BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Instrumentasi
Instrumentasi adalah suatu ilmu mengenai berbagai macam alat yang digunakan di lapangan untuk mengukur dan atau mengendalikan besaran-besaran pressure), dan ketinggian seperti suhu (temperature), aliran ( flow), tekanan ( pressure
(level). Instrumentasi terdiri dari alat-alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran (measurement ), ), pengkondisi sinyal (signal conditioning), pengiriman sinyal (signal transmission), dan pengendalian (controller ). ). 3.1.1 Instrumentasi Pengukuran
Instrumentasi pengukuran pada umumnya digunakan untuk melakukan pengukuran pada besaran-besaran tertentu, pada umumnya merupakan suatu sensor atau transduser. Sensor merupakan suatu elemen dalam sistem kontrol yang merasakan (to sense) besaran yang diukur dalam bentuk energi termal, listrik, mekanik, dan sebagainya, serta mengubah besaran fisika pengukuran menjadi besaran sinyal standar. Transduser adalah suatu alat yang mengubah suatu energi menjadi bentuk energi lainnya. Instrumentasi pengukuran bertujuan untuk memberikan nilai suatu besaran yang dapat dibaca oleh manusia maupun alat elektronik lainnya untuk mengetahui kondisi suatu proses yang sedang berlangsung. 3.1.1.1 Pengukuran ketinggian ( Level Level )
Prinsip pengukuran ketinggian berdasarkan pada : •
Bejana berhubungan (sight glasses)
•
Gaya apung (pelampung / float float )
•
Displacer
•
Kapasitansi
•
Konduktansi
•
Bubbler system
•
Perambatan gelombang ultrasonic
•
Gaya tekan fluida 14
•
Sinar radio aktif
Pada alat pengukuran ketinggian terdapat 2 jenis pengukuran yang terjadi, yaitu pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Pengukuran langsung adalah pengukuran ketinggian yang menggunakan cairan yang diukur berinteraksi langsung atau digunakan dalam proses pengukuran, contohnya adalah menggunakan bejana berhubungan, gaya apung, displacer , kapasitansi dan konduktansi. Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran ketinggian dimana fluida yang akan diukur tidak berinteraksi langsung dengan alat pengukuran, contohnya adalah bubbler system, perambatan gelombang ultrasonic, gaya tekan fluida,
dan sinar radio aktif. 3.1.1.1.1 Bejana Berhubungan
Prinsip pengukuran ketinggian fluida berdasarkan bejana berhubungan atau manometer menggunakan alat yang dinamakan level gauge atau sight glasses, dimana menggunakan prinsip
yang sangat sederhana dan sangat efektif karena dapat langsung memberikan tanda dalam bentuk visual. Level gauge merupakan suatu pipa bening yang didalamnya berisi cairan dari proses yang diukur. Ilustrasi dari level gauge akan ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 3. 1 Penempatan level gauge atau sight atau sight glass
Alat pengukuran ketinggian level gauge pada umumnya dijadikan patokan awal dalam proses kalibrasi alat pengukuran ketinggian yang lainnya, karena sangat mudah dalam pembacaan dan tidak dipengaruhi factor lain seperti massa jenis cairan. 3.1.1.1.2 15
•
Sinar radio aktif
Pada alat pengukuran ketinggian terdapat 2 jenis pengukuran yang terjadi, yaitu pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Pengukuran langsung adalah pengukuran ketinggian yang menggunakan cairan yang diukur berinteraksi langsung atau digunakan dalam proses pengukuran, contohnya adalah menggunakan bejana berhubungan, gaya apung, displacer , kapasitansi dan konduktansi. Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran ketinggian dimana fluida yang akan diukur tidak berinteraksi langsung dengan alat pengukuran, contohnya adalah bubbler system, perambatan gelombang ultrasonic, gaya tekan fluida,
dan sinar radio aktif. 3.1.1.1.1 Bejana Berhubungan
Prinsip pengukuran ketinggian fluida berdasarkan bejana berhubungan atau manometer menggunakan alat yang dinamakan level gauge atau sight glasses, dimana menggunakan prinsip
yang sangat sederhana dan sangat efektif karena dapat langsung memberikan tanda dalam bentuk visual. Level gauge merupakan suatu pipa bening yang didalamnya berisi cairan dari proses yang diukur. Ilustrasi dari level gauge akan ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 3. 1 Penempatan level gauge atau sight atau sight glass
Alat pengukuran ketinggian level gauge pada umumnya dijadikan patokan awal dalam proses kalibrasi alat pengukuran ketinggian yang lainnya, karena sangat mudah dalam pembacaan dan tidak dipengaruhi factor lain seperti massa jenis cairan. 3.1.1.1.2 15
3.1.1.1.3 Gaya apung (pelampung / float)
Prinsip pengukuran ketinggian menggunakan gaya apung merupakan salah satu cara yang sederhana, yaitu menggunakan suatu alat yang mengapung di permukaan suatu cairan di dalam tangki. Ilustrasi gambar di bawah ini menunjukkan penggunaan prinsip gaya apung sebagai alat pengukuran ketinggian.
Gambar 3. 2 Alat ukur ketinggian menggunakan float
Pengukuran ketinggian menggunakan prinsip gaya apung ini akan ditunjukkan menggunakan skala seperti pada level gauge, namun skala tersebut ditunjukkan berdasarkan pada
gerakan pulley, dan dapat dihubungkan dengan potensiometer untuk menghasilkan hasil pengukuran berupa sinyal elektrik. Kelemahan dari jenis alat pengukuran ketinggian ini adalah hasil yang ditunjukkan tidak linear, namun dengan modifikasi pada potensiometer dapat dihasilkan hasil pengukuran yang linear. 3.1.1.1.4 Displacer
Alat pengukuran ketinggian jenis displacer menggunakan prinsip Archimedes dengan mendeteksi ketinggian cairan berdasarkan berat dari batang yang terbenam di dalam cairan. Saat ketinggian cairan bertambah, maka pada batang akan muncul gaya buoyant sehingga berat dari batang akan makin berkurang. Semakin berkurangnya berat batang, maka ketinggian cairan akan semakin naik. Prinsip kerja alat pengukuran ini serupa dengan prinsip alat pengukuran berdasarkan gaya apung, namun memiliki akurasi yang lebih baik.
