ANTROPOLOGI BUDAYA PAPUA
KESENIAN PAPUA
Disusun Oleh:
Asep Mulyadi (NIM TAR: 136001)
Eka Hardiyanti Bugis (NIM TAR: 136002)
Nilovi Kausarillah (NIM TAR: 136007)
Nur Aini (NIM TAR: 136009)
Dosen Pembimbing:
Drs. H. Umar Sulaiman, M.Pd
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SORONG
TAHUN AKADEMIK 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya. Limpahan shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, atas berkat rahmat serta bimbingan-Nya, akhirnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul "Kesenian Papua". Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Antropologi Budaya Papua di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sorong.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini dan kepada rekan-rekan yang telah memberikan motivasi, baik moril maupun materil.
Akhirnya kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karena itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak apabila makalah ini tidak sesuai harapan. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi menuju ke arah yang lebih baik dalam penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini mendapat ridho Allah SWT dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Sorong, 3 Oktober 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang luas yang terdiri dari banyak pulau yang membentang luas dari sabang hingga merauke dan memiliki banyak daerah disetiap pulaunya, dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia yang memiliki keragaman kebudayaan yang berbeda satu sama lain Karena banyaknya pulau yang ada Indonesia menyebabkan kesenian dan kebudayaan tiap pulau dan daerah tersebut berbeda satu dengan yang lain. Semua itu tidak menjadi suatu perbedaan yang akhirnya akan menjadi sebuah konflik diantara sesama warga Negara Indonesia. Seperti semboyan Negara kita yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda namun tetap satu.
Papua adalah sebuah provinsi yang terletak di paling timur Indonesia. Provinsi ini merupakan provinsi yang masih kental dan kaya akan kesenian dan kebudayaan yang ada di provinsi tersebut, provinsi ini memiliki berbagai suku seperti suku asmat yang mendiamin provinsi tersebut, dengan masyarakat yang sangat menjunjung tinggi kesenian dan kebudayaan yang ada di daerah mereka. Kesenian dan kebudayaan yang ada di daerah ini sangat menarik, dan unik. Sebagai warga negara Indonesia kita patut bangga dengan kesenian dan kebudayaan yang beraneka ragam yang terdapat di Negara Indonesia, negara tercinta.
Rumusan Masalah
Apa sajakah tarian daerah Papua?
Apa sajakah lagu daerah Papua?
Apa sajakah alat musik daerah Papua?
Apa sajakah senjata daerah Papua?
Bagaimanakah baju adat masyarakat Papua?
Bagaimanakah rumah adat masyarakat Papua?
Tujuan
Mengetahui tarian daerah Papua.
Mengetahui lagu daerah Papua.
Menetahui alat musik daerah Papua.
Mengetahui senjata daerah Papua
Mengetahui baju adat masyarakat Papua
Mengetahui rumah adat masyarkat Papua
BAB II
PEMBAHASAN
Tarian Daerah Papua
Tari yospan
Tari Yospan adalah jenis tarian kontemporer yang menggambarkan pergaulan atau persahabatan para kaum muda-mudi di masyarakat Papua. Yosim Pancar atau biasa disingkat Yospan, merupakan penggabungan dari dua tarian rakyat di Papua, yaitu Yosim dan Pancar. Sejarah kemunculan tarian Yospan, bisa kita runut dari asal mula dua tarian sebelum mengalami penggabungan menjadi Yospan. Yosim adalah tarian tua yang berasal dari Sarmi, suatu kabupaten di pesisir utara Papua, dekat Sungai Mamberamo. Tapi sumber lain mengatakan bahwa Yosim berasal dari wilayah teluk Saireri (Serui, Waropen). Sementara Pancar adalah tarian yang berkembang di Biak Numfor dan Manokwari awal tahun 1960-an semasa zaman kolonial Belanda di Papua. Awal sejarah kelahirannya adalah dengan meniru gerakan-gerakan akrobatik di udara, dengan penamaan merujuk pada pancaran gas (jet). Maka tarian yang meniru gerakan akrobatik udara ini mula-mula disebut Pancar Gas, dan disingkat menjadi Pancar. Sejak kelahirannya awal tahun 1960-an, Pancar sudah memperkaya gerakannya dari sumber-sumber lain, termasuk dari gerakan alam.
