BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan beberapa indikator status kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, AKI 307 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 35 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 20 per 1.000 kelahiran hidup, AKABA 46 per 1.000 kelahiran hidup. Dengan AKI 307/ 100.000 KH berarti bahwa lebih dari 18.000 ibu meninggal per tahun atau 2 ibu meninggal tiap jam oleh sebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Besaran kematian Neonatal, Bayi dan Balita jauh lebih tinggi, dengan AKN 20/1.000 KH, AKB 35/1.000 KH dan AKABA 46/1.000 KH berarti ada 10 Neonatal, 18 bayi dan 24 Balita meninggal tiap jam. Pelayanan kesehatan secara tepat dan cepat, diharapkan dapat mengatasi sebagian besar masalah kesehatan masyarakat. Salah satu pelayanan kesehatan tersebut adalah pelayanan kesehatan ibu nifas (Kemenkes RI, 2009). Masa nifas atau puerperium dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari (Anggraini, 2010). Pelayanan ibu nifas merupakan pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Pada ibu nifas diperlukan adanya deteksi dini yaitu kunjungan ibu nifas minimal sebanyak 3 kali dengan distribusi waktu: 1) kunjungan nifas pertama (KF1) 6 jam sampai 3 hari setelah persalinan; 2) kunjungan nifas ke dua (KF2) pada minggu ke dua setelah persalinan; dan 3) kunjungan nifas ke tiga (KF3) dilakukan minggu ke enam setelah persalinan (Kemenkes RI, 2009).
Cakupan kunjungan ibu nifas di Indonesia pada tahun 2009 adalah 71,54%, sementara target cakupan kunjungan ibu nifas pada tahun 2015 adalah 90% (Kemenkes RI, 2009). Perawatan nifas adalah perawatan terhadap ibu yang telah selesai melahirkan, salah satunya adalah perawatan payudara (Siregar, 2009). Perawatan nifas mencakup pemeriksaan tanda vital, keadaan umum untuk melihat tanda tanda anemia, pemeriksaan abdomen dan luka, pemeriksaan genitalia, melihat komplikais persalinan, dan perawatan payudara. Data yang didapat di Puskesmas Pembina Palembang tahun 2014, cakupan pelayanan nifas lengkap (ibu dan neonatus) sesuai statndar (KN3) hanya 81% dari target 94%. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menganalisis penyebab tidak tercapainya target layanan nofas lengkap di wilayah kerja Puskesmas Pembina Palembang.
1.2. Rumusan Masalah Apa penyebab cakupan pelayanan nifas lengkap di wilayah kerja Puskesmas Pembina Palembang masih di bawah target ? 1.3. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Mengetahui penyebab masih rendahnya cakupan pelayanan nifas lengkap di wilayah kerja Puskesmas Pembina
b. Tujuan Khusus 1. Mendeskripsikan keunggulan dan keuntungan dari program pelayanan nifas lengkap 2. Mendeskripsikan kelemahan dan kekurangan dari program pelayanan nifas lengkap 3. Mendeskripsikan kesempatan dan peluang yang didapatkan melalui program pelayanan nifas lengkap 4. Mendeskripsikan ancaman yang dapat terjadi jika program pelayanan nifas lengkap terlaksanan maupun tidak terlaksana 1.4. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Penelitian ini dilakukan agar peneliti dapat menerapkan ilmu pengetahuan telah didapat serta dapat meningkatkan ketrampilan dan wawasan terhadap penelitian yang akan dilakukan b. Manfaat praktis Pembahasan dan penelitian mengenai rendahnya cakupan program pelayanan nifas di wilayah kerja Puskesmas Pembina dapat digunakan sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan di Puskemas maupun Dinas Kesehatan. Hasil pembahasan diharapkan dapat dijadikan sumber informasi tambahan bagi masyarakat terutama ibu nifas sehingga mendapat pengetahuan lebih serta memotivasi petugas ksehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terutama pada ibu nifas. c. Manfaat akademis Memberikan informasi kepada instansi terkait mengenai penyebab rendahnya cakupan program pelayanan nifas wilayah kerja Puskesmas Pembina sehingga hasil yang diperoleh dapat digunakan untk penelitian lebih lanjut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Pelayanan pada Masa Nifas Nifas adalah periode mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan. Pelayanan nifas sesuai standar adalah pelayanan kepada ibu nifas sedikitnya 3 kali, pada 6 jam pasca persalinan s.d 3 hari; pada minggu ke II, dan pada minggu ke VI termasuk pemberian Vitamin A 2 kali serta persiapan dan atau pemasangan KB pasca persalinan. Jumlah seluruh Ibu Nifas di hitung melalui estimasi dengan rumus: 1,05 x Crude Birth Rate (CBR) x Jumlah Penduduk. Angka CBR dan jumlah penduduk Kabupaten atau Kota didapat dari data BPS masing-masing Kabupaten atau Kota atau Provinsi pada kurun waktu tertentu. 1,05 adalah konstanta untuk menghitung ibu nifas. Dalam pelaksanaan pelayanan nifas dilakukan juga pelayanan neonatus sesuai standar sedikitnya 3 kali, pada 6-24 jam setelah lahir, pada 3-7 hari dan pada -28 hari setelah lahir yang dilakukan difasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah. Pelayanan kesehatan neonatal adalah pelayanan kesehatan neonatal dasar (ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, pemberian vitamin K1 injeksi bila tidak diberikan pada saat lahir, pemberian imunisasi hepatitis B1 (bila tidak diberikan pada saat lahir), manajemen terpadu bayi muda. Neonatus adalah bayi berumur 0-28 hari. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan pelayanan nifas yang professional. Untuk menilai cakupan pelayanan nifas dapat digunakan rumus, dengan target sebesar 95%. Pembilang merupakan jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai standar di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Penyebut merupakan
jumlah seluruh ibu nifas di satu
wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama, dengan ukuran konstanta dalam persentase (%).
Contoh Perhitungan Jumlah Penduduk 500.000, Angka Kelahiran Kasar (CBR) 2,3 %. Hasil pelayanan nifas = 10.000 Januari - Desember tahun 2003. Maka, persentase cakupan pelayanan nifas adalah =
Pelayanan pada masa nifas terdiri dari tiga standar yakni, perawatan bayi baru lahir, penanganan pada 2 jam pertama setelah persalinan, serta pelayanan Bagi ibu dan bayi pada masa nifas. 2. Perawatan Bayi Baru Lahir (standar 13) Perawatan bayi baru lahir bertujuan untuk menilai kondisi bayi baru lahir dan membantu dimulainya pernafasan serta mencegah hipotermi, hipoglikemia dan infeksi. Pada tahap ini tenaga kesehatan melakukan pemeriksaan dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan, mencegah dan menangani hipotermia dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan.
Dengan penerapan perawatan bayi baru lahir diharapkan bayi baru lahir menerima perawatan dengan segera dan tepat, mendapatkan perawatan yang tepat untuk dapat memulai pernafasan dengan baik, penurunan kejadian hipotermia, asfeksia, infeksi, dan hipoglikemia pada bayi baru lahir serta penurunan terjadinya kematian bayi baru lahir. Untuk dapat menerapkan perawatan bayi baru lahir yang sesuai standar dibutuhkan berbagai syarat yang meliputi : 1.
Bidan sudah dilatih dengan tepat dan terampil untuk mendampingi persalinan dan memberikan perawatan bayi baru lahir dengan segera
2.
Bidan sudah terlatih dan terampil untuk memeriksa dan menilai bayi baru lahir dengan menggunakan skor apgar, menolong bayi untuk memulai terjadinya pernapasan dan melakukan resusitasi bayi baru lahir, mengenal tanda-tanda hipotermi dan dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mencegah dan menangani hipotermi, pencegahan infeksi pada bayi baru lahir
serta
mengenal
tanda-tanda
hipoglikemia
dan
melakukan
penatalaksanaan yang tepat jika hipoglikemia terjadi 3.
Tersedianya perlengkapan dan peralatan untuk perawatan yang bersih dan aman bagi bayi baru lahir, seperti air bersih, sabun dan handuk yang bersih, dua handuk/ kain hangat yang bersih (satu untuk mengeringkan, yang lain untuk menyelimuti bayi ), gunting steril/ DTT untuk memotong tali pust, 2 klem steril/ DTT, benang steril/ DTT ( atau klem _ untuk mengikat tali pusat, sarung tangan bersih / DTT, thermometer bersih/ DTT, bola karet penghisap atau penghisap DeLee yang di DTT, timbanagn bayi dan pita pengukur yang bersih, obat salep mata : tetrasiklin 1% atau eritromisin 0,5%, kartu ibu, kartu bayi, dan buku KIA
4.
