STUDI PUSTAKA MODIFIKASI MINYAK NABATI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PELUMAS BIO Agung Siswahyu dan Tri Yuni Hendrawati
STUDI PUSTAKA MODIFIKASI MINYAK NABATI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PELUMAS BIO Agung Siswahyu dan Tri Yuni Hendrawati Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal, Jl.Raya Al-Kamal No.2, Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11520, Telepon 021-5811088, Fax 021-58300105 Email: adzhuma@yahoo.com
abstrak Pemanfaatan minyak nabati sebagai sumber bahan baku minyak pelumas merupakan jawaban dari meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan pelestarian lingkungan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku pelumas atau biasa disebut dengan pelumas bio. Tercatat penggunaan pelumas bio didunia sebesar 46Juta KL/tahun dan pertumbuhannya 2%/tahun. Penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku pelumas memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Ketahanan oksidasi dan kemampuan tuang pada suhu rendah merupakan kelemahan minyak nabati. Modifikasi dengan rekayasa genetik mampu mengubah gen dalam tanaman, sehingga mengubah komposisi minyak yang dihasilkan. Modifikasi secara kimia dengan modifikasi gugus karboksil melalui reaksi transesterifikasi dan pembentukan fatty amina, serta dengan memodifikasi rantai hidrokarbon dengan reaksi hidrogenasi, epoksidasi, ozonisasi, karboksilasi dan olefin methatesis menjadi pilihan dalam rangka meningkatkan ketahanan oksidasi dan kemampuan tuang pada suhu rendah untuk minyak nabati. Hasil modifikasi dengan rekayasa gen mampu mengubah komposisi kandungan ikatan tak jenuh menjadi ikatan jenuh sehingga mampu meningkatkan sifat minyak nabati yang dihasilkan. Hasil modifikasi dengan cara kimia menhasilkan senyawa baru dengan rantai hidrokarbon yang lebih pendek, jenuh dan memiliki cabang sehingga kualitasnya setara dengan bahan baku pelumas berbasis minyak bumi. Kata Kunci : Pelumas Bio, Stabilitas Oksidasi, Kemampuan tuang, Modifikasi genetik dan kimia
Abstract Utilization of vegetable oils as a source of lubricating oil feedstock is the answer to increase awareness of the world community in preserving the environment. It is characterized by the increasing amount of use of vegetable oil as a raw material commonly referred to as a lubricant or lubricant bio. Recorded the use of bio lubricants in the world of 46 million KL / year and the growth of 2% / year. The use of vegetable oil as a lubricant material has some advantages and disadvantages. Oxidation stability and pour point is the disadvantages of vegetable oil. Modification by genetic engineering can alter genes in plants, thus changing the composition of the oil produced. Modification by the chemical modification of carboxyl groups through transesterification reaction and the formation of fatty amines, as well as by modifying the hydrocarbon chain with the hydrogenation reaction, epoxidation, ozonation, and olefin carboxylation methatesis an option in order to improve oxidation stability and pour point for vegetable oils. Modified by engineering the genes capable of altering the composition contains an unsaturated bond into saturated bonds so as to improve the properties of vegetable oil produced. Modified by chemical means get the highest new compounds with shorter chain hydrocarbons, saturated and has a branch, so the quality is equivalent to the raw materials of petroleum-based lubricant. Key Words : Biolubricant, Oxidation Stability, Pour Point, Genetic and chemical modification
Jurnal Teknologi Vol. 2 No. 2 Juli 2013 : 23 – 32
ISSN 2088-3315
23
STUDI PUSTAKA MODIFIKASI MINYAK NABATI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PELUMAS BIO Agung Siswahyu dan Tri Yuni Hendrawati
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan harus dilindungi terhadap pencemaran yang disebabkan oleh minyak pelumas dengan bahan dasar dari minyak bumi. Masalah pencemaran ini diperparah dengan kenyataan bahwa sekitar 50% dari semua pelumas yang dijual di seluruh dunia tempat pembuangan akhirnya adalah kelingkungan baik melalui penguapan, tumpahan, atau penggunaan sampai habis. Ancaman terhadap lingkungan yang disebabkan pencemaran dari pelumas, dapat dihindari dengan menggunakan pelumas hasil reklamasi dan daur ulang atau menggunakan pelumas yang ramah lingkungan. Minyak nabati diakui sebagai bahan yang memiliki sifat cepat terurai dan karena itu cocok digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pelumas ramah lingkungan. Pelumas berbasis pada minyak nabati memiliki sifat pelumasan, indeks viskositas tinggi, dan flash point yang sangat baik. Untuk bersaing dengan pelumas mineral berbahan dasar minyak, beberapa kelemahan yang melekat pada minyak nabati seperti : tingkat ketahanan terhadap toksidasi dan stabilitas suhu rendah, harus diperbaiki. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah modifikasi baik yang dilakukan secara genetik maupun dilakukan secara kimia. Penggunaan minyak nabati sebagai bahan dasar pelumas saat berkembang dengan cepat, tercatat di Amerika serikat setiap tahunnya 5 Juta Ton pelumas berbahan dasar petroleum digantikan oleh pelumas berbahan dasar minyak nabati. Tingkat pertumbuhan penggunaan minyak nabati sebagai pelumas naik 5 -8 % setiap tahunnya. Penggunaan pelumas berbahan dasar minyak nabati tidak hanya digunakan untuk minyak hidrolik saja, akan tetapi sudah banyak di gunakan pada mesin kendaraan (Sevim, et all., 2008). 1.2 Tujuan Tujuan dari dilakukannya studi pustaka ini adalah : 1. Mengumpulkan metode yang dapat dilakukan untuk melakukan modifikasi minyak nabati sebagai sumber bahan baku pelumas bio Jurnal Teknologi Vol. 2 No. 2 Juli 2013 : 23 – 32
2. Mempetakan peningkatan sifat fisik dari minyak nabati melalui metode penambahan additive, genetik dan kimiawi 1.3 Pembatasan Masalah 1. studi ini di fokuskan pada modifikasi minyak nabati sebagai sumber bahan baku pelumas bio dengan cara Genetik dan Kimiawi 2. Pustaka yang digunakan bersumber dari publikasi jurnal internasional dan buku. II. Tinjauan Pustaka 1. Pelumas Bio Pelumas bio adalah pelumas yang memiliki sifat – sifat ramah lingkungan seperti : mudah diuraikan dilingkungan, memiliki kandungan racun terhadap lingkungan yang sangat rendah akan tetapi tetap memenuhi standar pelumas yang telah ditetapkan. Pelumas bio tidak selalu terbuat dari minyak nabati akan tetapi bisa juga terbuat dari modifikasi minyak nabati maupun minyak dasar berbasis minyak bumi. Pertumbuhan penggunaan pelumas bio didunia adalah 2%/tahun dengan pemakaian saat ini sebesar 46.Juta KL. Penggunaan pelumas bio ini 48% digunakan untuk pelumas mesin, 15,3% untuk pelumas untuk proses, 10,2 % digunakan sebagai oli hidrolik dan sisanya 26,5% untuk pelumasan lainnya. Wilayah yang paling banyak menggunakan pelumas bio adalah di Asia Pasifik dengan 36,7%, Amerika Utara 28%, Eropa 12,5% dan wilayah lain sebesar 22,8%. (Bart, J. B. Dan Larry, P., 2008). Pelumas bio ini memiliki beberapa keunggulan apabila dibandingkan dengan pelumas dengan minyak dasar berbasis minyak bumi antara lain : a. Lebih cepat diuraikan bakteri karena berasal dari bahan organik b. Kandungan racun yang rendah karena tidak mengandung sulfur dan senyawa aromatik, parafinik dan naftalenik yang berasal dari minyak bumi. c. Ramah lingkungan d. Sifat pelumasan yang baik e. Indek kekentalan yang baik Akan tetapi selain sifat baik yang ada dalam pelumas bio ada juga ke lemahan dari pelumas bio, yang diakibatkan komposisi
ISSN 2088-3315
24
STUDI PUSTAKA MODIFIKASI MINYAK NABATI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PELUMAS BIO Agung Siswahyu dan Tri Yuni Hendrawati
dari minyak asalnya. Kelemahan itu antara lain : a. Kemampuan tuang pada temperatur rendah b. Ketahanan terhadap oksidasi Untuk mengatasi kelemahan yang terdapat pada minyak nabati itu maka dilakukanlah beberapa modifikasi baik secara genetik dan kimiawi. Modifikasi secara kimiawi pun dilakukan dengan cara mengubah minyak nabati menjadi seyawa lain maupun dengan penambahan aditif yang dapat meningkatkan kemampuan pelumasan dari minyak nabati. Pada akhirnya pelumas bio harus dapat memenuhi syarat fungsi pelumasan sebagai berikut : a. Memiliki kemampuan melumasi lebih tinggi sehingga mengurangi kehilangan daya karena gesekan dan akan menghasilkan tenaga lebih besar dan konsumsi bahan bakar yang lebih efisien b. Memiliki kemampuan menguap yang lebih kecil yang akan menurunkan emisi buang.
c. Memiliki indek viskositas yang lebih tinggi sehingga kemampuan melumasi lebih bertahan lama d. Memiliki stabilitas geser yang tinggi e. Memiliki sifat pencucian yang lebih tinggi sehingga mengurangi penambahan bahan pencucian f. Memiliki kemampuan menyebarkan lebih baik sehingga tidak terbentuk endapan sisa pembakaran ataupun kotoran yang terbawa bahan bakar. g. Memiliki kemampuan terurai lebih cepat sehingga mengurangi bahaya pencemaran pada lingkungan. (Jumat Salimon et al ., 2010) 2. Minyak Nabati Minyak nabati adalah minyak yang dihasilkan dari tumbuh – tumbuhan. Minyak nabati jenis ini banyak digunakan sebagai bahan baku karena komposisinya memenuhi syarat sebagai bahan baku pelumas. Berikut disampaikan komposisi minyak nabati berdasarkan kandungan ikatan yang terdapat dalam minyak nabati.
