi 20 % kasus dapat terjadi pada hari ke 2 dan ke 3. Makin tinggi letak obstruksi makin awal munculnya muntah dan makin kuat. Dehidrasi , demam, ikterik dan pneumoni aspirasi dapat terjadi pada keterlambatan diagnosis.
Abdomen yang distensi menandakan obstruksi usus halus distal. Enam puluh hingga 70% bayi gagal mengeluarkan mekonium di hari pertama. Meskipun mekonium seperti normal biasanya ditemukan plug abu-abu pada mukos saat melewati rectum. Nyeri, rigid dan edema serta eritem pada dinding abdomen menjadi tanda iskemi dan peritonitis, juga pada iskemik di distal usus , perubahan darah muncul melaluli rectum. Stenosis biasanya sulit didiagnosa. Obstruksi yang parsial dan hilang timbul atau malabsorpsi dapat terjadi tanpa teratasi. Biasanya bayi terlihat normal tetapi sulit atau gagal mengalami pertumbuhan. Pemeriksaan radiologist pada atresia jejuno ileal dapat dilakukan dengan atau tanpa kontras. Udara dapat mencapai usus proksimal sekitar 1 jam dan usus halus distal hingga 3 jam, pada keadaan normal. Hal ini terlambat pada kaus premature atau gangguan menghisap. Pasen atresia jejunum memiliki sedikit udara dan carian yang masuk di usus, dengan dengan tidak ada udara di abdomen. Air/fluid level terjadi bila dilakukan aspirasi lewat NGT sebelumnya. Atresia ilium distal sulit dikenali dan dibedakan dengan atresia colon sebab haustral marking belum terbentuk pada neonatus. Atresia yang terjadi lambat, membuat lumen usus bagian distal hampir normal. Total colonic aganglionosis sulit dibedakan dengan adanya atresia. Sepuluh persen bayi dengan atresia ilium mengalami peritonitis, perforasi biasanya terjadi pada ujung buntu dari bagian proksimal, tampila radiologist dari meconium pseudocyst dengan air/fluid level berhubungan dengan perforasi usus yang terlambat intra uterin. Kalsifikasi mekonium pada multipel atresia memberikan gambaran ‘strings of pearls’, sebagai suatu tanda patognomonis. Gambaran klinis dan radiologis pada stenosis jejunoileal ditentukan oleh tingkat dan derajat stenosis dan diagnosis mugkin terlambat hingga tahunan. Perubahan morfologi pada usus proksimal, tergantung dari tingkat obstruksi.
Gambar 8. Gambaran radiologi pada aatresia jejunoileal dan atresia rendah (kanan)
Pada atresia duodenum, atresia ileum dan atresia yeyunum akan terjadi obstruksi total, sedangkan pada stenosis duodenum. Anulare pankreas dan malrotasi midgut terjadi obstruksi parsial (inkomplit). Obstruksi dapat terjadi pada setiap tempat pada duodenum maupun yeyunum dan ileum. Laporan pertama tentang atresia usus dilakukan oleh Goeler pada tahun 1683, yaitu dari autopsi bayi baru lahir yang meninggal dengan muntah-muntah Diagnosa dari atresia jejunoileal (blockage of small intestine) bisa diduga dengan adannya polyhdramnion yang bisa dilihat dengan USG pada fetus. Ciri khas dari atresia ini pada bayi yang baru lahir ditandai dengan muntah yang berwarna hijau atau kuning, perut yang cembung dan tegang dan kegagalan dari pergerakan usus pada hari-hari pertama, ketegangan perut ini tergantung dari sejauh tingkat ”blockage”. Walaupun tidak khas keberadaan fases bisa terjadi pada atresia jejunoileal jika kegagalan perkembangan
ini terjadi pada kehamilan yang telah lanjut.pada pemeriksaan dengan X ray tampak satu loop usus yang membesar dengan tampak udara pada bagian proximal dari sumbatan. Ada 3 dari atresia jejunoileal yang 1. terdiri dari jaringan atau selaput tipis yang memblok usus. 2. terdiri dari suatu pita diantara bagian atas dan bawah dari usus berupa scar. 3.terdiri dari beberapa bagian usus yang hilang secara komplet. Semua pengobatan pada tiap tipe adalah sama yaitu dengan operasi. Operasi dengan membuka bagian atas perut akan tampak bagaian atas usus yang membesar dan bagian bawah usus yang mengecil, sehingga pada operasi ini diperlukan suatu teknik ” end-to-back” dengan menggabungkan dua ujung tersebut, tes dengan air atau udara perlu dilakukan karena bisa terdapat blokade di bagian usus lainya. Komplikasi yang terjadi umumnya dihubungkan dengan masalah prematuritas, penyakit jantung dan ” insuffisient intestine/short gut syndrome ”dan masalah setelah penyambungan usus adalah bocor atau terjadi penyempitan pada beberap hari setelah operasi.
