ILMUKESEHATAN ANAKILMUKESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
ILMU
KESEHATAN ANAK
ILMU
KESEHATAN ANAK
116611778833NO RM : NO RM : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
1
1
6
6
1
1
7
7
8
8
3
3
NO RM :
NO RM :
SURAKARTA
1
ANAMNESIS
Nama : An. N
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 21 bulan
Ruang : Melati
Kelas : III-21
Nama lengkap : An. N Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat dan tanggal lahir : Karanganyar, 12 / 07 / 2014 Umur : 21 bulan
Nama Ayah : Tn. Y. Umur : 28 tahun
Pekerjaan ayah : Buruh serabutan Pendidikan ayah : SMK
Nama ibu : Ny. S. Umur : 24 tahun
Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga Pendidikan ibu : SMP
Alamat : Titang, Pandeyan, Karanganyar
Masuk RS tanggal : 18-04-2015 Jam : 10.32 Diagnosis masuk : Bronkiolitis
Dokter: dr. A. Septiarko, Sp.A, Ko Asisten : Ririh Rahadian S, S.Ked
Tanggal : 19 Juli 2015 (Alloanamnesis) di Bangsal Melati
KELUHAN UTAMA : batuk, sesak
KELUHAN TAMBAHAN : Panas, pilek
Riwayat penyakit sekarang
1 Hari SMRS Pasien mengeluh batuk saat siang hari. Batuk dirasakan ngiklik. Batuk tidak dapat mengeluarkan dahak. Batuk diderita tidak mengenal waktu baik pagi, siang maupun malam. Batuk tidak dipicu debu, keadaan dingin, makanan maupun alergi lainnya. Pasien juga mengeluh demam dan pilek. Demam dirasakan dari hari jumat pagi. Demam dirasakan sepanjang hari dan demam tidak tinggi. Pada sore hari pasien diperiksakan kebidan dan diberi obat. Saat malam hari demam turun akibat diberi obat oleh bidan, tetapi keluhan batuk tidak membaik. Pasien mengeluh sulit bernafas (sesak). Sesak nafas diikuti bunyi ngik-ngik. Nafsu makan menurun, minum susu menurun dan rewel. Keluhan lain seperti muntah/mual (-), BAK/BAK (+) dalam batasan normal, kejang (-), perut kembung (-), penurunan kesadaran (-), mimisan (-).
HMRS pasien datang dari IGD kiriman Poli anak dengan keadaan umum lemas, rewel, batuk tidak berdahak, sesak nafas. Keluhan tersebut disertai nafsu makan masih belum membaik, mual/muntah (-), kejang (-), perut kembung (-), penurunan kesadaran (-), mimisan(-).
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat panas : diakui
Riwayat batuk pilek : diakui
Riwayat batuk lama : disangkal
Riwayat kejang demam : disangkal
Riwayat kejang tanpa demam : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Kesan : Terdapat riwayat penyakit dahulu dengan riwayat penyakit sekarang
Riwayat Penyakit Pada Keluarga Yang Diturunkan:
Riwayat asma : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Kesan : Tidak terdapat riwayat penyakit keluarga yang diturunkan
Riwayat Penyakit Lingkungan
Riwayat penyakit batuk dan pilek: disangkal
Riwayat penyakit TB : disangkal
Kesan : Tidak terdapat riwayat penyakit lingkungan yang berhubungan dengan penyakit sekarang.
Pohon keluarga
Keterangan:
Laki-laki :
Perempuan :
Pasien :
Meninggal :
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat kehamilan ibu pasien
Ibu P2A1 Hamil yang ke tiga saat usia 23 tahun. Ibu memeriksakan kehamilannya rutin ke bidan, Ibu tidak pernah mual dan muntah berlebihan, tidak ada riwayat trauma maupun infeksi saat hamil, sesak saat hamil (-), Merokok saat hamil (-), kejang saat hamil (-). Ibu hanya minum obat penambah darah dan vitamin dari bidan. Tekanan darah ibu dinyatakan normal. Berat badan ibu dinyatakan normal dan mengalami kenaikan berat badan selama kehamilan. Perkembangan kehamilan dinyatakan normal.
Riwayat persalinan ibu pasien
Ibu melahirkan pasien dibantu oleh bidan, umur kehamilan 38 minggu, persalinan normal, presentasi kepala, bayi langsung menangis dengan berat lahir 2600 gram dan panjang 50cm, tidak ditemukan cacat bawaan saat lahir.
Riwayat paska lahir pasien
Bayi laki-laki BB 2600 gr, setelah lahir langsung menangis, gerak aktif, warna kulit kemerahan, tidak ada demam atau kejang. ASI keluar, bayi minum asi dari hari pertama lahir.
Kesan : Riwayat ANC baik, riwayat persalinan baik, riwayat PNC baik.
