BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Depresi merupakan suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara umum ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian yang mengganggu aktivitas sosial dalam sehari-hari. Depresi biasanya terjadi pada saat stres yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, sebagian besar di antara kita pernah merasa sedih atau jengkel, kehidupan yang penuh masalah, kekecewaan, kehilangan dan frustasi yang dengan mudah menimbulkan ketidakbahagiaan dan keputusasaan. Namun secara umum perasaan demikian itu cukup normal dan merupakan reaksi sehat yang berlangsung cukup singkat dan mudah dihalau (Wilkinson et al, 1998). Depresi dan lanjut usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Pada kenyataanya tidak semua lanjut usia mendapatkannya. Berbagai persoalan hidup yang menimpa lanjut usia sepanjang hayatnya seperti : kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stres yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya dan lain sebagainya. Kondisi-kondisi hidup seperti ini dapat memicu terjadinya depresi. Tidak adanya media bagi lanjut usia untuk mencurahkan segala perasaan dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan depresinya, karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya ke alam bawah sadar (Rice, 1994). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), depresi adalah gangguan mental yang umum terjadi di antara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia di muka bumi ini menderita depresi. Dari jumlah itu 5,8 persen laki-laki dan 9,5 persen perempuan, dan hanya sekitar 30 persen penderita depresi yang benar-benar mendapatkan pengobatan yang cukup, sekalipun telah tersedia teknologi pengobatan depresi yang efektif. Ironisnya, mereka yang menderita depresi berada dalam usia produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45 tahun. Tidaklah
1
mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian bunuh diri terkait dengan depresi (Anonim, 2009). Depresi dialami oleh 80 persen mereka yang berupaya atau melakukan bunuh diri pada penduduk yang didiagnosis mengalami gangguan jiwa. Bunuh diri adalah suatu pilihan untuk mengakhiri ketidakberdayaan, keputusasaan dan kemarahan diri akibat gangguan mood. Angka bunuh diri meningkat tiga kali lipat pada populasi remaja (usia 15 sampai 24) karena terdapat peningkatan insiden depresi pada populasi ini. Pria yang berusia lebih dari 64 tahun memiliki angka bunuh diri 38/100.000 dibandingkan dengan angka 17/100.000 untuk semua pria di Amerika Serikat (Anonim, 2009). Menurut sebuah penelitian di Amerika, hampir 10 juta orang Amerika menderita depresi dari semua kelompok usia, kelas sosial ekonomi, ras dan budaya. Angka depresi meningkat secara drastis di antara lansia yang berada di institusi, dengan sekitar 50 persen sampai 75 persen penghuni perawatan jangka panjang memiliki gejala depresi ringan sampai sedang. Dari jumlah itu, angka yang signifikan dari orang dewasa yang tidak terganggu secara kognitif (10 sampai 20 persen) mengalami gejala-gejala yang cukup parah untuk memenuhi kriteria diagnostik depresi klinis. Oleh karena itu, depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan merupakan gangguan psikiatri yang paling banyak terjadi pada lansia, tetapi untungnya dapat diobati dan kembali sehat (Hermana, 2006). Selain itu prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8-15 persen dan hasil meta analisis dari laporan-laporan negara di dunia mendapatkan prevalensi ratarata depresi pada lansia adalah 13,5 persen dengan perbandingan wanita-pria 14,1 : 8,6. Adapun prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti perawatan sebesar 30-45 persen. Perempuan lebih banyak menderita depresi (Anonim, 2009). Depresi pada lansia seringkali lambat terdeteksi karena gambaran klinisnya tidak khas. Depresi pada lansia lebih banyak tampil dalam keluhan somatis, seperti: kelelahan kronis, gangguan tidur, penurunan berat badan dan sebagainya. Depresi pada lansia juga tampil dalam bentuk pikiran agitatif, ansietas, atau penurunan fungsi kognitif. Sejumlah faktor pencetus depresi pada lansia, antara lain faktor biologik, psikologik, stres kronis, penggunaan obat. Faktor biologik misalnya faktor genetik,
2
perubahan struktural otak, faktor resiko vaskuler, kelemahan fisik, sedangkan faktor psikologik pencetus depresi pada lansia, yaitu tipe kepribadian, relasi, interpersonal (Anonim, 2009). B. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN 1. TUJUAN a. Umum : Untuk mengetahui masalah depresi pada lansia. b. Khusus : 1) Mengetahui penyebab terjadinya depresi terutama pada lansia. 2) Mengetahui gejala-gejala depresi. 3) Mengetahui penatalaksanaan depresi. 2. MANFAAT a. Membantu dokter muda untuk lebih memahami masalah depresi pada lansia. b. Dokter muda memahami penatalaksanaan pasien depresi dengan pendekatan bio-psiko-sosial.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI 1. Lanjut Usia Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh tahun ke atas (UU No. 13 Tahun 1998) Lanjut usia (lansia) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Anonim, 2009). Usia tua, berarti fase dari siklus kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun. Ahli gerontologi membagi usia tua menjadi dua kelompok : a. Usia tua yang muda (young-old) berusia 65 – 74 tahun. b. Usia tua yang tua (old-old) berusia 75 tahun dan lebih. Di samping itu, populasi termasuk lanjut usia yang sehat (well-old) yang sehat dan tidak menderita salah satu penyakit, dan lanjut usia yang sakit (sick-old), yang menderita suatu kelemahan yang mengganggu fungsi dan memerlukan perhatian medik atau psikiatrik. (Kaplan dan Sadock, 2007). Menurut WHO, lanjut usia dikelompokkan menjadi : 1. Usia pertengahan (Middle age) : kelompok usia 45-59 tahun 2. Lanjut Usia (Ederly) : antara 60 dan 74 tahun 3. Lanjut usia tua (Old) antara 75 dan 90 tahun 4. Usia sangat tua (Very old) : diatas 90 tahun Depresi pada lansia adalah perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat proses menua (Rice, 1992). 2. Depresi Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan
mood
depresif, hilangnya minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau merasa tidak berharga, gangguan tidur atau nafsu makan, kelelahan atau hilangnya energi,
4
hilangnya kemampuan untuk berpikir atau memusatkan perhatian. (Kaplan dan Saddock, 1997) Depresi secara umum adalah keadaan emosional yang dicirikan dengan kesedihan, berkecil hati, perasaan bersalah, penurunan harga diri, ketidakberdayaan, keputusasaan (Anonim, 2009). Depresi adalah suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara umum ditandai oleh rasa sedih, apatis, pesimis, dan kesepian yang mengganggu aktifitas sosial dalam sehari-hari (Anonim, 2009). B. KLASIFIKASI Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) yang merujuk pada ICD 10 (International Classification of
Diseases 10). Gangguan depresi
dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Pedoman diagnostik lainnya adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV). (Depkes. 1999). Klasifikasi Depresi Menurut ICD 10 1. Episode depresi berat, ringan, sedang dan lainnya. 2. Gangguan afektif bipolar. Terdapat episode berulang, pada waktu tertentu terdapat peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktifitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktifitas (depresi). 3. Gangguan depresi berulang Terdapat episode berulang dari episode depresi ringan, sedang, berat. 4. Keadaan mood/afektif menetap termasuk distimia. Siklotimia : ketidakstabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputi Distimia
banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan. : afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah
atau jarang sekali cukup parah. 5. Gangguan mood lainnya Klasifikasi Depresi Menurut DSM IV 1. Gangguan depresi: depresi berat, distimia, depresi lain yang tak tergolongkan
5
2. Gangguan bipolar: gangguan bipolar I (mania biasanya dengan depresi), gangguan 3. 4. 5. 6.
bipolar II (depresi dengan hipomania) Gangguan siklotimik Gangguan bipolar yang tak tergolongkan Gangguan bipolar yang disebabkan oleh kondisi medik umum Gangguan mood lainnya
C. ETIOLOGI Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa berupa: 1. Faktor Biologis a. Faktor Genetis Diduga gen dominan yang berperan pada depresi ini terikat pada kromosom 11 Gangguan ini diturunkan dalam keluarga. Jika salah seorang dari orang tua mempunyai riwayat depresi maka 27 % anaknya akan menderita gangguan tersebut. Sedangkan bila kedua orang tuanya menderita depresi maka kemungkinanya meningkat menjadi 50 – 75% (Idrus, 2007). Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan bahwa gen-gen yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan untuk lesi kardiovaskular dapat meningkatkan kerentanan untuk timbulnya gangguan depresif. Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan depresif mayor pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi vaskular (Bongsoe, 2007). b. Gangguan pada Otak Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah satu penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut adalah penyakit cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat sebagai faktor predisposisi, presipitasi atau mempertahankan gejala-gejala gangguan depresif pada orang usia lanjut (Bongsoe, 2007).
c. Gangguan Neurotransmitter / Biogenik Amin
6
Istilah biogenik amin umumnya digunakan untuk komponen katekolamin, norepinefrin, epinefrin, dopamin dan serotonin. Sistem neuron menggunakan biogenik amin relatif kecil dalam sekelompok sel yang berada di batang otak. Biogenik amin ini dilepaskan dalam ruang sinaps sebagai neurotransmiter. Neurotransmiter yang banyak berperan pada depresi adalah norepinefrin dan serotonin.Pada penelitian postmortem didapatkan penurunan konsentrasi serotonin dalam otak penderita depresi. Selain itu juga ditemukan adanya penurunan aktivitas dopaminergik. Hal ini mendukung hipotesis bahwa gangguan depresi berhubungan dengan biogenik amin (Idrus, 2007). Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Robinson, dkk., mendapatkan bahwa konsentrasi norepinephrin dan serotonin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia, tetapi metabolit 5-HIAA dan enzim monoamineoksidase meningkat sesuai pertambahan usia (Bongsoe, 2007). d. Perubahan Endokrin Pada depresi ditemukan hiperaktivitas aksis sistem limbik -hipotalamushipofisis-adrenal yang menyebabkan peningkatan sekresi kortisol. Selain itu juga ditemukan juga penurunan hormon lain seperti GH, LH, FSH, dan testosteron (Idrus, 2007). Dalam hal ini terutama adalah keterlibatan penurunan kadar hormon estrogen pada wanita, testosteron pada pria, dan hormon pertumbuhan pada pria dan wanita. Penurunan kadar hormon tersebut sejalan dengan perubahan fisiologis karena pertambahan usia. Sehingga dengan bertambahnya usia, proses degenerasi sel-sel dari organ tubuh makin meningkat, termasuk di antaranya meningkatnya proses degenerasi sel-sel organ tubuh yang memproduksi hormon tersebut makin berkurang. Dengan penurunan kadar hormon tersebut, hal ini akan mempengaruhi produksi neurotransmitter terutama serotonin dan norepinephrin (Bongsoe, 2007). e. Masalah kesehatan Penyakit dan kecacatan, nyeri yang hebat dan kronis, kemunduran kognitif serta kerusakan bagian tubuh yang disebabkan karena pembedahan atau penyakit dapat menyebabkan individu lanjut usia jatuh ke dalam kondisi depresi.