Karena kepopulerannya, tarian Yospan sering diperagakan dalam setiap event, kegiatan penyambutan, acara adat, dan festival seni budaya. Yospan juga sering ditampilkan di mancanegara untuk memenuhi undangan atau mengikuti festival disana. Bahkan salah satu tarian warga Biak - Papua ini, selalu digelar setiap bulan Agustus. Mereka menari sepanjang jalan Imam Bonjol dengan di iringi musik khas Papua.
Keunikan dari tarian ini selain pada pakaian, alat musiknya, aksesoris, warna dan jenis pakaian yang digunakan masing-masing grup seni tari/sanggar seni Yospan berbeda-beda, namun tetap dengan ciri khas aksesoris Papua yang hampir sama. Alat-alat musik yang digunakan dalam mengiringi tarian Yospan adalah Gitar, Ukulele (Juk), Tifa dan Bass Akustik (stem bass). Irama dan lagu Tari Yospan secara khusus sangat membangkitkan kekuatan untuk tarian. Keunikan lainnya yang sangat nampak adalah kebebasan gerak dalam tarian Yosim dan peniruan gerakan "akrobatik" dipadukan secara dinamis.
Tarian Yosim Pancar terdiri dari dua regu, yaitu Regu Musisi dan Penari. Penari Yospan lebih dari satu orang atau grup, dengan gerakan yang penuh semangat, menarik dan dinamik. Di dalam tarian ini terdapat aneka bentuk gerak tarian seperti tari Gale-gale, tari Pacul Tiga, tari Seka, Tari Sajojo, serta tari Balada Cendrawasih.
Karena tarian Yospan adalah tarian pergaulan, tidak ada batasan jumlah penari dalam tarian ini, siapa saja boleh ikut masuk dalam lingkaran dan bisa langsung bergerak mengikuti penari lain. Tidak peduli apakah mereka laki-laki atau perempuan, tua atau muda, komen atau amber. Dengan posisi para penari biasanya membentuk lingkaran dan berjalan berkeliling sambil menari, diiringi oleh musisi. Maka tak heran melalui tarian Yospan, komunikasi masyarakat Papua dengan pendatang menjadi positif, sekaligus memperkenalkan musik serta lagu-lagu kekinian yang diciptakan para seniman Papua.
Tari Perang/Tari Tobe
Tari Perang adalah salah satu nama tarian yang berasal dari Papua Barat. Tarian ini melambangkan kepahlawanan dan kegagahan rakyat Papua. Tarian ini biasanya dibawakan oleh masyarakat pegunungan. Digelar ketika kepala suku memerintahkan untuk berperang, karena tarian ini mampu mengobarkan semangat.
Dilihat dari segi antropologi budaya di Papua dan analisis perkembangan seni tari di Asia Tenggara, tari Perang dari masyarakat Papua Barat ini mengarah pada karya seni pertunjukkan periode prasejarah. Masyarakat Papua, hingga hari ini tetap menjaga dan melestarikan tarian ini sebagai bentuk penghormatan terhadap nenek moyang dan harga diri sebuah bangsa atau suku. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan masyarakat dan keseniannya tidak merupakan perkembangan yang terputus satu sama lain, melainkan saling berkesinambungan. Mereka percaya bahwa sejak dahulu nenek moyang masyarakat Papua selalu berharap, bahwa budaya yang telah diwariskan kepada setiap generasi tidak luntur, tidak tenggelam dan tidak terkubur oleh berbagai perkembangan zaman yang kian hari kian bertambah maju. Seperti halnya budaya tarian-tarian yang telah mereka ciptakan dengan berbagai gelombang kesulitan, kesusahan dan keresahan tidak secepat dilupakan oleh generasi berikutnya.
Banyak catatan yang mengisahkan peperangan antar suku di Papua pada zaman pra-sejarah, seperti tarian perang Velabhea, yaitu tarian yang mengisahkan perang suku di Sentani. Masyarakat Papua menggunakan tarian perang untuk memberi dorongan spiritual dalam menghadapi peperangan. Namun seiring perkembangan zaman dan peraturan pemerintah yang melarang keras adanya peperangan antar suku, tarian ini kini hanya menjadi tarian penyambut tamu undangan.