Riwayat makanan
0-6 bulan : ASI, susu formula, bubur susu
6-12 bulan : ASI, susu formula, bubur susu, nasi lembek
12-21 bulan : susu formula, nasi, lauk, sayur, buah buahan (pisang, jeruk)
Kesan : Pasien mendapat ASI, susu formula dan, kualitas makanan cukup.
Perkembangan dan kepandaian :
Motorik Kasar
Motorik Halus
Bahasa
Personal Sosial
Tengkurap
(4bulan)
Memegang benda (4 bulan)
Menoleh ke sumber suara
(5 bulan)
Tersenyum
(2 bulan)
Duduk sendiri
(8bulan)
Berdiri tanpa bantuan (10 bulan)
Menaruh benda di mulut (5 bulan)
Memegang makanan dan mainan sendiri (12 bulan)
Mengucap kata
(8 bulan)
Berbicara lancar (18bulan)
Bermain bersama anggota keluarga
(9 bulan)
Berjalan merambat
(12bulan)
Kesan : Motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial sesuai usia
Vaksinasi
Vaksin
I
II
III
IV
V
VI
Hepatitis B
0hari
2bulan
4bulan
6 bulan
-
-
BCG
1 bulan
-
-
-
-
-
DPT + hepatitis (combo )
2 bulan
4 bulan
6 bulan
-
-
-
Polio
1 bulan
2 bulan
4bulan
6bulan
Campak
9 bulan
-
-
-
Kesan : Imunisasi dasar lengkap.
Sosial, ekonomi, dan lingkungan:
Sosial dan ekonomi
Ayah (28 tahun, buruh serabutan) dan ibu (24 tahun, ibu rumah tangga), penghasilan keluarga sekitar Rp.1.000.000 /bulan (keluarga merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari)
Lingkungan
Pasien tinggal bersama Ayah, ibu dan kakak. Rumah dengan 1 kamar tidur, kamar mandi, ruang tamu dan dapur. WC berada di rumah paling belakag. Sumber air minum berasal dari sumur. Air minum menggunakan sumber air yang direbus, Atap terbuat dari genteng, dinding dari semen dan kayu, lantai rumah dari tanah. Ventilasi udara dan penerangan cukup. Sampah dibuang di penampungan sampah dan dibakar tiap hari.
Kesan : keadaan sosial ekonomi & kondisi lingkungan rumah kurang.
Anamnesis sistem :
Cerebrospinal : kejang (-), delirium (-)
Kardiovaskuler : sianosis (-), biru (-)
Respiratorius : batuk (+), pilek (+), nyeri tenggorokan (-), sesak (+)
Gastrointestinal : muntah (-), BAB dbn
Urogenital : BAK dbn, bengkak kemaluan (-)
Muskuloskeletal : kelainan bentuk (-) nyeri sendi (-), nyeri otot (-)
Integumentum : bintik merah (-), ikterik (-)
Otonomik : demam (+)
Kesan : terdapat masalah pada sistem respiratorius dan otonomik.
PEMERIKSAAN
JASMANI
Nama : An. N
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 21 bulan
Ruang : Melati
Kelas : III-21
PEMERIKSAAN OLEH : Ririh Rahadian S, S.Ked Tanggal 18 April 2015 Jam 13.00
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : lemah, compos mentis
TANDA VITAL :
Nadi : 136 x/menit
RR : 48 x/menit
Suhu : 36,5ºC
Status Gizi :
BB/TB : 9,8kg/75cm
BMI : 17,42
Z scores :
BMI//U : -2 < Z-Score < 2
BB//U : -2 < Z-Score < 2
Kesimpulan status gizi : baik menurut WHO
Kulit : coklat , pucat(-), sianosis(-), petekie(-),
Kel.limfe : Tidak terdapat pembesaran limfonodi
Otot : Kelemahan (-),atrofi(-),nyeri otot (-),
Tulang : Tidak ada deformitas tulang
Sendi : Gerakan bebas
Kesan : Kulit, kel limfe, Otot, Tulang dan Sendi dalam batas normal
PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala : ukuran normocephal, rambut warna hitam, lurus, jumlah cukup. Bentuk mesocephal. UUB cekung (-)
Mata : mata cowong (-/-), air mata (-/-), CA (-/-), SI (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor, edema palpebra (-/-)
Hidung : sekret (+/+), epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : mukosa bibir dan lidah basah (+), sianosis (-)
Faring : hiperemis (-), tonsil membesar (-)
Gigi : caries (-), calculus (-)
Kesan : pada pemeriksaan hidung ditemukan sekret
Leher : pembesaran limfonodi (-)
