Ilmu Bedah
CATATAN TUTORIAL OPTIMA BEDAH
ATLS Tetanus Trauma Thorax Trauma Uretra Peritonitis Hernia Ileus Obstruktif Sindroma Kompartment Fraktur Phimosis Labiopalatoshisis Limb ischemia Kelainan kongenital GI Masalah payudara
• • • • • • • • •
Pembahasan Bedah Bedah Plastik Bedah Digestive Bedah Urologi Bedah Orthopaedi & Traumatology Bedah Anak Bedah Onkologi Bedah Thorax Kardio Vaskuler Bedah Umum Bedah Saraf
ATLS • Primary Survey – Airway – Breathing – Circulation
• Secondary Survey – Simple pneumothorax – Open pneumothorax (sucking chest wound) – Flail chest – Hemothorax masive – Kontusio paru
• Airway/ jalan nafas: pastikan jalan nafas paten dan control cervikal – pertama dilakukan bila ada trauma mayor yang mengenai jalan nafas – Patensi jalan nafas dan pertukaran udara sebaiknya dinilai dengan mendengarkan pergerakan udara melalui hidung, mulut, lapang paru dari pasien – Inspeksi : orofaring untuk liat adanya obstruksi benda asing dan mengamati adanya retraksi otot intercostalis dan supraklavikular – Observasi Stridor (obstruksi saluran nafas atas) atau perubahan bermakna pada kualitas suara (jika pasien mampu bersuara)
ATLS 8th Edition, Bab 4 : Trauma Toraks
Primary Survey • • •
•
Breathing/ pernafasan: pastikan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat Dada dan leher harus diperiksa menyeluruh untuk menilai pernafasan dan vena leher. Tanda trauma toraks atau hipoksia : peningkatan kecepatan pernafasan dan perubahan pola pernafasan, khususnya pernafasa yang makin dangkal. Cirlutation/ sirkulasi : memastikan fungsi sirkulasi dan menghentikan perdarahan
•
Disability – Evaluasi neurologi dasar – Skor GCS – Respon Pupil
•
Environment
– memastikan lingkungan sekitar aman bagi penolong maupun pasien, misal menghangatkan, mengeringkan, dsb – Buka semua pakaian pasien untuk evaluasi menyeluruh
• Derajat kesadaran • Warna kulit dan temperatur • Kecepatan nadi, isi dan equalitas
Algoritma Initial Assessment ATLS
Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi • Penilaian – Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan control servikal in-line immobilisasi – Tentukan laju dan dalamnya pernapasan – Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya. – Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor – Auskultasi thoraks bilateral
• Pengelolaan – – – – –
Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit) Ventilasi dengan Bag Valve Mask Menghilangkan tension pneumothorax dekompresi Menutup open pneumothorax kasa kedap udara dengan plester di tiga sisi Memasang pulse oxymeter
• Evaluasi
Circulation dengan kontrol perdarahan •
Penilaian – – – –
Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal Mengetahui sumber perdarahan internal Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera. – Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis. – Periksa tekanan darah
•
Pengelolaan – Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal – Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah. – Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA). – Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat. – Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa. – Cegah hipotermia
•
Evaluasi
• Disability • Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS • Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi • Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation. • Exposure/Environment • Buka pakaian penderita • Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
Secondary Survey
• komponen:
A. History : – Allergic Medication Past illness Last meals Event (AMPLE) B. Physical exam : head to toe
C. Every orrifice examination D. Complete Neurological examination E. Special diagnostic tests
F. Re-evaluation
Pencegahan Tetanus Pasca Trauma
Tetanus
• • • • •
• • •
•
Hemotoraks Terkumpulnya darah pada ruang pleura Etiologi : laserasi pembuluh darah di rongga dada Penimbunan darah pada rongga dada akan mendesak jantung dan pembuluh darah di ronggga dada Dapat menampung hinggga 1,5 l darah di masing-masing kavum thorax. Sumber perdarahan: arteriintercostalis atau arteri mamaria interna (85%), a. torakalis interna, parenkim paru dan jantung. Perdarahan jarang melibatkan pembuluh darah besar seperti arkus aorta, vena azygos, dan vena cava. Klinis: Sesak napas, Nyeri, Frothy, Bloody Sputum, Takikardi, Takipnoe, Gerakan dada tertinggal saat ekspirasi, Fremitus melemah, Suara napas melemah, Anxiety/Restlessness, syok, Flat Neck Veins Tatalaksana – – – – – – –
ABC’s with c-spine control WSD : preventif, diagnosis, kuratif Resusitasi cairan sesuai dengan jumlah kehilangan darah Darah yang banyak di rongga pleura menyebabkan berkurangnya volume paru, empyema, dan kerusakkan diafragma Indikasi torakotomi : 3-5 cc/kgbb/jam dalam 3 jam berturut >5 cc/kg bb dalam 1 jam
Trauma Thorak • • •
•
• •
Simple/Closed Pneumothorax Terdapatnya udara / gas dalam rongga pleura Pneumotoraks karena trauma hubungan antara rongga dada dan dunia luar, melalui luka dinding dada menembus pleura parietalis atau luka di jalan nafas sampai ke pleura viseralis. Bila luka penyebab tetap terbukatidak ada tekanan negatif yang menariknya, sedangkan jaringan paru elastis paru akan menguncup (kolaps). Klinis: Nyeri dada, sesak, Takipnoe, Menurunnya suara napas Tata laksana : – – –
ABC’s with C-spine control Airway Assistance WSD
• • •
•
•
•
Open Pneumothorax Pneumotoraks terbuka/ open pneumothorax (sucking chest wound) Pneumotoraks terbuka (open) terjadi akibat adanya defek yang besar pada dinding dada sehingga tekanan di dalam rongga dada dan tekanan atmosfer seimbang. Pada setiap fase inspirasi, udara dapat masuk melalui defek tersebut dan mengganggu proses ventilasi efektif sehingga dapat menyebabkan hipoksia dan hiperkarbia. Klinis: Sesak, Nyeri yang sangat, Empisema subkutan, Menurunnya suara napas, Bubble darah pada luka, Sucking wound (+) Tata laksana – ABC’s with c-spine control – High Flow oxygen – Tutupi luka dengan occlusive dressing dan plester di tiga sisi – WSD
• • • •
•
Tension Pneumothorax Pneumotoraks yang progresif dan cepat. Membahayakan jiwa penderitadalam waktu singkat. Mekanisme ventile. Penekanan mediastinum hebat penurunan cardiac output Klinis:Keluhan sesak nafas yang progresif dan berat.Tanda2 hipoksia: sianosis, takipneu, hunger of air. Trias: hipotensi, jvp meningkat, hipersonor. Pemeriksaan cepat: inspeksi, perkusi dan aukultasi. Tata laksana – ABC’s with c-spine – Needle Decompression: • • •
Pada sela iga II/III garis midclavikula Insersi iv cath 14 G/ lebih pada tepi atas costa III/IV Hindari insersi pada tepi bawah krn terdapat N.A.V intercostalis
– High Flow oxygen
http://emedicine.medscape.com/
Open Pneumothorax
Causes the lung to collapse due to increased pressure in pleural cavity Can be life threatening and can deteriorate rapidly
Th/ : • ABC’s with c-spine control as indicated • High Flow oxygen • Listen for decreased breath sounds on affected side • Apply occlusive dressing to wound • Notify Hospital and ALS unit as soon as possible
http://www.cssolutions.biz
Occlusive dressing
Hemothorax
• Hemotoraks ialah terdapatnya darah di dalam rongga pleura. Kondisi tersebut disebabkan oleh laserasi pembuluh darah interkostal atau arteri mammaria interna atau laserasi paru, dapat dicetuskan oleh trauma tembus atau tumpul. Hemotoraks yang besar dan akut dapat terlihat pada foto toraks, seperti gambaran efusi pleura, yaitu radioopak May put pressure on the heart
S/S of Hemothorax • • • • •
Anxiety/Restlessness Tachypnea Signs of Shock Frothy, Bloody Sputum Diminished Breath Sounds on Affected Side • Tachycardia • Flat Neck Veins
Treatment for Hemothorax • Memerlukan pemasangan chest tube/water sealed drainage (WSD). Jika volume darah yang diperoleh 1500 ml dari tube atau lebih dari 200 ml/jam selama 2-4 jam, operasi eksplorasi direkomendasikan.