Sistem rujukan untuk perawatan kegawat-daruratan bayi baru lahir yang efektif Berikut tahapan yang harus ditempuh tenaga kesehatan dalam melakukan
perawatan bayi baru lahir, yakni :
1.
Selalu mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan bersih/ DTT sebelum menangani bayi baru lahir. Memastikan bahwa suhu ruangan hangat (ruangan harus hangat untuk mencegah hipotermi pada bayi baru lahir). Segera setelah lahir, nilai keadaan bayi, letakkan di perut ibu, dan segera keringkan bayi dengan handuk bersih yang hangat setelah bayi kering, selimuti bayi termasuk bagian kepalanya dengan handuk baru yang bersih dan hangat, riset membuktikan bahwa 90% bayi baru lahir mengalami perubahan dari kehidupan intrauterine menjadi ekstrauterine dengan pengeringan dan stimulasi. Penghisapan lender rutin tidak perlu perlu dan mungkin membahayakan.
2.
Segera menilai bayi utnuk memastikan bahwa bayi bernafas/menangis sebelum menit pertama nilai APGAR, jika bayi tidak menangis atau tidak bernafas spontan, hisap mulut dan hidung bayi secara hati-hati menggunakanbola karet pengisap atau penghisap DeLee yang di DTT
3.
Jika bayi mengalami kesulitan memulai pernafassan walaupun sudah dilakukan pengeringan, stimulasi atau penghisapan lender dengan hati-hati, mulai lalukan resusitasi bayi baru lahir untuk menanganii asfiksia. Jika bayi menangis / bernafas, lakukan pemeriksaan APGAR pada menit pertama setelah lahir. Minta ibu memegang bayinya. Tali pusat diklem di dua tempat menggunakan klem steril/ DTT. Pasang benang/ klem tali pusat
4.
Bayi harus tetap diselimuti dengan baik, anjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan segera mulai menyusui. Riset menunjukan pemberian ASI dini penting untuk keberhasilan awal pemberian ASI. Kontak kulit ibu dan bayi juga merupakan cara yang baik untuk menjaga pengaturan suhu tubuh bayi pada saat lahir. Pastikan, jika bayi tidak didekap oleh ibunya, selimut ibayi dengan handuk yang bersih dan hangat. Tutupi kepala bayi dengan baik untuk mencegah kehilangan panas. Sesudah 5 menit lakukan penilaian terhadap keadaan bayi secara umum dengan menggunakan skor APGAR
5.
Jika kondisi bayi stabil, lakukan pemeriksaan bayi setelah plasenta lahir dan kondisi ibu stabil. Periksa tanda vital bayi. Ukur suhunya dengan menggunakan thermometer yang diletakkan di ketiak (jangan memasukkan
thermometer dalam anus bayi, hal ini merupakan prosedur yang tidak perlu dan dapat membahayakan bayi). Bila suhu bayi <36C atau jika tubuh atau kaki bayi teraba dingin, maka segera lakukan penghangatan tubuh bayi seperti pada penangaan hipotermi. Amati suhu bayi setiap jam sampai suhunya normal dan stabil 6.
Periksa bayi dari kepala sampai ujung kaki untuk mencari kemungkinan adanya kelainan. Periksa anus dan daerah kemaluan. Lakukan pemeriksaan ini dengan cepat agar bayi tidak kedinginan. Ibu hendaknya menyaksika pemeriksaan tersebut. Timbang bayi dan ukur panjangnya. Lakukan dengan cepat agar bayi tidak mengalami hipotermi
7.
Tetap selimuti bayi pada saat ditimbang, meletakkan bayi pada timbangan yang dingin akan menyebabkan kehilangan panas. Berat yang tercatat kemudian dpat disesuaikan dengan mengurangi jumlah berat handuk/ kain tersebut. Setelah memeriksa dan mengukur bayi, selimuti dengan baik, pastikan bahwa kepala bayi tertutup dan berikan bayi kembali untuk dipeluk ibu. Hal in merupakan cara yang sangat baik untuk mencegah hipotermi
8.
Cuci tangan lagi dengan sabun, air, dan handuk yang bersih. Dalam waktu satu jam setelah kelahiran, berikan salep/ obat tetes mata pada mata bayi baru lahir, untuk mencegah oftalmia neonatorum : salep mata tetrasikilin 1%, lautan perak 1%, atau eritromisin 1%. Biarkan obatnya tetap di mata bayi, jangan dibersihkan salep/ obat tets mata yang berada di sekitar mata
9.
Jika bayi belum diberi ASI, bantu ibu untuk mulai menyusui. (riset menunjukan bahwa memulai pemberian ASI dalam waktu 1 jam pertama ketelah kelahiran adalah penting untuk keberhasilan awal pemberian ASI. Kolostrum, ASI pertama, penting karena mengandung zat kekebalan untukpencegahan infeksi dan penyakit pada bayi baru lahir. Pemberian ASI dini akan mencegah/ menangani hipoglikemia pada bayi baru lahir. Hindari pemberian susu formula pada bayi baru lahir, hal ini tidak perlu dan mungkin membahayakan
10.
Tunggu 6 jam, atau lebih, setelah kelahiran bayi, sebelum memandikannya, tunggu lebih lama jika bayi mengalami kesulitan mempertahankan suhu tbuhny atau mengalami asfiksia pada saat lahir : periksa suhu tubhbayi sebelum memandikannya, suhu tubuh bayi baru lahir harus antara 36C37C. Gunakan air hangat untuk memandikan bayi dan pastikan ruangan hangat. Memandikan bayi dengan cepat dan segera keringkan bayi dengan handuk bersih, hangat, dan kering untuk mencegah kehilangan panas tubuh yang berlebihan. Kenakan baju yang bersih dan selimuti bayi dengan handuk/ kain yang hangat dan bersih
11.
Periksa apakah bayi baru lahir mengeluarkan urine dan meconium dalam 24 jam pertama kehidupannya., catat waktu pengeluaran urine dan meconium. Mintalah ibu memperhatikannya bila persalinan berlangsung di rumah. Bila dalam 24 jam bayi tiak mengeluarkan urine dan meconium, segera rujuk ke rumah sakit. Lakukan pencatatan semua temuan dan perawatan yang diberikan dengan cermat dan lengkap dalam partograf, Karu Ibu dan Kartu Bayi. Rujuk segera ke puskesmas atau rumah sakit yang tepat jika ditemukan kelainan dari normal. 3. Penanganan pada 2 jam Pertama Setelah Persalinan (standar 14) Penanganan pada 2 jam pertama setelah persalinan bertujuan untuk
mempromosikan perawatan ibu dan bayi yang bersih dan aman selama kala 4 guna memulihkan kesehatan bayi, meningkatkan asuhan sayang ibu dan sayang bayi, serta memulai pemberian IMD. Pada tahap ini, tenaga kesehatan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam dua jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang di perlukan Dengan penerapan penanganan pada 2 jam pertama setelah persalinan diharapakan dapat mengurangi komplikasi segera dideteksi dan dirujuk, penurunan kejadian infeksi pada ibu dan bayi baru lahir, penurunan kematian akibat perdarahan pasca persalinan primer serta pemberian ASI dapat dimulai dalam 1 jam pertama sesudah persalinan
Untuk dapat menerapkan penanganan pada 2 jam pertama setelah persalinan yang sesuai standar dibutuhkan berbagai syarat yang meliputi : 1. Ibu dan bayi dijaga oleh bidan terlatih selama dua jam setelah persalinan dan jik amungkin bayi tetap bersama ibu. Ibu didukung/ dianjurkan untuk menyusui dengan ASI dan memberikan kolostrum 2. Bidan terlatih dan terampil dalam memberikan perawatan untuk ibu dan bayi segera setelah persalinan, termasuk ketrampilan pertolongan pertama pada keadaan gawat darurat 3. Tersedia alat perlengkapan, misalnya untuk membersihkan tangan yaitu air bersih, sabun dan handuk bersih, handuk/ kain bersih untuk menyelimuti bayi, pembalut wanita yang bersih, pakaian kering dan bersih untuk ibu, sarung atau kain kering dan bersih untuk alas ibu, kain/selimut yang kering untuk menyelimuti ibu, sarung tangan DTT, tensimeter air raksa, stetoskop dan thermometer 4. Tersedianya obat-obatan oksitosika, obat lain yan diperlukan dan tempat penyimpanan yang memadai. Adanya sarana pencatatn : partograf, kartu ibu, kartu bayi, buku KIA 5. Sistem rujukan untuk perawatan kegawat-daruratan obstetri dan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang efektif Berikut tahapan yang harus ditempuh tenaga kesehatan dalam melakukan penanganan pada 2 jam pertama setelah persalinan, yakni : 1. Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan perawatan pada ibu dan bayi baru lahir. Menggunakan sarung tangan bersih pada saat melakukan kontak dengan darah atau cairan tubuh. Mendiskusikan semua pelayanan yang diberikan untuk ibu dan bayi dengan ibu, suami, dan keluarganya 2. Segera setelah lahir, nilai keadaan bayi, letakkan di perut ibu, dan segera keringkan bayi dengan handuk bersih yang hangat. Setelah
bayi kering,
selimuti bayi dengan handuk baru yang bersih dan hangat. Bila bayi bernafas/ menangis tanpa kesulitan, dukung ibu untuk memeluk bayinya. Jika bayi mengalami kesulitan bernafas.