Thorak : simetris,retraksi (-) subcosta,intercosta,dan suprasternal,ketinggalan gerak(-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi :
batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
batas kiri bawah : SIC IV linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I-II intensitas reguler (+), bising jantung (-)
Kesan : Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfonodi di region sub mandibula dextra dan sinistra, thorak dan jantung dalam batas normal
Paru :
Kanan
DEPAN
Kiri
Simetris(+),retraksi (-) subcostae, intercostae dan suprasternal
Inspeksi
Simetris (+),retraksi (-) subcosta, intercosta dan suprasternal
Ketinggalan gerak (-), fremitus (+)
Palpasi
Ketinggalan gerak (-), fremitus (+)
Sonor
Perkusi
Sonor
SDV, Rh (-/-), Wh (+/+)
Auskultasi
SDV, Rh (-/-), Wh (+/+)
Kanan
BELAKANG
Kiri
Simetris (+),
Inspeksi
Simetris (+)
Ketinggalan gerak (-), fremitus (+)
Palpasi
Ketinggalan gerak (-), fremitus (+)
Sonor
Perkusi
Sonor
SDV, Rh (-/-), Whz (-/-)
Auskultasi
SDV, Rh (-/-), Whz (-/-)
Kesan : Paru terdengar suara tambahan yaitu wheezing
Abdomen :
Inspeksi : distended (-), sikatrik (-), purpura (-)
Auskultasi : peristaltik dbn
Perkusi : hipertimpani (-), pekak beralih (-),
Palpasi : turgor kulit dbn, nyeri tekan (-),
Hepar : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar
Anogenital : tidak ada kelainan
Kesan : Abdomen dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), oedema (-)
tungkai lengan
kanan kiri kanan kiri
Gerakan : bebas bebas bebas bebas
Tonus : normal normal normal normal
Trofi : entrofi eutrofi eutrofi eutrofi
Klonus Tungkai : (-) (-) (-) (-)
Reflek fisiologis : Reflek patella (+) normal, achiles (+), normal, tricep (+) normal
Refleks patologis :Babinski (-), chaddock (-), Oppenheim (-), gordon (-)
Meningeal Sign : Kaku kuduk (-), Brudzinski I (-), Brudzinski II (-), kernig (-)
Sensibilitas : Dalam batas normal
Kesan : status neurologi dalam batas normal
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH RUTIN
( 18 April 2015)
No
Parameter
Jumlah
Satuan
Nilai Rujukan
1.
Leukosit
9.320
uL
5000-10000 /uL
2.
Eritrosit
4,17
uL
4,0-5,0 / uL
3.
Hemoglobin
8,1
gr/dl
12,00-16,00 g/dl
4.
Hematokrit
26,8
%
37-47%
5.
MCV
64,3
femtoliter
82-92 fl
6.
MCH
19,4
Pikograms
27-31 pg
7.
MCHC
30,2
g/dl
32-37 g/dl
8.
Trombosit
398
uL
150.000-300.000/uL
9.
Limfosit
13,8
%
25-40%
10.
Monosit
3,1
%
3-9%
11.
Granulosit
82
%
50-70 %
Kesan : Hb, Hct, MCV, MCHC menurun, dan granulosit meningkat
RINGKASAN ANAMNESIS
1 Hari SMRS pasien batuk tidak berdahak (+), sesak nafas (+), pilek (+), demam (+), nafsu makan menurun, rewel, BAK (dbn), BAB (dbn), kejang (-).
HMRS pasien datang ke poli anak RSUD karanganyar dengan keadaan umum rewel, batuk tidak berdahak, pilek, sesak nafas (+). Keluhan pasien disertai dengan nafsu makan menurun, tidak disertai dengan kejang, penurunan kesadaran (-), mimisan(-).
Tidak terdapat riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit sekarang,
Tidak terdapat riwayat penyakit pada keluarga yang diturunkan dan penyakit lingkungan yang ditularkan pada pasien.
Pasien mendapatkan ASI, susu formula, bubur susu, nasi, lauk pauk, sayur dan buah.
Riwayat ANC baik, Persalinan spontan, Riwayat PNC baik.
Perkembangan dan kepandaian sesuai usia
Pasien melakukan imunisasi dasar lengkap sesuai dengan jadwal.
Keadaan sosial ekonomi & kondisi lingkungan rumah kurang
RINGKASAN PEMERIKSAAN FISIK
KU: CM, lemah
Vital sign dalam batas normal
Status gizi baik menurut WHO.
Pada pemeriksaan kepala dan leher dalam batas normal
Pada pemeriksaan paru terdapat suara tambahan yaitu whezing
Abdomen: dalam batas normal
Extremitas superior et inferior, dan Status neurologis dalam batas normal.