Flail Chest
http://emedicine.medscape.com/article/433779
FLAIL CHEST
Fraktur segmental dari tulang-tulang iga yang berdekatan, sehingga ada bagian dari dinding dada yang bergerak secara independen
Flail chest: • Beberapa tulang iga • Beberapa garis fraktur pada satu tulang iga
The first rib is often fractured posteriorly (black arrows). If multiple rib fractures occur along the midlateral (red arrows) or anterior chest wall (blue arrows), a flail chest (dotted black lines) may result.
http://emedicine.medscape.com/
Treatment ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi Analgesik kuat intercostal blocks Hindari analgesik narkotik Ventilation membaik tidal volume meningkat, oksigen darah meningkat Ventilasi tekanan positif Hindari barotrauma Chest tubes bila dibutuhkan Perbaiki posisi pasien Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman dan membantu mengurangi nyeriPasien miring pada sisi yang terkena Aggressive pulmonary toilet Surgical fixation rarely needed Rawat inap24 hours observasion
Tamponade Jantung • Akumulasi darah/cairan pada rongga pericardium • Etiologi : – Neoplasma – Perdarahan pada : Trauma tumpul/tembus dada, Ruptur dinding ventrikel, Diseksi aorta – Trias beck : • Hipotensi • JVP meningkat • Suara jantung menjauh
– Pada PF ditemukan pulsus parodoksus
• Tata laksana – – – – – –
ABC’s dengan c-spine control High Flow oxygen Cardiac Monitor IV access besar Pericardiocentesis Bedah : pericardial window
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html
“Water bottle configuration" bayangan pembesaran jantung yang simetris
• Dicurigai Tamponade jantung: – Echocardiography – Pericardiocentesis • Dilakukan segera untuk diagnosis dan terapi
• Needle pericardiocentesis – Sering kali merupakan pilihan terbaik saat terdapat kecurigaan adanya tamponade jantung atau terdapat penyebab yang diketahui untuk timbulnya tamponade jantung
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf
Trauma Uretra • Curiga adanya trauma pada traktus urinarius bag.bawah, bila: – Terdapat trauma disekitar traktus urinarius terutama fraktur pelvis – Retensi urin setelah kecelakaan – Darah pada muara OUE – Ekimosis dan hematom perineal
Uretra Anterior: • Anatomy: – Bulbous urethra – Pendulous urethra – Fossa navicularis
•
•
Therapy: – Cystostomi – Immediate Repair
Etiologi: – Fraktur tulang Pelvis
•
Gejala klinis: – – – –
Gejala Klinis: – Disuria, hematuria – Hematom skrotal – Hematom perineal akan timbul bila terjadi robekan pada fasia Buck’s sampai ke dalam fasia Colles‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum – will be present if the injury has disrupted Buck’s fascia and tracks deep to Colles’ fascia, creating a characteristic ‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum
•
– Prostatic urethra – Membranous urethra
Etiologi: – Straddle type injuries – Intrumentasi – Fractur penis
•
Uretra Posterior : • Anatomy
•
Darah pada muara OUE Nyeri Pelvis/suprapubis Perineal/scrotal hematom RT Prostat letak tinggi atau melayang
Radiologi: – Pelvic photo – Urethrogram
•
Therapy: – Cystostomi – Delayed Repair
• Don't pass a diagnostic catheter up the patient's urethra because:
• Retrograde urethrography
– The information it will give will be unreliable. – May contaminate the haematoma round the injury. – May damage the slender bridge of tissue that joins the two halves of his injured urethra Posterior urethral rupture above the intact urogenital diaphragm following blunt trauma http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
– Modalitas pencitraan yang utama untuk mengevaluasi uretra pada kasus trauma dan inflamasi pada uretra
Appendisitis • Appendisitis merupakan peradangan appendiks vermivormis, penyebab nyeri abdomen akut paling sering, hampir 10% populasi akan mengalami appendisitis akut • Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI 2012), dokter umum harus dapat membuat diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang, memutuskan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien, serta merujuk ke spesialis yang relevan kasus appendisitis akut (kategori 3B).
35
DIAGNOSIS ALVARADO SCORE Gejala
Tanda
Lab
Nyeri berpindah Anorexia Mual/muntah Nyeri kanan bawah Rebound Peningkatan suhu Leukositosis Hitung leukosit bergeser ke kiri
9-10 (almost certain) harus segera operasi 7-8 (high likehood) dipastikan dengan pencitraan abdomen 5-6 (compatible) dipastikan dengan pencitraan abdomen 0-4 (extremely unlikely, but not immposible) observasi
1 1 1 2 1 1 2 1 Total poin 10
36
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran USG pada appendiks normal(A) dan appendisitis yang mengalami distensi dan penebalan dinding (B)
CT scan appendiks dengan distensi (tanda panah) dan cairan periapendiceal (kepala panah) 37
DIAGNOSIS BANDING Masalah Appendisitis akut
Proses Lokasi Inflamasi akut appendiks, Nyeri periumbilikal, diikuti distensi dan obstruksi nyeri di kuadran kanan bawah Ulkus peptikum & ulkus di mukosa Epigastrik, dapat terasa dispepsia lambung/infeksi H, pylori sampai ke punggung Pankreatitis akut Peradangan akut pada Epigastrik, dapat menjalar ke pankreas punggung Divertikulitis akut Inflamasi akut divertikulum Kuadran kiri/kanan bawah kolon Obstruksi usus akut Sumbatan lumen usus Usus halus: periumbilikal, (mekanik) akibat adhesi/herniasi kuadran atas abdomen Kolon: kuadran bawah kolon atau general Nyeri abdomen PID, KET, gangguan adnexa Kuadran bawah abdomen akut pada wanita
Diagnosa CT scan
Endoskopi Serum amylase /lipase, CT scan CT scan Barium enema
Pemeriksaan pelvis, USG38 atau
TATALAKSANA Umum • Cairan parenteral • Tirah baring • Diet rendah serat • Pembedahan pengangkatan appendiks (apendektomi) • Obat pencahar, analgesik dan antibiotik tidak diberikan bila diagnosis masih diragukan.
