BAB II LANDASAN TEORI 2.1.
UMUM Untuk memahami dan mempelajari seluruh perilaku elemen-elemen campuran dalam beton, diperlukan pengetahuan tentang karakteristik masingmasing komponen bahan campuran beton. dengan demikian, seorang perencana dapat mengembangkan pemilihan material yang layak serta komposisi yang tepat, sehingga diperoleh mutu beton sesuai dengan perencanaannya. Sedangkan untuk mencapai kuat tekan beton perlu diperhatian kepadatan dan kekerasan massanya, umumnya semakin padat dan keras massa agregat akan makin tinggi kekuatan dan durability-nya (daya tahan terhadap penurunan mutu dan akibat pengaruh cuaca). Untuk itu diperlukan susunan gradasi butiran yang baik. Nilai kuat tekan beton yang dicapai ditentukan oleh mutu bahan agregat ini (Dipohusodo, 1994). Parameter-parameter yang paling mempengaruhi kekuatan beton (Nawy, 1985) Dalam buku Mulyono (2003) adalah : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Kualitas semen, Proporsi terhadap campuran, Kekuatan dan kebersihan agregat, Interaksi atau adhesi antara pasta semen dengan agregat, Pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton, Penempatan yang benar, penyelesaian dan pemadatan beton, Perawatan beton, dan Kandungan klorida tidak melebihi 0,15 % dalam beton yang diekspos dan 1 % bagi beton yang tidak diekspos. Disamping kualitas bahan penyusunnya, kualitas pelaksanaan pun menjadi
penting dalam pembuatan beton. Kualitas pekerjaan suatu kontruksi sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan pekerjaan beton (Jackson, 1977) dalam Mulyono (2003), serta Murdock dan Brook (1991) yang mengatakan : “kecakapan tenaga kerja adalah salah satu faktor penting dalam produksi suatu bangunan yang bermutu. 2.2. PENELITIAN TERDAHULU 2.2.1. Menurut Zeta Eridani (2004)
pada penelitiannya “Pemanfaatan abu terbang sebagai bahan tambah untuk meningkatkan kualitas beton”, untuk mengetahui kuat tekan dan kekedapan air betonnya, dibuat benda uji beton dengan hitungan perancangan campuran beton menggunakan metode SNI, dengan nilai fas 0.5, slump 10 ± 1 cm dan variasi penambahan abu terbang 0 %, 10 %, 15 %, 20 %, 25 %, 30 %, 35 %, dan 40 % dari berat total semen. Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan bentuk benda uji silinder ukuran tinggi 30 cm dan diameter 15 cm, yang diuji pada umur 7, 28, dan 90 hari, sedangkan untuk menguji kekedapan air dengan bentuk benda uji kubus ukuran tiap sisinya 15 cm, diuji setelah beton berumur 28 hari. Dalam penelitian ini, beton dengan kandungan abu terbang 10 % - 40 % termasuk beton kedap air agresif sedang, yaitu beton yang tahan terhadap air limbah industri, air payau, dan air laut, tetapi tidak termasuk beton kedap air agresif kuat, yaitu beton yang tahan terhadap air yang mengandung garamgaram agresif minimal 1500 ppm. Penambahan kandungan abu terbang dapat menghemat semen sampai 180 kg per 1 m3 adukan beton (40 % dari berat semen). Beton dengan bahan tambah abu terbang lebih tepat digunakan untuk menghemat penggunaan semen dan menambah kekedapan beton terhadap air pada beton. 2.2.2. Menurut Syakuri dan Haryadi, 1997 Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya didapat bahwa dengan penggantian sebagian berat semen oleh abu terbang sebesar 17% akan Menghasilkan peningkatan tegangan beton yang maksimal,(Syakuri dan Haryadi, 1997). 2.2.3. Muh. Rifai.S dan Haryadi (1997) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muh. Rifai.S dan Haryadi (1997) dapat diambil kesimpulan, yaitu: Tegangan beton untuk umur mudah (dibawah 21 hari) akan memberikan hasil sedikit lebih rendah dibandingkan beton tanpa fly ash. Tegangan beton untuk umur diatas 21 hari persentasi pemakaian Fly Ash. 10%, 15%, 20,% dan 25% pada campuran beton akan menghasilkan
tegangan yang lebih baik dari beton normal. Nilai modulus elastisitas beton pada umur 45 hari dengan pemakaian Fly Ash akan memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan beton tanpa Fly Ash. Pemakaian Fly Ash sebesar 20% akan memberikan nilai modulus elastisitas beton yang terbesar. Bertambah persentase Fly Ash yang digunakan bertambah pula nilai slumpnya. Reviey: Dari penelitian-penelitian sebelumnya dapat kita ketahui bahwa, pada penambahan abu terbang menunjukkan bahwa Abu Terbang sangat cocok sebagai bahan tambah pengganti semen. 2.3.