3. Sangat penting untuk menilai keadaan ibu beberapa kali selama dua jam pertama setelah persalinan. Berada bersama ibu da melakukan setiap pemeriksaan ini jangan pernah meninggalkan ibu sendirian sampai paling sedikit 2 jam setelah persalinan dan kondisi ib stabil. Lakukan penatalaksanaan yang tepat dan persiapkan rujukan jika diperlukan.
melakukan penilaian dan masase fundus uteri setiap 15 menit selama satu jam pertama persalinan, kemudian setiap 30 menit selama satu jam kedua setelah persalinan. Pada saat melakukan masase uterus, perhatikan berapa banyak darah yang keluar dari vagina. Jika fundus tidak teraba keras, terus lakukan masase daerah fundus agar uterus berkontraksi. Periksa jumlah perdarahan yang keluar dari vagina. Periksa perineum ibu apakah membengkak, hematoma, dan berdarah dari tempat perlukaan yang sudah dijahit setiap kali memeriksa perdarahan fundus dan vagina
jika terjadi perdarahan, segera lakukan tindakan sesuai dengan standar 21. Berbahaya jika terlambat bertindak. Periksa tekanan darah dan nadi ibu setiap 15 menit selama satu jam pertama setelah persalinan, dan setiap 30 menit selama satu jam kedua setelah persalinan (jika tekanan darah ibu naik, lihat standar 17)
lakukan palpasi kandung kemih ibu setiap 15 menit selama satu jam pertama setelah persalinan dan kemudian setiap 30 menit selasa satu jam kedua setelah persalinan. Bila kandung kemih penuh dan meregang, mintalah ibu untuk BAK, jangan memasang kateter kecuali ibu tidak bisa melakukannya sendiri. Retensi urine dapat mengakibtkan perdarahan uterus . Mintalah ibu untuk BAK dalam dua jam sesudah melahirkan.
Periksa suhu tubuh ibu beberapa saat setelah persalinan dan sekali lagi satu jam setelah persalinan. Jika suhu tubuh ibu > 38 C, minta ibu untuk minum 1L cairan, jika suhunya tetap 38 C segera rujuk ibu ke pusat rujukan terdekat (jika mungkin mulai berikan IV RL dan berikan ibu 1gr amoksilin dan ampisilin oral)
4. Secepatnya bantu ibu agar dapat menyusui (lihat standar 10 dan 13). Atur posisi bayi agar dapat melekat dan mengisap dengan benar. Semua ibu membutuhkan pertolongan untuk mengatur posisi bayi, baik untuk ibu yang baru pertama kali menyusui maupun ibu yang sudah pernah menyusui. Penggunaan gurita atau stagen harus diunda hingga 2 jam setelah melahirkan. Kontraksi uterus dan jumlah perdarahan harus dinilai, dan jika ibu mengenakan gurita atau stgen hal ini sulit dilakukan 5. Bila bayi tidak memperlihatkan tanda-tanda kehidupan setelah dlakukan resusitasi, maka beritahu orangtua bayi apa yang terjadi. Berikan penjelasan secara jujur dan sederhana. Biarkan mereka melihat atau memeluk bayi mereka. Berlakulah bijaksana dan penuh perhatian. Biarkan orangtua melakukan upacara untuk bayi yang meninggal sesuai dengan adat istiadat atau kepercayaan mereka. Setelah orangtua bayi mulai tenang, bantulah mereka dan perlakukan bayi dengan baik dan penuh pengertian terhadap kesedihan mereka 6. Bantu ibu membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaian, ingatkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan tubh dan mengganti kain pembalut secara teratur, berikan penjelasan perubahan-perubahan yang terjadi pasca persalinan. Catat semua temuan dan tindakan dengan lengkap dan seksama pada partograf, kartu ibu, dan kartu bayi 7. Sebelum meninggalkan ibu, diskusikan semua bahaya potential dan tandatandanya dengan suami dan keluarga. Bahaya potensial dan tanda-tandanya yakni, ibu mengalami perdarahan hebat, mengeluarkan gumpalan darah, pusing, lemas yang berlebihan, suhu tubuh ibu >38C, suhu tubuh bayi < 36C atau > 37,5C, bayi tidak mau menyusui serta bayi tidak mengeluarkan urine atau meconium dala 24 jam pertama 8. pastikan ibu dan keluarganya mengetahui bagaimana dan kapan harus memminta pertolongan. Jangan meninggalkan ibu dan bayi sampai mereka dalam keadaan baik dan semua catatan lengkap. Jika ada hal yang mengkhawatirkan, lakukan rujukan ke puskesmas atau rumah sakit
4. Pelayanan Bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas (standar 15) Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42 hari setelah persalinan dan penyuluhan ASI ekslusif. Pada tahap ini, tenaga kesehatan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu ke dua dan minggu ke enam setelah persalinan, untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB Dengan penerapan penanganan pada 2 jam pertama setelah persalinan diharapakan dapat segera mendeteksi dan merujuk komplikasi pada masa nifas pada saat yang tepat, mendukung dan menganjurkan pemberian ASI eksklusif, mendukung penggunaan cara tradisional yang berguna dan menganjurkan untuk menghindari kebiasaan yang merugikan, menurunkan kejadian infeksi pada ibu dan bayi, masyarakat semakin menyadari pentingnya keluarga berencana/ penjarangan kelahiran, serta meningkatnya imunisasi pada bayi. Untuk dapat menerapkan pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas yang sesuai standar dibutuhkan berbagai syarat yang meliputi : 1. System yang berjalan dengan baik agar ibu dan bayi mendapatkan pelayanan pasca persalinan dari bidan terlatih sampai dengan 6 minggu setelah persalinan, baik di rumah, puskesmas, atau rumah sakit 2. Bidan telah terlatih dan terampil dalam perawatan nifas, termasuk pemeriksaan ibu dan bayi dengan cara yang benar, membantu ibu untuk memberikan ASI, mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dan bayi pada masa nifas, serta mampu melakukan penyuluhan dan pelayanan KB/ penjarangan kelahiran 3. bidan dapat memberikan pelayanan imunisasi atau bekerja sama dengan juur imunisasi di puskesmas atau fasilitas kesehatan masyarakat 4. tersedia vaksin, alat suntik, tempat penyimpanan vaksin dan tempat pembuangan benda tajam yang memadai, tablet besi dan asam folat, perlengkapan, misalnya
untuk membersihkan tangan, yaitu sabun, air bersih dan handuk bersih, sarung tanagn bersih/ DTT 5. Tersedia kartu pencatatan, kartu ibu, kartu bayi, buku KIA 6. Sistem rujukan untuk perawatan komplikasi kegawatdaruratan ibu dan bayi baru lahir yang berjalaan dengan baik Berikut tahapan yang harus ditempuh tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas, yakni : 1. Pada kunjungan rumah, sapalah ibu dan suami/ keuarganya dengan ramah. Tanyakan pada ibu dan suami/ keluarganya jika ada masalah atau kekhawatiran tentang ibu atau bayinya. Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa ibu dan bayi. Pakai sarung tangan DTT/ bersih bila melakukan kontak dengan darah atau cairan tubuh 2. Periksa tanda-tanda vital ibu (suhu tubuh, nadi, dan tekanan darah). Periksa payudara ibu, amati bila puting retak, dan tanda-tanda atau gejala-gejala saluran ASI tersumbat atau infeksi payudara. Periksa involusi uterus (oengecilan uterus sektar 2 cm/ hari selama 8 hari pertama). Periksa lochia, yang pada hari ketiga seharusnya mulai berkurang dan berwarna coklat, dan pada hari ke 8-10 menjadi sedikit dan berwarna merah muda. Jika ada kelainan segera rujuk. Jika dicurigai sepsis puerperalis gunakan standar 23. Untuk penanganan perdarahan pasca persalinan gunakan standar 22 3. Tanyakan apakah ibu meminum tablet sesuai ketentuan sampai 42 hari setelah melahirkan, dan apakah persediaannya cukup. Bila ibu menderita anemia semasa hamil atau mengalami perdarahan berat selama proses persalinan, periksa Hb pada hari ketiga. Nasehati ibu supaya makan makanan bergizi dan berikan tablet tambah darah 4. Berikan penyuluhan kepada ibu tentang pentingnya menjaga kebersihan diri, memakai pembalut yang bersih, makanan bergizi, istirahat cukup dan cara merawat bayi. Cucilah tangan, lalu periksalah bayi. Periksalah tali pusat pada setiap kali kunjungan, paling sedikit sampa hari ketiga, minggu kedua, dan minggu keenam. Tali pusat harus tetap kering.
