BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Umum
Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai penghubung dua ujung jalan yang terputus oleh sungai, danau, lembah, jalan, saluran irigasi, teluk dan jalan lain-lain. Struktur bangunan bawah jembatan memiliki fungsi untuk mendukung dan meneruskan gaya-gaya dari bangunan atas ke pondasi, kemudian pondasi meneruskan ke lapisan tanah di bawahnya. Dapat dikatakan struktur bangunan bawah jembatan dan pondasi dapat menentukan stabil tidaknya suatu struktur bangunan yang berada di atasnya. Pada umumnya struktur bawah dapat berupa Kepala Jembatan (abutment ) dan Pilar ( piers). 1. Kepala Jembatan ( Abutment ) abutment adatah struktur bawah jembatan yang berada di Kepala jembatan/ abutment
kedua ujung jembatan yang berfungsi untuk menerima beban langsung dan struktur atas. Selain itu abutment juga berfungsi untuk menahan gaya lateral tanah yang berada di bagian oprit. Pada bagian kepala jembatan terdapat juga landasan atau bearing yang menghubungkan antara girder jembatan dengan abutment . Bentuk abutment dilihat pada gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 Abutment jembatan
3
2. Pilar (Piers) /Piers terletak di tengah jembatan (di tengah sungai) yang memiliki Pilar /Piers
kesamaan fungsi dengan kepala jembatan yaitu mentransfer gaya jembatan rangka ke tanah. Sesuai dengan standar yang ada. panjang bentang rangka baja. Sehingga apabila bentang sungai melebihi panjang maksimum jembatan tersebut maka dibutuhkan pilar. Sama halnya dengan abutment, pada pilar jembatan rangka juga terdapat komponen-komponen seperti lateral stop block dan bearing pad . Tetapi yang berbeda adalah pada pilar terdapat seismic buffer block . Seperti terlihat pada gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2 Pilar jembatan Kedua struktur di atas menggunakan tiang pancang dikeranakan lapisan tanah pondasi termasuk dalam (> 8 m). tiang pancang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan kepala jembatan dan dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan pilar jembatan.
2.2
Pembebanan Untuk Jembatan
Pembebanan untuk jembatan ini adalah ringkasan dari Peraturan Pembebanan untuk Jembatan yang merupakan RSNI T-02-2005.
2.2.1 Beban Tetap
Beban tetap adalah beban yang merupakan beban utama dalam perhitungan teganagan pada setiap perencanaan jembatan yang berfungsi sebagai berikut:
4
1. Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. 3
Tabel 2.1 Berat isi untuk beban mati (kN/m ) No
Bahan
Berat/satuan isi 3 (kN/m ) 26,7 22,00 71,00 17,20 18,80-22,70 22,00
Kerapatan masa 3 (kg/m ) 2720 2.240 7.200 1.760 1.920-2.320 2.240
1 2 3 4 5 6
Campuran aluminium Lapisan permukaan beraspal Besi tuang Timbunan tanah dipadatkan Kerikil dipadatkan Aspal beton
7 8 9
Beton ringan Beton Beton prategang
12,25-19,60 22,00-25,00 25,00-26,00
1.250-.2000 2.240-2.560 2.560-2.640
10 11 12 13 14
Beton bertulang Timbal Lempung lepas Batu pasangan Neoprin
23,50-25,50 111 12,50 23,50 11,30
2.400-2.600 11. 400 1.280 2.400 1.150
15 16 17 18 19 20 21 22 23
Pasir kering Pasir basah Lumpur lunak Baja Kayu (ringan) Kayu (keras) Air murni Air garam Besi tempa
15,70-17,20 18,00-18,80 17,20 77,00 7,80 11,00 9,80 10,00 75,50
1.600-1.760 1.840-1.920 1.760 7.850 800 1.120 1.000 1.025 7.680
2. Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan.
3. Tekanan tanah adalah koefisen tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifatsifat tanah yang ditentukan berdasarkan pada kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan sebagainya.