16
Gambar 3. 3 Penggunaan alat ukur ketinggian displacer
3.1.1.1.5 Konduktansi dan Kapasitansi
Alat pengukuran ketinggian berdasarkan konduktansi digunakan untuk mengukur suatu cairan yang konduktif dan nonvolatile sehingga tidak akan muncul percikan api. Probe yang
berinteraksi langsung dengan cairan di dalam tangki berjumlah 2 atau lebih, dimana akan terjadi beda tegangan yang besarnya akan bergantung pada ketinggian cairan.
Gambar 3. 4 Penggunaan alat ukur ketinggian menggunakan (a) konduktansi (b) kapasitansi
Alat
pengukuran
ketinggian
menggunakan
prinsip
kapasitansi dapat digunakan untuk cairan yang non-konduktif dan memiliki kekentalan (viscosity / µ). Probe yang digunakan menggunakan suatu batang (inner rod ) yang terbungkus oleh outer shell dan dipisahkan udara yang menjadi bahan dielektrik
di antara inner rod dan outer shell. Apabila probe dimasukkan ke
17
dalam cairan, maka probe akan teredam oleh cairan sehingga akan terjadi perubahan kapasitansi. Perubahan kapasitansi yang terjadi akan berhubungan langsung dengan ketinggian cairan. Apabila dinding dari tangki terbuat dari logam, maka dinding tangki dapat digunakan sebagai outer shell. Kelemahan dari alat pengukur ini adalah harus mengetahui konstanta dielektrik dari cairan yang akan diukur, sedangkan konstanta dielektrik nilainya dapat bervariasi berdasarkan suhu sehingga diperlukan koreksi terhadap suhu. 3.1.1.1.6 Gaya tekan fluida
Alat pengukuran ketinggian menggunakan prinsip gaya tekan fluida atau tekanan hidrostatis merupakan alat yang paling sering digunakan. Prinsip alat ini menggunakan kesetaraan hubungan antara tekanan dengan ketinggian cairan. Persamaan matematis yang menghubungkan keduanya yaitu :
. . . Dimana,
. Persamaan matematis tersebut menunjukkan bahwa ketinggian dari fluida dapat ditentukan berdasarkan tekanan hidrostatis yang terjadi apabila nilai berat jenis fluida tetap. Pemasangan sensor pengukuran ketinggian tipe ini biasanya langsung dihubungkan dengan transmitter, sehingga nilai besaran ketinggian yang didapat dapat dikirimkan langsung dalam sinyal elektronik. Pembahasan selanjutnya dari alat pengukuran tipe ini akan dijelaskan pada bagian transmitter.
18
3.1.1.1.7 Bubbler System
Salah satu tipe alat pengukuran ketinggian yang cukup menarik menggunakan prinsip gelembung (bubbler ), karena mendapatkan hasil pengukuran ketinggian menggunakan gas yang digunakan untuk mengukur tekanan hidrostatis dari cairan di dalam tangki. Gas dipaksa untuk melewati pipa dan berujung di dalam cairan. Berat jenis dari gas dianggap tidak terlalu mempengaruhi, dibandingkan dengan berat jenis cairan. Tekanan yang dibutuhkan untuk melewatkan gas keluar dari pipa akan sama dengan tekanan hidrostatis pada cairan, dan setara dengan ketinggian cairan di dalam tangki. Keuntungan dari alat pengukuran tipe ini adalah tidak adanya kontak langsung dengan cairan yang akan diukur dibandingkan dengan alat pengukur ketinggian lainnya, terutama untuk mengukur ketinggian cairan yang bersifat korosif.
Gambar 3. 5 Penggunaan alat ukur ketinggian menggunakan sistem gelembung ( bubbler system )
3.1.1.1.8 Perambatan gelombang ultrasonik
Instrument
pengukuran
level
menggunakan
prinsip
gelombang utrasonik dengan mengukur jarak dari pemancar gelombang ultrasonik terhadap permukaan cairan, dimana permukaan cairan akan memantulkan kembali gelombang ultrasonic yang diterima oleh alat penerima gelombang. Perbedaan
waktu
saat
gelombang
dipancarkan
dan
saat
gelombang diterima akan menghasilkan hasil pengukuran jarak antara posisi pemancar dan permukaan cairan, oleh karena itu
19
ketinggian cairan dapat diperoleh dengan menghitung selisih dari tinggi total tabung dengan jarak antara pemancar dan permukaan cairan. Pemancar dan penerima gelombang ultrasonik merupakan transduser piezo-electric.
Gambar 3. 6 Penggunaan alat ukur ketinggian mengunakan gelombang ultrasonik
3.1.1.1.9 Sinar radio aktif
Alat pengukur ketinggian menggunakan prinsip sinar radio aktif pada umumnya digunakan pada cairan yang bersifat korosif dan suhu yang sangat panas sehingga akan merusak sensor pengukuran lainnya. Prinsip kerjanya serupa dengan alat pengukur ketinggian ultrasonik dengan memiliki pemancar dan penerima sinar radio aktif. Kerugian dari alat pengukuran ini adalah alat pengukuran yang harganya mahal dan harus adanya penanganan terhadap bahan radio-aktif yang sangat berbahaya bagi manusia.
Gambar 3. 7 Penggunaan alat ukur ketinggian menggunakan sinar radio aktif (isotop)
20
3.1.1.2 Pengkuran Tekanan ( Pressure) Prinsip pengukuran tekanan berdasarkan pada alat: •
Manometer
•
Pressure gauge
•
Tekanan-Elektrik / Strain-gage
•
Differential pressure
3.1.1.2.1 Manometer
Manometer merupakan alat pengukuran tekanan yang paling sederhana, karena menggunakan prinsip pengukuran berdasarkan
pada
ketinggian
dari
cairan
sehingga
akan
didapatkan nilai beda tekanan. Manometer menggunakan pipa yang tembus cahaya sehingga nilai pengukuran dapat langsung dilihat pada tabung manometer.