7
Kondisi medis yang dapat menyebabkan depresi (Best Parctice Advocacy Centre, 2009) : 1) 2)
Infeksi virus Gangguan endokrin tertentu (misal gangguan thyroid, Cushing’s syndrome,
3) 4)
insufisiensi kelenjar adrenal, hiperparathyroidisme) Keganasan Penyakit cerebrovascular (stroke, dementia vaskular, tumor sistem saraf
5) 6) 7)
pusat, penyakit Alzheimer, systemic lupus erythematosus) Penyakit Parkinson Infark Myocard Gangguan metabolik (misal defisiensi vitamin B12 atau asam folat, malnutrisi)
f. Pengobatan Beberapa resep obat dapat memicu atau menyebabkan eksaserbasi depresi (Baldwin, 2004). Obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi organik 1) Antihipertensi a) Beta-blockers b) Methyldopa c) Calcium-channel blockers (misal nifedipine) d) Digoxin 2) Kortikosteroid Prednisolone 3) Analgesik a) Codeine b) Opioids c) COX-2 inhibitors (misal celecoxib, rofecoxib) 4) Obat Anti-Parkinsonian a) Levo-dopa b) Amantadine c) Tetrabenazine 5) Psikotropik (mungkin menyebabkan gambaran klinis seperti depresi ) a) Antipsikotik b) Benzodiazepine 2. Faktor Psikologis: Dapat berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik, dan kognitif (Bongsoe, 2007). a) Teori Perilaku
8
Dari konsep teori perilaku terjadinya gangguan depresif pada individu usia lanjut oleh karena orang-orang usia lanjut cukup banyak mengalami peristiwa-peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan
atau yang cukup
berat sehingga terjadinya gangguan depresif tersebut sebagai respons perilaku terhadap stressor-stressor kehidupan yang dialaminya tersebut. Penelitian lain melaporkan bahwa ada kaitan terjadinya gangguan depresif pada orang usia lanjut dengan sejumlah peristiwa kehidupan yang negatif yang dialami individu usia lanjut. b) Teori Psikodinamis Berdasarkan teori psikodinamis, terjadinya gangguan depresif pada orang usia lanjut, oleh karena pada orang usia lanjut sering terjadi ketidaksanggupan untuk menyelesaikan pencarian pemulihan sekunder dari peristiwa-peristiwa kehilangan yang tak terelakkan oleh individu tersebut. c) Teori Kognitif Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah terjadinya distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya. Terjadinya distorsi kognitif pada orang usia lanjut oleh karena pada individu usia lanjut tersebut memiliki harapan-harapan yang tidak realistis dan membuat generalisasi yang berlebih-lebihan terhadap peristiwa kehidupan tertentu yang tidak menyenangkan individu tersebut.
Kondisi-kondisi psikologis lain yang memungkinkan sebagai penyebab depresi adalah : a) Menurunnya perasaan berguna Perasaan tidak berguna atau kehilangan identitas berkaitan dengan kemuduran atau keterbatasan fisik dalam beraktifitas (Segal, 2007). b) Ketakutan akan kematian atau ketidakberdayaan, kecemasan atas masalah keuangan atau problem kesehatan (Segal, 2007). c) Kekurangan kemampuan untuk mengadakan hubungan intim. d) Kepribadian premorbid
9
Tipe kepribadian tertentu seperti kepribadian dependen, obsesi kompulsif dan histrionik mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi depresi dibanding dengan kepribadian anti sosial dan paranoid (Idrus, 2007). e) Faktor psiko-analitik Menurut Karl Abraham manifestasi penyakit depresi dicetuskan karena kehilangan objek libidinal yang berakhir dalam suatu proses regresi di mana terjadi penurunan fungsi ego yang telah matang ke tingkat oral sadistik dari tingkat perkembangan libidinal akibat trauma infantil yang menyebabkan proses fiksasi pada anak usia dini. Sedangkan menurut Freud,
introjeksi
ambivalen terhadap kehilangan objek dalam ego membawa ke suatu depresi tipikal (Idrus, 2007). 3. Faktor Sosial: Para
klinikus
percaya
bahwa
peristiwa
kehidupan
yang
dapat
menimbulkan stres memegang peranan penting dalam terjadinya depresi. Data menunjukkan bahwa kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun dan kehilangan pasangan merupakan awal dari penyakit yang berhubungan dengan depresi (Idrus, 2007). Faktor-faktor sosial yang mungkin dapat menyebabkan depresi pada lansia antara lain : a) Hilangnya status peranan sosialnya atau hilangnya sokongan sosial yang selama ini dimilikinya (Bongsoe, 2007). b) Faktor sosial lingkungan, karena kehilangan pasangan hidup, pasca bencana, kehilangan pekerjaan, dampak kehidupan situasi sehari-hari. c) Kurangnya hubungan sosial (Kesendirian dan pengasingan) (Segal, 2007). d) Kemiskinan. D. GEJALA Menurut PPDGJ III (Maslim, 2002), pada gangguan depresi ada tiga gejala utama yaitu : 1. afek depresi 2. kehilangan minat dan kegembiraan 3. berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lalah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktifitas. Disertai gejala lain:
10
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
konsentrasi dan perhatian berkurang harga diri dan kepercayaan diri berkurang gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna panandangan masa depan yang suram dan pesimistis gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri tidur terganggu nafsu makan berkurang Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang, dan berat hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). 1. Episode depresif ringan a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi b. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya c. Tidak bolah ada gejala yang berat di antaranya d. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu e. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya 2. Episode depresif sedang a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi b. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya c. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu d. Menghadapi kesulaitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga 3. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik a. Semua gejala utama depresi harus ada b. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat c. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan. d. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu e. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas 4. Episode depresif berat dengan gejala psikotik
11
a. Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut Epiode depresif berat tanpa gejala psikotik b. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggungjawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent). 5. Episode depresif lainnya 6. Episode depresif ytt
(Depkes. 1999). Menurut DSM-IV kriteria diagnostik untuk depresi adalah sebagai berikut; Episode Depresif Berat (Major) (Kaplan dan Sadock, 2007): A. Lima atau lebih dari gejala berikut selama periode 2 minggu dan mengalami perubahan dari fungsi sebelumnya, minimal satu dari berikut (1) mood depresi, (2) kehilangan minat atau kesenangan. 1. mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang ditunjukkan baik laporan subjektif (misalnya, perasaan sedih atau kosong) atau diamati oleh orang lain (misalnya.,menangis). Catatan: pada anak-anak dan adolesen mood iritabel 2. kehilangan minat dan kesenangan pada semua atau hampir semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh secara subjektif atau diamati oleh orang lain).
