BAB I PENDAHULUAN I.1
Latar Be Belakang
Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dalam bidang industri farmasi, perkembangan teknologi farmasi sangat berperan aktif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Hal ini banyak
ditunjukan
dengan
banyaknya banyaknya
sediaan
obat-obatan
yang
disesuaikan dengan karakteristik dari zat aktif obat, kondisi pasien dan peningkatan kualitas kualit as obat dengan meminimalkan meminimal kan efek efe k samping obat tanpa ta npa harus mengurangi atau mengganggu dari efek farmakologis zat aktif obat. Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di dunia farmasi pun tidak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam penyakit yang muncul. Perkembangan pengobatan pun terus dikembangkan. Berbagai macam bentuk sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan industry. Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk di konsumsi oleh masyarakat. Berbagai macam bentuk sediaan obat memiliki kekurangan, salah satu diantaranya yaitu mudah di tumbuhi mikroba. Untuk meminimalisir kekurangan tersebut, para ahli farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat. Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan digunakan dan dikombinasikan dengan baik dan benar. Dalam perkembangan kefarmasian banyak produk obat yang sediaannya di buat beragam, khususnnya untuk menarik perhatian dari
1
masyarakat untuk mengonsumsi obat tersebut, macam-macam sediaan obat yaitu serbuk, kapsul,tablet, pil, emulsi, sirup, dan supositoria. Dalam percobaan ini
kami membuat sediaan obat berupa
suppositoria, yaitu suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dengan cara memasukkan kedalam lubang atau celah dalam tubuh dimana ia akan melebur, melunak atau melarut dan memberikan efek lokal atau sistemik (Ansel, 576). I.2
Maksud Percobaan
Membuat sediaan suppositoria yang memenuhi standar dan disyaratkan untuk menghasilkan sediaan yang baik. I.3
Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk membuat sediaan suppositoria yang memenuhi standar yang disyaratkan untuk menghasilkan sediaan yang baik.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1
Teori Umum
II.1.1 Pengertian Serbuk Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh (Dirjen POM, 1979). Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rectal, vagina dan uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh (Dirjen POM, 1995). Jadi, suppositoria dapat didefinisikan sebagai suatu sediaan padat yang berbentuk torpedo yang biasanya digunakan melalui rectum dan dapat juga melalui lubang di area tubuh, sediaan ini ditujukan pada pasien yang mudah muntah, tidak sadar atau butuh penanganan cepat. II.1.2 Keuntungan dan Kerugian Suppositoria a. Keuntungan suppositoria (Ansel, 578) 1. Obat
yang
merangsang
lambung
dapat
diberikan
tanpa
menimbulkan rangsangan 2. Obat yang dirusak atau dibuat tidak aktif oleh pH atau aktivitas enzim dari lambung atau usus tidak perlu dibawa atau masuk ke dalam lingkungan yang merusak. 3. Obat yang dirusak dalam sirkulasi portal, dapat tidak melewati hati setelah diabsorpsi pada rectum. 4. Dapat digunakan oleh pasien dewasa dan anak-anak yang tidak dapat atau tidak mau menelan obat. 5. Cara yang efektif dalam perawatan pasien yang juga muntah. b. Kerugian suppositoria 1. Dosis obat yang melalui rectum mungkin lebih besar atau lebih kecil daripada yang dipakai secara oral tergantung dari
3
faktor-faktor
fisiologis
untuk
diabsorpsi
dan
sifat
basis
supositoria yang dimaksudkan untuk obat-obat sistemik. Efek lokal umumnya terjadi dengan bentuk/waktu setengah jam sampai sedikit 4 jam. 2. Cara pemakaian untuk basis PEG harus dicelupkan terlebih dahulu ke dalam air sebelum dipakai karena dapat menimbulkan iritasi. II.1.3 Basis-Basis Suppositoria 1. Minyak Cokelat (Minyak Theobroma) Minyak cokelat merupakan basis supositoria yang paling banyak digunakan, minyak cokelat seringkali digunakan dalam resep-resep pencampuran bahan-bahan obat bila basisnya tidak dinyatakan apa-apa. Sebagian besar sifat minyak cokelat memenuhi persyaratan basis ideal, karena minyak ini tidak berbahaya, lunak dan tidak reaktif, serta meleleh pada temperatur tubuh (Lachman, 1168) 2. Polietilenglikol PEG memiliki kelarutan dalam air, higroskopisitas dan tekanan uapnya berkurang dengan meningkatnya bobot molekul rata-rata. Beberapa kombinasi PEG telah disiapkan untuk basis supositoria dengan karakteristik fisika yang berbeda-beda. PEG dapat dibuat dengan metode pencetakan maupun metode kompresi dingin (Lachman, 1168). 3. Gliserin Gelatin Supositoria gelatin yang mengandung gliserin tidak mencair pada temperatur tubuh, tetapi agak larut dalam sekresi lubang tubuh dimana
supositoria
dimasukkan.
