MAKALAH ISLAMISASI DI INDONESIA Disusun guna memenuhi tugas Makalah Sejarah Indonesia 1500-1800 M
Disusun Oleh: 1. Dewi Erfiani (14021005) 2. Muhammad Rio Aviano (14021010) 3. Nugrah Novita Rahmawati (14021013) 4. Sutardi (14021016)
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PGRI WATES YOGYAKARTA 2015
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum Islam sampai ke Indonesia, pengaruh Hindu sangat kuat terhadap masyarakat Indonesia dimana adanya perbedaan kasta di kalangan masyarakat. Ketika Islam datang dengan menawarkan toleransi dan persamaan derajat diantara sesama manusia, maka masyarakat Indonesia merasa tertarik. Sehingga Islam dengan mudah dianut oleh masyarakat Indonesia. Islam adalah agama dakwah yaitu agama yang harus disiapkan, disebar luaskan dan dikembangkan oleh penganutnya dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun. Demikian pula halnya dengan apa yang dilakukan para pedagang muslim yang juga berperan sebagai dai, dengan berbagai metode yang digunakan berusaha mengembangkan sayap Islam seluas-luasnya sampai penjuru Nusantara. Semenjak Islam masuk ke Indonesia hingga Indonesia merdeka penganutnya semakin bertambah. Sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara nomor satu di dunia yang jumlah ummat Islamnya paling banyak (http://hadifauzan.blogspot.com/2014/02/proses-islamisasi-nusantara.html diakses 13 Maret 2015, pukul 19:43). Makalah ini akan membahas mengenai pengertian Islamisasi, proses, saluran serta mahzab Islam dan pengaruh Islamisasi di Indonesia.
B. Rumusan masalah 1. Apa saja pengertian Islamisasi? 2. Bagaimana proses masuknya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia? 3. Apa saja saluran Islamisasi? 4. Apa saja mahzab Islam yang pernah berkembang dan pengaruh Islamisasi di Indonesia?
C. Tujuan pembahasan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengertian Islamisasi. 2. Untuk mengetahui bagaimana proses masuknya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia. 3. Untuk mengetahui beberapa saluran Islamisasi di Indonesia. 4. Untuk mengetahui mahzab Islam yang pernah berkembang dan pengaruh Islamisasi di Indonesia.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Islamisasi Islamisasi adalah proses konversi masyarakat menjadi islam. Dalam penggunaan kontemporer, mungkin mengacu pada pengenaan dirasakan dari sistim sosial dan politik islam di masyarakat dengan latar belakang sosial dan politik pribumi yang berbeda. Pengertian islamisasi menurut para ahli: 1. Menurut
Al
Faruqi,
islamisasi
adalah
menuangkan
kembali
pengetahuan sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam, yaitu dengan memberikan definisi baru, mengatur data, mengevaluasi kembali kesimpulan-kesimpulan
dan
memproyeksikan
kembali
tujuan-
tujuannya. 2. Al Attas memberi pengertian bahwa islamisasi sebagai proses pembebasan atau pemerdekaan. Sebab ia melibatkan pembebasan roh manusia yang mempunyai pengaruh atas jasmaninya dan proses ini menimbulkan keharmonisan dan kedamaian dalam dirinya, sebagai fitranya. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Islamisasi adalah proses masuk dan berkembangnya agama dan budaya Islam di Indonesia.
