LEMBAGA KAJIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN HIBAH PENULISAN BUKU AJAR 2013
PROPULSI KAPAL CEPAT
Oleh:
Andi Haris Muhammmad, Muhammmad, ST.,MT.,Ph.D. (NIP.: 196904042000031002) 196904042000031002) Prof. Dr. Ir. M. Alham Djabbar, M.Eng. (NIP.: 19470103 197603 1 001)
Program Studi Teknik Sistem Perkapalan Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin 2013
i
HALAMAN PENGESAHAN HIBAH PENULISAN BUKU AJAR BAGI TENAGA AKADEMIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
Judul Judul Buku Buku Ajar Ajar Nama Lengkap Nip Pang Pangka kat/ t/ Golo Golong ngan an Progra Program m Studi Studi Fakultas Fakultas / Universitas Universitas Alamat e-mail Biay Biayaa
: Propul Propulsi si Kapal Kapal Cepat Cepat : 1. Andi Haris Muhammad, ST., MT., PhD 2. Prof. Dr. Ir. M. Alham Djabbar, M.Eng. : 1. 19690404200003 19690404200003 1 002 2. 19470103197603 19470103197603 1 001 : 1. Lektor / IIIc 2. Pembina Utama Muda / IV c : Teknik Teknik Sistem Sistem Perkapa Perkapalan lan : Teknik Teknik / Universitas Universitas Hasanuddin Hasanuddin :
[email protected] : Rp. Rp. 5.00 5.000. 0.00 000, 0,-- ( Lima juta rupiah) Dibiayai oleh dana DIPA BLU Universitas Hasanuddin Tahun 2013 Sesuai SK. Rektor Unhas No: 23487/UN4.2/KU.10/2013 Tanggal 8 November 2013
Mengetahui, Dekan Fakultas Teknik UNHAS
Dr-Ing. Ir. Wahyu H. Piarah, MSME Nip. 19600302 198609 1 001
Makassar, 27 Nopember 2013 Penulis,
Andi Haris Muhammad, ST., MT., PhD NIP 19690404200003 19690404200003 1 002
Menyetujui, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (LKPP) Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc Nip. 19630501 199803 199803 1 004
ii
HALAMAN PENGESAHAN HIBAH PENULISAN BUKU AJAR BAGI TENAGA AKADEMIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
Judul Judul Buku Buku Ajar Ajar Nama Lengkap Nip Pang Pangka kat/ t/ Golo Golong ngan an Progra Program m Studi Studi Fakultas Fakultas / Universitas Universitas Alamat e-mail Biay Biayaa
: Propul Propulsi si Kapal Kapal Cepat Cepat : 1. Andi Haris Muhammad, ST., MT., PhD 2. Prof. Dr. Ir. M. Alham Djabbar, M.Eng. : 1. 19690404200003 19690404200003 1 002 2. 19470103197603 19470103197603 1 001 : 1. Lektor / IIIc 2. Pembina Utama Muda / IV c : Teknik Teknik Sistem Sistem Perkapa Perkapalan lan : Teknik Teknik / Universitas Universitas Hasanuddin Hasanuddin :
[email protected] : Rp. Rp. 5.00 5.000. 0.00 000, 0,-- ( Lima juta rupiah) Dibiayai oleh dana DIPA BLU Universitas Hasanuddin Tahun 2013 Sesuai SK. Rektor Unhas No: 23487/UN4.2/KU.10/2013 Tanggal 8 November 2013
Mengetahui, Dekan Fakultas Teknik UNHAS
Dr-Ing. Ir. Wahyu H. Piarah, MSME Nip. 19600302 198609 1 001
Makassar, 27 Nopember 2013 Penulis,
Andi Haris Muhammad, ST., MT., PhD NIP 19690404200003 19690404200003 1 002
Menyetujui, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (LKPP) Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc Nip. 19630501 199803 199803 1 004
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas terselesaikannya Buku Ajar pada Mata Kuliah Propulsi Kapal Cepat (Kode: 454D3303). Penyusunan buku ajar ini merupakan hasil kegiatan Hibah Penulisan Buku Ajar dengan pembiayaan BLU DIPA Universitas Hasanuddin Tahun Tahun 2013 Mata kuliah propulsi kapal cepat adalah salah satu mata kuliah kompetensi utama pada Program Studi Teknik Sistem Perkapalan, matakuliah ini merupakan mata kuliah lanjutan dari Mata Kuliah Tahanan dan Propulsi kapal yang diajarkan pada semester sebelumnya, Ketersediaan bahan ajar selama proses perkuliahan adalah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran. Dengan demikian mahasiswa dapat mempersiapkan diri sebelum perkuliahan dilangsungkan dan selanjutnya mahasiswa dapat lebih mendalami isi materi yang telah diberikan. Bahan ajar ini tersedia dalam bentuk softcopy sehingga dengan mudah diakses pada LMS Universitas Hasanuddin. Deskripsi singkat buku ajar yang disusun sesuai dengan rencana pembelajaran kurikulum Program Studi Teknik Sistem Perkapalan berisikan 11 Bab Ajar antara lain: BAB 1: Pengenalan kapal cepat (berisikan Definisi kapal cepat, Tipe kapal cepat, Tipe sistem penggerak kapal cepat), BAB 2: Model lambung kapal cepat (berisikan tentang lambung planing, katamaran, swath dan hidrofoil), BAB 3: Prediksi tahanan kapal cepat Metode Satvisky, BAB 4: Pengujian towing tank), BAB 5 :Alat penggerak kapal cepat, BAB 6: Definisi daya dan efisiensi propulsi, BAB 7: Geometri baling baling baling sekrup sekrup dan dan pengam pengambara baran, n, BAB BAB 8 Teori Teori mome momentum ntum balin baling-ba g-baling ling,, BAB 9: Model Model tes dan hukum perbandingan baling-baling, BAB 10: Sistem propulsi waterjet, BAB 10: Perancangan sistem propulsi (Studi Kasus). Selanjutnya dalam setiap materi ajar dilengkapi pula contoh soal, soal latihan dengan asumsi-asumsi yang sederhana serta pengunaannya sebagaimana permasalahan permasalahan yang dijumpai di lapangan. lapangan. Akhirnya kepada seluruh pihak yang membantu selama proses penyusunan buku ajar ini diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Saran dan kritik membangun untuk menyempurnakan kandungan isi senantiasa penulis harapkan Makassar, 10 Nopember 2013 Ketua Penulis
Andi Haris Muhammad, ST., MT., PhD
iii
GLOSARIUM Angka froude ( F n) Angka froude ( F b) Angka froude ( F ∇ ) Transport Factor (TF ( TF ) Deadrise ( β ( β )
Lift coefficien coefficientt Friction Friction Coefficient Coefficient Viscos Viscos drag drag Dynamometer Dynamometer meter Trim meter meter Luasan blade kontur ( A ( A P )
Luasan blade ( A D)
Spray-deflector Chord Length (C ( C L) Camb Camber er
Angle of attack Span Span Taper ratio Aspect Aspect ratio ratio Centre Centre of pressure pressure
: Koefisi Koefisien en kecepa kecepatan tan terhad terhadap ap panjang panjang kapal kapal : Koefis Koefisien ien kecepa kecepatan tan terhad terhadap ap lebar lebar permukaan basah kapal : Koefis Koefisien ien kecepa kecepatan tan terhad terhadap ap volume volume kapal kapal : Hubung Hubungan an kecepa kecepatan tan dan displa displacem cemen en kapal kapal : Sudut Sudut yang yang dibent dibentuk uk antara antara baselin baselinee dengan dengan alas lambung kapal secara horisontal pada bagian belakang kapal. : Koefisien Koefisien gaya angkat angkat pada permukaan permukaan datar kapal dengan lambung planing : Koefisien Koefisien gesek pada permukaan permukaan datar kapal dengan lambung planing : Gaya Gaya dorong dorong lambun lambung g planin planing g : Alat pengukur pengukur gaya pada pengujian pengujian tahanan tahanan model : Alat Alat penguk pengukur ur kemiri kemiringa ngan n memanj memanjang ang model pada pengujian tahanan kapal : Perban Perbandin dingan gan antara antara luasan luasan blade blade kontur kontur (luasan blade secara tranversal) dan luas keseluruhan bidang baling-baling 2 ( Ao=0.25π Ao=0.25π D ) : Perban Perbandin dingan gan antara antara luasan luasan blade blade (luasa (luasam m blade secara vertikal) dan luas keseluruhan bidang baling-baling ( Ao) Ao) : Sebuah Sebuah strip strip memb membuju ujurr yang yang dipasan dipasang g sepanjang permukaan alas lambung kapal : Jarak Jarak antara antara hidung hidung (leadi (leading ng edge) edge) dan ekor ekor (trailing edge) foil. : Teba Teball prof profil il t(x) adalah t(x) adalah jarak antara permukaan hisap (suction atau upper upper side) dan permukaan tekanan (pressure atau lower side) yang diukur tegak lurus terhadap koordinat sumbu-y : Sudut antara antara chord line dan arah aliran fluida : panjan panjang g foil foil arah arah lateral lateral (lebar (lebar kapal) kapal) : Perbanding Perbandingan an antara antara tip chord terhadap terhadap root chord : Perban Perbandin dingan gan antar antar span span area area terhad terhadap ap projected foil area : Pusat tekanan tekanan untuk permukaan permukaan datar lambung planing adalah sebuah fraksi dari panjang rata-rata permukaan tercelup tercelup iv
Wett We tted ed keel keel leng length th
Wetted Wetted spray spray area area Wetted Wetted surfac surfacee area area Viscous drag force Blade edge
Blade surface surface
Propeller Propeller reference reference line Generator Generator line Blade reference reference line
: Panja Panjang ng keel tercelup tercelup (LK ) adalah perbandingan atara panjang rata-rata permukaan tercelup terhadap lebar kapal : Luas Luas permuk permukaan aan spray spray tercel tercelup up : luas luas permu permukaa kaan n tercel tercelup up : Gaya Gaya dor doron ong g lamb lambun ung g plan planin ing g : pinggir pinggir blade dalam hal ini dikenal dikenal dalam dua bagian, pinggir blade bagian depan disebut leading edge (nose) edge (nose) dan edge bagian belakang disebut trailing edge (tail) edge (tail) : Permukaan Permukaan blade dalam hal ini dikenal dikenal pula dalam dua bagian, permukaan blade bagian belakang (back (back ) didefinisikan sebagai permukaan blade berada dimana dimana arah poros itu datang sedangkan permukaan yang lainnya disebut permukaan blade bagian depan ( face) face) : Garis normal normal terhadap terhadap poros propeller propeller : Garis interseksi interseksi antara pitch helical helical sumbusumbuX poros terhadap propeller reference line : Garis ketebalan ketebalan maximum maximum blade propeller propeller
v
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Judul Lembar Pengesahan Kata Pengantar Daftar Isi Senarai Kata Penting (Glossarium) Dokumen Pendukung
i ii iii iv vi ix
BAB 1
PENGENALAN JAPAL CEPAT 1.1 Definisi kapal Cepat 1.2 Jenis Kapal Cepat 1.3 Hubungan Kecepatan dan Pengunaan Daya Kapal cepat 1.4 Propulsi Kapal Cepat 1.5 Contoh Soal 1.6 Soal Latihan 1.7 Pedoman Penilaian 1.8 Daftar Pustaka
1 1 2 3 4 7 7 7 7
BAB 2
LAMBUNG KAPAL CEPAT 2.1 Lambung Planing 2.2 Lambung Banyak (multi hull). 2.2.1 Katamaran 2.2.2 SWATH 2.2.3 Hidrofoil 2.2.4 Propulsi Lambung Banyak 2.4 Contoh Soal 2.5 Soal Latihan 2.6 Pedoman Penilaian 2.7 Daftar Pustaka
9 9 13 13 15 16 20 21 22 22 22
BAB 3
PREDIKSI TAHANAN KAPAL DENGAN METODE SAVITSKY 3.1 Hidrodinamika Kapal Cepat 3.2 Prediksi Tahanan Kapal 3.3 Contoh Soal 3.4 Soal Latihan 3.5 Pedoman Penilaian 3.6 Daftar Pustaka
24
PENGUJIAN TAHANAN KAPAL 4.1 Tujuan Pengujian 4.2 Pengalatan 4.3 Prediksi Tahanan Kapal melalui Pengujian Tangki
33 33 34 35
BAB 4
24 25 32 32
vi
4.4 Prosedure Pengujian Tahanan 4.5 Metode ITTC- Friction Line 1957 4.6 Contoh Perhitungan 3.7 Soal Latihan 3.8 Pedoman Penilaian 3.9 Daftar Pustaka
36 37 39 41 41
BAB 5
DEFINISI DAYA DAN EFISIENSI PROPULSI 5.1 Daya Propulsi 5.2 Efisiensi Propulsi 5.3 Contoh Soal 5.4 Soal Latihan 5.5 Pedoman Penilaian 5.6 Daftar Pustaka
42 42 44 46 46
BAB 6
ALAT PENGGERAK KAPAL CEPAT 6.1 Pengenalan Alat Penggerak Kapal 6.2 Jenis Alat Penggerak Kapal 6.3 Contoh Soal 6.4 Soal Latihan 6.5 Pedoman Penilaian 6.6 Daftar Pustaka
47 47 48 51 52 52
BAB 7
GEOMETRI BALING-BALING SEKRUP DAN PENGAMBARAN 7.1 Komponen Baling-Baling 7.2 Propeller Line 7.3 Blade Section 7.4 Blade Contour area 7.5 Pitch 7.6 Rake 7.7 Skew 7.8 Pengambaran Baling-Baling 7.9 Contoh Soal 7.10 Soal Latihan 7.11 Pedoman Penilaian 7.12 Daftar Pustaka
53 53 55 56 56 56 58 59 60 61 65 66
TEORI MOMENTUM BALING-BALING 8.1 Asumsi dalam Teori Momentum Baling-Baling 8.2 Prinsif Teori Momentum Baling-Baling 8.3 Daya Dorong Baling-Baling 8.4 Efisiensi Ideal Baling-Baling 8.5 Contoh Soal
67 67 68 69 69 70 -
BAB 8
vii
8.6 Soal Latihan 8.7 Pedoman Penilaian 8.8 Daftar Pustaka
70
MODEL TES DAN HUKUM PERBANDINGAN BALING-BALING 9.1 Open Water Test 9.2 Perhitungan Koefisien Thrust dan Torsi 9.3 Self-Propulsion Test 9.4 Overload Propeller Test 9.5 Cavitation Tunnel Test 9.6 Contoh Soal 9.7 Soal Latihan 9.8 Pedoman Penilaian 9.9 Daftar Pustaka
71 71 74 75 77 77 77 77
BAB 10
SISTEM PROPULSI WATERJET 10.1 Pengantar Sistem Propulsi Waterjet 10.2 Sistem Kerja dan peralatan Waterjet 10.3 Definisi Sistem Water Jet 10.4Definisi Thrust 10.5Wake Factor 10.6Contoh Soal 10.7Soal Latihan 10.8Pedoman Penilaian 10.9Daftar Pustaka
78 78 80 81 82 82 83 83
BAB 11
PERACANGAN PROPULSI KAPAL CEPAT 11.1 Sistem Propulsi Kapal 11.2 Ukuran Utama kapal 11.3 Karakteristik Tahanan Kapal 11.4 Karakteristik Pembebanan Propeler 11.5 Contoh Soal 11.6 Soal Latihan 11.7 Pedoman Penilaian 11.8 Daftar Pustaka
84 84 85 85 88 92
BAB 9
DAFTAR PUSTAKA
viii
KOPETENSI LULUSAN PROGRAM STUDI TEKNIK SISTEM PERKAPALAN* KELOMPOK KOMPETENSI 1
RUMUSAN KOMPETENSI 2 1
KOMPETENSI UTAMA
2
3
1
2 KOMPETENSI PENDUKUNG 3
4
1 KOMPETENSI LAINNYA 2
3 Mampu merancang sistem penggerak dan permesinan serta kendali kapal secara efektif dan efisien. Mampu dan terampil merancang sistem instalasi perpipaan dan instrumentasi di kapal dan bangunan kelautan lainnya yang ramah lingkungan. Mampu merancang sistem pemeliharaan dan perawatan permesinan kapal dan sistem perlengkapan kapal serta bangunan kelautan lainnya. Mampu merancang kapal dan bangunan kelautan lainnya yang ergonomis dan andal. Mampu merancang sistem permesinan, kelistrikan dan perpipaan dalam pekerjaan teknik yang relevan Menjunjung tinggi norma, tata-nilai, moral, agama, etika dan tanggung jawab profesional dalam bidang pekerjaan teknik sistem perkapalan dan bangunan kelautan Mampu berkomunikasi secara efektif dengan orang lain baik dalam lingkungan pekerjaan maupun dengan masyarakat Mampu dan terampil menangani aplikasi statistik dalam pemecahan masalah analisis data dari suatu penelitian Mampu menangani rekayasa nilai suatu fungsi hasil produk/jasa dan meningkatkannya semaksimal mungkin atas dasar efektifitas fungsi
ELEMEN KOMPETENSI a
b
c
d
e
4
5
6
7
8
√
√
√
√ √
√
√ √
√
Keterangan elemen kompetensi: a. Landasan Kepribadian; b. Penguasaan Ilmu dan Keterampilan; c. Kemampuan Berkarya; d. Sikap dan Perilaku dalam Berkarya Menurut Tingkat Keahlian Berdasarkan Ilmu dan Keterampilan yang Dikuasai; e. Pemahaman Kaidah Berkehidupan Bermasyarakat Sesuai dengan Pilihan Keahlian Dalam Berkarya.
ix
BAB I PENDAHULUAN Kompetensi PS:
Mampu merancang sistem penggerak dan permesinan serta kendali kapal secara efektif dan efisien. Diskripsi:
Pengenalan kapal cepat (definisi kapal cepat, Tipe kapal cepat, Tipe sistem penggerak kapal cepat), Model lambung kapal cepat (planing, katamaran, swath dan hidrofoil), Prediksi tahanan kapal cepat (metode Satvisky dan pengujian towing tank), Alat penggerak kapal cepat, definisi daya dan efisiensi propulsi, geometri baling-baling sekrup dan pengambaran, Teori momentum baling-baling, Model tes dan hukum perbandingan baling-baling, Sistem propulsi waterjet. Sasaran Belajar dan Diskripsi:
1. Mampu memahami definisi dan karakteristik kapal cepat, katogori dan fungsi kapal cepat 2. Mampu dalam penentuan tahanan dan propulsi kapal cepat 3. Mampu menganalisa data hasil pengujian dan perancangan propulsi kapal cepat Sasaran Pembelajaran dan Diskripsi:
•
Mampu mengenali kapal cepat
Strategi/Metode Pembelajaran dan Diskripsi Pelaksanaan metode:
•
Kuliah interaktif
Indikator/Kriteria penilaian:
• 1.1
Kejelasan dan ketelitian uraian
Definisi kapal Cepat
Kapal cepat adalah kapal yang memiliki kecepatan yang sangat tinggi pada setiap dimensinya, hal ini berarti kapal memiliki angka froude ( F n) yang besar (Lawarence, 1985). Angka Froude didefinisikan sebagai fungsi kecepatan (V ) terhadap panjang kapal ( L) sebagaimana persamaan 1.1: F n
= V /
gL
(1.1)
1
Pada kapal dengan lambung planing, kenaikan kecepatan kapal sangat dipengaruhi oleh panjang efektip permukan basah kapal, khususnya dalam menentukan koefisien lift dan drag kapal (Satvisky, 1965) sehingga dalam hal ini angka Froude dapat didefinisikan sebagai fungsi kecepatan terhadap lebar permukaan basah kapal ( b) sebagaimana persamaan 1.2: F b
= V / gb
(1.2)
Pada kapal dengan lambung planing dikenal angka froude sebagai fungsi kecepatan terhadap volume kapal ( ∇ ), volume dimana saat kapal dioperasikan sebagaimana persamaan 1.3: F ∇
= V /
g ∇1 / 3
(1.3)
Baird (1998), mengelompokan batasan besaran angka Froude berdasarkan tipe lambung kapal dibawah ini: Fn >0.4-0.5 0.4-0.5 > Fn > 1.0 – 1.2 Fn >1.0 – 1.2
1.2
displacement semi displacement planing vessel (lambung planing)
Jenis Kapal Cepat
Lewis (1989) mengelompokan kapal cepat dalam 4 kategori: i) Round-bilge dan planing mono-hull, ii) Catamaran dan Small Waterplane Area Twin Hull (SWATH), iii) Kapal Surface-piercing dan submerged foil hydrofoil, iv) Air Cushion Vehicles (ACV) dan Surface Effect Ships (SES). Pembagiannya dapat dilihat pada Gambar 1.1
Gambar 1.1 Tipe kapal cepat (Lewis, 1989) 2
Papanikolaou (2005), secara sistematis mempresentasikan berjumlah 653 data kapal cepat yang beroperasi di seluruh dunia (lihat Gambar 1.2). Analisis dilakukan dengan tujuan membantu para desainer, pemilik kapal atau pihak lain yang berkepentingan dalam pengoperasian kapal cepat, khususnya dalam menilai efisiensi pengunaan kapal-kapal tersebut. Semi SWATH 1.4%
SWATH ACVAS 1.2% ACV 0.2%
others 0.5% Wave Piercing Catamaran 10.6%
2.0% Convetional Hydrofoil 8.1%
Planing Monohull 22.1%
Catamaran 34.1% SES 6.6%
Gambar 2.2 Persentasi pengunaan kapal cepat (Papanikolaou, 2005)
1.3
Hubungan Kecepatan dan Pengunaan Daya Kapal cepat
Hubungan kecepatan dan displacemen kapal cepat dapat dipresentasikan melalui nilai Transport Factor (TF) sebagaimana persamaan 1.4 (Satvitsky, 2003): TF =
∆ xV SHP x 550
(1.4)
Gambar 1.3 megambarkan regresi TF sejumlah kapal berkecepatan tinggi pada rentang kecepatan 35 s.d 90 knot. Regresi hubungan antara TF dan kecepatan kapal menunjukan bahwa dengan berkurangnya nilai TF maka hal tersebut dapat meningkatkan kecepatan kapal. Sebagai contoh (lihat Gambar 1.3) pada kecepatan kapal 50 knots maka nilai TF -nya berkisar 20. Hal tersebut menunjukan bahwa apabila kecepatan dan displasmen kapal adalah konstan maka diperlukan sejumlah power yang besar.