Supositoria
gelatin
yang
mengandung gliserin membantu pertumbuhan bakteri atau jamur (Lachman, 1168). II.1.4 Syarat-Syarat Basis yang Ideal
4
Adapun syarat-syarat basis supositoria yang ideal yaitu (Voight, 282-283): a) Secara fisiologis netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus) b) Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat) c) Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil) d) Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku e) Interval yang rendah antara titik lebur mengalir dan titik lebur jernih II.1.5 Metode Pembuatan Suppositoria 1. Pembuatan dengan cara mencetak Pertama melebur basis, mencampurkan bahan obat yang diinginkan, menuang hasil leburan ke dalam cetakan, membiarkan leburan menjadi dingin dan mengental menjadi supositoria dan melepaskan supositoria dengan oleum cacao, gelatin gliserin, PEG dan banyak basis supositoria lainnya yang cocok dibuat dengan cara mencetak (Ansel, 585). 2. Pembuatan dengan cara kompresi Supositoria dapat juga dibuat dengan menekan massa yang terdiri dari campuran basis dengan bahan obatnya dalam cetakan khusus memakai alat/mesin pembuat supositoria (Ansel, 585). 3. Pembuatan secara menggulung dan membentuk dengan tangan Dengan terdapatnya cetakan supositoria dalam macam-macam ukuran dan bentuk, pengolahan supositoria dengan tangan oleh ahli farmasi sekarang rasanya hampir tidak pernah dilakukan. Namun demikian membuat supositoria dengan tangan merupakan bagian dari sejarah seni para ahli farmasi (Ansel, 585). II.2
Rancangan Formula
Tiap suppositoria 2 g mengandung: Bisakodil
10 mg
Cera flava
5%
α tokoferol
0,05 %
5
Oleum cacao II.3
qs
Alasan Penambahan
II.3.1 Alasan formulasi Supositoria adalah suatu bentuk sediaan pada yang pemakaiannya dengan cara memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh. Dimana ia akan melebur, melunak atau melarut dan memberikan efek lokal atau sistemik (Ansel, 576). Supositoria rectal dimaksudkan untuk kerja lokal dan paling sering digunakan untuk menghilangkan konstipasi dan rasa sakit, iritasi, rasa gatal dan radang sehubungan dengan wasir atau kondisi anorektal lainnya (Ansel, 578). Salah satu zat aktid yang digunakan untuk supositoria rectal yaitu bisakodil. Bisakodil tersedia sebagai tablet enteric dan supositoria. Bisakodil digunakan sebagai bahan aktif yang berguna untuk mengatasi konstipasi. Secara penggunaan oral, kerja bisakodil timbul dalam waktu 6-12 jam dan seperempat sampai satu jam setelah pemberian rectal. Pada pemberian oral bisakodil diabsorbsi kira-kira 5% dan diekskresi bersama urin. Ekskresi bisakodil terutama dalam tinja (Farmakologi dan Terapi, 529). Efek sistemik bisakodil belum pernah dilaporkan, tetapi bisakodil mempunyai efek lokal (Farmakologi dan Terapi, 529; Ansel 593). Obat-obat yang dimaksudkan untuk efek lokal umumnya tidak diabsorbsi, misalnya obat-obat untuk wasir, analgetik lokal dan antiseptic. Basis-basis yang digunakan untuk obat-obat ini sebenarnya tidak diabsorbsi, lambat meleleh dan lambat melepaskan obat, berbeda dengan basis supositoria yang dimaksudkan untuk obat-obat sistemik. Efek lokal umumnya terjadi dalam waktu setengah jam sampai paling sedikit 4 jam (Lachman, 1186). Basis supositoria yang digunakan memberikan pengaruh pada penglepasan zat aktif yang terdapat di dalamnya. Sedangkan oleum