PENGERTIAN BETON Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah atau agregat lain yang dicampur menjadi satu. dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Kadang, satu atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan. (M c Cormac, 2003). Pada beton yang baik, setiap butir agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar. Demikian halnya dengan ruang antar agregat, harus terisi oleh mortar. Jadi kualitas pasta atau mortar menentukan kualitas beton. Semen adalah unsur kunci dalam beton, meskipun jumlahnya hanya 7-15%
dari
campuran. Sifat masing-masing bahan juga berbeda dalam hal perilaku beton segar
maupun pada saat sudah mengeras, selain faktor biaya yang perlu
diperhatikan. Di lain pihak, secara volumetris beton diisi oleh agregat sebanyak 70-80%, jadi agregat juga mempunyai peran yang sama pentingnya sebagai material pengisi beton. Sifat beton meliputi: mudah diaduk, disalurkan, dicor, didapatkan dan diselesaikan, tanpa menimbulkan pemisahan bahan susunan pada adukan dan mutu beton yang disyaratkan oleh konstruksi tetap dipenuhi.(Daryanto, 1994). Sifat dan karakter mekanik beton secara umum :
Beton sangat baik menahan gaya tekan (high compressive strength), tetapi
tidak begitu pada gaya tarik (low tensile strength). Bahkan kekuatan gaya tarik beton hanya sekitar 10% dari kekuatan gaya tekannya.
Beton tidak mampu menahan gaya tegangan (tension) yang tinggi, karena elastisitasnya yang rendah.
Konduktivitas termal beton relatif rendah. Dalam keadaan yang mengeras, beton bagaikan batu karang dengan kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat diberi bermacam bentuk, sehingga dapat digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau semata-mata untuk tujuan dekoratif. Beton juga akan memberikan hasil akhir yang bagus jika pengolahan akhir dilakukan dengan cara khusus umpamanya diekspose agregatnya (agregat yang mempunyai bentuk yang bertekstur seni tinggi diletakkan di bagian luar, sehingga nampak jelas pada permukaan betonnya). Faktor-factor yang membuat beton banyak digunakan karena memiliki keunggulan-keunggulannya antara lain :
Kemudahan pengolahannya.
Material yang mudah didapat.
Kekuatan tekan tinggi.
Daya tahan yang tinggi terhadap api dan cuaca merupakan bukti dari kelebihannya. Selain memiliki kunggulan-keunggulan seperti disebutkan di atas, beton
juga memiliki kekurangan seperti berikut:
Bentuk yang telah dibuat sulit diubah
Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi
Berat (bobotnya besar)
Daya pantul suara yang besar. Sebagian besar bahan pembuat beton adalah bahan lokal (kecuali semen portland atau bahan tambah kimia), sehingga sangat menguntungkan secara ekomoni. Namun pembuatan beton akan menjadi mahal jika perencana tidak memahami karakteristik bahan-bahan penyusun beton yang harus disesuaikan dengan perilaku struktur yang akan dibuat. (Tri Mulyono, 2005)
2.4.
MATERIAL PENYUSUN BETON Material penyusun pada beton dengan campuran abu terbang (fly ash) ini tidak berbeda dengan material penyusun beton pada umumnya, yaitu terdiri dari semen, agregat kasar, agregat halus, air dan fly ash sebagai tambahan. Semua bahan-bahan diatas mempunyai karakteristik yang berbeda bila digunakan sebagai bahan adukan dalam beton. Dengan alasan ini maka perlu diketahui sifat dan karakteristik masing-masing material penyusun beton agar dalam pelaksanaan nanti tidak terjadi kesalahan pemilihan dan penggunaan material, sehingga dapat menghasilkan beton dengan kekuatan karakteristik yang dikehendaki.
2.4.1. Semen Portland (PC) Semen Portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150 (1985) semen Portland didefinisikan sebagai bahan hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. Semen jika dicampur dengan air akan membentuk adukan yang disebut pasta semen, jika dicampur dengan agregat halus (pasir) dan air, maka akan terbentuk adukan yang disebut mortar, jika ditambah lagi dengan agregat kasar (kerikil) akan terbentuk adukan yang biasa disebut beton. Dalam campuaran beton, semen bersama air sebagai kelompok aktif sedangkan pasir dan kerikil sebagai kelompok pasif adalah kelompok yang berfungsi sebagai pengisi. (Tjokrodimulyo, 1995). Komposisi dari bahan utama pembuatan semen dapat dilihat pada Tabel 2.1. sebagai berikut:
Tabel 2.1 Komposisi Bahan Utama Semen Oksida Kapur (CaO)
Persentase % 60-65
Silika (SiO2)
17-25
Alumunia(Al2O3)
3-8
Besi (Fe203)
0,5-6 05-4
Magnesia (MgO) S
Sumber: Kardiyono Tjokrodimulyo (1996)
Sifat-sifat kimia dari bahan pembentuk ini mempengaruhi kualitas semen yang dihasilkan, sebagaimana hasil susunan kimia yang terjadi diperoleh senyawa dari semen portland. Tabel 2.2 Empat senyawa dari semen portland Nama Senyawa