LABORATORIUM
Darah Rutin :
Hb, Hct, MCV, MCHC menurun, dan granulosit meningkat
DAFTAR MASALAH AKTIF / INAKTIF
AKTIF
Batuk (+)
Sesak nafas (+)
Pilek (+)
Demam (+)
Pasien minum susu hanya sedikit
Nafsu makan menurun
INAKTIF
-
DIAGNOSA KERJA
Bronkiolitis
Status Gizi Baik
RENCANA PENGELOLAAN
Rencana Tindakan
Obsevasi KU dan VS
Bed rest
Pemeliharaan hidrasi dan nutrisi
Rencana Terapi
Terapi Suportif dan Simptomatis
Rencana tindakan Tanpa komplikasi
Obsevasi KU dan VS
Bed rest
Cukup intake cairan peroral.
Maintenance inf RL 12 tpm makro
Inj Amoxsan 300 mg/8jam
Inj Dexametason 2mg/8jam
Nebu : Ventolin 0,4 cc / flexotid 0,4 cc / Nacl 0,5cc /8jam
Ottopan Sirup 3 x cth 1
Rencana Edukasi
Informasi mengenai penyakit yang berkaitan dengan penyakit yang diderita
Segera memanggil bantuan atau membawa pasien ke rumah sakit kembali jika didapatkan sesak napas.
Cara pencegahan penyakit dan penyebarannya dengan menghindari anak dari paparan asap rokok ataupun zat yang mengiritasi lainnya, gunakan masker bila berdekatan dengan orang yang sedang menderita batuk.
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Tgl
S
O
A
P
18 April 2015
19 April 2015
20 April 2015
Batuk tidak berdahak (+), pilek (+), sesak (+), BAB dbn, BAK dbn, makan (-), minum susu menurun, nafsu makan menurun, mual muntah (-)
Batuk (+) semakin sering, pilek (+), sesak (+), bisa tidur, nafsu makan masih belum baik, BAB dan BAK dbn
Batuk berkurang, sesak nafas berkurang, demam (-), makan minum sudah mau, dapat tidur, BAB dan BAK dbn
Keadaan Umum lemah
TANDA VITAL :
Nadi : 136x/menit
RR : 48x/menit
Suhu : 36,5ºC
Mata : ca(-/-), si(-/-)
Leher : PKGB (-/-)
Thorax : BJ I/II murni reguler
SDV (+/+), Rh (-/-), Wh (+/+)
Abdomen: distensi (-), kembung (-)
Ekstremitas : akral hangat
Keadaan Umum : lemas
TANDA VITAL :
Nadi : 130x/menit
RR : 44 x/menit
Suhu : 36,5 ºC
Mata : ca(-/-), si(-/-)
Leher : PKGB (-/-)
Thorax : BJ I/II murni reguler
SDV (+/+), Rh (-/-), Wh (+/+)
Abdomen: distensi (-), kembung (-)
Ekstremitas : akral hangat
Keadaan Umum : compos mentis
TANDA VITAL :
Nadi : 120x/menit
RR : 36x/menit
Suhu : 36ºC
Mata : ca(-/-), si(-/-)
Leher : PKGB (-/-)
Thorax : BJ I/II murni reguler
SDV (+/+), Rh (-/-), Wh (+/+)
Abdomen: distensi (-), kembung (+)
Ekstremitas : akral hangat
Bronkiolitis
Bronkiolitis
Bronkiolitis
inf RL 12 tpm makro
Inj Amoxsan 300 mg/8jam
Inj Dexametason 2mg/8jam
Nebu : Ventolin 0,4 cc / flexotid 0,4 cc / Nacl 0,5cc /8jam
Ottopan Sirup 3 x cth 1
inf RL 12 tpm makro
Inj Amoxsan 300 mg/8jam
Inj Dexametason 2mg/8jam
Nebu : Ventolin 0,4 cc / flexotid 0,4 cc / Nacl 0,5cc /8jam
Ottopan Sirup 3 x cth
inf RL 12 tpm makro
Inj Amoxsan 300 mg/8jam
Inj Dexametason 2mg/8jam
Nebu : Ventolin 0,4 cc / flexotid 0,4 cc / Nacl 0,5cc /8jam
Ottopan Sirup 3 x cth 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bronkiolitis
Definisi
Bronkiolitis merupakan penyakit infeksi respiratorius bawah akut yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus.. Umumnya, penyebab infeksi yang paling sering adalah virus yaitu Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang menyerang saluran nafas bawah. Secara klinis ditandai dengan episode pertama wheezing pada bayi didahului dengan gejala IRA. Paling sering terjadi pada anak dibawah 2 tahun.
Etiologi
Sekitar 95% dari kasus yang ada, secara serologis terbukti disebabkan oleh invasi RSV. Terdapat penyebab lain seperti adenovirus, virus influenza, virus parainfluenza-3, rhinovirus, dan mikoplasma. Meskipun demikian, belum ada bukti kuat bahwa bronkiolitis disebabkan oleh bakteri.
RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350 nm),termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein ) yangmengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan seltarget dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain Amenyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masainkubasi RSV 2 - 5 hari.