12
3. kehilangan berat badan atau kenaikan berat badan (perubahan berat badan lebih dari 5% setiap bulan), peningkatan atau kehilangan nafsu makan hampir setiap hari. Catatan: pada anak-anak, kegagalan untuk mencapai berat badan yang diharapkan 4. Insomnia dan hipersomnia hampir setiap hari 5. agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dapat diamati orang lain, tidak hanya perasaan subjektif adanya keresahan atau mengalami kemunduran) 6. fatique atau kehilangan energi hampir setiap hari 7. perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang tidak sesuai atau berlebihan (mungkin waham) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri atau bersalah tentang sakitnya) 8. kehilangan kemampuan berpikir atau konsentrasi atau ragu hampir setiap hari. (yang ditunjukkan secara subjektif atau diamati oleh orang lain). 9. pikiran berulang tentang kematian (tidak hanya takut akan kematian), ide bunuh diri tanpa tujuan khusus,atau percobaan bunuh diri atau suatu tujuan khusus untuk melakukan bunuh diri. B. Gejala tidak memenuhi episode campuran C. Gejala menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan bidang penting lainnya D. Gejala tidak terkait langsung dengan efek psikologik penyalahgunaan zat (misalnya., penyalahgunaan obat, atau suatu medikasi) atau karena kondisi medik umum (misalnya., hipotiroidisme). E. Gejala-gejala adalah tidak lebih baik diterangkan oleh duka cita, misalnya kehilangan seseorang yang dicintai, gejala yang bertahan lebih dari 2 bulan atau dicirikan dengan gangguan fungsional, preokupasi tentang perasaan tak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor. Kriteria diagnostik Gangguan Depresif Ringan/ Minor DSM-IV (Kaplan dan Sadock, 2007): A. Suatu gangguan mood yang didefinisikan sebagai berikut: 1. Sedikitnya dua (tetapi kurang dari lima) dari gejala berikut selama periode 2 minggu dan mengalami perubahan dari fungsi sebelumnya, minimal satu dari berikut (a) atau (b):
13
(a) mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang ditunjukkan baik laporan subjektif ( misalnya, perasaan sedih atau kosong) atau diamati oleh orang lain (misalnya.,menangis). Catatan: pada anak-anak dan adolesen mood iritabel (b) kehilangan minat dan kesenangan pada semua atau hampir semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh secara subjektif atau diamati oleh orang lain). (c) kehilangan berat badan atau kenaikan berat badan (perubahan berat badan lebih dari 5% setiap bulan), peningkatan atau kehilangan nafsu makan hampir setiap hari. Catatan: pada anak-anak, kegagalan untuk mencapai berat badan yang diharapkan (d) Insomnia dan hipersomnia hampir setiap hari (e) agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dapat diamati orang lain, tidak hanya perasaan subjektif adanya keresahan atau mengalami kemunduran) (f) fatique atau kehilangan energi hampir setiap hari (g) perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang tidak sesuai atau berlebihan (mungkin waham) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri atau bersalah tentang sakitnya) (h) kehilangan kemampuan berpikir atau konsentrasi atau ragu hampir setiap hari. (yang ditunjukkan secara subjektif atau diamati oleh orang lain). (i) pikiran berulang tentang kematian (tidak hanya takut akan kematian), ide bunuh diri tanpa tujuan khusus,atau percobaan bunuh diri atau suatu tujuan khusus untuk melakukan bunuh diri. 2. Gejala menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan bidang penting lainnya 3. Gejala tidak terkait langsung dengan efek psikologik penyalahgunaan zat (misalnya., penyalahgunaan obat, atau suatu medikasi) atau karena kondisi medik umum (misalnya., hipotiroidisme). 4. Gejala-gejala adalah tidak lebih baik diterangkan oleh duka cita (misalnya reaksi normal setelah kehilangan orang yang dicintai).
14
B. Tidak pernah terdapat episode depresif berat, tidak memenuhi kriteria gangguan distimia. C.. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran atau episode hipomanik, dan tidak memenuhi kriteria gangguan siklotimia. Catatan: Eksklusi ini tidak dipakai bila episode serupa-manik, campuran, atau hipomanik ini adalah diinduksi oleh zat atau pengobatan. D. Gangguan mood tidak terjadi secara ekskusif selama skizofrenia, gangguan schizophreniform, gangguan skizoafektif, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tidak ditentukan. Mengenali depresi pada usia lanjut memerlukan suatu keterampilan dan pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik (perasaan sedih, kurang semangat, hilangnya minat/hobi atau menurunnya aktivitas) sering tidak muncul. Tidaklah mudah untuk membedakan sekuele gejala psikologik akibat penyakit fisik dari gangguan depresi atau gejala somatik depresi dari efek sistemik penyakit fisik. Keduanya bisa saja terjadi pada seorang individu usia lanjut pada saat yang sama. Seorang usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja mengeluhkan mood yang menurun, namun kebanyakan menyangkal adanya mood depresi. Yang sering terlihat adalah gejala hilangnya tenaga/energi, hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau keluhan rasa sakit dan nyeri. Menurut Brodaty (1991) gejala yang sering tampil adalah anxietas atau kecemasan, preokupasi gejala fisik, perlambatan motorik, fatigue (kelelahan), mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri, dan insomnia. (Depkes, 1999) Sedangkan gejala depersonalisasi, rasa bersalah, minat seksual menurun agak jarang. Sebagai petunjuk ke arah depresi perlu diperhatikan tanda-tanda berikut : rasa lelah yang terus-menerus bahkan juga sewaktu beristirahat, hilangnya kesenangan yang biasanya dapat dinikmati (tidak merasa senang lagi jika dikunjungi oleh cucucucunya), dan mulai menarik diri dari kegiatan dan interaksi sosial. (Depkes, 1999) Gambaran klinis depresi pada usia lanjut dibandingkan dengan pasien yang lebih muda berbeda, usia lanjut cenderung meminimalkan atau menyangkal mood depresinya dan lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya, di samping mengeluh tentang gangguan memori. Pasien usia lanjut umumnya kurang mau mencari bantuan psikiater karena kurang dapat menerima penjelasan yang bersifat psikologis untuk gangguan depresi yang mereka alami. (Depkes, 1999)
15
Perjalanan penyakit depresi terutama pada usia sangat lanjut (lebih dari 85 tahun) berkembang sangat perlahan-lahan, mirip dengan Gangguan Distimik. Gejala gangguan tidur agak sulit untuk dievaluasi karena gangguan tidur sering terjadi pada usia lanjut yang tidak depresi. Yang dapat menjadi petunjuk ke arah depresi adalah jika terdapat gejala bangun lebih awal dari biasanya disertai isi pikiran depresif. Seorang usia lanjut membutuhkan tidur lebih sedikit dan sering terbangun untuk buang air kecil pada malam hari. Karena itu penting untuk mengamati perilaku orang usia lanjut ketika terbangun malam hari. Sleep hygiene juga perlu diperhatikan sebelum memberikan intervensi farmakologis. Munculnya gejala-gejala fisik perlu diperhatikan dengan
seksama,
karena
komorbiditas
sering
dijumpai.