Gambar 3. 8 Berbagai macam penggunaan alat ukur tekanan manometer
3.1.1.2.2 Pressure Gauge Pressure gauge adalah suatu alat pengukuran tekanan
yang menggunakan prinsip mekanik-tekanan. Alat ini pada
21
umumya menggunakan tabung bourdon, diaphragm, dan bellows. Prinsip kerjanya adalah apabila adanya tekanan, maka akan muncul gaya yang menggerakkan jarum penunjuk skala tekanan pada pressure gauge. Pressure gauge dapat menghasilkan hasil pengukuran yang dapat dilihat langsung dan mudah dalam pembacaan hasil pengukuran.
Gambar 3. 9 Berbagai macam alat ukur tekanan menggunakan prinsip mekaniktekanan
Gambar 3. 10 Mekanisme kerja pressure gauge menggunakan tabung bourdon
3.1.1.2.3 Alat Pengukuran Tekanan-Elektrik
Alat pengukuran tekanan elektrik merupakan suatu alat pengukuran yang menghasilkan hasil pengukuran dalam besaran elektrik, yaitu sinyal 4-20 mA. Alat ini pada umumnya menggunakan strain-gauge, yang memiliki prinsip kerja apabila strain-gauge mendapat tekanan maka akan terjadi deformasi
(perubahan panjang) yang menyebabkan terjadinya perubahan nilai hambatan listrik dan terjadi perubahan nilai tegangan dan arus listrik pada alat.
22
Gambar 3. 11 Alat pengukuran tekanan menggunakan strain gauge
Alat pengukuran ini selain berfungsi sebagai sensor, dapat juga berfungsi sebagai transmitter yang mengirimkan hasil pengukuran dalam sinyal elektrik, karena ada perubahan nilai sinyal pengukuran yang didapatkan. 3.1.1.2.4 Alat
Pengukuran
Tekanan
menggunakan
Differential pressure Alat
pengukuran
tekanan
dengan
tipe
differential
pressure banyak digunakan di industri. Alat ini merupakan
modifikasi dari prinsip kerja pada pressure gauge maupun pada strain-gauge. Prinsip kerjanya adalah mengukur selisih tekanan
pada 2 masukan. Alat ini jauh lebih akurat dibandingkan alat pengukuran tekanan lainnya. Hasil pengukuran menggunakan alat ini biasanya dapat diubah menjadi sinyal dalam bentuk lain, sehingga disebut juga sebagai differential pressure transmitter .
Gambar 3. 12 Mekanisme alat pengukuran tekanan menggunakan prinsip perbedaan tekanan
23
3.1.1.3 Pengukuran Aliran ( Flow) Alat pengukuran aliran berdasarkan pada : •
Differential-pressure
•
Variable-area
•
Kecepatan
•
Ultrasonic
•
Aliran Massa
•
Weightfeeder
3.1.1.3.1 Differential-Pressure Flowmeter
Alat pengukuran aliran jenis ini menggunakan prinsip Bernoulli, dimana apabila terjadi beda tekanan maka dapat
ditentukan aliran fluida yang terjadi pada pipa. Alat pengukuran ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu : •
orifice
•
venturi
•
nozzle
•
tabung pitot
•
centrifugal elbow
•
centrifugal loop
Kelemahan dari alat ini adalah terjadi penurunan tekanan secara permanen pada aliran, karena adanya penghalang aliran yang dipasang pada pipa. Alat ukur yang banyak digunakan adalah orifice, karena tidak membutuhkan tempat yang besar namun menimbulkan penurunan tekanan yang paling besar. Venturi menimbulkan penurunan tekanan yang paling kecil namun memerlukan pemasangan di tempat yang sangat besar.
24
Gambar 3. 13 Berbagai macam alat pengukuran aliran menggunakan prinsip perbedaan tekanan (a) orifice (b) nozzle (c) venturi (d) tabung pitot (e) centrifugal elbow (f) centrifugal loop
3.1.1.3.2 Variable-area flowmeter
Alat pengukuran aliran tipe variable-area menggunakan prinsip bahwa fluida harus melewati suatu hambatan yang akan menunjukkan pada skala aliran yang diukur. Contohnya adalah rotameter, moving-vane, dan target-flowmeter .
Gambar 3. 14 Rotameter
Gambar 3. 15 Moving vane
25
Gambar 3. 16 target flowmeter
3.1.1.3.3 Alat Pengukuran Aliran berdasarkan Kecepatan
Prinsip dasar dari alat pengukuran aliran tipe ini berdarkan pada hokum kontinuitas aliran, dimana laju fluida akan sebanding dengan aliran volume pada suatu penampang pipa. Contoh dari alat pengukuran aliran ini adalah : •
Turbine flowmeter Turbine-flowmeter menggunakan suatu roda turbin
yang akan berputar saat terjadi aliran, sehingga menghasilkan hasil pengukuran laju aliran.
Gambar 3. 17 Alat pengukuran aliran turbine flowmeter •
Vortex flowmeter Vortex flowmeter menggunakan prinsip bahwa pada
aliran fluida yang turbulen apabila dihalangi suatu objek
akan
menciptakan
pusaran
air,
yang
menghasilkan tekanan dan frekuensi. Tekanan dan
26
frekuensi dari aliran akan diukur pada sensor, dan diolah menghasilkan nilai pengukuran laju aliran.
Gambar 3. 18 Alat pengukuran aliran vortex flowmeter •
Magnetic flowmeter Magnetic flowmeter menggunakan prinsip induksi
elektromagnetik
dimana
nilai
tegangan
akan
berubah pada saat terjadi aliran fluida yang melintasi medan magnet. Nilai tegangan akan sebanding lurus dengan besar dan arah aliran dari fluida. Alat ukur ini hanya dapat digunakan untuk mengukur fluida yang bersifat konduktif, dengan nilai konduktifitas minimal 2µS/cm.
Gambar 3. 19 Prinsip kerja magnetic flowmeter
3.1.1.3.4 Ultrasonic-flowmeter
Alat pengukuran aliran tipe ini menggunakan prinsip dasar gelombang ultrasonik yang dipancarkan pada aliran fluida, dan partikel dari fluida akan memantulkan gelombang ultrasonik yang dipancarkan. Tipe dari alat ukur ini ada 2, yaitu berdasarkan efek Doppler dan
transit-time.