B. Proses Islamisasi Agama Islam di Indonesia menyebar dan berkembang melalui perdagangan dan mengikuti jalur-jalur pelayaran dan perdagangan. Terdapat persamaan antara proses Islamisasi dan Hinduisasi. Keduanya berkembang melelui perdagangan dan keduanyapun pada awal perkembangannya datang dan berasal dari Gujarat India. Sedangkan perbedaannya terletak pada agama yang dikembangkan dan periode waktu untuk masing-masing agama dikembangkan. Dalam agama Hindu hanya kaum Brahmana atau Pendeta saja yang melakukan kegiatan-kegiatan upacara keagamaan, membaca kitab suci dan menyebarkan agama serta budaya Hindu. Jadi pada dasarnya pedagangpedagang Hindu kurang berperanan dalam menyebarkan agama. Sebaliknya dalam Islam oleh sifat misinya dan cara pengluasannya, maka setiap orang Islam adalah pendakwah kepercayaannya (Daliman, 2012: 38). Apabila pada masa- masa awal Islam masuk ke Nusantara melalui para pedagang maka yang menjadi pendorong utama bagi para pedagang. Hal tersebut sesuai dengan masa perkembangan pelayaran dan perdagangan Internasional antara Negara-negara di Benua Asia Bagian barat, Tenggara, dan Timur. Kedatangan pedagang-pedagang Islam di Indonesia dengan tujuan mencari keuntungan dari hasil bumi pada waktu itu, terutama rempah- rempah yang sangat laku di Eropa. Karena rempah- rempahlah para pedagang dari
berbagai negara berlomba-lomba ke Indonesia. Untuk memperoleh monopoli perdagangan di Indonesia pedagang-pedagang asing itu berusaha mencari simpati dari masyarakat terutama bangsawan atau raja-raja yang memegang peranan penting dalam dunia perdagangan. Raja-raja dan para bangsawan sering menjadi pemilik saham dan kapal-kapal (Daliman, 2012: 39-40). Masuknya Islam di Indonesia hingga kini masih menjadi perdebatan para sarjana. Berdasarkan Berita Cina dari Dinasti T’ang, diceritakan pada abad VII sudah ada orang-orang tashih yang awalnya berdagang, bermaksud untuk menyerang Kerajaan Holing. Penyerangan itu digagalkan oleh raja yang keras. Istilah tashih ini untuk menyebut pedagang Arab dan Persia. Sarjana lain berpendapat Islam masuk ke Indonesia pada abad XI. Dasar pendapat ini adalah temuan makam Islam di Leran, yaitu makam Fatimah binti Maimun. Makam yang nisannya berasal dari luar ini bertuliskan angka tahun 1082 M. Sarjana lainnya mengatakan Islam masuk ke Indonesia pada abad ke XIII, dikaitkan dengan runtuhnya Dinasti Abassiytah oleh Hulagu pada 1258 M. Berita ini dihubungkan pemberitaan Marco Polo pada tahun 1292 M, berita Ibn Batutah pada abad XIV dan nisan-nisan kubur Sultan Malik as Saleh tahun 1297 M (Supriyadi, 2014: 71). Dari kenyataan tersebut, maka direkonstruksi masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara terdapat tiga tahap, yaitu kedatangan, pertumbuhan dan perkembangan. Tahap kedatangan ditandai
adanya orang-orang tashih yang tinggal di Nusantara. Tahap pertumbuhan terjadi abad XI yang ditandai dengan adanya makam Fatimah binti Maimun tahun 1082 M. keberadaan makam Fatimah di Leran Gresik ini menunjukkan bahwa waktu itu sudah terdapat pemukiman Islam di sepanjang pantai utara Jawa. Sedangkan tahap perkembangan ditandai dengan munculnya kerajaan Islam, dibuktikan dengan diketemukannya makam Sultan Malik al Saleh berangka tahun 1297 (Supriyadi, 2014: 72). Berita Cina mengatakan bahwa pembawa Islam masuk ke Nusantara adalah para pedagang, karena sebutan orang tashih diperuntukkan bagi orang dari Arab dan Persia. Pernyataan tersebut didukung dengan kenyataan bahwa sekitar abad VII, Indonesia merupakan jalur perdagangan yang cukup ramai. Pendapat tersebut agak ditentang oleh orientalis Snouck Hurgronje yang mengatakan Islam masuk ke Nusntara dibawa pedagang dari Gujarat, sebagai kelanjutan hubungn dagang India dengan Nusantara. Ditegaskan bahwa hubungan dagang Nusantara dengan Arab baru muncul pada abad XVII. Dugaan ini didukung penelitian J.P. Moquette mengenai nisan kubur Sultan Malik al Saleh, yang menunjukkan bahwa pembuatannya yaitu dari Cambay – Gujarat India. Pendapat lain mengatakan bahwa di samping para pedagang, Islam yang masuk ke Nusantara juga disebarkan oleh para mubaligh yang menyertai para pedagang. Para mubaligh ini memudahkan proses Islamisasi dan dapat
memperdalam pengertian-pengertian yang tercakup dalam Islam, maka terbentuklah pesantren- pesantren yang menghasilkan guru ngaji. Selain itu, kedatangan kaum sufi yang mengkhususkan dalam bidang tassawuf yang berperanan dalam perkembangan Islam di Nusantara yang masuk sekitar abad XIII dan tassawuf ini lebih mudah diterima oleh masyarakat di Indonesia (Supriyadi, 2014: 72). Ajaran agama Islam juga disebarkan oleh para sembilan wali yang menyebarkan Islam di Pulau Jawa disebut wali songo. Berikut urutan para wali dari Timur ke Barat: 1. Sunan Ampel, atau Reden Rahmat, seorang kemenakan dari permaisuri Kertawijaya (1467), dimakamkan di Ampel (di Kota Surabaya). 2. Malik Ibrahim atau Maulana Magribi, dimakamkan di Gresik. 3. Sunan Giri atau Raden Paku, makamnya di Giri dekat Gresik 4. Sunan Drajat, putra Sunan Ngampel, dimakamkan di Sidayu Lawas. 5. Sunan Bonang atau Makdum Ibrahim, seorang putra juga dari Sunan Ampel, mungkin sekali dilahirkan di Boneng Wetan dekat rembang dan meninggal di Tuban. 6. Sunan Kudus, putra Sunan Ngudug, panglima bala tentara para wali yang menyerbu Mjapahit (1478), waktu ayahnya gugur ia menggantikannya.