Rumus Oksida
Notasi
Kadar
Trikalsium Silikat
3CaO.SiO2
C3S
Rata-rata 50
Dicalsium Silikat Tricalsium
2CaO.SiO2
C2S
25
Alumat Tetracalsium
3CaO.Al2O3
C3A
12
C4Af
8
Aluminoferit
4CaO.Al.2O3 FeO3
Sumber: Kardiyono Tjokrodimulyo (1996)
Senyawa-senyawa kimia dari semen portland adalah tidak stabil secara termodinamis, sehingga sangat cenderung untuk bereaksi dengan air. Untuk membentuk produk hidrasi dan kecepatan bereaksi dengan air dari setiap komponen adalah berbeda-beda, maka sifat-sifat hidrasi masing-masing komponen perlu dipelajari. 1) Tricalsium Silikat (C3S) = 3CaO.SiO2 Senyawa ini mengalami hidrasi yang sangat cepat yang menyebabkan pengerasan awal, menunjukkan desintegrasi (perpecahan) oleh sulfat air tanah, oleh perubahan volume kemungkinan mengalami retak- retak. 2) Dicalsium Silikat (C2S) = 2CaO.SiO2 Senyawa ini mengeras dalam beberapa jam dan dapat melepaskan panas, kualitas yang terbentuk dalam ikatan menentukan pengaruh terhadap kekuatan beton pada awal umurnya, terutama pada 14 hari pertama. 3) Tricalsium Alumat (C3A) = 3CaO.Al2O3
Formasi senyawa ini berlansung perlahan dengan pelepasan panas yang lambat, senyawa ini berpengaruh terhadap proses peningkatan kekuatan yang terjadi dari 14 hari sampai 28 hari, memiliki ketahanan agresi kimia yang relatif tinggi, penyusutan yang relatif rendah. 4) Tetracalsium Aluminoferit (C4Af) = 4CaO.Al2O3 FeO3 Adanya senyawa Aluminoferit kurang penting karena tidak tampak banyak pengaruh terhadap kekuatan dan sifat semen. (L.J Murdock,1986). Perubahan komposisi kimia semen yang dilakukan dengan cara mengubah prosentase empat komponen utama semen dapat menghasilkan beberapa tipe semen yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen portland di Indonesia (PUBI, 1982) dibagi menjadi 5 jenis sebagai berikut: Tabel 2.3 Jenis-jenis semen portland menurut ASTM C.150 Jenis
Sifat
Panas Hidrasi 7 Hari Kadar Senyawa (%) C3S C2S C3A C4Af 50 24 11 8
Semen I
Pemakaian Normal
(J/g) 330
II
Modifikasi
42
33
5
13
250
III
Kekuatan Awal Tinggi
60
13
9
8
500
IV
Panas Hidrasi Rendah
26
50
5
12
210
V
Tahan Sulfat
40
40
9
9
250
Keterangan: 1) Jenis I adalah semua semen portland untuk tujuan umum, biasa tidak memerlukan sifat-sifat khusus misalnya, gedung, trotoar, jembatan, dan lainlain. 2) Jenis II semen portland yang tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang dan ketahanan terhadap sulfat lebih baik, penggunaannya pada pir (tembok di laut dermaga), dinding tahan tanah tebal dan lain-lain. 3) Jenis III adalah semen portland dengan kekuatan awal tinggi. Kekuatan dicapai umumnya dalam satu minggu. Umumnya dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus cepat dipakai. 4) Jenis IV adalah semen portland dengan panas hidrasi rendah. Dipakai untuk kondisi dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum.
Misalnya pada bangunan masif seperti bendungan grafitasi 5) Jenis V adalah semen portland tahan sulfat, dipakai untuk beton dimana menghadapi aksi sulfat yang panas. Umumnya dimana tanah atau air tanah mengandung kandungan sulfat yang tinggi. (Tjokrodimulyo, 1995). Semen portland mempunyai beberapa sifat fisik,bisa dijelaskan sebagai berikut: 1)
Kehalusan butir Semakin halus semen,maka permukaan butiranya akan semakin luas, sehingga persenyawaanya dengan air akan semakin cepat dan membutuhkan air dalam jumlah yang besar pula. Kehalusan dari semen dapat ditentukan dengan berbagai cara,antara lain dengan analisa saringan. Semen pada umumnya mampu lolos saringan 44 mikron dalam jumlah 80 % beratnya.
2)
Berat jenis dan berat isi Berat jenis semen pada umumnya berkisar 3.15 kg/liter. Berat jenis ini penting untuk diketahui karena semen dengan berat jenis yang rendah dan dicampur dengan bubuk batuan lain, pada pembakarannya menjadi titik sempurna. Berat isi semen bergantung pada cara pengisiannya kedalam takaran. Cara pengisian gembur,berat isinya akan rendah sekitar 1.1 Kg/liter, sedangkan cara pengisian padat akan menghasilkan berat isi yang relatif tinggi sekitar 1.5 Kg/liter.
3)
Waktu pengerasan semen Pada pengerasan semen dikenal dengan adanya waktu pengikatan awal (initial setting) dan waktu pengikatan akhir (final setting). Waktu pengikatan awal dihitung sejak semen tercampur dengan air hingga mengeras. Pengikatan awal untuk semua jenis semen harus diantara 60-120 menit. Pada percobaan untuk mengetahui pengikatan awal harus diperhatikan semen dan air yang digunakan, karena mempengaruhi pengerasan dari semen. Alat vicat dapat digunakan untuk mengetahui pengikatan awal.
