BUDAYA HEDONISME TERHADAP MORAL REMAJA BUDAYA HEDONISME TERHADAP MORAL REMAJA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi berimbas kepada pemenuhan kebutuhan gaya hidup anak zaman sekarang. Menurut Adler (2005: 97) bahwa gaya hidup merupakan cara yang unik dari setiap orang dalam berjuang mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan orang itu dalam kehidupan tertentu dimana seorang individu berada. Perilaku gaya hidup hedonisme yang tampak di kalangan mahasiswa saat ini, disamping adanya perubahan dari kehidupan masyarakat modern, diyakini pula adanya perubahan pada proses perkembangan individu. Hal ini ditandai dengan keinginan untuk mandiri dan mencari konsep diri. Gaya hidup hedonisme menimbulkan kecenderungan munculnya tingkah laku individu melalui interaksi sosial antara individu satu dengan individu lain, guna memperoleh kesenangan dan kebebasan untuk mencapai kenikmatan hidup. Budaya hedonisme ini tidak hanya dapat merusak generasi penerus bangsa, namun juga dapat mengakibatkan dampak yang buruk bagi perkembangan dunia pendidikan serta bagi kehidupan bangsa Indonesia. Melihat hal tersebut maka perlu ada antisipasi baik dari pemerintah maupun bagi mahasiswa. Pengaruh gaya hidup hedonisme begitu nyata di kalangan masyarakat terutama pada remaja. Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang masih mengalami krisis identitas dalam mencari jati diri, mahasiswa akan mulai mengenali diri mereka melalui lingkungan sekitar. Remaja sangat antusias dengan halhal baru, gaya hidup hedonisme ini dianggap menarik, mengingat gaya hidup hedonisme ini memiliki daya tarik yang besar terhadap kehidupan remaja. Gaya hidup hedonisme wujud dari ekpresi atau prilaku yang di miliki oleh remaja untuk mencoba suatu hal yang baru. Dimana remaja tersebut lebih mementingkan kesanangan dari pada melakukan hal yang lebih positif. Hedonisme sebagai fenomena dan gaya hidup sudah tercermin dari prilaku mereka sehari-hari. Remaja sangat antusias terhadap adanya hal yang baru. Gaya hidup hedonisme sangat menarik bagi mereka, dimana prilaku pada remaja hanya menginginkan kesenangan. Perilaku tersebut lama kelamaan mengakar dalam kehidupan masyarakat termasuk para remaja yang pada akhirnya menjadi seperti sebuah budaya bagi mereka tingkat pengetahuan dan pendidikan juga sangat berpengaruh pada pembentukan sikap mental para remaja. Tapi sayangnya kadang semua hal itu terkalahkan dengan rendahnya cara berfikir mereka dalam menyikapi berbagai persoalan. Banyak diantara para remaja yang melarikan diri dari masalah dengan berhura-hura, kebiasaan seperti inilah yang kemudian menjadi kebudayaan di kalangan remaja. Mereka cenderung hanya ingin bersenang-senang dengan teman-temannya dan mereka tidak mau belajar, apa bila mereka di nasehati maka mereka akan marah dan tidak terima, mereka menganggap bahwa mereka yang benar. Mereka cenderung tidak pernah memanfaatkan waktunya dengan baik karna waktunya habis untuk bermain dan bersenang-senang. Keluarga merupakan salah satu sumber yang menyebabkan kenakalan remaja. Hal ini disebabkan karena anak tersebut hidup dan berkembang dari pergaulan keluarga yaitu antara orang tua dengan anak, bapak dengan ibu, anak dengan anggota keluarga lain yang tinggal bersama. Sebagai orang tua sangatlah penting untuk mengawasi anaknya agar tidak terjerumus dengan pergaulan yang tidak baik. Mengingat banyak sekali faktor yang mendorong kenakalan remaja yang berasal dari lingkungan keluarga seperti contoh kurangnya mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tua maka seorang anak akan mencari kasih sayang di luar rumah, seperti dikelompok kawan-
kawannya sedangkan tidak semua teman-temannya mempunyai keluakuan baik, maka peran orang tua untuk memberikan kasih sayang juga perhatian itu sangat penting. Selain memberikan kasih sayang kepada anaknya peran orang tua juga harus bisa menjaga keluarga agar utuh dan interaksi diantara anggota keluarga berjalan dengan baik, karna faktor tidak harmonisnya keluarga itu juga bisa menjadi penyebab kenakalan si anak karna seorang anak tidak akan merasa nyaman apabila berada di dalam rumah, apabila ibu dan ayah sering bertengkar, pertengkaran biasanya terjadi karna ketidak samanya pendapat maka anak tersebut akan merasa ragu akan kebenaran yang harus ditegakan. Seperti yang kita ketahui kenakalan remaja banyak sekali penyebabnya dari faktor orang tua, faktor yang ada didalam diri anak itu sendri, faktor masyarakat atau lingkungan, faktor yang berasal dari sekolah, dan faktor perkembangan jaman atau semakin canggihnya teknologi. Sekarang ini perkembangan jaman dan juga perkembangan teknologi yang semakin berkembang itu sangat mempengaruhi untuk mendorong remaja untuk melakukan gaya hidup hedonisme, dimana mengutamakan kesanangan, kepuasan, juga rasa ingin tahu atau mencoba hal-hal yang baru yang membuat hati senang dan tidak peduli akan lingkungan disekitar, baik itu yang dilakukan positif maupun negatif. Hedonisme sebagai fenomena dan gaya hidup sudah tercermin dari perilaku mereka seharihari. Mayoritas pelajar berlomba dan bermimpi untuk bisa hidup mewah. Berfoya-foya dan nongkrong di kafe, mall dan plaza.Ini merupakan bagian dari agenda hidup mereka. Manusiawi memang tatkala manusia hidup untuk mencari kesenangan, karena sifat dasar manusia adalah ingin selalu bermain (homo ludens = makhluk bermain) dan bermain adalah hal hakiki yang senantiasa dilakukan untuk memperoleh kesenangan. Akan tetapi bukan berarti kita bisa dengan bebas dan brutal mendapatkan kesenangan, hingga menghalalkan berbagai cara demi memperoleh kesenangan.Sikap menghalalkan segala cara untuk memperoleh kesenangan telah banyak menghinggapi pola hidup para remaja saat ini. Ternyata luar biasa pengaruh budaya liberal sehingga berhasil mencengkram norma-norma kesusilaan manusia. Tidak salah lagi ini suatu propaganda yang sukses mengakar dalam jiwa-jiwa pemuja hedonisme. Namun ironisnya, mereka para pemuja kesenangan dunia semata, tak menyadari bahwa hal yang dilakukannya adalah perilaku hedon. Hedonisme adalah suatu pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Saat ini, budaya hedonisme sudah menjadi propaganda barat