Epidemiologi
Bronkiolitis merupakan penyakit infeksi pernapasan tersering pada bayi. Kejadian tersering terjadi pada usia 2 sampai 24 bulan, dengan puncak 2 sampai 8 bulan. 95% kasus di antaranya terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun, dengan 75% di antaranya terjadi pada usia di bawah 1 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, bronkiolitis lebih sering terjadi pada bayi laki-laki berusia 3 sampai 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup di lingkungan pada penduduk. Bronkiolitis lebih banyak terjadi pada laki-laki, yaitu sekitar 1,25 sampai 1,6 kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Ditemukan juga bahwa 63% kasus bronkiolitis adalah laki-laki.
Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada negara-negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tinjauan medis, serta kepadatan penduduk di negara berkembang. Angka mortalitas di negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1-3%.
Patofisiologi
Virus yang menyerang penderita bronkiolitis kebanyakan golongan respiratory syncitial virus (RSV), yang termasuk paramyxovirus. bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele.
Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus.
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus akan memicu respon inflamasi akut, yang ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mukus, timbunan debris selular/sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfoit peribronkial dan edema submukosa. Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran respiratori kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka terjadi air trapping dan hiperinflasi. Atelektasis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi.
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (ventilation-perfusion mismatching), yang berikutnya akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Retensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernapasan (work of breathing) akan meningkat selama end-expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea baru terjadi jika respirasi mencapai 60 kali per menit.
Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan diganti setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.
Manifestasi Klinis
Bronkiolitis
Ringan
Sedang
Berat
Kemampuan untuk makan normal
Sedikit atau tidak ada gangguan pernafasan
Tidak kebutuhan akan oksigen tambahan (saturasi O2 > 95 %
Gangguan pernafasan sedang dengan beberapa kontraksi dinding dada dan nafas cuping hidung
Hipoksemia ringan dan dapat dikoreksi dengan oksigen
Mungkin menampakkan pernafasan yang pendek ketika makan
Mungkin memiliki episode apnoe yang singkat
Tidak dapat untuk makan
Gangguan pernafasan berat, dengan retraksi dinding dada yang jelas, nafas cuping hidung dan dengkuran.
Hipoksemia yang tidak terkoreksi dengan oksigen tambahan
Mungkin terdapat peningkatan frekuensi atau episode apnoe yang panjang.
Mungkin menampakkan peningkatan kelelahan.
Diagnosis
Penegakkan diagnosis bronkiolitis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.
Anamnesis
Sering terjadi pada anak berusia < 2tahun. 90 % kasus yang membuktikan perawatan di rumah sakit terjadi pada bayi berusia < 1tahun. Insiden tertinggi terjadi pada usia 3 – 6 bulan.
Demam atau riwayat demam, namun demam jarang terjadi demam tinggi.
Rhnorrhea, nasal discharge (pilek), sering timbul sebelum gejala lain seperti batuk, takipneu, sesak nafas, dan kesulitan makan.
Batuk disertai gejala nasal, yaitu gejala pertama muncul pada bronkolithis. Batuk kering dan mengi khas untuk bronkiolitis.
Poor feeding. Banyak penderita bronkiolitis mengeluh kesulitan makan yang berhubungan dengan sesak nafas.
Bayi dengan bronkiolitis jarang tampak toksik. Bayi dengan tampilan toksik : mengantuk, letargis,gelisah, pucat, takikardia dan membutuhkan penanganan segera.
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya dispnea dengan expiratory effort, takipnea, takikardia, dan peningkatan suhu di atas 38,5oC. Usaha-usaha pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan napas cuping hidung dan retraksi interkostal. Menangis dan makan dapat memperberat tanda ini. Dapat ditemukan juga konjungtivitis ringan dan faringitis. Adanya obstruksi pada saluran napas bawah akibat respon inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekpirasi memanjang hingga wheezing.
Wheezing lebih dominan, namun tidak terdengarnya wheezing bukan berarti tidak ada obstruksi. Wheezing dan crackles dapat atau tidak dapat muncul, bergantung pada derajat obstruksi saluran napas. Pada bayi dengan obstruksi saluran napas berat, wheezing berkurang seiring dengan berkurangnya aliran udara. Biasanya fase kritis dari penyakit ini terjadi pada 48 sampai 72 jam. Jika obstruksi hebat, suara napas nyaris tidak terdengar. Selain itu, dapat juga ditemukan rhonki pada auskultasi paru, yaitu rhonki basah halus nyaring pada akhir atau awal ekspirasi. Sianosis sekitar hidung dan mulut dapat terjadi, dan apabila gejala memberat, dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia <6 minggu.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah tepi tidak khas, jumlah leukosit berkisar antara 5000-24000 sel/μl. Pada keadaan leukositosis, batand dan PMN banyak ditemukan.