3
Gambar 1.3. Transport Factor Kapal Cepat (Satvitsky, 2003)
1.4
Propulsi Kapal Cepat
Faltinsen (2005) dan Blount (1997) menjelaskan jenis sistem propulsi yang umum digunakan pada kapal cepat lambung planing yaitu: a) submerged propeller atau conventional shaft system, b) Z-drive, c) surface propeller atau surface piercing propeller dan d) flush inlet waterjet, namun untuk flush inlet waterjet lebih banyak digunakan pula untuk kapal cepat non-planing. Detail tipe sistem propulsi yang dimaksud tersebut sebagaimana Gambar 1.4.
Gambar 1.4: Tipe propulsi kapal cepat (Faltinsen, 2005). 4
Ketika kecepatan kapal didesain hingga lebih dari 40 knot, umumnya kapal mengunakan jenis surface piercing propeller. Pengunaan propulsi tipe surface piercing propeller sangat dipengaruhi dengan kemiringan poros, komponen poros serta rudder dipergunakan (lihat Gambar 1.5). Pengaturan sudut kemiringan poros baling-baling dapat mengurangi getaran sistem propulsi kapal.
Gambar 1.5. Pemasangan sistem propulsi dengan kemiringan poros yang dipasang pada sebuh lambung planing (Faltinsen, 2005). Batasan pengunaan tipe propulsi berdasarkan displasmen dan kecepatan (Blount (1997): 1. Submerged propulsion digunakan hingga kecepatan 40 Knot, untuk kecepatan 40-60 knots digunakan pada dispacement <50 Ton 2. Surface propeller atau surface piercing propeller digunakan untuk kecepatan >30 knot pada displacement < 70 ton 3. Waterjets propulsion digunakan untuk kapal kecepatan 25-40 Knots
5
Gambar 1.6: Trend penggunaan propulsi kapal cepat Selanjutnya Blount (1997) menjelaskan sehubungan dengan interaksi faktor hubungan lambung dan penggerak yang digunakan sebagaimana Tabel 1.1. Parameter aliran masuk (w), thrust deduksi (t ) dan efisiensi rotasi baling-baling ( η R) sesuai dengan tipe pengerak digunakann dalam perancangan sistem propulsi kapal. Tabel 1.1. Interaksi faktor hubungan lambung dan penggerak kapal cepat Propulsor Concept
Speed Range Displacemen
Semi-Planing
F N∇<1 T
6 deg Shaft 12 deg Shaft 40%D
0.01 to -0.02 0.01 to -0.02 -0.03
0.01
65%D
F N∇≤2.5 η R
w
t
0.10
0.97 to 1.01 0.97 to 1.01 0.92
-0.03
0.12
0.92
0.03
0
0.01 to 0.02 0.05 to 0.07 0.07 to 0.10 0.10 to 0.12 0
0
0
0
0
1.00
0.02to0.04 0
Pusher Propeller (under hull)
0.05 to 0.07
0.05 to 0.08 0.01 to 0.05 0.05 to 0.07
0.05
Tractor propeller
0 to0.02 0
0.97 to 1.01 0.97 to 1.01 0.99
0 to 0.04 0.04 to -0.05 0.02 to -0.03 0 to 0.05 0.03
0.97 to 1.01
0.05 to 0.07
Propeller on inclened shaft Propeller in Tunnel
w
Outboard & outdrive propeller Partial submerged propeller Flush inlet waterjet
0.05
Planing
0 to 0.05 0.05 to 0.07
F N∇>2.5 η R
w
t
η R
0.97 to 1.01 0.97 to 1.01 0.93 to 0.90 0.93 to 0.90 0.97 to 1.01 0.97 to 0.08 0.99
0 to 0.10 0.3 to 0.05 0.03
0.03
0.97 to 1.01 0.97 to 1.01 0.88 to 0.90 0.88 to 0.90 0.97 to 1.01 0.97 to 1.01 0.99
1.00
0
0.97 to 1.01
0.05 to 0.07
0.04 to 0.05 0.03
0.07 to 0.11 0.03 to 0.07 0.08 to 0.10 0
0
0
0.05
-0.02 to 0.07 0 to 0.05 0.05
1.00 0.97 to 1.01
6
Contoh Soal
Jelaskan dengan persamaan, berapa SHP yang diperlukan sebuah kapal lambung planing hull jika diketahui panjang kapal ( L) = 20m, Fn =0.548, Displasmen = 55 ton pada TF = 10 Jawab Diketahui: L=20m, Fn=0.548, Displasmen=50 x 1000 kg, TF=10 Penyelesaian
•
Persamaan angka Froude: F n
•
= V / gL atau V = F n gL =0.548 x (9.81 x 20) 0.5 = 7.675 m/s
Persamaan Transpor faktor: TF =
∆ xV SHP x 550
atau SHP =
∆ x V TF x 550
=
55.000 x 7.675 10 x 550
= 76.75 kW
Latihan Soal
1. Jelaskan dengan persamaan jika diketahui sebuah kapal (sebut kapal A) dengan panjang kapal ( L) = 20 m pada Fn =0.548 diperoleh kecepatan kapal 7.675 m/s, dengan Fn yang sama berapa kecepatan kapal B jika pajang kapal adalah 25m. 2. Sesuai soal No. 1 kapal B dengan panjang 27.5m propulsi tipe apa yang digunakan, jelaskan.
Pedoman Penilaian
1. Memahami definisi dan fungsi kapal cepat 2. Mengetahui jenis kapal cepat dan propulsinya 3. Dapat mengunakan persamaan-persamaan praktis sehubungan dengan penentuan tipe propulsi kapal cepat
Daftar Pustaka
Faltinsen, 2005. Hydrodynamics of High-Speed Marine Vehicles. Cambridge University Press Lewis, E. V. ed. 1989. Principles of Naval Architecture, Volume 3; Jersey City, USA Savitsky, D. (1964). Hydrodynamic Design of Planing Hulls, Journal of Marine Technology, Transaction: 71-95. 7
Papanikolaou, A., (2005). Review of Advance Marine Vehicle Concepts. Proceeding of 7 International High Speed Marine Conference (HSMV05). Naples, Italy
th
Blount, D.L.,(1997). Design of Propulsion Systems for High-Speed Craft, Journal of Marine Technology, SNAME News Vol. 34, No. 4. Savitsky, D., (1992). Overview of planing hull developments, In Proc.HPMV’92, pp. PC1– PC14, Alexandria, Va.: American Society of Naval Engineers
8
BAB 2 LAMBUNG KAPAL CEPAT Kompetensi PS:
Mampu merancang sistem penggerak dan permesinan serta kendali kapal secara efektif dan efisien. Diskripsi:
Definisi kapal cepat, Tipe kapal cepat, Tipe sistem penggerak kapal cepat, Model lambung kapal cepat (planing, katamaran, swath dan hidrofoil), Prediksi tahanan kapal cepat (metode Satvisky dan pengujian towing tank), Alat penggerak kapal cepat, definisi daya dan efisiensi propulsi, geometri baling-baling sekrup dan pengambaran, Teori momentum baling-baling, Model tes dan hukum perbandingan baling-baling, Sistem propulsi waterjet. Sasaran Belajar dan Diskripsi:
1. Mampu memahami definisi dan karakteristik kapal cepat, katogori dan fungsi kapal cepat 2. Mampu dalam penentuan tahanan dan propulsi kapal cepat 3. Mampu menganalisa data hasil pengujian dan perancangan propulsi kapal cepat Sasaran Pembelajaran dan Diskripsi:
•
Mampu mengenali lambung kapal cepat
Strategi/Metode Pembelajaran dan Diskripsi Pelaksanaan metode:
•
Kuliah interaktif & Diskusi kelompok
Indikator/Kriteria penilaian:
•
2.1
Kejelasan dan ketelitian uraian
Lambung Planing
Papanikolaou (2005) menerangkan pada Modul 1 bahwa 22.1% dari kapal cepat yang beroperasi didunia mengunakan lambung planing. Kapal jenis ini umumunya digunakan pada jenis kapal patrol boats, sport fishing vessels, service craft , ambulance craft , recreational craft , dan sport competitions (Faltinsen, 2005). Sebagian besar dari kapal tersebut memiliki kecepatan yang sangat tinggi hingga angka froude, F n=6.0 (Ikeda, 2000) namun dengan kecepatan yang sangat tinggi tersebut kapal akan sulit dikendalikan (Coccoli dan Scamardella, 2004).
9
Lambung planing memiliki ciri sbb (Ventura, 2009) sbb: a) Sepanjang lambung kapal ditandai dengan hard chine, kapal jenis ini dapat pula disebut bentuk lambung jenis V-shape. b) Dengan bentuk lambung jenis V-shape kapal memilik luas bidang basah yang lebih kecil dibanding kapal konvensional pada displasmen yang sama. Saat dioperasi luas bidang basah kapal dapat berkurang hingga 60% atau lebih dari seharusnya. c) Pada alas lambung terdapat deadrise ( β ), deadrise yang didefinisikan sebagai sudut yang dibentuk antara baseline dengan alas lambung kapal secara horisontal pada bagian belakang kapal. Ditinjau dari sudut deadrise kapal lambung planing dapat dikelompokan dari segi wilayah pengoperasianya atau sudut deadrise ( β ) ditunjukan pada Gambar 2.1 (Potgieter, 2006): a) b) c) d)
Inshore craft (dekat pantai), deadrise 10 – 12° Coastal craft (kawasan pantai), deadrise 15° – 20° Offshore craft (lepas pantai), deadrise 20 – 25° Very high speed offshore boats, deadrise 26 – 30°
Gambar 2.1 Sudut deadrise ( β ) tipe lambung planing hull Rasio perbandingan panjang ( L) dengan lebar ( B) kapal lambung planing a) L/B = 2 ~ 5 b) L/B = 3 ~ 6 c) L/B = 2 ~ 5,5
(Lee, 1995) (Faltinsen, 2005) (Radojcic, 1985)
Pengaruh L/B : a) L/B yang besar berpengaruh hambatan dan manuver kapal pada displasmen konstan. b) L/B yang kecil berpengaruh stabilitas kapal pada displasmen konstan. Karena perubahan lebar ( B) akan berpengaruh terhadap letak pergeseran titik tekan kapal (φ B). c) Rasio perbandingan lebar maksimum chine pada Transom ( B pt ) dengan Lebar maksimum chine ( B px) : B pt / B px = 0,64 ~ 0,8 (Radojcic, 1985)
10
Spray-deflector atau sebuah strip membujur yang dipasang sepanjang permukaan alas lambung kapal. Tujuan utama pemasangan spray-deflector pada kapal planing hull adalah untuk mengurangi bidang basah lambung dikarenakan semprotan ( spray) yang bersumber dari alas kapal, dilain sisi pemasangan spray-deflector menambah gaya angkat kapal, khususnya pada bagian haluan kapal. Saat ini dikenal sejumlah spray-deflector antara lain: i) Spray-strip, ii) Spray-rail , dan iii) Spray-strake. a) Spray-strip
Gambar 2.2 menunjukan model spray-strip yang digunakan oleh Clement (1964) pada pengujian tahanan kapal. Model spray-strip yang dipergunakan pada pengujian towing tank tersebut, khusus posisi melintang dipasang berdasarkan pendekatan ¼, ½, dan ¾ separuh lebar kapal dari garis pusat kapal. Selanjutnya untuk posisi memanjang bermula dari ujung haluan sampai dengan stagnation line (pada Fn=0.5). Hasil pengujian tahanan tersebut disimpulkan bahwa dengan pengunaan spary-strip dapat mengurangi tahanan total kapal sebesar 15%.
Gambar 2.2. Geometri Peletakan Spray-Strip (Clement, 1964) b) Spary-strake
Gambar 2.3 menunjukan model geometri spray-deflector tipe spray-strake yang dikembangkan oleh Condega dan Lewis (1997) dalam pengujian natural period kapal. Spray-strake memiliki penampang segitiga dengan dasar konstan. deadrise ( β ) adalah sudut antara bagian bawah strake dan garis horizontal adalah 0, dan γ =90. Hasil pengujian menunjukan bahwa spray-strake memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengurangan natural period kapal dan hal tersebut bergantung pada posisi dan jumlah spray-strakes yang dipergunakan.
11
Gambar 2.3 Model geometri spray-strake (Condega and Lewis, 1997) Untuk kasus manuver kapal lambung planing, pengunaan spray-strake pada lambung planing dapat mengurangi manuver kapal (Muhammad, 2008), Dari tiga model spray- strake yang diuji pada tangki percobaan menunjukan bahwa spray-strake yang dipasang bagian tengah kapal hingga haluan kapal dapat meningkatkan kemamapuan manuver (turning circle) sekitar 3% dibandingkan dengan lambung kapal tanpa spray-strake. Menurutnya parameter utama spray-strake yang mempengaruhi kualitas manuver diidentifikasikan sbb: i) lokasi spray-strake ( X SS ), ii) lebar strake ( BSS ) dan iii) luasan permukaan spray-strake ( ASS ) c) Spray-rail
Gambar 2.4 menunjukan desain geometri spray-rail pada lambung semi-displasmen hasil pengujian (Muller-Graf, 1991). Spray-rail memiliki bentuk segitiga dengan penampang bagian dasar adalah konstan dan lebar spray-rail , BSR = 0,0055 LWL. Kemiringan tranversal spray-strake ( β ), atau kemiringan antara penampang bagian dasar spray-rail dan garis horizontal adalah 0< β < 45. Sudut kemiringan spray-rail terhadap lambung kapal, ζ > 90 derajat. Ketinggian rel di atas DWL (HSR) dapat dihitung dari Gambar 2.6. Dia menyimpulkan bahwa pengunaan spray-rail dapat meningkatkan kualitas tahanan dan seakeeping kapal semi-displacement . Selain dapat mengurangi tahanan kapal, spray-rail yang dilekatkan pada bagian haluan kapal tersebut juga dapat meningkatakan kestabilan kapal cepat (Utama, 2006)
12
Gambar 2.4 Geometri spray-rails (Muller-Graf, 1991)
Gambar 2.5 Tinggi relatip spray-rails dibawah DWL (Muller-Graf, 1991)
2.2
Lambung Banyak (multi hull).
2.2.1
Katamaran
Lambung katamaran atau dikenal dengan lambung ganda, dimana bentuk lambung 1 sama dengan bentuk lambung lainnya. Kapal dengan lambung katamaran umumnya digunakan sebagai kapal angkutan penumpang berkecepatan tinggi yang mana pengunaanya telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Papanikolaou et al. (2005) menerangkan bahwa 34.1% dari kapal cepat yang beroperasi didunia mengunakan katamaran namu demikian upaya untuk meningkatkan kemampuan kapal tersebut terus ditingkatkan, khusunya dalam meningkatkan efisiensi lambung kapal, efisiensi pengurangan daya dorong serta kemampuan kapal beroperasi dalam gelombang.