Alat
pengukuran
yang
menggunakan efek Doppler mengukur aliran berdasarkan pada
27
perbandingan antara gelombang ultrasonik yang diterima dan dipancarkan, sedangkan alat pengukuran yang menggunakan metode transit-time berdasarkan pada waktu yang dibutuhkan gelombang ultrasonik melintasi suatu aliran fluida. Doppler flowmeter hanya dapat digunakan pada aliran fluida yang
mengandung banyak partikel dan gelembung, sedangkan transittime-flowmeter dapat digunakan pada aliran fluida yang bersih.
Gambar 3. 20 Prinsip kerja alat pengukuran Doppler-ultrasonic flowmeter
Gambar 3. 21 Prinsip kerja alat pengukuran transit-time-ultrasonic flowmeter
3.1.1.3.5 Mass-flowmeter
Alat pengukuran aliran tipe ini dapat mengukur laju massa aliran, sehingga lebih banyak informasi yang dapat diolah. Salah satu contohnya adalah coriolis-flowmeter , yang bekerja menggunakan prinsip Coriolis, yaitu apabila terjadi fluida yang mengalir dalam suatu pipa, maka akan terjadi geraka rotasi pada pipa sehingga besar gaya yang terjadi untuk menyebabkan gerakan rotasi akan sebanding dengan laju aliran massa fluida yang mengalir di dalam pipa.
Gambar 3. 22 Prinsip kerja alat pengukuran coriolis-mass flowmeter
3.1.1.4 Pengukuran Temperature
28
Berbagai macam alat pengukuran temperature, yaitu : •
Thermometer Fluida
•
Thermometer Bimetal
•
Thermocouple
•
RTD
•
Thermistor
3.1.1.4.1 Thermometer Fluida
Alat pengukuran temperature jenis ini sangat sering digunakan,
contohnya
adalah
thermometer
raksa.
Prinsip
kerjanya adalah pemuaian suatu fluida dikarenakan adanya kenaikan suhu, sehingga ketinggian dari fluida di dalam tabung akan naik dan dapat dibaca dengan mudah pada skala. 3.1.1.4.2 Thermometer Bimetal
Alat pengukuran temperature jenis ini banyak digunakan di industri dan disebut dengan temperature gauge. Prinsip kerja dari alat ini adalah dengan menempelkan 2 jenis logam yang berbeda koefisien muainya. Apabila terjadi perubahan suhu maka logam akan memuai, namun karena koefisien muai yang berbeda maka
alat
tersebut
akan
melengkung
dan
menyebabkan
perubahan jarum penunjuk skala akan bergerak.
Gambar 3. 23 Prinsip kerja alat pengukuran thermometer bimetal
3.1.1.4.3 Thermocouple
Alat pengukuran temperature jenis ini paling banyak digunakan pada industri, dikarenakan akurasi dan kemampuan dalam
pengukuran
yang
29
sangat
tinggi.
Prinsip
dasar
Thermocouple adalah termo-elektrik, yaitu apabila terjadi
temperature pada ujung kawat yang berbeda, dimana kawat yang digunakan berbeda jenis, akan menciptakan suatu tegangan listrik.
Thermocouple
dipasang
harus
diselubungi
oleh
thermowell, yaitu suatu pelindung agar thermocouple tidak cepat rusak atau terbakar.
Gambar 3. 24 Mekanisme pemasangan thermocouple menggunakan thermowell
Gambar 3. 25 Prinsip kerja thermocouple
Jenis dari thermocouple yaitu :
Tabel 3. 1 Jenis dari thermocouple
3.1.1.4.4 RTD dan Thermistor
RTD ( Resistance Temperature Detectors) adalah suatu alat yang terbuat dari logam (platinum atau copper) dimana nilai resistansinya akan naik apabila terjadi kenaikan temperature. Thermistor adalah alat yang terbuat dari metal-oksida, dimana
30
nilai resitansinya dapat berubah naik dan atau turun apabila terjadi kenaikan temperature. Perbedaannya adalah, RTD memiliki nilai perubahan antara temperature dan resistansi sangat linear tetapi kurang sensitif, sedangkan thermistor memiliki kemampuan sangat sensitive tetapi nilai perubahan antara temperature dan resistansi tidak linear. 3.1.1.5 Pengukuran Besaran Lainnya
Besaran lainnya yang dapat diukur meliputi dari pH, kekentalan (viscosity), kelembaban, dan massa jenis. Alat untuk mengukur kelembaban adalah hygrometer dan psychrometer yang menggunakan prinsip dasar dari karta psychrometik. Alat untuk mengukur massa jenis adalah hydrometer yang digunakan untuk mengukur massa jenis dari fluida dan hasil pengukuran ditunjukkan pada sight glass. Alat untuk mengukur kekentalan fluida adalah viscometer yang menghitung hambatan pada gerakan suatu cairan dan gas berdasarkan pada variasi aliran di dalam pipa. Alat untuk mengukur pH menggunakan suatu elektroda yang akan bermuatan elektrik pada larutan yang asam maupun basa dengan besar tegangan yang berbeda.