Medikamentosa • Bila diagnosis sudah tegakkan, terapi antibiotik: – infeksi ringan-sedang: cefoxitin, cefotetan, atau asam tikarsilinklavunat – infeksi berat: cephalosporin generasi ketiga, monolactam, atau aminoglikosida dan ditambahkan antibiotik anaerob seperti klindamisin atau metronidazol
39
PERITONEUM Peritoneum merupakan membrane serosa yang terletak pada rongga abdomen, terdiri atas mesotel serta jaringan ikat areolar • Visceral peritoneum: Peritoneum yang melapisi organ-organ visceral • Parietal peritoneum: Peritoneum yang melapisi rongga abdomen dan pelvis.
Lipatan Besar Pada Peritoneum: Greater omentum
• Lipatan peritoneum yang menggantung seperti celemek dari greater curvature lambung hingga duodenum, dan kembali ke bagian anterior mesokolon.
Lesser omentum
• Menghubungkan lesser curvature lambung dan duodenum ke liver
Ligamentum falciform
menghubungkan liver dengan dinding abdomen serta diafragma
Mesenterium
Lipatan seperti kipas yang menghubungkan usus halus dengan dinding abdomen posterior
Mesokolon
• Menghubungkan kolon transverum dan kolon sigmoid ke dinding posterior abdomen
Sumber: Tortora, G. J. (2009). Principle of Human Anatomy and Physiology 12th edition
Sumber: Moore, K. L. (2006). Clinically Oriented Anatomy
PERITONITIS • Peritonitis adalah inflamasi membran serosa yang melapisi rongga abdomen dan organ yang ada di dalamnya. Peritonitis adalah peristiwa mengancam jiwa yang sering disertai dengan bakterimia dan gejala sepsis.
KLASIFIKASI PERITONITIS PRIMER • Terjadi melalui penyebaran hematogen atau limfatik. • Organisme paling sering menjadi penyebab adalah gram (-) bakteri seperti E coli. • Gejala paling sering adalah demam.
PERITONITIS SEKUNDER • Peritonitis sekunder berkembang ketika bakteri mengontaminasi rongga peritoneum akibat kebocoran intraabdomen • Perforasi bilioenterik (perforasi gaster, colon), kebocoran anastomosis, pankreatitis terinfeksi.
PERITONITIS TERSIER • Terjadi pada infeksi intraabdominal persisten yang berespon terhadap operasi, akibat infeksi nosokomial
DIAGNOSIS ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
• Adanya nyeri perut yang tiba-tiba • nyeri tumpul seluruh perut • Rasa nyeri semakin bertambah dengan pergerakan dan penekanan. • Keluhan disertai demam
• Demam>38 • Takikardi. • Dapat terjadi syok sepsis • Distensi abdomen • Bising usus menurun atau berkurang • Terdapat nyeri tekan, nyeri lepas • Rigiditas dinding abdomen
PEMERIKSAAN PENUNJANG • X-Ray abdomen 3 posisi. • USG Abdomen melihat adanya koleksi cairan • Pemeriksaan darah rutin
TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA: • penisilin intravena, atau cefoxitin 4 kali 2gr/hari 4dd1 • levofloxacin 750 mg 4 kali sehari • seftriaxone 2 gram 4 kali sehari • 500 mg 3 kali sehari. • Pasien di ICU imipenem 500 mg 4 kali sehar intravenai, meropenem 1 gram 3 kali sehari.
• Terapi Pembedahan • Pada peritonitis sekunder yang diakibatkan oleh perforasi organ, memerlukan pembedahan dengan laparotomy untuk mereparasi organ yang mengalami perforasi serta membersihkan pus
Hernia
/VENTRAL HERNIA
Hernia Location and Nomenclature
Additional: Spigellian hernia: very rare, a hernia through the spigelian fascia and in most cases, it has a small size Ventral hernia: hernia in the abdominal wall, for example: incisional, umbilical and paraumbilical hernia
• • •
Tipe Hernia
Definisi
Reponible
Kantong hernia dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible
Kantong hernia tidak dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga peritoneum
Incarserated
Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong hernia
Strangulated
Obstruksi dari pasase usus dan Obstruksi vaskular dari kantong herniatanda-tanda iskemik usus: bengkak,nyeri,merah
Indirek mengikuti kanalis inguinalis Karena adanya prosesus vaginalis persistent The processus vaginalis outpouching of peritoneum attached to the testicle that trails behind as it descends retroperitoneally into the scrotum. DirekTimbul karena adanya defek atau kelemahan pada fasia transversalis dari trigonum Hesselbach
http://emedicine.medscape.com/article/
ILEUS • Ileus merupakan gangguan pasase usus. Gangguan pasase tersebut dapat terjadi karena sumbatan (obstruktif/mekanik) maupun karena kelumpuhan otot – otot usus (paralitik). Obstruction Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan karena adanya kelainan struktural sehingga menghalangi gerak peristaltik usus. Partial or complete Simple or strangulated
Ileus Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari gerakan peristaltik usus
Etiologi • Ileus Paralitik – Komplikasi pasca pembedahan – Peritonitis – Ileus strangulata – Infeksi berat – Gangguan metabolik – Gangguan elektrolit – Fraktur pelvis – Pankreatitis – Iskemia mesenterika – Gangguan neurologis
• Ileus Obstruktif – Keganasan – Riwayat pembedahan – Sliding hernia – Volvulus – Invaginasi – Benda asing – Crohn disease – Divertikulitis
Penyebab- Usus Halus Luminal
Mural
Extraluminal
Benda asing Bezoars Batu Empedu Sisa-sisa makanan
Neoplasims lipoma polyps leiyomayoma hematoma lymphoma carcimoid carinoma secondary Tumors Crohns TB Stricture Intussusception Congenital
Postoperative adhesions
A. Lumbricoides
Congenital adhesions Hernia Volvulus
Lokasi Ileus dan Gejalanya
Tabel 3. Lokasi ileus berdasarkan gejala yang muncul. Siegenthaler W. Ileus. In: Differential Diagnosis in Internal Medicine, From Symptom to Diagnosis. Thieme, New York 2007.
1. Anamnesis The Universal Features Nyeri kolik (Colicky abdominal pain), muntah, konstipasi (absolute), distensi abdominal. Anamnesis Lengkap
High •Pain is rapid •Vomiting copious and contains bile jejunal content
•Abdominal distension is limited or localized •Rapid dehydration
Distal small bowel •Pain: central and colicky •Vomitus is feculunt •Distension is severe •Visible peristalsis •May continue to pass flatus and feacus before absolute constipation
Colonic • Preexisting change in bowel habit •Colicky in the lower abdomin •Vomiting is late •Distension prominent •Cecum ? distended
Persistent pain may be a sign of strangulation Relative and absolute constipation
2. Pemeriksaan Fisik General •Vital signs: P, BP, RR, T, Sat •dehydration •Anaemia, jaundice, LN •Assessment of vomitus if possible •Full lung and heart examination
Abdominal
Others
•Abdominal distension and it’s pattern •Hernial orifices •Visible peristalsis •Cecal distension •Tenderness, guarding and rebound •Organomegaly •Bising Usus
Systemic examination If deemed necessary. •CNS •Vascular •Gynaecological •muscuoloskeltal
–High pitched (metallic sound) –Meningkat –Menghilang
•Rectal examination
• Darm konturterlihatnya bentuk usus pada dinding abdomen • Darm Steifung—terlihatnya gerakan peristaltik pada dinding abdomen
Diagnosis • Suara usus akan meningkat saat dilakukan auskultasi pada pasien dengan ileus dan akan hilang jika dalam perkembangan ileus mekanik berubah menjadi ileus paralitik. • Gerakan peristaltik intestinum yang abnormal (kekakuan) yang disebabkan oleh stenosis intestinum akan dapat dirasakan pada saat palpasi. • Pada kasus tertentu, tanda ini dapat dilihat pada saat inspeksi abdomen. • Gambaran radiologis abdomen akan tampak intestinum yang terdistensi dan air – fluid level • Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat membantu diagnosis untuk melihat distensi dan gerakan usus yang patologis. • Menentukan lokasi ileus dapat dilakukan dengan melihat adanya muntah, nyeri, meteorismus, retensi gas dan feses (tabel 3)
Pemeriksaan Radiologis Posisi: Supine, tegak dan CXR Pola udara dalam usus: • •
Gastric, Colonic and 1-2 small bowel
Fluid Levels: • •
Gastric 1-2 small bowel
Periksa udara pada 4 area: 1. 2. 3. 4.