yang sukses dan mengakar dalam jiwa-jiwa remaja. Namun ironisnya, mereka para pemuja kesenangan dunia semata, tak menyadari bahwa hal yang mereka lakukan adalah perilaku hedon. Oleh sebab itu, paham ini memberikan kontribusi negatif terhadap idiologi para remaja yang membuat mereka berani menghalalkan segala cara demi tercapainya kesenangan, dan menjadikan remaja saat ini memiliki mental yang lemah disertai dengan pemikiran yang sempit. Manusia sangat antusias dengan hal-hal yang baru. Daya pikatnya luar biasa sehingga ada kecenderungan untuk memilih lebih baik hidup enak, mewah, dan serba berkecukupan tanpa bekerja keras. Seolah titel “remaja yang gaul dan funky” adalah predikat yang harus diraih dan baru melekat bila mampu memenuhi standar tren saat ini.Sikap dan sifat inilah yang kini dikenal dengan istilah “Budaya Hedonisme”. Jika kecenderungan hedonisme ini terlalu berlebihan dan tidak dikekang, maka seseorang akan terjerumus pada kecenderungan untuk bersenang-senang belaka dan berusaha untuk meraih kesenangan tersebut dengan menghalalkan segara cara serta keluar dari normanorma moral. Contoh yang kita hadapi saat ini misalnya, segala media informasi dari berbagai penjuru berusaha terus memperngaruhi diri kita melalui life style. Gaya hidup yang terus disajikan bagaikan fast food melalui media televisi. Gambaran yang ada seperti mimpi tentang kehidupan orang miskin yang tiba-tiba kaya layaknya dalam telenovela. Sinetron cinta yang terus mengguyur dan memprovokasi kita untuk merealisasikan cinta lewat bercinta membuat kita gila dan terbuai kehidupan duniawi. Cerita sinetron yang kian jauh dari realita ternyata telah menyihir para pemirsa. Dengan setengah sadar para penikmat sinema telah tergiring untuk meniru dan menjadikannya paradigma baru dalam menikmati hidup di masa muda. Dan ketika Hedonisme sudah menjadi pegangan hidup para muda mudi banyak nilai-nilai luhur kemanusiaan para remaja luntur, bahkan hilang. Kepekaan sosial mereka
terancam tergusur manakala mereka selalu mempertimbangkan untung rugi dalam bersosialisasi. Masyarakat terlihat seperti mumi hidup yang tak berguna bagi mereka. Dan mereka seolah menjadi penjaga kerajaan kenikmatan yang tak seorangpun boleh mencicipinya. Orang lain hanya boleh melongo melihat kemapanan mereka.Sungguh mereka menjadi sangat tidak peduli. Akibatnya ketika ada orang yang membutuhkan uluran tangan, mereka menyembunyikan diri dan enggan saling membantu. Gaya hidup merupaan gambaran bagi setiap orang dimana seberapa besar nilai moral orang tersebut dalam masyarakat disekitarnya. Gaya hidup juga sangat berkaitan erat dengan perkembangan zaman dan teknologi.Semakin bertambahnya zaman dan semakin canggihnya teknologi, maka semakin berkembang luas pula penerapan gaya hidup oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Gaya hidup juga dapat memberikan pengaruh positif atau negatif bagi yang menjalankannya, itu tergantung pada bagaimana orang tersebut. Menurut Amstrong, gaya hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.Lebih lanjut Amstrong menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada 2 faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Dimana budaya hedonisme uang merupakan segala-galanya, kesenangan dan hiburan yang dicari berlandaskan materi. Budaya ini sangat tren sekali, masyarakat sudah berubah menjadi masyarakat yang berorientasi hanya kepada materi semata. Terbukti dengan munculnya bermacam-macam FO (Factory Outlet) di bandung, munculnya tempat-tempat hiburan malam, tempat karaoke dan lain-lain. Masyarakat hedonisime, cenderung konsumtif. Mereka ingin membeli apa saja yang baru dan menjadi tren. Yang dijadikan pedoman tren mereka adalah seseorang yang mereka idolakan seperti selebritis. Mereka meniru, memuja, dan ingin mirip dengan orang yang mereka puja, mereka akan melakukan apa saja untuk dapat menjadi seperti itu. Sehingga mereka mulai kehilangan jati diri masing-masing. Selain itu para remaja kota bandung ini cenderung ingin menjadi sesuatu yang beda dari remaja-remaja kota lain baik itu cara gaya hidup, cara berpakaian, cara berpenampilan, juga cara bagaimana mereka ingin di kenal dan akui sebagai remaja yang mengikuti tren. Bukan hanya tren saja yang mereka tiru juga berdampak pada cara tingkah laku yang meniru masyarakat barat yang individual, cuek tidak menghiraukan orang lain dan juga cara bicara. Maraknya gaya hidup hedonisme dikalangan remaja tentu tidak lepas dari dampak positif dan negatif. Kegiatan hedon tentunya banyak orang yang berfikir bahwa gaya hidup tersebut lebih banyak mengandung dampak negatif, tetapi hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa ada pula dampak positifnya, dan dampak positif dari gaya hidup hedonisme terbagi dua, eksternal dan internal yaitu: Untuk dampak eksternal orang tersebut akan lebih terlihat royal atau saling berbagi terhadap orang lain (memberikan barang-barang atau hadih, mentraktir, menambah pemasukan bagi penjual barang). Hal tersebut dikarnakan gaya hidup yang konsumtif sehingga membantu perekonomian para pedagang, ataupun teman-temannya, karena orang yang memiliki gaya hidup hedonisme ingin terlihat lebih eksis atau menonjol dari lingkungan sekitarnya. Selain itu bagi diri sendiri atau internal dampak positif yang didapat dari gaya hidup hedonisme yaitu dapat mengurangi tingkat stress dengan cara bersenang-senang atau menghibur diri sendiri (wisata kuliner, shoping, traveling). Hedonisme terjadi karena adanya perubahan perilaku pada masyarakat yang hanya menghendaki kesenangan. Perilaku tersebut lama kelamaan mengakar dalam kehidupan masyarakat termasuk para remaja yang pada akhirnya menjadi seperti sebuah budaya bagi mereka tingkat pengetahuan dan pendidikan juga sangat berpengaruh pada pembentukan sikap mental para remaja. Tapi sayangnya kadang semua hal itu terkalahkan dengan rendahnya cara berfikir mereka dalam menyikapi berbagai persoalan. Banyak diantara para remaja yang melarikan diri dari masalah dengan berhura-hura. Kebiasaan seperti inilah yang kemudian menjadi kebudayaan di kalangan remaja. Berangkat dari masalah ini, penulis ingin memaparkan pengaruh budaya hedonisme terhadap moral remaja.