6
cacao dengan cepat mencair pada suhu tubuh oleh karena tidak bercampur dengan cairan tubuh, ia tidak dapat secara langsung melepaskan obat yang larut dalam lemak (Ansel, 580). Metode cetak tuang merupakan metode yang paling umum digunakan untuk membuat supositoria skala kecil dan skala besar. Dengan mengunakan panas sekecil mungkin, basis supositoria yang telah ditimbang
dilebur
diatas
penangas
air
karena
biasanya
tidak
membutuhkan panas yang terlalu tinggi. Kemudian bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan ke dalamnya. Akhirnya massa dituang ke dalam cetakan yang telah diberi pelumas (Ansel, 590; Lachman, 1180). II.3.2 Alasan penambahan zat tambahan 1. Oleum cacao Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, karena pada dasarnya oleum cacao termasuk dalam kelompok ini. Oleum cacao meleleh antara 30-36°C, merupakan basis supositoria yang idel, yang dapat melumer pada suhu tubuh tapi tetap dapat bertahan sebagai bentuk padat pada suhu kamar biasa (Lachman, 582). Dibandingkan dengan basis supositoria yang lain, oleum cacao merupakan basis yang paling ideal. Gliserin bersifat higroskopik yang dapat menimbulkan efek iritasi pada permukaan mukosa. Supositoria
gelatin
yang
mengandung
gliserin
membantu
pertumbuuhan bakteri atau jamur dan sering kali digunakan dalam supositoria vaginal. Sedangkan basis supositoria PEG, tidak mengandung air sehingga dapat menimbulkan iritasi. Iritasi atau “rasa menggigit” ini disebabkan penarikan air dari mukosa (Lachman, 1174-1175; Ansel, 595). 2. Cera flava Cera flava digunakan untuk mengurangi kerapuhan dari oleum cacao dan untuk meningkatkan titik lebur supositoria. Jika
7
dibandingkan dengan cera alba, cera alba juga sering digunakan untuk meningkatkan titik lebur supositoria, umumnya dianggap sebagai bahan yang tidak beracun dan tidak mengiritasi namun kadang dapat menyebabkan hipersensitivitas (Excipien, 780). 3. α tokoferol α tokoferol atau vitamin E bekerja sebagai antioksidan yang melindungi asam lemak tak jenuh terhadap oksidasi. Apabila α tokoferol mengalami oksidasi, akan terjadi perubahan warna. Jika dibandingkan dengan antioksidan lainnya seperti butyl hidroksi anisol dan butyl hidroksi toluene, kedua bahan tersebut juga sering digunakan sebagai antioksidan namun butyl hidroksi anisol dapat mengakibatkan iritasi pada mata dan kulit. Selain itu pada pemanasan butyl hidroksi anisol akan mengeluarkan asap beracun. Sedangkan butyl hidroksi toluene, jika mengalami oksidasi akan menyebabkan kebakaran dan pada pemanasan butyl hidroksi toluene akan mengeluarkan gas iso butane yang bersifat mudah terbakar (Excipient, 76-78). II.4