Gambar 3. 26 Alat pengukuran kelembaban hygrometer
Gambar 3. 27 Alat pengukuran massa jenis hydrometer
31
3.1.2 Instrumentasi Pengkondisi dan Pengirim Sinyal
Konsep dasar pada pengukuran adalah hasil pengukuran dapat dilihat dan dikirim menuju tempat lain sehingga dapat dilakukan pengontrolan. Hasil pengukuran yang diperoleh harus dapat dikirim, namun sinyal yang dapat dikirim
memiliki
sepsifikasi
masing-masing
tergantung
pada
media
pengiriman sinyal. Contohnya adalah hasil pengukuran aliran, hasil pengukuran harus dapat dikirim menuju suatu ruangan kontrol dalam bentuk sinyal standar 3-15 psi atau 4-20 mA, sehingga dibutuhkan suatu transmitter atau converter . Tidak hanya hasil pengukuran, hasil pengontrolan juga harus dapat dikirim menuju suatu final element sehingga proses dapat dikontrol dengan baik, sehingga dibutuhkan juga transmitter dan converter . Sinyal standar yang digukan dalam transmisi adalah : •
3-15 psi (pneumatik)
•
4-20 mA (arus listrik)
•
1-5 V (tegagan listrik)
Selain sinyal tersebut, sinyal yang ditransmisikan dapat berupa sinyal digital yang menggunakan sistem komunikasi Fieldbus, Profibus, Modbus, dan HART. Sinyal yang dikirimkan sebelumnya harus dikondisikan dahulu, agar nilai pengukuran dari sensor menjadi linear dengan menambahkan nilai kompensasi. 3.1.2.1 Converter Converter adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengubah
suatu besaran sinyal pengukuran menjadi sinyal yang dapat dikirim. Contohnya adalah I/P converter, P/I converter, ADC, dan DAC. Converter dapat disebut juga transduser, karena mengubah suatu bentuk
besaran ke bentuk besaran lainnya, namun transduser pada umumnya sudah tertempel langsung pada sensor atau menjadi bagian dari sensor tersebut. I/P converter adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengubah sinyal listrik 4-20 mA menjadi sinyal pneumatik 3-15 psi. Contoh penggunaan alat ini pada control valve pneumatik, sinyal yang dikirim
32
oleh pengontrol berupa sinyal listrik 4-20 mA sedangkan control valve dapat bekerja berdasarkan sinyal pneumatik sehingga sinyal yang dikirim harus diubah lebih dahulu. P/I converter adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengubah sinyal penumatik 3-15 psi menjadi sinyal listik 4-20 mA. Contoh penggunaan alat ini pada pressure transmitter, karena sinyal yang diukur oleh sensor berupa besaran sinyal pneumatik sehingga sinyal yang diterima oleh pressure transmitter akan diubah menjadi sinyal listrik dan dikirimkan kepada pengontrol. ADC atau Analog to Digital Conversion adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengubah sinyal yang analog menjadi sinyal digital yang dapat dikirim melalui komunikasi digital.DAC atau Digital to Analog Conversion adalah suatu alat yang berfungsi mengubah sinyal
digital dari pengontrol menjadi sinyal analog menuju elemen pengontrol, seperti control valve. Alat yang mengubah sinyal digital ke sinyal analog tidak hanya DAC, namun ada alat yang menggunakan metode PWM (Pulse Width Modulation) yang menghasilkan sinyal yang lebih akurat dan cocok dalam konversinya. 3.1.2.2 Transmitter
Transmitter adalah suatu alat yang berfungsi untuk memperkuat dan menyesuaikan sinyal yang cocok untuk dikirim dengan tingkat informasi yang hilang sangat kecil. Transmitter biasanya dapat mengubah sinyal standar, karena di dalamnya terdaat converter sehingga dapat mengubah sinyal pneumatik, sinyal elektrik, dan sinyal digital. 3.1.2.2.1 Pressure Transmitter Pressure transmitter adalah alat yang berfungsi untuk
memperkuat dan mengirimkan sinyal hasil pengukuran tekanan oleh sensor tekanan. Pressure transmitter yang umum digunakan adalah differential pressure transmitter yang menggunakan prinsip
perbedaan
tekanan
pada
suatu
proses.
Pressure
transmitter yang berdasarkan pada sinyal pneumatic 3-15 psi
menggunakan prinsip dari nozze dan bellows dalam mengubah
33
besaran tekanan yang diukur ke dalam sinyal standar 3-15 psi, dan membutuhkan persediaan udara sebesar 20 psi untuk memberikan nilai sinyal 3-15 psi.
Gambar 3. 28 Mekanisme kerja differential-pressure transmitter pneumatik
Pressure transmitter elektronik yang sering digunakan
menggunakan
prinsip
mempengaruhi
besarnya
dari
perbedaan
kapasitansi
pada
tekanan suatu
yang sensor.
Transmitter ini mengubah besaran tekanan menjadi sinyal elektrik 4-20 mA.
Gambar 3. 29 Prinsip pengukuran differential-pressure transmitter elektrik
Saat ini pressure transmitter sudah dimodifikasi dengan menggabungkan sensor tekanan di dalamnya, sehingga mudah dalam pemasangannya. Oleh karena itu, sering disebut bahwa pressure transmitter adalah suatu alat pengukur tekanan juga,
34
karena di dalamnya terdiri dari sensor, pengkondisi sinyal, dan dapat langsung mengirimkan sinyal kepada pengontrol. 3.1.2.2.2 Level Transmitter Level transmitter adalah alat yang berfungsi untuk
mengkondisikan sinyal dan mengirimkan sinyal hasil pengukuran besaran ketinggian. Seluruh alat pengukuran tekanan pada suatu tangki dapat digunakan menjadi level transmitter , sehingga besaran yang pada mulanya berupa tekanan hidrostatik dari fluida di dalam tangki diubah menjadi besaran ketinggian ( dalam %, meter, atau feet) , dan dapat diubah menjadi sinyal standar komunikasi 4-20 mA untuk dikirimkan ke pengontrol.
Gambar 3. 30 Penggunaan level transmitter
3.1.2.2.3 Flow Transmitter Flow transmitter adalah alat yang berfungsi untuk
mengkondisikan dan mengirimkan sinyal pengukuran aliran. Seperti halnya pressure transmitter , flow transmitter sudah dilengkapi dengan sensor pengukuran aliran sehingga semua semua pengukuran aliran merupakan flow transmitter . Contohnya adalah vortex flow transmitter , magnetic flow transmitter , ultrasonic flow transmitter, dan head pressure flow transmitter . Flow
transmitter mendapatkan
hasil
pengukuran
berupa
perbedaan tekanan dan atau aliran lalu mengubahnya menjadi besaran sinyal komunikasi standar 4-20 mA. 3.1.2.2.4 Temperature Transmitter
35
Temperature transmitter adalah alat yang berfungsi untuk
mengkondisikan
dan
mengirimkan
sinyal
pengukuran
temperature . Seperti halnya pressure transmitter , temperature transmitter sudah
dilengkapi
dengan
sensor
pengukuran
temperature sehingga semua semua pengukuran temperature merupakan transmitter . Contohnya adalah thermocouple yang pada awalnya mengubah besar temperature menjadi tegangan listrik lalu diubah kembali menjadi besaran sinyal 4-20 mA, RTD dan
thermistor
yang
menunjukkan
besaran
temperature
berdasarkan hambatan listrik, apabila diberikan suatu sumber daya maka akan menghasilkan arus yang menjadi besaran sinyal 4-20 mA.
