BAB I PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh yang penting. Lapisan dari kulit terdiri dari 3 bagian, yaitu lapisan epidermis (kutikel), dermis (kortum, kutis vera, true skin), skin), dan subkutis (hypodermis). Lapisan epidermis kulit terdiri dari 5 lapisan, yang dimulai dimulai dari lapisan paling paling atas yaitu stratum korneum, korneum, stratum lusidum, lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis epidermis yang jauh lebih tebal daripada daripada epidermis. Lapisan ini dibagi dibagi menjad menjadii 2 bagian bagian yaitu, yaitu, pars pars papilae papilae yang dekat dekat dengan dengan epiderm epidermis is dan pars retikulae. Lapisan subkutis adalah kelanjutan dari dermis yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdapat selsel lemak di dalamnya. !el lemak atau panikulus adiposa ini ber"ungsi sebagai #adangan makan. $ada lapisan subkutis, terdapat ujungujung sara" tepi, pembuluh darah, dan getah bening. %anyak "ungsi dari kulit, yaitu "ungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengatur suhu tubuh, pembentukan pigmen, keratinisasi, dan pembentukan vitamin &. 'alaupun sebagai "ungsi proteksi, kulit juga rentan untuk terkena penyakit. $enyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang banyak terdapat di masyarak masyarakat, at, baik baik itu karena karena in"eks in"eksi, i, alergi, alergi, dan autoim autoimun. un. !alah !alah satu #ontoh #ontoh penyakit kulit karena autoimun adalah Cutaneous Lupus Erythematosus atau Erythematosus atau L. L L diba dibagi gi menj menjad adii 3 tipe tipe yait yaitu u Chronic Chronic Cutaneous Cutaneous Lupus Erythematosus (L), Subacute Subacute Cutaneous Cutaneous Lupus Erythematosus (!L), dan dan Acute Cutaneous Lupus Cutaneous Lupus Erythematosus (*L). Erythematosus (*L). L terbagi menjadi beberapa beberapa subtipe subtipe berdasarkan berdasarkan skema klasi"ikasi klasi"ikasi yang dikembangka dikembangkan n oleh +illiam dan !ontheimer !ontheimer,, yaitu Classic Discoid Lupus Erythematosus (&L), Erythematosus (&L), Hypertrophic Hypertrophic Lupus Erythematosus, Erythematosus , Lupus Erythematosus Panniculitis/Profundus Panniculitis/Profundus,, Mucosal Lupus Erythematosus, Erythematosus , Lupus Erythematosus Tumidus, Tumidus, da dan Chilblain Chilblain Lupus Lupus Erythematos Erythematosus us.. !alah !alah satu satu subt subtip ipee yang yang akan akan diba dibaha hass adala adalah h &L, &L, kare karena na meru merupa pakan kan varia varian n yang yang pali paling ng serin sering g ditem ditemui ui kasusnya. Discoid Lupus Erythematosus Ery thematosus (&L) (&L) merupakan penyakit autoimun yang menyerang menyerang kulit, dengan dengan #iri khas erythema, erythema, atropik plaue pada bagian sentral dengan dengan hipopi hipopigme gmenta ntasi, si, dan bagian bagian tepi tepi yang yang mengal mengalami ami hiperp hiperpigm igment entasi. asi. -
$enyakit ini merupakan varian yang paling sering ditemukan dari penyakit Cutaneous Lupus Erythematosus, yaitu sekitar 5/ sampai dengan 0/. $asien &L sangat jarang mengalami perkembangan penyakit dari lokal
menjadi
sistemik. 1anya sekitar 5/ dari pasien &L yang mengalami perkembangan penyakit menjadi Systemic Lupus Erythematosus atau !L. Karena &L merupakan jenis dari L yang paling banyak ditemukan, akan dibahas lebih lanjut mengenai etiologi, pato"isiologi, mani"estasi klinis, metode diagnosis, dan manajemen untuk &L.