13
Banyak negara di Asia seperti halnya Indonesia, Cina dan Jepang, kapal tipe ini telah digunakan sebagai moda transportasi penyeberangan antar-pulau. Dengan desain geladak yang relatif luas dan biaya operasi yang rendah, katamaran feri dapat dirancang sedemikian rupa sehingga akan tampil dengan kecepatan yang diperlukan dengan pengunaan daya penggerak kapal yang minimal. Sejumlah keuntungan yang dimiliki kapal lambung katamaran dibandingkan kapal lambung tunggal diantaranya adalah katamaran memiliki volume kapal bagian dalam yang besar, daerah bagian geladak yang luas, memiliki stabilitas tranversal yang baik. Sejumlah upaya telah dilakukan para peneliti untuk meningkatkan kemampuan operasi kapal dengan lambung katamaran adalah dengan malakukan kajian sejumlah parameter yang dapat mempengaruhi karakteristik kapal, seperti halnya kecepatan kapal, bentuk lambung (simetris dan asimetris), jarak rentang antar lambung katamaran (S/L), pengaruh kedalaman dan lebar perairan operasi kapal serta pengaruh pemasangan bulbous. Setiawan et al. (2010) berdasarkan pengujiannya menuliskan bahwa katamaran (dengan S/L=0,2 s.d 0,4) memiliki tahanan yang lebih rendah dibanding kapal monohull dengan lambung hard chine maupun model round pada kecepatan 10 knot ( Fn=0.478). Selanjutnya untuk mengurangi tahanan dan meningkatkan kwalitas seakeping kapal hal tersebut dapat dilakukan dengan mengoptimalkan jarak rentang antar lambung katamaran ( S/L) (Insel et al., 1992) dan (Wellicome et al., 1995). Selain katamaran dengan lambung simetrik saat ini telah pula dikembangkan katamaran dengan lambung asimetrik (lihat gambar 2.6), Jamaluddin et al. (2010) menuliskan sebuah kajian secara eksperimental pengaruh bentulk lambung katamaran (simetrik dan asimetrik) terhadap pengurangan tahanan total kapal, khusunya pada rentang S/L=0,2 s.d 0,4 dan rentang Fn=0.19 s.d 0.65. Berdasarkan pengujiannya tersebut menunjukan bahwa katamaran dengan lambung asimetrik memiliki tahanan total ( C T) yang lebih rendah dibanding kapal katamaran dengan lambung simetrik pada setip rentang Fn yang diuji. Selanjutnya pada paper yang sama menjelaskan pula pengaruh staggered ( R/L) terhadap tahanan total kapal katamaran pada kedua bentuk lambung (simetrik dan asimetrik), hasilnya menunjukan bahwa katamaran dengan lambung asimetrik memiliki tahanan total (C T) yang lebih rendah dibanding dengan lambung simetrik. Paper lainnya, Jamaluddin et al. (2012) menuliskan sebuah kajian secara numerik dan eksperimental pengaruh jarak rentang antar lambung ( S/L) kapal katamaran (lambung simetrik dan asimetrik) terhadap pengurangan tahanan total kapal pada rentang S/L= 0,2 s.d 0,4 dengan rentang Fn=0.19 s.d 0.65. Berdasarkan eksperimen dan analisa CFD yang dilakukannya menunjukan bahwa penurunan tahanan total terjadi seiring dengan penambahan lebar jarak antar lambung katamaran, selanjutnya tahanan total yang dihasilkan kapal katamaran dengan lambung asimetrik memiliki tahanan yang lebih rendah dibanding katamaran dengan lambung simetrik, perbedaaan yang sangat signifikan terjadi utamanya pada rentang Fn = 0.4 s.d 0.5, menurutnya hal tersebut terjadi dikarenakan pengaruh interaksi antar badan kapal katamaran. Papanikolaou et al. (2001) menuliskan sebuah kajian secara numerik dan eksperimental pengaruh bentulk lambung asimetrik terhadap pengurangan tahanan kapal dan peningkatan kwalitas pergerakan kapal pada gelombang ( seakeeping ). Papanikolaou menyimpulkan dengan cara mengoptimalkan jarak rentang antar lambung katamaran dapat memperbaiki karakteristik hidrodinamik kapal, khususnya terhadap tahanan total kapal. Pada kecepatan 14
rendah, kapal katamaran dengan lambung asimetrik menghasilkan wake wash yang rendah (Yaakob, 2007) Dengan kwalitas gelombang yang dihasilkan lebih kecil, hal tersebut dapat mengurangi terjadinya bahaya erosi pada daerah perairan dimana kapal tersebut dioperasikan. Sedangkan untuk kajian manuver jenis kapal ini s angat sedikit.
Gambar 2.6. Rencana garis kapal katamaran (Muhammad, 2009)
2.2.2 SWATH
Kapal dengan lambung SWATH (Small Waterplane Area Twin Hull ) adalah kapal berlambung ganda, bentuk badan menyerupai torpedo, dihubungkan ke geladak oleh penyangga atau strut , karena gerakan vertikalnya relatif besar khusunya pada perairan bergelombang kapal SWATH juga dilengkapi Fin stabilizer, sketsa sederhana tanpa bangunana atas diberikan pada Gambar 2.7. Karena letak lambung kapal relatif jauh dari permukaan air, pengaruh ombak hampir nihil. Disamping itu bentuk strut didesian dengan penampang elips hal tersebut akan berkontribusi kecil terhadap tahanan gelombang.
Geladak Strut Sea surface Demi hull
C.L
Fin stabilizer
Gambar 2.7 Potongan melintang kapal SWATH
15
2.2.3 Hidrofoil
Sketsa kapal dengan lambung hydrofoil diberikan dalam gambar 2.8
Gambar 2.8 Sistem Fully submerged foil (Johnston, 1985) Johnston, R.J.1985, Hydrofoil, Journal Naval Engineers dalam Odd M. Faltinsen, 2005. Aspek penting konfigurasi foil dan strut kapal fully submerged hydrofoil (FSH) sebagai berikut: Ketahanan stabilitas arah dan roll, Pemulihan yang stabil ketika foil keluar dari air (broaches), Graceful deterioration of performance in severe seas, Keamanan a. Foil Geometri
Bentuk umum geometri foil itunjukkan pada Gambar. 2.9
a) Chord Length (C L ) atau panjang chord adalah jarak antara hidung ( leading edge) dan ekor (trailing edge) foil pada nose-tail line antara ujung leading dan trailing edge. a) Camber atau Tebal profil t(x) adalah jarak antara permukaan hisap ( suction atau upper side) dan permukaan tekanan ( pressure atau lower side) yang diukur tegak lurus terhadap koordinat sumbu-y. b) Angle of attack adalah sudut antara chord line dan arah aliran fluida. c) Span adalah panjang foil arah lateral (lebar kapal) d) Taper ratio adalah perbandingan antara tip chord terhadap root chord e) Aspect ratio adalah perbandingan antar span area terhadap projected foil area 16
Gambar 2.9 Geometri Foil b. Konfigurasi kapal hydrofoil
Konfigurasi kapal hydrofoil ditunjukkan dalam tiga macam sebagaimana ditunjukan pada Gambar 2.10 yaitu konfigurasi conventional, canard, dan tandem. Pemilihan konfigurasi peletakan foil sangat dipengaruhi oleh kecepatan kapal yang diinginkan. Untuk kapal dengan lambung tunggal dengan tipe surface piercing foil kecepatan maksimum yang dapat diperoleh adalah 40 knots, sementara untuk tipe submerged foil dapat mencapai 50 knots. Secara lengkap ditunjukkan dalam Tabel 2.1, Van Walree (1999). Karakteristik jenis kapal hydrofoil di banding jenis lainnya diberikan sebagai mana pada Tabel 2
17
X : Distance front foil to CG (centre of gravity) L : Distance between front and aft foil
Gambar 2.10 Konfigurasi kapal hydrofoil (Faltinsen, 2005)
Tabel 2.1. Kapal Hidrofoil Monohull Surface-piercing 9 – 40 3–7 3 – 16 4 – 200 28 – 40 6 – 10
Tipe Panjang hull, L [m] Lebar hull , B [m] Lebar foil, Bf [m] Displasemen [tonnes] Kecepatan. Foilborne, V(knot) Sistem foil, aspect rati
Fully submerged 11 - 40 3,5 - 6 4 – 6,5 6 - 250 36 - 50 4 - 10
Tabel 2.2: Hull Form Versus Performance Features Tipe Displacement Multihull Hovercraft
Speed(Kt)
Seakeeping Good at speed - 50 with ride control 45- 55 Moderate with Ride control Hydrofoils 30-70 Excellent at High Speed Tabel 2.3 karakteristik kapal hidrofoil
Payload Good
Range trans-ocean
Low
Short range Sizedepend ---- “ ------
Low
18
Jenis Air Cushion Vehicle Landing Craft “ZUBR” Hydrofoil -Surface Piercing Foil -Submerged
Panjang (m) 57,3 LOA, air-cushion born
Kec (knots) 60
102 31,3
39 55
c. Kapal versus ombak
Secara alami, pergerakan kapal dilaut laut dipengaruhi oleh gelombang baik gelombang panjang maupun pendek. Pada perairan dengan ombak yang relatif pendek kapal diposisikan sebagai modus platforming sedangkan untuk perairan dengan ombak yang relatif panjang kapal diposisikan pada modus contouring seperti pada Gambar 2. 12 Pengaturan posisi kapal terhadap kecepatan vertical akibat gelombang dapat diatur dengan sistem kontrol aktif. Sensor mengukur posisi kapal, perubahan posisi dikonter oleh flap foil. Kontrol aktif program perilaku kapal melalui ( past ) sistem control aktif (Ride control system, Saito et al, 1991 and Van Walree 1999).
Gambar 2.12. Modus Platforming dan Contouring kapal pada gelombang (Faltinsen , 2005)
d. Daya Angkat
Daya angkat kapal hidrofoil dibangkitkan oleh foil yang dipasang pada lambung kapal. Daya tersebut terjadi ketika kapal melaju pada kecepatan desain. Menurut hukum Bernoulli, persamaan 2, perbedaan tekanan bagian bawah dari bagian atas berbanding pangkat dua kecepatan sehingga kapal hydrofoil mampu terangkat setelah mencapai kecepatan desain. Perbedaan kecepatan tersebut secara teori dapat dijelaskan (Pers.2) sebagai berikut: 1 1 p1 + ρ gh1 + ρ v12 = p 2 + ρ gh2 + ρ v 22 ……………………………..(2) 2 2 dimana p: tekanan;
ρ: massa jenis; g: percepatan gravitasi; v: kecepatan
19
Gambar 2.13 Lifting of the Foil
e. Foil dengan flap
Terkait kemampuan mengangkat, foil pada kapal hydrofoil juga dilengkapi dengan flap, flap berfungsi untuk kontrol kapal terhadap gerakan. Lebar flap kurang lebih 20 % panjang foil. Salah satu pertimbangan dalam perancangan foil adalah tenaga yang cukup untuk mengangkat lambung ke keadaan foilborne (fungsi utama pada foil).
2.2.4
Propulsi Kapal Lambung Banyak
Propulsi kapal lambung banyak (tipe katamaran, swath dan hydrofoil) didesain dalam berbagai konfigurasi. Umumnya dikenal dua tipe system propulsi yang digunakan diataranya adalah water jet dan z-drive. Sistem propulsi waterjet yang terpasang pada bagian aft foil pada kapal cepat jetfoil ( fully submerged ) dimana air laut yang masuk pada water inlet diteruskan oleh waterjet pump (pompa jet air) yang kemudian mendorong dengan kuat ketika keluar dari deflector, hal ini dikarenakan gas turbine engine yang menggerakkan shaft (poros) dengan putaran tinggi. Pompa itu digerakkan oleh mesin turbin atau mesin Diesel.
Gambar 2.14 Sketsa foil dan sistem propulsi waterjet pada kapal cepat jetfoil ( fully submerged ) (Kawasaki Jetfoil, 2013). 20
Sistem propulsi lain yang dapat digunakan pada kapal cepat multihull (tipe fully submerged foil) adalah dengan mengunakan pengabungan dari model z-drive dan model waterjet, seperti ditunjukkan gambar 2.15
Gambar 2.15 Sistem propulsi z-drive (International Hydrofoil Society, 2000)
Contoh Soal
1. Jelaskan dengan gambar definisi deadrise dan trim pada kapal dengan lambung planing Jawab Deadrise ( β ) adalah Sudut yang dibentuk antara baseline dengan alas lambung kapal secara melintang pada bagian belakang kapal Trim angle (τ ) adalah Sudut yang dibentuk antara baseline dengan alas kel kapal secara memanjang pada bagian belakang kapal.
τ
21
Contoh Latihan
1. Jelaskan keungulan antara kapal dengan lambung tunggal (planning hull) dan lambung ganda (katamaran) dari segi tahanan dan s tabilitas kapal 2. Sebut dan jelaskan jenis kapal dengan lambung ganda (katamaran, Swath dan Hidrofoil) serta keungulannya dari masing-masing jenis kapal tersebut
Pedoman Penilaian
1. Memahami jenis dan karkateristik lambung kapal cepat 2. Mengetahui parameter-parameter utama masing-masing lambung 3. Dapat memutuskan tipe lambung dan jenis propulsi yang digunakan dalam perencanaan kapal cepat.
Daftar Pustaka
Faltinsen (2005). Hydrodynamics of High-Speed Marine Vehicles. Cambridge University Press th Papanikolaou, A. (2005). Review of Advance Marine Vehicle Concepts. Proceeding of 7 International High Speed Marine Conference (HSMV05). Naples, Italy Clement, E. P. (1964). Effects of Longitudinal Bottom Spray Strips on Planing Boat Resistance. DTMB; Department of the Navy. USA. Report No. 1818. Condega, L. and Lewis, J.A. (1997). Case Study of Dynamic Instability in a Planing Hull; Journal of Marine Technology, SNAME. Vol. 24, No.2: 143-163. Muller-Graf, B. (1991). The Effect of an Advanced Spray Rail System on Resistance and Development of Spray of Semi-Displacement Round Bilge Hulls; Proceeding Fast Sea Transportation (FAST’91). Trondheim. Vol.1: 125-142. Utama, I.K.A.P. (2006). Kajian Experimental Pengaruh Pemasangan Spray-strip Pada Kapal Cepat; Jurnal Marine. Vol 2, No. 3 (in Indonesia). Ikeda, Y., Katayama, T. and Okumura, H. (2000). Characteristics of Hydrodynamic Derivatives in Maneuvering Equations for Super High-Speed Planing Hulls. Proceedings of 10th International Offshore and Polar Engineering Conference, May 28- June 2. Seatle, USA.Vol. 4: 434-444. Coccoli, D. and Scamardella, A. (2004). High Speed Craft Manoeuvring Sea Trials. Proceeding on the 9th Symposium on Practical Design of Ships and Other Floating Structures. September 12-17. Luebeck-Travemuende, Germany. Lewis, E. V. ed. (1989). Principles of Naval Architecture, Volume 3; Jersey City, USA Setyawan, D., Utama, I.K.A.P., Murjianto, Sugiarso, A., and Jamaluddin, A.,(2010) Development of Catamaran Fishing Vesssel, IPTEK, The Journal for Technology and Science, Vol. 21 Number 4, Nov 2010 Insel, M. and Molland, A.F., (1992) An Investigation into the Resistance Components of High Speed Displacement Catamarans, Trans. Royal Institution of Naval Architects, Vol. 134, pp 1-20, 1992 Wellicome, J.F., Temarel, P, Molland, A.F., and Hudson, D.A., (1995) Theoretical prediction of the seakeeping characteristics of fast displacement catamarans, 22
Southampton, UK, University of Southampton, 22pp., 1995 (Ship Science Reports, 93) Jamaluddin, A., Utama, and Moland, A.F., (2010) Eksperimental Investigation into the drag characteristics of the symmerical and ansymmerical staggered and unstaggered catamaran, ISCOT Indonesia 2010, RINA Internasional Series Conferences. Surabaya Indonesia, 11-12 November. Jamaluddin, A., Utama, and Moland, A.F., (2012) Numerical Simulation into the drag characteristics of the symmerical and ansymmerical catamaran with Various Demihull Separations, ISCOT Indonesia 2012, RINA Internasional Series Conferences. Ambon Indonesia, 7 -8 November. Zaraphonitis, G., Spanos, D., Papanikolaou, A., (2001) Numerical and Experimental Study on the Wave Resistance of Fast Displacement Asymmetric Catamaran, Proc. HIPER Int. Conference, Hamburg, May 2001. Yaakob, O., Afifi, M., Nasiruddin, A., and Arizam, M., (2007) Hull Form Configuration Study of a Low Wake Wash Catamaran Leisure Boat, Proc. 2nd Int. Conference on Marine Research and Transportation, Italy, Jun 2007
23
BAB 3 PREDIKSI TAHANAN KAPAL DENGAN METODE SAVITSKY Kompetensi PS:
Mampu merancang sistem penggerak dan permesinan serta kendali kapal secara efektif dan efisien. Diskripsinya: (Pilih Kompetensi dari GBRP Matakuliah).
Definisi kapal cepat, Tipe kapal cepat, Tipe sistem penggerak kapal cepat, Model lambung kapal cepat (planing, katamaran, swath dan hidrofoil), Prediksi tahanan kapal cepat (metode Satvisky dan pengujian towing tank), Alat penggerak kapal cepat, definisi daya dan efisiensi propulsi, geometri baling-baling sekrup dan pengambaran, Teori momentum baling-baling, Model tes dan hukum perbandingan baling-baling, Sistem propulsi waterjet. Sasaran Belajar dan Diskripsi:
1. Mampu memahami definisi dan karakteristik kapal cepat, katogori dan fungsi kapal cepat 2. Mampu dalam penentuan tahanan dan propulsi kapal cepat 3. Mampu menganalisa data hasil pengujian dan perancangan propulsi kapal cepat Sasaran Pembelajaran dan Diskripsi:
•
Mampu memahami dan memprediksi tahanan kapal cepat dengan metode satvisky
Strategi/Metode Pembelajaran dan Diskripsi Pelaksanaan metode:
•
Kuliah interaktif dan project base (small)
Indikator/Kriteria penilaian:
•
3.1
Kejelasan dan ketelitian analisis
Hidrodinamika Kapal Cepat
Penelitian sehubungan dengan hidrodinamika kapal cepat tipe lambung planing telah dimulai di Amerika Serikat (AS) sejak 40 tahun yang lalu. Penelitian ini awalnya bertujuan untuk merencanakan sebuah aircraft ( flying boat ) dimana air adalah sebagai media pendaratan kapal. Seiring dengan kemanjuan teknologi, konsep ini dikembangkan untuk desain lambung sebuah kapal cepat atau dikenal dengan lambung planing. Savitsky (1965) menuliskan secara sederhana prosedur perhitungan dalam memprediksi tahanan kapal lambung planing , khusunya dalam menentuan luas bidang basah ( SW ), 24
besarnya gaya angkat dan gaya dorong yang dialami kapal, pusat tekanan yang dialami kapal semasa dioperasikan serta batasan stabilitas kapal hubungannya dengan deadrise dan trim kapal pada sejumlah kecepatan. Gambar 3.1 menampilkan sebuah sketsa luas permukan basah kapal lambung planing , parameter trim, dearise dan arah aliran hidrodinamika kapal. Dalam penjelasannya permukaan basah kapal dibagi dalam 2 bagian yaitu: bagian pertama yaitu daerah stagnation line kebelakang kapal atau disebut presure area. Daerah ini dibatasi panjang keel tercelup ( L K ), panjang chine tercelup ( LC ), permukaan transom tercelup dan stagnation line. Selanjutnya bagian ke dua adalah daerah stagnation line ke depan atau disebut spray area. Selanjutnya dijelaskan pada gambar tersebut arah aliran spray yang terjadi pada daerah stagnation line dan spray edge memiliki arah kemiringan aliran spray terhadap stagnation line disebut space angle (δ S ).
Gambar 3.1, Hidrodinamika kapal planing hull (Satvisky, 1964)
3.2
Prediksi Tahanan Kapal
Secara general perhitungan tahanan dan EHP dengan metode satvisky untuk kapal bentuk lambung planing sebagaimana digambarkan pada referensi (Satvisky, 1964; Hadler, 1966; Satvisky, 1964; Hadler et al., 1974) 25
a) Speed Coefficient (C V)
Speed coefficient atau koefisien kecepatan ditentukan berdasarkan pada persamaan 3.1 (C V atau F n sebagai fungsi dari lebar kapal) C V = V S / gb
(3.1)
b) Lift Coeficient (C L)
Lift coefficient atau koefisien gaya angkat pada permukaan datar kapal dengan lambung planing ditentukan berdasarkan pada persamaan 3.2: C LO
=
∆
(3.2)
2
0.5 . ρ V S b 2
(N.B. untuk sebuah lambung dengan deadrise tertentu, harga C L β - ditentukan berdasarkan referensi Larsson & Eliasson, 2000. Gaya angkat untuk flat permukaan kapal dengan lambung planing diselesaikan dengan harga τ didasarkan pada persamaan 3.3: C LO
= τ
1.1
0.5
(0.012 λ
+ 0.0055
λ 2.5 2
C V
)
(3.3)
Harga C LO ditentukan berdasarkan diagram sebagaimana gambar 3.2. C LO di plot 1,1 dengan bentuk (C LO /t ) versus λ pada perbedaan harga C V.