7. Sunan Muria, seorang pejuang melawan Majapahit, kemudian bertapa, makamnya ada di selatan kawah Gunung Muria, menurut tradisi, ayahnya, Pangeran Gadung, dimakamkan di situ juga. 8. Sunan Kalijaga, atau Seda Lepen atau Sahid Djaka seorang tumenggung Majapahit yang menyerang Jepara, tetapi kemudian masuk agama Islam karena usaha Sunan Bonang yang menikahkan Sultan Kalijaga dengan seorang putri Sunan Gunung Jati, menolak untuk tinggal di Cirebon dan akhirnya mengikuti perintah Sultan Trenggana menetap di Kadilangu, dimana ia mendapat banyak murid tersohor, dan sepeninggalnya dimakamkkan. 9. Sunan Gunung Jati, berasal dari Pasai, menikah dengan saudara perempuan
Sultan
Trenggana
(Demak),
kemudian
berhasil
menaklukan Cirebon dan Banten. Makamnya di Gunung Jati sebelah utara Cirebon. Selain itu wali yang hanya terkenal di daerah tertentu juga ikut andil yang besar yang disebut wali lokal. Diantaranya adalah: 1. Syeh Abdulmuhyi dari Pamijahan (Tasikmalaya). 2. Syeh Siti Jenar atau Syeh Lemah Abang yang dijatuhi hukuman mati oleh Permusyawaratan para wali karena dituduh mengajarkan Pantheisme (menganggap dirinya adalah Tuhan). Dimakamkan di Pamlaten, dekat Cirebon.
3. Sunan Geseng dan kawan-kawannya dimakamkan di Tirta (Magelang) 4. Sunan Tembayat dimakamkan di Bayat (Klaten) sebenarnya dia adalah Ki Pandanarang, bupati Semarang yang dalam cerita rakyat dikatakan melakukan perjalanan dari Semarang lewat Salatiga ke pedalaman untuk beretapa. 5. Sunan Panggung, adalah putra Sunan Bonang, menyebarkan agama Islam di Tegal dan di makamkan di Tegal pula. Islamisasi di Indonesia dipermudah karena berbagai faktor, yaitu: 1. Suasana keterbukaan di kota-kota menciptakan kecenderungan struktural untuk mobilitas yang lebih besar, antara lain berpindah agama. 2. Bersamaan dengan proses yang diungkapkan di nomor satu, terjadi pula disintergrasi serta diorientasi masyarakat lama sehingga diparlukan identitas baru dengan nilai-nilai baru. 3. Dengan merosotnya kekuasaan Hindu-Jawa maka perubahan struktural masyarakat mengakibatkan perubahan struktur kekuasaan. Dalam hal ini agama Islam sebagai tiang pendukungnya. Dalam proses perubahan sosial seperti teruraikan diatas para wali memegang kapemimpinan yang berkharisma. Pada satu sisi otoritas mereka dapat berbentuk formal sebagai kekuasaan yakni sebagai raja atau
penguasa politik, namun di sisi lain mereka mempunyai kekuasaan sosialreligius yang kuat. Peranan kepemimpinan itu dapat mereka jalankan karena mereka termasuk faktor yang dinamis dalam masyarakat kota pelabuhan, dengan banyak pengalaman dan perjalanan serta kehidupan mereka diperantauan. Para wali menenempatkan diri mereka dalam posisi yang tidak terikat ketat oleh struktur feudal, maka lebih longgar untuk membuat tata masyarakat baru. Dimana perlu mereka dapat menyesuaikan nilai-nilai dan struktur lama terhadap yang baru, umpamanya kepercayaan mistik mistik serta lembaga politik sebagian dipertahankan untuk mempermudah penerimaan yang baru. Bukti-bukti dalam hal ini antara lain: 1. Kesastraan selalu penuh dengan konsep-konsep mistik. 2. Suatu tradisi mengatakan bahwa pewayangan disebarkan oleh para wali. 3. Kultur nenek moyang diteruskan dengan penghormatan makam mereka sebagai punden. 4. Bangunan makam serta hiasannya menunjukkan sinkretisme (Sartono Kartodirjo, 1999: 24-26)