2
BAB II ISI 2.1
Etiologi Discoid Lupus Erythematosus (&L) merupakan suatu penyakit autoimun
yang menyerang kulit, dengan #iri khas erythema, atropik plaue pada bagian sentral dengan hipopigmentasi, dan bagian tepi yang mengalami hiperpigmentasi.-,2,3 $enyakit ini dapat terjadi pada semua usia, tetapi insiden yang paling sering adalah pada usia 2 sampai dengan tahun. 'anita memiliki risiko untuk terkena &L dua kali lebih besar dibandingkan laki laki.-,3 !ampai saat ini, belum dapat ditentukan penyebab pasti dari &L. %eberapa "aktor yang diduga menjadi penyebab &L adalah radiasi ultraviolet (4), hormon estrogen, dan hubungan dengan Human Leucocyte Antien (1L**-, 1L*%6, 1L*%0, 1L*&2, dan 1L* &3).2,3,,5,7,6,0 2.2
Patofisiologi &L merupakan penyakit autoimun yang sampai saat ini belum diketahui
se#ara pasti pato"isiologinya. adiasi ultraviolet (4), hormon ed8strogen, dan hubungan dengan 1L* (1L**-, %6, %0, &2, dan &3) diduga memiliki hubungan dengan timbulnya &L. 9aktor yang diduga paling mungkin sebagai penyebab &L saat ini adalah radiasi 4.2,3,,5,7,6,0 9otosensiti"itas merupakan #iri yang paling sering pada &L, yang dilaporkan terjadi pada 7:/:/ pasien. Lesi kulit spesi"ik sering timbul pada bagian kulit yang terpapar oleh sinar matahari. 1al ini menyebabkan radiasi 4 merupakan penyebab yang paling mungkin dari &L. 3 !inar ultraviolet atau 4 (2 nm) diklasi"ikasi menjadi 3 berdasarkan panjang gelombangnya, yaitu ultraviolet * (4*) dengan panjang gelombang 32 nm, ultraviolet % (4%) dengan panjang gelombang 2:32 nm, dan ultraviolet dengan panjang ge lombang 22: nm.
3
Gambar 1. Panjang Gelombang Sinar Ultraviolet (!umber ;
http;<
!inar matahari yang sampai ke bumi hanya mengandung 4* dan 4% saja, karena 4 telah diserap oleh lapisan stratos"er pada atmos"er. 5 4* dapat masuk melalui lapisan epidermis dan dermis kulit dan sedikit diserap oleh biomolekul. !ebaliknya, 4% hanya menembus sampai lapisan epidermis dan diserap banyak oleh &>* dan protein. 4% memiliki e"ek "otobiologikal yang signi"ikan, termasuk menginduksi apoptosis ( sunburn) pada sel di kulit. 5,7,6 "ek dari 4% terhadap laju apoptosis, derajat translokasi autoantigen pada permukaan sel, dan jumlah sitokin in"lamasi yang diproduksi tergantung dari jumlah paparan 4%. 4% dalam jumlah yang rendah akan memi#u apoptosis non in"lamasi, sementara itu pada jumlah yang sedang akan memi#u apoptosis proin"lamasi dengan produksi ?L-@, dan pada jumlah yang tinggi akan menghasilkan nekrosis proin"lamasi, dengan karakteristik peningkatan yang dramatis pada produksi ?L
[email protected] *poptosis atau kematian sel yang terprogram, memiliki karakteristik hilangnya asimetris dari membran sel, kondensasi nukleus, kontraksi dari sitoplasma, dan terbungkusnya komponen selular ke dalam membran sebelum mengalami proses buddin dari sel apoptotik menjadi badan apoptotik. %eberapa hal yang dapat menginduksi apoptosis pada sel adalah adanya kerusakan langsung pada &>* (diduga merupakan mekanisme yang paling penting), apoptosis yang dimediasi oleh kematian reseptor, dan apoptosis via pembentukan reacti!e o"yen species. %anyak antigen yang
ditranslokasi dan dipresentasikan pada membran paling luar sel selama proses apoptosis. *ntigen ini kemudian akan dipresentasikan pada sistem imunitas.3,5 Karena apoptosis diperlukan untuk menjaga homeostasis dari jaringan,
sistem
imunitas
memiliki
mekanisme
pembersihan
untuk