Gambar 3. 31 Mekanisme temperature transmitter
3.1.2.3 Transmisi digital
Transmisi sinyal yang dilakukan telah berkembang pesat, tidak hanya menggunakan sinyal komunikasi standar (3-15 psi, 4-20 mA, dan 1-5 V) namun menggunakan sinyal digital yang memiliki kecepatan transmisi sangat tinggi dan membutuhkan daya yang lebih rendah dibandingkan dengan komunikasi analog lainnya (pneumatik dan elektronik). Transmisi berbasis digital menggunakan topologi bus pada jaringan LAN sehingga sistem lebih fleksibel dalam proses pengontrolan maupun monitoring. Kabel yang digunakan yaitu serat optik sehingga sinyal yang dikirimkan tidak mengalami perubahan dan dapat dikirimkan dengan sangat cepat. Kabel serat optik yang digunakan dapat mentransmisikan sinyal yang sangat banyak secara sekaligus sehingga
36
penggunaan kabel dihemat. Contoh dari sistem transmisi digital adalah Foundation Fieldbus, Profibus, Modbus, dan HART. 3.1.3 Instrumentasi Kontrol 3.1.3.1 Pengontrol
Pengontrol adalah suatu alat yang dapat mengontrol dari j alannya suatu proses dengan adanya masukan besaran pengukuran dan mengatur suatu actuator agar proses berjalan dengan optimum. Pengontrol merupakan suatu elemen penting dalam suatu proses dan dilakukan pengembangan terus menerus. Pengontrol berfungsi untuk melakukan perhitungan berdasarkan perbandingan sinyal umpan balik (besaran proses) dan sinyal referensi ( set point) lalu memberikan suatu sinyal pada elemen kontrol untuk melakukan tindakan pengendalian proses yang berlangsung. Contoh dari pengontrol adalah pengontrol pneumatic, DCS ( Distributed Control Systems ), PLC (Programmable Logic Controllers), dan SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition).
Metode kontrol pada pengontrol terdiri dari berbagai macam, seperti PID (Proportional – Integral – Derivative) yang merupakan jenis kontrol konvensional hingga kontrol terdepan, seperti JST (Jaringan Saraf Tiruan), Fuzzy Logic, Self-Tuning, dan berbagai macam lainnya yang akan dibahas pada bagian kontrol. 3.1.3.1.1 Pengontrol pneumatik ( Pneumatic Controllers )
Pengontrol pneumatik merupakan jenis pengontrol yang paling awal digunakan, yaitu pada tahun 1920. Posisinya diletakkan di dekat dengan elemen kontrol (valve) dan menggunakan bellows, baffles, dan nozzle untuk menentukan besaran PID. 3.1.3.1.2 PLC ( Programmable Logic Controllers )
PLC merupakan suatu sistem pengontrol yang dapat mengatur suatu proses menggunakan diagram tangga yang sederhana. Kelebihan PLC adalah waktu respon yang sangat cepat (dalam orde nano detik) dan diagram tangga atau diagram
37
logika yang dapat dibuat dengan sangat mudah. Kelemahannya adalah banyaknya masukan dan keluaran (input – output ) sangat sedikit yang dapat dikontrol, sehingga digunakan pada suatu sistem yang memiliki jumlah input-output yang sedikit dan membutuhkan respon yang sangat cepat, seperti pada sistem ESD ( Emergency Shut Down ). 3.1.3.1.3 DCS ( Distributed Control Systems )
DCS adalah suatu sistem pengontrol digital yang berbasis komputer yang digunakan untuk mengatur suatu sistem proses yang memiliki banyak masukan dan keluaran dan menggunakan sistem kontrol yang rumit maupun konvensional. Sistem pengontrol DCS mengendalikan berbagai sistem proses secara terdistribusi, sehingga proses pengawasan dapat dilakukan dari ruangan yang jauh dari lapangan sehingga keamanan akan lebih terjaga dan dapat mengawasi seluruh proses yang berlangsung di lapangan atau pabrik. DCS dapat dikombinasikan dengan penggunaan PLC dan berbagai macam sistem pengontrol lainnya. 3.1.3.1.4 SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition)
SCADA merupakan suatu sistem pengontrol yang dapat mengawasi berbagai macam sistem kontrol pada lapangan dari jarak yang sangat jauh dan mengakuisi data dari proses yang berlangsung dalam orde hari, bulan, dan tahun. 3.1.3.2 Elemen Kontrol ( Final Control Element )
Elemen kontrol merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mengatur suatu proses yang terjadi berdasarkan pada sinyal kontrol yang diberikan oleh elemen pengontrol. Elemen kontrol pada umumnya berupa aktuator, seperi control valve dan motor (kompressor, motor synchro, dan motor stepper). 3.1.3.2.1 Control Valve Control valve merupakan suatu alat yang berfungsi untuk
mengendalikan aliran pada suatu proses dengan membuka atau
38
menutup katup berdasarkan pada sinyal koantrol yang diberikan oleh pengontrol. Control valve memiliki desain yang berbeda, yaitu katup yang bukaannya diskrit (on-off) dan katup yang bukaannya analog (throttle). Control valve terdiri dari 2 bagian utama, yaitu badan katup (valve body) dan aktuator katup (valve actuator ).
Gambar 3. 32 Berbagai jenis valve body tipe sliding-stem
Badan katup atau valve body merupakan komponen yang mempengaruhi terhadap aliran proses. Jenis valve body yang digunakan adalah sliding-stem dan rotary-stem. Valve jenis sliding-stem
merupakan
katup
yang
gerakan
bukaannya
merupakan pergerakan lurus. Contohnya adalah globe valve, gate valve, dan diaphragm valve. Jenis valve ini pada umumnya adalah direct acting, berarti bukaan valve akan sama dengan gerakan stem menjauhi badan valve, dan valve akan tertutup apabila stem bergerak mendekati valve. Sedangkan reverse acting berarti kebalikan dari direct acting, dimana valve akan
39
membuka apabila stem bergerak mendekati valve, sedangkan valve akan tertutup apabila stem bergerak menjauhi valve.