Analisis Gas Darah : hiperkapnia sebagai tanda dari air tapping, asidosis metabolik atau respiratorik.
Analisa gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan gangguan pernafasan berat, khususnya yang membutuhkanventilator mekanik, gejala kelelahan dan hipoksia.
Foto Thorak diindikasikan pada :
Pasien yang diperkirakan memerlukan perawatan lebih
Pasien dengan pemburukan klinis yang tidak terduga
Pasien dengan penyakit jantung dan paru yang mendasari.
Rontgen thoraks AP dan lateral dapat terlihat gambaran hiperinflasi paru dengan diameter anteroposterior membesar pada foto lateral disertai dengan diafragma datar, penonjolan ruang retrosternal dan penonjolan ruang interkostal. Dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar pada sekitar 30 % penderita dan disebabkan oleh ateletaksis akibat obstruksi atau karena radang alveolus.
Identifikasi virus dengan memeriksa sekresi nasal dengan menggunakan tekhnik imunofluoresens atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi dan deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal bronkiolus tersumbat dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis. Sensifitas pemeriksaan ini adalah 80-90%.
Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan skala klinis. Skala klinis yang digunakan ada beberapa macam, yaitu Respiratory Distress Assays Instrument (RDAI) atau modifikasinya yang mengukur laju pernapasan/respiratory rate (RR), usaha napas, beratnya wheezing, dan oksigenasi.
Tabel Respiratory Distress Assays Instrument (RDAI). Bila skor > 15 Berat, Bila skor < 3 Ringan23
Skala klinis yang digunakan Abdul-Ainine dan Luyr adalah:7
1. RR dihitung manual, baik dengan palpasi dan melihat gerakan dada, dilakukan selama 1 menit penuh, dua kali penghitungan dan diambil rata-ratanya.
2. HR diambil dari pulse oksimeter yang dibaca lima kali selama pengamatan 1 menit, diambil rata-ratanya.
3. Saturasi O2 diambil dari pulse oksimeter yang dibaca lima kali selama pengamatan 1 menit, diambil rata-ratanya.
4. Respiratory Clinical Status (RDAI) menurut Lowell dkk.
5. Status aktivitas bayi (empat tingkat, yaitu tidur, tenang, rewel, dan menangis).
Sedangkan Shuh, yang diadaptasi oleh Dopson, menilai skor sebagai berikut:7
1. Keadaan umum: diberi skor 0 (tidur) hingga 4(sangat rewel).
2. Penggunaan otot bantu napas: skor 0 (tidak ada retraksi) hingga 3 (retraksi berat).
3. Wheezing: skor 0 (tidak ada) hingga 3 (wheezing hebat inspiratorik dan ekspiratorik)
Diagnosis Banding
Diagnosis
Gejala
Asma
- Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan
dengan batuk dan pilek
- Hiperinflasi dinding dada
- Ekspirasi memanjang
- Berespons baik terhadap bronkodilator
Bronkiolitis
- Episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun
- Hiperinflasi dinding dada
- Ekspirasi memanjang
- Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
- Respons kurang/tidak ada respons dengan bronkodilator
Wheezing berkaitan dengan - Wheezing selalu berkaitan dengan batuk dan pilek
- Tidak ada riwayat keluarga dengan asma/eksem/hay fever
- Ekspirasi memanjang
- Cenderung lebih ringan dibandingkan dengan wheezing
akibat asma
- Berespons baik terhadap bronkodilator
Benda asing
- Riwayat tersedak atau wheezing tiba-tiba
- Wheezing umumnya unilateral
- Air trapping dengan hipersonor dan pergeseran
mediastinum
- Tanda kolaps paru
Pneumonia
- Batuk dengan napas cepat
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Demam
- Crackles/ ronki
- Pernapasan cuping hidung
- Merintih/grunting
Bronkopneumonia (p.interstitial)
Bronkhiolitis (p.lobularis)
Kausa = bakteri, virus, jamur, lainnya
Kausa = respiratory syncytial virus (50%). Parainfluenza virus, mycoplasma pneumonia, adenovirus dan beberapa lainya.
Faktor resiko = malnutrisi, inflamasi kronik jalan nafas, faktor trauma pada dada, trakeostomi, aspirasi,
Faktor resiko = bayi premature, imunodefisiensi, penyakit jantung congenital, penyakit kronik saluran nafas pada neonatus.
Anamnesis :
Demam tinggi, batuk, sesak nafas timbul mendadak
Anamnesis:
demam ringan/normal. sesak nafas, mengi, mengenai anak < 2 tahun,tertinggi usia 6 bulan.
Gejala klinis :
KU : Tampak sesak
VS :
RR:Takipneu
Suhu : meningkat
Sianosis.
Pulmo
Inpeksi = simetris,retraksi, ekspirasi memanjang
(-),ketinggalan gerak (-)
palpasi= VK kanan/kiri meningkat.
perkusi=redup
auskultasi =SD vesikuler meningkat, RBH (+), seluruh lapangan paru wheezing ekspiratoar (-).