menanggulangi debris dari prosses apoptosis. $ada kondisi non in"lamasi, sel dendritik dan makro"ag lokal akan melakukan "agositosis pada sel yang mengalami apoptosis dan men#egah perkembangan dari autoantibodi dalam sebuah proses toleransi. Aika keseimbangan tersebut diubah akibat peningkatan jumlah sel yang mengalami apoptosis, jumlah sitokin in"lamasi yang berlebih, atau de"isiensi protein yang diperlukan untuk proses pembersihan, debris apoptosis bisa saja diproses oleh antien#presentin cells (*$s). &ebris yang diproses oleh *$ akan dipresentasikan oleh ma$or histocompatibility comple" (B1) ? dan ?? dan kemudian akan menstimulasi sel lim"osit &C dan &0C. 1al ini akan memi#u perkembangan dari autoantibodi dan mungkin saja dapat berkembang ke arah perkembangan dari autoimunitas. 3
5
Gambar 2. o!el "nt"# Patogenesis $LE. (Kuhn *, Lehmann $, uDi#ka
E. Cutaneous Lupus Erythematosus Spriner#%erla &erlin) 4% menginduksi produksi beberapa sitokin yang memiliki "ungsi beraneka ragam. !itokin tersebut dapat ber"ungsi menginduksi in"lamasi yang dapat menyebabkan apoptosis dari keratinosit, imunosupresi, toleransi, dan mengumpulkan sel dendritik, lim"osit, dan makro"ag yang diperlukan untuk membersihkan selsel yang telah mengalami apoptosis. %eberapa sitokin yang diduga memiliki peranan penting dalam &L adalah ?L-@, ?L -, E>9@, dan ?9>F . adiasi 4% menyebabkan peningkatan produksi dari ?L-. ?L- yang diproduksi oleh sel keratinosit yang terkena radiasi 4% akan memi#u imunosupresi sistemik dan toleransi dengan meningkatkan respon Eh2. 3 ?nter"eron @ (?9>@) diduga memiliki peranan yang penting pada patogenesis dari &L, karena pada lesi kulit ditemukan adanya peningkatan produksi ?9>@ oleh sel dendritik plasmasitoid. ?9>@ ber"ungis untuk memi#u di"erensiasi monosit menjadi sel dendritik. &i"erensiasi dari sel dendritik memerlukan sinalin dari Tumor 'ecrosis (actor )eceptor * (E>9-). E>9- memiliki peranan yang penting bagi E>9@ untuk menstimulasi apoptosis dari keratinosit, in"lamasi pada kulit, dan dalam menstimulasi sel E. &engan demikian dapat disimpulkan bahwa sinalin dari E>9@
9- memiliki peran yang penting dalam menginduksi proses in"lamasi. 5,6,0 *ktivasi dari sel lim"osit E pada kulit juga diduga memiliki hubungan dalam patogenesis &L.: Belalui proses immunophenotypin pada komponen selular dari in"iltrat dermis ditemukan adanya predominan lim"osit &C dan &0C dan rasio &<&0 yang tinggi pada pasien &L. $ada pertemuan antara epidermis dan dermis (dermoepidermal $unction) pada lesi kulit pasien &L banyak ditemukan G3acti!atin chemokines (GL:, GL-, and GL--) dan adhesion molecules (?*B- dan L9*-). 3,: &C dan &0 C terdapat pada lokasi yang sama dengan lokasi yang mengekspresikan reseptor G3, dapat diduga bahwa kemokin tersebut dapat memberikan e"ek pada proses pengumpulan lim"osit
7
E. !ementara itu, intercellular adhesion molecule#* (?*B-) ber"ungsi untuk memulai interaksi antara keratinosit dan sel langerhans dengan leukosit untuk memediasi adesi antigenindependet atau antigendependent. $ada keadaan normal ?*B- tidak terdapat atau sedikit terdapat pada keratinosit, berbeda dengan pasien &L yang dimana terdapat banyak ?*B- pada keratinosit basal epidermis. $enyebab dari tingginya jumlah chemokines dan ?*B- pada &L disebabkan karena tingginya jumlah ?nter"eron (?9>)F. ?9>F diketahui dapat meningkatkan produksi dari chemokines (GL:, GL-, and GL--) dan ?*B-. Hleh karena itu, dapat dihubungkan bahwa ?9>F memiliki peran yang penting dalam imunomodulator pada &L. endahnya level ?9>F dihubungkan dengan menurunnya respon autoantibodi pada murine lupus models ($ollard 22). 3 Benurut sebuah penelitian oleh Beier et al (-::0), wanita yang menggunakan terapi pengganti estrogen postmenopausal untuk 2 tahun atau lebih, akan mengalami peningkatan risiko yang signi"ikan terhadap &L. Hleh karena itu hormon estrogen dinilai memiliki hubungan dengan &L, walaupun hal ini belum dapat dipastikan. 3 &alam hubungannya dengan genetika, terdapat beberapa penelitian tentang hubungan Human Leucocyte Antien (1L*) dengan &L. $ada penelitian yang dilakukan pada pasien &L kaukasian, ditemukan bahwa 1L**-, 1L*%6, 1L*%0, 1L*&2, dan 1L*&3 memiliki hubungan dengan &L. 'alaupun demikian, sampai saat ini hal tersebut belum dapat dipastikan karena masih sedikitnya penelitian tentang asosiasi 1L* terhadap &L. 2,3,5