Tarian perang Papua ini termasuk dalam tarian grup, atau bahkan bisa menjadi tarian kolosal. Karena tidak ada batasan jumlah penari. Seperti umumnya tarian di Papua, tarian perang pun diringi tifa dan alat musik lainnya, yang menjadi pembeda adalah lantunan lagu-lagu perang pembangkit semangat. Dengan mengenakan busana tradisional, seperti manik-manik penghias dada, rok yang terbuat dari akar, dan daun-daun yang disisipkan pada tubuh menjadi bukti kecintaan masyarakat Papua pada alam
Tari Ambiaro
Salah satu tokoh suku Walak, Petrus Mabel mengatakan tarian Ambiaro yang artinya satu, mengisahkan perjalanan orang Papua alias bangsa Melanesia dari daratan Asia, tepatnya di Yunan hingga mencapai Pulau Papua. Menurut Petrus yang didampingi Kepala Suku Walak, Fanus Kanelak, leluhur orang Papua berlayar dari Yunan menuju Papua dengan melintasi Taiwan, Filipina dan Lautan Pasifik sampai akhirnya tiba di Papua Nugini (PNG). Dari PNG, leluhur orang Papua melintas ke arah barat hingga tiba di Pulau Ifala dan selanjutnya meneruskan perjalanan ke Genyem. Sesampai di Genyem, leluhur orang Papua lalu satu persatu tersebar ke berbagai tempat di Papua yang selanjutnya melahirkan sekitar 252 suku yang menghuni Tanah Papua dewasa ini.
"Karena kami berasal dari satu nenek moyang dan satu keturunan serta satu perjalanan sejarah, maka tarian ini mengajak semua suku yang ada di Papua untuk bersatu membangun Papua baru," kata Petrus. "Tidak ada perbedaan antara orang gunung dan orang pantai, kita semua adalah satu".
Tari Sajojo
Tari sajojo ini merupakan tari pergaulan yang mulai populer seja era 1990-an. Ciri khas tarian ini salah satunya ialah merupakan tarian grup yang tidak dibatasi jumlah penarinya. Siapa pun boleh turut serta dalam kesukariaan sebuah kebersamaan. Diiringi musik yang dinamis, menghentak dan menggembirakan. Kepopuleran tarian ini didukung oleh karakter tarian itu sendiri. Nuansa kebersamaan dan pergaulan sangat kental terasa. Cerminan lirik lagunya menceritakan tentang seorang gadis cantik yang diidolakan pemuda di kampung. Merupakan pula gadis cantik yang sangat dicintai keluarganya terutama ayah dan ibunya. Sehingga menjadi dambaan tiap pemuda untuk ingin memilikinya.
Tari Balada Cendrawasih
Tarian Balada Cendrawasih merupakan tarian modern yang diciptakan oleh seniman-seniman Papua (Mambesak). Tarian ini menggambarkan keindahan burung Cendrawasih di Tanah Papua. Tarian Balada Cendrawasih merupakan perkembangan dari tari Yospan yang lebih dulu dikenal oleh masyarakat luas. Hal ini dapat dilihat dari gerakan-gerakan yang dinamis dan akrobatik yang dipadukan dengan gerakan burung Cendrawasih. Tarian Balada Cendrawasih mulai berkembang dan mulai dipromosikan pada masyarakat luas pada tahun 2000-an, melalui event-event yang dilaksanakan oleh Dewan Kesenian yang ada di Tanah Papua.
Tari Balada Cendrawasih menceritakan tentang terjadinya konflik antara dua suku. Dikisahkan ada sepasang suami istri yang sedang pergi ke hutan mencari nafkah. Sementara sang suami bekerja mengolah tanah dan menanam, tiba-tiba datang orang dari suku lain ke hutan dan saat sang suami pulang berburu, ternyata istrinya tidak ada. Lalu dia mencari dan meratap serta memohon bantuan kepada saudara-saudaranya dan mereka pun terus mencari bahkan siap apabila ada penyerangan dari pihak lawan.