Tabel 2.1 Komposisi Minyak Nabati Minyak Nabati Minyak kedelai Minyak Rapeseed Minyak Canola Minyak Kacang Tanah Minyak Bunga Matahari Minyak Linseed Minyak Jaitun Minyak Kelapa Minyak Kelapa Sawit Minyak Inti Sawit
16:0 11,8 3,5 2,5 10 6 5 14 9 42 7
18:0 3,2 0,9 1 3 3 3 2 2 5 2
18:1 23,3 19,4 64,4 50 28 22 64 7 41 15
18:2 55,5 22,3 22,2 30 61 17 16 1 10 1
18:3 6,3 8,2 8,2
22:1
Lain
45 1 3a
52 2 72b 2c 70d
a : 20:1 (3%), b : 10:0 (7%), 12:0 (48%), 14:0 (17%), c : 14:0 (2%), d : 10:0 (5%), 12:0 (50%), 14:0 (15%). (Sevim, et al ., 2006) Komposisi minyak nabati akan sangat menentukan karakteristik dari minyak nabati yang dihasilkan, minyak nabati dengan rantai rangkap yang banyak akan memiliki pour point yang baik, akan tetapi kestabilan oksidasinya rendah. Sebaliknya minyak nabati dengan rantai rangkap yang sedikit akan tahan terhadap oksidasi akan tetapi memiliki pour point yang jelek, sebab pada temperatur kamar membeku. Dari komposisi penyusun minyak nabati tersebut kemudian kita dapat melakukan prediksi penggunaan minyak nabati yang cocok pada aplikasi yang berbeda. Kecocokan aplikasi ini didasarkan kepada : berat jenis, Jurnal Teknologi Vol. 2 No. 2 Juli 2013 : 23 – 32
kekentalan, pour point digunakan pada daerah tropis atau sub tropis, temperatur kerja pelumas dan lain – lain. Berikut disampaikan berbagai jenis minyak nabati dan prediksi kegunaannya. Tabel 2.2 Prediksi Penggunaan Minyak Nabati sebagai Pelumas Bio Kegunaannya Minyak Nabati dalam Pelumas Bio
Minyak kedelai
Pelumas , Biodiesel, Pelumas besi cetak, tinta printer, cat, coating, Sabun, shampo, deterjen, pestisida, disinfectants, plasticizer.
ISSN 2088-3315
25
STUDI PUSTAKA MODIFIKASI MINYAK NABATI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PELUMAS BIO Agung Siswahyu dan Tri Yuni Hendrawati
Minyak Rapeseed
Minyak Canola
Minyak Bunga Matahari Minyak Linseed Minyak Jaitun Minyak Kelapa Minyak Kelapa Sawit
Pelumas poros rantai mesin potong, minyak kompresor udara standar peralatan farmasi, Grease Bio, oli hidrolik, bahan bakar , sabun. Oli hidrolik, cairan sistem penggerak traktor, oil untuk kerja logam, Pelumas kelas makanan, penetrating oils, Pelumas poros rantai dll. Grease (gemuk) Coating, cat, lak dan pernis Pelumas kendaraan bermotor Pelumas mesin berbahan bakar gas Rolling Oil dan Grease (gemuk)
(Leslie et al., 2006) 3. Struktur Kimia Minyak Nabati Selain komposisi penyusun dari minyak nabati yang menentukan karakteristik dari pelumas yang akan dihasilkan, struktur dari minyak nabati juga akan menentukan karakteristik dan sifat dari pelumas. Minyak nabati dengan rantai lurus dan banyak cabang atau mirip dengan PAO (Poly Alpha Olefin) sangat disukai sebagai bahan dasar pelumas. Karena rantai lurusnya memiliki ketahanan terhadap oksidasi dan rantai cabangnya memberikan efek pour point yang baik, pada gambar 2.1 berikut ini disampaikan struktur kimia beberapa asam lemak penyusun minyak nabati.