5. Ibu perlu diberitahu bahayanya membubuhkan sesuatu pada tali pusat bayi, misalnya minyak atau bahan lain. Jika ada kemerahan pada tali pusat, perdarahan atau tercium bau busuk, bayi segera dirujuk. Perhatikan kondisi umum bayi, tanyakan pada ibu pemberian ASI, BAK, dan bentuk fesesnya 6. Perhatikan warna kuit bayi, apakah ada ikterus atau tidak. Ikterus pada hari ketiga postpartum adalah ikterus fisiologis yang tidak memerlukan pengobatan. Namun, bila icterus terjadi sesudah hari ketiga/kapan saja, dan bayi malas menyusui dan tampak mengantuk, maka bayi harus segera dirujuk ke RS 7. Bicarakan pemberian ASI, dan bila mungkin perhatikan apakah bayi menyusu dengan baik (amati apakah ada kesulitan atau masalah). Nasehati ibu tentan gpentingnya pemberian ASI eksklusif sediki 4 sampai 6 bulan. Bicarakan bahaya pemberian unsur tambahan (susu formula, air, atau makanan lain) sebelum bayi berumur 4 bulan 8. Bicarakan tentang KB dan kapan senggama dapat dimulai. Sebaiknya hal ini didiskusikan dengan kehadiran suaminya. Catat dengan tepat semua yang ditemukan. Jika ada hal-hal yang tidak normal, segeralah merujuk ibu dan/ atau bayi ke puskesmas/ rumah sakit. Jika ibu atau bayi meninggal, penyebab kematian harus diketahui sesuai dengan standar kabupaten/ propinsi/nasional
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian Penelitian ini berbentuk analisis deskriptif, yaitu jenis penelitian survei yang bertujuan untuk menganalisis cakupan pelayanan nifas KN3 yang tidak mencapai target pada tahun 2014. Cakupan ini akan dianalisis dengan menggunakan metode swot, meliputi penganalisisan kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan ancaman yang meyebabkan tidak tercapainya target pada cakupan tersebut.
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pembina Jalan Ahmad Yani Kelurahan Silaberanti Kecamatan Seberang Ulu I. Penelitian ini dilakukan pada bulan awal bulan Mei 2015.
3.3. Batasan Operasional Variabel Penelitian ini dibatasi pada analisis keunggulan yang ada dalam pelayanan nifas KN3 di Puskesmas Pembina yang dapat meningkatkan cakupan pelayanan nifas KN3 di Puskesmas Pembina. 3.4. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional merupakan penjelasan dari variabel-veriabel yang sudah diidentifikasi, maka diperlukan definisi operasional dari masingmasing variabel tersebut antara lain : a. Kekuatan (Strength) merupakan faktor yang memberikan suatu keunggulan dan kemampuan dalam melakukan pelayanan nifas KN3 secara maksimal di Puskesmas Pembina guna meningkatkan cakupan pelayanan nifas KN3 di Puskesmas Pembina.
b. Kelemahan (Weaknesses) merupakan sesuatu yang tidak dilakukan dengan baik oleh Puskesmas Pembina dalam melakukan pelayanan nifas KN3 c. Peluang (Opportunities) merupakan suatu kecenderungan lingkungan yang menguntungkan yang dapat meningkatkan cakupan pelayanan nifas KN3 di Puskesmas Pembina. d. Ancaman (Threats) merupakan suatu kecenderungan lingkungan yang tidak menguntungkan yang dapat mempengaruhi nilai cakupan pelayanan nifas KN3 di Puskesmas Pembina. e. Strategi Pelayanan merupakan rencana tindakan yang hendak dilakukan guna meningkatkan cakupan pelayanan nifas KN3 di Puskesmas Pembina. Rencana tindakan ini didasarkan atas analisa situasi dan tujuan. 3.5. Jenis Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu a. Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui ibu hamil, ibu postpartum, bidan serta dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Puskesmas Pembina. b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi dokumentasi dengan mempelajari berbagai tulisan melalui buku, internet, dan skripsi yang berhubungan dengan penelitian. 3.6
Metode Pengumpulan Data
Studi dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi dari buku-buku, internet, dan skripsi yang berkaitan dengan penelitian.
Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab secara langsung dengan pihakpihak yang berkaitan dengan pelayanan nifas KN3 di Puskesmas Pembina yaitu ibu hamil, ibu postpartum, bidan serta dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi.
3.7
Metode Analisis Data a. Metode Analisis Deskriptif
merupakan cara merumuskan dan
menafsirkan data yang ada sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai pelayanan nifas KN3 di Puskesmas Pembina secara umum. b. Matriks SWOT merupakan alat yang dipakai untuk menyusun faktorfaktor strategis perusahaan. Matriks SWOT ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dalam melakukan pelayanan nifas KN3 di Puskesmas Pembina dan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang ada dalam melakukan pelayanan nifas KN3 di Puskesmas Pembina, sehingga dapat ditetapkan strategi yang tepat. Matriks ini dapat menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategis :
Peluang (Opportunities-O) Ancaman (Threats-T)
Kekuatan (Strengths-S) Strategi SO Strategi ST
Kelemahan (Weaknesses-W) Strategi WO Strategi WT
a. Strategi SO yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. b. Strategi WO adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang ada dalam melakukan pelayanan nifas KN3 dan pelayanan neonatus risiko tinggi di Puskesmas Pembina untuk mengatasi ancaman. c. Strategi ST diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada, d. Strategi WT adalah taktik defensif yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Tindakan ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
BAB IV PUSKESMAS PEMBINA PALEMBANG
4.1
Gambaran Puskesmas Pembina Palembang Puskesmas Pembina terletak di kecamatan Seberang Ulu I tepatnya di kelurahan Silaberanti. Puskesmas ini terletak di pinggir jalan sehingga masyarakat yang memerlukannya mudah untuk menjangkaunya. Puskesmas ini dahulunya adalah sebuah klinik bersalin yang merupakan cabang dari Rumah Sakit Umum M. Husin. Sehingga sampai dengan saat ini Puskesmas Pembina dikenal sebagai sebuah Puskesmas dengan tempat tidur khusus bersalin yang buka 24 jam dengan berbagai macam kegiatan sebagaimana Puskesmas lainnya disertai dengan adanya kehadiran Dokter Spesialis Kebidanan, Dokter Spesialis Anak, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan para Dokter Muda (calon dokter). 4.1.1 Sejarah Kepemilikan Puskesmas Pembina Puskesmas Pembina dahulunya adalah sebuah klinik bersalin yang merupakan klinik cabang Rumah Sakit Umum M. Husin (RSU Palembang dahulunya). Klinik bersalin ini cukup ramai dikunjungi oleh masyarakat yang membutuhkannya. Dengan semakin ramainya pengunjung dan semakin luasnya kebutuhan kesehatan masyarakat sekitar klinik maka klinik bersalin ini dikembangkan menjadi sebuah poliklinik yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Kota Palembang. Sehingga semenjak tanggal 2 Mei 1993, klinik bersalin cabang RSU M. Husin ini diserahkan pengelolaannya kepada Pemerintah Daerah Kota Palembang yang pelaksanaannya diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota Palembang yang diberi nama Puskesmas Pembina 8 Ulu. Oleh karenanya sejak saat itu dalam pelaksanaan kegiatannya Puskesmas selalu dalam pengawasan Dinas Kesehatan Kota Palembang. Berdasarkan SK Walikota Palembang tertanggal 1 April 1994, nama Puskesmas Pembina 8 Ulu diganti menjadi PUSKESMAS
PEMBINA PALEMBANG dengan wilayah kerja meliputi kelurahan 8 Ulu dan kelurahan Silaberanti. Sejak tanggal 17 Juli 2003 berdasarkan Keputusan Walikota Palembang Nomor 599 Tahun 2003 Puskesmas Pembina Palembang ditetapkan menjadi Puskesmas uji coba “Swakelola”. 4.1.2 Letak Geografi Puskesmas Pembina terletak di Jl. Ahmad Yani Kelurahan Silaberanti Kecamatan Seberang Ulu I. Letak Puskesmas ini tepat di pinggir jalan raya yang cukup strategis dan mudah dijangkau oleh masyarakat. Selain itu juga banyak dilalui oleh kendaraan umum. Wilayah kerjanya meliputi 2 kelurahan yaitu Kelurahan Silaberanti dan Kelurahan 8 Ulu, dengan luas wilayah kerjanya ± 678 Ha. 4.1.3
Keadaan Demografi Wilayah
kerja
Puskesmas
Pembina
meliputi
Kelurahan
Silaberanti dan Kelurahan 8 Ulu dengan jumlah penduduk 27.467 jiwa. Berdasarkan keadaan sosial ekonominya, mata pencaharian penduduk Kelurahan Silaberanti dan Kelurahan 8 Ulu hampir sama, yaitu diantaranya : buruh kasar, pegawai negeri, pedagang, pensiunan, dan pengrajin 4.2
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, Puskesmas Pembina memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut melalui 6 Program Pokok Puskesmas beserta 3 Program Spesifik yang ditentukan berdasarkan banyaknya permasalahan kesehatan masyarakat setempat serta tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Seluruh program kegiatan tersebut di dalam gedung di fasilitasi dengan adanya ruang dan peralatan yang memadai, program kerja, sumber daya manusia yang selalu ditingkatkan kemampuannya dan protap-protap sebagai standar pelayanannya.