2.%
anifestasi &linis
Discoid Lupus Erythematosus (&L) merupakan pernyakit bentuk #utaneous dari lupus erythematosus, tanpa adanya mani"estasi sistemik. - !ebanyak 25/ pasien &L berkembang menjadi !ystemi# Lupus rythematosus (!L) dengan resiko 5I-/. -- *kan tetapi !L ini menunjukan lesi yang se#ara klinis maupun histologis tidak dapat dibedakan dengan &L. Hleh
6
karena itu sulit untuk membedakan antara !L dengan &L berdasarkan gambaran klinis dan gambaran histopatologis dari lesi kulit. - Lupus diskoid terjadi pada segala usia, di antara semua ras, dan lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan lakilaki. &L dapat terjadi pada setiap permukaan tubuh, baik lokal maupun keseluruhan, dan paling sering melibatkan kulit kepala, wajah dan telinga. &L dimulai dengan ditandai adanya papula eritematosa atau plak, biasanya di kepala atau leher. Lesi #enderung menyebar dan dapat terjadi penyumbatan "olikular dan adanya perubahan pigmen, umumnya hiperpigmentasi pada pinggiran, hipopigmentasi dengan atro"i, jaringan parut, dan telengie#tasia di tengah lesi.$ada permukaan epidermal lesi, terlihat terang atau bersisik, adanya kerutan akibat penekanan dari samping, yang merupakan tanda dari atro"i epidermal. &ari epidermis yang menipis ini, dapat terlihat
likuliku
pembuluh darah yang melebar (telangie#tasia) dan bagianbagian ke#il dari hipopigmentasi dan hiperpigmentasi. -
0
Gambar %. Gambaran Lesi 'a!a Pasien DLE !engan Per"ba(an Pigmen 'a!a &"lit. ($anjwani !. Early Dianosis and Treatment of
Discoid Lupus Erythematosus.)
$ada lesi kulit biasanya terdapat papulpapul berwarna merah terang yang berkembang menjadi pla+ue atau plak yang memiliki batas. -2 $lak mun#ul pada bagian kulit yang terkena sinar matahari. 'alau demikian, pada 5/ pasien &L, plak juga dapat mun#ul pada bagian kulit yang terhalang dari sinar matahari seperti kulit kepala yang berambut.2 $lak berbentuk bulat atau oval, dan dengan batas tidak teratur. !ering kali plak ini memperluas diri pada bagian pinggirnya, terjadi penurunan atau kemunduran pada bagian tengah, yang mengakibatkan depresi pada lesi, atro"i dan akhirnya terjadi jaringan parut. -2 +ambaran klinis yang sering di jumpai pada pasien &L yaitu malar rash, dan photosensiti!ity. Malar rash pada &L merupakan Chronic rashes.
)abel 1. )an!a !an Gejala !ari Pasien DLE
!umber ; ?nsawang B, Kulthanan K, hularojanamontri L, et al, Discoid lupus erythematosus- Description of *. cases and re!ie0 of their natural history and clinical course.
:
&L paling sering mun#ul dikarenakan paparan sinar matahari atau "otosensiti"itas, "otosensiti"itas berarti berkembangnya rash akibat radiasi ultraviolet (4) % yang berasal dari sinar matahari.7 Keterlibatan membran mukus terjadi kurang dari 5/ pasien &L. ?ni terjadi se#ara asimptomatik dan bertahan selama berbulanbulan atau bertahuntahun. Lesi sesekali mundur, tetapi biasanya berkembang dengan atro"i dan jaringan parut, yang menghan#urkan "olikel rambut sehingga menyebabkan alope#ia. Lesi dapat diperburuk oleh trauma dan #ahaya ultraviolet %.-2
Gambar *. Alo'e+ia 'a!a Pasien DLE. (!umber ; $anjwani !. Early
Dianosis and Treatment of Discoid Lupus Erythematosus.)