Penelaahan
dan
penatalaksanaan baik untuk depresi maupun penyakit fisik perlu dilakukan secara bersamaan. Menurunnya perawatan diri, perubahan kebiasaan makan, turunnya berat badan dapat merupakan tanda awal depresi tapi dapat juga merupakan tanda-tanda demensia. Oleh karena itu perlu dilakukan juga pemeriksaan fungsi kognitif dengan Mini Mental State Examination (MMSE) atau Abbreviated Mental Test (AMT) (Bongsoe, 2007). Gejala psikotik pada pasien usia lanjut dengan depresi berat dapat muncul secara dramatis. Waham bersalah, waham kemiskinan, waham bahwa organ-organ tubuhnya membusuk / rusak / hilang sering dijumpai pada pasien usia lanjut dengan depresi berat. Halusinasi auditorik dan halusinasi somatik juga bisa terjadi, tetapi jika ada halusinasi visual sebaiknya dipikirkan ke arah penyakit lainnya(Bongsoe, 2007).. Secara klinis praktis umumnya depresi dibedakan sebagai depresi berat atau ringan. Akan tetapi ada sindrom klinis tertentu yang dapat muncul pada usia lanjut yaitu : 1. Depresi agitatif : ditandai dengan aktivitas yang meningkat, mondar-mandir, mengejar-ngejar orang, terus-menerus meremasremas tangan dll. 2. Depresi dan anxietas : gangguan cemas menyeluruh atau fobia dapat terjadi bersama-sama dengan depresi. Penelitian menunjukkan bahwa anxietas 15-20 kali lebih sering dijumpai pada usia lanjut dengan depresi. Hubungan penyakit fisik dengan anxietas pada depresi cukup kompleks. Anxietas dapat menyebabkan gejala fisik yang sering dikira sebagai penyakit fisik semata. Anxietas hebat juga dapat menyebabkan kelelahan dan dehidrasi. Sementara penyakit fisik yang
16
mengancam kehidupan atau hilangnya kemandirian sering kali merupakan sumber dari anxietas. 3. Depresi terselubung : tidak munculnya gejala mood terdepresi bukanlah suatu halangan untuk mendiagnosis depresi. Apakah penyangkalan mood depresi ini karena kekhawatiran menjadi beban ataukah karena tren bahwa "Usia lanjut harus berani menghadapi hari tua", yang terpenting adalah mengeksplorasi tanda dan gejala lainnya yang menunjukkan depresi secara lebih teliti. 4. Somatisasi : gejala somatik dapat menyembunyikan gejala yang sesungguhnya dari gangguan depresi, namun dapat pula diperberat dengan adanya depresi. 5. Pseudodemensia : istilah ini diperuntukkan bagi pasien depresi yang menunjukkan gangguan memori yang bermakna seperti yang terjadi pada pasien demensia. 6. Depresi sekunder pada demensia : pada stadium awal demensia sering dijumpai depresi, mungkin sebagai dampak dari insight akan deteriorasi fungsi dan menurunnya kemampuan seeara progresif. Depresi yang terjadi pada stadium akhir mungkin lebih banyak berhubungan dengan hilangnya fungsi neurotransmitter. Depresi dan gangguan perilaku pada demensia disebabkan oleh berkurangnya fungsi serotonergik, sehingga pengaktifan fungsi serotonergik akan memperbaiki gejala-gejala tersebut. (Depkes, 1999)
E. PEMERIKSAAN PASIEN DEPRESI Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau prosedur khusus untuk penapisan/skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu instrumen yang dapat membantu adalah Geriatrik Depression Scale (GDS) yang terdiri dari 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri. GDS ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja dan ini mungkin lebih sesuai untuk dipergunakan dalam praktek umum sebagai alat penapis Depresi pada usia lanjut. Ada 4 pertanyaan atau 4 butir skala yang harus diajukan dalam memeriksa pasien depresi yaitu: Pertanyaan Skor 1 Apakah pada dasarnya Anda merasa puas dengan kehidupan Tidak
17
Skor 0 Ya
Anda ? Apakah hidup Anda terasa kosong ? Ya Apakah Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri Ya
Tidak Tidak
Anda ? Apakah Anda merasa bahagia pada sebagian besar waktu Anda ?
Ya
Tidak
Pertanyaan tersebut dapat dilengkapi dengan mengekplorasi hal-hal berikut ini yang merupakan faktor kerentenanan: Pertanyaan
Skor 1
Skor 0
Apakah pasien mempunyai riwayat depresi ?