Caecal Hepatobiliary Udara bebas dibawah diaphragma Rectum
Periksa adanya kalsifikasi Periksa adanya massa, psoas shadow Periksa adanya feses
The Difference between small and large bowel obstruction Large bowel •Peripheral ( diameter 8 cm max) •Presence of haustration
Small Bowel •Central ( diameter 5 cm max) •Vulvulae coniventae •Ileum: may appear tubeless
Radiologi: Supine dan tegak(LLD) A. B.
Sensitivitas: 60% (sampai 90%) Yang dapat ditemukan: 1. 2. 3. 4.
Distensi usus pada proksimal dari obstruksi Usus kolaps pada distal dari obstruksi Posisi tegak atau LLD: Air-fluid levels Posisi Supine a. Sharply angulated distended bowel loops b. Step-ladder arrangement or parallel bowel loops
Komplikasi • Frekuensi pernafasan akan meningkat karena intoksikasi dan distensi yang berlebih. • Distensi yang berlebih tersebut menyebabkan diafragma tertekan sehingga nafas menjadi cepat. • Tampak mata cekung dengan halo di sekitar mata dan sudut bibir menjadi pucat.
Tatalaksana Awal di UGD
Indikasi operasi segera
• • • • • • •
• Adanya strangulasicontoh: hernia • Adanya tanda-tanda peritonitis yang disebabkan karena perforasi atau iskemia
• •
• • •
Resusitasi ABC bila pasien tidak stabil Air way (O2 60-100%) Infus 2 akses vena bila dibutuhkan Infus kristaloid sesuai kondis pasien Pemeriksaan laboratorium Dekompresi dengan Naso-gastric tube Pemasangan kateter urin monitor output urin setiap jam balans cairan ketat Antibiotik IV (tidak ada bukti yang jelas) Pemasangan CVP Bila dikhawatirkan akan terjadi pemberian cairan yang berlebih Follow-up hasil lab dan Koreksi ketidakseimbangan elektrolit Perawatan di intermediate care Rectal tubes hanya dilakukan pada Sigmoid volvulus.
Compartement Syndrom • Definisi: adalah gejala kompleks disebabkan oleh peningkatan tekanan cairan jaringan dalam • •
•
suatu kompartemen (yang dibatasi oleh suatu jaringan fibro osseus) dari anggota gerak yang mempengaruhi sirkulasi dan fungsi jaringan dalam kompartemen tersebut lebih dari 30 mmHg. Kompartemen terdiri dari otot, arteri, vena dan saraf dalam suatu ruangan yang meliputi (dibatasi) oleh jaringan osseofacial. Mekanisme kejadiannya - meningkatnya volume dalam ruang anatomy - berkurangnya ruangna utk volume - kombinasi keduanya
7‘Ps’: – Pain (nyeri) – Paresthesia – Paralysis – Pallor (pucat) – Pulselessness (hilangnya pulsasi) – Poikiloterm (dingin) – puffiness (kulit yang tegang)
Diagnosis •
• • • • • • • •
•
a. Nyeri: nyeri yang dalam, terus menerus, dan tidak terlokalisir (pain at rest) serta regangan pasif dari otot-otot yang terkena akan menimbulkan nyeri yang hebat (pain on passive movement). Pemeriksaan ini, lebih-lebih bila disertai parestesia di sepanjang distribusi saraf sensoris yang melalui kompartemen, merupakan tanda kompartemen syndrome yang paling terpercaya. b. Parestesia, sesuai dengan dermatom saraf yang bersangkutan. Dari dermatomnya kita dapat memperkirakan saraf yang lesi sekaligus mengetahui kompartemen mana yang mengalami proses patologis. c. Paresis/paralysis d. Hilangnya denyut nadi (pulselessness), terjadinya lambat kadang tidak terjadi sama sekali e. Kulit di atas kompartemen tegang f. Pengukuran tekanan intra kompartemen Sebenarnya secara klinis sindroma kompartemen sudah dapat ditegakkan, akan tetapi pada penderita-penderita yang tidak kooperatif atau tidak dapat dipercaya (uncooperative/unreliable patient), penderita yang tidak sadar (unresponsive patient) serta pada adanya defisit neurologis. Secara umum, apabila tekanan intra kompartemen melebihi 30 mmHg penderita harus diobservasi ketat, fasciotomi dilakukan bila tekanan di atas 40 mmHg.
• Pain : sakit yang berlebihan setelah timbul cedera • Muncul sakit saat peregangan pasif and nyeri saat perabaan kompartment yang terlibat • Th/ Fasciotomy
Willis &Rorabeck OCNA 1990
DISORDER Buerger dis
ONSET Chronic
ETIOLOGY
CLINICAL feat
Segmental vascular inflamation
Intermitten claudicatio
Acute limb ischemia Acute
Emboli, trombus
Pain, pallor, pulseless,parestesi, poikilotermi
DVT
Acute/chronic
Venous stasis
Pain and limb edema
Compartement syndrom
acute
Edema of the tissue, trauma
5P :Pain, pallor, parestesia, paralisis, pulseless
Chronic limb ischemia
Chronic/acute
Atherosclerosis
Intermiten claudicatio
25. Fraktur •
•
Fraktur adalah putusnya kontinuitas struktur tulang. fraktur dapat hanya berupa retakan hingga suatu patah tulang yang hingga merusak jaringan lunak di sekitarnya. Kontinuitas Tulang – Fraktur Komplit: terjadi apabila tulang patah menjadi 2 atau lebih fragmen yang terpisah satu sama lain. Berdasarkan garis frakturnya terbagi menjadi transversa, segmental, dan spiral. – Fraktur Inkomplit: terjadi apabila tulang tidak sepenuhnya patah karena periosteumnya masih utuh. Berdasar bentuknya dibagi menjadi fraktur greenstick di mana sering terjadi pada anak-anak karena tulang yang masih relatif lebih elastis atau jenis fraktur buckle/ torus di mana tulang terbengkok. Jenis fraktur inkomplit yang lain adalah fraktur kompresi.