26
Gambar 3.2. koefisien gaya angkat untuk flat permukaan kapal dengan lambung planing Lift pada 0°deadrise (β) = 0° (Savitsky ,1964)
Ketika deadrise kapal di ditambahkan, hal ini cenderung mengurangi gaya angkat lambung planing, sehingga permukaan permukaan basah lambung menjadi lebih besar atau kenaikan trim diperlukan, keduanya dapat meningkatkan tahanan. Savitsky telah mengembangkan persamaan empiris untuk digunakan dalam memprediksi gaya angkat yang disebut lambung prismatik, yang mana sebagai koreksi gaya angkat permukaan datar lambung planing: C L β
= C LO − 0.0065 β C LO0.6
(3.4)
Harga C LO dapat ditentukan berdasarkan C Lb sesuan dengan deadrise angle lambung (b) sebagaimna gambar 3.3. (Satvisky,1964)
27
Gambar 3.3. koefisien gaya angkat sesuai deadrise c) Centre of pressure
Centre of pressure atau pusat tekanan untuk permukaan datar lambung planing adalah sebuah fraksi dari panjang rata-rata permukaan tercelup (Mean Wetted Length) (Hadler et al., 1974) : C P =
LCP L M
= 0.75 −
1
(3.5)
2
C 5.21 V 2 λ
+ 2.39
28
LCP : jarak titik pusat tekanan diukur secara memanjang dari belakang kapal (transom) λ : rasio panjang rata-rata permukaan tercelup / lebar N.B. semua persamaan diatas sesuai digunakan jika memenuhi batasan parameter sbb:
a) Untuk persamaan (3) & (5) adalah berlaku untuk batasan C V: 0.6 ≤ C V ≤ 25 b)
Untuk persamaan (4) adalah berlaku untuk batasan : 100 ≤ β ≤ 300 1.0 ≤ λ ≤ 4.0
Gambar 8.4. pusat tekanan untuk untuk permukaan datar lambung planing sebagai hubungan τ dan C V
d)
Wetted Keel Length ( ) Wetted keel length atau panjang keel tercelup (LK ) adalah perbandingan atara panjang rata-rata permukaan tercelup terhadap lebar kapal sebagaimana ditunjukan pada persamaan: λ = L M / b 29
L K = L M +
b tan β 2π tan β
Namun, untuk kapal lambung planing yang tidak lagi mengunakan keel persamaan di atas dapat diabaikan. Selanjutnya apabila koefisien kecepatan (Cv) adalah lebih besar dari 2 maka hal tersebut berlaku untuk semua deadrise dan trim, panjang chine tercelup diberikan sebagai berikut: LC = L M −
e)
b tan β
(3.5)
2π tan β
Wetted Spray Area ( S S )
Wetted spray area atau luas permukaan spray tercelup dihitung berdasarkan persamaan berikut: S S cosϑ = S =
(∆λ ) b 2
(3.6)
Cos β
λ b 2 Cos β
Dimana: ( λ b 2 ) adalah luas tekanan pada alas kapal
f)
Wetted surface area ( S W)
Wetted surface area atau luas permukaan tercelup dihitung berdasarkan persamaan berikut: L M b b2 = (λ + ∆λ ) (3.7) S W = b b Cos β Cos β
g)
Viscous Drag Forces ( D f )
Viscous drag force atau gaya dorong lambung planing dihitung berdasarkan persamaan berikut
D f
= 0.5 . ρ S W V S 2 C f
Dengan mengsubtitusikan persamaan 3.7, gaya dorong lambung planing dihitung berdasarkan persamaan berikut
⎡V ⎤ (C f + ∆C f ) ⎢ M ⎥ Cos β ⎣ V S ⎦ 2
D f =
ρ b 2 V S 2
2
λ + (∆λ )
(3.8)
30
Selanjutnya, Cf (Friction Coefficient) ditentukan berdasarkan "ITTC 1957 ModelShip Correlation Line" atau Schoenherr’s turbulent-skin friction drag coefficient, Persamaan tersebut adalah sebagai fungsi dari Angka Reynold’s. Adapun persamaan sbb: C f = 0.075 /(log10 R N − 2)2 (3.9) Angka Reynold’s ( R N ) dapat diselesaikan dengan formula: R N =
V M L M υ
=
λ bV S ⎛ V M ⎞
⎜⎜ ⎟⎟ = λ bV M υ ⎝ V S ⎠ υ
(3.10)
Untuk menyelesaikan persamaan 3.8, nilai-nilai untuk ∆λ dan V M telah dinyatakan sebagai fungsi dari geometri dan karakteristik beban permukaan lambung planing. Savitsky dan Ross (1952) mengembangkan hubungan fungsional dalam hal trim dan deadrise. Hasilnya dipresentasikan dalam bentuk diagram sederhana seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.5 (Hadler, 1964) yang besarnya rata-rata bawah kecepatan V M untuk permukaan lambung planing dan mudah dikembangkan pada kecepatan kapal tertentu (V S ) Persamaan yang terlibat untuk mengekstraksi diagram yang dituangkan dalam ref (Hadler, 1964) adalah sebagai berikut:
⎡ 0.012λ 0.5 τ 1.1 − 0.0065 β (0.012 λ 0.5 τ 1.1 )0.6 ⎤ = ⎢1 − ⎥ V S ⎣ λ cosτ ⎦
V M
7.
0.5
(3.11)
Gambar 3.5. Besaran kecepatan rata-rata bawah untuk lambung planing dinyatakan sebagai V M /V S Friction Area Length Beam Ratio (∆λ ) Koreksi persamaan akibat kenaikan perbandingan panjang-lebar daerah gesekan yang disebabkan semprotan (spray) terhadap gaya dorong (drag) diberikan sebagaimana persamaan 3.12. Harga ∆λ pada perbedaan deadrise ( β) dan sudut trim 31
(τ) dapat diperoleh berdasarkan diagram sebagaimana gambar 3.6 (Larsson & Eliasson, 2000; Hadler, 1966).
1 ⎛ tan β 1 ⎞ ⎟ cosθ ∆λ = ⎜⎜ − 2 ⎝ π tanτ 2 tan θ ⎠⎟
(3.12)
Gambar 3.6 Diagram pengunaan ∆λ pada perbedaan deadrise ( β) dan sudut trim ( τ) 8.
Resistance Frictional
Resistance frictional atau tahanan gesek lambung planing dihitung berdasarkan persamaan berikut: L M b2 ⎛ ⎞ + ∆λ ⎟ D f = C f 0.5 ρ V ⎜ ⎝ b ⎠ Cos β 2 S
(3.13)
Soal latihan
1. 2.
Jelaskan dengan sketsa luas permukan basah kapal dengan lambung planing . Jelaskan dengan persamaan definisi tahanan gesek pada metode satvisky.
Daftar Pustaka
Daniel Savitsky, (1964) Hydrodynamic Design of Planing Hulls, Marine Technology SNAME J. B. Hadler , (1965)The Prediction of Power Performance of Planing Craft, SNAME. J. B. Hadler, E. N. Hubble, H. D. Holling, (1970)Resistance Characteristics of a Systematic Series of planing Hull Forms – Series 65” SNAME. Lars Lrsson, Rolf E. Eliasson, (2000)Principle of Yacht Design, second edition, Int’l Marine Camden Maine. 32
BAB 4 PENGUJIAN TAHANAN KAPAL Kompetensi PS:
Mampu merancang sistem penggerak dan permesinan serta kendali kapal secara efektif dan efisien. Diskripsinya: (Pilih Kompetensi dari GBRP Matakuliah).
Definisi kapal cepat, Tipe kapal cepat, Tipe sistem penggerak kapal cepat, Model lambung kapal cepat (planing, katamaran, swath dan hidrofoil), Prediksi tahanan kapal cepat (metode Satvisky dan pengujian towing tank), Alat penggerak kapal cepat, definisi daya dan efisiensi propulsi, geometri baling-baling sekrup dan pengambaran, Teori momentum baling-baling, Model tes dan hukum perbandingan baling-baling, Sistem propulsi waterjet. Sasaran Belajar dan Diskripsi:
1. Mampu memahami definisi dan karakteristik kapal cepat, katogori dan fungsi kapal cepat 2. Mampu dalam penentuan tahanan dan propulsi kapal cepat 3. Mampu menganalisa data hasil pengujian dan perancangan propulsi kapal cepat Sasaran Pembelajaran dan Diskripsi:
•
Mampu mengenali peralatan dan pengujian tahanan kapal cepat dengan towing tank
Strategi/Metode Pembelajaran dan Diskripsi Pelaksanaan metode:
•
Kuliah interaktif dan project base
Indikator/Kriteria penilaian:
• • 4.1
Ketelitian pengujian dan analisis Kerjasama tim
Tujuan Pengujian
Tujuan pengujian adalah untuk memprediksi tahanan kapal melalui pengujian tahanan model pada kecepatan yang bervariasi, dengan mengunakan metode ITTC 1957 selanjutnya memprediksi daya efektif.
33
4.2
Pengalatan
Sketsa pengalatan pengujian tahanan kapal diberikan dalam Gambar 4.1
Trim meter
Dinamo meter
Gambar 4.1: Pengalatan pengujian tahanan kapal a)
Dinamometer Tahanan Gaya yang diperlukan untuk menggerakan kapal pada sejumlah kecepatan di transfer dari kereta tarik ke model melalui dynamometer.
b) Trim meter Penarikan model di pandu oleh trim meter yang dipasang pada haluan ataupun buritan model. Gimbal yang terpasang diantara model dan trim meter memberikan kebebasan kepada model untuk bergerak bebas terhadap gerakang oleng, angguk dan lonjak. c)
Pencatat kecepatan Pada pelaksanaan uji tahanan dan propulsi, kecepatan model kapal sama dengan kecepatan kereta. Jika melakukan kecepatan di gelombang maka harus diadakan koreksi, kecepatan kereta dapat dihitung dengan mencatat lama waktu yang diperlukan kereta untuk mencapai jarak x meter.
d) Alat lainnya Peralatan lainya yang diperlukan selama pengujian antara lain: alat pengukur sarat, hidrometer, viscometer, alat pencatat gelombang, alat untuk menganalisa kekasaran badan kapal dan tabung pitot.
34
4.3
Prediksi Tahanan Kapal melalui Pengujian Tangki
Pengujian tahanan kapal pada skala model dibuat sesuai dengan geometri kapal yang sebenarnya. Kesamaan ini digunakan untuk memastikan bahwa pola aliran untuk model dan kapal yang sesungguhnya adalah serupa. Ukuran model yang digunakan dalam pengujian ditentukan dengan berbagai pertimbangan, namun sebaiknya mengunakan ukuran model yang lebih besar hal tersebut akan mendapatkan hasil yang lebih akurat. Sejumlah metode yang digunakan untuk menghitung tahanan kapal. Metode William Froude's sehubungan prediksi tahanan pada pelat datar yang dikenal dengan tahanan gesek, R F yang profesional terhadap tahanan gelombang, RW . Penjumlahan dari dua tahanan tersebut terhadap tahanan sisa, R R . Sebagai mana persamaan berikut: `
RT
= R F − R R
Froude menerangkan: a)
Model dibuat dalam perbandingan skala linear ( λ) dan mengoperasikan sesuai rentang kecepatan pengujian, V S / LS
= V M /
L M
b)
Tahanan total ( RT ) model di ukur pada setiap kecepatan.
c)
Tahanan gesek model dihitung, dengan asumsi bahwa tahananan yang terjadi sama dengan papan permukaan datar.
d)
Tahanan sisa (residuary) model dihitung berdasarkan persamaan: R RM
e)
= RTM − R FM
Tahanan sisa kapal dihitung dihitung dengan skala perbandingan R RS = R RM × λ 3 sesuai kecepatan yang diberikan melalui V S
= V M × λ 1 / 2 .
f)
Tahanan gesek kapal dihitung sama dengan asumsi pada tahap c, mengunakan sebuah koefisien tahanan gesek terhadap panjang kapal.
g)
Total tahanan kapal dihitung berdasarkan persamaan berikut: RTS = R FS − R RS .
Prosedur ekstrapolasi hasil pengujian dari model ke kapal yang sebenarnya sama seperti dalam metode klasik tetapi juga menggunakan koefisien tahanan kapal hasil pengujian dan juga faktor bentuk (k ). Faktor ini dapat ditentukan dengan perhitungan sederhana atau
35
melalui grafik yang diplot oleh Hughes dan Prohaska sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 dan4.3.
Figure 4.2: Grafik ektrapolasi dari model ke kapal berdasarkan Hughes.(Harvald, 1983)
Gambar 4.3: Grafik untuk mendapatkan form factor berdasarkan Prohaska . (Harvald, 1983)
4.4
Prosedure Pengujian Tahanan
a)
Displasmen model ditentukan sesuai dengan kondisi muatan penuh kapal dengan menggunakan persamaan di bawah ini
∆M = b)
∆ S ⎛ ρ M ⎞ ⎜ ⎟ λ 3 ⎜⎝ ρ S ⎠⎟
Untuk mengatur berat sesuai dengan displacemen pengujian, ballast weigth diatur pada model sesuai dengan berat yang perlukan, kemudian model di balast pada swinging frame untuk memastikan tidak ada trim dan juga untuk memastikan posisi dari titik pusat gravitasi ( LCG dan VCG) model. 36
4.5
c)
Untuk memastikan pusat gravitasi vertikal (VCG) adalah dengan meletakan model pada swinging frame. Selanjutnya model diayunkan dengan pemberat awal yang sesuai. Sehingga dari ayunan model akan terjadi kesamaan iklinasi dimana posisi pusat gravitasi vertikal berada.
d)
Setelah mengecek keseimbangan pada swinging frame selanjutnya model di celup pada kolam untuk memeriksa kecenderungan ( T aft = T fwd ) model.
e)
Setelah pengecekan model dipasang pada kereta penarik ( towing carriage) yang dihubungkan dengan airstrut.
f)
Pada airstrut diletakan dinamometer untuk mengukur gaya tahanan dihubungkan pada Data Acquisition and Analysis System (DAAS).
g)
Towing carrige dihidupkan dan siap untuk dioperasikan dan melakukan pengukuran pada satu kecepatan.
h)
Pengukuran selanjutnya pada kecepatan yang berbeda sebagaimana test protokol yang ada.
Metode ITTC - Friction Line 1957
Motode ITTC 1957 ( International Towing Tank Conference) adalah merupakan salah satu metode yang populer untuk menghitung tahanan gesek selanjutnya tahanan total. Dalam pengembanganya Motode ITTC 1957 didasarkan pada prinsip Froude dan garis korelasi model kapal. Sehubungan dengan garis korelasi model kapal ITTC (1959) memberikan persamaan sbb dan ilustrasikan metode ITTC 1957 dapat dilihat pada Gambar 4.4.
C F
=
0.075 (log10 Rn − 2) 2
Dimana C F adalah koefisien hambatan gesek. Total koefisien hambatan untuk model ditentukan oleh tes penarik dan dari rumus C TM
Dimana
=
RTM 1 ρ V 2 S 2 m m m
R TM adalah tahanan model Vm adalah kecepatan model S M adalah luasan bidang basah model 37
ρ M adalah desitas air pada towing tank.
Figure 4.4: Skematik representasi Metode ITTC 1957 (Harvald, 1983) Koefisien tahanan sisa untuk model dapa dihitung berdasarkan persamaan berikut: C RM = C TM − C FM Dimana koefisien tahanan gesek dihitung dengan mengunakan persamaan yang diberikan ITTC 1957. Koefisien hambatan sisa untuk model dan kapal pada bilangan Froude adalah sama di sejumlah bilangan Reynolds yang sesuai adalah C RS = C RM Garis korelasi model - kapal ITTC 1957 dapat digunakan untuk ekstrapolasi hasil pengujian model ke kapal sebenarnya, koefisien hambatan total kapal dapat ditentukan sbb: C TS = C FS + C RM Selanjutnya, koefisien tahanan total kapal sbb: C TS = C FS + C FM − C CA 38
Diaman C A adalah koefisien tahanan tambahan, koefisien hambatan untuk korelasi model dan kapal juga memeperhitungkan pengaruh kekasaran ( roughness) kapal. Beberapa tempat pengujian tangki menggunakan koefisien C A yang sama untuk semua jenis kapal, misalnya, C A=0,0004. Namun tempat pengujian tangki lain berasumsi bahwa C A harus mencoba beragam jenis dan ukuran kapal. Jika panjang kapal yang digunakan sebagai parameter, maka variasi tahanan tambahan dapat sebagai berikut: CA
= 0.006 (L WL + 100)−0.16 − 0.00205 (is valid for T F/LWL > 0.04) S
Tahanan kapal dapat diprediksi dengan persamaan: RS = 12 C TS ρ S V S S S 2
dimana V S adalah kecepatan, dan S S adalah permukaan basah. ρ S adalah desitas air laut 4.6
Lankah Perhitungan
Sebuah tahapan perhitungan dengan mengunakan ITTC (1957) Friction Line pada sebuah kapal planing dengan tahanan total model ( RTM ) adalah 65.5905 N pada kecepatan( V S ) adalah 20 knots a) Kecepatan kapal, V S = 20 knots = 0.5144 × 20 = 10.288 m/s
b) Kecepatan model, V M =
VS
λ
=
10.288 10
= 3.253 m/s
(At T = 27 °C, fresh water kinematic viscosity, ν M = 0.85409 × 10 m /s) -6
c) Angka Reynolds Model, Rn =
VM L WLM
ν M
=
3.253 × 2.0184 0.85409 × 10
-6
2
= 7.6885 × 10
6
Sesuai dengan ITTC-1957 Friction Line,
d) Model equivalent flat-plate resistance coefficient,
CFOM =
0.075
(log10 Rn − 2)
2
=
0.075
(log
10
( 7.6885 × 10 ) − 2) 6
2
= 3.1418 × 10-3
(At T = 27 °C, fresh water density, ρ M = 996.4 kg/m3) 39
e) Koefisien tahanan total model, CTM =
R TM 1 2
2
ρ M VM S M
=
65.6905 1 2
= 12.5235 × 10
-3
× 996.4 × 3.253 2 × 0.9932
ITTC 1957 Friction line memberikan sebuah koefisien tahanan viskos model, C VM = (1 + k ) CFOM dimana (1 + k ) adalah faktor bentuk lambung yang hanya diperoleh pada kecepatan rendah. Pada saat kapal dioperasikan untuk kecepatan tinggi faktor bentuk lambung sama dengan 1.0. selanjutnya koefisien tahanan viskos model, C VM = CFOM. f) Koefisien tahanan gelombang model, CWM = C TM − C VM = (12.5235 − 3.1418) × 10 −3 = 9.3817 × 10 −3 (At T = 27 °C, kinematic viscosity ail laut, ν S = 0.90331 × 10-6 m2/s) VS L WLS
g) Angka Reynolds kapal, Rn =
ν S
=
10.288 × 20.184 0.90331 × 10
-6
= 2.2988 × 10
8
Sesuai dengan ITTC-1957 Friction Line, h) Koefisien tahanan kapal diasumsikan setara dengan permukaan datar, 0.075 0.075 CFOS = = = 1.8533 × 10-3 2 2 8 (log10 Rn − 2) log10 (2.2988 × 10 ) − 2
(
)
i) Koefisien tahanan viskos kapal, CVS = CFOS Kapal dan model memiliki kesamaan kinematik, j) Koefisien tahanan gelombang kapal, CWS = CWM = 9.3817× 10-3 k) Koefisien tahanan total kapal, CTS = C VS + C WS = (1.8533 + 9.3817) × 10 −3 = 11.2350 × 10 −3
Perbandingan dari TF/LWL =
1.237 20.184
= 0.0613 (> 0.04)
Selanjutnya dengan mengunakan ITTC line, l) Faktor korelasi Model-kapal, 40
CA= 0.006 (L WLS
+ 100)−0.16 − 0.00205 = 0.006 (20.184 + 100)−0.16 − 0.00205
= 0.7385 × 10-3 m) Koefisien tahanan total kapal, CTS Final = CTS + CA= (11.2350 + 0.7385) × 10 −3 = 11.9735 × 10 −3 (pada T = 27 °C, Massa jenis air laut,
ρ S = 1022.6 kg/m3)
n) Total tahanan kapal, 1 1 2 R TS = CTS Final × ρS VS SS = 11.9735 × 10 −3 × ( × 1022.6 × 10.2882 × 99.35) 2 2 = 64355 N= 64.36 kN o) Power Effektip, PE = R TS × VS= 64.36 × 10.288 = 662.08 kW=
662.08 0.7457
= 888 hp
Soal Latihan:
Berapakah kecepatan pengujian sebuah model kapal lambung planing dengan Fn=0.54, jika diketahui pajang model adalah 2.2 m atau 1/10 dari panjang kapal sesunguhnya, dan jika setelah pengujian diperoleh tahanan total model sebesar 65.59 N berapa besaran tahanan total kapal
Daftar Pustaka
Lewis, E. V. ed. 1989. Principles of Naval Architecture, Volume 2; Jersey City, USA Harvald (1983). Resistance and Propulsion of Ship . John Wiley &Sons, Inc.