1. 2. 3.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, rumuskann masalah yang dibahas sebagai berikut: Bagaimana budaya hedonisme di kalangan remaja? Apa dampak yang ditimbulkan dari hedonisme? Bagaimana solusi menghadapi budaya hedonisme?
1. 2. 3.
1.3 Tujuan Penulisan Untuk mengetahui bagaimanakah hedonism di kalangan remaja Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari hedonisme Untuk mengetahui bagaimanakah solusi dalam menghadapi budaya hedonisme
BAB II TELAAH LITERATUR 2.1
Pengertian Hedonisme Hedonisme adalah paham sebuah aliran filsafat dari Yunani. Tujuan paham aliran ini, untuk menghindari kesengsaraan dan menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin dalam kehidupan di dunia. Kala itu, hedonisme masih mempunyai arti positif. Dalam perkembangannya, penganut paham ini mencari kebahagiaan berefek panjang tanpa disertai penderitaan. Mereka menjalani berbagai praktik asketis, seperti puasa, hidup miskin, bahkan menjadi pertapa agar mendapat kebahagiaan sejati. Namun, pada waktu kekaisaran Romawi menguasai seluruh Eropa dan Afrika, paham ini mengalami pergeseran ke arah negatif dalam semboyan baru hedonisme. Semboyan baru itu, carpe diem (raihlah kenikmatan sebanyak mungkin selagi kamu hidup), menjiwai tiap hembusan napas aliran tersebut. Kebahagiaan dipahami sebagai kenikmatan belaka tanpa mempunyai arti mendalam. Hedonisme menurut Pospoprodijo (1999:60) kesenangan atau (kenikmatan) adalah tujuan akhir hidup dan yang baik yang tertinggi. Namun, kaum hedonis memiliki kata kesenangan menjadi kebahagiaan. Kemudian Jeremy
Bentham dalam Pospoprodijo (1999:61) mengatakan bahwasanya kesenangan dan kesedihan itu adalah satu-satunya motif yang memerintah manusia, dan beliau mengatakan juga bahwa kesenangan dan kesedihan seseorang adalah tergantung kepada kebahagiaan dan kemakmuran pada umumnya dari seluruh masyarakat. Adapun hedonisme menurut Burhanuddin (1997:81) adalah sesuatu itu dianggap baik, sesuai dengan kesenangan yang didatangkannya. Disini jelas bahwa sesuatu yang hanya mendatangkan kesusahan, penderitaan dan tidak menyenangkan, dengan sendirinya dinilai tidak baik. Orang-orang yang mengatakan ini, dengan sendirinya, menganggap atau menjadikan kesenangan itu sebagai tujuan hidupnya. Menurut Aristoteles dalam Russell (2004:243) kenikmatan berbeda dengan kebahagiaan, sebab tak mungkin ada kebahagiaan tanpa kenikmatan. Yang mengatakan tiga pandangan tentang kenikmatan: (1) bahwa semua kenikmatan tidak baik; (2) bahwa beberapa kenikmatan baik, namun sebagian besar buruk; (3) bahwa kenikmatan baik, namun bukan yang terbaik. Aristoteles menolak pendapat yang pertama dengan alasan bahwa penderitaan sudah pasti buruk, sehingga kenikmatan tentunya baik. Dengan tepat ia katakan bahwa tak masuk akal jika dikatakan bahwa manusia bisa bahagia dalam penderitaan: nasib baik yang sifatnya lahiriyah, sampai taraf tertentu, perlu bagi terwujudnya kebahagiaan. Ia pun menyangkal pandangan bahwa semua kenikmatan bersifat jasmaniah; segala sesuatu mengandung unsur rohani, dan kesenangan mengandung sekian kemungkinan untuk mencapai kenikmatan yang senantiasa kenikmatan yang tinggal dan sederhana. Selanjutnya ia katakan kenikmatan buruk akan tetapi itu bukanlah kenikmatan yang dirasakan oleh orang-orang yang baik, mungkin saja kenikmatan berbeda-beda jenisnya dan kenikmatan baik atau buruk tergantung pada apakah kenikmatan itu berkaitan dengan aktivitas yang baik atau buruk. Honis O. Kallsoff dalam Soerjono Soemardjo (1996 : 359) manusia dalam kenyataannya mencari kenikmatan (hedonisme psikologis) dengan prinsip yang mengatakan bahwa mausia seharusnya mencari kenikmatan (hedonisme etis). Disini jelas bahwa hedonisme ialah perbuatan yang diantara segenap perbuatan yang dapat dilakukan oleh seseorang akan membawa orang tersebut merasakan kebahagiaan yang sebesar-besarnya. 2.2 Sejarah Hedonisme Hedonisme merupakan filsafat Yunani yang muncul sekitar tahun 433 SM dengan bertujuan untuk mendokrinasi fikiran manusia agar menjadikan kesenangan sebagai pegangan hidup dan menghindari penderitaan.Pada awalnya hedonisme adalah sebuah konsep filsafat etika dan mempunyai arti positif. Yaitu beranggapan bahwa kesenangan bukanlah sesuatu yang didasari kesenangan akan tetapi kesejahteraan dan kebahagiaan karena orang yang senang belum tentu bahagia. Ketika kekaisaran romawi menguasai daratan Eropa dan Afrika, pengertian tersebut berubah menjadi konotatif. Dengan menggunakan semboyan baru yaitu Cerpe Diem (raihlah kenikmatan sebanyak mungkin selagi masih hidup). Penekanan terhadap penganutnya untuk melakukan kesenangan sebanyak mungkin karena hidup hanya sekali. Ada dua filosof Yunani yang tidak