Perang pun terjadi, pada saat pertempuran sedang berlangsung maka datanglah sekelompok suku perempuan (suku ini yang ada hanyalah perempuan) yang akhirnya mendamaikan kedua suku itu. Sesduah itu pesta perdamaian dilaksanakan dengan penuh semangat dan meriah.
Tari ini mengisahkan tentang masyarakat Waropen Papua dalam upayanya untuk melestarikan Burung Cendrawasih. Tari ini dikembangkan dengan harapan mengajak masyarakat untuk tetap menjaga dan melestarikan burung Cendrawasih dari kepunahannya.
Tari Selamat Datang
Tari selamat datang merupakan tarian yang berasal dari Papua Timur. Tarian yang menjadi andalan di daerah Papua ini sangat dikenal kekhasan gerakannya yang energik dan dinamis, ditambah dengan aksesoris para penarinya seperti hiasan kalung dan tutup kepala yang terbuat dari kerang atau gigi dan tulang hewan yang menarik seperti hendak berperang, ternyata mampu mencuri perhatian para penonton.
Tarian selamat datang menjadi sebuah icon atau ekspresi gembira dan rasa hormat yang ditunjukkan para penduduk Papua dalam ritual penyambutan tamu. Tarian ini melibatkan sekumpulan penari pria dengan pakaian adat papua (memakai sehelai kain yang menutupi bagian depan tubuh) lengkap dengan tameng dan tombak. Terdapat pula sekumpulan orang atau regu musisi yang mengiringi tarian ini dengan alat musik seperti gitar, ukulele, tifa dan stem bass yang biasanya dibuat sendiri oleh penduduk Papua.
Tarian selamat datang masih tergolong sebagai jenis tarian tradisional, ditambah dengan keaslian adat istiadat Papua yang masih terjaga hingga saat ini, maka dengan keunikan dan asyiknya tarian selamat datang semakin membuat Papua memiliki pesona tersendiri dibandingkan dengan daerah yang lain.
Tari Seka
Tari Seka-merupakan salah satu tarian adat masyarakat di Selatan Papua, yang meliputi wilayah Timika, Kaimana dan Fakfak. Tarian yang melambangkan ucapan rasa syukur kepada Sang Pencipta ini hadir mewarnai kehidupan masyarakat pesisir. Pada awalnya, tarian ini dilakukan sebagai ucapan syukur di kala hasil panen melimpah serta prosesi adat pernikahan, yaitu menghantarkan gadis ke calon mempelai laki-laki. Namun, seiring waktu berjalan, tarian ini juga melukis tanah papua sebagai tari pergaulan dan penyambutan tamu.
Di Kaimana, suku Napiti dan Suku Miere masih menggunakan tari Seka dalam denyut aktivitas sehari-hari. Sama halnya seperti di Timika, Suku Komoro menghidupkan irama budaya melalui tarian ini. Namun, di Suku Komoro, tari Seka juga melambangkan semangat ketika akan berperang pada waktu lampau.
Tarian Kikaro dari Doyo Lama
Dalam tarian ini jumlah bulu berwarna kuning yang disisipkan pada hiasan kepala seorang ondoafi ternyata menandakan jumlah orang yang telah tewas dalam perang suku. Diceritakan sejarahnya bahwa sekitar tahun 1700 terjadi perang suku antara suku Kitung Babatung (sekarang Waibron) dengan Kampung Doyo Lama karena memperebutkan tanah.
Akhir dari perang tersebut akhirnya dimenangkan oleh Doyo Lama setelah seorang panglima perang bernama Dopoy dari suku Ebey berhasil menewaskan seorang kepala suku dari Kitung Babatung bernama Dani juga warga sekampungnya, sementara seorang Ondoafi bernama Kamakurung dari suku Pangkatana ikut tewas.
Dikisahkan usai perang melawan Kitung Babatung, menyusul pula perang antara Doyo Lama yang dipimpin oleh Nuguboy Kendi melawan Yagua Dotobeketo (sekarang Yahim) dan akhirnya kembali menang. Kisah ini sedikit menyimpulkan bahwa status lokasi tanah saat itu bisa diperoleh melalui perang. Jika menang maka suku tersebut bisa mendiami bahkan menggeser suku sebelumnya yang menempati. Dalam sejarah tersebut selain Ondoafi, sosok panglima perang juga sangat disegani karena semua komando perang ada padanya. Peperangan tidak hanya menggunakan alat perang tetapi tentu disisipkan ilmu kebal maupun ilmu yang bersumber dari kekuatan alam.