41
BAB 5 DEFINISI DAYA DAN EFISIENSI PROPULSI Kompetensi PS:
Mampu merancang sistem penggerak dan permesinan serta kendali kapal secara efektif dan efisien. Diskripsinya: (Pilih Kompetensi dari GBRP Matakuliah).
Definisi kapal cepat, Tipe kapal cepat, Tipe sistem penggerak kapal cepat, Model lambung kapal cepat (planing, katamaran, swath dan hidrofoil), Prediksi tahanan kapal cepat (metode Satvisky dan pengujian towing tank), Alat penggerak kapal cepat, definisi daya dan efisiensi propulsi, geometri baling-baling sekrup dan pengambaran, Teori momentum baling-baling, Model tes dan hukum perbandingan baling-baling, Sistem propulsi waterjet. Sasaran Belajar dan Diskripsi:
1. Mampu memahami definisi dan karakteristik kapal cepat, katogori dan fungsi kapal cepat 2. Mampu dalam penentuan tahanan dan propulsi kapal cepat 3. Mampu menganalisa data hasil pengujian dan perancangan propulsi kapal cepat Sasaran Pembelajaran dan Diskripsi:
•
Mampu mengetahui definisi daya dan efisiensi propulsi
Strategi/Metode Pembelajaran dan Diskripsi Pelaksanaan metode:
•
Kuliah interaktif
Indikator/Kriteria penilaian:
Kejelasan dan ketelitian uraian 5.1
Daya Propulsi
Sketsa lokasi pengukuran daya diberikan dalam gambar 5.1 a) Efektif Power (PE) Daya ini adalah daya yang diperlukan untuk mendorong kapal pada s uatu kecepatan konstan (Vs). P E = R.V
(5.1)
R = Tahanan total kapal ( N ) 42
b) Thrust Power (PT) Daya ini adalah daya yang dikembangkan oleh dorongan baling-baling pada kecepatan Va (m/s). P T = T .V a
(5.2)
T = Gaya dorong kapal ( N ) c) Power Delivery (PD). Power delivery atau daya tersalurkan merupakan daya sebenarnya yang dikirim ke baling-baling, daya tersebut lebih kurang dari daya yang diukur pada poros, hal tersebut karena kerugian pada bantalan tabung buritan dan bantalan antara tabung buritan serta ekor poros di mana daya poros yang diukur. P D
= 2π .Q.n
(5.3)
Q = Torsi propeller ( Nm) n= rpm d) Power Shaft (PS) Power shaft atau daya poros (turbin dan diesel) diukur pada ujung poros dekat dengan baling-baling, daya ini disebut daya poros. Dalam mesin diesel hal tersebut ditentukan dari daya pengereman dengan mengurangi pengaruh bantalan, transmisi, gear dan kerugian mekanik lainnya. P S = 2π .Q.n
(5.4)
Q = Torsi yang ditransfer ke poros dari mesin penggerak ( Nm) n= rpm e) Power Brake (PB) Power brake atau daya pengeraman (untuk mesin pembakaran dalam) diukur pada fly whell dari mesin di luar silinder dengan sistem pengereman mekanik atau listrik. P B
= 2π .Q.n
(5.5)
PB = M. 2π n Q= Torsi mesin ( N.m) n = putaran mesin (rps)
43
f) Power Indikasi (PI)
Power indikasi atau daya indikasi (mesin uap) ditentukan dengan mengukur siklus stres uap dalam silinder. Daya ini disebut daya yang ditunjukkan: P . L. A. N I = P
(5.6)
P = Tekanan intensitas ( Pa) L = Panjang stroke (m) 2 A = Luas piston (m ) N = Jumlah putaran (rps).
PS
PB Gear
PI Engine
PD
PT
PT
Gambar 5.1 Lokasi pengukuran daya
5.2
Efisiensi Propulsi
Efisiensi propulsi didefinisikan sebagai perbandingan antara output daya yang dihasilkan dan daya input ke dalam sistem. a) Propeller Efisiensi Open Water ( ηo) Efisiensi open water adalah rasio antara daya yang dikembangkan oleh tekanan dari baling-baling dan yang diserap oleh baling-baling ketika beroperasi di perairan terbuka pada kecepatan Va inflow seragam.
η O
=
P T P D
=
T .V a 2π .QO .n
(5.7)
Qo = torsi propeller di perairan terbuka
44
b) Efisiensi Balik (η B) Efisiensi balik adalah rasio antara da ya yang dikembangkan oleh tekanan dari baling baling dan yang diserap oleh baling-baling saat beroperasi di belakang model atau kapal.
η B
=
P T P D
=
T .V a 2π .Qb .n
(5.8)
Qb = torsi propeller di belakang lambung. c) Efisiensi Putaran Relatif ( η R) Efisiensi putaran relatif adalah rasio antara efisiensi baling-baling di belakang lambung dan efisiensi di open water.
η R
η B
=
η o
=
Qo Q
(5.9)
d) Efisiensi Transmisi ( ηm) Efisiensi transmisi adalah rasio antara daya dikirimkan ke baling-baling dan daya poros.
η B
=
P D P S
(5.10)
e) Efisiensi Hull (ηH) Efisiensi hull adalah rasio antara daya efektif kapal dan yang dihasilkan baling baling. η H =
P E P T
=
R.V T .V a
(5.11)
f) Efisiensi Kuasi-pendorong ( ηD) Efisiensi kuasi-pendorong adalah rasio antara daya efektif dan daya dikirim ke baling-baling.
η D
=
P E P D
η O .η R .η H
(5.12)
45
g) Efisiensi Pendorong ( η P ) Efisiensi pendorong adalah rasio antara daya efektif dan daya pada poros. η P =
P E P S
η O .η R .η H η t
(5.13)
h) Efisiensi Pendorong ( ηo) Efisiensi pendorong adalah rasio antara daya efektif dan daya pengereman, gear dan kerugian mekanis.
Soal Latihan
1. Sebut dan jelaskan semua daya yang timbul pada bagian sistim propulsi kapal (antara lain : mesin, poros dan propeller) 2. Jelaskan perbedaan antara gaya dorong ( T ) dan Torsi (Q) 3. Jelaskan pengertian efisiensi: efisiensi hull, efisiensi open water serta, efisiensi propeller (pendorong)
Daftar Pustaka
Harvald (1983). Resistance and Propulsion of Ship . John Wiley &Sons, Inc.
46
BAB 6 ALAT PENGGERAK KAPAL CEPAT Kompetensi PS:
Mampu merancang sistem penggerak dan permesinan serta kendali kapal secara efektif dan efisien. Diskripsinya: (Pilih Kompetensi dari GBRP Matakuliah).
Definisi kapal cepat, Tipe kapal cepat, Tipe sistem penggerak kapal cepat, Model lambung kapal cepat (planing, katamaran, swath dan hidrofoil), Prediksi tahanan kapal cepat (metode Satvisky dan pengujian towing tank), Alat penggerak kapal cepat, definisi daya dan efisiensi propulsi, geometri baling-baling sekrup dan pengambaran, Teori momentum baling-baling, Model tes dan hukum perbandingan baling-baling, Sistem propulsi waterjet. Sasaran Belajar dan Diskripsi:
1. Mampu memahami definisi dan karakteristik kapal cepat, katogori dan fungsi kapal cepat 2. Mampu dalam penentuan tahanan dan propulsi kapal cepat 3. Mampu menganalisa data hasil pengujian dan perancangan propulsi kapal cepat Sasaran Pembelajaran dan Diskripsi:
•
Mampu mengenali alat dan jenis penggerak kapal cepat
Strategi/Metode Pembelajaran dan Diskripsi Pelaksanaan metode:
•
Kuliah interaktif & Diskusi kelompok
Indikator/Kriteria penilaian:
• 6.1
Kejelasan dan ketelitian uraian
Pengenalan Alat Penggerak Kapal
Gambar 6.1 menunjukkan perkembangan bentuk baling-baling sekrup dari awalnya di rancang yaitu pada abad ke-19 hingga Tahun 1880. Bentuk dasar baling-baling sekrup tersebut masih digunakan hingga sekarang, meskipun bentuk baling-baling tersebut secara bertahap telah berubah dengan tujuan meningkatkan efisiensi, mengurangi terjadinya getaran, mengendalikan kavitasi, dll. Hingga saat ini jenis alat penggerak yang paling efisien untuk sebagian besar kapal laut termasuk kapal cepat adalah jenis baling-baling sekrup. Efisiensi propulsi untuk jenis ini hingga mencapai 75 persen dari efisiensi yang ideal. Namun geometeri propeller sekrup teramat sulit dan dimensi utama baling-baling sangat mempengaruhi kinerja kapal. 47
Gambar 6.1: Screw design by Colonel Stevens (1802). Josef Ressel (1828), Pettit Smith (1836). Ericsson (1836)
6.2
Jenis Alat Penggerak Kapal
Sejumlah propulsi yang digunakan pada kapal konvesional dan kapal cepat: a) Fixed Pitch Propellers (FPP) atau baling-baling dengan pitch tetap (lihat gambar 6.2-a). Jenis baling-baling ini adalah jenis baling-baling yang paling populer digunakan pada kapal laut, seperti halnya semua jenis baling-baling, FPP menghasilkan gaya dorong melalui gaya lift yang dihasilkan oleh blade baling baling. Bagian blade propeller yang digunakan mirip dengan airfoil yang bekerja pada beberapa sudut aliran fluida. b) Controllable Pitch Propellers (CPP) atau baling-baling dengan perubahan pitch (lihat gambar 6.2-b). Tipe baling-baling jenis ini umumnya digunakan untuk kapal yang mengunakan putaran poros dengan rpm konstan. Baling-baling CPP sering digunakan ketika baling-baling harus beroperasi lebih dari satu kondisi operasi, seperti pada kapal ikan atau tug boat. Baling-baling CPP juga efektif digunakan bila kapal manuver serta gerak mundur dengan hanya mengubah putaran atau mengubah arah pitch baling-baling pada putaran konstan. Hal ini secara signifikan dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mengubah arah dorong kapal. Namun hal yang perlu diingat bahwa CPP hanya memiliki satu desain pitch, mengubah posisi pitch berarti akan mengurangi efisiensi baling-baling.
48
c) Ducted Propellers atau baling-baling berselubung (lihat gambar 6.2-c). Pada saat propeller mengalami beban dorong yang tinggi saluran selubung propeller senangtiasa meningkatkan efisiensi baling-baling. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi saluran dengan baling-baling yang dipergunakan sehingga membuat aliran lebih seragam. Hal tersebut pula ada kaitanya dengan percepatan aliran yang melewati propeller dikarenakan adanya saluran tersebut. Jenis propeller ini umumnya digunakan oleh kapal tunda atau kapal kerja lainnya. d) Thruster atau baling-baling dengan poros penggerak vertical (lihat gambar 6.2-d). Hal ini memungkinkan untuk memutar baling-baling dapat menghasilkan daya dorong dengan arah yang diperlukan. Umumnya propeller ini dipasang baik secara terbuka maupun mengunakan saluran. Sudut drive thruster umumnya dibuat lebih rumit dibanding poros propeller normal sehingga propeller jenis ini lebih mahal. Juga diameter hub lebih besar sehingga dapat menurunkan efisiensi propulsi. Keuntungan propeller jenis ini adalah jika dfungsikan sebagai propulsi penarik, baling-baling dapat dipasang didepan poros vertical, demikian pula sebaliknya ketika thrusters difungsikan sebagai pendorong kapal, maka akan dibelakang poros vertical. Untuk kasus menarik, aliran fluida menuju propeller lebih seragam, hal tersebut akan mengurangi getaran dan kavitasi propeller. Untuk thruster azimuthing yang berputar pada sumbu vertikal hal tersebut akan memudahkan kapal manuver atau gerakan dinamis lainnya. e) Contra rotating atau dua propeller yang dipasang secara berlawanan pada satu poros pendorong (lihat gambar 6.2-e). Dengan menempatkan baling-baling kedua (belakang) satu poros pendorong dengan baling-baling pertama (depan) hal tersebut mendapatkan sejumlah keuntungan tambahan diantaranya adalah baling-baling kedua (belakang) dapat memulihkan rotasi slip-stream yang disebabkan oleh baling baling pertama (depan). Efisiensi propulsi pada jenis propeller ini sangat sulit diperoleh dikarenakan pengaturan kendali yang kompleks serta dibutuhkannya konsentris poros pendorong pada setiap operasinya. f) Super kavitasi (lihat angka 6.2-f). Untuk kapal berkecepatan tinggi telah dikembangkan baling-baling khusus jenis blade wedge. Umumnya kavitasi terjadi pada bagian belakang blade baling-baling. Ketika rongga di bagian belakang blade baling-baling telah menyebar sampai menutupi seluruh bagian belakang blade, sehingga bagian yang terkavitasi tidak lagi dibasahi air, hal tersebut dikatakan baling-baling beroperasi pada rezim penuh atau super-kavitasi. Setelah bagian belakang benar-benar tidak tersentuh air, peningkatan rpm baling-baling tidak dapat lagi mengurangi tekanan yang terjadi, sehingga tidak ada lift tambahan yang dapat dihasilkan oleh bagian belakang blade baling-baling. Pada bagian face tekanan terus meningkat dengan putaran tinggi demikian pula gaya dorong yang dihasilkan. Salah satu keuntungan dari baling-baling tersebut adalah tidak adanya erosi yang terjadi pada baling-baling, karena gelembung kavitasi tidak lagi di bagian belakang blade propeller sehingga dengan demikian getaran yang terjadi dapat berkurang. 49
g) Surface piercing propeller atau baling-baling permukaan (lihat angka 6.2.1-g), baling-baling jenis ini umumnya digunakan pada kapal berkecepatan tinggi. Baling baling beroperasi dengan menarik udara dari permukaan udara bebas dan udara tersebut akan melindungi baling-baling dari kavitasi. Baling-baling jenis ini memiliki bentuk khusus, kemiringan dan ketajaman blade didesain untuk mudah memecah dan memasuki permukaan air dengan hambatan sekecil mungkin. Namun demikian baling-baling memiliki kekuatan yang besar. Gaya reaksi vertikal yang dihasilkan dapat mencapai sepertiga dari dorong yang dihasilkan. h) Waterjet atau jet air (lihat gambar 6.2-h). propulsi jenis ini adalah memanfaatkan fluida air untuk mendapatkan gaya dorong kapal. Propulsi jenis ini banyak digunakan untuk kapal berkecepatan tinggi untuk mendapatkan gaya dorong, air yang melewati impeler dipercepat dengan menggunakan pompa melewati bagian bawah lambung kapal, selanjutnya meninggalkan kapal dari bagian buritan. Propulsi ini memiliki banyak keuntungan terhadap kerusakan serta bahaya baling-baling khususnya untuk kapal penyelamat. Pada saat manuver, kemudi kapal dapat diabaikan karena kapal dapat memutar hanya dengan mengarahkan outlet pada waterjet sesuai keperluan. Propulsi water jet juga sangat menguntungkan jika digunakan pada perairan dangkal. Namun umumnya efisiensi propulsi jenis water jet lebih rendah dibandingkan dengan pengunaan sebuah baling-baling pada kapal. i) Cycloidal atau Voiht-Schneider Propeller (lihat angka 6.2-I). Propulsi ini terdiri dari sejumlah foil yang dipasang pada lempengan yang berputar. Arah gaya dorong yang dihasilkan selalu tegak lurus terhadap jari-jari titik pusat lempengan. Ketika titik pusat berada pada tengah lingkaran blade, maka tidak ada kekuatan yang dihasilkan. Tetapi ketika titik pusat dipindahkan, maka gaya dorong dihasilkan akan tegak lurus terhadap arah di mana titik pusat berada. Sistem pendorong dapat digunakan untuk kapal tunda dan kapal kerja lainya, keuntungan propulsi jenis ini kapal memiliki manuver yang baik. Efisiensi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan sebuah baling-baling sekrup
50
Gambar 6.2: Jenis alat penggerak kapal Contoh Soal
1. Jelaskan jenis propulsi yang umum digunakan oleh kapal cepat dan apa perbedaannya masing-masing propulsi tersebut dari segi sistem kerja propulsi. Jawab :
a) Propulsi yang umum digunakan untuk kpal berkecepatan tinggi adalah : i) propulsi water jet; ii) super piercing propeller dan; iii) super kavitasi. b) Perbedaanya: Waterjet atau jet ai, propulsi jenis ini adalah memanfaatkan fluida air untuk i. mendapatkan gaya dorong kapal. Sitem kerjanya air yang melewati impeler dipercepat dengan menggunakan pompa melewati bagian bawah lambung kapal, selanjutnya meninggalkan kapal dari bagian buritan. ii. Surface piercing propeller atau baling-baling permukaan, Baling-baling beroperasi dengan memanfaatkan udara dari permukaan udara bebas dan udara. Hal tersebut juga akan melindungi baling-baling dari kavitasi. iii. Super kavitasi atau baling-baling yang memiliki ketahanan kavitasi , pada kapal cepat kavitasi terjadi pada bagian belakang blade baling. Pada saat baling-baling beroperasi pada rezim penuh atau super-kavitasi, peningkatan rpm baling-baling tidak dapat lagi mengurangi tekanan yang terjadi pada propeller, dalam kondisi ini tidak ada lift tambahan yang dapat dihasilkan oleh bagian belakang blade baling-baling. Sementara pada bagian face
51
tekanan terus meningkat dengan putaran tinggi demikian pula gaya dorong yang dihasilkan dalam kondisi ini getaran kapal meningkat. Soal Latihan
1. Jelaskan keuntungan dan kerugian antara propeller tipe fixed picth propeller (FPP) dan controlable pitch propeller (CPP) 2. Jelaskan berbedaan antara propulsi waterjet dan voiht-schneider propeller dari segi peletakannya. Daftar Pustaka
Harvald, S, A, [1983], Resistance and Propulsion of Ship, John Willey & sons, Canada. Carlton, J.S. [1994], Marine Propellers and Propulsion. Butter w orth-Heinemann Ltd. London.
52
BAB 7 GEOMETRI BALING-BALING SEKRUP DAN PENGAMBARAN Kompetensi PS:
Mampu merancang sistem penggerak dan permesinan serta kendali kapal secara efektif dan efisien. Diskripsinya: (Pilih Kompetensi dari GBRP Matakuliah).