A .Healthy G2P1 mother, no remarkable history. The fetal ultrasound at 16 weeks was normal. A repeat examination at 34 weeks demonstrated moderate polyhydramnios and
distended bowel in fetal abdomen. The diagnosis of fetal intestinal obstruction was entertained, possibly due to an imperforate anus. B. We decided to perform another X-ray the following morning injecting 60cc of air through
the
nasogastric
tube.
A
jejunal
atresia
was
firmly
suspected
through this image. simultaneous barium enema showed a disused microcolon
A
B.
A. Surgery was performed at 24 hours postpartum. Atresia of jejunum was confirmed 40 cm distal to the angle of Treitz (photo#5). B. Intraoperative air injection showed that the distal jejunum, ileum and colon were patent without atresias. Normal bowel rotation. The proximal distended bowel was resected. In order to perform a proportionate anastomosis the proximal end was tailored, resecting an antimesenteric triangle. An anastomosis was performed ( photo#6). Uneventful recovery, soft abdomen. Breast feeding was started the 5° postop day
A.
B.
The Triple Bubble Sign: A Neglected Radiologic Feature of Proximal Jejunal Atresia
Classification of jejunoileal atresia describes the pathology as type I (mucosal web), type II (fibrous cord), type IIIa (mesenteric gap defect), type IIIb ("apple peel"), or type IV (multiple atresias). Reprinted from Pediatric Surgery1(p843) with permission from MosbyYear Book Inc, formerly Year Book.
Operatif Incisi supraumbilical transverse
1,2,4
memberikan akses untuk mencapai intra
abdomen. Cairan intraperitoneal sebaiknya dikultur. Pada kasus yang tidak komplikasi, usus dapat dikeluarkan melalui sayatan, perforasi dicari dan dijahit bila ditemukan sebelum melakukan eksplorasi lebih jauh. Rongga abdomen diirigasi dengan cairan NaCl hangat hingga debris yang makroskopis tidak terlihat. Memisahkan perlengketan pembuluh darah perlu dilakukan, dan seluruh usus harus dikeluarkan dengan hati hati dan ditentukan jenis kelainannya. Pada malrotasi diatasi dengan derotasi dan membebaskan jeratan.
Gambar 9. Lokasi insisi
Perkiraan panjang usus dilakukan dengan mengukur antemesenterik sebab memiliki nilai prognostic dan menentukan metoda operasi rekonstruksi. Patensi usus perlu diuji dengan memasukan cairan garam ke dalam lumen dan dilihat sampai caecum. Untuk menilai kolon, bila preoperative sulit dinilai dapa dilakukan penyuntikan salin secara langsung atau lewat kateter transrectal. Bila panjang total usus adekuat (>80 cm + valvula iliocaecal), maka proksimal usus yang dilatasi dan hipertropi, direseksi hingga mendekatan diameter yang normal, dengan perdarahan yang harus dipreservasi. Pada atresia jejunum, reseksi dapat mencapai duodenum. Usus distal atresia, dibuang miring, dengan panjang 4 – 5 cm, dengan bagian mesenteric yang terpanjang. Antemesenteri diinsisi membentuk ‘fish-mouth’ untuk menyeimbangkan saat anastomosis.
Suatu modifikasi one-layer dari end to back anastomosis dengan menggunakan suture absorbable monofilament ukuran 5-0 atau 6-0. Sebagai alternative dilakukan anastomosis ekstramukosal. Setelah teranastomosis, defek mesenteric harus diperbaiki Teknik yang hampir serupa dilakukan untuk mengatasi stenosis dan membran intra lumen. End to side ilio ascending colon dilakukan pada atresia ileal yang rendah. Gastrostomy dekompresi atau stent trananaastomosis tidak direkomendasikan. Pengembalian usus ke dalam rongga abdomen harus hati-hati, hindari jeratan atau lipatan.
Gambar 10. teknik yang digunakan untuk bagian proksimal yang dilatasi
TINJAUAN PUSTAKA 1. Millar, Alastaj, Intestinal Atresia and Stenosis, in Aschraft et al, Pediatric Surgery, 4th ed, Elsevier Saunders, Philadelphia. 2005. 2. O’neill, James, Jejunoileal Atresia and Stenosis, in Pediatric Surgery, 5th ed. Mosby, USA 1998. 3. BIRTH DEFECT RISK FACTOR SERIES: Atresia/Stenosis of the Small Intestine, Texas Departement of State Health Service,
Last Updated May 23,
2006. 4. Biren P Modi, MD,
Intestinal Atresia, Stenosis, and Webs, Department of
Surgery, Brigham and Women's Hospital, E-medicine, Last updated, July 20 , 2006 5. Jaime Shalkow, Small Intestinal Atresia and Stenosis, E-medicine, updated, July 26 , 2006
REFERAT ATRESIA INTESTINAL (DUODENUM, JEJUNUM, ILEUM)
DENY HANDAYANTO
SUB.BAGIAN BEDAH ANAK,BAG. BEDAH FK.UNPAD/RSHS BANDUNG NOVEMBER 2007