1. Asam Oleat, 2. Asam Linoleat, 3. Asam Linolenat, 4. Asam Oleostearat, 5. Asam Vernolat, 6. Asam Risinoleat.
Gambar 2.1 Struktur Kimia Beberapa asam Lemak Asam lemak dengan rantai rangkap yang jumlahnya sedikit (1,5,6) akan memiliki ketahanan oksidasi lebih baik dari pada asam lemak (2,3,4), agar minyak nabati ini memiliki keunggulan sifat fisika maka harus dilakukan modifikasi (Bailey & Hui, 2005) 4. Stabilitas Oksidasi Stabilitas oksidasi adalah sifat pelumas yang menunjukkan kemampuan tidak rusaknya minyak dasar akibat adanya peningkatan temperatur. Stabilitas oksidasi ini dipengaruhi oleh komposisi kimia yang terdapat didalam minyak. Semakin jenuh rantai karbon yang terdapat dalam minyak maka stabilitas oksidasinya makin baik sebaliknya demikian. 5. Kemampuan Tuang Kemampuan tuang adalah suatu sifat yang ditandai dengan kemampuan minyak mengalir pada suhu terendah atau biasa disebut dengan pour point. Sifat ini dipengaruhi oleh komposisi kimia yang terdapat didalam minyak. Semakin jenuh rantai karbon yang terdapat dalam minyak maka kemampuan tuangnya akan berkurang sebaliknya demikian. Selain itu adanya percabangan dalam rantai hidro karbon akan memberikan kemampuan tuang lebih baik dibandingkan dengan hirokarbon lurus tanpa cabang.
Jurnal Teknologi Vol. 2 No. 2 Juli 2013 : 23 – 32
ISSN 2088-3315
26
STUDI PUSTAKA MODIFIKASI MINYAK NABATI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PELUMAS BIO Agung Siswahyu dan Tri Yuni Hendrawati
III Metode Modifikasi Minyak Nabati Modifikasi minyak nabati dilakukan untuk meningkatkan propertis dari minyak nabati, modifikasi dapat dilakukan dengan 2 cara : 1. Modifikasi Secara Genetik 2. Modifikasi Secara Kimia 3.1 Modifikasi Secara Genetik Modifikasi secara genetik adalah upaya yang dilakukan agar komposisi asam lemak dalam minyak yang semula memiliki ikatan rangkap yang banyak dibuat menjadi lebih sedikit, hal ini dilakukan dengan cara melakukan rekomposisi DNA suatu tumbuhan sehingga didapat komposisi DNA baru dengan semua sifat unggulnya. Cara seperti ini disebut dengan ransgenik. Proses rekomposisi (transgenik) ini dilakukan dengan 2 cara : pertama dengan memanfaatkan mikroba Agrobacterium sebagai pembawa sifat unggul yang disebarkan pada media tanam tanaman yang akan dilakukan rekomposisi DNA sehingga dlam perjalanannya secara alamiah akan dihasilkan bibit baru yang memiliki sifat unggul, kedua dengan cara particle bombardment, cara ini dilakukan dengan cara impregnasi DNA unggul yang dilapisi partikel emas nano kedalam embrio suatu tanaman metode ini dilakukan dimedia cawan. Gambaran secara umum proses modifikasi dengan cara particle bombardment disampaikan pada gambar 3.1.
kemudian dilakukan Coating DNA menggunakan partikel emas, b. Impregnasi DNA Coated Particle kedalam embrio tanaman dengan menggunakan Gene Gun. c. Integrasi antara DNA Coated Particle dengan DNA tanaman, diikuti dengan pemilihan DNA yang telah terintegrasi, dilakukan setelah 4 – 6 minggu setelah proses impregnasi d. Pengembangbiakan tanaman hasil modifikasi atau biasa disebut dengan tanaman transgenik (Monica et all., 2006). Hasil Modifikasi ini dapat dilihat pada tanaman kedelai, dimana tanaman kedelai dapat dirubah komposisi penyusun asam lemaknya sehingga memiliki sifat yang cocok untuk bahan baku pelumas. Komposisi hasil modifikasi ini dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 3.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Kedelai Konvensional dan Transgenik (Monica et all., 2006)
Gambar 3.1 Proses Modifikasi Dengan Metode Particle Bombardment (Monica et all., 2006) Langkah modifikasi dengan metode particle bombardment a. Pembuatan DNA Coated Particle. Penggabungan dan rekomposisi DNA unggul dari tanaman unggul yang ada Jurnal Teknologi Vol. 2 No. 2 Juli 2013 : 23 – 32
Dari gambar diatas kita mengetahui bahwa minyak kedelai yang semula memiliki asam Linoleat sebagai penyusun yang dominan setelah dilakukan modifikasi menjadi memiliki asam Oleat sebagai penyusun yang dominan, sehingga jika kita akan menggunakannya sebagai bahan baku pelumas proses penjenuhan berlangsung lebih nudah dan sedikit yang secara langsung juga akan mengurangi biaya untuk modifikasi.