C. Saluran-saluran Islamisasi Mengenai saluran-saluran Islamisasi, pertama-tama kita telah ketahui bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui perdagangan. Oleh karena kontak dagang memungkinkan terjadinya perkawinan antara pedagang dengan wanita pribumi. Beberapa perkawinan yang dilakukan itu diantaranya yang menunjukkan perkawinan dengan putri penguasa, sehingga memperlancar proses Islamisasi. Kecuali melalui perdagangan dan perkawinan, tassawuf juga merupakan salah satu saluran yang cukup penting dalam proses Islamisasi. Tassawuf merupakan kategori yang berfungsi dan membentuk kehidupan sosial bangsa, yang meninggalkan tulisan-tulisan antara abad XIII s.d. XVIII. Penyiaran Islam dengan pembentukan organisasi masyarakat Islam di kota-kota pelabuhan dan bersifat memudahkan penerimaan masyarakat non Islam di lingkungannya. Saluran lain yang juga memegang peranan penting dalam proses Islamisasi, melalui kesenian terutama musik dan seni bangunan. Dalam seni musik, Islamisasi tampak memanfaatkan seni musik yang sudah ada, seperti gamelan, wayang dan sebagainya. Sedangkan pada seni bangun, termasuk diantara seni ukir, tampak pada bangunan-bangunan masjid kuno di Indonesia, misalnya di Demak, Cirebon, Banten, dll. Mengenai seni ukir banyak yang memenfaatkan seni ukir Hindu-Budha, seperti Nampak pada
masjid Mantingan, gapura bersayap di Sendangduwur dan hiasan ukiran diberbagai bangunan masjid kuno (Supriyadi, 2014: 73).
D. Pengaruh Islamisasi di Indonesia: 1. Dalam agama Islam terdapat aliran-aliran agama yang disebut dengan mazhab. Berikut mazhab-mazhab Islam yang telah berkembang di Nusantara: a. Mazhab Syi’ah Agama Islam yang pertama masuk ke Indonesia sekitar abad ke-12 terutama ke Perlak dan Samudra Pasai adalah mazhab Syi’ah. Aliran ini banyak berkembang di Persia. Bahkan pada abad ke-16 Islam Syi’ah dijadikan agama resmi di Persia, pantai Hindustan, Asia Tengah, Suriah, Bagian Barat Arab dan Mesir. Maka mudah dipahami bila agama Islam yang dibawa oleh pedagang-pedagang Gujarat ke Indonesia terutama ke pantai timur Sumatera pada awal abad ke-12 tersebut adalah mazhab Syi’ah. Para pedagang Gujarat bersama dengan para pedagang Persia dan Arab menetap di Sumatera dan berhasil mendirikan kerajaan-kerajaan Islam pertama di Indonesia ialah Kerajaan Perlak di muara Sungai Peureulak dan Kerajaan Samudra Pasai di muara Sungai Pasal dengan bantuan Dinasti Fatimyah di Mesir.
Menurut kaum Syi’ah hak kekhalifahan yang sah adalah pada keturunan Nabi Muhammad saw. Sendiri. Keturunan Nabi adalah Fatimah. Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib dan mempunyai dua orang putra Hasan dan Husein jadi hanya keturunan Hasan dan Husein saja yang mempunyai hak waris kekhalifahan, sedangkan di luar garis keturunan AliFatimah tidak dapat mewarisinya secara sah. Hadis yang sah dan benar bagi kaum Syi’ah hanyalah hadis yang diturunkan oleh Ali, Fatimah, Hasan, dan Husein. Hadis lainnya adalah dhaif (lemah) atau tidak sah. Hari wafatnya Hasan dan Husein adalah tanggal 10 Muharram, dipandang sebagai hari yang paling mulia bagi kaum ini. Kematian Hasan dan Husein dalam pertempuran di Karbala merupakan kematian sahid. Maka tanggal 10 Muharam wajib diperingati kaum Syi’ah. Bagi mereka peringatan ini merupakan peringatan yang paling meriah mereka rayakan hingga melebihi hari raya Idul Fitri. Kematian Hasan dan Husein wajib juga diratapi dengan tangisan. Berkaitan dengan itu, maka dalam kaum Syi’ah terdapat pula darwis (kaum sufi yang mengambil cara hidup sebagai orang miskin) yang ingin mencapai kesempurnaan hidup melalui ratap tangis atas kematian Hasan dan Husein. Makamnya pun dianggap sebagai tempat paling keramat. Berziarah ke makam Hasan dan Husein mempunyai nilai yang samadengan berziarah ke Mekkah dan Madinah karena keduanya telah berada di bawah kekuasaan Dinasti Umayah dan Abbasiyah, maka