4)
Kekekalan bentuk Bubur semen yang dibuat dalam bentuk tertentu dan bentuknya tidak berubah pada waktu mengeras, maka semen tersebut mempunyai sifat kekal bentuk. Demikian juga sebaliknya jika bubur semen tersebut mengeras dan
menunjukkan adanya cacat (retak, melengkung, membesar dan menyusut), berarti semen tersebut tidak mempunyai sifat kekal bentuk. Sifat kekal bentuk sangat dipengaruhi oleh kandungan senyawa C3A, karena kandungan C3A dalam jumlah tinggi menyebabkan bubur semen mengembang pada saat proses pengerasan karena dilepaskannya panas oleh senyawa tersebut. 5)
Kekuatan semen Pengukuran kekuatan semen biasanyan dilakukan menggunakan nilai kuat tekan semen yang dicampur dengan pasir. Kekuatan semen sangat berpengaruh terhadap kualitas beton, karena semen sebagai bahan pengikat material beton.
6)
Pengerasan awal palsu Gips yang terurai lebih dulu dapat menimbulkan efek pengerasan palsu, seolah-olah semen terlihat mulai mengeras tetapi pengaruhnya terhadap sifat semen tidak berubah. Untuk mengatasinya, dengan mengaduk lagi adonan tersebut sehingga semen mengeras seperti biasa. Pengerasan palsu biasanya terjadi jika semen mengeras kurang dari 60 menit.
7)
Pengaruh suhu Pengikatan semen sangat tergantung oleh suhu di sekitarnya. Pengikatan 0 semen berlangsung dengan baik pada suhu 35 C dan berjalan dengan lambat 0 pada suhu di bawah 15 C.
2.4.1. Agregat Agregat merupakan bahan utama pembentuk beton disamping pasta semen. Kadar agregat dalam campuran berkisar antara 60-75% dari volume total beton. Oleh karena itu kualitas agregat berpengaruh terhadap kualitas beton (Nugroho, 1983). Penggunaan agregat bertujuan untuk memberi bentuk pada beton, memberi kekerasan yang dapat menahan beban, goresan dan cuaca,mengontrol workability,serta agar lebih ekonomis karena menghemat pemakaian semen. Agregat beton dapat berasal dari bahan alami, buatan (batu pecah) maupun bahan sisa produk tertentu. Selain persyaratan teknis yang harus
dipenuhi,hal lain yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan jenis
agregat
adalah faktor ekonomisnya. Persyaratan teknis agregat beton mengacu pada Pasal 3.3-3.5 Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI) tahun 1971 N.1-2, dan standar ASTM C 33-97. Agregat yang dipakai campuran beton dibedakan menjadi dua jenis yaitu agregat halus dan agregat kasar. 2.4.1.1. Agregat halus. Yang dimaksud dengan agregat halus (pasir) adalah butiran-butiran mineral keras dan halus yang bentuknya mendekati bulat, ukuran butirannya sebagian besar terletak antara 0,075 mm sampai 5 mm, dan kadar bagian yang ukurannya lebih kecil dari 0,063 mm tidak lebih dari 5 % (Departemen Pekerjaan Umum, 1982). Agregat halus beton dapat berupa pasir alami, sebagai disintegrasi alami atau berupa pasir buatan yang dihasilkan dari alat – alat pemecah batu.Persyaratan agregat halus (pasir) menurut PBI 1971 Bab 3.3. adalah: 1) Terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Butir-butirnya harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan. 2) Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 5% maka agregat halus harus dicuci. 3) Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organic terlalu bany ak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abram-Harder (dengan larutan NaOH). 4) Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat (1), harus memenuhi syarat -syarat berikut: -
Sisa diatas ayakan 4 mm harus minimal 2% berat.
-
Sisa diatas ayakan 1 mm harus minimal 10% berat.
-
Sisa diatas ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80% dan 90% berat.
5) Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu
beton, kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahanbahan yang diakui. 2.4.1.2.
Agregat kasar.
Yang dimaksud dengan agregat kasar (batu pecah) adalah butiran mineral keras yang sebagian besar butirannya berukuran antara 5 mm sampai 40 mm, dan besar butiran maksimum yang diijinkan tergantung pada maksud dan pemakaian (Departemen Pekerjaan Umum,1982). Agregat kasar yang akan dicampurkan sebagai adukan beton harus mempunyai syarat mutu yang ditetapkan. Menurut PBI 1971 Bab 3.4. agregat kasar/split harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1) Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% apabila lebih dari 1% maka agregat harus dicuci terlebih dahulu. 2) Tidak mengandung zat -zat yang merusak beton, seperti zat -zat yang reaktif dengan alkali. 3) Kekerasan dari butir-butir agregat diperiksa dengan bejana penguji dari Rudellof, atau dengan mesin pengaus Los Angeles dimana tidak boleh kehilangan berat lebih dari 50%. 4) Terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya atau bergradasi baik. 5) Besar butiran maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara bidang-bidang samping cetakan, 1/3 tebal pelat, atau 3/4 dari jarak bersih minimum antar tulangan y ang ada. 2.4.1.3. Perbandingan Agregat Halus Terhadap Agregat Kasar Diperlukan kehati-hatian dalam penentuan persentase pasir terhadap total agregat. Terlalu sedikit pasir dapat menghasilkan beton yang segregasi atau keropos, karena kelebihan agregat kasar. Terlalu banyak pasir yang dipakai juga akan dapat menghasilkan beton dengan kepadatan rendah dan kebutuhan air yang tinggi. Pasir pada umumnya 25-65% volume dari total agregat. persentase rendah dipakai untuk batu bulat dan p ersentase y ang tinggi untuk batu pecah.