ISSN 2088-3315
27
STUDI PUSTAKA MODIFIKASI MINYAK NABATI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PELUMAS BIO Agung Siswahyu dan Tri Yuni Hendrawati
3.2 Modifikasi Secara Kimia Proses modifikasi secara kimiawi dilakukan dengan mereaksikan langsung minyak nabati dengan bahan – bahan kimia yang cara spesifik dapat memberikan sifat baru dari sifat asalnya. Secara garis besarnya modifikasi ini dibagi menjadi 2 jalur modifikasi yaitu : 3.2.1 Modifikasi pada Gugus karboksil 3.2.1.1 Transesterifikasi Reaksi ini dilakukan pada minyak untuk memecah minyak menjadi ester dan gliserol menggunakan alkohol dan katalis. Proses ini pertama kali dikembangkan oleh Duffy dan J.Patrick diawal tahun 1853. Ester yang dihasilkan memiliki sifat yang sangat mirip dengan bahan bakar solar sehingga hasil proses ini banyak digunakan sebagai pengganti bahan bakar solar atau sering disebut dengan BioSolar atau Biodiesel. (Sevim et al., 2006) Skema reaksi Transesterifikasi secara umum dapat dilihat pada gambar 2.4.
Minyak Nabati Metanol
Metil ester Gliserol
Gambar 3.3 Skema Reaksi Transesterifikasi Secara Umum 3.2.1.2 Pembentukan Fatty Amina Proses ini berlangsung dengan mereaksikan minyak nabati dengan amonia, yang akan menghasilkan amida dan nitril sebagai hasil sampingnya. Nitril yang dihasilkan kemudian di Hidrogenasi menggunakan katalis nikel menjadi lemak Amina (Sevim et al., 2006). Modifikasi pada Rantai Hidrokarbon Reaksi ini merupakan reaksi modifikasi yang dilakukan untuk menghilangkan ikatan rangkap pada minyak nabati sehingga akan diperoleh minyak dengan ketahanan oksidasi lebih baik (Sevim et al., 2006). Gambaran umum reaksi yang dapat dilakukan pada rantai hidrokarbon digambarkan pada gambar 3.4
Gambar 3.4 Jalur Modifikasi Pada Rantai Hidrokarbon Minyak Nabati 3.2.2.1 Hydrogenasi Modifikasi menggunakan reaksi hidrogenasi merupakan reaksi penjenuhan yang paling maju teknologinya karena sudah digunakan untuk menghidrogenasi minyak petroleum, akan tetapi penjenuhan sempurna pada minyak nabati tidak diinginkan karena dapat menghasilkan sifat yang jelek pada pour point, oleh karena itu hidrogenasi yang dilakukan adalah hidrohenasi parsial. Reaksi dilakukan dengan mereaksikan minyak nabati dengan hidrogen dan katalis logam (Sevim et al., 2006). 3.2.2.2 Oxidative Scission Prinsip dari reaksi ini adalah melakukan pemotongan rantai hidrokarbon minyak nabati menjadi rantai hidrokarbon yang lebih pendek menggunakan suatu spesi oksidator kuat, oksidator yang sering digunakan adalah ozon (O3) (Sevim et al., 2006). Contoh dari reaksi ozonolisis dari suatu asam oleik ester digambarkan pada gambar 3.5 berikut ini.
3.2.2
Ester Asam Oleat Asam Nonanoat dan Nonane 1,9-Asam Dioat Gambar 3.5 Contoh Reaksi Ozonolisis
3.2.2.3 Epoksidasi Jurnal Teknologi Vol. 2 No. 2 Juli 2013 : 23 – 32
ISSN 2088-3315
28
STUDI PUSTAKA MODIFIKASI MINYAK NABATI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PELUMAS BIO Agung Siswahyu dan Tri Yuni Hendrawati
Reaksi epoksidasi merupakan reaksi yang paling cocok untuk penjenuhan minyak nabati yang dapat memberikan efek peningkatan ketahanan terhadap oksidasi. Peracid seperti asam perasetat dan asam performat adalah reagen yang paling sering digunakan untuk direaksikan dengan minyak nabati membentuk oksiran (eter) sebagai pengganti rantai rangkap. Reaksi ini biasanya berjalan pada temperatur 40 – 80oC, lamanya waktu reaksi sangat bervariasi tergantung seberapa banyak ikatan rangkap yang akan dijenuhkan dan katalis yang digunakan (Eugenius Milchert dan Anna Smagowicz, 2008). Sebagai gambaran umum reaksi ini digambarkan pada gambar 3.6
Gambar 3.6 Epoksidasi Minyak Nabati Selain reaksi utama diatas dengan keberadaan asam hasil epoksidasi ini masih memiliki kemungkinan bereaksi lanjut dengan masuknya suatu gugus senyawa lain menjadi ester.