Definisi kapal cepat, Tipe kapal cepat, Tipe sistem penggerak kapal cepat, Model lambung kapal cepat (planing, katamaran, swath dan hidrofoil), Prediksi tahanan kapal cepat (metode Satvisky dan pengujian towing tank), Alat penggerak kapal cepat, definisi daya dan efisiensi propulsi, geometri baling-baling sekrup dan pengambaran, Teori momentum baling-baling, Model tes dan hukum perbandingan baling-baling, Sistem propulsi waterjet. Sasaran Belajar dan Diskripsi:
1. Mampu memahami definisi dan karakteristik kapal cepat, katogori dan fungsi kapal cepat 2. Mampu dalam penentuan tahanan dan propulsi kapal cepat 3. Mampu menganalisa data hasil pengujian dan perancangan propulsi kapal cepat Sasaran Pembelajaran dan Diskripsi:
•
Mampu mengenali dan memahami geometeri baling-baling sekrup serta teknik pengambarannya
Strategi/Metode Pembelajaran dan Diskripsi Pelaksanaan metode:
•
Kuliah interaktif & Project base
Indikator/Kriteria penilaian:
• • 7.1
Ketelitiaan analisis dan kreativitas desain Kerjasama tim
Komponen Baling-Baling
Sketsa baling-baling diberikan dalam gambar 7.1
53
Gambar 7.1 Sketsa baling-baling a) Propeller blade atau blade baling-baling ditempelkan pada hub, dan hub dipasang pada sebuah ujung poros baling-baling. Baling-baling berputar pada garis tengah poros. Arah rotasi (maju normal) bila dilihat dari belakang berputar kekanan searah jarum jam. b) Blade edge atau pinggir blade dalam hal ini dikenal dalam dua bagian, pinggir blade bagian depan disebut leading edge (nose) dan edge bagian belakang disebut trailing edge (tail). Sedangkan pertemuan kedua pinggir blade (leading edge dan traling edge) disebut blade tip. Pada titik blade tip diameter (D) atau radius (R=D/2) baling-baling diukur. c) Blade surface atau permukaan blade dalam hal ini dikenal pula dalam dua bagian, permukaan blade bagian belakang (back ) didefinisikan sebagai permukaan blade berada dimana arah poros itu datang sedangkan permukaan yang lainnya disebut permukaan blade bagian depan ( face), ketika kapal bergerak maju, masuknya aliran air melalui belakang baling-baling. Karena proses maju tersebut hal ini mempercepat bagian belakang propeller memiliki tekanan ratarata rendah dan permukaan blade bagian depan memiliki tekanan rata-rata tinggi (perbedaan antar tekanan ini menghasilkan gaya dorong), permukaan blade bagian depan juga disebut permukaan tekanan dan belakang disebut permukaan hisap) d) Propeller hub umumnya berputar simetris karena jangan sampai mengganggu aliran air bekerja. Blade baling-baling ditempelkan ke hub pada daerah fillet atau akar blade. Selanjutnya sebuah topi dipasang pada ujung hub.
54
7.2
Propeller Line
Sketsa propeller line diberikan dalam gambar 7.2
Gambar 7.2 Blade Reference Line a) Propeller reference line atau garis normal terhadap poros propeller b)
Generator line adalah garis interseksi antara pitch helical sumbu-X poros terhadap propeller reference line ( lihat G ambar 7.3)
c) Blade reference line adalah garis ketebalan maximum blade propeller
Gambar 7.3 Definisi Cylindrical blade section. 55
7.3
Blade Section
Bentuk umum blade section ditunjukkan pada Gambar. 7.4.
Gambar 7.4 Geometry of a propeller blade sections a) Chord Length (C L ) atau panjang chord adalah jarak antara hidung (leading edge) dan ekor (trailing edge) propeller pada chord line antara ujung leading dan trailing edge. Panjang Chord (C L) juga disebut garis hidung-ekor. b) Camber atau Tebal profil t(x) adalah jarak antara permukaan hisap (suction) dan permukaan tekanan (pressure) yang diukur tegak lurus terhadap koordinat sumbu-y. c) Angle of attack adalah sudut antara chord line dan arah aliran fluida.
7.4
Blade Contour area
Dalam penggambaran baling-baling dikenal 2 perbandingan luasan blade yang digunakan yaitu a) Projected area of blade atau luasan blade kontur ( A P ) diberikan sebagai perbandingan antara luasan blade kontur (luasan blade secara tranversal) dan luas 2 keseluruhan bidang baling-baling ( Ao=0.25π D ) dimana D adalah diameter baling baling. b) Developed area of blade atau luasan blade ( A D) diberikan sebagai perbandingan antara luasan blade (luasam blade secara vertikal) dan luas keseluruhan bidang baling-baling ( Ao).
56
Gambar 7.5 Definisi outline
57
7.5
Pitch
Bentuk umum geometri pitch bekerja ditunjukkan pada Gambar. 7.6.
Gambar 7.6 Definisi pitch 58
dimana
• θ 0 adalah pitch angle propeller efektip • θnt or θ adalah pitch angle propeller geometri • βi adalah pitch angle hidrodinamik • α adalah angle of attack 7.6
Rake
Rake adalah Jarak dari propeller plane ke generator line pada arah sumbu poros - x (lihat gambar 6.7). Rake propeller dibagi dalam dua komponen: generator line rake (iG) dan skew induced rake (i s) yang didefinisikan sbb: iT (r ) = iG (r ) + iS (r ) iT (r ) = r θ G tan(θ nt ) Catatan: a) Propeller reference line atau garis normal terhadap poros propeller b) Generator line adalah garis interseksi antara pitch helic sumbu-X poros terhadap propeller reference line
Gambar 6.7 Definisi Tip rake
59
7.7
Skew
Setengah panjang garis chord dari masing-masing penampang radial baling-baling umumnya tidak garis lurus, tapi melengkung terhadap putaran pisau. Skew umumnya dinyatakan sebagai perpindahan keliling ujung baling-baling dibuat non-dimensi dengan diameter baling-baling.
Gambar 7.8 Definisi skew
60
7.8
Penggambaran Baling-Baling
Gambar baling-baling sekrup dibuat menggunakan berbagai proyeksi diantaranya: a) Expanded Blade Area:
Sejumlah parameter penting dalam pengambaran expanded blade area baling-baling: Chord length (c(r)) atau panjang chord, dalam hal ini adalah panjang chord pada jari jari tertentu. Panjang chord dapat tentukan dengan persamaan 7.1 dan konstanta jari jari ( K(r)) sebagaimana tertera pada Tabel 7.1 c(r ) =
K (r ) xDxEAR Z
(7.1)
Tabel 7.1 Blade contour of the B-Series propeller r/R 0.2
K(r) 1.662
Skew/cr 0.117
0.3
1.882
0.113
0.4 0.5
2.050 2.152
0.101 0.086
0.6 0.7 0.8
2.187 2.144 1.970
0.061 0.024 -0.037
0.9
1.582
-0.149
Dalam Table 7.1, skew didefinisikan sebagai jarak antara bagian mid chord dan generator line. Skew dibuat dalam bentuk non-dimensi terhadap cr . Sebuah skew positif didefinisikan mid chord diposisikan maju dari garis generator line. Konstanta K(r) dapat digunakan untuk semua area ratio, meskipun awalnya didefinisikan dari sebuah tabel series untuk dua atau tiga daun. Tetapi untuk propeller dengan series terakhir (empat - tujuh daun) memiliki sedikit perbedaan kontur dan perbedaan tersebut dapat diabaikan, khususnya terhadap kinerja propeller. Blade section atau bagian daun, dalam pengambarannya bagian daun tersebut dikenal dengan nama: jarak dari generator line ke garis propeller ( c(gl)), jarak dari garis tepi leading edge (c(te) ke garis propeller dan, jarak dari garis tepi trailing edge ( c(tr ) ke garis propeller dalam hal ini adalah jarak pada jari-jari tertentu. Sebagaimana ditunjukan persamaan 7.2 dan gambar 7.9 c( r ) = c +c LE TE 61
Prof Ref. Line tMax Line LE
TE
t
Pitch Plane
Y (TE)
Y (LE) Ref. Line B-Serries c(le)
c(te)
Gambar 7.9: Definision of balde section Tabel 7.2 Blade Widthe BLADE CONTOUR THE FOLLOWING VALUE ARE PERSENTAGES OF THE BLADE WIDTHE AT 0.6 R c(te) c(le) c(r) c(gl) c(te) c(le) c(r) c(gl) r/R
T.E
L.E
Total
1.0 0.95 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2
20.14 42.71 47.00 48.35 46.68 43.92 40.78 37.30 33.32 29.18
11.75 25.35 41.65 51.40 56.08 57.60 56.32 32.64 46.90
54.46 72.35 90.00 98.08 100.00 98.38 93.62 85.96 76.08
Max. Thicknes to GL -20.14 -15.48 -10.83 -1.37 +8.05 +17.18 +22.68 +23.65 +22.55 +20.27
r/R
T.E
L.E
Total
1.0 0.95 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2
14.87 39.86 45.01 47.77 46.95 44.08 40.33 36.62 32.69 28.68
18.10 30.76 45.08 32.24 55.92 36.32 34.91 51.24 46.05
57.96 75.77 92.85 99.19 100 97.05 91.53 83.91 74.73
Max. Thicknes to GL -20.14 -15.48 -10.83 -1.37 +8.05 +17.18 +22.68 +23.65 +22.55 +20.27
r/R
1.0 0.95 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2
Wageningen Propeller – Series Diagram, Hanover, 1981 Pada geometri propeller bagian daun didefinisikan relatif terhadap posisi ketebalan maksimum, baik untuk permukaan tekanan maupun hisap. sehingga geometri bagian diberikan dalam empat bagian : a) b) c) d)
Permukaan hisap antara titik ketebalan max dan edge depan (LE) Permukaan hisap antara titik ketebalan max dan edge belakang (TE) Permukaan tekanan antara titik ketebalan max dan edge depan (LE) Permukaan tekanan antara titik ketebalan max dan edge belakang (TE)
62
Tabel 7.3 Hisap sisi geometri bagian dari posisi ketebalan maksimum ke tepi terkemuka r/R 20% 40% 60% 80% 90% 95% L.E 0.2
98.60
94.50
87.00
74.40
64.35
56.95
-
0.3 0.4
98.40 98.20
94.00 93.25
85.80 84.30
72.50 70.40
62.65 60.15
54.90 52.20
-
0.5 0.6 0.7
98.10 98.10 97.60
92.40 91.25 88.80
82.30 79.35 74.90
67.70 63.60 57.00
56.80 52.20 44.20
48.60 43.35 35.00
-
0.8
97.00
85.30
68.70
48.25
34.55
24.45
-
0.9
97.00
87.00
70.00
48.15
30.10
22.00
-
Tabel 7.4 Pressure side section geometry from position of maximum thickness to the leading edge r/R 0.2 0.3
20% 0.45 0.05
0.4
40% 2.30 1.30
60% 5.90 4.60
80% 13.45 10.85
90% 20.30 16.55
95% 26.20 22.20
L.E 40.00 37.55
0.30
2.65
7.80
12.50
17.90
34.50
0.70
4.30 0.80
8.45 4.45
13.30 8.40
30.40 24.50
0.40
2.45
16.05
0.5 0.6 0.7 0.8
7.40
Tabel 7.5 Suction side section geometry from position of maxsimum thickness to the trailing edge r/R 0.2 0.3
T.E
80% 53.35 50.95
60% 72.65 71.60
40% 86.90 86.80
20% 96.45 96.80
0.4 0.5 0.6
47.70 43.40 40.20
70.25 68.40 67.15
86.55 86.10 85.40
97.00 96.95 96.80
0.7 0.8 0.9
39.40 40.95 45.15
66.90 67.80 70.00
84.90 85.30 87.00
96.65 96.70 97.00
Tabel 7.5 Pressure side section geometry from position of maxsimum thickness to the trailing edge r/R 0.2
T.E 30.00
80% 18.20
60% 10.9
40% 5.45
0.3
25.35
12.20
5.80
1.70
0.4
17.85
6.20
1.50
0.5
9.70
1.75
0.6
5.10
20% 1.55
63
Tabel 7.5 Maximum thickness and position of maximum thickness r/R 0.2
3 4 5 6 7 Xtmax/cr 0.0406 0.0366 0.0326 0.0286 0.0246 0.350
0.3 0.4 0.5
0.0359 0.0324 0.0289 0.0254 0.0219 0.350 0.0312 0.0282 0.0252 0.0222 0.0192 0.351 0.0265 0.0240 0.0215 0.0190 0.0165 0.355
0.6 0.7 0.8
0.0218 0.0198 0.0178 0.0158 0.0138 0.389 0.0171 0.0156 0.0141 0.0126 0.0111 0.443 0.0124 0.0114 0.0104 0.0094 0.0084 0.486
0.9 1.0
0.0077 0.0072 0.0067 0.0062 0.0057 0.500 0.0030 0.0030 0.0030 0.0030 0.0030 0.500
b). Developed Blade Area:
Developed blade area adalah area yang diperoleh dengan memutar setiap elemen daun ke dalam gambar rencana. (2 dimensi) sebagaimana gambar 7.10 dengan menentukan titik F pada jarak AF=2 π
Gambar 7.10: Definision of balde section
64
c) Projected Area: Projected area adalah proyeksi daun balin-baling sekrup yang dibentuk dalam 3 bentuk dimensi. rd
d) 3 Projection 3rd Projection adalah pandangan sisi daun yang dipasang pada bos yang juga menunjukan distribusi ketebalan maksimum sepanjang daun e) Rake Dari semua desain baling-baling B-Series memiliki s udut rake 15 derajat. Pengurangan atau penambahan rake alan menpengaruhi efisiensi baling-baling. f) Hub Dimeter Diameter hub untuk tiga blade adalah 18% dari diameter, dan untuk semua propeller B-Series memiliki diameter hub dari 1/6 diameter Ciri-ciri baling-baling yang diberikan dalam bentuk non-dimensi:
• • •
Pitch Rasio P / D = pitch / diameter Expanded blade rasio ( Ae / Ao) atau ( Fa / F ) = memperluas area / area disc 2 Ao = Area lempengan = ( D π /4) D = Diameter baling-baling Ketebalan blade fraksi = to / D to = ketebalan blade max. pada sumbu poros. D = diameter baling-baling.
Tugas Menggambar Propeller
Langkah: 1.
Mulailah menggambar dengan daerah diperluas. a) b) c) d) e)
Gambar generator line Gambar garis r = 0.2R, 0.3R, 0.4R, 0.5R, ...., R, Gambar profil elemen daun sesuai dengan offset yang diberikan dalam tabel. Offset ketebalan elemen daun diberikan sebagai fungsi dari ketebalan maksimum Panjang profil chord diberikan sebagai persentase dari panjang maksimum profil di 0.6R f) Panjang maksimum chord (di 0.6R) diberikan sebagai fungsi dari rasio luas diameter dan daun, g) Menggambar garis terluar daerah yang diperluas. 65
2 3 4 5 6 7
8
Tentukan titik F sehingga AF = H/2π. Menggambar garis lurus dari titik F ke persimpangan garis generator dan garis face (wajah) profil. Menarik garis tegak lurus garis dari (3) pada titik-titik persimpangan. Gambarkan garis sejajar dari hidung dan ekor untuk garis (3), (4) dan menemukan jarak a, b, a1, b1 seperti yang ditunjukkan pada gambar. Menggambar proyeksi kedua dengan mengembangkan, a1 sepanjang radius yang sesuai. Menggambar proyeksi ketiga dengan menyesuaikan b, b1 dengan, persimpangan a1 dengan garis besar diproyeksikan luas dari proyeksi kedua setelah menggambar strip ketebalan maksimum Proyeksi pertama (pandangan rencana) dapat ditarik untuk membuat fairing yang diperlukan dari gambar.
Daftar Pustaka
Harvald, S, A, [1983], Resistance and Propulsion of Ship, John Willey & sons, Canada. Lewis, E, V, (Editor), [1988], Principles of Naval Architecture, Vol. II: Resistance, Propulsion and Vibration, Sname, New Jersey. Carlton, J.S. [1994], Marine Propellers and Propulsion. Butter w orth-Heinemann Ltd. London. Kuiper, G, [1992], The Wageningen Propeller series, Marin Netherland Bertram (2000), Practical ship hydrodynamics, Butterworth-Heinemann
66
BAB 8 TEORI MOMENTUM BALING-BALING Kompetensi PS:
Mampu merancang sistem penggerak dan permesinan serta kendali kapal secara efektif dan efisien. Diskripsinya: (Pilih Kompetensi dari GBRP Matakuliah).
Definisi kapal cepat, Tipe kapal cepat, Tipe sistem penggerak kapal cepat, Model lambung kapal cepat (planing, katamaran, swath dan hidrofoil), Prediksi tahanan kapal cepat (metode Satvisky dan pengujian towing tank), Alat penggerak kapal cepat, definisi daya dan efisiensi propulsi, geometri baling-baling sekrup dan pengambaran, Teori momentum baling-baling, Model tes dan hukum perbandingan baling-baling, Sistem propulsi waterjet. Sasaran Belajar dan Diskripsi:
1. Mampu memahami definisi dan karakteristik kapal cepat, katogori dan fungsi kapal cepat 2. Mampu dalam penentuan tahanan dan propulsi kapal cepat 3. Mampu menganalisa data hasil pengujian dan perancangan propulsi kapal cepat Sasaran Pembelajaran dan Diskripsi:
•
Mampuh memahami teori momentum baling-baling
Strategi/Metode Pembelajaran dan Diskripsi Pelaksanaan metode:
•
Kuliah interaktif
Indikator/Kriteria penilaian:
• 8.1
Kejelasan dan ketelitian uraian
Asumsi dalam Teori Momentum Baling-Baling
Sejumlah asumsi yang digunakan dalam teori momentum baling-baling: a) Percepatan fluida yang melewati baling-baling adalah seragam, sehingga gaya dorong yang dihasilkan merata terhadap permukaan diskus baling-baling. b) Aliran yang dihasilkan adalah aliran fluida tanpa gesekan, sehingga tidak akan menimbukan energi termis c) Aliran fluida yang menuju ke baling-baling tidak terbatas. d) Teori momentum tidak memberikan indikasi terhadap bentuk baling-baling sekrup (berbentuk bulat). 67
8.2 Prinsif Teori Momentum Baling-Baling
Prinsip teori momentum baling-baling diasumsikan bahwa gaya dorong baling-baling bersumber dari percepatan fluida di mana baling-baling tersebut bekerja (Pers.1), atau dengan kata lain, gaya dorong dihasilkan karena adanya perubahan momentum disekitar baling-baling (Pers. 2). Perubahan momentum disekitar baling-baling ini berarti telah terjadi perubahan tekanan air yang melewati diskus baling-baling ( AO) sebagaimana ditunjukan pada Pers. 3 dan Gambar 8.1: T = m 2U A
(8.1)
T = ∆ p. A0
(8.2)
∆ p = p1' − p1 = Dimana: m 2U A U A
T A0
(8.3)
: massa air yang melalui diskus baling-baling dalam satuan waktu : perubahan kecepatan aksial (atau kecepatan maju baling-baling) : kecepatan induksi aksial yaitu perubahan komponen kecepatan dalam arah yang sejajar dengan poros karena adanya baling-baling.