Gambar 3. 33 Berbagai jenis valve body jenis rotary-stem
Jenis dari valve body yang lain adalah rotary-stem dimana gerakan bukaannya berdasarkan gerakan putaran pada batang untuk mengatur aliran. Kelebihan jenis rotary-stem dibandingkan dengan sliding-stem adalah pada sliding stem saat valve membuka penuh maka fluida tetap akan terhalangi oleh valve sehingga menganggu aliran, sedangkan pada rotary stem tidak terjadi. Contoh dari valve jenis rotary stem adalah ball valve, butterfly valve, dan disk valve. Aktuator katup atau valve actuator merupakan komponen yang bergungsi untuk memberikan daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan valve body. Perbedaan pada valve disktrit dan valve analog dilihat dari jeni valve actuator yang digunakan. Aktuator yang digunakan untuk valve diskrit hanya memberikan 2 posisi yaitu terbuka penuh dan tertutup penuh, sedangkan aktuator untuk valve analog harus memberikan berbagai posisi yang sangat akurat, seperti bukaan 0%, 10%,50%,80%, 100%, dan lain-lain. Aktuator yang digunakan untuk valve tipe sliding-
40
stem dan rotary-stem adalah pneumatik, hidrolik, motor elektrik,
dan manual (tangan/ hand ). Aktuator pneumatik menggunakan tekanan udara untuk menggerakkan
piston
atau
diafragma
yang
lunak
dalam
menjalankan mekanisme katup. Tekanan udara yang dibutuhkan berdasarkan dari pengontrol pneumatik, atau berasal dari converter I/P yang mengubah sinyal elektrik menjadi sinyal pneumatic (4-20 mA menjadi 3-15 psi). Sumber tekanan udara yang dibutuhkan sebesar 20 psi.
Gambar 3. 34 Mekanisme kerja aktuator pneumatik
Aktuator hidrolik bekerja menggunakan tekanan cairan untuk menggerakkan mekanisme valve. Aktuator hidrolik menggunakan piston untuk mengubah tekanan menjadi gaya mekanik
dalam
menggerakkan
valve,
dan
lebih
banyak
digunakan pada valve diskrit (valve on-off). Aktuator
elektrik
merupakan
aktuator
yang
dapat
digunakan untuk valve diskrit (valve on-off) maupun valve analog (valve throttling). Jenis aktuator elektrik yang digunakan untuk valve diskrit adalah solenoid dan relay, sedangkan untuk valve analog adalah motor. Aktuator manual menggunakan tenaga tangan manusia untuk menggerakkan valve, yaitu dengan cara memutar suatu roda.
41
Gambar 3. 35 Aktuator manual
Aksi pada control valve ada 2 jenis yaitu ATO ( Air to Open) dan ATC ( Air to Close ). ATO atau Air to Open
merupakan jenis aksi pada control valve yang akan membuka apabila diberikan udara, sama dengan kondisi reverse acting. ATO pada kondisi awalnya yaitu tertutup (normally close/NC ) sehingga biasanya disebut FTC ( Fail to Close) dimana apabila terjadi kegagalan atau sistem mati, maka kondisi valve akan menuju kondisi normalnya dengan menutup aliran. ATC atau Air to Close merupakan jenis aksi pada control valve yang akan
menutup apabila diberikan udara, sama dengan kondisi direct acting. ATC pada kondisi awalnya yaitu terbuka (normally open/NO) sehingga biasanya disebut FTO (Fail to Open) dimana
apabila terjadi kegagalan atau sistem mati, maka kondisi valve akan menuju kondisi normalnya dengan membuka aliran. Penggunaan jenis aksi pada control valve tergantung kepada proses yang berlangsung. Sizing Control Valve merupakan cara yang dibutuhkan
untuk menentukan jenis control valve yang akan digunakan, terutama pada valve body. Caranya merupakan kombinasi dari teori dan eksperimen yang sudah dilakukan. Karakteristik pada control valve berdasarkan pada posisi stem terhadap laju aliran. Terdapat 3 jenis yaitu quick-opening, linear , dan equal-percentage. Berdasarkan pada sizing, maka
42
dapat ditentukan karakteristik control valve yang digunakan pada proses.
Gambar 3. 36 Karakteristik dari control valve
Gambar 3. 37 Penampang valve berdasarkan karakteristiknya
Positioner merupakan elemen penting pada control valve terutama pada valve analog/throttling. Positioner pada umumnya menggunakan pegas untuk mengubah gaya mekanik menjadi gerakanan,
dan
membutuhkan
I/P
membutuhkan sumber berupa sinyal pneumatik.
43
converter karena
Gambar 3. 38 Mekanisme kerja positoner
3.1.3.2.2 Motor
Salah satu cara untuk mengatur suatu proses adalah menggunkan motor, karena control valve digunakan untuk mengatur suatu proses berdasarkan pada motor yang digunakan putarannya tetap. Motor digunakan untuk mengaduk proses (agitator / servo motor ), compressor, dan untuk menggerakkan posisi suatu benda (stepper motor ).
44
3.2 Konsep Dasar Sistem Kontrol Proses 3.2.1
Konsep Dasar Sistem Kontrol
Sistem kontrol adalah suatu sistem yang dapat mengendalikan suatu proses berdasarkan pada masukan dan keluaran yang dibutuhkan. Pada dasarnya sistem kontrol terdiri dari 3 besaran, yaitu masukan, proses, dan keluaran.
Gambar 3. 39 Blok diagram sistem kontrol sederhana
Dalam sistem kontrol terdapat beberapa besaran yang menentukan proses pengendalian, yaitu : •
Controlled Variable atau Process Variable (PV) adalah besaran
yang dikontrol. •
Manipulated
Variable (MV)
adalah
besaran
yang
harus
dimanipulasi untuk mengendalikan proses. •
Set Point Value (SP) adalah besaran yang menjadi referensi pada
sistem kontrol. Komponen yang dibutuhkan pada sistem kontrol yaitu : •
Proses adalah sistem yang akan dikontrol.
•
Pengontrol adalah suatu perangkat yang berfungsi memberikan sinyal untuk mengontrol.
•
Sensor, transduser, dan transmitter adalah perangkat untuk mendeteksi besaran yang dikontrol.
•
Aktuator atau Final Control Element adalah komponen yang melakukan aksi untuk memberikan besaran yang dimanipulasi.
3.2.1.1 Konsep Dasar Lup Terbuka dan Tertutup
Sistem kontrol terdiri dari sistem kontrol lup terbuka dan tertutup. Sistem kontrol lup terbuka merupakan suatu sistem kontrol yang dikerjakan secara manual, sedangkan sistem kontrol lup tertutup merupakan sistem kontrol yang dapat bekerja secara otomatis.