•
Mekanisme/ Penyebab – Trauma: sebagian besar fraktur disebabkan oleh trauma di mana gaya yang dikenakan tulang lebih besar dari resistensi tulang. – Fatique/ Stres Repetitif: suatu trauma atau tekanan yang repetitif dalam jangka waktu yang lama karena pekerjaan berat (atlet, pedansa, militer, dsb) menyebabkan fraktur-fraktur mikroskopik yang menyebabkan proses resorbsi menjadi lebih cepat dibanding deposisinya. Akhirnya kekuatan tulang menjadi lemah dan terjadi fraktur. – Patologis: fraktur yang terjadi pada kekuatan yang pada kondisi normal tidak menyebabkan fraktur. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya penyakit/ kondisi tertentu yang menyebabkan tulang menjadi rapuh, pada osteoporosis, osteosarkoma, osteogenesis imperfekta, kista tulang, dsb
• Hubungan Fragmen Fraktur dengan Dunia Luar • - Fraktur Tertutup: apabila tidak terdapat hubungan antara tulang yang fraktur dengan dunia luar. Kulit dipastikan intak. • - Fraktur Terbuka: apabila kontinuitas kulit terganggu sehingga memungkinkan adanya kontak antara tulang yang fraktur dengan dunia luar.
• •
Fraktur Terbuka (Klasifikasi Gustilo-Anderson) (Sumber: Greene, Walter B., dkk. 2006. Netter’s Orthopaedics, 1st edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.)
• Posisi Fraktur (Klasifikasi Muller) • Fraktur Diafisis: terjadi apabila garis fraktur terdapat pada diafisis atau bagian tengah tulang, terbagi menjadi fraktur simpleks, wedge, dan kompleks/ kominutif. • Fraktur Distal dan Proksimal: terjadi apabila garis fraktur mengenai bagian metafisis dan/ atau epifisis, terbagi menjadi fraktur ekstraartikular, atrikular parsial, dan artikular komplit
Klasifikasi Fraktur Menurut Muller (b) simpleks; (c) wedge; (d) kominutif; (e) ekstra-artikular; (f) parsial artikular; (g) komplit artikular (Sumber: Solomon, Louise, dkk. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 9th edition. London: Hodder Arnold.)
• Kontak Fragmen Tulang • Undisplaced: merupakan kondisi di mana ujung-ujung fragmen fraktur saling bertemu (aposisi baik). • Displaced: merupakan kondisi di mana ujung-ujung fragmen fraktur tidak saling bertemu (aposisi buruk), paling sering dikarenakan oleh adanya gerakan. Proses pergeseran yang mungkin terjadi adalah translasi (pergeseran transversal), angulasi (menyudut), rotasi, dan perubahan panjang (pemendekan/ shortening)
• Tipe Displacement • (Sumber: Greene, Walter B., dkk. 2006. Netter’s Orthopaedics, 1st edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.)
PEMERIKSAAN FRAKTUR
Pemulihan Fraktur • Mekanisme Kalus – Destruksi Jaringan dan Pembentukan Hematoma Segera setelah fraktur, pembuluh darah mengalami kerusakan dan hematoma muncul pada garis fraktur. Jaringan pada ujung-ujung fraktur mengalami kekurangan aliran darah sehingga mati dan mengalami penyusutan beberapa millimeter. – Inflamasi dan Proliferasi Sel Pada 8 jam pertama dari kejadian fraktur terjadi reaksi inflamasi dan mulai bermigrasi dan proliferasinya sel-sel mesenkim tulang dari daerah periosteum dan menyebar ke sekitarnya. Hematoma mulai mengalami absorbsi dan kapiler mulai tumbuh pada area fraktur. Netter’s Orthopaedics, 1st edition.
Pemulihan Fraktur • Mekanisme Kalus (lanjutan) – Pembentukan Kallus Lunak Sel-sel mesenkim tulang mulai menunjukkan aktivitas kondrogenik dan osteoblastik dan dimulai dari pembentukan kartilago. Osteoklas mulai bekerja meresorbsi jaringan tulang yang rusak. Terbentuk kallus yang merupakan tulang yang masih tersusun atas jaringan fibrosa dan belum mengalami mineralisasi/ tulang primer (woven). – Konsolidasi/ Pembentukan Kallus Keras Aktivitas osteoblastik dan osteoklastik terus terjadi sehingga mulai terbentuk tulang lamellar/ tulang sekunder yang terus mengalami mineralisasi/ kalsifikasi. Hubungan antarfragmen tulang saat ini sudah menjadi rigid, namun masih belum cukup kuat untuk menerima beban secara normal hingga beberapa bulan. – Remodeling Pada tahap ini, antarfragmen tulang telah dijembatani oleh tulang yang solid. Dalam waktu beberapa bulan-tahun berikutnya akan terjadi resorbsi pada tulang yang mengalami penyembuhan sehingga menjadi lebih ‘rapi’. Medulla osseum sudah terbentuk dan kekuatan tulang berangsur kembali normal.
Pemulihan Fraktur • Mekanisme Union Langsung – Pemulihan secara langsung ini terjadi apabila fragmen tulang yang fraktur berhimpitan satu sama lain atau dalam tekanan yang kuat. – Tidak terbentuk kallus dan terjadi proses osteoblastik secara langsung antara kedua ujung fraktur (contact healing). – Mekanisme ini sering terjadi pada fraktur kompresi. – Union langsung relatif tidak sekuat pemulihan kallus, karena pemulihan kallus lebih memastikan kekuatan ujung-ujung fraktur. – Semakin besar tekanan yang terjadi, semakin kuat aktivitas osteoblastik dan remodeling yang terjadi (hukum Wolff).
Tanda, Gejala, dan Diagnosis • Anamnesis – Nyeri, keterbatasan gerak – Bengkak, luka, memar, deformitas – Mekanisme trauma – Riwayat trauma lampau – Sesak napas, gangguan BAB-BAK, keluar darah dari hidung/ telinga (tanda sekunder fraktur) – Lemas, pucat, keringat dingin (tanda syok)
Tanda, Gejala, dan Diagnosis • Pemeriksaan Fisik – Pastikan ABC aman terlebih dahulu – Pemeriksaan lokal: • Look Pemeriksa mengamati adanya tanda-tanda bengkak, memar, deformitas, dan tanda keutuhan kulit untuk menentukan adanya fraktur terbuka. Selain itu perlu diamati kondisi kulit (adanya pucat atau membiru) terutama di bagian distal ekstremitas yang mengalami masalah untuk menilai adanya gejala kerusakan syaraf dan gangguan vaskular.
• Feel Pemeriksa melakukan palpasi pada bagian yang mengalami cedera dan sekitarnya secara hati-hati untuk menentukan tanda-tanda seperti nyeri tekan. Selain itu dilakukan palpasi nadi dan juga memeriksa sensibilitas kulit di bagian distal bagian yang cedera untuk memastikan fungsi syaraf dan perfusi jaringan.
• Move Pemeriksa dapat membuat gerakan secara hati-hati untuk menilai adanya gerakan abnormal dan krepitasi. Hal tersebut kurang nyaman bagi pasien karena akan memicu nyeri. Pasien diminta untuk menggerakkan bagian distal dari cedera untuk menilai gangguan fungsi syaraf.
Tanda, Gejala, dan Diagnosis • Pemeriksaan Penunjang: pencitraan radiologi (foto X-Ray, CT-Scan, dan sebagainya) • Syarat suatu X-Ray yang baik/ adekuat untuk diagnosis fraktur: – Two Views: dilakukan foto dengan setidaknya 2 proyeksi, misal AP dan lateral. – Two Joints: meliputi 1 sendi di bagian proksimal dan 1 sendi di bagian distal deformitas. – Two Limbs: dilakukan pada dua ekstremitas sebagai perbandingan (terutama pada anak-anak). – Two Injuries: dilakukan pemeriksaan x-ray pada tulang lain yang berkaitan dengan mekanisme cedera (misal cedera parah pada femur sebaiknya juga memeriksa coxae dan sakrum). – Two Occasions: pada jenis fraktur biasanya sulit dideteksi pada awal cedera, justru menjadi jelas setelah beberapa minggu.