Ya
Tidak
Apakah pasien terisolasi secara sosial ?
Ya
Tidak
Apakah pasien menderita penyakit kronik ?
Ya
Tidak
Apakah pasien baru saja berkabung ?
Ya
Tidak
Jika skor lebih dari 1 pada 4 butir skala dan lebih dari 1 pada faktor kerentanan harus segera dilaksanakan penilaian yang lebih rinci. Geriatric Depression Scale: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Apakah anda pada dasarnya puas dengan kehidupan anda? Apakah anda mengalami penurunan banyak kegiatan dan minat? Apakah anda merasa hidup anda kosong? Apakah anda merasa sering bosan? Apakah anda mersa semangat terus pada sebagian besar kehidupan anda? Apakah anda takut kalau hal-hal jelek menimpa kehidupan anda? Apakah anda sering merasa tidak berdaya? Apakah anda lebih suka di rumah daripada pergi keluar dan melakukan hal-hal
yang baru? 9. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah daya ingat pada sebagian besar waktu anda? 10. Apakah anda berfikir sangat indah kehidupan sekarang? 11. Apakah anda merasa bahwa yang menarik bagi anda tidak berguna lagi? 12. Apakah anda merasa senang dengan mengambil cara yang tidak berharga seperti sekarang ini? 13. Apakah anda merasa penuh energI? 14. Apakah anda merasa situasi anda tidak ada harapan?
18
15. Apakah anda merasa kebanyakan orang-orang lebih baik daripada anda? Penilaian : Dari 15 pertanyaan masing-masing memiliki skor 1, di mana masing-masing jawaban terdiri dari ya dan tidak, Jika skor lebih besar daripada 5 menunjukkan kemungkinan gejala depresi(Bongsoe, 2007). Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi harus dilakukan lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut : 1. Riwayat klinis/anamnesis Riwayat keluarga Gangguan psikiatrik yang lampau Kepribadian Riwayat sosial Ide/percobaan bunuh diri Gangguan-gangguan somatik Perkembangan gejala-gejala depresi. 2. Pemeriksaan fsik Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejala-gejala depresi sering disertai dengan penyakit fisik. Depresi dapat merupakan gejala dari suatu penyakit fisik, contohnya penyakit Cushing, karsinoma paru, usus besar atau pankreas. Di samping itu depresi dapat muncul sebagai reaksi sekunder terhadap disabilitas dan discomfort (ketidaknyamanan). Penilaian terhadap status nutrisi dan hidrasi sebaiknya dilakukan, karena kurangnya intake makan dan minum pasien sebelumnya. 3. Pemeriksaan kognitif Penilaian AMT atau MMSE pada usia lanjut yang menunjukkan gejala depresi bermanfaat dalam follow-up penatalaksanaan pasien. Bilamana depresi terjadi sekunder pada demensia maka fungsi kognitif pasien tidak akan membaik ketika depresi menghilang, bahkan deteriorasi kognitif akan berlanjut terus. Perbaikan pada skor AMT atau MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi menunjukkan bahwa pasien dengan depresi mengalami problem konsentrasi dan memori yang mempengaruhi fungsi kognitifnya. 4. Pemeriksaan status mental a. b. c. d. e. f.
Penampilan dan perilaku Mood/suasana perasaan Pembicaraan Isi pikiran Anxietas Gejala hipokondriakal
19
5. Pemeriksaan lainnya Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolisme sekunder akibat penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya intake cairan, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan seperti ureum dan elektrolit (Bongsoe, 2007).. F. TERAPI Semua pasien depresi harus mendapat psikoterapi, dan beberapa memerlukan tambahan terapi fisik. Jenis terapi bergantung dari diagnosis, berat penyakit, umur pasien, respon terhadap terapi sebelumnya (Nurmiati, 2005). Terapi depresi pada lansia bertujuan untuk : 1. menurunkan / menghilangkan tanda, gejala 2. mengembalikan fungsi utama 3. meminimalkan resiko relaps / rekurens Macam-macam terapi depresi : 1. Psikoterapi Psikoterapi yaitu terapi yang digunakan untuk menghilangkan keluhankeluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptive. Terapi ini dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan yang professional antara terapis dengan pasien. a. Terapi Kognitif Ada dugaan bahwa penderita depresi adalah orang yang “belajar menjadi tak berdaya”, depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan keterampilan dan memberikan pengalaman-pengalaman tentang kesuksesan. Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan simptom depresi melalui usaha yang sistematis yaitu merubah cara pikir maladaptif dan otomatik pada pasien-pasien depresi. Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa kepercayaan-kepercayaan yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia, dan masa depan dapat menyebabkan depresi. Pasien harus menyadari cara berpikirna yang salah. Kemudian dia harus belajar cara merespon cara pikir yang salah tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dari perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan
20
harapan-harapan negatif. Cara ini dipraktikkan di luar sesi terapi dan ini menjadi modal utama dalam merubah gejala. Terapi ini berlangsung lebih kurang 12 sampai 16 sesi. Ada 3 fase yaitu: 1) Fase Awal (sesi 1-4) : Membentuk hubungan terapeutik dengan pasien. Mengajarkan pasien tentang bentuk kognitif yang salah dan pengaruhnya terhadap emosi dan fisik. Menentukan tujuan terapi. Mengajarkan pasien untuk mengevaluasi pikiran-pikirannya yang otomatis. 2) Fase pertengahan (Sesi 5-12) : Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah. Membantu pasien mengenal akar kepercayaan diri. Pasien diminta mempraktikkan keterampilan berespon terhadap halhal yang depresogenik dan memodifikasinya. 3) Fase Akhir (sesi 13-16) : Menyiapkan pasien untuk terminasi dan memprediksi situasi berisiko tinggi yang relevan untuk terjadinya kekambuhan, dan mengkonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri. b. Terapi Perilaku Intervensi perilaku terutama efektif untuk pasien yang menarik diri dari sosial dan anhedonia. Terapi ini sering digunakan bersama-sama dengan terapi kognitif. Tujuan terapi peilaku adalah: meningkatkan aktivitas pasien, mengikutkan pasien dalam tugas-tugas yang dapat meningkatkan perasaan yang menyenangkan. Fase awal: pasien diminta untuk memantau aktivitas mereka, menilai derajat kesulitan aktivitasnya, serta kepuasan terhadap aktivitasnya. Pasien diminta untuk melakukan sejumlah aktivitas yang menyenangkan. Latihan keterampilan sosial, asertif, dapat meningkatkan hubungan interpersonal dan menurunkan interaksi submissive. Fase akhir: Fokus berpindah ke latihan mengontrol diri dan latihan pemecahan masalah. Diharapkan ilmu yang didapat di dalam terapi dapat digeneralisasi dan dipertahankan dalam lingkungan pasien sendiri. c. Psikoterapi Suportif Psikoterapi Suportif memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimistik. Bantu pasien identifikasi dan mengekspresikan emosinya dan bantu untuk ventilasi. Mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi dan membantu mengoreksi. Bantu memecahkan problem eksternal (misal masalah pekerjaan, rumah tangga). Latih pasien untuk mengenal tanda-tanda
21
dekompensasi yang akan datang. Temui pasien sesering mungkin (mula-mula 1-3 kali perminggu) dan secara teratur, tetapi jangan sampai tidak berakhir atau
selamanya.