Fasilitas yang disediakan di Puskesmas Pembina ini adalah, klinik Pelayanan Kesehatan Ibu
(KIA/KB), Klinik Pelayanan Kesehatan Anak
(BP Anak), Klinik Pelayanan Kesehatan Umum Pelayanan Kesehatan Gigi
(BP Dewasa), Klinik
(BP Gigi), Klinik Pelayanan Spesialis (BP
Spesialis), Klinik Pelayanan Penderita TB Paru, Klinik Penyakit Tidak Menular (PTM), Klinik Kesehatan Remaja, Klinik Santun Lansia, Klinik Sehat (Gilingan Mas), Laboratorium, Penyuluhan Kesehatan, dan Lain-lain 4.3
Fasilitas Penunjang Pelayanan Kesehatan Visi : Tercapainya Kelurahan 8 Ulu dan Silaberanti sehat . Misi
Meningkatkan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat
Meningkatkan keprofesionalisme provider
Memelihara dan meningkatkan upaya pelayanan kesehatan di kelurahan 8 Ulu dan Silaberanti
Menurunkan resiko kesakitan dan kematian. Motto : Tanpa anda kami tiada arti serta Anda sehat kami puas Nilai : Ramah Tamah dan Keterbukaan Untuk menunjang keberhasilan Puskesmas Pembina dalam rangka
pelayanan kesehatan pada masyarakat maka seluruh kegiatan harus berpedoman pada Visi, Misi, Motto, dan Nilai Puskesmas Pembina serta pelaksanaannya harus berpedoman pada Protap-Protap (Standar Pelayanan) yang telah dibakukan.
4.3.1 Ketenagaan Untuk
kelancaran
pelaksanaan
kegiatan
sehari-harinya,
Puskesmas Pembina dipimpin oleh seorang Pimpinan Puskesmas yang
sejak April 2009 dijabat oleh Dr. Hj. Erfiana Umar M.kes yang dibantu oleh 2 orang dokter umum, 1 orang dokter spesialis kandungan, 1 orang Spesialis Anak , 1 orang spesialis penyakit dalam, 1 orang dokter gigi, 1 orang Apoeker, 2 orang sarjana kesehatan masyarakat, 6 orang perawat ahli madya, 4 orang perawat, 3 orang perawat gigi, 6 orang bidan, 1 orang asisten apoteker, 2 orang sanitarian, 1 orang petugas gizi, 1 orang analis. Sesuai dengan komitmen yang telah disepakati bersama antara pimpinan dan seluruh staf Puskesmas Pembina maka diadakan jadwal pembelajaran dan pelatihan baik di dalam maupun di luar Puskesmas Pembina, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan Sumber Daya Manusia yang ada di Puskesmas Pembina
BAB V PEMBAHASAN
Puskesmas Pembina memiliki program yang tidak mencapai target tahunan yaitu pelayanan nifas lengkap sesuai dengan standar KN3. Terdapat kesenjangan sebesar 13% untuk program pelayanan nifas. Kondisi ini menunjukkan bahwa belum optimalnya program KIA yang ada pada Puskesmas untuk memberikan pelayanan post partum yang berkualitas baik bagi ibu maupun bagi neonatus. Pada penelitian ini akan dianalisis cakupan pelayanan nifas bagi ibu dan neonatus sesuai dengan standar KN3. Tabel program dan daftar masalah dari program tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5.1 Daftar Masalah
N o 1
PROGRAM
TARGET
PENCAPAIAN
Pelayanan Nifas Lengkap (ibu & neonatus) sesuai standar (KN3)
94%
81%
Faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya cakupan pelayanan nifas lengkap Cakupan pelayanan nifas lengkap sesuai standard (KN3) di Puskesmas Pembina belum mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini disebkan oleh bebrapa faktor yang ditinjau dari 5 aspek sebagaimana tercantum pada diagram Ishikawa di atas. Pertama, ditinjau dari metode, permasalahan diakibatkan oleh data ibu hamil dan bersalin yang kurang akurat, hal ini menyulitkan pihak Puskesmas dalam mendata ibu hamil yang akan bersalin di luar Puskesmas serta data ibu bersalin yang memerlukan pelayanan nifas. Hal ini mengakibatkan banyak ibu bersalin tidak mendapatkan pelayanan nifas sebagaimana mestinya yang nantinya dapat membahayakan ibu hamil dan bersalin. Perpindahan penduduk yang tidak terdata secara rutin juga menyulitkan Puskesmas dalam melayani neonatus risiko tinggi.
Dari faktor manusia, terdapat dua masalah utama, yaitu kurangnya tenaga di Puskesmas dan SDM yang pensiun atau pindah tugas. Hal ini menyebabkan pelayanan menjadi tidak maksimal sebab terbatas oleh sumber daya yang akan melakukannya. Hal serupa juga dialami dalam cakupan pelayanan neonatus risiko tinggi, sehingga banyak neonatus kategori risiko tinggi tidak terdeteksi dan lepas dari pematauan. Dari faktor lingkungan, masih kurang adanya kerjasama lintas sektoral antara Puskesmas dengan bidan-bidan praktek swasta, dokter umum, ataupun klinik-klinik setempat sehingga Puskesmas tidak memiliki data mengenai ibu nifas dan neonatus risiko tinggi yang ditangani atau dirujuk setiap bulannya. Selain itu, lingkungan masyarakat yang kebanyakan berstatus ekonomi rendah juga mengakibatkan banyak masyarakat berpendidikan rendah sehingga tidak mengetahui mengenai pentingnya pelayanan nifas. Terakhir, dari faktor sarana, faktor yang menjadi penyebab utama adalah masih kurangnya informasi/ penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelayanan nifas dan penanganan neonatus risiko tinggi yang dilakukan oleh pihak Puskesmas. Hal ini menyebabkan tidak adanya kesadaran dari masyarakat mengenai dua aspek kesehatan tersebut.
25
Tabel 5.2 Data Sosiodemografi Penduduk wilayah Puskesmas Pembina tahun 2014 No
DATA
K E L U R AH AN
Jumlah
1
DEMOGRAFI Jumlah Penduduk
Silaberanti 17082
8 Ulu 10385
27467
2 3 4 5 6 7 10 11 12 14
Jumlah KK Jumlah KK Gakin Jumlah Ibu Hamil Jumlah Ibu Bersalin Jumlah Ibu Menyusui Jumlah Bayi Jumlah RT Jumlah Rumah Jumlah Posyandu Jumlah Kader
565 2416 425 419 419 321 42 3665 9 60
2816 1763 307 239 239 201 31 2174 12 65
7381 4179 732 658 658 522 73 5839 21 125
Tabel 5.3 Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Wilayah Puskesmas Pembina
No
Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Nama Desa
Bidan di
Pondok
desa
bersalin desa
Posyandu
Pos lainlain
1
Silaberanti
7
0
15
-
2
8 ULU
7
0
12
-
Tabel 5.4 Keadaan Ketenagakerjaan di Puksesmas Pembina tahun 2014 N o
Jenis Ketenagaan
Jumlah
Kekuranga
Status
Keteranga
Tenaga
n
Kepegawaia
n
26
yang ada
n
I. Puskesmas Induk 1 1
Dokter
3 PNS 1 Non
4
PNSD
Dokter
Umum 1
Dokter
Spesialis Kebidanan
2 3
Dokter Gigi Sarjana/D3
1
PNS 1
a. SKM
4
b. Akper c. Akbid d. Akzi e. Apoteker f. Psikologi Bidan
2 7 6 1 1 I 1
5 6 7 8
Perawat ( SPK ) Perawat Gigi Sanitarian SPAG Tenaga
3 3 2
9 10 11 13
Laboratorium Pengelola Obat SMU Rekam Medik Total II. Puskesmas
1 1 1 1 35
Pembantu Perawat Kesehatan Tenaga Lain III. Polindes Bidan Tenaga Lain IV. Poskesdes Bidan Tenaga Lain
-
1 2 1 2 1 2
1
PNS,
1
Honda 5 PNS,
2
Honda PNS PNS PNS Honda PNS 2 PNS,
1
Honda 3 PNS PNS
1 1
PNS PNS Honda PNS
Tenaga TU
27
Tabel 5.5. Peran serta masyarakat wilayah Puskesmas Pembina N
KELURAHAN /
O
DESA
JUMLAH
JUMLAH KADER
POSYANDU DILATIH AKTIF
DUKUN BAYI %
Dilatih Aktif %
1.