Abdomen =hepar teraba tumpul
Laboratorium =leukosit meningkat.
Rontgen = infiltrate sampai konsolidasi.
Komplikasi =asidosis respiratorik.
Gejala klinis :
KU : tampak sesak
VS
RR : Takipneu
Suhu : meningkat sedikit/normal.
Sianosis
Pulmo
Inpeksi = simetris,retraksi (+), ekspirasi memanjang (+),ketinggalan gerak (+).
palpasi= VK kanan/kiri menurun.
perkusi=hipersonor
auskultasi =SD vesikuler menurun, RBH (+), tersebar, wheezing ekspiratoar (+).
Abdomen =hepar teraba tajam,defleksi dinding diafragma.
Laboratorium = tidak khas, dapat normal.
Rontgen = mungkin masih normal atau emfisematosa.
Komplikasi =emfisema
Tata Laksana
Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian besar tata laksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian oksigen, minimal handling padabayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu baru diberikan obat-obat medikamentosa seperti :
Antivirus : Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin adalah obat antivirus yang bersifat virus statik. Tetapi, penggunaan obat ini masih kontroversial mengenai efektivitas dan keamanannya.Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12-18 jam per hari atau dosis kecil dengan 2 jam 3 x/hari
Bronkodilator : untuk terapi bronkiolitis telah lama diperdebatkanselama hampir 40 tahun.Terapi farmakologis yang paling sering diberikan untuk pengobatan bronkiolitis adalah bronkodilator dan kortiko steroid. Dapat diberikan nebulasiβ agonis (salbutamol 0,1mg/kgBB/dosis, 4-6 x/hari) diencerkan dengan salin normal untuk memperbaiki kebersihan mukosilier.
Kortikosteroid : prednison, metilprrednisolon, hidrokortison,dan deksametason. Untuk penyamaan dilakukan konversi rata-rata dosis per hari serta rata-rata total paparan obat tersebut dengan ekuivalen mg/kgBB prednison. Rata-rata dosis per hari berkisar antara 0,6-6,3 mg/kgBB, dan rata-rata total paparan antara 3,0-18,9mg/kgBB. Cara pemberian adalah secara oral, intramuskular, dan intravena. Tidak adaefek merugikan yang dilaporkan.
Antibiotik : Apabila terdapat napas cepat saja, pasien dapat rawat jalan dan diberikan kotrimoksazol (4 mg TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari, atau amoksisilin (25 mg/ kgBB/kali), 2 kali sehari, selama 3 hari. Apabila terdapat tanda distres pernapasan tanpa sianosis tetapi anak masih bisa minum, rawat anak di rumah sakit dan beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/ kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (25 mg/kgBB/kali, dua kali sehari) untuk 3 hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam) sampai keadaan membaik, dilanjutkan per oral 4 kali sehari sampai total 10 hari. Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat (pneumonia berat) segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin. Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB/kali IM atau IV sekali sehari).
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci tangan,penggunaan sarung tangan dan masker, menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum, pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA.
Prognosis
Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan penyakit latar belakang. Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut sesudah 48 – 72 jam. Mortalitas kurang dari 1 %. Anak biasanya meninggal karena jatuh ke dalam apneu yang lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipneu dan kurang makan-minum. Tidak dapat dibuktikan secara jelas bahwa bronkiolitis terjadi pada anak dengan kecendrungan asma, keberhasilan pengobatan dengan kortikosteroid mungkin dapat mengurangi prevalens asma pada anak dari kelompok pengobatan.
Kriteria Pulang
Kriteria pulang pada bronkiolitis adalah bila tidak diperlukan pemberian oksigen selama 10 jam terakhir (ditandai dengan saturasi oksigen menetap di atas 93% atau stabil selama 4 jam), retraksi dada minimal, mampu makan/minum, dan perbaikan tanda klinis yang lain.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien anak laki-laki 21 bulan datang dengan keluhan batuk sejak 1 hari. Batuk tidak dapat mengeluarkan dahak. Batuk diderita tidak mengenal waktu baik pagi, siang maupun malam. Batuk tidak dipicu debu, keadaan dingin, makanan maupun alergi lainnya. Pasien juga mengeluh demam dan pilek. Demam dirasakan 1 hari. Demam dirasakan sepanjang hari dan demam tidak tinggi. Pada sore hari pasien diperiksakan kebidan dan diberi obat. Saat malam hari demam turun akibat diberi obat oleh bidan, tetapi keluhan batuk tidak membaik. Pasien mengeluh sulit bernafas (sesak). Sesak nafas diikuti bunyi ngik-ngik. Nafsu makan menurun, minum susu menurun dan rewel. Keluhan lain seperti muntah/mual (-), BAK/BAK (+) dalam batasan normal, kejang (-), perut kembung (-), penurunan kesadaran (-), mimisan (-).