Gambar 3.7 Reaksi Pembentukan ester (Brajendra, K. dan Sharma et all., 2008) Dari beberapa percobaan yang pernah dilakukan, pembukaan rantai oksiran dan masuknya senyawa HX maka dihasilkan beberapa senyawa baru yang memberikan sifat fisik baik pada minyak nabati. Sebagai contoh epoksidasi minyak nabati kemudian dilanjutkan dengan penambahan Boron trifluoride etherate, waktu reaksi 3 jam temperatur 50oC menghasilkan diester dengan tingkat pour point dan kestabilan terhadap oksidasi yang meningkat dari minyak nabatinya. Reaksi lanjutan
Jurnal Teknologi Vol. 2 No. 2 Juli 2013 : 23 – 32
epoksidasi dengan HX ditunjukkan pada tabel 3.1
yang
berbeda
Tabel. 3.1 Prediksi Senyawa Hasil Epoksidasi Berdasarkan Gugus HX
3.2.2.4 Karboksilasi Reaksi ini adalah reaksi antara rantai rangkap 2 dengan karbon monoksida, ada 3 jenis reaksi karboksilasi, pertama tipe Hydroformilation (oxosynthesis) adalah reaksi minyak nabati dengan CO dilanjutkan dengan hidrogenasi menghasilkan gugus hidroksil atau dioksidasi menghasilkan gugus karboksil, reaksi ini menggunakan katalis CO2(CO)8. Kedua tipe Hydrocarboxylation dan ketiga Koch synthesis adalah reaksi minyak nabati dengan CO menghasilkan dilanjutkan dengan methanolisis menghasilkan ester pada ikatan rangkap 2 nya, perbedaan reaksi tipe kedua dan ketiga adalah pada katalis yang edigunakan. Katalis yang digunakan pada reaksi tipe kedua adalah CO2(CO)8 sedangkan pada reaksi tipe ke 3 adalah asam sulfat (Sevim et al., 2006). Model reaksi secara umum untuk ketiga tipe reaksi ini dapat dilihat pada gambar 3.8.
ISSN 2088-3315
29
STUDI PUSTAKA MODIFIKASI MINYAK NABATI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PELUMAS BIO Agung Siswahyu dan Tri Yuni Hendrawati
Gambar 3.8 Tipe Reaksi Karboksilasi. a) Reaksi Tipe 3, b) Reaksi Tipe 2, c) Reaksi Tipe 1
3.2.2.5 Olefin Metathesis Reaksi ini adalah reaksi pemutusan rantai hidrokarbon minyak nabati menggunakan etilen. Hasil dari reaksi ini adalah senyawa ester dan olefin. Pada proses ini hasil pemutusan rantai hidrokarbon masih mengandung ikatan rangkap 2, oleh karena itu diperlukan proses hidrogenasi atau epoksidasi untuk melengkapi proses penjenuhan minyak nabati tersebut. Reaksi Olefin Metathesis masih dianggap reaksi yang belum ekonomis karena katalis yang digunakan masih sangat mahal dan yield yang dihasilkan masih rendah (Robert Manurung et al., 2008). Contoh reaksi Olefin Metathesis dapat dilihat pada gambar 3.9.
Gambar 3.9 Reaksi Asam Oleat Ester menghasilkan Olefin Dan Ester IV Pembahasan Minyak dasar yang digunakan sebagai bahan baku pelumas seperti PAO memiliki rantai karbon yang lurus ikatannya tunggal dan memiliki banyak cabang. Rantai karbon lurus dan ikatannya tunggal memberikan kontribusi kepada ketahanan terhadap oksidasi yang sangat baik sedangkan rantai cabang memberikan kontribusi kepada titik tuang yang rendah. Modifikasi terhadap minyak nabati dilakukan agar minyak nabati memiliki sifat – sifat yang setara dengan PAO. Modifikasi minyak kedelai Jurnal Teknologi Vol. 2 No. 2 Juli 2013 : 23 – 32
menggunakan metode genetik atau yang lebih dikenal dengan kedelai transgenik nampu mengubah komposisi minyak nabati tersebut dengan sebelumnya didominasi oleh asam linoleat (lihat tabel 2.1)dan asam linolenat yang memiliki ikatan rangkap 2 sebanyak dua buah dan 3 buah dengan komposisi 55,5% asam linoleat dan 6,3% asam linolenat serta 23,3% asam oleat dikonversikan menjadi asam oleat dengan rantai rangkap sebanyak 1 buah dengan komposisi 80% asam oleat, 2-3% asam linoleat dan 3-5% asam linolenat. Dengan perubahan komposisi ini, minyak kedelai transgenik memiliki ketahanan terhadap oksidasi lebih baik dari pada sebelumnya dan titik tuang yang rendah masih dapat dicapai dengan adanya 1 ikatan rangkap 2 yang menjadikan minyak ini tidak