Uraian Bahan
1. Bisakodil supositoria (FI IV, 155; Anderson, 563) Nama resmi
: Bisakodil Suppositoria
Nama lain
: Suppositoria bisakodil
RM/BM
: C22H19 NO4/361,4
Rumus struktur :
8
Pemerian
: serbuk
hablur,
putih
sampai
hampir
putih,
terutama terdiri dari partikel dengan diameter terpanjang lebih kecil dari 50 qm Kelarutan
: praktis
tidak
larut
dalam
air,
larut
dalam
kloroform dan dalam benzene, agak sukar larut dalam etanol dan dalam methanol, sukar larut dalam eter Stabilitas
: suppositoria
dan
tablet
salut
enteric
harus
disimpan pada suhu kurang dari 30°C Inkompatibilitas : antasida atau susu dapat melarutkan lapisan enteric
oral
tablet
bisakodil,
menyebabkan
pelepasan obat dilambung dan iritasi lambung Kegunaan
: Sebagai zat aktif
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik, pada suhu tidak lebih dari 30°
Dosis
: 5 mg – 10 mg
2. Alfa tokoferol (FI IV, 798; Excipient, 31-32) Nama resmi
: Alpha Tocopherol
Nama lain
: Alfa tokoferol, Vitamin E
RM/BM
: C19H50O2/430,72
Rumus struktur :
Pemerian
: praktis tidak berbau dan tidak berasa. Bentuk alfa tokoferol dan alfa tokoferol asetat berupa minyak nabati kental jernih, warna kuning atau kuning
9
kehijauan. D-alfa tokoferol asetat dapat berbentuk padat pada suhu dingin. Alfa tokoferol asam suksinat berupa serbuk warna putih Kelarutan
: tidak larut dalam air, larut dalam etanol, dapat bercampur dengan eter, dengan aseton, dengan minyak nabati dan dengan kloroform
Stabilitas
: tokoferol
teroksidasi
perlahan
oleh
oksigen
atmosfer, produk oksidasi meliputi tokoferil, tokoferil kuinon dan tokoferol hydroquinone serta dimer dan trimer. Tokoferol ester yang lebih stabil untuk oksidasi dari tokoferol bebas tetapi kurang efektif sebagai anti oksidan. Tokoferol harus disimpan dalam gas inert, dalam wadah kedap udara, ditempat sejuk, kering dan terlindung dari cahaya Inkompatibilitas : tokoferol tidak kompatibel dengan peroksida dan ion logam, terutama zat besi, tembaga dan perak. Tokoferol dapat diserap ke dalam plastik Kegunaan
: Sebagai antioksidan
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Konsentrasi
: 0,001-0,05%
3. Cera flava ( FI IV, 186-187; Excipient, 781) Nama resmi
: Cera flava
Nama lain
: Malam kuning
RM/BM
: C19H50O2/430,72
Rumus struktur : Pemerian
: padatan berwarna kuning sampai cokelat keabuan, berbau enak seperti madu. Agak rapuh bila dingin dan bila patah membentuk granul, patahan non
10
hablur menjadi lunak oleh suhu tangan. Bobot jenis lebih kurang 0,95 Kelarutan
: tidak larut dala air, agak sukar larut dalam etanol dingin. Etanol mendidih melarutkan asam serotat dan sebagian dari mirisin, yang merupakan kandungan malam kuning. Larut sempurna dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam
minyak
atsiri.