Jika agregat halus mengandung butir yang sangat halus maka semakin sedikit dibutuhkan untuk membuat campuran workable. Namun jika proporsi ini dilebihi, pasta semen harus meliputi lebih banyak total luas permukaan agregat, dan mungkin campuran menjadi tidak workable. Dalam kasus demikian, workability yang dikehendaki kadang-kadang dapat dikembalikan dengan menambahkan air
untuk menambah volume pasta. Namun hal itu akan
mengakibatkan bertambahnya factor air semen. Sebaliknya, agregat halus yang mengandung sedikit partikel lembut dapat memerlukan lebih banyak proporsi agregat halus yang dipakai untuk memenuhi workability dan pemadatan. 2.4.2. Air Fungsi Penggunaan dalam pembuatan beton adalah untuk memicu proses kimiawi dari semen. Air dan semen akan menghasilkan reaksi kimia maka diperlukan perbandingan atau factor air semen yang baik yang akan menghasilkan kualitas beton yang baik. Air diperlukan pada pembentukan semen yang berpengaruh terhadap sifat kemudahan pengerjaan adukan beton (workability), kekuatan, susut dan keawetan beton. Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen hanya sekitar 25 % dari berat semen saja, namun dalam kenyataannya nilai faktor air semen yang dipakai sulit jika kurang dari 0,35. Kelebihan air dari jumlah yang dibutuhkan dipakai sebagai pelumas, tambahan air ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan beton menjadi rendah dan beton menjadi keropos. Kelebihan air ini dituang (bleeding) yang kemudian menjadi buih dan terbentuk suatu selaput tipis (laitance). Selaput tipis ini akan mengurangi lekatan antara lapis-lapis beton dan merupakan bidang sambung yang lemah (Tjokrodimuljo,1996). Air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum memenuhi syarat pula untuk bahan campuran beton (tetapi tidak berarti air untuk campuran beton harus memenuhi standar persyaratan air minum) Pemakaian air untuk beton sebaiknya memenuhi persyaratan (PBI 1971) : 1)
Tidak mengandung Lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gr/liter.
2)
Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat
organic, dan sebagainya) lebih dari 15 gr/liter 3)
Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/liter
4)
Tidak mengandung senyawa-senyawa sulfat lebih dari 1 gr/liter.
2.4.3. Bahan Tambah (Admixture) 2.4.3.1. Pengertian Bahan Tambah Bahan campuran tambahan (admixtures) adalah bahan yang bukan air, agregat maupun semen yang ditambahkan kedalam campuran sesaat atau selama pencampuran. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat beton atau pasta semen agar menjadi cocok untuk pekerjaan tertentu, atau ekonomis untuk tujuan lain seperti menghemat energy (Nawy , 1996). Suatu bahan tambah pada umumnya dimasukkan kedalam campuran beton dengan jumlah sedikit, sehingga tingkat kontrolnya harus lebih besar dari pada pekerjaan beton biasa. Oleh sebab itu, kontrol terhadap bahan tambah perlu dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa pemberian bahan tambah pada beton tidak menimbulkan efek samping seperti kenaikan penyusutan kering pengurangan elastisitas (L.J. M urdock dan K.M . Brook, 1991) 2.4.3.2.
Abu terbang (fly ash)
Penggantian sebagian semen dengan fly ash selain dapat menambah workability karena peningkatan gradasi (karena ukuran fly ash sangat halus), juga mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dengan mengurangi lahan pembuangan limbah dan mengurangi penggunaan energy untuk produksi semen. Keuntungan lain adalah peningkatan durabilitas beton. (Michael D Lepech, et al. 2008) Abu terbang adalah debu yang dihasilkan dari sisa pembakaran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara (Sudjatmiko Nugroho, 2003). Sedangkan NSPM KIMPRASWIL dalam SNI 03-6414-2002 (2002: 145) memberikan definisi berbeda, yaitu: Abu terbang adalah limbah hasil pembakaran batu bara pada tungku pembankit listrik tenaga uap yang berbentuk halus, bundar dan bersifat pozolanik
(SNI 03-6414-2002 (2002: 145)) Abu terbang sepertinya cukup baik untuk digunakan sebagai bahan ikat karena bahan penyusun utamanya adalah silikon dioksida (SiO2), alumunium (Al2O3) dan Ferrum oksida (Fe2O3). Oksida-oksida tersebut dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen ketika bereaksi dengan air. Clarence (1966: 24) menjelaskan dengan pemakaian abu terbang sebesar 20-30% terhadap berat semen maka jumlah semen akan berkurang secara signifikan dan dapat menambah kuat tekan beton. Pengurangan jumlah semen akan menurunkan biaya material sehingga efisiensi dapat ditingkatkan. Dalam SNI 03-6863-2002 (2002: 146) spesifikasi abu terbang sebagai bahan tambah untuk campuran beton disebutkan ada 3 jenis abu terbang, yaitu; 1) Abu terbang jenis N, ialah abu terbang hasil kalsinasi dari pozolan alam,misalnya tanah diatomite, shole, tuft dan batu apung. 2) Abu terbang jenis F, ialah abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran o batubara jenis antrasit pada suhu kurang lebih 1560 C. 3) Abu terbang jenis C, ialah abu terbang hasil pembakaran ligmit/batubara dengan kadar karbon sekitar 60%. Abu terbang jenis ini mempunyai sifat seperti semen dengan kadar kapur di atas 10%. Abu terbang memiliki sifat pozolan yang terdiri dari unsur-unsur silikat dan atau aluminat yang reaktif. Komposisi kimia masing-masing jenis abu terbang sedikit berbeda dengan komposisi kimia semen. Tabel 2.4 berikut ini menjelaskan komposisi kimia abu terbang dan semen menurut Ratmaya Urip (2002).