jenuh. Modifikasi minyak nabati secara kimia dilakukan dengan cara modifiksi terhadap gugus karboksil dan rantai hidrokarbon. Modifikasi pada gugus karboksil menghasilkan gugus baru yaitu gugus ester dan amina. Minyak nabati yang memiliki banyak ikatan rangkap dipecah dengan proses alkoholisis menggunakan alkohol dan aminasi menggunakan amonia. Hasil kedua reaksi ini akan terbentuk rantai hidrokarbon tunggal dan sedikit ikatan rangkap. Terbentuknya senyawa baru ini secara otomatis akan memberikan karakteristik yang sangat berbeda dengan minyak nabati. Modifikasi pada rantai hidrokarbon dilakukan dengan tujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap yang dimiliki oleh minyak nabati. Akibat penjenuhan ini akan terjadi penurunan kualitas minyak nabati pada kemampuan tuang minyak disuhu rendah untuk itu dilakukan penjenuhan parsial atau memasukan rantai lain pada gugus hidrokarbon sehingga terjadi percabangan yang memberikan perbaikan sifat kemampuan tuang pada minyak nabati. Penjenuhan parsial dilakukan pada metode hidrogenasi yaitu mereaksikan minyak nabati dengan hidrogen dengan bantuan katalis logam hasil dari reaksi ini adalah minyak nabati dengan jumlah rantai rangkap yang sedikit serta meningkatkan kualitas ketahanan terhadap oksidasi. Reaksi pemotongan rantai menjadi rantai hidrokarbon yang lebih pendek adalah ciri ISSN 2088-3315
30
STUDI PUSTAKA MODIFIKASI MINYAK NABATI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PELUMAS BIO Agung Siswahyu dan Tri Yuni Hendrawati
reaksi minyak nabati dengan oksidator kuat seperti ozon (O3). Sebagai contoh suatu senyawa asam oleik ester direaksikan dengan ozon akan menghasilkan 2 senyawa baru dengan susunan hidrokarbon yang lebih pendek yang lebih memiliki ketahanan terhadap oksidasi dan kemampuan tuang ditemperatur rendah lebih baik jika dibandingkan dengan senyawa asalnya. Reaksi penjenuhan yang diikuti dengan pembentukan cabang merupakan reaksi yang diinginkan dalam peningkatan sifat fisik dari minyak nabati yang akan digunakan sebagai bahan baku pelumas bio. Reaksi semacam ini hanya dapat dilakukan pada reaksi epoksidasi. Reaksi denga cara epoksidasi akan memberikan peningkatan kualitas pada ketahanan oksidasi tetapi juga akan memberikan kemampuan tuang pada suhu rendah. Jalannya reaksi epoksidasi dilaukan secara bertahap, pertama minyak nabati akan mengalami pembukaan ikatan rangkap dengan diinisiasi oleh suatu peroksida membentuk suatu oksiran (eter). Pada tahap ini peningkatan terhadap oksidasi sudah terjadi. Untuk meningkatkan kemampuan tuang pada minyak nabati reaksi dilanjutkan dengan penambahan spesi asam (Hx) yang akan membentuk diester. Terbentuknya gugus diester ini yang akan memberikan kemampuan tuang pada suhu rendah dari minyak nabati. Pada tabel 3.1 disampaikan beberapa Hx yang digunakan dan prediksi rantai cabang yang akan terbentuk. Reaksi modifikasi hidrokarbon yang menghasilkan gugus hidroksil atau karboksil dengan mereaksikan minyak nabati dengan karbon monoksida dilanjutkan dengan reaksi dengan hidrogen atau dioksidasi dikenal dengan nama karboksilasi. Reaksi ini merupakan reaksi penjenuhan minyak yang dilakukan dengan bantuan katalis asal atau CO2(CO)8. Dari hasil reaksi ini akan di hasilkan minyak dengan ketahanan oksidasi dengan kemampuan tuang yang baik. Selain metode komersil yang tadi sudah dibahas ada satu metode modifikasi pada rantai hidrokarbon yang saat ini secara teknis pelaksanaannya masih mahal dan secara proses yield yang diperoleh masih rendah. Reaksi itu adalah olefin metathesis. Reaksi ini adalah reaksi pemotongan rantai hidrokarbon, akan tetapi hasil dari pemotongan ini masih memiliki ikatan rangkap 2 sehingga diperlukan reaksi Jurnal Teknologi Vol. 2 No. 2 Juli 2013 : 23 – 32
hidrogenasi atau epoksidasi melengkapi reaksinya.