bisa dikesampingkan yang dinilai mempunyai peranan signifikan dalam pembangungan madzhab hedonisme, yaitu Aristippos (435-355 SM) dan Epicuros of samus (341-270 SM). Aristippos dianggap sebagai pendiri hedonisme yang merupakan murid terdekat Sokrates. Sedangkan Epicuros terkenal dengan ajaran dan prinsipnya yang dikenal dengan ajaran Epicureanisme. Menurut Epicuros, kesenangan yang paling tinggi adalah tranquility (kebahagiaan dan kesejahteraan dari rasa takut) yang hanya bisa diperoleh dari pengetahuan (knowledge), persahabatan (friendship) dan hidup sederhana (virtuous and temperate life). Ia juga mengajarkan dalam ajarannya untuk tidak boleh mencari kesenangan secara berlebihan dalam hasrat jasmaniah (bodily desires). Oleh sebab itu, Epicuros menganjurkan untuk hidup sederhana (enjoyment of simple pleasure). Sayangnya, Epicuros tidak menjelaskan social etikanya secara panjang lebar. Dan mengalami kebuntuan. Kebuntuan tersebut berakhir sampai ajaran ini berubah menjadi konotatif dari ajaran semula.
Hedonisme diawali karena pertanyaan filsafat sokrates yang menanyakan hal yang terbaik yang dapat menjadi tujuan akhir manusia. Lalu Aristippos dari Kyrene (433-355 SM) menjawab bahwa yang menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan. Aristippos menjelaskan bahwa manusia sejak kecil selalu mencari kesenangan dan jika tidak dapat mencapainya, maka mereka akan mencari sesuatu yang lain lagi yang bisa membuat senang. Pandangan tentang “kesenangan” (hedonisme) kemudian dilanjutkan seorang filusuf Yunani lain yang bernama Epicuros, (3434-270 SM). Menurutnya, tindakan manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah. Meskipun demikian, hedonisme Epikurean lebih luas karena tidak hanya mencakup kesenangan badani (jasad) saja seperti Kaum Aristippos -, melainkan terbebasnya jiwa dari keresahan dan kesengsaraan. Kesenangan menurut Aristoppus bersifat badani (gerak dalam badan). Kemudian membagi gerakan menjadi tiga kemungkinan : a. Gerak kasar, yang menyebabkan ketidaksenangan seperti rasa sakit. b. Gerak halus, yang membuat kesenangan. c. Tiada gerak, yaitu sebuah keadaan netral seperti kondisi saat tidur. Aristippus melihat kesenangan sebagai hal aktual, artinya kesenangan terjadi kini dan disini. Kesenangan bukan sebuah masa lalu atau masa depan. Menurutnya, masa lalu hanya ingatan akan kesenangan (hal yang sudah pergi) dan masa depan adalah hal yang belum jelas. Kesenangan yang dijunjung tinggi oleh Aristoppus memiliki batasan berupa pengendalian diri. Namun bukan berarti meninggalkan kesenangan. Misalnya, jika seseorang ingin mencapai nikmat sepuasnya dari kegiatan seperti makan bukan dengan menyantap makanan dengan sebanyakbanyaknya tetapi harus dibarengi dengan pengendalian diri agar mencapai kenikmatan yang sebenarnya. Asumsi awal dari faham ini adalah manusia selalu mengejar kesenangan hidupnya, baik jasmani atau ruhani. Pencetus faham ini Aristipos dan Epikuros. Tujuan paham aliran ini untuk menghindari kesengsaraan dan menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin dalam kehidupan di dunia. Mereka melihat bahwa manusia melakukan setiap aktivitas pasti untuk mencari kesenangan dalam hidupnya. Dua filosof ini menganut aliran yang berbeda. Jika Aristipos lebih menekankan kepada kesenangan badan atau jasad seperti makan, minum, dan lain-lain. Sedangkan Epikuros lebih menekankan kepada kesenangan ruhani seperti bebas dari rasa takut, cemas khawatir, panik, bahagia, gembira, tenang batin, dan lain-lain. Namun, kedua-duanya berpendapat sama yaitu kesenangan yang diraih adalah kesenangan yang bersifat pribadi, (egoisme) tapi diperlukan juga aspek lain yaitu pengendalian diri. Kala itu, hedonisme masih mempunyai arti positif. Dalam perkembangannya, penganut paham ini mencari kebahagiaan berefek panjang tanpa disertai penderitaan. Mereka menjalani berbagai praktik asketis, seperti puasa, hidup sederhana agar mendapat kebahagiaan sejati. 2.3 Pengertian Moral Moral adalah ajaran tentang baikburuk suatu perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya (Purwadarminto: 1950: 957). Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, serta sesuatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral juga mendasari dan mengendalikan seseorang dalam bersikap dan bertingkah laku. Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan moral. Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari bahasa Latin, kemudian diterjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa sehari-hari, yang dimaksud dengan kesusilaan bukan mores, tetapi petunjuk-petunjuk untuk kehidupan sopan santun dan tidak cabul. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik.