2.*
Diagnosis
&iagnosis &L tergantung pada gejala klinik
dan si"at erosi yang
ditemukan. $enampakan histopatologi se#ara kualitati" sama pada setiap bentuk dari penyakit, dan berguna dalam diagnosis L tapi tidak dalam menentukan subtipe klinis. $emeriksaan autoantibody berguna untuk menentukan adanya !L namun memiliki peran yang lebih terbatas dalam diagnosis &L. Karena kebanyakan kasus !L didahului dengan temuan &L, semua pasien dengan
tandatanda &L
harus dievaluasi dengan
komprehensi", pemeriksaan "isik lengkap pada kulit dan gejalagejala diluar keluhan kulit juga diperlukan. 1itung darah lengkap, pemeriksaan hati,
-
khususnya,
"ungsi
ginjal,
dan
pemeriksaan
autoantibodi
sangat
direkomendasikan untuk dilakukan. Komunikasi dengan pasien sangatlah penting untuk dilakukan agar semua proses yang dilakukan dapat berjalan dengan lan#er. ujukan dengan dokter spesialis yang ahli dalam bidang reumatologi,
ne"rologi,
dan
neurologi,
mungkin
diperlukan
jika
kekhawatiran untuk penyakit sistemik telah di#urigai. -3
2.*.1 Dermato'atologi
Eemuan histologi pada Lupus eritematosus berupa dermatitis dengan in"iltrat
selsel
mononuklear pada dermal#epidermal $unction,
degenerasi lapisan basal, peradangan perivaskular dan periadneJal, deposisi mu#in
dan
hiperkeratosis.
$ada
&L
dapat
jelas
menunjukkan peradangan yang luas dan dalam pada dermis. -3
2.*.2 Im"no'atologi
&alam kasus &L, pemeriksaan immunopathologi
pada lesi kulit
melalui imuno"luoresensi langsung sering menunjukkan deposisi imunoglobulin terutama ?g+ dan sering dilengkapi oleh komplemen khususnya 3. >amun, temuan ini mungkin ada pada penyakit jaringan ikat lainnya. Komponen imunitas ini juga ditemukan di dermal#epidermal $unction
kulit yang tidak mengalami lesi pada
pasien !L. !pesi"isitas diagnostik temuan ini ( uji %and lupus nonlesi) tinggi ketika tiga atau lebih imunoreaktan yang ditemukan, dan ketika spesimen diperoleh dari kulit yang terlindungi dari paparan sinar matahari dalam sebuah penelitian.-3
2.,
anajemen
%eberapa golongan obat diduga dapat menginduksi terjadinya &L, maka harus dilakukan pertimbangan untuk menghentikan penggunaan obat yang di#urigai tersebut. dukasi pasien untuk berhenti merokok juga sebaiknya dilakukan
sebagai
bukti
bahwa
merokok
se#ara
langsung
dapat
--
memperburuk penyakit &L dan mengganggu e"ektivitas terapi dengan agen antimalaria.-3
2.,.1 -oto'rote#si
$asien &L dan !L sangat "otosensiti" karena keadaan penyakit akan diperparah oleh paparan sinar 4. Konseling dengan pasien mengenai perlindungan terhadap paparan sinar matahari harus dilakukan. $asien harus disarankan untuk menghindari paparan langsung berkepanjangan dari sinar matahari, terutama selama tengah hari dan di saat musim panas. $enggunaan pakaian pelindung, termasuk pakaian anyaman rapat dan topi bertepi lebar, dan penggunaan tabir surya dan komponen kimia pelindung terhadap 4* dan 4% sangat penting disarankan. $aparan
sinar
matahari saat mengoperasikan kendaraan
dapat
signi"ikan bagi pasien &L, sehingga strategi perlindungan dari paparan langsung harus diperhatikan saat mengemudi.-3
2.,.2 &orti#osteroi!