Larut
sebagian
dalam
benzene dan karbon disulfide dingin, pada suhu lebih kurang 30°C larut sempurna dalam benzene dan karbon disulfida Stabilitas
: ketika lilin dipanaskan di atas 150°C, esterifikasi terjadi dengan akibat penurunan nilai asam dan elevasi titik lebur. Lilin kuning stabil bila disimpan dalam wadah yang tertutup, terlindung dari cahaya
Inkompatibilitas : tidak kompatibel dengan oksidator Kegunaan
: Sebagai bahan pengeras
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Konsentrasi
: 5-20%
4. Oleum cacao (FI III, 453; Excipient, 725) Nama resmi
: Oleum cacao
Nama lain
: Lemak cokelat
Pemerian
: lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatic, rasa khas lemak, agak rapuh
Kelarutan
: sukar larut dalam etanol (95%) mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P
Stabilitas
: pemanasan oleum cacao lebih dari 36°C selama persiapan
11
supositoria
dapat
mengakibatkan
penurunan titik pemadatan karena pembentukan kristal meta stabil, hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam pengaturan supositoria. Oleum cacao harus disimpan pada temperatur tidak lebih dari 25°C Kegunaan
: Sebagai basis
Penyimpanan
: harus disimpan pda temperatur tidak lebih dari 25°C
BAB III METODE KERJA III.1
Alat yang Digunakan
1. Batang Pengaduk 2. Cawan Porselin 3. Cetakan supositoria 4. Lumpang dan Alu 5. Neraca Analitik 6. Penangas air 7. Sendok Tanduk 8. Sudip III.2
Bahan yang Digunakan
12
1. α tokoferol 2. Bisakodil 3. Cera flava 4. Oleum cacao III.3
Perhitungan Bahan v
Untuk 1 supositoria 2 g @ 5 suppo
Bisakodil 10 mg 0,01 g x 5
=
0,05 g
Nilai tukar
=
0,7 x 0,05 g = 0,035 g
Bobot supo 2 g
=
2 g x 5 = 10 g
Ditambahkan 10%
=
x 10 g = 1 g
Jadi bobot supositoria
=
10 g + 1 g = 11 g
Cera flava 5%
=
x 11 g = 0,55 g
Alfa tokoferol
=
x 11 g = 0,0055 g = 5,5 mg
1 kapsul
=
100 iu
1 mg
=
1,49 iu
1 kapsul
=
x 1 mg = 67,11 mg
=
x 4 mL caster oil
=
0,3278
Jadi alfa tokoferol yang ditambahkan = 0,3278 mL
III.5
Oleum cacao
=
11 – (0,035 + 0,55 + 0,0055) g
=
11 – 0,5905 g
=
10,4095 g
Cara Kerja
1.
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.
Ditimbang bisakodil 10 mg
3.
Dilakukan kalibrasi cetakan
4.
Dilebur cera flava pada suhu 60°C menggunakan penangas air
5.
Dimasukkan cera flava kedalam oleum cacao, lalu dilebur pada suhu 30°C
13
6.
Diaduk menggunakan batang pengaduk
7.
Ditambahkan bisakodil, diaduk sampai homogeny
8.
Dicampurkan alfa tokoferol hingga homogen
9.