untuk
Berdasarkan semua metode modifikasi terhadap minyak nabati yang dilakukan secara genetik dan kimia maka peta metode modifikasi dan peningkatan kualitas minyak nabati yang diperoleh dapat ditabulasikan pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Metode Modifikasi Minyak nabati Serta Peningkatan Kualitas Yang Di Peroleh Peningkatan Metode Keterangan Kualitas Genetik
Ketahanan Oksidasi
Kimia (Modifikasi Gugus Karboksil) Transesterifikasi Pembentukan Fatty Amina
Ketahanan Oksidasi
Kimia (Modifikasi Rantai Hidrokarbon ) Hidrogenasi Pemotongan Rantai
Ketahanan Oksidasi
Epoksidasi
Ketahanan Oksidasi dan Kemampuan tuang disuhu rendah Ketahanan Oksidasi dan Kemampuan tuang disuhu rendah
Karboksilasi
Olefin Metathesis
Ketahanan Oksidasi
Ketahanan Oksidasi
Ketahanan Oksidasi
Perubahan Pada komposisi penyusun minyak nabati/tidak ada perubahan senyawa kimia Pembentukan senyawa ester dgn reaksi alkoholisis Pembentukan senyawa lemak amina, reaksi dgn amonia + hidrogenasi Pemutusan rantai rangkap, reaksi dgn Hidrogen Pemutusan rantai rangkap, reaksi dgn O3 Pemutusan rantai rangkap dan pembentukan cabang, reaksi dgn peracid + Hx Pemutusan rantai rangkap dan pembentukan cabang, reaksi dgn CO + Hidrogen/Alkohol Pembentukan senyawa olefin + ester dilanjutkan reaksi dengan hidrogenasi/epoksid asi
V Kesimpulan a. Modifikasi minyak nabati dengan metode genetik akan menghasilkan perubahan komposisi minyak nabati tanpa diikuti dengan terbetuknya senyawa baru seperti yang terjadi pada modifikasi menggunakan metode kimia. b. Modifikasi rantai hidrokarbon dengan metode epoksidasi merupakan metode yang paling baik dalam meningkatkan kualitas minyak nabati sebagai bahan baku pelumas bio.
ISSN 2088-3315
31
STUDI PUSTAKA MODIFIKASI MINYAK NABATI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PELUMAS BIO Agung Siswahyu dan Tri Yuni Hendrawati
c. Metode modifikasi olefin metathesisw merupakan metode yang masih dapat dikembangkan agar lebih ekonomis dan memberikan yield lebih besar. DAFTAR PUSTAKA Bailey & Hui, 2005, ” Edible Oil and Fat Products: Chemistry, Properties, and Health Effects”, Volume 1, 6th edition, A John Wiley & Sons, Inc, New Jersey. Bart J. Bremmer & Dr. Larry Plonsker, 2008, ” Bio Based Lubricants A Market Opportunity Study Update”, United Soybean Board. Brajendra. K. Sharma, Atanu Adhvaryu, Zengshe Liu, and Sevim Z. Erhan, 2008, ” One-Pot Synthesis of Chemically Modified Vegetable Oils”, J. Agric. Food Chem., 56,P. 3049–3056 Eugenius Milchert dan Anna Smagowicz, 2008, „ Epoxidation Of Rapeseed Oil With Peracetic and Performic acid”, Biblioteka Cyfrowa Politechniki Krakowskiej, P 283 – 291. Jumat Salimon1, Nadia Salih1 and Emad Yousif, 2010, “Biolubricants: Raw materials, chemical modifications and environmental benefits”, Eur. J. Lipid Sci. Technol. 112, 519–530. Leslie R. Rudnick dan Sevim Z. Erhan, 2006,“ Natural Oils as Lubricants”, Journal of Synthetic Lubrication, Vol 17, Bab 21 Monica A. Schmidt,et all, 2006, “Biotechnological Enhancement of Soybean Oil for Lubricant Applications”, Journal of Synthetic Lubrication, Vol 17, Bab 23 Robert Manurung, et all, 2008,” Synthesis of Biolubricant Materials and Novel Fuels from Vegetable Oils”, 3rd Indonesia Fuel & Lube Conference & Exhibition. Sevim Z. Erhan, Atanu Adhvaryu, dan Brajendra K. Sharma, 2006, “Chemically Functionalized Vegetable Oils”, Journal of Synthetic Lubrication, Vol 17, Bab 22 Sevim Z. Erhan, et all, 2008, “Lubricant Base Stock Potential of Chemically Modified Vegetable Oils”, J. Agric. Food Chem., 56, 8919 – 8925.
Jurnal Teknologi Vol. 2 No. 2 Juli 2013 : 23 – 32
ISSN 2088-3315
32