Kortikosteroid topikal dapat membantu dalam pengobatan &L, tetapi biasanya tidak memadai sebagai monoterapi. $otensi sedang (misalnya triam#inolone a#etonide ,-/) ke potensi tinggi (misalnya #lobetasol propionat ,5/ dan betametason dipropionat ,5/) dapat digunakan dua kali sehari. !ediaan termasuk salep, krim, busa, lotion, dan gel. $ilihan sediaan tertentu mungkin berhubungan dengan keadaan dan pertimbangan dokter atau pasien. !alah satu uji #oba terkontrol menunjukkan peningkatan e"ektivitas potensi tinggi kortikosteroid topikal (9luosinonida krim ,5/) dibandingkan dengan potensi rendah topikal kortikosteroid (hidrokortison krim -/). +unakan 2 minggu dengan potensi tinggi diikuti oleh - 2 minggu dengan potensi ringan untuk mengurangi e"ek samping pada kulit seperti atro"i dan telangie#tasia.-3 Eerapi kortikosteroid ?ntralesi ( triam#inolone solusi 5- mg < mL) dapat digunakan untuk daerah lokal dari &L. Lesi diskoid
-2
hipertro"ik yang terlokalisasi, atau sangat sukar diobati maupun dengan gejala lesi bentuk lain dari L, mungkin patut
dalam
penerapan modalitas ini. Kebanyakan pasien dengan &L dan !L dengan lesi yang
luas akan memiliki lesi terlalu banyak untuk
dilakukannya pendekatan ini sehingga tidak praktis. Kortikosteroid oral (prednisone - mg < kg, 2 minggu) dapat membantu untuk mengontrol lesi yang luas, namun tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin karena e"ek samping kemungkinan berhubungan dengan dosis yang merugikan termasuk osteoporosis dan supresi adrenal.-3
2.,.% Topical Calcineurin Inhibitor
!alep topikal takrolimus dan krim pimekrolimus pada laporan kasus dan serangkaian kasus menunjukkan keberhasilan dalam mengobati &L. 1asil yang kurang maksimal mungkin dijumpai pada &L dengan lesi kulit yang tebal akibat kurangnya penetrasi obat. Hbat obat ini #enderung ditoleransi dengan baik dan #ukup e"ekti". !uatu penelitian yang dilakukan se#ara a#ak menunjukan e"ektivitas yang sama antara salep takrolimus dan #lobetasol untuk mengobati L pada wajah. &alam penggunaannya, obat ini sangat baik untuk kulit dan sangat berguna dalam mengobati atropi pada daerah wajah dan kelopak mata, disaat penggunaan jangka panjang kortikosteroid topikal harus dibatasi.-3
2.,.* etinoi! )o'i#al
Lesi hiperkeratosis &L merespon baik terhadap terapi dengan retinoid topikal. Eretinoin topikal dan taDarotene keduanya telah dilaporkan e"ekti" dalam terapi &L pada laporan kasus individual. "ek samping utama yang telah diketahui dari penggunaan obat ini adalah iritasi pada kulit.-3
2.,., Antimalaria
-3
Hbat antimalaria aminouinolone menunjukkan e"ikasi dan keamanan yang baik untuk terapi &L. !ebuah per#obaan yang dilakukan se#ara a#ak menunjukan respon yang baik di -5 dari 3 (5/) pasien yang diobati dengan hydro"ychloro+uine setelah 0 minggu terapi, dan lebih baik ditoleransi dibandingkan dengan penggunaan a#itretin. 1ingga 65/ dari pasien menunjukkan respon terhadap terapi agen tunggal atau kombinasi. Hydro"ychloro+uine sul"at merupakan agen yang direkomendasikan karena keberhasilan dan dapat ditoleransi baik oleh pasien. Eerapi awal dengan hydro"ychloro+uine diberikan 7.5mg < kg < hari dalam dosis terbagi (biasanya 2mg dua kali sehari) se#ara umum menunjukkan respon klinis dalam 23 bulan. Aika penggunaan agen ini tidak begitu direspon, mepa#rine (uina#rine) -mg < hari dapat ditambahkan). Aika respon terhadap terapi ganda tetap tidak memadai setelah tambahan dilakukan 7 minggu, klorokuin mg < kg < hari (biasanya 25mg
prednison,
aDathioprine,
dan
metotreksat.
$engobatan untuk -2 tahun dianjurkan untuk menekan aktivitas L kulit. Berokok dapat mengurangi e"ektivitas obat antimalaria melalui mekanisme yang tidak sepenuhnya dipahami. Karena kemungkinan adanya
e"ek retinopati pada penggunaan hydro"ychloro+uine dan
klorokuin,
pemeriksaan
optalmologi,
termasuk
pemeriksaan
"unduskopi dan pengujian bidang visual, harus dilakukan dan diulang pada interval yang rutin (tahunan untuk pasien yang berisiko setiap 5
tahun untuk
pasien tanpa
komplikasi).
dan
$emantauan
laboratorium rutin hematologi dan "ungsi hati biasanya dilakukan. -3
2.,./ Pengobatan &onvensional
-
$ilihan terapi yang dapat diberikan pada pasien &L meliputi methotreJate,
thalidomide,
aDathioprine,
dapson,
retinoid,
dan
klo"aDimin. Hbatobat ini sering digunakan dalam kombinasi dengan kortikosteroid oral dan antimalaria.-3
a. etotre#sat
Betotreksat
adalah
inhibitor
dihydrofolate
reductase yang
diberikan paling sering dalam sediaan oral sebagai dosis tunggal mingguan (-2 mg < minggu). Aika dosis tunggal tidak dapat ditoleransi, paling sering diakibatkan karena e"ek samping gastrointestinal.