Gambar 8.1. Sketsa perubahan tekanan dan kecepatan pada arus pacuan baling-baling Volume air yang melalui diskus baling-baling ditentukan oleh luas diskus baling-baling ( AO) dan kecepatan air (V 1) sebagaimana ditunjukan Pers. 8.4. m ρ
= AO .V 1
(8.4) 68
Besaran kecepatan V 1 umumnya berbeda dengan kecepatan maju ( V A). Dengan pendekatan persamaan Bernoulli maka hubungan antara V A , V 1 dan U A akan dapat ditentukan. Tekanan ditempat yang jauh dari baling-baling disebut pO, persamaan Bernoulli untuk aliran dibelakang baling-baling: 1 2
ρ (V A + 2U A ) 2
+ po = 12 ρ V 12 + p1'
(8.5)
Mengambungkan persamaan 8.5 dengan persamaan 8.6 untuk aliran didepan baling-baling. 1 2
ρ V A + p0
= 12 ρ V 12 + p1
(8.6)
menghasilkan 2 ρ U A (V A + U A )0
= p1' + p1 = ∆ p = =
T
m(2U A ) AO
(8.7)
V A
= ρ V (2U A )
atau V 1 = V A + U A
(8.8)
Berdasarkan Pers. 8 menunjukan bahwa kenaikan kecepatan dalam arah yang sejajar dengan arah poros baling-baling adalah sebesar setengah dari kenaikan kecepatan seluruhnya. Kenaikan kecepatan sangat dipengaruhi perubahan diameter kolom air. Didepan air baling baling tekanan akan turun ketika kecepatan naik, di diskus baling-baling akan terjadi lonjakan (jump) tekanan. Dan setelah lonjakan ini tekanan tersebut akan turun lagi hingga akan jauh dibelakang baling-baling akan sama lagi. Tekanan ( pO) dan Kecepatan di dalam arus pacuan baling-baling adalah: V 1 = V A + 2U A
8.3
(8.9)
Daya Dorong Baling-Baling
Dengan mengunakan Pers. 1 dan 2 selanjutnya daya dorong baling-baling ( T ) dapat ditulis T = ∆ pAo
= ρ Ao (V A + U A )2U A'
(8.10)
69
8.4
Efisiensi Ideal Baling-Baling
Efisiensi ideal dapat didefinisikan sbb:
η i
=
TV A TV i
TV A TV 1
=
V A V A + U A
(8.11)
: daya efektif yang disalurkan oleh baling-baling : daya yang disalurkan ke baling-baling
Dari Pers. 8.11 menunjukan bahwa baling-baling yang ideal adalah baling-baling yang memberikan percepatan (V A) yang serendah mungkin kepada massa fluida yang sebesar mungkin, dengan demikian massa fluida yang mengalir melalui diskus baling-baling, harus sebesar mungkin. Koefisien beban gaya dorong didenifisikan sbb: C TH =
T 1 2
2
ρ V A A0
(8.12)
Dengan berdasarkan Pers. 12 maka diperoleh sbb:
C TH =
ρ A0 (V A + U A )2U A 1 2
2
ρ V S A0
2
⎛ U ⎞ ⎛ U ⎞ = 4⎜⎜ A ⎟⎟ + 4⎜⎜ A ⎟⎟ ⎝ V A ⎠ ⎝ V A ⎠
(8.13)
dan U A V A
= − 12
+
1 + C TH
1 ( −) 2
(8.14)
Dengan demikian efisiensi ideal dapat dituliskan sebagaimana Pers. 8.15: η t =
V A V A + U A
=
2 1 + 1 + C TH
(8.15)
Dari Pers. 15 menunjukan bahwa tingginya efisiensi ideal jika daya dorong kapal rendah, koefisien gaya dorong rendah jika luas diskus didesain sebesar mungkin atau diameter propeller sebesar mungkin.
Daftar Pustaka
Harvald (1983). Resistance and Propulsion of Ship . John Wiley &Sons, Inc. Bertram (2000), Practical ship hydrodynamics, Butterworth-Heinemann
70
BAB 9 MODEL TES DAN HUKUM PERBANDINGAN BALING-BALING Kompetensi PS:
Mampu merancang sistem penggerak dan permesinan serta kendali kapal secara efektif dan efisien. Diskripsinya: (Pilih Kompetensi dari GBRP Matakuliah).
Definisi kapal cepat, Tipe kapal cepat, Tipe sistem penggerak kapal cepat, Model lambung kapal cepat (planing, katamaran, swath dan hidrofoil), Prediksi tahanan kapal cepat (metode Satvisky dan pengujian towing tank), Alat penggerak kapal cepat, definisi daya dan efisiensi propulsi, geometri baling-baling sekrup dan pengambaran, Teori momentum baling-baling, Model tes dan hukum perbandingan baling-baling, Sistem propulsi waterjet. Sasaran Belajar dan Diskripsi:
1. Mampu memahami definisi dan karakteristik kapal cepat, katogori dan fungsi kapal cepat 2. Mampu dalam penentuan tahanan dan propulsi kapal cepat 3. Mampu menganalisa data hasil pengujian dan perancangan propulsi kapal cepat Sasaran Pembelajaran dan Diskripsi:
•
Mampu mengetahui model pengujian dan hukum perbandingan baling-baling
Strategi/Metode Pembelajaran dan Diskripsi Pelaksanaan metode:
•
Kuliah interaktif dan project base (small)
Indikator/Kriteria penilaian:
• 9.1
Kejelasan dan ketelitian analisis
Open Water Test
Open water test atau uji baling-baling terbuka dilakukan dengan bantuan baling-baling berdinamometer dengan tujuan untuk mengukur torsi dan daya dorong model. Baling-baling dipasang didepan model pada kecepatan aliran fluida homogen, selanjutnya model kapal dipasang pada kereta penarik. Sejumlah kesamaan diperlukan dalam pengujian model sbb:
71
Gambar 9.1 Pengujian open propeller a) Kesamaan geometris: Model baling-baling dibuat dengan bentuk yang sama dengan yang sebenarnya meskipun dalam skala yang lebih kecil. b) Kinematik Kesamaan: Di mana rasio kecepatan aliran pada model dan baling baling yang sebenarnya adalah konstan.
⎛ V a ⎞ ⎛ V a ⎞ ⎜⎜ ⎟⎟m = ⎜⎜ ⎟⎟ s = λ ⎝ π n D ⎠ ⎝ π n D ⎠ dimana: λm= λS adalah rasio antara model (m) dan kapal ( s) yang sebenarnya untuk memenuhi kesamaan kinematika. Jika kesamaan koefisien maju ( J ) terpenuhi maka dalam pelaksanaan uji baling-baling terbuka kecepatan maju (V a) maupun laju kisaran (n) dapat dipilih secara acak. c) Kesamaan dinamik: Untuk kesamaan dinamis hukum Froude dan Reynolds harus terpenuhi, angka Froude dapat didefinisikan sebagai berikut:
F n
=
π n D gD
Diamana π nD adalah kecepatan keliling dan D adalah garis tengah, D dalam hal ini dipakai sebagai panjang karakteristik, dengan demikian angka Froude untuk model (m) harus sama dengan kapal ( s). F nm = F ns atau F n
=
π n Dm gDm
=
π n D s gD s
Maka berdasarkan bilangan Froude, laju putaran dalam pengujian harus sama, dengan laju putran kapal kali akar kwadrat skala model sbb.
72
D s
nm
= n s
V m
=
V s
V am
=
= n s
Dm
λ
atau
λ
Maka
nm Dm
V as n s D s
= J m = J S
Angka Reynolds (R e) uantuk baling-baling dapat didefinisikan
=
Re
L0.7 V R
v L0.7 adalah panjang chord baling-baling pada 0.7 R 0.7 R.. V R adalah kecepatan resultan aliran yang menuju penampang daun baling-baling. V R
= V A2 + (0.7π nD) 2
2
dan v adalah koefisien viskositas kinematis V R
2
2
n D Rn
2
= J 2 + (0.7π ) 2 = c 2 nD
= cL0.7
v Jika J Jika J m = J s dan V m=V s Sehingga menurur hukum Reynolds pengujian harus dilakukan pada laju kisaran yang sama dengan laju kisaran baling-baling kapal kali kuadrat skala model
nm
= n sλ 2
Berdasarkan hasil percobaan maka dapat dibuat koefisien berikut; K T = K Q J =
=
T
=
ρ (nD) 2 D 2
T ρ n 2 D 4
Q 2
2
ρ (n D) D D
=
Q ρ n 2 D 5
V a n D 73
dimana : 3
ρ = ρ = density of water (kg ( kg /m ) D= D= Diameter propeler (m ( m) η 0
=
C Th
9.2
P T P D
=
TV A
=
2π Qn
=
T 1 2
Q / ρ n 2 D 5 2π nD
=
2 π A 4
D 2
ρ V
T / ρ n 2 D 4 1 V A
=
K T 1 K Q 2π
8 K T π J 2
Perhitungan Koefisien Thrust dan Torsi
Dari Hukum Newton dapat dibandingkan: T
K T =
2
ρ (nD) D
2
T = K T ρ U 2 A
=
T ρ n 2 D 4
U = π n D
A = π D 2 / 4
T
K T =
1 2
ρ (π n D ) 2 (π D 2 / 4)
8
K T =
T
3
π ρ n 2 D 4
Koefisien dorong untuk baling-baling dipresentasikan sebagai berikut: T
K T =
ρ n 2 D 4
Juga koefisien torsi dapat ditentukan dengan cara yang sama:
Q = QT ρ U 2 A ( D / 2) K Q
=1 2
K Q
=
U = π n D
A = π D 2 / 4
Q ρ (π n D ) 2 (π D 2 / 4)( D / 2)
16
Q
3
π ρ n 2 D 5
Dan η 0
=
SV A Qω
=
K T λ K Q 2π
74
Dengan mengukur T, Q, n, Va dan Va dan menghitung K T λ dan sw diagram sw diagram open T , K Q , ηo, λ water dapat disusun. Harga bilangan Reynolds Reynolds untuk test terbuka umumnya 6 digunakan harga 2 x 10 , namun untuk aplikasi praktis Rn praktis Rn berbeda berbeda dari nilai tersebut, dan koreksi harus dibuat.
Gambar 8.2 Hasil Open propeller test (Bertram, 2000)
9.3
Self-Propulsion Test.
Self-Propulsion Test: adalah pengujian dengan menggunakan model kapal serta model propeller yang digerakan dengan motor listrik. Dalam pengujian ini, tidak ada penyimpangan dari hukum hukum Froude. −1
nS = n M λ 2 Model kapal didorong oleh baling-baling dengan rpm konstan. kereta penarik terus berjalan di atas model dengan kecepatan yang sama, maka gaya dorong ( T ), ), Torsi ( M M ), ), Jumlah putaran (n) ( n) dan dan kecepata V semuaya semuaya diukur.
Gambar 9.3 Pengaturan self propulsion test (H arvald, 1983) 75
= 12 ρ mV m 2 S m [C FM − (C FS + C CA )]
F D
1
Kecepatan: V S = V M λ 2 −1
Putaran propeller: nS = n M λ 2 ρ Gaya dorong: T S = (T uncorrM + ∆T M ) S λ 3 10 −3 ρ S ρ S
Torsi baling-baling: QS = (QuncorrM + ∆Q M )C Q
ρ S
λ 4 10−3
−3 Daya baling-baling: P DS = nS QS .2π 10
K Q
=
Q 2
2
ρ (n D) D D
=
Q ρ n 2 D 5
Koefisen kecepatan maju semu atau kecepatan maju kapal J V = Koefisien gaya dorong, K T = Koefisien Torsi, K Q
=
T ρ M n 2 D 4
ρ M n 2 D 5 V a
V a
n D
Koefisien beban gaya dorong, C Th
η R
T 1 2
2 π A 4
ρ V
D
2
=
8 K T π J 2
J V T
=
=
= V (1 − w)
J V − J
T − ( R − F D )
t =
n D
Q
Angka maju baling, J =
w M =
V a
η belakang η air terbuka
=
atau t =
T − ( R − F D ) / NP T
JK 'T 2π K 'Q K 'T K Q JK T K T K 'Q
2π K Q η RQ
=
η RT = C Th
=
nS = P D
K 'T K T K Q K 'Q
8( R − F D ) ρ V (1 − w) 2 (1 − t )π D 2η R NP 2
V S (1 − w) J S DS
= 2π K Q ρ nS 3 DS 5 76
9.4
Overload Propeller Test
Berbeda dengan Self-Propulsion Test , pada Uji Overload Propeller, pengujian dilakukan dengan memvariasikan kekuatan penarik Ra. Model ini bergerak pada kecepatan konstan dan gesekan Ra koreksi sistematis diubah yaitu untuk menentukan dampak dari pembebanan propeller. Kondisi di mana kekuatan penarik sama dengan koreksi gesekan kecepatan maka hal tersebut dapat dikatakan matching point propulsi. Dibanding self propulsion test , Overload Propeller ini memiliki keuntungan lebih akurat pada efisiensi dan jumlah revolusi.
9.5
Cavitation Tunnel Test.
Pengujian kavitasi pada tunnel test adalah untuk memprediksi terjadinya kavitasi pada baling-baling sekrup. Grafik kavitasi yang dihasilkan dari pengujian tersebut dapat membantu para desainer propeller dalam menentukan luasan daun yang diperlukan dalam upaya meningkatkan daya dorong dan efisiensi yang maksimal serta bebas kavitasi.
Daftar Pustaka
Harvald, S, A, [1983], Resistance and Propulsion of Ship, John Willey & sons, Canada. Lewis, E, V, (Editor), [1988], Principles of Naval Architecture, Vol. II: Resistance, Propulsion and Vibration, Sname, New Jersey. Carlton, J.S. [1994], Marine Propellers and Propulsion. Butter worth-Heinemann Ltd. London. Kuiper, G, [1992], The Wageningen Propeller series, Marin Netherland Bertram (2000), Practical ship hydrodynamics, Butterworth-Heinemann
77
BAB 10 SISTEM PROPULSI WATERJET Kompetensi PS:
Mampu merancang sistem penggerak dan permesinan serta kendali kapal secara efektif dan efisien. Diskripsinya: (Pilih Kompetensi dari GBRP Matakuliah).
Definisi kapal cepat, Tipe kapal cepat, Tipe sistem penggerak kapal cepat, Model lambung kapal cepat (planing, katamaran, swath dan hidrofoil), Prediksi tahanan kapal cepat (metode Satvisky dan pengujian towing tank), Alat penggerak kapal cepat, definisi daya dan efisiensi propulsi, geometri baling-baling sekrup dan pengambaran, Teori momentum baling-baling, Model tes dan hukum perbandingan baling-baling, Sistem propulsi waterjet. Sasaran Belajar dan Diskripsi:
1. Mampu memahami definisi dan karakteristik kapal cepat, katogori dan fungsi kapal cepat 2. Mampu dalam penentuan tahanan dan propulsi kapal cepat 3. Mampu menganalisa data hasil pengujian dan perancangan propulsi kapal cepat Sasaran Pembelajaran dan Diskripsi:
• Mampu memahami prinsif kerja propulsi waterjet Strategi/Metode Pembelajaran dan Diskripsi Pelaksanaan metode:
• Kuliah interaktif dan project base (Small) Indikator/Kriteria penilaian:
• Kejelasan dan ketelitian uraian
10.1
Pengantar Sistem Propulsi Waterjet
Propulsi waterjet sebagai propulsi kapal cepat berkembang sejak Tahun 1950, hal tersebut ditandai dengan diproduksi propulsi waterjet oleh perusahaan Hamilton, meskipun pada tahun-tahun sebelumnya teknologi waterjet ini sudah ada namun tidak dipergunakan sepenuhnya untuk kapal cepat, hal ini dikemungkinkan karena kemampuan pompa yang tersedia pada saat itu masih teramat rendah. Perkembangan sistem propulsi waterjet dari tahun ke tahun secara rinci telah dijelaskan oleh Roy (1994) dan Allison (1992) sebagaimana Tabel 10.1, baik dari segi kemasannya maupun pengembangan komponen utama sistem propulsi tersebut, seperti intake duct, pump, nozzle, steering dan reversing equipment serta lain-lain. 78
Tabel 10.1 : Events pertinent to waterjet propulsion, Roy (1994) dan Allison (1992) Year 287-212 BC 1452-1519 1631 1661 1775 1782 1836-1845 1840 1853 1863 1863 1870 1878 1883 1894 1932 1950 1968 1968 1968-1972 1971 1971-1980 1973-1978 197419741989 1990 1991 1992 1992 1992 1992 1993 1994
Person/ Organisation Archimedes Leonardo Da Vinci David Ramsey Toogood and Hayes Benjamin Franklin James Rumsey Smith Ericsson Seydell British Admiralty British Admiralty Ramus, C.M. Swedish government Thorneycroft Royal National Lifeboat In st. Riva Calzoni W. Hamilton Jacobson KaMeWa Tucumcari (PGH-2) Walker (RINA) SES 100 2K/3KSES Boeing/Kawasaki Boeing/ALRC Riva Calzoni SES 200 KaMeWa 180 SII SEC SES Yamato Destriero OMC Aquastrada Jane's
Achievement Axial water pump Axial water pump, Screw propulsion Patented steam WJ ship propulsion Patent for waterjet propelled vessel Proposal for waterjet propelled boat WJ propelled 80ft ferry Screw propellers Marine propellers, Sweden/USA WJ Ship Albert WJ Ship Nautilaus, 10 knots WJ Ship Waterwitch v Viper Planing boat, rocket propulsion Comparative trials WJ v propeller Royal Navy WJ gunboat WJ Lifeboat First modern WJ First high speed WJ propulsion system Patent for personal watercraft Mixed flow WJ pump Boeing/Centrifugal pump Claims WJ more efficient over 50 knots High speed inducer pump WJ Most powerful WJ development Jetfoil Inducer/mixed flow Atlantic Challenger WJ WJ conversion Largest current WJ built Largest WJ ship First Magneto-hydrodynamic WJ ship Atlantic speed record 3 KaMeWa WJ High volume production WJ leisurecraft 1000 tonnes, 43 knots car and passenger ferry Lists 88 models, 14 manufacturers, 8 countries
Gambar 9.1 menunjukan mid-range sistem propulsi waterjet tipe 321 yang diproduksi oleh perusahaan Hamilton. khusus waterjet dengan ukuran kecil, sistem poros yang digunakan untuk memutar impeler dapat dihubungkan langsung ke mesin utama tanpa mengunakan gearbox. Sistem tersebut pula umumnya dilengkapi dengan kemudi.