Tari Ahokoy
Cerita berbeda diusung Kampung Yoka dengan tarian Ahokoy.Dikatakan tidak banyak yang mengetahui cerita sejarah ini sehingga kembali diangkat bahwa terbentuknya beberapa pulau dan penduduk yang mendiami disekitar Danau Sentani adalah dari cerita ini.
Dikisahkan berawal dari kedatangan suku Hebeibulu dari Fonom, Papua New Guinea dengan tujuan hendak ke daratan Yoka yang diantar oleh ondoafi besar yang istrinya saat itu sedang hamil besar.Saat itu dikatakan rombongan diantar Ondoafi besar bersama sang istri yang mengenakan tudung habana menutup wajahnya didampingi dua anak perempuan bernama Hay dan Hebaykoi. Setibanya ditempat tujuan sang istri kemudian melahirkan dua anak laki-laki bernama Assa dan Kalo.Setelah cukup usia keduanya berpisah dimana Assa memilih tinggal di pulas Asei dan Kalo tetap di Yoka.Dari perjalanan hidup dua anak ini akhirnya kampung Asei disebut sebagai kampung tua. Asei dinamakan kampung matahari dan Yoka dinamakan kampung bulan karena saat rambut kedua pemuda tersebut dipotong, tampak bentuk matahari pada kepala Assa dan bulan pada kepala Kalo.
Selain sembilan tari yang telah dipaparkan di atas, masih terdapat tari-tari Papua lainnya seperti Tari Tokok Sagu, Tari Melaut, Tari Magazatari Ular, dan lain-lain.
Lagu Daerah Papua
Yamko Rambe Yamko
Lagu Yamko Rambe Yamko merupakan lagu yang energik dan terkesan menyenangkan untuk dinyanyikan. Namun, makna dibalik lagu ini sangat menyedihkan. Lagu Yamko Rambe Yamko menceritakan tentang pertikaian yang terjadi di dalam negeri. Dalam lagu ini, pelantun lagu ingin menjadi bunga bangsa atau pahlawan yang rela berkorban, bahkan sampai mati untuk mempertahankan Indonesia dari para penjajah.
Apuse
Lagu Apuse mengisahkan tentang perpisahan seorang cucu dengan kake neneknya. Apuse sendiri artinya kakek atau nenek.
Sajojo
Sajojo adalah lagu yang berkisah tentang perempuan cantik dari desa. Perempuan yang dicintai ayah dan ibu berikut para laki-laki desa. Perempuan yang didamba laki-laki untuk bisa berjalan bersamanya. Pencipta lagu ini mungkin membuat kata kiasan sebagai arti dari Papua adalah mutiara hitam dari timur, sebuah tanah yang kaya raya, dengan kekayaan alam yang luar biasa banyaknya.
E Mambo Simbo
Lagu dari suku Asmat ini menceritakan tentang seseorang yang bernama Mambo. Dia telah lama pergi dan menghilang dari kampung. Kemudian orang-orang mencari Mambo untuk mengabarkan bahwa orang tuanya telah wafat. Seluruh warga kampung bersorak gembira ketika Mambo telah ditemukan kembali.
Alat Musik Daerah Papua
Tifa
Alat_musik_tradisional_Tifa_ini,_banyak_digunakan_oleh_penduduk_Papua_dan_Maluku._Bila_diperhatikan_sekilas_Tifa__mirip_dengan_gendang._Dan_dimainkan_dengan_cara_dipukul_pula._Tifa_dibuat_dari_batang_kayu_yang_dihilangkan_isinya._Salah_satu_ujungnya_lalu_ditutupi_menggunakan_kulit_binatang_seperti_kulit_rusa._Kulit_rusa_ini_telah_mengalami_proses_pengeringan_terlebih_dahulu,_agar_bisa_menghasilkan_bunyi_yang_indah.