Kenalilah
bahwa
beberapa
pasien
depresi
dapat
memprovokasi kemarahan terapis (melalui kemarahan, hostilitas, dan tuntutan yang tak masuk akal, dll). d. Psikoterapi Dinamik Dasar terapi ini adalah teori psikodinamik, yaitu kerentanan psikologik terjadi akibat konflik perkenbangan yang tak selesai. Terapi ini dilakukan dalam periode jangka panjang. Perhatian pada terapi ini adalah deficit psikologi yang menyeluruh yang diduga mendasari gangguan depresi. Misalnya, problem yang berkaitan dengan rasa bersalah, rasa rendah diri, berkaitan dengan pengalaman yang memalukan, pengaturan emosi yang buruk, defisit interpersonal akibat tak adekuatnya hubungan dengan keluarga. e. Psikoterapi Dinamik Singkat Sesinya berlangsung lebih pendek. Tujuannya menciptakan lingkungan yang aman buat pasien. Pasien dapat mengenal materi konfliknya dan dapat mengekspresikannya. f. Terapi Kelompok Tidak ada bentuk terapi kelompok yang spesifik. Ada beberapa keuntungan terapi kelompok : 1) Biaya lebih murah. 2) Ada destigmasi dalam memandang orang lain dengan problem yang sama. 3) Memberikan kesempatan untuk memainkan peran dan mempraktikkan keterampilan perilaku interpersonal yang baru. 4) Membantu pasien dalam mengaplikasikan keterampilan baru. Terapi kelompok sangat efektif untuk terapi jangka pendek pasien rawat jalan. Juga lebih efektif untuk depresi ringan. Untuk depresi yang lebih berat, terapi individu lebih efektif. g. Terapi Perkawinan Problem perkawainan dan keluarga sering menyertai depresi. Ia dapat mempengaruhi penyembuhan fisik. Oleh karena itu, perbaikan hubungan perkawinan merupakan hal penting dalam terapi ini. h. Psikoterapi Berorientasi Tilikan Jangka terapi cukup lama, berguna pada pasien depresi minor kronik tetentu dan beberapa pasien dengan depresi mayor yang mengalami remisi tetapi mempunyai konflik. (Nurmiati, 2005)
22
2. Terapi Biologik a. Farmakoterapi Sebagian besar penderita membutuhkan antidepresan (70%-80% pasien berespon terhadap anti depresan), walaupun yang mempresipitasi terjadinya depresi jelas terlihat atau dapat diidentifikasi. Mulailah dengan SSRI atau salah satu anti depresan terbaru. Bila tak berhasil, pertimbangkan anti depresan trisiklik, atau MAOI (terutama pada depresi atipikal, atau kombinasi bebrapa obat yang efektif bila obat pertama tak berhasil. Harus hati-hati dengan efek samping dan harus sadar bahwa antidepresan dapat mempresipitasi episode manik pada beberapa pasien bipolar (10% dengan TCA, dengan SSRI lebih rendah, namun konsep tentang presipitasi manik masih diperdebatkan). Setelah sembuh dari episode depresi pertama, obat dipertahankan untuk beberapa bulan, kemudian diturunkan. Beberapa pasien membutuhkan obat pemeliharaan untuk periode jangka panjang. Antidepresan tunggal tidak dapat mengobati depresi. (Nurmiati, 2005) Obat antidepresan mempunyai beberapa sinonim, antara lain timoleptik atau psychic energizers. Dalam membicarakan obat antidepresi yang menjadi obat acuan adalah Amitriptilin. Efek samping yang dapat diakibatkan oleh obat antidepresan antara lain : 1) Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun, dll). 2) Efek antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardi, dll). 3) Efek anti adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi). 4) Efek neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia). 5) Efek samping yang tidak berat biasanya berkurang setelah 2 – 3 minggu bila tetap diberikan dengan dosis yang sama. Pada keadaan overdosis / intoksikasi trisiklik dapat terjadi atropine toxic syndrome dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, toxic konfusional state (confusion, delirium, disorientation). Tindakan untuk keadaan ini : 1) Bilas lambung 2) Diazepam 10 mg, IM untuk mengatasi konvulsi
23
3) Prostigmin 0,5-1 mg, IM untuk mengatasi efek antikolinergik (dapat diulangi setiap 30-45 menit sampai gejala mereda. 4) Monitoring EKG untuk deteksi kelainan jantung. Cara penggunaan Pemilihan jenis obat berdasarkan toleransi pasien terhadap efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien (usia, penyakit fisik tertentu, jenis depresi). OBAT-OBATAN ANTI DEPRESAN Trisiklik (TCAs)
Selektive Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) Elvatelin 20-40 mg / hari Protetin 20-40 mg / hari Setralin 50-100 mg / hari Fluvotamin 50-100 mg / hari
Amitriptilin 75-150 mg / hari Imipramin 75-150 mg / hari Clomipramin 75-150 mg / hari Amineptin 100- 200 mg / hari
Opipramol 50-150 mg / hari Tetrasiklik
Maprotilin 75-150 mg / hari Amoxopin 200-300 mg / hari