5
Tabel 2.2 Sifat-sifat untuk tekanan tanah Sifat-sifat bahan untuk menghitung tekanan tanah
Keadaan batas ultimit Biasa Ws
Terkurang Ws
tan-1 (KφR tan ω)
tan-1 [(tan ω) / (KφR]
WS* = Aktif (1)
ω*
=
R
c* = WS* = Pasif (1)
ω* c*
= =
Vertikal WS* =
R
KC c Ws
c/K C Ws
tan-1 [(tan ω) / (KφR] c/K CR WS
tan-1 (KφR tan ω) K CR c WS
Catatan (1) harga rencana untuk geseran dinding δ*, harus dihitung dengan cara yang sama Catatan (2) K
R C
dan KφR adalah faktor reduksi kekuatan bahan
Catatan (3) nilai ω* dan c* minimum berlaku umum untuk tekanan tanah aktif dan pasif
Gambar 2.3 Tambahan beban hidup
2.2.2 Beban Lalu Lintas
1. Beban lajur 0D0 • Beban terbagi rata (BTR) menpunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut: L [ 30 m : q = 9,0 kPa
………………………….. (2.1)
L > 30 m : q = 9,0 (0,5 + 15/L) kPa
………………………….. (2.2)
Dimana: q
= intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan
L
= panjang total jembatan yang dibebani (meter)
6
• Beban garis (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besar intensitas p adalah 49,0 kN/m. Adapun pembebanan ini dapat dilihat pada gambar dibawah:
Gambar 2.4 Beban lajur “D”
Gambar 2.5 BTR dan panjang yang dibebani
Gambar 2.6 Penyebaran pembebanan pada arah melintang
7
2. Beban truk 0 truk 0T0 Pembebanan truk terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang memiliki susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar 2.7 dibawah ini.
Gambar 2.7 Beban truk 0 truk 0T0
pembebanan "D" dapat diperbesar di atas 100 % untuk jaringan jalan yang dilewati kendaraan berat. berat. Faktor pembesaran di atas 100 % ini diterapkan untuk BTR dan BGT. pembebanan "D": FBD merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen Untuk bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus: LE =
…………………………… (2.3)
Dimana: Lav
= adalah panjang bentang rata-rata rata-rata dari kelompok bentang yang yang disambungkan secara menerus
Lmax = adalah panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang bentang yang disambung secara menerus Harga FBD yang dihitung digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah. Untuk bagian bangunan bawah dan pondasi yang berada dibawah garis permukaan, harga FBD harus diambil sebagai peralihan linier dari harga pada garis permukaan tanah sampai nol pada kedalaman 2 m. Untuk bangunan yang terkubur, seperti halnya gorong-
8
gorong dan
struktur baja-tanah, harga FBD jangan diambil kurang dari
40% untuk kedalaman nol dan jangan kurang dari 10% untuk kedalaman 2 m. Untuk kedalaman antara bisa diinterpolasi linier. Harga FBD yang digunakan untuk kedalaman yang dipilih harus diterapkan untuk bangunan seutuhnya. Dapat dilihat Gambar 2.9.
Gambar 2.8 Faktor beban dinamis untuk BGT pada pem bebanan lajur “D”
3. Gaya rem Gaya rem berupa gaya memanjang yang bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1.8 meter di atas permukaan lantai kendaraan. Besar gaya rem diperhitungkan senilai dengan 5% dari beban lajur “D” yang dianggap ada pada semua jalur lalu-lintas tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis.
4. Beban pejalan kaki Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa . Dapat dilihat Gambar 2.9 dibawah ini.
9
Gambar 2.9 Pembebanan untuk pejalan kaki
2.2.3 Aksi Lingkungan
1. Gaya aliran air, benda hanyutan dan tumbukan batang kayu • Gaya serat nominal ultimit daya layan pada pilar akibat aliran air yang terjadi adalah menurut persamaan: 2
TEF = 0,5 . C D . (VS) . Ad
…………………………… (2.4)
Dimana: TEF = gaya serat CD = koefiseien serat sebesar (Gambar 2.10) VS = kecepatan air rata-rata (m/det) jika tidak dihitung berdasarkan hidrologi maka kecepatan air sebesar 3 m/det 2
Ad = luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m ) dengan tinggi sama dengan kedalaman k edalaman aliran (Gambar 2.11)
10
Gambar 2.10 Koefisien seret dan angkat untuk bermacam-macam bentuk bentuk pilar
Gambar 2.11 Luas proyeksi pilar untuk gaya-gaya aliran • Bila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat melintang akan semakin meningkat. Harga nominal dari gaya-gaya ini, dalam arah tegak lurus gaya seret, adala h: 2
TEF = 0,5 . C D . (VS) . AD
…………………………… (2.5)
Dimana: TEF
= gaya serat
CD
= koefiseien serat sebesar (Gambar 2.10)
VS
= kecepatan air rata-rata (m/det) seperti didefinisikan dalam rumus (2.4)
AD
2
= luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m ) dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran (Gambar 2.11)
11
• Apabila bangunan atas dari jembatan terendam, koefisien seret (C D) yang bekerja disekeliling bangunan atas, yang diproyeksikan tegak lurus arah aliran bisa diambil sebesar: C D = 2,2 • Gaya akibat benda hanyutan dihitung dengan menggunakan persamaan C D = 1,04 • Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap bahwa batang dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis ekuivalen dari pilar dengan rumus: TEF =
…………………………… (2.6)
Dimana: M = massa massa batang kayu = 2 ton Va = kecepatan air permukaan (m/det) pada keadaan batas yang ditinjau. Dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram kecepatan dilokasi jembatan, V a bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata Vs. d
= lendutan elastis ekuivalen (m) (Tabel 2.12) 2.12)
Tabel 2.3 Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu Tipe Pilar Pilar beton masif Tiang beton perancah Tiang kayu perancah
d (m) 0,075 0,150 0,300
2. Beban angin Kecepatan angin rencana dan type jembatan merupakan faktor utama yang berpengaruh pada intensitas beban angin. Kecepatan angin rencana ditentukan oleh letak geografis dari pantai. Perhitungan beban angin digunakan rumus sebagai berikut: 2
TEW = 0,0006 C w (Vw) Ab
……………………………
(2.7)
Dimana: TEW
= gaya angin (kN)
12
VW
= kecepatan angin rencana (m/det) (lihat Tabel 2.5)
CW
= koefisien seret (Tabel 2.4)
Ab
= luas koefisien bagian samping jembatan (m )
2
Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan rumus: 2
TEW = 0,0012 C w (Vw) Ab
……………………………
(2.8)
Dengan pengertian: Cw = 1,2 Tabel 2.4 Koefisien serat C w Tipe Jembatan Bangunan atas massif: (1), (2) b/d = 1,0 b/d = 2,0 b/d ≥ 6,0 Bangunan rangka atas Catatan (1) Catatan (2) Catatan (3)
CW 2,1 (3) 1,5 (3) 1,25 (3) 1,2
b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d = tinggi bangunan atas termasuk tinggi bangunan sandaran yang massif untuk harga antara dari b/d bisa diinterpolasi linier apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5 %
Tabel 2.5 Kecepatan angin rencana V W Keadaan batas Daya layan Ultimit
Lokasi Sampai 5 km dari pantai 30 m/det 35 m/det
> 5 km dari pantai 25 m/det 30 m/det
3. Beban gempa Pengaruh beban gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultimate. Pada metode beban statis ekivalen untuk beton rencana gempa minimum sesuai dipakai rumus: TEQ
= Kh . I. WT
…………………………… (2.9)
Dimana: Th
=C.S
…………………………… (2.10)
13
Dengan pengertian: TEQ = Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN) Kh
= Koefisien beban gempa horisontal
C
= Koefisien geser dasar untuk daerah gempa (Gambar 2.12)
I
= Faktor kepentingan (Tabel 2.6)
S
= Faktor tipe bangunan (Tabel 2.7)
WT
= Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kN)
Gambar 2.12 Pembagian zona gempa di Indonesia
14
Gambar 2.13 Koefisien geser dasar (C) plastis untuk analisis statis
Tabel 2.6 Faktor kepentingan I 1. Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari, jembatan pada jalan 1,2 raya utama atau arteri dan jembatan di mana tidak ada rute alternatif. 2. Seluruh jembatan permanen permanen lainnya dimana rute alternatif alternatif tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang 1,0 dikurangi. 3. Jembatan sementara (misal: Bailey) dan jembatan yang direncanakan untuk 0,8 pembebanan lalu lintas yang dikurangi.
15
Tabel 2.7 Faktor tipe bangunan S Tipe Jembatan (1) Tipe A (3) Tipe B (3) Tipe C
Jembatan dengan Daerah Sendi Beton Bertulang atau Baja 1,0 F 1,0 F 3,0
Jembatan dengan Daerah Sendi Beton Prategang Prategang Parsial Prategang Penuh (2) (2) 1,15 F 1,3 F 1,15 F 1,3 F 3,0 3,0
CATATAN (1)
Jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda pada arah melintang dan memanjang, dan tipe bangunan yang sesuai harus digunakan untuk masing-masing arah.
CATATAN (2)
Yang dimaksud dalam tabel ini, beton beton prategang prategang parsial mempunyai prapenegangan yang cukup untuk kira-kira mengimbangi pengaruh dari beban tetap rencana dan selebihnya diimbangi oleh tulangan biasa. Beton prategang penuh mempunyai prapenegangan yang cukup untuk mengimbangi pengaruh beban total rencana. F = Faktor perangkaan = 1,25 – 0,025 n ; F ≥ 1,00 n = jumlah jumlah sendi sendi plastis yang yang menahan deformasi arah lateral pada masing-masing bagian monolit dari jembatan yang berdiri sendirisendiri (misalnya : bagian-bagian yang dipisahkan oleh sambungan siar muai yang memberikan. Tipe A : jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan bangunan bawah) Tipe B : jembatan daktail daktail (bangunan atas terpisah dengan bangunan bawah) bawah) Tipe C : jembatan tidak daktail daktail (tanpa sendi plastis)
CATATAN (3)
CATATAN (4)
2.2.4 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan tipe yang berbeda dari aksi yang bekerja secara bersamaan. Aksi rencana ditentukan dari aksi nominal yaitu mengalikan aksi nominal dengan faktor beban yang memadai. Faktor beban yang sudah dikurangi diterapkan dite rapkan dalam hal ini untuk mengurangi kemungkinan k emungkinan dapat terjadi pada tingkat daya layan pada waktu yang sama dengan aksi lainnya yang terjadi pada tingkat ultimit. Kombinasi seperti ini harus harus diperhitungkan, diperhitungkan, tetapi hanya satu satu aksi pada tingkat daya layan yang dimasukkan pada kombinasi pembebanan. Beberapa kombinasi beban mempunyai probabilitas kejadian yang rendah dan jangka waktu yang pendek. Untuk kombinasi yang demikian maka tegangan yang berlebihan diperbolehkan berdasarkan prinsip tegangan kerja. Tegangan berlebihan yang diberikan dalam Tabel 2.8 adalah sebagai prosentase dari tegangan kerja yang diizinkan.
16
Tabel 2.8 Kombinasi beban untuk perencanaan tegangan kerja Aksi Aksi tetap Beban lalu lintas Pengaruh temperature Arus/hanyutan/hidro/daya apung Beban angin Pengaruh gempa
1
2
Kombinasi No 3 4 5
X X X -
X X X X -
X X X X -
X X X X X -
X X X
6
7
X -
X X -
Beban tumbukan X Beban pelaksanan X Tegangan yang berlebihan yang Nol 25% 25% 40% 50% 30% 50% diperolehkan
2.3
Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan
Struktur bangunan bawah jembatan memiliki fungsi untuk mendukung dan meneruskan gaya-gaya dari bangunan atas ke pondasi, kemudian pondasi meneruskan ke lapisan tanah di bawahnya. Dapat dikatakan struktur bangunan bawah jembatan dan pondasi dapat menentukan stabil tidaknya suatu struktur bangunan yang berada di atasnya.
2.4
Pondasi Tiang Pancang
Dari beberapa macam tipe pondasi yang dapat dipergunakan salah satu diantaranya
adalah
pondasi
tiang
pancang.
Pemakaian
tiang
pancang
dipergunakan untuk pondasi suatu bangunan apabila tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung ( bearing capacity), yang cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya, atau apabila tanah keras yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya sangat dalam di bawah permukaan tanah ( Sardjono H.S.1991). Pondasi tiang pancang ini berfungsi untuk memindahkan atau mentransfer beban-beban dari konstruksi di atasnya ke lapisan tanah yang lebih dalam. Pada umumnya tiang pancang dipancangkan tegak lurus ke dalam tanah, akan tetapi bila diperlukan untuk menahan gaya-gaya harizontal maka akan dipancang miring.
17
Pembagian klasifikasi tiang pancang bervariasi di antaranya berdasarkan cara pemindahan beban, bahan yang digunakan, desain teknis, dan pemindahan tanah. Muka Tanah
Df
B
Gambar 2.14 Pondasi tiang tiang pancang 2.5
Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Tunggal ( Single Pile)
Berdasarkan kapasitas daya dukungnya dibedakan oleh daya dukung ujung dan daya dukung geser dan apabila keduanya digabungkan akan didapat: Qult = Qc + Qs
..………………………………….. (2.11)
Qall =
..………………………………….. (2.12)
Dimana: Qult = kapasitas daya dukung tiang pancang maksimum (kN) Qc = kapasitas daya dukung ujung (kN) Qs = kapasitas daya dukung friksi yang didapat dari gaya geser antara tiang pancang dengan tanahnya (kN) Qall = kapasitas daya dukung tiang pancang ijin (kN) SF = faktor keamanan
2.5.1 Metode Perhitungan Daya Dukung Berdasarkan Data Sondir
• Metode Mayerhof Kapasitas daya dukung Qall =
…..……………………………….
(2.13)
18
Dimana: Qall = beban yang mampu dipikul tiang pancang pancang (kN) 2
A
= luas penampang tiang (cm )
qc
= nilai konus dari sondir sondir (kN/cm )
k
= keliling tiang (cm)
2
JHP = jumlah hambatan lekat (kN/cm) SF1 = faktor keamanan keamanan = 3 SF2 = faktor keamanan keamanan = 5
• Metode Schmertmann (1975) Qp
= qc + Aujung tiang
qc1 + qc2 Atiang 2 Dimana: qc =
..................................................
(2.14)
………………………………..
(2.15)
QP
= total daya dukung tahanan ujung (kN)
qc1
= nilai konus rata-rata mulai dari ujung tiang sampai 4 x diameter tiang kebawah
qc2 = nilai konus konus rata-rata mulai dari ujung tiang sampai 8 x diameter tiang keatas M.Tanah d = Diameter Tiang
8.d 4.d Tanah Keras
Gambar 2.17 Tiang pancang
Perhitungan daya dukung selimut tiang pancang: Qs
= ∑ {Cli . (P . l i)}
………………………………. (2.16)
19
Dimana: Qs
= total daya dukung tahanan selimut tiang (kN)
Cli
= jumlah cleef /gesekan (kN/m )
P
= permeter/keliling tiang (cm)
li
= panjang persegeman (cm)
2
2.5.2 Daya Dukung Lateral
Beban lateral dan momen dapat bekerja pada pondasi tiang akibat gaya gempa, gaya angin pada struktur atas, beban static seperti misalnya tekanan aktif pada abutment jembatan atau tumbukan kapal dan lain-lain. Untuk analisis, kondisi kepala tiang dibedakan sebagai kondisi kepala tiang terjepit ( fixd head ) dan kepala tiang bebas ( free head ). ). Mc. Nulty. 1956 ) mendefinisikan tiang ujung jepit ( fixed end pile) sebagai ( Mc.
tiang yang ujung atasnya terjepit (tertanam) dalam pelat penutup kepala tiang paling sedikit sedalam 60 cm, sedangkan untuk tiang yang bagian atasnya tidak terjepit atau terjepit kedalam pelat penutup kepala tiang kurang dari kurang 60 cm termasuk tiang ujung bebas ( free end pile). Maka lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.18 Pelat penutup kepala tiang
Pelat penutup kepala tiang
d' > 60 d' < 60
Tiang D
Tiang ujung bebas
Tiang D
Tiang ujung jepit
Gambar 2.18 Model ikatan dengan penutup kepala tiang ( Mc. Nulty, 1956 )
20
Sedangkan pada tanah lempung yang terkonsolidasi normal dan berbutir kasar, nilai subgrade umumnya meningkat sevara liner terhadap kedalaman, sehingga digunakan kriteria lain yaitu: T=
……………………………….
(2.17)
Dimana: 2
E
= modulus tiang (kN.cm )
I
= momen inersia tiang (cm )
nh
= modulus variasi reaksi subgrade dalam satuan kN/m
4
3
• Beberapa harga nh adalah: - Tanah lempung lunak normally consolidated 3
3
nh = 350 s/d 700 kN/m (1 sampai 2 ton/feet ) - Tanah lempung lunak organik 3
3
nh = 150 kN/m (0,5 ton/feet ) • Kriteria jenis tiang - Kaku (pendek) tiang ujung bebas = L [ 2T - Elastis (panjang) tiang ujung bebas = L ≥ 4T • Kedalaman titik jepit (zf ) zf = 1,8 x T
……………………………… (2.18)
• Modulus tanah (k h) k h = nh x zf / D
……………………………… (2.19)
Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperboleh berdasarkan dari kriterian sebagai berikut: • Koefisien defleksi tiang (β ( β)
β=
………………………………. (2.20)
• Untuk tiang bebas ( free head ) - Disebut short/rigid pile pile jika β L < 1,5 H=
Yo . k h . D . L 4 . (1 . β . 5 +1) .e / L
……………………………… (2.21)
21
- Disebut long/infinite pile jika β L < 2,5 Yo . k h . D 2 . β (e . β +1) • Untuk tiang terjepit ( fixed head ) H=
………………………….
(2.22)
…………………………….
(2.23)
pile jika β L < 0,5 - Disebut short/rigid pile
H = Yo . k h . D . L
- Disebut long/infinite pile jika β L < 1,5 H=
Yo . k h . D β
…………………………
(2.24)
Dimana: H
= gaya lateral izin (kN)
Yo = defleksi defleksi maksimun maksimun (cm) (cm) D
= diameter tiang pancang (cm)
L
= panjang tiang pancang (cm)
e
= jarak beban lateral terhadap muka tanah (cm)
2.6
Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Kelompok (Pile Group)
Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapat tiang pancang yang berdiri sendiri (single pile), akan tetapi sering didapat tiang pancang kelompok ( pile group). Di atas pile group biasanya diletakan satu kontruksi poer ( footing) yang
mempersatukan kelompok tiang tersebut. Dalam perhitungan poer dianggap kaku sempurna sehingga:
Bila beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang poer akan merupakan bidang datar.
Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang tersebut.
22
Gambar 2.19 Kelompok tiang pancang
2.7
Jarak Antar Tiang Pancang di Dalam kelompok Tiang
Perhitungan kapasitas daya dukung dari kelompok tiang pancang sangat dipengaruhi oleh jarak antar tiang pancang dalam kelompok tiang, jarak antar tiang (spacing) “S” berdasarkan pada persyaratan perhitungan daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga Depertemen P.U, disyaratkan: Dimana: d = diameter tiang s = jarak antar tiang dalam kelompok (spacing) D D
S
S
Gambar 2.20 Jarak antar tiang pancang dalam kelompok tiang (Sardjono, H.S.1991)
Biasanya di sini disyaratkan juga jarak antara 2 tiang dalam kelompok tiang: • Jarak minimum = 0,60 m • Jarak maksimum = 2,00 m
2.7.1 Efisiensi Kelompok Tiang Pancang
Gambar 2.21 Skematik mobilisasi tekanan (Suhardjito Pradoto, 1988)
Menjelaskan: a. Bentuk diagram tegangan keruntuhan berupa gelembung ( bulb pressure ) pada satu tiang. b. Bulb pressure pada kumpulan tiang dimana jarak antara tiamg S > 6D (perhitungan pada tiang kelompok). c. Bulb pressure pada kelompulan tiang diman jarak antara tiang 2D < S< 6D (perhitungan pada tiang kelompok) Dari Gambar 2.21 terlihat bahwa pada Gambar (a) dan (b) mobilisasi tekanan atau kapasitas daya dukung yang digambarkan dalam bentuk Bulh pressure yang tidak berpotongan berarti kapasitas daya dukung satu tiang dikali
banyaknya tiang. Dari Gambar 2.21 (c) terdapat perpotongan antara diagaram tegangan anggota tiang kelompok. Hal ini berarti mobilisasi tekanan tidak dapat sepenuhnya (100%) karean ada satu daerah tegangan yang menjadi milik bersama sehingga perlu adanya yang disebut efficiency group pile.
24
Kapasitas daya dukung total tiang kelompok sama dengan kapasitas dukung satu tiang kali banyaknya tiang kali efisiensi groupnya. Efisiensi group (Eg) maksimum mempunyai nilai 1 (Eg = 1), artinya kembali pada kondisi Gambar 2.21 (b). Beberapa persamaan untuk mencari efisiensi kelompok tiang antara lain persamaan Converse Labarre dan Persamaan Los Angeles Group-Action Formula . 1. Persamaan Converse Labarre Eg = 1 – θ .
………………….....
(2.25)
Dimana: Eg = efisiensi kelompok tiang θ
= Arc tan D/S dalam derajat
n
= banyaknya tiang pancang dalam baris
m
= banyaknya baris dalam tiang
D
= diameter tiang
S
= jarak antar tiang
2. Persamaan Los Angeles Group-Aciton Formula Eg = 1 -
….
(2.26)
Dimana: Eg = efisiensi kelompok tiang n
= banyaknya tiang pancang dalam baris
m
= banyaknya baris dalam tiang
θ
= arc tan
D
= diameter tiang
S
= jarak antar tiang
3. Metode Feld Berdasarkan metode ini efisiensi tiang berkurang menurut jumlah tiang yang ada disekitarnya. Metode ini menggunakan kaidah ibu jari dengan mereduksi kapasitas tiang pancang dengan 1/16 tiang untuk setiap tiang pancang berdekatan.
25
C
B
C
B
A
B
C
B
C
Gambar 2.22 Efisiensi dengan menggunakan Metode Feld
Di sini kelompok tiang pancang terdiri dari 9 buah seperti gambar di atas. - Tiang A ; dipengaruhi oleh 8 tiang yang berada di sekelilingnya Eff. A = 1 -
8 16
=
1 2
tiang
- Tiang B ; dipengaruhi oleh 5 tiang t iang yang berada di sekelilingnya. Eff. B = 1 -
5 16
=
11 16
tiang
- Tiang C ; dipengaruhi oleh 3 tiang t iang yang berada di sekelilingnya. Eff. C = 1 -
3 16
=
13 16
tiang
Eff. Kelompok tiang ( group pile) adalah:
Eg =
2.7.2
1 11 13 1 x 2 + 4 x 16 + 4 x 16 9
= 0,722
Pembagian Tekanan pada Kelompok Tiang
Pengaruh V (sentris) dan momen (rumus umum): Vi =
………………..………..
(2.27)
Dimana: Vi
= Beban maksimum yang diterima tiang pancang
V0
= Jumlah total beban normal
M0x
= Momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x
26
M0y
= Momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y
n
= Banyaknya tiang pancang dalam kelompok tiang (pile group)
Xi
= Absis terjauh tiang pancang terhadap titik berat kelompok tiang
Yi
= Ordinat terjauh tiang pancang terhadap titik berat kelompok tiang
Σ Xi
= jumlah kuadrat absis tiang pancang
Σ Yi
= jumlah kuadrat ordinat tiang pancang
Poer
Y
Y
X
Gambar 2.23 Pembagian tekanan pada kelompok tiang pancang
2.7.3
Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Kelompok
Penggunaan Individual Pile Failure atau Block Failure berdasarkan atas klasifikasi tanahnya dan juga oleh jarak antar tiang dari pondasi yang bersangkutan. Disini digunakan perhitungan berdasarkan keruntuhan tiang tunggal ( Individual Pile Failure). Untuk c-coil apabila memenuhi syarat minimum spacing selalu dihitungan Individual Pile Failure. Persamaan untuk menghitung kapasitas daya dukung
aksial total adalah: Penggunaan Individual Pile Failure atau Block Failure berdasarkan atas klasifikasi tanahnya dan juga oleh jarak antar tiang dari pondasi yang bersangkutan. Disini digunakan perhitungan berdasarkan keruntuhan tiang tunggal ( Individual Pile Failure). Untuk c-coil apabila memenuhi syarat minimum spacing selalu dihitungan Individual Pile Failure. Persamaan untuk menghitung kapasitas daya dukung
aksial total adalah: Qug = Qall x ng x E
…………………..………. (2.28)
27
Dimana: Qug = kapasitas daya dukung maksimal kelompok tiang Qall = kapasitas daya dukung maksimal satu tiang
2.8
ng
= banyak tiang
E
= efisiensi kelompok tiang, harga E < 1
Penulangan Abutment dan Pilar Jembatan
Perhitungan penulangan dilakukan jumlah tulangan yang akan digunakan pada penampang beton menurut SKSNI T-15-1991-03. Anggapan pembatasan jumlah tulangan tersebut berkaitan dengan rasio penulangan ρ(), yaitu perbandingan antara jumlah penampang tulangan baja tarik (As) terhadap luas efektif penampangan. Langkah-langkah perhitungan penulangan sebagai berikut: a. Pembatasan jumlah tulangan = 0,75 x ρb
ρmax
…………………..……… (2.29)
b. Rasio tulangan maksimum ρb
=
….………………..……..
(2.30)
…………………..……...
(2.31)
…………………..……...
(2.32)
c. Rasio penulangan minimum ρmin
= 1,4 / fy
d. Tulangan lentur Mn = Mu / φ / φ Dimana: Mn = kuat momen nominal pada suatu penampang Mu = kuat momen perlu terfaktor pada pa da penampang = faktor reduksi kekuatan diambil 0,85
φ
e. Resio penulangan ( ρperlu) ρ
=
- –
Rn = Mu / ω / ω . b. d
…………………..……… (2.33)
2
Jika ρ yang diperoleh <
…………………..……… (2.34) ρmin
maka
ρ
yang diambil adalah ρmin sehingga luas
tulangan yang didapat adalah: As = ρ . b . d
………………………….
(2.35)
28
Dimana: ρmin
= rasio tulang tarik non-pratekan minium
ρmax
= rasio tulang tarik non-pratek maksimum
ρ
= rasio tulang tarik non-praktekan
d
= tinggi efektif
As
= diameter tulangan yang dihitung
f. Tulangan gesar Vc = 0,6
. b .d
………………………….. (2.36)
Jika Vu [ ½ φ Vc, maka tidak perlu tulangan geser Jika ½ φ Vc < Vu [ φ Vc, maka cukup tulangan geser minimum
29