ziarah ke makam tesebut dijadikan sebagai pengganti rukun Islam yang kelima. Karena kaum Syi’ah tidak mengakui keimanan diluar keturunan Nabi Muhammad saw. maka dengan sendirinya juga tidak mengakui keimanan dari Dinasti Abbasyiah dan Ummaya. Makadimanapun kaum Syi’ah selalu dikejar kaum Sunah. Karena kaum Sunah terus memberantas kaum Syi’ah. Namun mereka pantang menyerah, tetap teguh dan tahan penderitaan. Mereka barharap dan percaya datangnya Imam Mahdi. Mereka percaya bahwa Hasan dan Husein akan turun kembali ke dunia sebagai Imam Mahdi. Tasawuf yang dianut aliran Syi’ah adalah tasawuf wujudilah. Ajaran wujudilah pada dasarnya adalah ajaran emanasi. Manusia, menurut ajaran ini, adalah percikan sinar Ilahi. Karena sinar Ilahi itu adalah Allah sendiri, maka manusia adalah Allah. Inti dari ajaran ini yakni menganggap diri sendiri sebagai Tuhan dan di pelopori oleh ahli tasawuf al-Hallaj, yang dihukum bakar di Baghdad pada 922 dan diikuti juga oleh Syekh Siti Jenar yang juga dihukum mati oleh para wali. Tokoh penganut ajaran tasawuf wujudilah di Aceh adalah Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al-Samatrani. Keduanya hidup pada masa pemerintahan
Sultan
Iskandar
Muda.sepeninggal
Iskandar
Muda
Kerajaaan Aceh kedatangan seorang ahli sunah, Nuruddin ar-Raniri dari
Gujarat. Maka ajaran wujudilah dari Syamsuddin dibasmi oleh Nuruddin ar-Raniri dan kitab-kitab yang memuat ajaran itu dibakar. Dari Aceh agama Islam menyebar ke daerah Minangkabau. Upaya penyebaran Islam Syi’ah ke Minangkabau dimulai sejak 1128. Pada waktu itu laksamana Nazimudin al-Kamil mengadakan ekspedisi militer dari pantai Aceh ke daerah Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri untuk menguasai perdagangan lada didaerah tersebut yang pada waktu itu dikuasai pedagang-pedagang asing yang juga beraliran Syi’ah yang didukung oleh Dinasti Fatimyah dari Mesir. Nazimudin al-Kamil gugur dalam ekspedisi pada 1128, dan jenazahnya dimakamkan di Bangkinang di tepi Sungai Kampar Kanan. Tujuan para pedagang asing menguasai daerah Kampar Kanan dan Kiri terutama untuk menguasai perdagangan lada daripada menyiarkan agama. Sehingga Islamisasi daerah Minangkabau pada abad ke-12 belum intensif. Dan baru intensif pada 1513 berkat usaha Tuanku Burhanudin Syah yang berkuasa di Pariaman sebagai bawahan Aceh. Pengaruhm Syi’ah di pantai barat Sumatera sampai Bengkulu. Pengaruh Syi’ah terhadap masyarakat Islam di Indonesia masih Nampak hingga sekarang dengan banyak diperingati tanggal 10 Muharam. Pada hari itu masyarakat Muslim membuat masakan khas yang disebut bubur sura. Bulan Muharam di Jawa dipandang sebagai bulan keramat dan disebut dengan bulan sura. Di Aceh disebut bulan Asan-Usen dan
Minangkabau di daerah barat pantai Sumatera Tengah bulan ini disebut Tabui. Hari-hari sebelum 10 Muharam diyakini sebagai hari-hari celaka (naas) sehingga pada hari-hari itu tidak boleh mengerjakan pekerjaan yang penting, dilarang mengadakan pernikahan, sunatan dan menanam padi. Karena adanya beberapa larangan tersebut maka di Aceh Bulan Acura itu dipandang sebagai Bulan Api. Di bagian lain di Indonesia terutama di Sumatera Barat, Padang dan Bengkuluuntuk merayakan 10 Muharam diadakan upacara. Di Pidie dan berbagai tempat pesisir Utara dan Timur diadakan upacara mengarak tabut, yaitu sebuah keranda jenazah lambang jenazah Hasan dan Husein. Keranda itu digotong sepanjang jalan kemudian dilempar ke sungai atau ke perairan lain (Daliman, 2012: 45-49).