BethotreJate
dapat
juga
diberikan
se#ara
subkutan, intramuskuler, atau intravena. &alam sebuah penelitian retrospekti" terhadap -3: pasien dengan L kulit yang sulit disembuhkan, 2 dari 3 (:0/) pasien yang diobati dengan metotreksat dosis rendah menunjukkan respon klinis yang positi". $enghentian terapi yang terkait e"ek samping pengobatan terjadi pada
tujuh
pasien
hepatotoksisitas
(-7/).
adalah
e"ek
!upresi samping
sumsum yang
tulang paling
dan
serius.
BethotreJate juga dikaitkan dengan "ibrosis paru, gangguan gastrointestinal, gangguan kesuburan, dan teratogenisitas. -3
b. )(ali!omi!e
Ehalidomide merupakan obat yang paling baik digunakan dari serangkaian obat dengan aksi #epat untuk mengobati L kulit. Bengantuk dan sembelit merupakan e"ek samping yang umum. >europati
peri"er
terutama
mempengaruhi
sara"
sensorik
merupakan e"ek samping yang paling menjadi perhatian utama. 1al ini biasanya berupa hilangnya sensasi anggota badan bagian bawah, dengan paresthesia yang menyakitkan pada tangan dan kaki, dan mungkin tidak dapat disembuhkan. !elain terkenal dengan risiko teratogenisitas, thalidomide juga dapat menyebabkan amenorrhea sekunder dan keadaan hiperkoagulasi.-3
-5
+. A0at(io'rine
*Dathioprine biasanya digunakan untuk mengobati L kulit yang sulit disembuhkan dimana pada suatu penelitian menunjukan
respon
klinis
terhadap
76/ pasien
pengobatan
dengan
menggunakan aDathioprine walaupun ada diketahui e"ek samping pengobatan berupa pankreatitis.-3
!. Da'son
&alam sebuah studi, -7 dari 33 (0/) pasien dengan &L menunjukkan respon klinis terhadap dapson, dengan setengah dari pasien menunjukkan respon yang sangat baik. &apson mungkin sangat berguna dalam pengobatan bentukbentuk yang sangat in"lamasi dari L, seperti bulosa !L dan lupus pro"undus, dan beberapa kasus in"lamasi &L. +angguan hematologi, ginjal, dan toksisitas hati mungkin terjadi, dan pemantauan laboratorium perlu untuk dilakukan.-3
e. etinoi! ral
etinoid oral termasuk isotretinoin dan a#itretin baik diberikan dengan dosis sekitar ,5- mg < kg < hari telah menunjukkan keberhasilan
dalam
mengobati
L
kulit,
khususnya
L
hiperkeratotik atau verru#ous. etinoid sistemik bukan merupakan strategi terapi jangka panjang untuk mengobati L kulit, mengingat tingginya e"ek samping merugikan yang dihasilkan seperti kekeringan mukokutan dan kekambuhan yang #epat terhadap aktivitas L kulit apabila pengobatan dengan agen ini dihentikan. Keduanya baik ?sotretinoin dan a#itretin sangat teratogenik.-3
f.
&lofa0imin
-7
&alam studi banding, klo"aDimin dikaitkan dengan peningkatan signi"ikan terhadap mani"estasi kulit dari !L di -2 dari -7 (65/) pasien dan sebanding dengan respon pasien yang diobati dengan klorokuin (- dari -6 02/). -3
2.,. Agen Im"nomo!"lator Bar"
!ebuah penelitian baru pada
pasien &L telah dilakukan dengan
menyuntikan e"aliDumab, sebuah antibodi monoklonal untuk &--a dalam pengobatan psoriasis se#ara subkutan dan menunjukkan perbaikan klinis di -2 dari -3 pasien yang diobati. "aliDumab se#ara sukarela telah ditarik dari pasar di tahun 2: karena diketemukan tiga kasus leukoen#ephalopathy
multi"okal progresi" pada pasien yang
telah menggunakan obat ini lebih dari 3 tahun. -3 L kulit telah dilaporkan merespon terhadap pengobatan dengan injeksi antitumor nekrosis "aktor (E>9), akan tetapi perlu di#atat bahwa agen antiE>9 sering dikaitkan dengan obat pemi#u L kulit (:2 kasus). Eerapi imunoglobulin intravena telah menunjukkan respon klinis yang baik yang dibuktikan pada seri kasus -2 pasien dengan L kulit, remisi lengkap atau medekati lengkap terlihat pada lima pasien (2/) dan respon parsial terlihat pada dua pasien (-6/). -3