X-Ray Yang Adekuat
(a,b) two views; (c,d) two occasions; (e,f) two joints; (g,h) two limbs -Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 9th edition-
Manajemen Fraktur Tertutup • Reduksi (Reduce)
Mekanisme Reduksi Tertutup (a)retraksi; (b) disimpaksi; (c) reduksi -Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 9th edition-
– Reduksi Tertutup (Closed Reduction) – efektif jika periosteoum dan otot masih utuh, dilakukan di bawah anestesi dan dalam kondisi otot rileks. Meliputi traksi bagian distal, reposisi/ disimpaksi fragmen, dan merapikan pada tiap bagian/ reduksi. – Reduksi Terbuka (Open Reduction) – dilakukan apabila reduksi tertutup gagal, kesulitan mengontrol fragmen, atau jika melibatkan sendi besar yang sangat mobile. Reduksi terbuka dilakukan secara operatif dan menjadi langkah awal fiksasi internal
Manajemen Fraktur Tertutup • Hold/ Imobilisasi – Traksi Kontinyu (Continuous Traction) – traksi dilakukan dengan bantuan –
–
–
–
gravitasi, traksi kulit, maupun traksi skeletal. Kelemahan traksi kontinyu adalah waktu hospitalisasi pasien yang lama. Cast Splintage – merupakan metode yang sering digunakan, yakni gips dengan plaster of paris. Kelemahan cast splintage adalah gerakan pasien yang sangat terbatas. Prinsip pemasangan gips adalah melewati 2 sendi, tidak terlalu ketat sehingga tidak mengganggu vaskularisasi dan inervasi syaraf. Functional Bracing – merupakan metode pemasangan gips dengan plaster of paris maupun materi yang lebih ringan dengan melakukan bracing pada tulang yang mengalami fraktur sehingga mobilitas sendi yang sehat dapat tetap terjaga. Fiksasi Internal (Internal Fixation) – dilakukan secara operatif dengan memasang pen. Fiksasi Eksternal (External Fixation) – dilakukan secara operatif dengan memasang wire dan baut-baut yang difiksasi di luar ekstremitas.
Metode Aplikasi Gips/ Cast Splintage -Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 9th edition-
Manajemen Fraktur Tertutup • Exercise – Optimalisasi fungsi motorik bagian yang mengalami cedera dan bagian lainnya secara bertahap – Latih beban dan pergerakan bertahap dapat mempercepat deposisi tulang (hukum Wolff) – Hal yang harus dilakukan secara bertahap adalah mencegah edema, elevasi, latihan pasif, latihan aktif, gerakan dengan alat bantu, dan latihan aktivitas fungsional.
Manajemen Fraktur Terbuka • Profilaksis Antibiotik – Antibiotik profilaksis harus diberikan segera untuk mencegah infeksi karena kontaminasi maupun sebagai persiapan operatif dalam 24 jam pertama fraktur terbuka. Pemilihan antibiotik profilaksis tergantung pada grading fraktur terbuka menurut Gustilo.
• Debridemen – Prinsip debridemen adalah membersihkan luka, baik di kulit maupun diantara fragmen tulang, dari kotoran, benda asing, dan juga jaringan yang sudah mengalami kematian permanen.
• Stabilisasi – Stabilisasi fraktur terbuka dilakukan secara reduksi terbuka (open reduction). Sementara untuk fiksasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal maupun internal tergantung pada kondisi fraktur.
• Menutup Luka – Luka kecil pada fraktur derajat I dan II dapat segera dijahit setelah dilakukan debridement dan stabilisasi. Luka yang lebih parah dan sulit dapat ditutup sementara atau permanen dengan skin graft. Apabila dilakukan penutupan sementara, harus dilakukan evaluasi 48-72 jam berikutnya.
Antibiotik Profilaksis Untuk Fraktur Terbuka (Menurut Grading Gustilo)
Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 9th edition
Montegia Fracture Dislocation
optimized by optima
Galliazi Fracture
optimized by optima
Greenstick Fractures
optimized by optima
Colles’ Fracture
optimized by optima
Colles’ Fracture Gambaran Radiologis
optimized by optima
Colles’ Fracture
optimized by optima
Smith Fracture
optimized by optima
soundnet.cs.princeton.edu
Posterior Hip Dislocation Gejala • Nyeri lutus • Nyeri pada sendi panggul bag. belakang • Sulit menggerakkan ekstremitas bawah • Kaki terlihat memendek dan dalam posisi fleksi, endorotasi dan adduksi Risk Factor • Kecelakaan • Improper seating adjustment • sudden break in the car netterimages.com
soundnet.cs.princeton.edu
Anterior Hip Dislocation Gejala • Nyeri pada sendi panggul • Tidak dapat berjalan atau melakukan adduksi dari kaki. • The leg is externally rotated, abducted, and extended at the hip
netterimages.com
Dislokasi Panggul ANTERIOR
POSTERIOR
JARANG TERJADI (10%)
PALING SERING TERJADI AKIBAT TRAUMA DASHBOARD SAAT MENGEREM (90%)
DISLOKASI ANTERIOR ACETABULUM
DISLOKASI POSTERIOR ACETABULUM
EKSTENSI PANGGUL, ABDUKSI, EKSTERNAL ROTASI
FLEKSI PANGGUL, INTERNAL ROTASI, ADDUKSI, EKSTREMITAS TERLIHAT MEMENDEK
Tatalaksana Dislokasi Sendi Panggul: Reposisi • Bila pasien tidak memiliki komplikasi lain: – Berikan Anestetic atau sedative dan manipulasi tulang sehingga kembali pada posisi yang seharusnya reduction/reposisi
• Pada beberapa kasus, reduksi harus dilakukan di OK dan diperlukan pembedahan • Setelah tindakan, harus dilakukan pemeriksaan radiologis ulang atau CT-scan untuk mengetahui posisi dari sendi.
• Bahu (D. Glenohumeralis) • Dislokasi Anterior – – – –
Lengkung (contour) bahu berobah, Posisi bahu abduksi & rotasi ekterna Teraba caput humeri di bag anterior Back anestesi ggn n axilaris
• Dislokasi Posterior – – – –
Lengan dipegang di depan dada Adduksi Rotasi interna Bahu tampak lebih datar (flat and squared off)
• Tatalaksana – Reduksi tertutup dengan sedasi
LUKA BAKAR 1.
Luka bakar grade I Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5 – 7 hari, misalnya luka tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat.
103
Luka bakar derajat dua • Mencapai kedalaman dermis tapi masih ada elemen epitel sehat yang tersisa. Elemen epitel tersebut misalnya epitel sel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel sebasea. • Dengan adanya sisa sel epitel ini, luka dapat sembuh sendiri dalam dua sampai tiga minggu. Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung, atau bula berisi cairan eksudat yang keluar dari kapiler karena permeabilitasnya meningkat.