Keluhan sesak nafas tersebut menyebabkan anak menjadi rewel atau gelisah dan menjadikan anak sulit minum dan makan. Dari anamnesis tersebut terdapat beberapa anamnesis yang masuk dalam penegakan diagnosis berdasarkan pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia yaitu anak berusia < 2tahun, demam atau riwayat demam, namun demam jarang terjadi demam tinggi, Rhinorrhea, nasal discharge (pilek), sering timbul sebelum gejala lain seperti batuk, takipneu, sesak nafas, dan kesulitan makan, Poor feeding yaitu mengeluh kesulitan makan yang berhubungan dengan sesak nafas.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital yaitu nadi 136x/menit, frekuensi nafas 48x/menit, suhu 36,5oC. pada pemeriksaan fisik thorak tidak ditemukan adanya retraksi dinding dada dan perut. Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan suara bronkovesikuler pada kedua lapang paru dan terdengar adanya wheezing. Adanya wheezing yang lebih dominan daripada ronki menandakan adanya obstruksi pada saluran nafas bawah. Dengan demikian kemungkinan pasien mengalami bronkiolitis.
Pemeriksaan Fisik lain dalam batas normal termasuk ubun-ubun cekung dan mata cowong tidak ditemukan, bibir tidak kering, turgorkulit normal. Dengan demikian adanya kecurigaan dehidrasi akibat diare dan muntah dapat disingkirkan.
Tatalaksana pada pasien ini adalah mengatasi sesak dan menjaga agar oksigen dalam darah tercukupi. Karena sesak yang terjadi disebabkan oleh obstruksi akibat inflamasi, maka diberikan kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi yang terjadi sehingga edema pada saluran napas bawah berkurang dan aliran udara ke alveolus dapat meningkat. Pilihan kortikosteroid pada pasien adalah deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB, sehingga dengan berat badan pasien sebesar 9,8 kg seharusnya diberikan 5 mg. Namun, pada pasien ini diberikan sebanyak 3x2 mg secara intravena. Kemungkinan pertimbangan pemberian deksametasone dengan dosis 3x2 mg ini adalah kondisi pasien yang bersifat gawat darurat, yaitu sesak sehingga pemberian dosis ini diharapkan dapat mengurangi obstruksi saluran napas yang terjadi.
Pemberian deksametason bertujuan untuk mengurangi edema akibat inflamasi. Setelah saluran napas ini kembali lagi terbuka, maka CO2 yang terperangkap dapat keluar. Dengan demikian, diberikan juga O2 melalui nasal kanul sebanyak 2 liter per menit. Adanya infeksi saluran pernapasan yang terjadi pada pasien menjadi indikasi pemberian antibiotik,terutama pada pasien sulit dibedakan apakah pasien mengalami bronkiolitis atau pneumonia. Dengan demikian diberikan amoxan 3x200 mg secara intravena. .
Pemberian bronkodilatator pada pasien bronkiolitis diantaranya obat – obat beta2 agonis sangat berguna pada penyakit dengan penyempitan saluran napas karena menyebabkan efek bronkodilatasi, mengurangi pelepasan mediator sel mast, menurunkan efek tonus kolinergik, mengurangi sembab mukosa dan meningkatkan pergerakan silia saluran napas sehingga efektivitas dari mukosilier akan lebih baik. Dalam hal ini pasien diberikan Ventolin (Salbutamol) dosis untuk anak 1-2 tahun adalah 2,5 mg – 5 mg dengan pemberian hingga 4 x per hari, sehingga pada pasien ini dapat diberikan 2,5mg atau 2,5 cc, tetapi dalam kasus ini pasien diberikan salbutamol 0,4 cc dalam nebulizer dengan pemberian 3 x per hari dengan Flixotide (Fluticasone propionate) 0,4 cc dan NaCl 0,5 cc.
Status gizi pada pasien termasuk cukup gizi, sehingga tidak diperlukan terapi nutrisi yang khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Basir D, Rahajoe NN, Setyanto DB, Setiawati L. Pendekatan diagnostik respiratorik anak. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI,. h.51-70.
Hassan, et all., 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Ikatan Dokter Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan medis. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
Pawitro U.E., Noorvitry M., Darmowandowo W., 2002. IlmuPenyakitAnak :DiagnosadanPenatalaksanaanedisi 1. Jakarta :SalembaMedikapp 1-43
Tim Adaptasi Indonesia. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Gedung Bina Mulia Kuningan : Jakarta
Soedarmo S., Garna H., Hadinegoro S., Satari H., BukuAjar respirologi anak. Jakarta :BagianIlmuKesehatanAnak FKUI pp 338-346
Zain MS. Bronkiolitis. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2012. h.333-47
.