79
Gambar 10.1 Sistem Propulsi waterjet tipe Hamilton 321 10.2
Sistem Kerja dan peralatan Waterjet
Seperti halnya propulsi dengan penggerak baling-baling konvensional, gaya dorong yang dihasilkan waterjet adalah dengan cara mempercepat sejumlah aliran fluida yang melalui sistem propulsi tersebut. Secara sederhana sistem kerja propulsi waterjet adalah dengan cara mengisap air mengunakan pompa dari bawah kapal melalui saluran intake, kemudian kecepatan air dipercepat mengunakan impeler pada rumah waterjet dan ketika air telah mencapai tekanan yang sesuai air disemprotkan melalui nozle dibelakang kapal. Sketsa sistem propulsi waterjet diberikan dalam Gambar 5.2
Gambar 10.2 Sectional view of hamilton 212 waterjet (Coop, 1995) Peralatan utama sistem propulsi waterjet terdiri dari: a) Intake
Intake adalah sebuah elemen utama pada sistem propulsi waterjet. Intake dipasang kaku sebagai rumah sistem propulsi waterjet. Pada intake juga dipasang peralatan kontrol dan komponen waterjet. Poros penggerak impeler dipasang melewati tengah 80
Intake. Lubang intake bagian botom kapal tempat masuknya air dipasang saringan dengan tujuan menjaga kwalitas air yang masuk pada waterjet. b) Pump
Salah satu komponen utama pompa pada propulsi waterjet adalah impeler. Untuk mengubah daya hisap pompa, impeler didesain dalam berbagai pitch dan rpm. Impeler sendiri terdiri dari satu bagian bilah yang terbuat dari stainless steel yang memiliki 4 - 6 hub yang menyala untuk mendistribusikan beberapa aliran campuran dengan diameter konstan. Pada bagian belakang impeler dipasang ujung pipa yang memiliki 8 blade stator. Stator dipasang untuk mengubah rotasi aliran yang disebabkan oleh impeller. c) Nozzle
Nozzle adalah peralatan untuk mengatur titik operasi pompa dan kecepatan jet. Nozzle di desain berbagai diameternya sesuai dengan seberapa besar percepatan aliran fluida yang diperlukan untuk menghasilkan daya dorong kapal. Pada speed boat dengan mengunakan propulsi waterjet, efisiensi pendorong terbesar terjadi jika kecepatan nozle optimum. d) Peralatan Pengarah Gerakan Kapal
Aliran jet dengan kecepatan tinggi memiliki momentum yang cukup besar dan hal itub dapat digunakan untuk mengendalikan kapal (berbelok dan memutar). Sebuah tabung yang dapat bergerak cepat dipasang pada nozzle untuk membelokkan aliran jet ke arah kiri dan kanan hingga 300. Selanjutnya dengan pengaturan peralatan dibelakang nozzle tersebut kapal dapat bergerak mundur. 10.3
Definisi Sistem Water Jet
Gambar 10.3 Definisi Sistem Propulsi waterjet 81
Sebagaimana Gambar 10.3 terdapat sejumlah definisi: V s : kecepatan kapal (m/s) – Station (0) V w : effective velocity of approach, Va = (1 – w) Vs – Station (1) V i : inlet velocity at inlet plane – Station (2) V p : velocity at pump inlet plane – Station (3) V st : velocity at stator inlet – Station (4) V n : velocity at nozzle exit plane – Station (5) V j : velocity at jet vena contracta – Station (6) Ac : capture area – Station (0) Al : flow area at beginning of inlet ramp – Station (1) Ai : inlet area – Station (2) A p : pump face inlet area – Station (3) Ast : stator inlet area – Station (4) Ani : nozzle inlet area – Station (5) An : nozzle exit area – Station (6) A j : jet csa at the vena contracta – Station (7) h p : height of pump inlet centreline above ambient sea level – Station (3) h j : height of jet centreline above sea level at the vena contracta – Station (7) α : pump centre inclination to horizontal Φ : pump centreline horizontal inclination to ship centerline δ : inlet duct vertical inclination to pump centreline shp : shaft horsepower delivered to the pump bhp : brake horsepower developed by the engine IVR : Intake Velocity Ratio, IVR=V /V i S, V i = (1-w) V S
10.4
Definisi Thrust
The International Towing Tank Conference (ITTC, 1987) telah mendefinisikan gaya dorong adalah sebagai perbedaan antara fluks momentum masuk dan keluar melewati batas-batas sistem waterjet diuraikan sbb: TG=OM n-OM i TG = gross thrust a momentum flux vector 0M n= subscript meaning at the nozzle 0M i = subscript meaning at the front face of the stream tube
82
10.5
Wake Factor
Gambar 5.4 Hull boundary layer (Coop, 1995) Vi= Vs(1-w) Vi = Kecepatan air pada intake Vs = Kecepatan air pada inlet w = Faktor wake 1
V V S
⎛ Y ⎞ n
= ⎜ ⎟ , Propil kecepatan ⎝ δ ⎠
δ =
0.374 (Re)0.2
, Boundary layer depth
Daftar Pustaka
Faltinsen (2005). Hydrodynamics of High-Speed Marine Vehicles. Cambridge University Press 2005 Allison, John. 1993. Marine Waterjet Propulsion, SNAME Transacrions, Severna Park, Maryland. Hamish George Coop, (1995) Investigation Of Hull-Waterjet Interaction Effects, PhD Thesis, Department of Mechanical Engineering University of Canterbury Christchurch Ne\v Zealand
83
BAB 11 PERACANGAN PROPULSI KAPAL CEPAT (STUDI KASUS) Kompetensi PS:
Mampu merancang sistem penggerak dan permesinan serta kendali kapal secara efektif dan efisien. Diskripsinya: (Pilih Kompetensi dari GBRP Matakuliah).
Definisi kapal cepat, Tipe kapal cepat, Tipe sistem penggerak kapal cepat, Model lambung kapal cepat (planing, katamaran, swath dan hidrofoil), Prediksi tahanan kapal cepat (metode Satvisky dan pengujian towing tank), Alat penggerak kapal cepat, definisi daya dan efisiensi propulsi, geometri baling-baling sekrup dan pengambaran, Teori momentum baling-baling, Model tes dan hukum perbandingan baling-baling, Sistem propulsi waterjet. Sasaran Belajar dan Diskripsi:
1. Mampu memahami definisi dan karakteristik kapal cepat, katogori dan fungsi kapal cepat 2. Mampu dalam penentuan tahanan dan propulsi kapal cepat 3. Mampu menganalisa data hasil pengujian dan perancangan propulsi kapal cepat Sasaran Pembelajaran dan Diskripsi:
• Mampu merancang propulsi kapal cepat Strategi/Metode Pembelajaran dan Diskripsi Pelaksanaan metode:
• Project base Indikator/Kriteria penilaian:
• Kerjasama tim, ketelitian analisis dan kreativitas desain
11.1
Sistem Propulsi Kapal
Sistem propulsi kapal terdiri dari tiga komponen utama yaitu: mesin penggerak ( prime mover ), sistem transmisi ( gear box) dan alat penggerak kapal ( propeller ). Pada kenyataannya kombinasi komponen tersebut bukan merupakan suatu yang bersifat deterministic atau dapat diterapkan pada seluruh kapal, khususnya dalam hal pemenuhan 84
daya penggerak yang diperlukan. Beberapa hal yang berpegaruh diantaranya adalah tipe lambung kapal, dan tipe sistem propulsi yang digunakan.
11.2
Ukuran Utama kapal
Ukuran utama kapal dari sistem propulsi yang dirancang ditampilkan sebagaimana pada Tabel 9.1 dan body plan lambung kapal sebagaimana Gambar 11.1
Gambar 11.1. Body plan lambung planing Table 11.1. Ukuran utama kapal Dimensi Panjang keseluruhan, Loa (m) Displasmen , ∆ (ton) Lebar chine, Bx (m) Panjang chine , Lp (m) LCG (m) VCG, KG (m) bottom deadrise tengah kapal, β (deg) Sarat, T (m) Koefisien Blok, Cb Jumlah Spray-strake Kecepatan, V (m/sec) 11.2
Kapal 22.00 55.16 4.906 21.13 9.22 2.039 22.95 1.243 0.435 7.71
Model 2.200 0.055 0.491 2.113 0.922 0.2039 22.95 0.124 0.435 3 2.438
Karakteristik Tahanan Kapal
Untuk melihat penomena hidrodinamika kapal secara nyata diperlukan suatu pengujian pada tangki percobaan. Pengujian tahanan kapal dengan mengunakan model skala 1/10. Desain model kapal dan tipe spray-strake yang digunakan dalam pengujian seperti pada Gambar 11.1 dan dimensi utama kapal tertera pada Tabel 11.1. Spray-strake tersebut adalah sebuah tipe s pray-deflector yang dikembangkan oleh Condega (1987) dengan peletakan spray85
strake dipasang pada alas kapal. Hasil pengujian tahanan kapal pada kecepatan berkisar 10 sampai dengan 25 knot sebagaimana dipresentasikan pada Tabel 11.2. dan Gambar 11.2. Selanjutnya hasil pengujian tahanan kapal beserta koefisiennya ditampilkan pada Tabel 11.3. Tabel 11.2 Hasil pengujian tahanan kapal V m(m/s) R T(N) Bare R T(N) 3SS Full 1.6267 15.5932 16.0136 30.8214 29.2175 2.0333 2.4400 43.068 42.5102 2.8467 49.3126 48.3522 3.2534 56.2644 54.3093 4.0667 70.4955 69.0409 4.8800 81.2882 79.1941
Vs(Knot) 10.00 12.50 15.00 17.50 20.00 25.00 30.00 90.00
80.00
70.00
60.00
) N (
50.00
T
R 40.00
30.00
20.00
3SS-Full Model
10.00
Bare Model 0.00 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Vm (m/s)
Gambar 11.2. Total tahanan ( RT ) Vs Kecepatan ( Vs) Tabel 11.2: Hasil pengujian tahanan melalui uji model (Metode ITTC 1957) Vs VM Fn (knot) (m/s) 10.0 1.6267 0.3656 12.5 2.0333 0.4569 15.0 2.4400 0.5483 17.5 2.8467 0.6397 20.0 3.2534 0.7311 25.0 4.0667 0.9139 30.0 4.8800 1.0967 From Graph 12.1, form factor, (1 + k) = 1.00
Fn4 (x10-5) 1786.589 4357.974 9038.013 16745.781 28569.796 69758.111 144660.970
Rn (x106) 3.8442 4.8051 5.7662 6.7274 7.6885 9.6105 11.5325
CTM (x10-3) 12.8394 16.4889 17.8926 14.1421 12.5235 9.4809 7.6346
CFOM (x10-3) 3.5680 3.4218 3.3089 3.2178 3.1418 3.0208 2.9270
86
CTM (x10-3) 12.8394 16.4889 17.8926 14.1421 12.5235 9.4809 7.6346 Model-ship correlation factor, CA (x10-3) = 0.785 VS (m/s) 5.1440 6.4300 7.7160 9.0020 10.2880 12.8600 15.4320
CFOM (x10-3) 3.5680 3.4218 3.3089 3.2178 3.1418 3.0208 2.9270
CVM (x10-3) 3.5680 3.4218 3.3089 3.2178 3.1418 3.0208 2.9270
CWM (x10-3) 9.2714 13.0671 14.5837 10.9243 9.3817 6.4601 4.7076
Rn (x108) 1.1494 1.4368 1.7241 2.0115 2.2988 2.8735 3.4482
CFOS (x10-3) 2.0420 1.9782 1.9283 1.8875 1.8533 1.7981 1.7548
CVS (x10-3) 2.0420 1.9782 1.9283 1.8875 1.8533 1.7981 1.7548
CWS (x10-3) 9.2714 13.0671 14.5837 10.9243 9.3817 6.4601 4.7076
CTS (x10-3) 11.3134 15.0453 16.5120 12.8118 11.2350 8.2582 6.4624
CTS Final (x10-3) 12.0519 15.7838 17.2505 13.5503 11.9735 8.9967 7.2009
R TS (N) 16194 33139 52154 55760 64355 75555 87082
R TS (kN) 16.19 33.14 52.15 55.76 64.36 75.56 87.08
PE (W) 83302 213084 402420 501952 662084 971637 1343849
PE (kN) 62 159 300 375 494 725 1003
PE (Hp) 112 286 539 673 888 1302 1801
PE (kW) 83.30 213.08 402.42 501.95 662.08 971.64 1343.85
Berdasarkan trend tahanan kapal pada Gambar 11.2 dibentuk karakteristik tahanan total sebagai dasar perhitungan pembebanan propeler pengaruh karakteristik lambung, dituliskan hubungan antara karakteristik tahanan kapal dengan kecepatan kapal adalah sebagai hubungan kuadratik, persamaan sbb: 2
R=α V
(11.1)
Dimana; besarnya tahanan adalah merupakan harga per ton-displasmen. Selanjutnya dikembangkan untuk mendapatkan model matematis karakteristik tahanan total. dengan metode Simple Linear Regression. Pendekatan persamaan yang diperoleh bedasarkan analisa regresi pada Gambar 11.2 karakteristik tahanan total kapal lambung planing yang merupakan persamaan polynomial ordo-2: 2
y = -0.355x + 13.17x - 41.25
87
Dari persamaan 1 mengambarkan bahwa notasi y adalah diasumsikan tahanan total kapal per ton displasmen, sedangkan notasi x diasumsikan kecepatan kapal planing hull.
11.4
Karakteristik Pembebanan Propeler
a) Tipe Sistem propulsi
Penggerak utama yang digunakan adalah jenis submerged propulsion dengan dengan kemiringan 12 derajat (Gambar 11.3). Luasan rudder dihitung berdasarkan persamaan yang dikembangkan (Hadler, JB, 1962 dan 1968). Persamaan tersebut adalah 0.0016L2 P . Selanjutnya pemilihan propeller didasarkan pada Wageningen tipe B-series (Kuiper, 1992) dengan diameter dan jumlah blade menggunakan data sebelumnya (DP = 0,9 m dan Z = 4 blade)
Gambar 11.3 The Submerged propulsion type (Hadler, J.B., 1962) b) Korelasi Tahanan Kapal dan Propeler Kapal Planing Hull
Persamaam korelasi tahanan kapal dan propeller dapat dimodel berdasarkan karakteristik pembebanan propeller dengan mengunakan diagram open water. Tahanan per displacement merupakan fungsi dari kecepatan sebagaimana persamaan 1:
{
}
RT / ∆ = f α V S 2
(11.2)
Karakteristik tahanan kapal dapat dipresentasikan sebagai suatu persamaan polynomial ordo 2 denga bentuk persamaan 11.3: RT
= α 1V 2 + α 2V + c
(11.3)
dimana RT adalah tahanan total kapal, V adalah kecepatan dinas yang direncanakan.
88
Korelasi tahanan dan propeler dapat diperoleh dengan mengubah persamaan diatas dalam thrust coefficient , berdasarkan persamaan 4:
{
}
RT / ∆ ≈ T / ∆ * (1 − t ) , dan RT / ∆ = f α V S 2
(11.4)
Sehingga dapat dinyatakan menjadi
{
f α V S 2
} ≈ T * (1 − t )
(11.5)
Gabungan persamaan 3 dan 5 menjadi T * (1 − t ) = α 1V 2
+ α 2V + c
2 Jika diketahui bahwa, J
=
V a2 n 2 D 2
(11.6)
(persamaan 11.7), maka persamaan 11.5 dapat
dituliskan: 2
⎛ V a ⎞ ⎛ V ⎞ ⎟⎟ + α 2 ⎜⎜ a ⎟⎟ + c T * (1 − t ) = α 1 ⎜⎜ ⎝ (1 − w) ⎠ ⎝ (1 − w) ⎠
(11.8)
selanjutnya persamaan thrust propeler adalah: 2
⎛ V a ⎞ ⎛ V ⎞ ⎟⎟ + α 2 ⎜⎜ a ⎟⎟ + c α 1 ⎜⎜ ⎝ (1 − w) ⎠ ⎝ (1 − w) ⎠ T = (1 − t )
(11.9)
dilain pihak persamaan thrust propeler dapat diformulasikan sebagai berikut: T = ρ K T D P 2 n 4
(11.10)
dengan mengkombinasikan persaman 8 dan 9 maka persamaan thrust propeller sbb: α 1V a2
+ α 2 (1 − w) V a2 + c(1 − w) 2 (1 − w) 2 (1 − t ) ρ n 2 D 2
K T
=
K T
{α + α (1 − w) / V + c(1 − w) = 1
2
K T = K * . J 2
a
(1 − w) (1 − t ) ρ D 2
2
2
/ V a2
(11.11)
} J
2
(11.12)
(11.13)
89
dimana :
{α + α (1 − w) / V + c(1 − w) K * = 1
2
a
(1 − w) (1 − t ) ρ D 2
2
/ V a2
}
2
dengan memasukan koefisien lambung (hasil pengujian tahanan kapal) dan koefisien lambung propeller (bloun, 1997) sebagaimana Tabel 11.4. Dengan demikian persamaan karaktristik pembebanan propeler dapat dibentuk Tabel 11.4. Koefisen pembebanan propeller
Koefisien lambung
Koefisien lambung- propulsi
α 1
-0.355
W
0.03
α 2 C
13.17
T
0.11
41.25
Va
0.74
Maka diperoleh persamaan pembebanan propeller:
K T = 0.474. J 2
(11.14)
Dari persamaan karakteristik pembebanan propeler bila di plot pada diagram open water P/D= 1.20 (B4-100), interseksi propeler dengan titik operasi propeler sehingga diperoleh harga dari koefisien torsi (Q) dan efisiensi open water ηo, untuk tiap kondisi pengoperasian (Tabel 11.5). Selanjutnya untuk menetukan delivered power ( PD) dan torsi kapal (pers. 11.15 dan 11.16) tergantung pada harga dan rpm propeler (n) sebagai fungsi dari kecepatan kapal.
PD = 2π Qn
(11.15)
Q = KQρ D 2 n 2
(11.16)
dan
The propeller load characteristics obtained from the calculations as in Table 11.5. The data plotted against open water characteristics from the diagram (B4-100 and P/D = 1.20) as in Figure 9.4, the intersection of K T and J will give the torque coefficient ( K Q) and open water efficiency.
90
Figure 11.4 Chart of propeller load characteristics
2
J
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2
Table 11.5: Summary of propeller load characteristics K T20 K T 10K Q K T10 o 0.63 0.59 0.54 0.5 0.45 0.4 0.34 0.29 0.23 0.18 0.12 0.07 0.02
1.105 1.05 0.98 0.91 0.825 0.726 0.635 0.55 0.465 0.375 0.285 0.19 0.11
0 0.1 0.185 0.265 0.345 0.425 0.5 0.575 0.63 0.665 0.675 0.595 0.25
0.0000 0.0047 0.0190 0.0426 0.0758 0.1185 0.1706 0.2322 0.3033 0.3838 0.4739 0.5734 0.6824
0.0000 0.0038 0.0154 0.0346 0.0616 0.0962 0.1386 0.1886 0.2463 0.3118 0.3849 0.4657 0.5542
K T25
0.0000 0.0030 0.0121 0.0271 0.0483 0.0754 0.1086 0.1478 0.1930 0.2443 0.3016 0.3649 0.4343
91
Table 11.6: Summary of propeller and rudder parameters Parameters
Values
Ship Speed, V (knots) Ship Resistance, R T (kN) Number of propellers, N Pitch ratio, P/D Number of Blades, Z Diameter, D (m) Blade Area ratio, EAR Propeller revolution (rps), n Wake fraction, w (0.03 to – 0.05) Trust deduction, t (0.07 to 0.11) Advance ratio, Jp Thrust coefficient, KT Open Water Efficiency, ηo Rotary Rotative Eff.,
ηR (0.97 ~ 1.01)
Hull Efficiency, ηH Propeller Efficiency, Thrust, T (kN) Shaft angle, (deg.) Rudder Area, A R m2
15 42.28 2 1.2 4 0.9 100 11.47 0.03 0.11 0.74 0.27 0.595 1.01 1.04
ηP (0.62 ~ 0.65)
0.551 47.78 12 0.714
Daftar Pustaka
Blount, D.L.,(1997). Design of Propulsion Systems for High-Speed Craft, Journal of Marine Technology, SNAME News Vol. 34, No. 4. J. B. Hadler , (1965)The Prediction of Power Performance of Planing Craft, SNAME. J. B. Hadler, E. N. Hubble, H. D. Holling, (1970)Resistance Characteristics of a Systematic Series of planing Hull Forms – Series 65” SNAME. Harvald, S, A, [1983], Resistance and Propulsion of Ship, John Willey & sons, Canada. Kuiper, G, [1992], The Wageningen Propeller series, Marin Netherland
92