45
Gambar 3. 40 Blok diagram kontrol lup terbuka
Gambar 3. 41 Blok diagram kontrol lup tertutup
3.2.1.2 Konsep Umpan Balik
Konsep umpan balik ( feedback ) merupakan sistem dengan kontrol lup tertutup untuk membandingkan antara besaran PV dengan besaran SP dalam proses pengendalian suatu sistem. Konsep umpan balik terdiri dari 2 jenis, yaitu umpan balik positif dan umpan balik negatif. Penggunaan jenis umpan balik tersebut tergantung pada sistem yang akan dikendalikan, namun pada umumnya lebih banyak digunakan kontrol umpan balik negatif.
Gambar 3. 42 Blok diagram kontrol lup umpan balik positif
Gambar 3. 43 Blok diagram kontrol lup umpan balik negatif
46
3.2.1.3 PID ( Proportional – Integral – Derivative )
PID merupakan suatu metode kontrol yang konvensional atau paling banyak digunakan pada suatu sistem kontrol dalam menentukan besarya PV ( Manipulated Variable). PID menggunakan 3 jenis metode perhitungan yaitu Proportional, Integral, dan Derivative. Pengontrol Proportional ditentukan berdasarkan pada gain atau penguatan sistem
kontrol. Fungsi dari kontrol propotional adalah respon sistem akan makin cepat menuju kondisi stabil, namun selalu timbul offset atau perbedaan nilai MV dengan SP. Pengontrol Integral berdasarkan pada operasi integral dan dapat menghilangkan offset , namun menyebabkan respon sistem akan lambat. Pengontrol Derviative berdasarkan pada operasi penurunan (derivative), berfungsi untuk meningkatkan kestabilan dan memperbesar redaman, namun menimbulkan sistem terlalu sensitif pada gangguan (noise). Kombinasi dari ketiga jenis pengontrolan tersebut yaitu kontrol P , kontrol P-I, kontrol P-D, dan kontrol PID.
. Kontrol Integral : Kontrol Derivative : . Kontrol P-I : . Kontrol P-D : . Kontrol PID : . Kontrol P (Proportional):
Dimana :
100 % Kontrol PID digunakan agar proses dapat mencapai kondisi kontrol yang optimum, yaitu memenuhi kriteria redaman seperempat.
47
Gambar 3. 44 Kurva kontrol optimum redaman seperempat
Gambar 3. 45 Respon proses pengontrolan
Cara yang digunakan untuk mendapatkan besaran PID adalah dengan berbagai cara, seperti Cohen-Coon, Ziegler-Nichols, dan berdasarkan intuisi manusia. 3.2.2
P&ID ( Piping / Process and Instrument Diagram) dan PFD ( Process Flow Diagram )
P&ID atau Piping / Process and Instrument Diagram adalah suatu gambar yang menunjukkan suatu unit proses yang terdiri dari berbagai macam instrumentasi dan komponen yang berada di unit proses tersebut. Isi dari P&ID terdiri dari ukuran pipa dan tube yang digunakan, kondisi proses saat maksimum- minimum-dan keadaan normal, serta jenis dari instrument dan komponen pengirim sinyal yang digunakan.
48
PFD atau Process Flow Diagrams adalah gambar yang menunjukkan suatu unit proses dan penjelasan dari keadaan prosesnya tersebut. PFD biasanya dibuat menggunakan HMI ( Human Machine Interface) yang menunjukkan kondisi proses yang sedang berjalan s ecara
aktual. Perbedaan PFD dan P&ID yaitu pada P&ID data instrument diberikan secara lengkap pada kondisi maksimum, minimum, dan kondisi normal. 3.2.3 Advanced Regulatory Control Process (Sistem Kontrol Proses Lanjutan) 3.2.3.1 Cascade Control Cascade control adalah suatu konsep sistem kontrol
untuk meredam gangguan pada sistem kontrol konsep umpan balik yang sulit mencapai kondisi kestabilan akibat gangguan pada proses, bukan berasal dari kesalahan PID. Prinsip dasar dari konsep kontrol kaskade adalah menghilangkan gangguan pada proses sekunder yang mempengaruhi proses primer yang akan diatur dan mencapai kondisi stabil. Kontrol kaskade digunakan apabila terdapat gangguan pada keluaran proses sekunder yang mempengaruhi proses primer dan penguatan pada proses sekunder besarnya nonlinear. Proses kerja dari konsep kaskade adalah keluaran pada kontrol primer akan menjadi set point bagi pengontrol sekunder dan akan mempengaruhi pada aksi kontrol sekunder.
Gambar 3. 46 Blok diagram kontrol kaskade
49
Gambar 3. 47 P ID kontrol ka skade pada hea t exchanger
3.2.3.2 RatioC ontrol
Kont ol ratio ad lah bentuk rangkap da i kontrol u pan balik ya g mempun ai 2 atau lebih besaran yang akan iatur pada engontrol. Kontrol ratio iasanya digunakan unt k mengatu masukan pada proses ya g diatur p rbandingannya, sehingga tujuan akhir dari proses dapat ter apai.
Gambar 3. 48 Kontrol ratio pada boi er
50
3.2.3.3 Overri e Control
Kontrol override adalah sua u sistem
ontrol mu tivariables
(besaran yang banyak) di ana manipulated vari ble (MV) dapat diatur de gan memilih salah satu dari 2 besa an yang berbeda. Kontrol override digunakan unt k mengoptimalkan kerja dari siste
kontrol.
Ga bar 3. 49 Con toh dari kontr l Override
3.2.3.4 Feedfo rward Cont rol Feedfo ward Cont ol atau kontrol umpan maju merupakan suatu
ko sep sistem kontrol ya g digunakan untuk meredam gan guan pada sis em kontrol umpan balik, dimana gangguan yang terjadi berlangsung terus-menerus. Dengan konsep umpan maju ini, diharapkan proses tidak ak n mengalami ganggu n dan mencapai kondisi kestabilan dengan ce at. Sistem kontrol y ng menggunakan ko binasi ant ra konsep umpan balik dan umpan terbaik dalam
aju akan
enghadapi gangguan.
51
enjadi suatu sistem k ntrol yang