-6
BAB III ING&ASAN
Discoid Lupus Erythematosus (&L) merupakan suatu penyakit autoimun yang menyerang kulit, dengan #iri khas erythema, atropik plaue pada bagian sentral dengan hipopigmentasi, dan bagian tepi yang mengalami hiperpigmentasi. -,2,3 %eberapa "aktor yang diduga menjadi penyebab &L adalah radiasi ultraviolet (4), hormon estrogen, dan hubungan dengan Human Leucocyte Antien (1L**-, 1L*%6, 1L*%0, 1L*&2, dan 1L*&3). 2,3,,5,7,6,0 &L dapat terjadi pada setiap permukaan tubuh, baik lokal maupun keseluruhan, dan paling sering melibatkan kulit kepala, wajah dan telinga. &L dimulai dengan ditandai adanya papula eritematosa atau plak, biasanya di kepala atau leher. Lesi #enderung menyebar dan dapat terjadi penyumbatan "olikular dan adanya
perubahan
pigmen,
umumnya
hiperpigmentasi
pada
pinggiran,
hipopigmentasi dengan atro"i, jaringan parut, dan telengie#tasia di tengah lesi. -,-,-&iagnosis &L tergantung pada gejala klinik
dan si"at erosi yang
ditemukan. $enampakan histopatologi se#ara kualitati" sama pada setiap bentuk dari penyakit, dan berguna dalam diagnosis L tapi tidak dalam menentukan subtipe klinis. &apat dilakukan dermatopatologi dan imunopatologi untuk mendiagnosis &L.-3 $ilihan terapi yang dapat
diberikan pada
pasien
&L
meliputi
methotreJate, thalidomide, aDathioprine, dapson, retinoid, dan klo"aDimin. Hbat obat ini sering digunakan dalam kombinasi dengan kortikosteroid oral dan antimalaria.-3
-0
DA-)A PUS)A&A
1. $anjwani !. Early Dianosis and Treatment of Discoid Lupus Erythematosus.
A*%9B. 2: 22;27 I2-3. 2. %ajaj &, &evrajani %, Batlani %L. Discoid Lupus Erythematosus- A Profile 1ournal of the Collee of Physicians and Sureons Pakistan . 2-. 4ol. 2 (7); 37-37. %. Kuhn *, Lehmann $, uDi#ka E. Cutaneous Lupus Erythematosus Spriner# %erla &erlin. 1eidelberg. 25. *. Auanda *. ?lmu $enyakit Kulit dan Kelamin. %adan $enerbit 9akultas Kedokteran niversitas ?ndonesia. Aakarta. 2-. ,. Kuhn *, %ijl B. Pathoenesis of cutaneous lupus erythematosus, SA2E Publication. +ermany. 20. /. ?nsawang B, Kulthanan K, hularojanamontri L, et al, Discoid lupus erythematosus- Description of *. cases and re!ie0 of their natural history and clinical course. 1 of Clinical 3mmunoloy and 3mmunopatholoy )esearch . 2-. 4ol. 2(-), pp. -0. . Benke A, 1su B, %yrne KE, et al. Sunliht Triers Cutaneous Lupus throuh a CS(#*#Dependent Mechanism in M)L# (as lpr Mice, The 1ournal of 3mmunoloy, 20. -0-;6376636:. 3. &eng +B, Liu L, Kyttaris 4, et al. Lupus Serum 32 3nduces Skin 3nflammation throuh the T'()* Sinalin Path0ay Skin . The 1ournal of 3mmunoloy . 2-. -0, p.6-56-7. 4. $arra *E,+uttiereD +E,Burillo +, et al. Pimecrolimus *4 cream for the treatment of discoid lupus erythematosus. HJ"ord niversity $ress. 25. -. Kumar 4, otran !, obbins !L. The Skin in )obbins &asic Patholoy 5th Edition. $hiladelphia; lsevier !aunders. 2-. p.-250-25:. --. %ertsias +, ervera , %oumpas &E. Systemic Lupus Erythematosus Pathoenesis and Clinical (eatures in E6LA) Te"tbook on )heumatic Diseases . 2-2. p.0607. -2. 'illiams, &!. hroni# utaneous (&is#oid) Lupus rythematosus. 1 3nsur Med . 26. 36 ; p.6I6-. -3. 'alling 1', !ontheimer &. Cutaneous Lupus Erythematosus - 3ssues in Dianosis and Treatment . *m A lin &ermatol. 2:.
-: