STUDI FIQHIYAH MADZHAB SYAFII TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BERBASIS INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIKA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
Oleh Muhammad Rizqi Romdhon, B.Ed 19830707 201101 1 001
PROPOSAL RISET EDUKASI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat bantuan riset edukasi pada Peraturan Gubernur Nomor 62 Tahun 2012 tentang Pendidikan Lanjutan dan Riset Edukasi Pegawai Pemerintah Provinsi Jawa Barat
DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROVINSI JAWA BARAT PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT 2013
1
STUDI FIQHIYAH MADZHAB SYAFII TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BERBASIS INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
A. Latar Belakang Penelitian Islam merupakan agama yang mengatur segala hal dalam kehidupan manusia, Islam merupakan way of life bagi penganutnya.1 Seperti yang dijelaskan dalam ayat berikut ini:
)3 :اليوم أكملت لكم دينكم وأمتمت عليكم نعميت ورضيت لكم اإلسالم دينا (املائدة “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagimu”2 Sebagai salah satu kesempurnaannya, syariah Islam senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban manusia3, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Maidah Ayat 48:
فاحكم بينهم مبا أنزل هللا وال تتبع أهواءهم عما جاءك من احلق لكل جعلنا منكم شرعة )48 :ومنهاجا (املائدة 1
Muhammad Syafi’I Antonio, “Ekonomi Islam untuk Sekolah Lanjutan Atas”, (Bogor: STIE Tazkia, 2010), hal. 6. 2 ________, Al-Quran dan Terjemahannya, (Al-Madinah Al-Munawarah: Majma’ al-Malik Fahd Lithiba’ah al-Mushaf asy-Syarif, 1418 H), hal. 157. 3 Muhammad Syafi’I Antonio, Op. Cit.
2
“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang”4 Salah satu kehidupan manusia yang diatur oleh Syariah Islam adalah aturan terkait dengan Jual Beli. Jual Beli merupakan hal yang diperbolehkan dalam Islam
)275 :وأحل هللا البيع وحرم الربو (البقرة “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”5 Sebab dihalalkannya Jual Beli adalah dikarenakan dalam Jual Beli terlaksananya perputaran perdagangan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan diharamkannya riba dikarenakan dalam riba terjadi pengambilan hak berupa harta orang lain tanpa ada imbalan yang sesuai.6 Dengan berkembangnya zaman, perkembangan Jual Beli pun semakin canggih. Dengan perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan dalam hal ekonomi secara cepat dengan demikian transaksi Jual Beli pun bisa dilakukan melalui transaksi elektronik yang tidak terbatas oleh waktu dan tempat. Kemajuan teknologi informasi ini selain memberikan kemudahan dalam bertransaksi, namun juga bisa menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
4
________, Loc. Cit , hal. 168. Idem., hal. 69. 6 Wahbah az-Zuhaili, et. al., al-Mausu’ah al-Quraniyyah al-Muyassarah (Damascus: Dar al-Fikr, 2009), hal. 48. 5
3
Pada permasalahan yang lebih luas lagi dikarenakan transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukan bahwa konvergensi di bidang teknologi berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan kemajuan dalam bidang teknologi informasi. Sehubungan dengan itu, dunia hukum telah memperluas penafsiran asas dan normanya atas segala persoalan kebendaan yang tidak berwujud. Namun tidak dengan dunia hukum Islam atau Syariat Islam yang agak terlambat dalam memperluas penafsiran asas dan normanya dalam persoalan kebendaan yang tidak berwujud. Maka berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk mengangkat, meneliti dan membahas permasalahan di atas menjadi sebuah penelitian tesis yang berjudul “STUDI FIQHIYAH MADZHAB SYAFII TERHADAP
PRAKTIK
JUAL
BELI
BERBASIS
INFORMASI
DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008”.
B. Rumusan Masalah Melihat pada latar belakang masalah di atas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
4
1) Bagaimana pandangan fiqih madzhab Syafii tentang praktik jual beli berbasis informasi dan teknologi elektronik? 2) Apakah praktik jual beli berbasis informasi dan teknologi elektronik sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menurut padangan fiqih madzhab Syafi’i sudah sesuai dengan Syari’ah?
C. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui pandangan madzhab Syafi’i tentang praktik jual beli berbasis informasi dan teknologi elektronik? 2) Untuk menganalisis fatwa mengenai praktik jual beli berbasis informasi dan teknologi elektronik dalam pandangan madzhab Syafi’i?
D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1) Manfaat praktis : Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam menyusun fatwa praktik jual beli yang berbasis informasi dan teknologi elektronika agar sesuai dengan Syari’ah. Mengingat fiqih Indonesia sangat kuat diwarnai pandangan dari madzhab Syafi’i, maka penelitian ini diharapkan manfaat praktis juga dapat membantu pembentukan fiqih Indonesia khususnya dalam jual beli yang berbasis informasi dan teknologi elektronik.
5
2) Manfaat akademis : Dapat membantu mengembangkan konsep fiqih jual beli yang berbasis informasi dan teknologi elektronik.
E. Tinjauan Pustaka Untuk mengetahui seperti apa Jual Beli dalam Islam, maka penulis akan membandingkan beberapa pendapat terkait hukum jual beli yang diwakili oleh pendiri madzhab yaitu Imam asy-Syafii7, pengikut madzhab Syafii yaitu Imam alGhazali8 dan Imam an-Nawawi9, Imam ath-Thahawi10 yang berasal dari madzhab Hanafi sebagi pembanding serta Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili dan Dr. Musthafa al-Bugha et. al. sebagai ulama fiqih kontemporer. Serta penulis menyampaikan pula pengertian dari Jual Beli dan Transaksi Elektronik berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam karya utamanya yang berjudul al-Umm Imam asy-Syafi’i mendefinisikan Jual Beli yang sah secara hukum Islam adalah sebagai berikut:
7
Al-Imam asy-Syafi’i, 150-204 H, 767-820 M, Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafi al-Hasyimi al-Qursy al-Muthallabi, Abu Abdillah : Salah seorang Imam yang empat golongan Sunni. Dan kepadanya disandarkan Madzhab Syafiiyah seluruhnya, Dilahirkan di Gazza Palestina, lalu pindah ke Mekkah pada waktu umur dua tahun.Mendatangi Baghdad dua kali, lalu menuju Mesir pada tahun 199 H dan meninggal dunia di Mesir. (al-A’lam Qamus Tarajim, Hal. 26, Juz 6) 8 Al-Ghazali, 450-505 H, 1058-1111 M, Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, ath-Thusi, Abu Hamid, Hujjatul Islam, Filosof, Sufi, mempunyai 200 buku. Dilahirkan dan wafat di ath-Thabiran, Dataran Thus Khurasan, lalu pergi ke Naisapur, Baghdad, Hijaz, Syam, Mesir, lalu kembali ke kampung halamannya. (al-A’lam Qamus Tarajim, Hal. 22, Juz 7) 9 An-Nawawi, 631-676 H, 1233-1277 M, Yahya bin Syarf bin Muri bin Hasan al-Khuzami alHurani, an-Nawawi, asy-Syafi’i, Abu Zakaria, Muhyiddin : Ulama Fiqh dan Hadits. Dilahirkan dan wafat di Nawa Desa Huran Syria, dan kepadanya di nisbatkan., belajar di Damaskus, dan lama tinggal disana. (al-A’lam Qamus Tarajim, Hal. 149, Juz 8) 10 Ath-Thahawi, 239-321 H, 853-933 M, Ahmad bin Muhammad bin Salamah bin Salmah al-Azdi ath-Thahawi, Abu Ja’far: Ulama Fiqh dan merupakan pendiri madzhab Hanafi di Mesir, Dilahirkan dan dibesarkan di Thaha di dataran tinggi Mesir, awal mula mempelajari madzhab Syafi’i, lalu pindah ke dalam madzhab Hanafi. Pindah ke Syam tahun 268 H dan bertemu Ahmad bin Thulun yang merupakan teman dekatnya, wafat di Kairo, dan merupakan keponakan al-Mazni. (al-A’lam Qamus Tarajim, Hal. 206, Juz 1)
6
إذا كانت برضا املتبا يعني اجلائزي األمر فيما تبايعا إال ما هنى عته رسول هللا صلى هللا وما كان يف معىن ما هنى عنه رسول هللا صلى هللا عليه وسلم حمرم بإذنه,عليه وسلم منها وما فارق ذلك أحبناه مبا وصفنا من إباحة البيع يف كتاب هللا,داخل يف املعىن املنهي عنه 11
.تعاىل
“Apabila ada kerelaan antara penjual dan pembeli dalam hal jual beli yang diperbolehkan oleh agama, kecuali jual beli dalam hal yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan jual beli yang yang dilarang oleh Rasulullah termasuk jual beli haram dan dilarang pelaksanaannya. Dan jual beli yang menjauhi larangan Rasul adalah diperbolehkan seperti yang telah disebutkan tentang kebolehan jual beli dalam Al-Quran” Dari definisi di atas maka Jual Beli menurut Imam asy-Syafi’i harus memiliki unsur kerelaan dan harus sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Jual Beli yang tidak memiliki unsur tersebut maka termasuk Jual Beli yang dilarang oleh Islam. Dan beliau menambahkan pula:
وما لزمه اسم بيع بوجه أنه ال يلزم البائع واملشرتي حىت جيمعا أن يتبايعاه برضا منهما 12
11 12
.بالتابع به
Muhammad Idris asy-Syafi’I, al-Umm (ar-Riyadl: Baitul Afkar ad-Dauliyyah), hal. 438. Ibid.
7
“Dan yang bisa disebut dengan Jual Beli adalah tidak terjadinya jual beli kecuali bersatunya antara penjual dan pembeli. Serta berjual beli dengan kerelaan pada diri masing-masing atas apa yang diperjual belikannya”. Imam asy-Syafi’i berpendapat bahwa Jual Beli harus berkumpulnya antara penjual dan pembeli di satu tempat. Sedangkan Imam al-Ghazali mendefinisikan Jual Beli adalah sebagai berikut: 13
.كون البيع سببا إلفادة امللك
“Terjadinya Jual Beli merupakan sebab untuk memiliki” Juga beliau berpendapat bahwa Jual Beli harus ada hal berikut: 14
.العاقد واملعقود وصيغة العقد
“Adanya penjual, pembeli serta akad jual beli”. Dengan Jual Beli menurut Imam al-Ghazali kita dapat mempunyai hak memiliki atas suatu barang dan bisa memanfaatkannya sepenuh hati kita, namun dalam Jual Beli tersebut haruslah ada Penjual, Pembeli dan Akad Jual Beli. Imam al-Ghazali tidak mensyaratkan adanya pertemuan antara penjual dan pembeli ketika Akad Jual Beli. Dalam Ijab dan Qabul Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa intinya adalah saling ridho atas Jual Belinya beliau berkata: 15
13 14
.فأن األصل هو الرتاضي
Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, al-Wasith fil Madzahib (Dar as-Salam), hal. 1, juz 3S. Idem., hal, 3.
8
“Sesungguhnya asal Ijab dan Qabul adalah saling ridho (antara penjual dan pembeli). Untuk membedakan antara Ijab Qabul dalam nikah dan Jual Beli, beliau berpendapat:
فالظاهر عندي,أما النكاح ففيه تعبد للشرع يف اللفظ وأما البيع املقيد باإلشهاد وغيه 16
.االنعقاد
“Dalam nikah terdapat unsur ibadah yang disyariatkan dalam pengucapan Ijab Qabul, sedangkan dalam Jual Beli merupakan keterikatan karena persaksian dan yang lainnya, yang jelas menurutku adalah terjadinya transaksi”. Dalam nikah Ijab Qabul dimaksudkan sebagai ikrar yang bernilai ibadah, sedangkan dalam Jual Beli Ijab Qabul merupakan keterikatan dengan persaksian dari transaksi yang terjadi. Beliau berpendapat pula yang boleh melakukan Jual Beli adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk Jual Beli, beliau berkata: 17
.فتصرفات الصيب واجملنون بإذن الويل ودون إذنه وبالغبطة والغبينة باطلة
“Jual Beli anak kecil dan orang gila, baik dengan izin ataupun tanpa izin walinya, baik dengan Jual Beli secara jujur atau curang tetap saja Jual Belinya batal”.
15
Idem., hal. 8. Idem., hal. 10. 17 Idem., hal. 12. 16
9
Anak kecil dan orang gila Jual Belinya tidak sah, walaupun mereka berjual beli dengan izin dari walinya. Walaupun anak kecil atau orang gila tersebut berjual beli dengan benar tidak curang tetap saja Jual Belinya tidak sah. Imam
an-Nawawi
ketika
menafsirkan
tentang
ayat
yang
memperbolehkannya Jual Beli, beliau berpendapat bahwa yang dinamakan penjualan haruslah melewati masa Khiar, sebagaimana pendapat beliau : 18
.أن املبيع بيعا صحيحا يصي بعد انقضاء اخليار ملكا للمشرتي
“Sesungguhnya yang dijual karena penjualan yang sah menjadi milik pembeli setelah selesainya masa khiar” Dalam Jual Beli Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa Jual Beli haruslah ada tiga hal ini, yaitu: 19
.أركان البيع ثالثة العاقدان والصيغة واملعقود عليه
“Rukun Jual Beli ada tiga, yaitu dua orang yang berakad, kalimat ijab qabul dan yang diakadkan”. Adanya penjual dan pembeli, adanya kalimat Ijab dan Kabul dan adanya barang yang diperdagangkan. Menurut Imam an-Nawawi seorang penjual dan pembeli ataupun orang yang akan melakukan akad apa saja haruslah memenuhi syarat dibawah ini:
18 19
Muhyiddin bin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ (Dar al-Fikr), hal 148, juz 9. Idem., hal. 149.
10
والشروط العاقد أن يكون بالغا عاقال خمتارا بصيا غي حمجور عليه ويشرتط إسالم 20
.املشرتي إن كان املبيع عبدا مسلما
“Dan syarat orang yang berakad haruslah mencapai usia balig, berakal, tidak terpaksa, bisa melihat, tidak ditawan. Dan disyaratkan islamnya seorang pembeli apabila penjualnya seorang hamba sahaya muslim”. Dapat diambil pelajaran, bahwa anak kecil, orang gila, orang yang dipaksa, orang buta dan tawanan tidak berhak untuk melakukan akad; dikarenakan kekurangan dalam syarat yang bisa mempertanggungjawabkan akan akad yang akan dilakukannya. Imam an-Nawawi menambahkan syarat keislaman bagi pembeli yang akan membeli barang dari seorang hamba sahaya yang muslim. Sedangkan orang mabuk bisa disahkan akadnya, seperti fatwa Imam anNawawi berikut ini: 21
.السكران فاملذهب صحة بيعه وشرائه وسائر عقوده
“Orang Mabuk menurut madzhab Syafi’i sah Jual Belinya dan sah akad lainnya juga”. Untuk anak kecil Imam an-Nawawi menganggap bahwa Jual Belinya tidaklah sah baik untuk dirinya ataupun orang lain. Beliau menjelaskanya: 22
20 21
Ibid. Idem., hal. 155.
.الصيب فال يصح بيعه والشراؤه وال إجارته وسائر عقوده اللنفسه واللغيه
11
“Anak kecil tidaklah sah Jual Belinya, sewanya dan akad lainnya; baik bagi dirinya ataupun orang lain”. Selain itu pula Imam an-Nawawi mensyaratkan barang yang dijual itu haruslah barang suci bukan barang haram, bisa bermanfaat tidak memberikan madlarat, bisa diketahui bukan barang yang gaib, bisa dihitung atau diukur bukan barang khayalan, dan bisa dimiliki, seperti yang beliau katakan:
وشروط املبيع مخسة أن يكون طاهرا منتفعا به معلوما مقدورا على تسليمه مملوكا ملن يقع 23
.العقد له
“Dan syarat barang yang dijual adalah: harus suci, bermanfaat, dapat diketahui, dapat diukur ketika diserahkan, dapat dimiliki oleh orang yang berakad”. Dan masih menurut beliau, orang yang akan melakukan dagang atau Jual Beli haruslah mengerti tentang hukum-hukum dagang dan akad lainnya:
أن من أراد التجارة لزمه أن يتعلم أحكامها فيتعلم شروطها وصحيح العقود من فاسدها 24
.وسائر أحكامها
“Sesungguhnya orang yang bermaksud untuk berdagang wajib baginya mengetahui
hukum-hukumnya,
mengetahui
syarat-syaratnya,
kesahihan dan kecacadan suatu akad, dan hukum-hukum lainnya”.
22
Ibid. Idem., hal. 153. 24 Idem., hal. 154. 23
mengetahui
12
Sedangkan
Imam
ath-Thahawi
yang
beraliran
madzhab
Hanafi
mendefinisikan Jual Beli sebagai berikut:
وإذا تعاقد الرجالن البيع اجلائز بينهما بال خيار اشطرته فيه واحد منهما فليس لواحد 25
.منهما فسخه بعد ذلك تفرق بأبداهنا عن موطن البيع أو مل يتفرق
“Apabila dua orang melakukan akad Jual Beli yang diperbolehkan dan tidak mensyaratkan suatu apapun dalam Jual Belinya, maka Jual Belinya tidak akan batal (walau) saling berpisah satu sama lain atau masih tetap bersama dalam satu tempat”. Jual Beli dalam madzhab Hanafi hendaklah dilaksanakan dalam satu tempat yang terjadi pertemuan antara penjual dan pembelinya. Dan dalam Jual Beli tersebut antara penjual dan pembeli tidak mensyaratkan apapun dalam Jual Belinya. Beliau juga menjelaskan bahwa Jual Beli yang tidak sesuai ketentuan, maka Jual Beli tersebut tidak sah dilakukan:
وان قبضه,ومن اشرتى شيئا شراء فاسدا فلم يقبضه بأمر بائعه مل خيرج من ملك بائعه 26
. فملكه عليه ملك فاسد,بأمر بائعه خرج من ملكه إىل ملك مبتاعه منه
“Barangsiapa yang membeli sesuatu dengan cara pembelian yang tidak sah, maka barang tersebut tidak dapat diambil dan tetap menjadi milik dari 25
Ahmad bin Muhammad ath-Thahawi, Mukhtashar ath-Thahawi (Hiderabad: Lajnah Ihya alMa’arif an-Nu’maniyyah), hal 74. 26 Idem., hal. 86.
13
penjualnya. Dan apabila barang tersebut diterima karena Jual Beli seperti tadi, maka barang tersebut menjadi milik pembeli namun kepemilikannya adalah kepemilikan yang cacat”. Imam ath-Thahawi berpendapat dalam praktek Jual Beli hendaklah mengikuti ketentuan syariat yang berlaku dan tidak boleh berlaku curang dalam Jual Beli. Apabila dalam Jual Beli ditemukan kecurangan maka kepemilikannya tidaklah sah walaupun barang tersebut sudah di tangan pembeli. Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam karyanya yang fenomenal “al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu” menjelaskan bahwa jual beli dalam pengertian bahasa adalah : 27
.مقابلة شيء بشيء
"Menukarkan suatu barang dengan barang lainnya”. Menurut beliau Jual Beli dalam pengertian bahasa sama saja dengan saling menukar antar barang atau barter. Sedangkan menurut istilah beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Jual Beli adalah : 28
.العقد املركب من اإلجياب والقبول
“Akad yang kompleks terdiri dari Ijab dan Qabul”. Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili beranggapan bahwa yang dinamakan Jual Beli itu suatu akad yang kompleks yang diharuskan terjadinya Ijab atau kata
27
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (Damascus: Dar al-Fikr, 2004) hal. 3304, juz 5. 28 Idem., hal. 3306.
14
penyerahan dan juga Qabul atau kata penerimaan. Tanpa adanya Ijab dan Qabul maka menurut beliau tidaklah dinamakan dengan Jual Beli. Dalam Jual Beli Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili menjelaskan bahwa mayoritas para ulama sepakat Jual Beli mempunyai tiga rukun, yaitu: 29
)عاقد (بائع و مشرت) ومعقود عليه ( مثن مثمن) وصيغة (إجياب وقبول
“Yang melakukan akad (Penjual dan Pembeli), yang diakadkan (harga dan barang yang dihargakan), dan bentuk akad (Ijab dan Qabul)”. Menurut beliau mayoritas para ulama berpendapat bahwa dalam Jual Beli haruslah terkumpul 3 unsur di atas, apabila satu saja tidak ditemukan, maka Jual Beli tersebut dinyatakan tidak sah. Dr. Musthafa al-Bugha, Dr. Musthafa al-Khin dan Ali asy-Syarbaji dalam buku “al-Fiqh al-Manhaji” menjelaskan hukum fiqih secara ringkas namun padat. Menurut mereka yang dimaksud dengan Jual Beli dalam bahasa adalah: 30
.مقابلة شيء بشيء سواء أكانا مالني أم ال
“Menukarkan suatu barang dengan barang lainnya, sama saja berupa harta benda atau bukan”. Dalam pengertian Jual Beli menurut bahasa, Dr. Musthafa al-Bugha sepakat dengan pengertian yang dipaparkan oleh Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili.
29
Idem., hal. 3309. Musthafa al-Bugha, et. al., al-Fiqh al-Manhaji (Damascus: Dar al-‘Ulum al-Insanisyyah, 1989) hal. 5, Juz 6. 30
15
Namun Dr. Musthafa al-Bugha menambahkan bahwa pengertian Jual Beli menurut bahasa bisa pula pertukaran benda yang berharga ataupun bukan. Sedangkan Jual Beli menurut istilah adalah: 31
.عقد يرد على مبادلة مال مبال متليكا على التأييد
“Akad yang dimaksudkan atas pertukaran harta benda dengan harta benda lainnya untuk dimilikidengan pasti”. Al-Bugha mensyaratkan adanya pertukaran harta benda satu dengan harta benda lainnya dalam suatu Jual Beli. Dan untuk bisa memiliki harta benda tersebut harus pula terjadinya suatu akad. Tanpa adanya akad dan pertukaran harta benda bukanlah merupakan suatu Jual Beli. Mereka juga mensyaratkan hendaklah orang yang berakad Jual Beli ialah: 35
. والبصر,34 تعدد طريف العقد,33 أن يكون خمتارا مريدا للتعاقد,32أن يكون رشيدا
“haruslah orang berakal, tidak terpaksa serta berniat untuk melakukan akad, terdiri dari dua belah pihak dan mempunyai kemampuan untuk melihat”. Orang yang akan melakukan akad Jual Beli haruslah orang yang sudah melalui masa akil balig dan berakal. Menurut al-Bugha anak-anak dan orang yang kurang akalnya tidaklah sah untuk melakukan Jual Beli. Dan juga bukanlah orang yang dipaksa atau terpaksa membeli, maka Jual Belinya tidak menjadi sah. Selain itu pula dalam Jual Beli harus terdiri dari dua belah pihak, harus ada penjual dan 31
Ibid. Idem., hal. 7, Juz 6. 33 Idem., hal. 8. 34 Ibid. 35 Idem., hal. 9. 32
16
pembelinya. Dan terakhir al-Bugha dan rekan-rekan mensyaratkan baik penjual maupun pembeli haruslah mempunyai kemampuan untuk melihat. Pengertian Jual Beli dalam bahasa Indonesia adalah Jual Beli persetujuan saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar barang yang dijual; menjual dan membeli.36 Jual Beli mempunyai sinonim atau persamaan kata, yaitu dagang dan niaga. Yang dimaksud dengan dagang adalah pekerjaan yang berhubungan dengan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan; jualbeli; niaga.37 Sedangkan yang dimaksud dengan niaga adalah kegiatan jual beli dan sebagainya untuk memperoleh untung; dagang.38 Dan yang dimaksud dengan transaksi adalah persetujuan jual beli (dalam perdagangan) antara dua pihak.39 Jual Beli di Negara Kesatuan Republik Indonesia diatur dalam KitabUndang-undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Namun pengertian Jual Beli secara umum telah dihapus dalam Kitab Undangundang Hukum Dagang. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan bahwa yang dimaksud Jual Beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.40
36
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka), hal 478. 37 Idem. , hal. 229. 38 Idem., hal 782. 39 Idem., hal 1208. 40 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Acara Pidana, & Perdata, Bab V, Bagian I, Pasal 1457.
17
Dan disebutkan bahwa Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar. 41 Serta dijelaskan bahwa hak milik atas barang yang dijual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan menurut pasal 612, 613 dan 616.42 Jika barang yang dijual itu barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat pembelian, barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan penjual berhak menuntut harganya. 43 Sedangkan yang dimaksud dengan Transaksi elektronik menurut Undangundang nomor 11 tahun 2008 adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. 44 Dan pula penyelenggaran transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat. Oleh karena itu para pihak yang melakukan transaksi elektronik wajib beritikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik selama transaksi berlangsung.45 Transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak.
46
Transaksi elektronik yang dilakukan para pihak
memberikan akibat hukum kepada para pihak. Penyelenggara transaksi elektronik 41
Idem,Pasal 1458. Idem., Pasal 1459. 43 Idem., Pasal 1460. 44 Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Bab I, pasal 1, Ayat 3. 45 Idem., Bab V, Pasal 17, Ayat 1 dan 2. 46 Idem., Bab V, Pasal 18, Ayat 1. 42
18
yang dilakukan para pihak wajib memperhatikan: itikad baik, prinsip kehati-hatian, transparansi, akuntabilitas dan kewajaran.47 Transaksi elektronik dianggap sah apabila: terdapat kesepakatan antara pihak, dilakukan subjek hukum yang cakap atau berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, terdapat hal tertentu, objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan kesusilaan dan ketertiban umum.48 Transaksi elektronik terjadi pada saat tercapainya kesepakatan para pihak.49 Dalam penyelenggaraan Transaksi elektronik para pihak wajib menjamin: pemberian data dan informas yang benar; dan ketersediaa sarana dan layanan serta penyelesaian pengaduan.50
F. Metode Penelitian Untuk membahas permasalahan yang telah dipaparkan, penulis akan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pemikiran madzhab Syafi’i sebagai konsep dasar normatifnya. Yang dimaksud dengan penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian hukum yag dilakukkan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka51. Penelitian ini digunakan karena masalahnya berkaitan dengan permasalahan teoretik yang ada dalam literatur-literatur yang berkaitan dengan sumber kajian dan pembahasan yang dapat menunjukan fakta
47
Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik, Pasal 46, Ayat 1 dan 2. 48 Idem., Pasal 47, Ayat 2. 49 Idem., Pasal 50, Ayat 1. 50 Idem., Pasal 51, Ayat 1. 51 Soerjono Soekanto, et. al., Peneitian Hukum Normatif (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hal 13-14
19
secara logis, supaya menghasilkan kesimpulan yang bersifat kualitatif berdasarkan analisis induksi dan deduksi. Secara rinci, langkah penelitian ini adalah: 1) Sumber Data Data yang diperlukan penulis ini yaitu data sekunder, yaitu data yang sudah dalam bentuk jadi,52 yang bisa dijadikan sebagai data pendukung data primer (sumber pokok) yaitu peraturan-peraturan, perundang-undangan, keputusankeputusan pengadilan, teori-teori hukum, dan pendapat-pendapat para sarjana hukum53. Dalam penelitian hukum , data sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier54. 2) Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode book survey/studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan adalah teknik yang digunakan dalam keseluruhan proses penelitian sejak awal hingga sampai akhir penelitian dengan cara memanfaatkan berbagai macam pustaka yang relevan dengan fenomena sosial yang tengah dicermati 55 . Studi kepustakaan ini untuk mendapatkan landasan pemikiran pada penulisan. 3) Analisis Data Setelah data terkumpul, dilakukan penganalisaan dengan menggunakan analisis deduktif dan induktif. Deduksi merupakan cara menarik kesimpulan dari yang umum ke yang khusus dengan cara menerapkan suatu norma hukum bagi penyelesaian suatu perkara dengan menerapkan suatu hukum in-
52
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta: Granit, 2004), hal. 57 Idem., hal. 92. 54 Soerjono Soekanto, et. al., Loc. Cit , hal 13. 55 M. Hariwijaya, et. al., Pedoman Penulisan Ilmiah (Yogyakarta: Oryza 2008), hal 63. 53
20
abstraco dalam memecahkan suatu masalah hukum in-concerto 56 . Adapun induksi adalah proses berpikir untuk memperoleh kesimpulan yang beranjak dari yang khusus ke yang umum dengan cara membuat suatu generalisasi dari berbagai kasus yang ada57.
G. Sistematika Dari hasil penelitian yang akan penulis lakukan, tesis akan disusun sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini dimuat tentang hal-hal yang berkenaan dengan metodologi
penelitian.
Cakupannya
meliputi:
Latar
belakang
penelitian, rumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, kerangka.
BAB II
JUAL BELI MENURUT HUKUM SYARIAH ISLAM Pada bab ini dimuat tentang hal-hal yang berkenaan dengan dekripsi tentang jual beli menurut hukum syariah Islam. Cakupannya meliputi pandangan Al-Quran dan Hadits tentang jual beli dan hukum serta pengertian jual beli dan hukumnya dalam syariah Islam
56 57
Idem., hal. 93. Ibid.
21
BAB III
PANDANGAN MADZHAB SYAFII TENTANG PRAKTIK JUAL BELI PADA UMUMNYA Pada bab ini dimuat tentang hal-hal yang berkenaan praktik jual beli dalam madzhab syafii. Cakupannya meliputi pengertian madzhab syafii dan hukum jual beli dalam madzhab syafii.
BAB IV
ANALISIS FIQIH MADZHAB SYAFI’I TENTANG PRAKTIK JUAL
BELI
BERBASIS
INFORMASI
DAN
TEKNOLOGI
ELEKTRONIK Pada bab ini dimuat pembahasan masalah yang akan diungkap dalam tesis ini, yaitu pandangan fiqih madzhab Syafii tentang praktik jual beli berbasis informasi dan teknologi elektronik yang tidak dihadiri langsung (bil ghaib) oleh para pihak, serta pandangan fiqih madzhab Syaf’i tentang praktik jual beli berbasis informasi dan teknologi elektronik sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir ini memuat kesimpulan dari apa yang telah dielaborasi pada bab sebelumnya, juga berisi tentang saran-saran yang layak dipertimbangkan.
22
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
23
_________, 1418 H, Al-Qurán dan Terjemahnya, Al-Madinah Al-Munawarah: Majma’ Al-Malik Fahd Lithiba’ah Al-Mushaf Al-Syarif. _________, 2008, Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis dan Tesis, Tasikmalaya: Sekolah Tinggi Hukum Galunggung. Abu Nizhan, 2011, Al-Quran Tematis, Bandung: Mizan. Adi, Rianto, Dr., 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit. Al-Bugha, Musthafa, Dr., et. al., 1989, Al-Fiqh Al-Manhaji, Damascus: Dar Al‘Ulum Al-Insaniyyah. Al-Ghazali, Muhammad, 1997, Al-Wasith Fil Madzhab, Cairo: Dar Al-Salam. An-Nawawi, Muhyiddin bin Syarf, _______, Al-Majmu’, Dar Al-Fikr. Asy-Syafi’i, Muhammad bin Idris, _______, Al-Umm, Riyadl: Bait Al-Afkar AlDauliyah. Asy-Syafi’i, Muhammad bin Idris, 1990, Musnad Al-Muzhzham Al-Mujtahid AlMuqaddam Abi ‘Abdillah Muhammad bin Idris Al-Syafi’i, Indonesia: Maktabah Dahlan. Ath-Thahawi, Abu Ja’far Ahmad, _________, Mukhtashar Al-Thahawi, Haiderabad: Lajnah Ihya` Al-Ma’arif Al-Ni’maniyyah. Az-Zirikli, Khairuddin, 2002, al-A’lam Qamus Tarajim li Asyharir Rijal wan Nisa minal ‘Arab wal Musta’ribin wal Musytasyriqin, Beirut: Dar al-‘Ilm Lil Malayin. Az-Zuhaili, Wahbah, Prof., et.al, 2009, Al-Mausu’ah Al-Quraniyyah AlMuyassarah, Damascus: Dar el-Fikr. Az-Zuhaili, Wahbah, Prof., 2004, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Damascus: Dar el-Fikr. Antonio, Muhammad Syafi’i, Dr., et.al, 2010, Ekonomi Islam untuk Sekolah Lanjutan Atas, Bogor: STIE Tazkia. Hariwijaya, M., et.al., 2008, Pedoman Penulisan Ilmiah Proposal dan Skripsi, Yogyakarta: Oryza. Majma’ Al-Lughah Al-‘Arabiyyah, 2004, Al-Mu’jam Al-Wasith, Jumhuriyyah Mishr Al-‘Arabiyyah: Wizarah Al-Tarbiyyah wa Al-Ta’lim.
24
Santoso, Topo, 2005, Penulisan Proposal Penelitian Hukum Normatif, Depok: Fakultas Hukum UI. Soekanto, Soerjono, et. al., 2011, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta: Rajawali Pers. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
B. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Acara Pidana, & Perdata (KUHP, KUHAP & KUHPdt), 2008, Jakarta: Visimedia. Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, 2008, Yogyakarta: Gradien Mediatama. Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.