Kata susila berasal dari bahasa Sansekerta, su artinya “lebih baik”, sila berarti “dasar-dasar”, prinsip-prinsip atau peraturan-peraturan hidup. Jadi susila berarti peraturan-peraturan hidup yang lebih baik. Pengertian moral dibedakan dengan pengertian kelaziman, meskipun dalam praktek kehidupan sehari-hari kedua pengertian itu tidak jelas batas-batasnya. Kelaziman adalah kebiasaan yang baik tanpa pikiran panjang dianggap baik, layak, sopan santun, tata krama, dsb. Jadi, kelaziman itu merupakan norma-norma yang diikuti tanpa berpikir panjang dianggap baik, yang berdasarkan kebiasaan atau tradisi. Perbuatan manusia dikatakan baik apabila motivasi, tujuan akhir dan lingkungannya juga baik. Apabila salah satu factor penentu itu tidak baik, maka keseluruhan perbuatan manusia menjadi tidak baik. Motivasi adalah hal yang diinginkan para pelaku perbuatan dengan maksud untuk mencapai sasaran yang hendak dituju. Jadi, motivasi itu dikehendaki secara sadar, sehingga menentukan kadar moralitas perbuatan. Sebagai contoh ialah kasus pembunuhan dalam keluarga: yang diinginkan pembunuh adalah matinya pemilik harta yang berstatus sebagai pewaris Sasaran yang hendak dicapai adalah penguasa harta warisan Moralitas perbuatan adalah salah dan jahat Hal-hal ini dapat diperhitungkan sebelumnya atau dapat dikehendaki ada pada perbuatan yang dilakukan secara sadar. Lingkungan ini menentukan kadar moralitas perbuatan yaitu baik atau jahat, benar atau salah.
1.
2.4 Etika Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya,etika membahasa tentang tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masingmasing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan. Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari sudut baik dan buruk . Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), danetika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika). Adapun Jenis-jenis Etika adalah sebagai berikut: Etika Filosofis Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat. Ada dua sifat etika, yaitu: Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolaholah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus
2.
dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif, dimana etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Etika Teologis Terdapat dua hal-hal yang berkait dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum. Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.
BAB III PEMBAHASAN
3.1
Hedonisme di kalangan remaja Virus hedon tidak hanya menyerang orang dewasa yang sudah bekerja. Dari anak hingga orang tua tak luput dari ancaman virus ini.Anak punya kecenderungan hedonistis.Akibat kodrat biologis dan belum jalanya daya penalaran, anak harus bergantung pada ibu atau orang lain. Minum dibuatkan, makan disuapin, jalan jauh merengek minta gendong.Ia menggantungkan hidupnya pada orang lain karena memang ia belum sanggup mengerjakan sendiri.Ia hanya ingin nyaman dan nikmat Hedonis?Ya,tapi lebih tepat disebut hedonis secara biologis.Bersama dengan berjalannya waktu dan proses sosialisasi,ia akan mulai punya kesadaran dan kemampuan menentukan pilihan.Nah,kalau ia sudah sampai pada taraf kesadaran seperti itu namun tetap bersikap”kebayibayian”seperti tadi,barulah ia disebut hedonis. Generasi yang paling tidak aman terhadap sebutan hedonis adalah remaja.Paham ini mulai merasuki kehidupan remaja. Remaja sangat antusias terhadap adanya hal yang baru. Gaya hidup hedonis sangat menarik bagi mereka. Daya pikatnya sangat luar biasa, sehingga dalam waktu singkat munculah fenomena baru akibat paham ini.Fenomena yang muncul, ada kecenderungan untuk lebih memilih hidup enak, mewah, dan serbakecukupan tanpa harus bekerja keras. Titel “remaja yang gaul dan funky ” baru melekat bila mampu memenuhi standar tren saat ini.Yaitu minimal harus mempunyaihandphone, lalu baju serta dandanan yang selalu mengikuti mode. Beruntung bagi mereka yang termasuk dalam golongan berduit, sehingga dapat memenuhi semua tuntutan kriteria tersebut.Akan tetapi bagi yang tidak mampu dan ingin cepat seperti itu, pasti jalan pintaslah yang akan diambil. Tidaklah mengherankan, jika saat ini muncul fenomena baru yang muncul di sekitar kehidupan kampus..Misalnya adanya “ayam kampus” ( suatu pelacuran terselubung yang dilakukan oknum mahasiswi ), karena profesi ini dianggap paling enak dan gampang menghasilkan uang untuk memenuhi syarat remaja gaul dan funky. Hidup adalah kesempatan untuk bersenang-senang bagi mereka. Masa bodoh dengan kuliah, yang penting have fun tiap hari. Hal ini bisa dianggap sebagai efek fenomena free sex yang melanda kehidupan kaum muda sekarang.Sudah tentu, jika anggapan tentang seks bebas diterapkan ke tengah-tengah pergaulan remaja, pastilah tidak etis. Sebab, bangsa kita menganut adat-istiadat timur yang menganggap seks sebagai hal yang sakral.Kemudian contoh kasus lain lagi, yaitu praktik jual beli nilai di kampus yang sekarang sedang merebak. Jika dilihat lebih jauh, ternyata itu juga dampak dari gaya hidup hedonis yang melahirkan adanya mentalitas instan. Segalanya bisa diperoleh dengan uang dan kekuasaan. Bila demikian, otomatis semua urusan beres. Akhirnya, semboyan non scholae sed vitae discimus (belajar untuk bekal dalam menjalani kehidupan) pudar dan menghilang. Karena yang diutamakan bukan proses melainkan hasil. Jika bisa memperoleh hasil dengan cara simpel walaupun salah, mengapa tidak dilakukan? Untuk apa kita harus melalui proses panjang dengan pengorbanan, kalau hasilnya sama. Tak terasa, tapi efeknya tak terduga, paham hedonisme terus berlangsung dan merasuk ke dalam benak masyarakat kita tanpa ada tindakan pencegahan. Salah satu contoh kasusnya adalah acara-acara hedonisme yang berkedok mencari bibit-bibit penyanyi berbakat.Acara ini sangant diminati terutama para remaja.Bila dilihat secara jeli ternyata acara tersebut menawarkan gaya hidup yang tidak jauh dari konsep Hedonisme. Acara ini tentunya membutuhkan biaya yang banyak untuk memfasilitasi para kontestannya, tapi bila melihat keadaan bangsa kita yang sedang morat-marit ekonominya, dapat disimpulkan ada dua kondisi yang kontradiksi, disatu sisi lain keadaan perekonomian bangsa sedang krisis tapi acara menghambur-hamburkan uang semakin marak. Aneh memang, banyak warga Indonesia yang miskin, tidak punya rumah, gedung sekolah yang hampir roboh, tunjangan pegawai yang kecil, dan jumlah pegangguran yang membludak, tapi hal ini tidak membuat para peserta acara yang sebagian besar adalah remaja tersebut prihatin atau menangis tersedu-sedu, mereka malah sedih dan mengeluarkan air mata bila rekan seperjuangannya tereleminasi. Nampak jelas sikap egoisme dan sikap mengejar kesenangan pribadi mereka. Ini adalah bukti hedonisme yang banyak menjadi impian anak-anak muda di negeri Seribu satu masalah ini.
3.2
Dampak Yang Ditmbulkan Dari Hedonisme Pada dasarnya, setiap kesenangan bisa dinilai baik, tapi setiap kesenangan itu tidak harus dimanfaatkan secara berlebihan. Dalam hal ini, Epicuros mengajukan perbedaan dari tiga macam keinginan yaitu: keinginan alamiah yang perlu seperti makanan, keinginan alamiah yang tidak perlu seperti makanan yang istimewa, dan keinginan yang sia-sia seperti kekayaan. Hidup yang baik adalah memenuhi keinginan alamiah yang perlu semacam pola hidup sederhana sebagaimana anjuran dari Epikuros. Orang yang bijaksana akan berusaha untuk sebisa mungkin terlepas dari keinginan. Dengan demikian manusia akan mencapai ketenangan jiwa atau keadaan jiwa yang seimbang yang tidak membiarkan diri terganggu oleh hal-hal lain. Kesenangan yang berlebihan tanpa melihat orang-orang disekitar sepertinya sudah mulai nampak di Indonesia. Sudah banyak masyarakat di Indonesia tidak lagi mempedulikan budaya silaturahim antara individu satu dengan individu yang lainnya, padahal budaya Indonesia sudah sangat terkenal dengan keramahannya dengan masyarakat lain. Dan salah satu penyebab dari masalah ini adalah pengaruh hedonisme. Hedonisme adalah pandangan hidup bahwa kesenangan dan kenikmatan sebagai tujuan utama. Jadi bisa dikatakan bahwa para penganut hedonisme ini lebih mementingkan kesenangannya, tidak lagi peduli oleh orang yang berada disekitar mereka, karena yang terpenting buat mereka adalah kesenangan. Salah satu contoh hedonisme seperti berfoya-foya dan hura-hura. Dalam prospektif hedonisme para penganut hedonisme kebanyakan dari kalangan menengah ke atas, karena dalam melampiaskan kesenangannya pasti uang yang mereka keluarkan sangat banyak, tapi mereka tidak begitu mempedulikannya karena yang terpenting bagi penganut hedonisme adalah kesenangan dan kepuasan. Saat ini, budaya hedonisme sudah menjadi propaganda yang sukses dan mengakar dalam jiwa-jiwa remaja. Namun ironismya lagi, para remaja tak menyadari hal yang mereka lakukan adalah prilaku hedon. Oleh karena itu, paham ini memberikan kontribusi negatif terhadap ideologi para remaja/generasi muda yang berani membuat mereka berani menghalalkan segala cara demi tercapainya kesenangan dan menjadikan remaja saat ini memiliki mental lemah disertai dengan pemikiran yang sempit. Ada beberapa dampak buruk paham hedonisme diantaranya; 1. Pergaulan bebas Pengikut paham hedonisme dapat terjebak dalam pergaulan dan mereka selalu berada dalam dunia malam. Seperti clubbing, pesta narkoba, dan seks bebas. a. Sex bebas Free sex atau seks bebas merupakan dampak dari hasil budaya hedonisme. Bagi penganut hedonisme, menganggap seks bebas hanya perbuatan biasa, karena mereka sudah tidak lagi memikirkan salah atau benar, tapi yang mereka pikirkan hanyalah kepuasan dirinya sendiri. Ironisnya, pada diri mereka sudah tidak ada lagi rasa malu, bahkan mereka merasa bangga apabila sudah melakukan perbuatan yang diharamkan oleh agama (perbuatan zina), kemudian divideokan dan menyebarkannya melalui internet. Perbuatan tersebut sungguh tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia, karena bangsa Indonesia menganut adat istiadat timur yang menganggap seks sebagai hal yang sakral. b. Narkoba Narkotika dan obat-obatan berbahaya, tidak lain adalah bom waktu yang siap menghancurkan generasi-generasi penerus. Hal ini terbukti dari beberapa informasi yang menyatakan bahwa para siswa SD pun sudah mulai mengkonsumsi zat haram tersebut. Lalu bagaimana nasib masyarakat kita nantinya jika para generasi muda telah mengalami ketergantungan pada narkoba? Namun, tidak hanya kalangan para pelajar saja yang mengalami hal demikian. Narkoba memang sudah menjadi gaya hidup bagi kebanyakan orang. Mulai dari kalangan penjabat, pengusaha, artis, seniman dan pengangguran. Alasan mereka mengkonsumsi barang haram tersebut adalah untuk
mencari kenikmatan dan kesenangan. Narkoba menjadi barang pelarian dari setiap masalah yang mereka hadapi. Tujuannya agar mereka tidak dirundung kesedihan dan akhirnya diliputi dengan suasana senang dan nikmat. 2. Tawuran Saat ini tawuran sudah menjadi tren di kalangan sebagian remaja. Mereka merasa senang sekali jika melakukan perbuatan anarkis, memperdaya dan menganiaya orang lain. Dalam dirinya sifat empati dan simpati sudah hilang. Apalagi sikap saling menghargai dan solidaritas. Hal ini disebabkan karena mereka selalu mempertimbangkan untung dan rugi dalam bersosialisasi dan bermasyarakat. 3. Musik dan Seni Dunia sepertinya sepi tanpa musik dan kehidupan seakan hampa tanpa seni, itulah beberapa ungkapan para musisi dan seniman serta para penikmatnya. Konser-konser musik digelar di setiap kota, namun tak jarang konser musik berlangsung banyak korban yang berjatuhan karena berdesak-desakkan saat mereka asyik menikmati alunan musik sang idola. Banyak di antara korban meninggal dunia. Namun, peristiwa demi digelar walaupun bahaya maut menjadi taruhan. Musik dan seni sudah menjadi hal yang penting dalam kehidupan para hedonis. Jiwa dan perasaan mereka semakin nikmat dan melayang jika mendengarkan musik. Pahat-pahatan patung menjadi alat untuk dinikmati. Padahal boleh jadi patung-patung tersebut adalah tokoh kaum kafir atau setidaknya menonjolkan unsur pornografi. Manusia telanjang dan aktivitas-aktivitas seksual ditampilkan dalam sejumlah karya seni paleolitik, seperti patung venus. Tidak jarang kita melihat lukisan-lukisan telanjang terpampang namun mereka menganggap sebagai karya seni yang patut dihargai. 4. Pariwisata Salah satu upaya untuk menyalurkan kesenangan ialah dengan berwisata. Pada dasarnya seseorang boleh-boleh saja berwisata selama kreativitas tersebut tidak melanggar nila-nilai syar’i. adapun yang sering jadi pembahasan saat ini adalah tempat-tempat wisata serta kreativitasnya yang senantiasa menjurus kepada kemaksiatan. Banyak tempat wisata terkadang menjadi area yang tepat untuk pesta narkoba dan miras. Biasanya mereka melakukan hal tersebut di tempat-tempat penginapan. Mulai dari hotel yang bertarif murah sampai hotel-hotel mewah, ditawarkan berbagai layanan kepada para pengunjung bebas melakukan apapun. Mereka yang sering melakukan hubungan seks adalah para pekerja industri pariwisata, supir, wisatawan lokal, wisatawan asing yang berbisnis serta tinggal di Bali. Biasanya para pekerja seks tersebut menyamar sebagai pemandu wisata illegal, pedagang asongan pegawai salon kecantikan, penyewa papan selancar dan penjual makanan serta minuman. 5. Perfilman Acara-acara yang disuguhkan kepada masyarakat kerap tidak pernah terlepas dari prilaku hedonis. Tidak hanya di layar kaca, kehidupan selebriti pun sangat kental dengan budaya hedonisme. Kehidupan glamour senantiasa melekat dalam keseharian para bintang film. Penayangan tindakan kekerasan dan seksual di media-media masa, televisi, telah menyebabkan masyarakat negeri ini dilanda gelombang kejahatan. Kondisi ini memprihatinkan dan membahayakan bagi generasi muda, karena adegan-adegan kekerasan seringkali ditiru. Dengan kata lain, film dan acara-acara televisi yang ditayangkan adalah jalan yang sangat mulus dalam upaya penyebaran budaya hedonisme dan kebebasan. 6. Matrealistis Merupakan bagian dari budaya hedonisme yang merasa tidak puas dengan sesuatu yang sudah dimilikinya. Dan selalu iri jika melihat orang lain. 7. Pemalas Malas merupakan akibat yang ditimbulkan dari budaya hedonisme, karena mereka selalu menyia-nyiakan waktu. Manusia menjadi tidak menghargai waktu. Kurangnya kesadaran dalam mempergunakan waktu, komunitas, dan pergaulan. 8. Tidak Bertanggung Jawab
Menjadi individu yang tidak bertanggung jawab terutama kepada dirinya sendiri, seperti menyia-nyiakan waktu, dan mementingkan kesenangannya saja. 9. Konsumtif & Boros Hedonisme cendurung konsumtif, karena menghabiskan uang untuk membeli barang-barang yang hanya untuk kesenangan semata tanpa didasari kebutuhan. Menghambur-hamburkan uang untuk membeli berbagai barang yang tidak penting, hanya untuk sekedar pamer merk/ barang mahal. 3.3
1. 2.
3. 4. 5.
6.
7.