b. Mazhab Syafi’i Mazhab ini merupakan mahzab yang paling besar pengaruhnya pada masyarakat Indonesia, mazhab ini mengikuti ajaran dari Muhammad ibn Idris as Syafi’I (767—820), Syafi’I melatakkan dasar-dasar mazhabnya di Baghdad, kemudian berkembang dan meluas ke Yaman, Mesir, Pantai Malabar dan Koromandel di India dan akhirnya sampai di Indonesia. Mengenai masuknya mazhab ini di Indonesia diperkirakan pada sekitar abad ke-13, dibuktikan dengan adanya nisan makam di Sumatera Utara dan
di Gresik yang mirip dengan nisan-nisan di Malabar (India) yang menunjukkan tanda-tanda dari mazhab Syafi’i. Mazhab syafi’i datang ke Indonesia setelah mazhab Syi’ah. Setelah para penganut mazhab Syafi’i di Mesir berhasil mengakhiri kekuasaan Dinasti Fatimyah di Mesir pada 1268, kemudian di sana mereka mendirikan Dinasti Mamluk pada 1284 yang menganut Islam Syafi’i. Untuk melenyapkan pengaruh Syi’ah di pantai timur Sumatera terutama Perlak dan Samudra Pasai maka Dinasti Mamluk pada 1285 mengirimkan Syekh Ismail ke pantai timur Sumatera, Syekh Ismail di sana bertemu dengan Marah Silu yang telah menganut Islam Syi’ah dan membujuk Marah Silu untuk menganut Islam Syafi’i. Dengan bantuan Syekh Ismail, Marah Silu berhasil mengakhiri kekuasaan Samudra Pasai yang beraliran Syi’ah. Marah Silu merupakan orang pertama Indonesia yang memeluk Islam Syafi’I dan bergelar Sultan Malik al Saleh. Selama pemerintahannya alairan Syi’ah di Samudra Pasai ditumpas. Dari Samudra Pasai Islam Syafi’I berkembang ke Semenanjung Malaka, berkat perkawinan putri Sultan Zainal Abidin Bahian Syah dengan Sultan pertama di Malaka, Raja Parameswara. Yang kemudian Sultan Parameswara juga ikut memeluk Islam Syafi’i dan mengambil gelar Sultan Megat Iskandar Syah pada 1414. Sejak saat itu Malaka menjadi pusat pengembangan Islam Syafi’I, yang perkembangan Islam Syafi’I ini beriringan dengan perluasan wilayah Kerajaan Malaka, wilayahnya Daerah
Aru, Rokan, Siak, Kampar dan Indragiri. Dengan demikian Islam Syafi’i sampai akhir abad ke-15 menguasai daerah pantai timur Sumatera dan daerah pantai barat Semenanjung Malaka. Mayoritas masyarakat Islam di berbagai daerah di Indonesia adalah penganut mazhab Syafi’i. Mazhab ini memegang teguh Syariah, yang menitikberatkan kepada lima rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Lebih luas dari rukun Islam , syariah juga mencakp peraturan-peraturan perkawinan, keke;uargaan, warisan, perdagangana dan politik. Untuk politik Syafi’i juga berrusaha menyesuaikan dengan adat setempat, adat istiadat sebelum masa pra Islam. Dari cerita-cerita babad dan hikayat dapat diketahui bahwa pada hari-hari besar, raja-raja, para bangsawan, serta melakukan sembahyang secara bersama-sama. Sultan Mataram kecuali melakukan sembahyang berasama-sama di masjid pada hari-hari Jumat, juga pada hari Grebeg, Bulan Ramadhan, meskipun bukan tahun Dal.