Dituangkan ke dalam cetakan
10. Dimasukkan ke dalam lemari pendingin 11. Dikeluarkan dan dikemas dalam aluminium foil 12. Dimasukkan ke dalam kemasan 13. Diberi etiket dan brosur
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Pengamatan Masukkan gambar yang sudah torang seduh digelas aaaaaa
IV.2 Pembahasan
14
Serbuk adalah bentuk sediaan yang paling sederhana yang merupakan dasar awal dari bentuk sediaan seperti tablet, kapsul, dan sebagainya (Modul penuntun praktikum tekhnologi sediaan padat. 2014).Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang diserbukkan (Anief, 1993). Pada percobaan ini, dilakukan formulasi tentang serbuk efflorescen dengan zat aktif kafein. Dimana serbuk efloresen adalah adalah zat-zat yang berbentuk kristal dapat menjadi serbuk dan membebaskan kristal air. Salah satu penanganan dalam serbuk efloresen ini adalah diatasi dengan penambahan garam-garam anhidrat. Dimana garam-garam anhidrat, atau cenderung menyerap kelembaban dari udara. Dalam pemilihan zat-zat tambahan yang akan digunakan dalam formulasi, ditinjau dari berbagai aspek. Diantaranya yaitu kelarutan, inkom dari setiap bahan, kestabilan dan bahan-bahan yang cocok. Rancangan dari suatu bentuk sediaan yang tepat memerlukan pertimbangan kriteria fisika, kimia dan biologis dari semua bahan-bahan obat dan bahan-bahan farmasetik yang akan digunakan dalam membuat produk tersebut. Obat dan bahan-bahan farmasetik digunakan harus tercampur satu dengan yang lainnya, untuk menghasilkan suatu produk obat yang stabil, manjur, menarik, mudah dibuat dan aman (Ansel, 2008). Langkah awal yang dilakukan adalah menimbang masing-masing bahan yang akan digunakan yaitu untuk 1 batch atau untuk 5 sachet diperlukan kafein 0,5 g, Aspartam 0,2 g, Na Benzoat 0,004 gr, dan dextrin 19,296 g. Selanjutnya dimasukkan kafein sitrat kedalam lumpang. Dimana kafein sitrat ini merupakan pencampuran antara kafein dengan asam sitrat yang telah digerus homogen. Setelah itu digerus aspartam sebagai pemanis, dan digerus sampai homogen. Penggunaan aspartam sebagai pemanis karena aspartam merupakan material yang tidak toksik, dan memiliki tingkat kemanisan
15
160-200 kali lebih manis dari sukrosa, serta tidak ada kepahitan atau tidak meninggalkan residu (Excipient, hal 48). Kemudian aspartam dimasukkan kedalam toples dan ditambahkan Na Benzoat sebagai pengawet dalam sediaan ini. Tujuan ditambahkan pengawet dalam sediaan adalah untuk mengetahui expared date dari suatu sediaan. Selain itu juga pengawet digunakan, untuk mencegah tumbuhnya mikroba dalam suatu sediaan ( Ansel, 2008). Langkah selanjutnya digerus dextrin sebagai pengisi. Selain sebagai pengisi, dextrin juga digunakan sebagai pengering serbuk. Pengisi ini digunakan sebagai zat tambahan dan mencukupkan bobot dalam suatu sediaan. Dimasukkan dextrin kedalam toples yang berisi aspartam dan na benzoat,
dicampurkan
sampai
merata.
Kemudian
semua
bahan
dimasukkan kedalam lumpang yang berisi kafein sitrat. Semua bahan yang telah dimasukkan kedalam lumpang tadi, diatmbahkan wild cherry sebagai perasa. Lalu digerus hingga homogen, kemudian diayak serbuk yang digerus. Dimasukkan kedalam sachet dan diberi etiket dan brosur. Setelah dievaluasi kelarutannya, ternyata dengan kombinasi coffein dengan asam sitrat, sediaan ini lebih cepat larut. Karena asam sitrat memiliki kelarutan yang sangat mudah larut dalam air. Adapun sediaan ini, diindikasikan sebagai algesik atau pereda rasa sakit, perangsang jantung dan meningkatkan produksi urin. Serta pembangkit stamina dan menghilangkan rasa lelah. Dimana kafein sitrat merangsang
sistem
saraf
pusat
dengan
cara
menaikkan
tingkat
kewaspadaan, sehingga fikiran lebih jelas dan terfokus dan koordinasi badan menjadi lebih baik.
16
BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan
serbuk efflorescent adalah adalah zat-zat yang berbentuk kristal dapat menjadi serbuk dan membebaskan kristal air. Yang dapat diatasi dengan penambahan garam-garam anhidrat. Kombinasi anta ra kafein dengan asam
17
sitrat, lebih mudah larut dalam air dan diindikasikan untuk menghilangkan rasa letih. V.2 Saran
Diharapkan
kepada
seluruh
praktikan
untuk
lebih
lebih
memperhatikan dan lebih mempelajari rancangan formula, agar dapat menghasilkan sediaan yang baik.
18