Triton
Triton adalah alat musik tradisional masyarakat Papua. Triton dimainkan dengan cara ditiup. Alat musik ini terdapat di seluruh pantai, terutama di daerah Biak, Yapen, Waropen, Nabire, Wondama, serta kepulauan Raja Amat. Awalnya, alat ini hanya digunakan untuk sarana komunikasi atau sebagai alat panggil/ pemberi tanda. Selanjutnya, alat ini juga digunakan sebagai sarana hiburan dan alat musik tradisional.
Pikon atau Kaido
Pikon berasal dari kata pikonane. Dalam bahasa Baliem, Pikonane berarti alat musik bunyi. Alat ini terbuat dari sejenis bambu yang beruas-ruas dan berongga-rongga bernama Hite. Pikon yang ditiup sambil menarik talinya ini hanya akan mengeluarkan nada-nada dasar, berupa do, mi, dan sol.
Mula-mula kaido hanya berfungsi mengusir rasa penat setelah lelah bekerja di kebun sehingga nada yang dihasilkan pun hanya merupakan tiruan dari kicau burung, namun seiring perkembangan peradaban suku-suku bangsa pedalaman Papua seperti Mee, Moni, dan Dani maka nada-nada dari alat musik inipun dapat diterjemahkan sesuai dengan suasana hati dalam kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa tersebut. Setelah memperhatikan keunikannya maka kaido dapat diusulkan sebagai salah satu warisan budaya tak benda dari kabupaten Nabire Papua.
Ukulele
Salah satu instrumen seperti gitar yang diperkenalkan ke Papua Barat pada awal abad ke-19. Dengan kedatangan misionaris Kristen.
Falun
Falun merupakan drum yang dilubangi dari batang pohon dengan celah sempit yang panjang dibagian atas. Alat musik ini dipukuli disisi dekat bagian atas dengan ujung tongkat yang berat untuk mengirimkan sinyal, untuk melakukan ritual, dan menemani penari.
Imunu Viki
Di Teluk Papua, alat musik ini berarti roh menangis, karena hanya terdengar pada saat kematian seorang kepala suku. Di Teluk Huon, gambaran musiknya menyampaikan suara nenek moyang.
Okarina
Dalam ritual "kaki karim" para pemuda memainkan alat musik ini untuk menarik perhatian gadis-gadis tertentu. Peluit okarina ini dibuat dari tanah liat yang dicetak, kemudian dijemur dan diwarnai dengan getah pisang. Desain tersebut kemudian membentuk ke permukaan yang menonjol karena warna tanah liat yang ringan dibawah permukaan.
Guoto
Senjata Daerah Papua
Pisau Belati
Salah satu senjata tradisional di Papua adalah Pisau Belati. Senjata ini terbuat dari tulang kaki burung kasuari dan bulunya menghiasi hulu belati tersebut.
Busur Panah
Busur tersebut dari bambu atau kayu, sedangkan tali Busur terbuat dari rotan. Anak panahnya terbuat dari bambu, kayu atau tulang kangguru. Busur dan panah dipakai untuk berburu atau berperang.
Kapak Batu Suku Asmat
Senjata tradisonal Papua lainnya yaitu Kapak Batu Suku Asmat
Baju Adat Masyarakat Papua
Pakaian adat Papua untuk pria dan wanita hampir sama bentuknya. Mereka memakai baju dan penutup badan bagian bawah dengan model yang sama.Pakaian adat itu memakai hiasan-hiasan seperti hiasan kepala berupa bentuk burung cendrawasih, gelang, kalung, dan ikat pinggang dari manik-manik, serta rumbai-rumbai pada pergelangan kaki. Bentuk pakaian yang terlukis di sini merupakan ciptaan baru. Biasannya tak lupa dengan tombak/panah dan perisai yang dipegang mempelai laki-laki menambah kesan adat Papua. Namun ada juga masyarakat suku pedalaman Papua yang hanya menggunakan koteka dalam membalut tubuhnya.
F. Rumah Adat Masyarakat Papua
Honai
Honai adalah rumah khas Papua yang dihuni oleh Suku Dani. Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk bulat yang terbuat dari jerami atau ilalang. Honai mempunyai pintu yang kecil dan tidak memiliki jendela. Sebenarnya, struktur Honai dibangun sempit atau kecil dan tidak berjendela bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua.