c. Mazhab Hanafi Beberapa babad menceritakan bahwa tokoh-tokoh penyiar Islam di Jawa pada awal perkembangan Islam adalah berasal dari Campa. Raden Rahmat (Sunan Ampel) menurut Babad Tanah Jawi berasal dari Campa. Syekh Ishak yang mendapat tugas untuk menyiarkan Islam di Blambangan diceritakan oleh sebagai paman Raden Rahmat, sehingga ia juga berasal
dari Campa. Dengan demikian maka Islam yang berkembang di Pantai Utara Jawa juga berasal dari Campa (nama suatu kerajaan kuno di daratan Asia Tenggara, tepatnya di Vietnam Selatan). Pada waktu itu pusat penyebaran mazhab Syafi’i di Asia Tenggara adalah Malaka, sedang di pantai timur Sumatera Utara menjadi pusa penyebaran Islam Syi’ah. Oleh karena itu Islam yang berkembang di daratan Asia Tenggara khususnya mazhab Hanafi, maka Islam yang berkembang di daerah pantura dengan sendirinya adalah mazhab Hanafi. Kronik Cina yang berasal dari Klenteng Talang memberi petunjuk bahwa Islam yang berkembang di Kerajaan Demak adalah Mazhab Hanafi. Dalam kronik itu dikisahkan bahwa ketika Fatahillah sebagai Panglima Tentara Demak menyerang Cirebon, pernah ia memberikan gelar Maulana ifdil Hanafi kepada seorang imam Muslim Cina yang telah berjasa dalam membantu merebut Cirebon tersebut. Perintis mazhab ini adalah Abu Hanifah (699-767) dan berkembang di Turki, Asia Tengah (Turkistan, Bokhara dan Samarkan) dan India. Saat kebesaran Dinasti Yuan di Cina Islam mazhab Hanafi di Asia Tengah berkembang dengan pesat yang disebabkan sikap Kubilai Khan yang terbuka. Turkistan, Bukhara dan Samarkand menjadi pusat penyebaran Islam Hanafi. Kesatuan wilayah yang meliputi hamper seluruh benua Asia yang berhasil diciptakan oleh tentara Mongolia sangat mempermudah penyebaran Islam. Dari Asia Tengah kemudian Islam Hanafi menyebar ke
daerah yang lebih Timur lagi, Cina dan Asia Tenggara. Pada masa pemerintahan Dinasti Ming yang menggantikan Dinasti Yuan, Islam Hanafi memperoleh kesempatan untuk berkembang. Sebagian besar penduduk Cina didaerah Yuan, Shensi dan Hopei memeluk agama Islam Hanafi. Ma Huan yang mengikuti perjalanan laksamana Cheng Ho ke Asia Tenggara pada 1106 dan yang pernah pula datang di Keraton Majapahit adalah pemeluk Islam Hanafi. Pada saat itu daerah-daerah Anam, Champa dan Kamboja mengalami pengislaman. Dan pengislaman daerah Campa terjadi pada masa pendudukan Mongolia sekitar abad ke-13. Pada akhir abad ke-15 Islam Hanafi telah memasuki pantura. Perkembangan ke seluruh pantura terjadi pada abad ke-16. Pendiri Kerajaan Demak, Raden patah, adalah murid Sunan Ampel sendiri yang dalam babad dikisahkan datang dan membawa Islam Hanafi dari Campa. Pada 1526 Islam Hanafi berkembang dari Demak ke Cirebon. Sultan Demak mengirimkan armadanya ke Cirebon dipimpin oleh panglimanya yaitu
Fatahillah atau
Syarif Hidayatullah
menetap di Cirebon
berkedudukan sebagai salah satu wali sanga dan bergelar Sunan Gunung Jati (Daliman, 2012: 44-52).
d. Tasawuf Tasawuf merupakan bentuk masdar dari kata suf yang artinya wol, biasanya dipakai sebagai jubbah (labs al-suf) orang- orang yang
menjalankan kehidupan mistik (sufi) tasawuf juga dihubungkan dengan Suluk
yang berasal dari bahasa arab yang artinya Perjalanan
(Poesponegoro, 1993 :202). Dimulai dengan memasuki jalan dibawah pimpinan syekh dengan usaha mencapai tingkat kejiwaan yang tertinggi menurut kemampuannya. Kaum penganut tasawuf disebut faqir atau darwisy yang artinya orang miskin atau orang minta-minta. Aliran tasawuf pada awal perkembangan islam, ajaran ini tidak dikenal. Sebagai ajaran baru banyak tantangan dan kecaman, karena dianggap menyimpang dari ajaran islam. Salah satu yang ditentang islam adalah pantheisme. Kaum sufi sudah berkeyakinan bahwa dirinya sudah menemukan Tuhan dan Tuhan berada dalam dirinya sendiri. Akibatnya salat lima waktu sudah tidak diperlukan, bahkan syariah islam ditentangnya. Pertentangan kaum sufi dengan kaum Ahl-al sunnah wa’l Jama’ah ini mereda pada jaman Al-Gazali yang memberi jalan tengah, dengan memberikan pernyataan bahwa syariah merupakan makanan sehari-hari bagi kaum muslimin, sedangkan tasawuf merupakan pembimbingan ke arah jalan ke sorga. Kedatangan kaum sufi dengan tassawufnya ke Indonesia diperkirakan abad XIII, yaitu masa perkembangan dan persebaran ahli tasawuf dari India dan Persia. Indonesia Baru pada abad XVI terutama di
Jawa dan Sumatra. Di Sumatra, Khususnya di Aceh, Penyebaran tasawuf dipelopori oleh Hamzah Fansuri, Sedangkan di Jawa dipelopori oleh Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemah Abang (Supriyadi, 2014: 76).