2. Luka bakar grade II Superficial partial thickness: (2A) – Meliputi epidermis & lapisan atas dari dermis – Kulit kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih berat daripada luka bakar grade I – Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka
Deep partial thickness : (2B)
– Meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis – Juga dengan bula – Permukaan luka berbercak merah muda dan putih karena variasi dari vaskularisasi pembuluh darah
105
3. Luka bakar grade III (Full thickness burn) • Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis, atau organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen hidup yang tersisa, sehingga untuk penyembuhan luka haruis dilakukan cangkok kulit. Kulit tampak pucat atau abu – abu gelap atau hitam, dengan permukaan kulit lebih rendah dari jaringan sekitarnya. Tidak ditemukan bula dan luka tidak terasa nyeri.
106
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn
Luka Bakar
prick test (+)
Luas Luka Bakar (Rule of Nines) Pada orang dewasa (Rule of Nines): • Kepala dan leher :9% • Thoraks dan abdomen anterior: 18% • Thoraks dan abdomen posterior: 18% • Ekstremitas atas : 9% • Ekstremitas bawah : 18% • Genitalia : 1%
Pada bayi : • Kepala dan leher : 18 % • Thoraks dan abdomen anterior: 18% • Thoraks dan abdomen posterior: 18% • Ekstremitas atas : 9% • Ekstremitas bawah : 14% • Genitalia :Luka bakar kecil : 1% dihitung dengan ukuran telapak tangan pasien
Tatalaksana Umum/ Non Medikamentosa Didinginkan menggunakan air dalam suhu 10-250C selama 30 menit setelah terkena luka bakar. Luka perlu dibersihkan dari jaringan mati lalu ditutup dengan dressing. Irigasi luka bakar kimia Indikasi rawat : Luka bakar derajat dua atau tiga lebih dari 10% TBSA pada pasien di bawah 10 tahun atau lebih dari 50 tahun Luka bakar derajat dua lebih dari 20% TBSA pada usia berapapun. Luka bakar derajat tiga lebih dari 5% TBSA pada usia berapapun
Luka bakar yang signifikan pada wajah, tangan, kaki, alat kelamin, atau perineum Luka bakar karena tersengat listrik / petir Luka bakar signifikan akibat bahan kimia Trauma inhalasi, trauma mekanis, atau penyakit medis lain yang sudah ada sebelumnya Luka bakar yang membutuhkan dukungan sosial, emosional, atau rahabilitasi jangka panjang, terutama apabila dicurigai terdapat kekerasan pada anak.
Medikamentosa Penatalaksanaan awal: ABCDEF (A = airway, B = breathing, C = circulation, D = disability, E = expose, F = fluid). Evaluasi luka bakar luas dan derajat luka bakar Resusitasi cairan: Pada pasien luka bakar dengan TBSA> 15%. Baxter /Parkland Formula: 4 mL Ringer laktat / kgBB /% TBSA selama 24 jam pertama ½ vol dimasukkan dalam 8 jam pertama paska luka bakar, sisanya dalam 16 jam berikut. Koloid 24 jam kedua, apabila pemenuhan kebutuhan cairan belum tercapai.
Pemberian darah luka bakar berat lebih dari 10% TBSA 1% dari volume darah normal pasien untuk setiap 1% luka bakar Pemantauan resusitasi cairan pantau jumlah urine (N = 0,5-1 cc / kg / jam). Obat anti nyeri : Narkotika IV pada luka bakar berat. Patient-controlled analgesic (PCA) pasien sadar penuh. Profilaksis tetanus. Escharotomy dan fasiotomi luka bakar konstriksi. Pencangkokan kulit.
KOMPLIKASI • Trauma Inhalasi – karena inhalasi asap dan zat iritatif lainnya,dapat mengakibatkan terjadinya trakeobronkitis dan pneumonitis akut – Tanda-tanda • Rambut hidung yang terbakar • Luka bakar pada wajah • Sputum berkarbon
• Serak • Bunyi stridor • Level karboksihemoglobin melebihi 15% setelah 3 jam posteksposure
– Evaluasi • x-ray thoraks dan AGD • Bronkoskopi fiberoptik • Xenon ventilation/perfusion scanning
– Tx awal : O2 100%
•
Keloid dan Hipertropik Skar – pertumbuhan berlebih dari jaringan fibrosa padat yang muncul setelah penyembuhan luka pada kulit – Fisiologi : Dalam proses penyembuhan luka, proses anabolik dan katabolik mencapai keseimbangan 6-8 minggu setelah luka jar parut terbentuk semakin matang kekuatan tarikan jaringan parut meningkat bekas luka hiperemis, menebal, lalu mengecil secara bertahap – Patof : ketidakseimbangan antara fase anabolik dan katabolik kolagen diproduksi berlebih bekas luka tumbuh ke segala arah
– Keloid : bekas luka timbul meninggi, tumbuh melampaui batas luka asli – Hipertropik skar : mirip keloid tapi penebalan tidak melebihi batas luka asli. – Tx :
• Tx awal : pijatan, pelembab, antihistamin, dan silicone sheet therapy • Nonbedah : pemberian tekanan/ mechanical pressure, inj triamsinolon, nitrogen mustard, tetroquine, asam retinoit, zinc, vitamin A, vitamin E, dan verapamil • Bedah : eksisi sederhana, Z-plasty, V-Y plasty, Wplasty, laser, dan cryosurgery
• Kontraktur – Kontraksi : proses biologis dimana luas kulit yang hilang pada luka terbuka mengecil karena terjadi penurunan konsentrik ukuran luka hasil akhir kontraksi = kontraktur – Pencegahan : menutup luka sedini mungkin dengan split-skin graft.
• Tx : bedah tidak boleh dilakukan pada masa prosespenyembuhan aktif (min 1 tahun). Kontraktur membutuhkan peregangan secara bertahap jadi tindakan bedah tidak dapat dilakukan hanya 1x.
Phimosis Phimosis • Prepusium tidak dapat ditarik kearah proksimal • Fisiologis pada neonatus • Komplikasi – Balanitis – Postitis – Balanopostitis
• Treatment – Dexamethasone 0.1% (6 weeks) for spontaneous retraction
Paraphimosis • Prepusium tidak dapat ditarik kembali dan terjepit di sulkus koronarius • Gawat darurat bila – Obstruksi vena superfisial edema dan nyeri Nekrosis glans penis
• Treatment – Manual reposition – Dorsum incision
Hydrocele
Hipospadia • Hipospadia kelainan kongenital dimana meatus berlokasi pada bagian ventral penis, proksimal dari posisi normal yaitu diujung glans. • Kasus sedang hingga berat memiliki karakteristik muara uretra yang lebih proximal pada penis, skrotum atau perineum. Bentuk yang lebih berat biasanya disertai kurvatura penis (membengkok).
Epispadia adalah suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang uretraterdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi terbuka.Terdapat 3 jenis epispadia yaitu: 1. Lubang uretra terdapat di puncak kepala penis. 2. Seluruh uretra terbuka di sepanjang penis. 3.Seluruh uretra terbuka dan lubang kandung kemih terdapat pada dinding perut • OUE berada di dorsum penis • Penis lebar, pendek dan melengkung keatas (dorsal chordee) • Penis menempel pada tulang pelvis • Tulang pelvis terpisah lebar • Classification: • • •
the glans (glanular) along the shaft of the penis (penile) near the pubic bone (penopubic)
http://emedicine.medscape.com/article/
http://en.wikipedia.org/wiki/
Male Genital Disorders Disorders
Etiology
Clinical
Testicular torsion
Intra/extra-vaginal torsion
Sudden onset of severe testicular pain followed by inguinal and/or scrotal swelling. Gastrointestinal upset with nausea and vomiting.