Fluoxetin 10-20 mg/hari Penghambat Mono Amine Okside (MAOIs) Maclobemid 200-600 mg / hari
Mainserin 30-60 mg / hari
Untuk sindrom depresi ringan dan sedang yang datang untuk berobat jalan, pemilihan sebaiknya mengikuti urutan : 1) Langkah 1 : Golongan SSRI 2) Langkah 2 : Golongan Trisiklik 3) Langkah 3 : Golongan Tetrasiklik, Atipikal, MAOI Reversibel Mood stabilizer : Lithium carbonas, carbamazepine, valproic acids, indikasi terbatas khususnya episode depresi dari gangguan bipolar. Lithium bermanfaat dalam pengobatan depresi bipolar akut dan beberapa depresi unipolar. Ia cukup efektif pada bipolar serta untuk mempertahankan remisi dan begitu pula pada beberapa pasien unipolar. Untuk mencegah kekambuhan digunakan Litium 0,4-0,8 meq / l (profilaksis). Kontraindikasi : 1) Penyakit jantung koroner 2) Glaukoma, retensi urin, hipertensi prostat, gangguan fungsi hati, epilepsi
24
3) Pada penggunaan Litium, kelainan fungsi jantung, ginjal, dan fungsi Tiroid. Antikonvulsan sama baiknya dengan lithium untuk mengobati kondisi akut, meskipun kurang efektif untuk pemeliharaan. Antidpresan dan lithium dapat dimulai secara bersama-sama dan lithium diteruskan setelah remisi. Psikotik, paranoid atau pasien sangat agitasi membutuhkan antipsikotik, tunggal atau bersama-sama dengan antidepresan, litium, antipsikotik atipik juga terlihat efektif. Indikasi farmakologi : 1) depresi sedang / berat 2) gambaran melankolik / psikotik 3) episode berulang 4) respon positif terhadap medikasi anti depresan pada masa lalu 5) kegagalan pendekatan terapi psikologik Pengobatan dengan antidepresan dibedakan dalam tiga tahapan, yaitu : 1) Fase akut : 6 sampai 12 minggu 2) Fase lanjutan : 4 sampai 9 bulan 3) Fase rumatan : 1tahun atau lebih Untuk depresi episode berulang dianjurkan lama pemberian obat 1 tahun atau lebih. b. ECT (Terapi Kejang Listrik). Merupakan terapi pilihan bila : 1) 2) 3) 4)
Obat tak berhasil Kondisi pasien menuntut remisi segera (misalnya; bunuh diri yang akut). Pada beberapa depresi psikotik. Pada pasien yang tak dapat mentoleransi obat (misalnya pasien tua yang berpenyakit jantung). Lebih dari 90% pasien memberikan respons.
25
26
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009, Gambaran Pengetahuan Keluarga tentang Depresi pada Lansia. http://addy1571.wordpress.com/2009/08/25/gambaran-pengetahuan-keluargatentang-depresi-pada-lansia/ (9 September 2009) Baldwin and Wild R, 2004. Management of Depression in Later Life. Advances in Psychiatric Treatment vol. 10. http://apt.rcpsych.org/cgi/reprint/10/2/131.pdf? ck=nck (9 September 2009). Best
Parctice Advocacy Centre, 2009. Depression in Elderly People. http://www.bpac.org.nz/ magazine/2008/february/depression.asp. (13 September 2009).
Bongsoe, Syamsir, 2007. Pengenalan Gangguan Depresi pada Orang Usia Lanjut. Dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru BesarTetap Universitas Sumatra Utara. http://www.usu.ac.id /id/files/pidato/ppgb/2007/ppgb_2007_syamsir_bs.pdf. (9 September 2009). Departemen Kesehatan RI, 1999. Masalah Depresi pada Lansia. http://www.depkes.go.id/downloads/keswa_lansia.pdf. (13 September 2009). Hermana, 2006. Depresi Pada Lansia. http://www.depsos.go.id/modules.php? name=News&file=article&sid=208 (9 September 2009). Idrus, M. Faisal, 2007. Depresi pada Penyakit Parkinson. Cermin Dunia Kedokteran Vol. 34 No.3/156 pp : 130-135. Kalbe Farma : Jakarta. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/ files/cdk_156_Depresi.pdf (9 September 2009). Kaplan HI, Saddock BJ and Grebb, 1997. Sinopsis Psokiatri Edisi Ketujuh. Alih bahasa : Wijaya K. Bina Rupa Aksara : Jakarta. Maslim R, 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta. Media Aesculapius, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta. Nurmiati A, 2005. Depresi Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Rice
FP, 1994. Human development: a life-span approach. http://books.google.co.id/books?id=ogjYAAAAMAAJ&q=rice+philip+ +1994+depression&dq=rice+philip++1994+depression (9 September 2009)
Segal, Jaffe J, Pat Davies P, and Smith M, 2007. Depression in Older Adults and the Elderly. http://www.helpguide.org/mental/depression_elderly.htm. (11 September 2009).
27
Tan HT, Kirana R, 2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Elex Media Komputindo : Jakarta. Wilkinson G, Stein G, Ramsay R, 1998. Seminars in General Adult Psychiatry. http://books.google.co.id/books? id=6PGzHFuS1xkC&dq=greg+wilkinson+1995&source=gbs_navlinks_s (9 September 2009).
28