Rumah adat Masyarakat Papua, atau yang biasa disebut dengan Honai.
Honai terdiri dari 2 lantai yaitu lantai pertama sebagai tempat tidur dan lantai kedua untuk tempat bersantai, makan, dan mengerjakan kerajinan tangan. Karena dibangun 2 lantai, Honai memiliki tinggi kurang lebih 2,5 meter. Pada bagian tengah rumah disiapkan tempat untuk membuat api unggun untuk menghangatkan diri. Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut Wamai).
Filosofi bangunan Honai, yang melingkar atau bulat mempunyai arti sebagai penjaga kesatuan dan persatuan yang paling tinggi sesama suku serta mempertahankan budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur untuk selamanya. Dengan tinggal dalam satu honai, maka penghuninya akan selalu sehati, sepikir dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan
Honai juga merupakan simbol dari kepribadian dan merupakan martabat dan harga diri dari orang suku yang harus dijaga oleh keturunan atau anak cucu mereka di kemudian hari.
Kariwari
Kariwari merupakan rumah adat suku Tobati-Enggros di tepi danau Sentani, Jayapura. Mewakili daerah pesisir Papua. Berbeda dengan honai yang berbentuk bulat, kariwari berbentuk limas segi delapan. Aslinya dibuat dengan menggunakan atap dari daun sagu. Terdiri dari dua lantai. Rumah ini dilengkapi dengan replika danau Sentani dan perahu suku Asmat. Meskipun suku Asmat sendiri tinggal di pesisir Papua.
Rumsram
Rumah rumsram merupakan model rumah panggung yang banyak ditemui di pulau Biak. Rumah ini dipenuhi dengan ukiran khas Papua yang menggambarkan sosok nenek moyang. Rumah ini khusus dipakai sebagai kantor anjungan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tarian yang ada di Papua yaitu Tari Yospan, Tari Perang/Tobe, Tari Sajojo, Tari Balada Cendrawasih, Tari Selamat Datang, Tari Seka, Tari Kikaro, Tari Ahokoy, Tari Tokok Sagu, Tari Melaut, Tari Magazatari Ular, dan lain-lain.
Lagu daerah Papua yaitu Yamko Rambe Yamko, Apuse, Sajojo, dan E Mambo Simbo.
Alat musik daerah Papua yaitu Tifa, Triton, Pikon/Kaido, Ukelele, Falun, Imunu Viki, Okarina, dan Guoto.
Senjata daerah Papua yaitu Pisau Belati, Busur Panah, dan Kapak Batu Suku Asmat.
Baju adat daerah Papua hampir memiliki kemiripan seperti kepala berupa bentuk burung cendrawasih, gelang, kalung, dan ikat pinggang dari manik-manik, serta rumbai-rumbai pada pergelangan kaki.
Rumah adat masyarakat Papua yaitu Honai, Kariwari, dan Rumsram.
Saran
Sudah dijelaskan beberapa kesenian dan kebudayaan yang ada di Papua dan masih banyak lagi kesenian dan kebudayaan yang ada di daerah tersebut. Papua yang kaya dan kental akan kebudayan memiliki berbagai macam kesenian dan kebudayaan semua itu tentu akan punah jika tidak dilestarikan. Dan sebagai warna Negara yang baik kita patut bangga dengan kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Tugas kita sebagai generasi penerus bangsa yaitu belajar mengetahui kesenian dan kebudayaan yang ada di Negara ini. Dan menjaga serta melestarikan kesenian dan kebudayaan yang ada di Negara ini agar tidak punah dan hilang karena dimakan oleh jaman atau karena di klaim oleh Negara lain. Cintailah kesenian dan kebudayaan yang ada di Indonesia untuk generasi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Syamsul, Peradaban Papua, (Yoyakarta: Sipress, 1998)
http://id.shvoong.com/society-and-news/culture/2162998-seni-budaya-papua-indoesia/#ihxzz1iHx0K718
http://greenberepapua.blogspot.com/2012/04pulau-apa-yang-paling-luas-dan-paling.html
http://tafia-love.blogspot.in/2013/06/download-makalah-seni-dan-budaya-papua.html
http://a62944.wordpress.com/2012/10/14/kebudayaan-papua.html
19