Hidrocele
Congenital anomaly, accumulation of fluids around a testicle, swollen blood blockage in the testicle,Transillumination + spermatic cord Inflammation or injury
Varicocoele
Vein insufficiency
Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is often described as feeling like a bag of worms
Hernia skrotalis
persistent patency of the processus vaginalis
Mass in scrotum when coughing or crying
Chriptorchimus
Congenital anomaly
Hypoplastic hemiscrotum, testis is found in other area, hidden or palpated as a mass in inguinal.Complication:esticular neoplasm, subfertility, testicular torsion and inguinal hernia
HERNIA SKROTALIS
http://www.medscape.org/viewarticle/420354_8
Torsio Testis Gejala dan tanda: • Nyeri hebat pada skrotum yang mendadak • Pembengkakan skrotum • Nyeri abdomen • Mual dan muntah • Testis terletak lebih tinggi dari biasanya atau pada posisi yang tidak biasa
Labiognatopalatoshisis • Celah pada bibir (labio), gusi (gnato) dan langitan (palate) • Indikasi Operasi RULE OF TEN : – Berat badan 10 lb (5 kg) – Usia 10 minggu – Kadar hemoglobin darah 10 g/dL
Limb Ischemia
DISORDER Buerger dis
ONSET Chronic
ETIOLOGY
CLINICAL feat
Segmental vascular inflamation
Intermitten claudicatio
Acute limb ischemia Acute
Emboli, trombus
Pain, pallor, pulseless,parestesi, poikilotermi
DVT
Acute/chronic
Venous stasis
Pain and limb edema
Compartement syndrom
acute
Edema of the tissue, trauma
5P :Pain, pallor, parestesia, paralisis, pulseless
Chronic limb ischemia
Chronic/acute
Atherosclerosis
Intermiten claudicatio
Congenital Malformation Atresia duodenum
Atresia jejunum
-
-
Klinis : muntah bilious, minimal distensi Ro: gambaran klasik double bubble
Hipertrofi pylorus stenosis
Klinis : muntah bilious, distensi progresif
muntah non bilious mkn hari mkn proyektil
Atresia esofagus
-
neonates drooling orogastric tube gagal masuk tersedak/batuk segera stlh makan
Atresia esofagus • Dengan dan tanpa fistel • Gangguan perkembangan jaringan pemisah antara trakea dan esofagus (minggu 4-6 kehamilan) • Ibu polihidramnion • Muntah, banyak liur, sianosis, batuk dan sesak napas, pneumonia (karena regurgutasi), perut kembung (jika udara melalui fistel masuk ke lambung), oliguri (tidak ada cairan masuk)
HPS • Hipertrofi otot pilorus pada lapisan sirkuler. • Manifestasi gejala baru terlihat jelas pada usia 3-6 minggu atau kurang dan jarang dijumpai setelah usia 3 bulan • Muntah periodik dan bertingkat (frekuensi dan kekuatan), proyektil, tanpa mengandung zat empedu • Gelombang peristaltis lambung dapat terlihat • Tampak lapar dan haus, gejala dehidrasi • Konstipasi dan oliguri • Teraba massa di perut kanan atas sebesar ujung jari telunjuk (2-3 cm), “olive”,berbatas tegas, konsistensi kenyal padat
Atresia duodenum • vomiting within hours of birth • vomitus is most often bilious, it may be nonbilious because 15% of defects occur proximal to the ampulla of Vater • Dehydration, weight loss, and electrolyte imbalance • Foto: double bubble sign
Hischprung disease • Megacolon congenital • Aganglion parasimpatik intramural colon (pleksus mienterik) • Kolon aganglionik tidak dapat mengembang, sempit, defekasi terganggu • Kolon proksimal yang normal akan melebar karena tinja yang tertimbun (megacolon) • Aganglion rektum-sigmoid: hirschprung segmen pendek/klasik • Lebih dari sigmoid: hirschprung segmen panjang • Mekonium keluar terlambat (>24 jam pertama), konstipasi kronis • Muntah hijau • Distensi abdomen • Criterion standard: full-thickness rectal biopsy
Atresia ani/imperforate anus • Newborns with imperforate anus are usually identified upon the first physical examination. • Malformations in newborns that are missed upon initial examination are often discovered within 24 hours when the newborn is observed to have distention and has failed to pass meconium and a more thorough examination is performed.
Disorder
Definition
Radiologic Findings
Hirschprung
Congenital aganglionic megacolon
Barium Enema: a transition zone that separates the small- to normal-diameter aganglionic bowel from the dilated bowel above
Intussusception
A part of the intestine has invaginated into another section of intestine
Intussusception found in air or barium enema
Duodenal atresia
Dueodenum
Plain X-ray: Double Bubble sign
Anal Atresia
birth defects in which the rectum is malformed
Knee chest position: to determined the distance of rectum stump to the skin (anal dimple)
http://emedicine.medscape.com/
Intussusception
Hirschprung
Classifcation: • A low lesion – colon remains close to the skin – stenosis (narrowing) of the anus – anus may be missing altogether, with the rectum ending in a blind pouch
• A high lesion – the colon is higher up in the pelvis – fistula connecting the rectum and the bladder, urethra or the vagina
• A persistent cloaca – rectum, vagina and urinary tract are joined into a single channel http://emedicine.medscape.com/
Learningradiology.om
Duodenal atresia
Gastroskisis • Defek pada dinding anterior abdomen sehingga organ abdomen dapat keluar melalui defek tersebut • Tidak terdapat selaput yang melapisi dan ukuran defek biasanya kurang dari 4 cm • Defek pada dinding abdomen merupakan persambungan antara umbilikus dengan kulit • Hampir selalu terletak disebelah kanan dari umbilikus • Usus yang keluar dapat mengalami inflamasi,edema • Tatalaksana – Pimary Closure • Usus dikembalikan ke dalam rongga abdomen dan defek langsung ditutup dalam satu kali operasi
– Staged Closure • Pendekatan bertahap untuk memperbaiki defek, rata-rata 5 sampai 10 hari
Omphalocele • Tipe lain dari defek dinding abdomen usus, hati, dsn terkadang organ lain tetap berada di luar abdomen didalam sebuah kantong karena adanya defek pada perkembangan otot dinding abdomen • Melibatkan tali pusat(umbilical cord) • Tatalaksana – Operasi harus ditunda sampai bayi stabil, selama selaput ompfalokel masih intak
The Breast Tumors
Onset
Feature
Breast cancer
30-menopause
Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu), Peau d’orange , hard, Painful, not clear border, infiltrative, discharge/blood, Retraction of the nipple,Axillary mass
Fibroadenoma mammae
< 30 years
They are solid, round, rubbery lumps that move freely in the breast when pushed upon and are usually painless.
Fibrocystic mammae
20 to 40 years
lumps in both breasts that increase in size and tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally have nipple discharge
Mastitis
18-50 years
Localized breast erythema, warmth, and pain. May be lactating and may have recently missed feedings.fever.
Philloides Tumors
30-55 years
intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm, smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the tumor may become reddish and warm to the touch. Grow fast.
Duct Papilloma
45-50 years
occurs mainly in large ducts, present with a serous or bloody nipple discharge
Biopsi