Silaberanti
12
60
55
81,3
1
1
2
8 Ulu
12
60
55
79,9
-
-
JUMLAH
24
120
110
80,6
1
1
5.1
Analisa SWOT Analisa SWOT adalah suatu kajian yang dilakukan terhadap suatu organisasi sedemikian rupa sehingga diperoleh keterangan yang akurat tentang berbagai faktor kekuatan (Strength/S), kelemahan (Weakness/W), kesempatan (Opportunity/O), serta hambatan (Threat/T) yang dimiliki dan atau dihadapi oleh organisasi. Unsur S dan W pada dasarnya bersifat internal, unsur O dan T bersifat eksternal (diluar organisasi). Disamping itu unsur S dan O merupakan faktor positif yang menguntungkan organisasi, sementara unsur W dan T merupakan faktor negatif yang merugikan organisasi. 5.1.1 Analisa Kekuatan dan Kelemahan Organisasi Unsur yang dinilai biasanya perangkat organisasi (tenaga, dana, sarana, serta metoda) dan proses (POAC).
Tabel 5.6 Tabel analisa kelemahan dan kekuatan organisasi Performance Importanc e
Baik Pentin Spesialis Kebidanan g
bersalin
KIA set 6 orang bidan
Buruk Jumlah dan kualitas Ranjang
Pelayanan persalinan
Emergency set Oksigen
100
100
28
Tidak
bed ginekologi
KB pasca persalinan
USG
Doppler
Spesialis anak
Kunjungan drop out -
penting Kekuatan Organisasi Berdasarkan tabel analisa SWOT diatas dapat disimpulkan bahwa adanya spesialis kebidanan, jumlah bidan yang mencapai 6 orang, lengkapnya KIA set di ruang bersalin maupun ruang pemeriksaan, dan adanya pelayanan persalinan di Puskesmas Pembina menjadi faktor kekuatan yang dapat menunjang cakupan pelayanan nifas. Adanya dokter spesialis kebidanan dapat membantu proses deteksi kehamilan sehingga pasien dengan risiko tinggi dapat dievaluasi, selain itu spesialis ini dapat menjadi tempat bagi para bidan atau tenaga kesehatan lainnya untuk berkonsultasi, serta dapat meningkatkan rasa percaya masyarakat terhadap pelayanan Puskesmas sehingga diharapkan pelayanan nifas dan neonatus dapat meningkat. Jumlah bidan yang terbilang banyak juga meningkatkan cakupan pelayanan nifas dan. Kuantitas yang banyak ini dapat membantu program program yang telah dicanangkan oleh puskesmas. Adanya pelayanan persalinan dan perawatan pasca melahirkan yang ditunjang dengan kelengkapan KIA set dapat membuat masyarakat mau untuk bersalin di Puskesmas sehingga pelayanan nifas dapat terukur, terdata, dan memudahkan pihak Puskesmas untuk melakukan kunjungan bagi pasien nifas yang drop out. Adanya bed ginekologi sebenarnya merupakan hal yang baik dalam menunjang proses pelayanan, akan tetapi tidak terlalu penting dalam penggunaanya sehari-hari sebab kebanyakan pasien akan langsung dirujuk. Faktor-faktor di atas merupakan kekuatan bagi Puskesmas sehingga sangat baik apabila terus dipertahankan demi mencapai target yang telah ditetapkan.
29
Secara umum dapat disimpulkan bahwa faktor yang menjadi kekuatan organisasi dalam menjalankan program adalah: 1. Sumber daya manusia untuk melaksanakan program yang terdiri dari 6 orang bidan. 2. Adanya pelayanan spesialis Kebidanan 3. Kelengkapan sarana dan prasarana KIA dalam melaksanakan program 4. Penggunaan teknologi tepat guna 5. Adanya pelayanan Persalinan dan perawatan pasca persalinan Kelemahan Organisasi Pada tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa yang menjadi kelemahan yaitu Jumlah dan kualitas Ranjang bersalin, Emergency set, Oksigen, KB pasca persalinan, USG, Doppler, tidak adanya Spesialis anak, dan Kunjungan drop out. Faktor- faktor ini perlu ditingkatkan dan segera diperbaiki agar pelayanan di Puskesmas dapat semakin meningkat. Pertama, bila ditinjau dari bed persalinan, jumlah masih kurang (hanya 2 buah) sehingga akan sangat merepotkan apabila terdapat dua ibu yang ingin bersalin pada saat yang bersamaan), selain itu bentuk bed bersalin juga menyulitkan petugas dalam membantu proses persalinan, sebab yang digunakan adalah bed biasa dan bukan bed yang dapat dilepas. Tidak siapnya emergency set dan oksigen juga akan merepotkan apabila didapatkan ibu yang mengalami komplikasi saat persalinan ataupun masa nifas dan neonatus yang berisiko tinggi. Hal ini dapat menyebabkan morbiditas maupun mortalitas bagi pasien. Selanjutnya, teknologi seperti USG dan dopler juga masih tidak dimanfaatkan secara maksimal. USG hanya digunakan oleh spesialis kebidanan dalam pelayanan ANC dan tidak digunakan saat adanya persalinan. Padahal alat ini dapat digunakan untuk memantau ibu yang datang bersalin ke Puskesmas tanpa adanya riwayat ANC di puskesmas sebelumnya. Doppler juga hanya berjumlah satu buah dan masih berkualitas buruk sehingga akan menyulitkan pelayanan di Puskesmas. Dari segi program, KB pasca persalinan dan kunjungan nifas drop out juga dirasakan masih kurang. Usaha untuk mendata ibu-ibu risiko tinggi yang tidak
30
melanjutkan program KB dari Puskesmas dirasa kurang maksimal. Kunjungan nifas bagi ibu yang tidak datang pada jadwal kunjungan seharusnya juga dirasakan masih kurang. Padahal pelayanan nifas harus lengkap demi menunjang kesehatan ibu dan anak, serta kelengkapan program Puskesmas itu sendiri. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kelemahan organisasi terdiri dari: 1. Belum semua petugas mendapatkan pelatihan berkesinambungan terhadap pelayanan nifas sesuai standard. 2. Data ibu hamil, bersalin, dan nifas belum akurat. 3. Kurangnya kunjungan pada ibu nifas yang drop out 4. Kurangnya pendataan bagi ibu nifas risiko tinggi pengguna KB yang tidak melanjutkan KB 5. Belum maksimalnya penggunaan kontrasepsi jangka panjang pada ibu post partum risiko tinggi 5.1.2 Analisis Kesempatan Organisasi Unsur yang akan dinilai biasanya merupakan hal-hal yang baru bagi organisasi misalnya perubahan kebijakan pemerintah, perubahan tingkat sosial ekonomi penduduk, perubahan keadaan sosial budaya penduduk, dan lain sebagainya. 1. Kebijakan desentralisasi sebagaimana diberlakukannya Undang-Undang RI No. 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan UndangUndang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang yang besar bagi Puskesmas untuk memperbaiki sistem, rencana strategik, dan rencana operasional, mengembangkan program dan kegiatan Puskesmas secara mandiri sesuai kebutuhan masyarakat dan potensi yang tersedia. 2. Sistem JKN yang diberlakukan sejak 1 Januari 2014 memberikan fasilitas bagi seluruh pesertanya untuk melakukan pelayanan ANC secara gratis, layanan persalinan, nifas, dan tatalaksana neonatus risiko tinggi. 3. Adanya taregt Indonesia sehat tahun 2015 yang mengacu pada target MDG’s yang salah satu poinya adalah menurunkan angka kematian ibu,
31
yang salah satunya ditentukan oleh faktor pelayanan nifas sesuai standard. 4. Tersedianya sarana pelayanan persalinan dan perawatan pasca persalinan di Puskesmas Pembina. 5. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Puskesmas 5.1.3 Analisa Hambatan Organisasi Unsur yang akan dinilai biasanya merupakan hal-hal yang baru bagi organisasi misalnya perubahan kebijakan pemerintah, perubahan tingkat sosial ekonomi penduduk, perubahan keadaan sosial budaya penduduk dan lain sebagainya. 1. Masih banyak masyarakat yang kurang pengetahuan sehingga masih belum tahu tentang pelayanan nifas 2. Pengetahuan Ibu yang kurang mengenai tanda-tanda bahaya masa nifas dan keadaan risiko bagi bayi. 3. Masih banyak masyarakat yang belum aktif dalam menyukseskan progam dan belum semua kader terlatih di tiap kelurahan. 4. Kerjasama yang belum maksimal antara Puskesmas dan lembagalembaga lintas sektoral. 5. Alokasi dana yang masih kurang maksimal untuk menunjang petugas dalam melaksanakan program. Berdasarkan data-data tersebut maka dapat dibuat tabel analisa SWOT berdasarkan faktor internal dan eksternal sebagai berikut: Tabel 5.3 . Identifikasi Faktor Internal
FAKTOR INTERNAL S1
STRENGTHS Sumber daya manusia untuk melaksanakan program yang terdiri dari 6 orang bidan.
W1
WEAKNESS Belum semua mendapatkan berkesinambungan
petugas pelatihan terhadap
32
S2
Adanya pelayanan spesialis Kebidanan
W2
pelayanan nifas Data ibu hamil, bersalin, dan
S3
Kelengkapan sarana dan prasarana KIA dalam melaksanakan program. Penggunaan teknologi tepat guna
W3
nifas belum akurat. Kurangnya kunjungan pada ibu
S4
S5
Adanya pelayanan Persalinan dan perawatan pasca persalinan
nifas yang drop out W4
Kurangnya pendataan bagi ibu nifas risiko tinggi pengguna KB
W5
yang tidak melanjutkan KB Belum maksimalnya penggunaan kontrasepsi jangka panjang pada ibu post partum risiko tinggi.
Tabel 5.4. Identifikasi Faktor Eksternal
FAKTOR EKSTERNAL OPPORTUNITIES THREATHS O1 Kebijakan desentralisasi T1 Masih banyak masyarakat yang sebagaimana
diberlakukannya
kurang
pengetahuan
Undang-Undang RI No. 22 Tahun
masih
belum
1999
pelayanan nifas.
yang
kemudian
tahu
sehingga tentang
disempurnakan dengan UndangUndang RI No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan
Daerah
memberi peluang yang besar bagi Puskesmas
untuk
memperbaiki
sistem, rencana strategik, dan rencana
operasional,
mengembangkan
program
kegiatan
Puskesmas
mandiri
sesuai
masyarakat
dan
dan secara
kebutuhan potensi
yang
tersedia. O2 Sistem JKN yang diberlakukan T2 Pengetahuan
Ibu
yang
kurang
33
sejak 1 Januari 2014 memberikan
mengenai
tanda-tanda
bahaya
fasilitas bagi seluruh pesertanya
masa nifas dan keadaan risiko bagi
untuk melakukan pelayanan ANC
bayi.
secara gratis, layanan persalinan, nifas, dan tatalaksana neonatus risiko tinggi. O3 Adanya taregt Indonesia sehat T3 Masih banyak masyarakat yang tahun 2015 yang mengacu pada
belum aktif dalam menyukseskan
target MDG’s yang salah satu
progam dan belum meratanya
poinya adalah menurunkan angka
kader yang terlatih di tiap RT.
kematian ibu, yang salah satunya ditentukan oleh faktor pelayanan nifas sesuai standard. O4 Tersedianya sarana
pelayanan T4 Kerjasama yang belum berjalan
persalinan dan perawatan pasca
baik
antara
Puskesmas
dan
persalinan di Puskesmas Pembina. lembaga- lembaga lintas sektoral. O5 Meningkatnya kepercayaan T5 Alokasi dana yang masih kurang masyarakat
terhadap
pelayanan
Puskesmas
maksimal petugas
untuk dalam
menunjang melaksanakan
program. SKORING SWOT Tabel 5.5 Skoring SWOT
Strength Poin Skor Nomor 1 2 3 4 5 Total
5 5 4 4 5 23
Weakness Poin Skor Nomer 1 2 3 4 5 Total
Hasil5.6 : Hasil skor SWOT Tabel Presentase Daya Dorong :
3 5 4 5 4 21
Opportunity Poin Skor Nomer 1 2 3 4 5 Total
5 5 5 4 3 22
Threat Poin Skor Nomer 1 2 3 4 5 Total
45 X 100% = 53,57 % 84
Presentase Daya Hambat :
39 X 100% = 46,42 % 84
3 3 3 5 4 18
34
Tabel 5.7 Matrix Internal Factor Evaluation (IFE Matrix) Faktor Internal Kekuatan
Bobot
Ratin
Skor bobot 0,42
1. Sumber daya manusia untuk melaksanakan
0,14
g 3
program yang terdiri dari 6 orang bidan. 2. Adanya pelayanan spesialis Kebidanan 3. Kelengkapan sarana dan prasarana KIA dalam
0,11 0,09
2 2
0,22 0,18
melaksanakan program 4. Penggunaan teknologi tepat guna 5. Adanya pelayanan Persalinan dan perawatan
0,09 0,12
1 4
0,09 0,48
pasca persalinan Kelemahan 1. Belum semua petugas mendapatkan pelatihan
0,07
2
0,14
nifas. 2. Belum stand by nya peralatan emergensi (O2) 3. Kurangnya kunjungan ibu nifas yang drop out 4. Kurangnya pendataan bagi ibu nifas risiko tinggi
0,11 0,09 0,12
3 2 1
0,33 0,18 0,12
pengguna KB yang tidak melanjutkan KB 5. Belum maksimalnya penggunaan IUD pada ibu
0,08
2
0,16
berkesinambungan
terhadap
pelayanan
post partum Total :
1
2,32
Selisih kekuatan-kelemahan = 1,39-0,93= 0,46 Tabel 5.8 Matrix External Factor Evaluation (EFE Matrix) Faktor Internal Kesempatan 1. Kebijakan
Bobot desentralisasi
sebagaimana
0,9
Ratin
Skor
g 3
bobot 0,27
35
diberlakukannya Undang-Undang RI No. 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang yang besar bagi Puskesmas untuk memperbaiki sistem,
rencana
operasional,
strategik,
dan
rencana
mengembangkan program dan
kegiatan Puskesmas secara mandiri sesuai kebutuhan masyarakat dan potensi yang tersedia. 2. Sistem JKN yang diberlakukan sejak 1 Januari
0,14
4
0,56
0,13
2
0,26
0,1
2
0,2
Pembina 5. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap
0,07
3
0,21
pelayanan Puskesmas Ancaman 1. Masih banyak masyarakat
0,07
2
0,14
0,08
2
0,16
0,06
1
0,06
2014
memberikan
fasilitas
bagi
seluruh
pesertanya untuk melakukan pelayanan ANC secara gratis, layanan persalinan, nifas, dan tatalaksana neonatus risiko tinggi. 3. Adanya target Indonesia sehat tahun 2015 yang mengacu pada target MDG’s yang salah satu poinya adalah menurunkan angka kematian ibu, yang salah satunya ditentukan oleh faktor pelayanan nifas sesuai standard 4. Tersedianya sarana pelayanan persalinan dan perawatan
pasca
persalinan
di
Puskesmas
yang
kurang
pengetahuan sehingga masih belum tahu tentang pelayanan nifas. 2. Pengetahuan Ibu yang kurang mengenai tandatanda bahaya masa nifas dan keadaan risiko bagi bayi. 3. Masih banyak masyarakat yang belum aktif dalam
menyukseskan
progam
dan
belum
36
meratanya kader yang terlatih di tiap RT. 4. Kerjasama yang belum berjalan baik antara Puskesmas
dan
lembaga-
lembaga
0,15
2
0,30
0,11
1
0,11
lintas
sektoral. 5. Alokasi dana yang masih kurang maksimal untuk menunjang petugas dalam melaksanakan program. Total : Selisih kesempatan-ancaman: 1,5-0,77= 0,73
1
2,27
Tabel 5.9 Matrix SWOT Kekuatan (S)
Sumber
Kelemahan (W) daya
untuk Belum semua petugas mendapatkan
manusia
melaksanakan program yang terdiri
pelatihan
dari 6 orang bidan.
terhadap pelayanan nifas.
Adanya pelayanan Sp.OG
Kelengkapan sarana dan prasarana Belum
berkesinambungan
Tidak tersedianya peralatan emergensi
KIA dalam melaksanakan program
stand
by
nya
peralatan
emergensi (oksigen)
Penggunaan teknologi tepat guna
Kurangnya pendataan bagi ibu nifas
Adanya pelayanan Persalinan dan
risiko tinggi pengguna KB yang tidak
perawatan pasca persalinan
melanjutkan KB Belum maksimalnya penggunaan IUD pada ibu post partum Ancaman (T)
Peluang (O)
Kebijakandesentralisasi sebagaimana
Masih banyak masyarakat yang
diberlakukannya Undang-Undang RI
kurang pengetahuan sehingga masih
No. 22 Tahun 1999 yang kemudian
belum tahu tentang pelayanan nifas.
disempurnakan
dengan
Undang-
Pengetahuan
Ibu
yang
kurang
Undang RI No. 32 Tahun 2004.
mengenai tanda-tanda bahaya masa
Sistem JKN yang diberlakukan sejak
nifas dan keadaan risiko bagi bayi.
1 Januari 2014 memberikan fasilitas
Masih banyak masyarakat yang
37
bagi
seluruh
pesertanya
untuk
belum aktif dalam menyukseskan
melakukan pelayanan ANC secara
progam dan belum meratanya kader
gratis, layanan persalinan, nifas, dan
yang terlatih di tiap RT.
tatalaksana neonatus risiko tinggi.
Kerjasama yang belum berjalan baik
Adanya taregt Indonesia sehat tahun
antara Puskesmas dan lembaga-
2015 yang mengacu pada target
lembaga lintas sektoral.
MDG’s yang salah satu poinya
Alokasi dana yang masih kurang
adalah menurunkan angka kematian
maksimal untuk menunjang petugas
ibu, yang salah satunya ditentukan
dalam melaksanakan program.
oleh faktor pelayanan nifas sesuai standard.
Tersedianya persalinan
sarana dan
pelayanan
perawatan
pasca
persalinan di Puskesmas Pembina.
Meningkatnya masyarakat
kepercayaan terhadap
pelayanan
Puskesmas Strategi SO
Strategi WO
Monitoring dan evaluasi program Pelatihan program pelayanan nifas setiap bulan dilingkungan Puskesmas
dan penanganan/ rujukan neonatus
demi
risiko tinggi kepada seluruh petugas
meningkatkan
cakupan
puskesmas.
Dilakukan
Puskesmas sehingga dapat dideteksi penyuluhan
tentang
pentingnya pelayanan nifas kepada
dan
mencapai
target
di
tahun
selanjunya.
seluruh ibu hamil, bersalin, dan Pengurangan beban pekerjaan yang
masyarakat secara umum.
satu
orang
petugas
Meningkatkan program kunjungan
berbagai macam progam lain yang
rumah kepada ibu/neonatus yang
tidak berkaitan dan penambahan
drop out dari pelayanan Puskesmas.
petugas progam supaya program dapat berjalan maksimal.
merangkap
38
Strategi ST
Peningkatan
kerjasama
antara
Semua pelayanan kesehatan milik
institusi pemerintah dan swasta, atau
pemerintah
institusi pemerintah dan pemerintah,
program, diharapkan benar-benar
memiliki potensi untuk memperluas
menggratiskan seluruh pasien.
dan
Strategi WT
memelihara
kesinambungan
yang
mengelola
Penguatan jejaring di Posyandu,
cakupan pelayanan
poskesdes,
Pelengkapan alat-alat dan pelatihan
mendeteksi dan mengedukasi target-
kepada petugas untuk meningkatkan
target program pelayanan.
atau
kader
untuk
cakupan pelayanan.
Peluang (O) Kuadran I (Strategi SO) 0,73
Kelemahan (W)
0,46
Kekuatan (S)
Ancaman (T)
Gambar 3. Diagram Cartesius SWOT Berdasarkan hasil analisis tabel faktor internal dan eskternal sebelumnya didapatkan nilai S-W: 0,46 dan nilai O-T: 0,73. Kedua nilai tersebut dimasukkan dalam diagram kartesius SWOT dan didapatkan terdapat pada kuadran 1. Yang berarti sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang, Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap
39
sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal. Berdasarkan tabel matrik SWOT maka strategi yang diambil adalah strategi SO yaitu: 1. Monitoring dan evaluasi program setiap bulan dilingkungan Puskesmas demi meningkatkan cakupan Puskesmas 2. Dilakukan penyuluhan tentang pentingnya pelayanan nifas kepada seluruh ibu hamil, bersalin, dan masyarakat secara umum. 3. Meningkatkan program kunjungan rumah kepada ibu/neonatus yang drop out dari pelayanan Puskesmas.
BAB VI KESIMPULAN
40
a. Penyebab cakupan pelayanan nifas lengkap masih dibawah target adalah data ibu hamil dan bersalin yang kurang akurat sehingga menyulitkan pihak Puskesmas dalam mendata ibu hamil yang akan bersalin di luar Puskesmas serta data ibu bersalin yang memerlukan pelayanan nifas. Perpindahan penduduk yang tidak terdata secara rutin juga menyulitkan Puskesmas dalam melayani neonatus risiko tinggi. Selain itu, kurangnya tenaga di Puskesmas dan SDM yang pensiun atau pindah tugas. Hal ini menyebabkan pelayanan menjadi tidak maksimal sebab terbatas oleh sumber daya yang akan melakukannya. Kegiatan yang melibatkan instansi lintas sektoral yang belum maksimal, yaitu antara Puskesmas dengan bidan-bidan praktek swasta, dokter umum, ataupun klinik-klinik setempat sehingga Puskesmas tidak memiliki data mengenai ibu nifas yang ditangani atau dirujuk setiap bulannya. Lingkungan masyarakat yang kebanyakan berstatsus ekonomi rendah mengakibatkan banyak masyarakat berpendidikan rendah sehingga tidak mengetahui mengenai pentingnya pelayanan nifas, serta masih kurangnya informasi/ penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelayanan nifas oleh pihak Puskesmas. b. Keunggulan dan keuntungan pelayanan nifas lengkap adalah pelayanan dilakukan oleh 6 orang bidan dan seorang dokter spesialis obstetri dan gineklogi, didukung oleh sarana dan prasarana yang tersedia untuk program KIA, dan teknologi tepat guna yang tersedia yaitu USG. Pelayanan nifas yang lengkap dapat membantu ibu dan tenaga kesehatan mendeteksi adanya komplikasi persalinan dan kelainan pada neonatus. c. Kelemahan dan kekurangan dari program pelayanan nifas lengkap adalah petugas KIA tidak semuanya mendapatkan pelatihan berkesinambungan terhadap pelayanan nifas sesuai standard, peralatan emergensi yang belum siap pakai, kurangnya kunjungan rumah ibu nifas yang drop out, dan kurangnya pendataan bagi ibu nifas risiko tinggi pengguna KB yang tidak melanjutkan KB Belum maksimalnya penggunaan IUD pada ibu post partum
41
d. Kesempatan dan peluang yang didapatkan melalui program pelayanan nifas lengkap antara lain kebijakan desentralisasi sebagaimana diberlakukannya Undang-Undang RI No. 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang yang besar bagi Puskesmas untuk memperbaiki sistem, rencana strategik, dan rencana operasional, mengembangkan program dan kegiatan Puskesmas secara mandiri sesuai kebutuhan masyarakat dan potensi yang tersedia. Sistem JKN yang diberlakukan sejak 1 Januari 2014 memberikan fasilitas bagi seluruh pesertanya untuk melakukan pelayanan ANC secara gratis, layanan persalinan, nifas, dan tatalaksana neonatus risiko tinggi, adanya target Indonesia sehat tahun 2015 yang mengacu pada target MDG’s yang salah satu poinya adalah menurunkan angka kematian ibu, yang salah satunya ditentukan oleh faktor pelayanan nifas sesuai standard, tersedianya sarana pelayanan persalinan dan perawatan pasca persalinan di Puskesmas Pembina, selain itu hal ini dapat
meningkatkan
kepercayaan
masyarakat
terhadap
pelayanan
Puskesmas e. Hambatan yang dapat terjadi dalam pelaksanaan pelayanan nifas lengkap antara lain masih banyak masyarakat yang kurang pengetahuan sehingga masih belum tahu tentang pelayanan nifas, pengetahuan Ibu yang kurang mengenai tanda-tanda bahaya masa nifas dan keadaan risiko bagi bayi, masih banyak masyarakat yang belum aktif dalam menyukseskan progam dan belum meratanya kader yang terlatih di tiap RT, kerjasama yang belum maksimal antara Puskesmas dan lembaga- lembaga lintas sektoral, dan lokasi dana yang masih kurang maksimal untuk menunjang petugas dalam melaksanakan program.