Solusi Mengatasi Budaya Hedonisme Untuk mengantisipasi dampak negative budaya hedonisme bagi remaja maka perlu untuk melakukan cara atau sousi yaitu: Pentingnya kearifan dalam memilih barang agar tidak terjebak dalam konsumerisme. Menerapkan pola hidup sederhana adalah salah satu pilihan alternative untuk membasmi budaya hedonisme di kalangan remaja. Kegiatan sehari-hari diperlukan untuk mengatur keuangan remaja agar pendapatan yang biasanya berasal dari orang tua tidaklah kecil daripada pengeluaran. Pasalnya dengan menerapkan pola hidup yang sederhana, orientasinya lebih akurat serta tidak terlalu memberatkan fikiran Pola hidup sederhana juga memberi pengaruh yang signifikan terhadap pergaulan remaja dengan remaja lainnya, karena di pandang sangat supple dalam bergaul dan tidak memandang lawan bergaul dari segi apapun. Itulah alasan pola perilaku sederhana itu sangat berpengaruh terhadap penghapusan hedonisme dalam kalangan remaja. Adanya kedewasaan dalam berfikir sehingga remaja dapat membentengi diri dari pola hidup hedonisme terutama konsumerisme. Dalam memilih barang remaja perlu membuat skala prioritas dalam berbelanja sehingga dapat membedakan barang yang benar-benar diperlukan dengan barang-barang yang diinginkan namun tidak diperlukan. Tidak memilih gaya hidup hedonisme, karena gaya hidup ini tidak akan pernah membentengi kepuasan dan kebahagiaan ibarat minum air garam, makin diminum makin haus. Bagi yang belum terlanjur menjadi pengidola hedonisme maka segeralah balik kiri, berubah seratus delapan puluh derajat. Bahwa kebahagiaan hidup ada pada hati yang bening, saatnya bagi kita kembali untuk menyuburkan akar-akar spiritual kembali ke jalan Ilahi, tumbuhkan jiwa peduli pada sesama – buang jauh-jauh karakter selfish (mementingkan diri sendiri), dan miliki multi kekuatan – kuat otak, kuat otot, kuat kemampuan berkomunikasi, kuat beribadah, kuat mencari rezeki. Kritis Dalam Bertindak dan Bertingkah Laku Menjadi remaja yang kritis dan peka terhadap lingkungan adalah bukan sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan. Karena dengan kita menjadi remaja yang kritis kita mampu mengkaji serta mengambil tindakan yang tepat dan efisien dalam menghadapi masalah-masalah yang menghadapi kita. Dengan begitu paradigma berfikir remaja akan menjadi sebuah praktek yang nyata dan bukan menjadi sebuah wacana belaka. Maka dengan begitu pula secara tidak langsung kita dapat memarginalkan hedonisme didalam kehidupan remaja dan beralih kepada perilaku-perilaku yang positif serta dapat membantu sesama dengan keikhlasan dan keyakinan yang teguh akan perubahan. Kontrol Pengeluaran Bahan Produksi Pengeluaran bahan produksi disini maksudnya adalah modal yang berbentuk materil maupun non materil, bahan materil disini maksudnya seperti uang, sedangkan bahan produksi yang non materil itu berupa selain dari uang seperti tenaga dan alat transportasi. Pada intinya pencegahan hedonisme dalam remaja itu terletak pada keyakinan (trust) yang teguh serta praktek yang nyata dari remaja itu sendiri. Itu lah beberapa cara yang mungkin dapat meminimalisir budaya hedonis itu timbul dalam dunia remaja.
BAB IV KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Hedonisme dikalangan pesat mengikuti perkembagan jaman pola piker yang hanya mementingkan kesenangan saja membuat para remaja terbuai dalam sebuah kehidupan yang kadang tidak realistis. Setiap manusia pasti ingin merasakan dan kesenangan, apalagi para remaja. Tapi sayag nya untuk memperoleh kenikmatan dan kesenangan tersebut banyak remaja yang menghalalkan segala cara. Apapun mereka lakukan, agar apa yang mereka iginkan dapat mereka peroleh tanpa peduli dengan resiko nya. Sementara itu berkenaan dengan hedonisme etis ada dua gagasan yang patut diperhatikan. Pertama, kebahagiaan tidak sama dengan jumlah perasaan nikmat. Nikmat selalu berkaitan langsung dengan sebuah pengalaman ketika sebuah kecondongan terpenuhi, begitu pengalaman itu selesai, nikmatpun habis. Sementara itu, kebahagiaan menyangkut sebuah kesadaran rasa puas dan gembira yang berdasarkan pada keadaan kita sendiri,dan tidak terikat pada pengalaman-pengalaman tertentu. Dengan kata lain, kebahagiaan dapat dicapai tanpa suatu pengalaman nikmat tertentu. Sebaliknya, pengalaman menikmati belum tentu membuat bahagia. Kedua, jika kita hanya mengejar nikmat saja, kita tidak akan memperoleh nilai dan pengalaman yang paling mendalam dan dapat membahagiakan. Sebab, pengalaman ini hanya akan menunjukan nilainya jika diperjuangkan dengan pengorbanan.
1.
2. 3. 4. 5.
DAFTAR PUSTAKA Zulkifli, Al Ridho. 2014. GAYA HIDUP HEDONISME DI KALANGAN MAHASISWA PENERIMA BEASISWA KALTIM CEMERLANG. FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MULAWARMAN Sari Pramita, Ni Made Isti. 2013. Peran Gaya Hidup Hedonisme dan Locus of Control Dalam Menjelaskan Kecenderungan Shopping Addiction Pada Remaja Putri Asmanita, Afni. 2003. Gaya Hidup Klik pada Mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP). Padang. Kusumanugraha, C. 2003. Fenomena Gaya Hidup Hedonis pada Remaja. (UNIKA). Semarang. Mappiare, Andi. 1984. Psikologi Remaja, Usaha Nasional, Surabaya
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Susianto, H. 1993. Studi Gaya Hidup Sebagai Upaya Mengenali Kepentingan Anak Muda. Jurnal Psikologi dan Masyarakat, Vol. 1, No. 1. Grasindo, Jakarta. Suseno, Franz Von Magnis. Etika Umum: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Jogjakarta: Kanisius, 1979. Masmuadi, A. (2007). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kecenderungan Gaya Hidup Hedonis Pada Remaja. Skripsi. Universitas Islam Indonesia. Salam, B. (2002). Etika Individual: Pola Dasar Filsafat Moral. C.I. Jakarta: Rineka Cipta. Sholihah, N. A. dan Kuswardani, I. (2011). Hubungan Antara Gaya Hidup Hedonis dan Konformitas Teman Sebaya Dengan Perilaku Konsumtif Terhadap Ponsel Pada Remaja. Martha, S. H. dan Setyawan, I. (2010). Correlation Among Self-Esteem with A Tendency Hedonist Lifestyle of Students At Diponegoro University. Jurnal. Diakses melalui http://www.eprints.undip.ac.id tanggal 27 Januari 2013. Edwards, E. A. (1993). Development of a New Scale Measuring Compulsive Buying Behavior. Michigan: Michigan University Dept. Juhana, S Praja. 2003. Alran-Aliran Filsafat Dan Etika. Jakarta. Prenada Media. Duncan, A.R.C., Moral Philosophy, Canada: CBC Publications, 1970
15. Audi, Robert, The Cambridge Dictionary of Philosophy, New York: Cambridge University Press, 199