Tabel 2.4 Komposisi kimia berbagai jenis abu terbang (fly ash) dan semen Portland
No
Komposisi
Jenis Abu Terbang
Semen
Kimia
Jenis F
Jenis C
Jenis N
1
Silikon dioksida (SiO 2 )
51.90
50.90
58.20
22.60
2
aluminium oksida (Al2O3)
25.80
15.70
18.40
4.30
3
besi oksida (Fe2O3)
6.98
5.80
9.30
2.40
4
Kapur (CaO)
8.70
24.30
3.30
64.40
5
Magnesia (MgO)
1.80
4.60
3.90
2.10
6
Sulfur Trioksida (SO3)
0.60
3.30
1.10
2.30
7
Potash (Na2O dan K2O)
0.60
1.30
1.10
0.60
(Sumber: Ratmaya Urip, 2003)
Abu terbang merupakan limbah dari pembakaran batubara yang banyak dihasilkan oleh PLTU dan mesin-mesin di pabrik. Abu terbang termasuk bahan pozolan buatan yang memiliki sifat pozolanik. Sifat abu terbang tersebut membuat abu terbang dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen dan bahan tambah untuk bangunan yang dapat meningkatkan ketahanan/keawetan beton terhadap ion sulfat dan juga menurunkan panas hidrasi semen. Adapun susunan kimia dan sifat fisik abu Terbang menurut ASTM C 618 - 91 ditunjukkkan pada Tabel 2.5 dan komposisi kimia abu terbang PLTU Bandung ditunjukkan pada Tabel 2.6. Tabel 2.5 Susunan Kimia dan Sifat Fisik Abu terbang Uraian Susunan Kimia 1) Silikon dioksida (SiO 2 ) + aluminium oksida 2) 3) 4) 5)
(Al2O3)+ besi oksida (Fe2O3), min Sulfur Trioksida (SO3), maks Kadar Air, maks pijar maksimum Total Alkali dihitung sebagai Na2O, maks
Kelas F (%)
Kelas C (%)
70,0
50,0
5,0
5,0
3,0
3,0
6,0
6,0
Sifat Fisik 1) Kehalusan sisa diatas ayakan 45 um, maks
34,0
34,0
75,0
75,0
105,0
105,0
0,8
0,8
Indeks keaktifan pozolon dengan PCI, 2) pada umur 28 hari,min 3) Air, maks Pengembangan dengan Autoclave, maks (Sumber : (SNI 03-6863-2002(2002:150))
Dari kedua kelas tersebut yang digunakan untuk additive pada penelitian beton ini adalah abu terbang kelas C, karena kandungan oksida silica; alumunium; dan besi dari abu terbang yang dihasilkan lebih dari 70%, yaitu 86,56 %. Tabel 2.6 Komposisi Kimia Abu terbang PLTU PT. Panasia Power Plant No
Parameter
Satuan
Hasil Uji Fly ash
1
Silikon dioksida (SiO2)
% Berat
PLTU Bandung 62,49
2
aluminium oksida (Al2O3)
% Berat
6,36
3
besi oksida (Fe2O3),
% Berat
16,71
% Berat
5,69
% Berat
0,79
% Berat
7,93
3 g/cm
1,43
4 5
Kapur (CaO)
6
Magnesia (MgO)
7
S(SO4) Berat Jenis
(PT.8 MBT Utama Laboratorium Penguji)
2.4.3.3.
0,20
Semen + Abu layang Abu layang apabila digabungkan dengan semen diharapkan akan
menghasilkan kuat tekan beton yang lebih tinggi dibandingkan beton normal. Penambahan kuat tekan beton disebabkan karena abu terbang mempunyai butiran yang lebih halus dari pada semen portland, yang mempunyai sifat hidrolik seperti pozzolon. Dengan sifat pozzolon, maka dapat mengubah kapur bebas [Ca(OH ) 2 sebagai mortar udara menjadi mortar hidrolik.
PROSES HIDRASI PC + Air (H2O)
Calsium Silicate Hydrate (CHS) CaO + H2O = Ca (OH)2 Air (H2O) masuk
Mortar Udara
PROSES HIDRASI PC + Fly ash + Air (H2O)
Calsium Silicate Hydarte (CHS)
Ca (OH)2 + Fly ash (Mortar Hidrolik) (H2O tidak dapat masuk lagi) (Ravina, 1981)
Gambar 2.1 Proses Reaksi Semen dengan Abu laying Dari proses di atas dapat dijelaskan bahwa pada saat proses hidrasi semen akan dilepas kapur bebas, dimana kapur bebas tersebut akan terikat oleh silikat dan aluminat aktif yang terkandung didalam abu layang dan menambah pembentukan silicat gel, yang berubah menjadi Calsium Silicat Hidrat (CSH) yang akan memasuki pori – pori yang terbentuk, sebagai akibat di bebaskannya Ca(OH)2 pada beton normal (Hidayat, 1993) Namun karena abu layang merupakan pozzolan, dimana bahan yang mengandung pozzolan bila dipakai sebagai pengganti semen portland yang umumnya berkisar antara 20 – 35% dari berat semen, Laju kenaikan kekuatannya lebih lambat dari pada beton normal. Pada umur 28 hari kekuatan tekan lebih rendah daripada beton normal namun sesudah umur 90 hari kekuatanya dapat sedikit lebih tinggi. (Tjokrodimuljo,1996). 2.5.
WORKABILITAS Workabilitas merupakan tingkat kemudahan pengerjaan beton dalam
pencampuran, pengangkutan, penuangan, dan pemadatanya. Suatu adukan dapat dikatakan cukup workable jika memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Plasticity, artinya adukan beton harus cukup plastis (kondisi antara cair dan padat), sehingga dapat dikerjakan dengan mudah tanpa perlu usaha tambahan ataupun terjadi perubahan bentuk pada adukan.
2) Cohesiveness, artinya adukan beton harus mempunyai gaya-gaya kohesi yang cukup sehingga adukan masih saling melekat selama proses pengerjaan beton. 3) Fluidity, artinya adukan harus mempunyai kemampuan untuk mengalir selama proses penuangan. 4) Mobility, artinya adukan harus mempunyai kemampuan untuk bergerak/ berpindah tempat tanpa terjadi perubahan bentuk. Tingkat kemudahan pengerjaan berkaitan erat dengan tingkat kelecakan atau keenceran adukan beton. Makin cair adukan maka makin mudah cara pengerjaannya. Untuk mengetahui kelecakan suatu adukan beton biasanya dengan dilakukan pengujian slump. Semakin tinggi nilai slump berarti adukan beton makin mudah untuk dikerjakan. Nilai slump yang disyaratkan berkisar antara 5-12,5 cm (Tjokrodimuljo,1996) Dalam praktek, ada tiga macam tipe slump yang terjadi yaitu; (1) slump sebenarnya,
(2) slump geser,
(3) slump runtuh
(Sumber : Neville dan Brooks, 1987)
Gambar 2.2. Tipe-tipe keruntuhan slump 1)
Slump sebenarnya, terjadi apabila penurunannya seragam tanpa ada yang runtuh.
2)
Slump geser, terjadi bila separuh puncaknya bergeser dan tergelincir ke bawah pada bidang miring
3)
Slump runtuh, terjadi bila kerucut runtuh semuanya.
2.8. KUAT TEKAN BETON Sifat yang paling penting dari beton adalah kuat tekan beton. Kuat tekan beton biasanya berhubungan dengan sifat-sifat lain, maksudnya apabila kuat tekan beton tinggi, sifat-sifat lainnya juga baik. (Kardiyono Tjokrodimulyo,1995). Kekuatan tekan beton dapat dicapai sampai 1000 kg/cm2 atau lebih,tergantung pada jenis campuran, sifat-sifat agregat, serta kualitas perawatan. Kekuatan tekan beton yang paling umum digunakan adalah sekitar 200 kg/cm2 sampai 500 kg/cm2. Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar,menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu dengan benda uji berupa Kubus dengan ukuran diameter 150 mm x 150 mm x 150 mm. Selanjutnya benda uji ditekan dengan mesin tekan sampai pecah. Beban tekan maksimum pada saat benda uji pecah dibagi luas penampang benda uji merupakan nilai kuat tekan beton yang dinyatakan dalam MPa atau kg/cm2. Tata cara pengujian yang umum dipakai adalah standar ASTM C 39 atau menurut yang disyaratkan PBI 1989. 28 Kuat tekan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (Trijokodimulyo, 1995):
Pengaruh mutu semen portland. Pengaruh dari perbandingan adukan beton. Pengaruh air untuk membuat adukan Pengaruh umur beton. Pengaruh waktu pencampuran. Pengaruh perawatan. Pengaruh bahan campuran tambahan. 2.9.POROSITAS Porositas didefenisikan sebagai perbandingan volume pori (volume yang
ditempati oleh fluida) terhadap volume total beton (volume benda uji). Ranga pori pada beton umumnya terjadi akibat kesalahan dalam pelaksanaan dan pengecoran seperti faktor air semen yang berpengaruh pada lekatan antara pasta semen dengan agregat, besar kecilnya nilai slump, pemilihan tipe susunan gradasi agregat gabungan, maupun terhadap lamanya pemadatan. Semakin tinggi tingkat kepadatan pada beton maka semakin besar kuat tekan atau mutu beton, sebaliknya
semakin besar porositas beton, maka kekuatan beton akan semakin kecil. Pada umumnya material Beton Mutu Tinggi adalah sama dengan Beton Normal, dengan nilai porositas beton yang terjadi adalah cukup kecil sehingga didapatkan tingkat kepadatan yang cukup tinggi. Nilai porositas beton ditentukan oleh faktor air semen (FAS) dari pasta.Semakin kecil FAS, maka semakin kecil porositasnya. Besar atau kecilnya nilai porositas dari beton khususnya beton dipengaruhi oleh jenis agregat pengisi beton dan temperatur yang terjadi pada beton.Meningkatnya nilai porositas menunjukkan bahwa beton memiliki pori yang cukup besar akibat terjadinya penguapan air dan pemuaian material pengisi beton. Pengujian porositas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya porositas.Semakin besar porositas pada benda uji maka semakin rendah kekuatannya.Penelitian yang penulis lakukan terhadap porositas lebih didasarkan dari segi keawetan dan kekuatan beton itu sendiri. Dari segi keawetan, porositas sangat penting diteliti terutama pada bangunan tepi pantai dan bangunan yang bersinggungan dengan tanah. Pada bangunan tepi pantai, beton akan bersinggungan dengan air garam yang mengandung sulfat dan klorida yang dapat meresap ke dalam beton sehingga dapat merusak dan bahkan menghancurkan beton. Kerusakan beton terjadi ketika kedua zat tersebut menguap sehinggan di dalam pori-pori beton timbul kristalkristal sulfat dan klorida yang akan mendesak pori-pori dinding beton,sehingga beton pecah menjadi serpihan-serpihan lepas yang mempengaruhi kekuatan beton tersebut. Meningkatnya nilai porositas menunjukkan bahwa beton memiliki pori yang cukup besar akibat terjadinya penguapan air dan pemuaian material pengisi beton. Hal ini merupakan salah satu penyebab turunya kualitas beton dalam memikul beban, khususnya kemampuan beton dalam memikul beban tekan (Retno Angraini,2008) Beton mempunyai kecenderungan berisi rongga akibat adanya gelembunggelembung udara. Proses porositas beton terjadi akibat adanya gelembunggelembung udara yang terbentuk selama atau sesudah pencetakkan. Gelembung ini timbul karena adanya pemakaian air yang berlebihan pada campuran, hal ini penting guna memperoleh campuran yang mudah dikerjakan.
Namun akibat yang ditimbulkan dari pengguanaan air yang berlebihan pada campuran beton adalah air yang digunakan tersebut akan menggunakan ruangan dan apabila beton tersebut telah mengeras atau kering akan meninggalkan rongga udara dalam beton. Semakin banyak kandungan air yang akan digunakan maka akan semakin banyak rongga yang terdapat dalam beton, sehingga beton yang dihasilkan kurang padat dan ini berpengaruh terhadap kekuatan beton tersebut khususnya kuat tekan beton. Pengaruh volume pori terhadap kekuatan beton secara matematis telah dikembangkan oleh A. Grudemo (1975) dan dirumuskan dengan persamaan (Neville,A.M,1981)[14],berikut: fc= fc,0 (1-p) n, ………………………………………….……….( 2.1 ) dimana : p
= Volume pori terhadap volume beton total.
fc
= Kekuatan beton dengan adanya pori.
fc,0 = Kekuatan beton tanpa pori. n
= Koefisien angka konstan.
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan beton yang padat dan kedap air adalah cara pemadatan dan perawatan. Pemadatan yang biasa dilakukan adalah pemadatan secara manual dan pemadatan dengan mesin. Sedangkan perawatan beton dilakukan dengan salah satu cara (Mulyono,T, 2003.), berikut: 1. 2. 3. 4.
Beton dibasahi terus mernerus dengan air. Berton direndam dalam air. Beton dilindungi dengan kain basah, plastic fill atau kertas. Dengan perawatan gabungan acuan membrane untuk mempertahankan uap air semulah kedalam beton basah. Dapat ditambahkan bahwa selain air yang mengawali pemakaian ruangan
dan kelak menjadi rongga, terjadi juga rongga-rongga udara langsung pada jumlah persentase yang kecil.Hal lain ialah adanya pengurangan volume absolute dari air dan semen setelah reaksi kimia dan terjadi pengeringan sedemikian rupa sehingga pasta semen yang sudah kering akan menempati volume yang lebih kecil
dibanding dengan pasta yang masih basah, berapapun perbandingan semennya yang digunakan. Variasi Penggantian Semen dengan Abu Terbang (fly ash) terhadap porositasnya pada Tabel berikut : Tabel 2.7 Tabel ukur Porositas dan Kuantitas Porositas (%)
Kuantitas
( 0% – 5 %) dapat diabaikan (negligible) (5% – 10%) buruk (poor) (10%- 15%) cukup baik (fair) (15%- 20%) baik (good) (20%- 25%) sangat baik ( very good ) (>25%) istimewa ( excellent ) (Sumber : http://manzpoerba.blogspot.com)