2. Pengaruh budaya Islam di Indonesia Pengaruh budaya Islam di Indonesia dapat di lihat dari bidang social yang Nampak dalam politik, ekonomi, maupun kehidupan kemasyarakatan pada umumnya. Di bidang budaya Nampak dari hasil budaya berupa agama dan pelaksanaannya.Kesenian yang bercorak islami maupun kesusasteraankesusasteraan yang bercorak islam. Peninggalan budaya islami,misalnya : keraton, masjid, tradisi gerebeg sekaten, perayaan Idul Fitri, makam raja-raja di Kota Gede dan Imogiri (Y.Supriyadi, 2014: 77) 1. Keraton, merupakan tempat yang menjadi pusat kekuasaan dan kegiatan yang berkaitan dengan urusan pemerintahan. Keraton juga merupakan tempat tinggal sultan dan anggota keluarganya. 2. Masjid, adalah tempat umat islam melaksanakan kewajiban salat sesuai tuntunan agama islam. Selain itu masjid juga berfungsi untuk melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pengajaran, pembinaan, pengembangan-pengembangan ajaran islam. Masjid peninggalana masa kesultanan di Nusantara misalnya Masjid Demak di Jawa Tengah, Masjid Sunan Ampel di Jawa Timur.
3. Sekaten adalah pasar mlam yang diadakan setiap bulan Maulud untuk merayakan kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW. Kegiatan sekaten dilaksanakan di alun-alun keraton. Acara ini terdapat di keraton Yogyakarta dan Surakarta. Pada acara ini dilakukan penabuhan gamelangamelan milik keraton. 4. Makam, adalah tempat untuk mengubur orang yang sudah meninggal. Peninggalan sejarah bercorak islam yang berupa makam biasanya memiliki nisan dan jirat atau kijing (Sukartono, 1993: 31) 5. Kasusastraan Peninggalan sejarah bercorak islam di Indonesia yang berupa karya sastra beragam tentunya. Bentuk peninggalan sejarah itu antara lain syair, hikayat, babad, dan suluk. a. Syair, merupakan puisi lama yang setiap baitnya terdiri dari 4 baris dengan bunyi akhir yang sama. Karya sastra berbentuk syair misalnya, syair prahu dan syair si Burung Pingai karya Hamzah Fansuri b. Hikayat, adalah karya sastra berbentuk cerita yang dibuat untuk melipur lara atau membangkitkat semangat perjuangan. Misalnya hikayat Hang Tuah, hikayat Bayan Budiman, hikayat raja-raja Pasai. c. Suluk, adalah kitab yang mengungkapkan mengenai ajaran tasawuf. Misalnya, suluk Wujil adalah mengenai nasehat Sunan Bonang kepada Wujil, suluk Sukarasa yang isinya menceritakan ki Sukarsa yang mencari ilmu sejati ntuk meraih kesempurnaan.
d. Babad, adalah cerita dengan latar belakang sejarah yang umumnya lebih bersifat cerita daripada menguraikan sejarah yang disertai dengan buktidan fakta. Karya sastra dalam bentuk babad misalnya babad Tanah Jawi dan babad Giyanti. Babad Tanah Jawi menceritakan mengenai sejarah Pulau Jawa yang dimulai dari Nabi Adam hingga abad ke-18, sedangkan Babad Giyanti ceritanya mengungkapkan mengenai terpecahnya Kesultanan Mataram (Soekmono, 1973: 33).
BAB III PENUTUP Simpulan: 1. Islamisasi adalah proses masuk dan berkembangnya agama dan budaya Islam di Indonesia. 2. Proses awal masuknya agama dan budaya Islam di Indonesia dibawa oleh pedagang Gujarat (India). 3. Saluran-saluran Islamisasi di Indonesia melalui perdagangan yang memungkinkan terjadinya perkawinan, dan melalui tasawuf. 4. Mazhab yang berkembang di Indonesia pada waktu adalah mazhab Syi’ah, Syafi’i dan Hanafi. Dan adanya keraton, masjid, sekaten, makam dan beberapa karya sastra pada waktu itu menunjukkan dampak dari pengaruh Islamisasi.
Daftar Pustaka Daliman. 2012. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Ombak Nugroho Notosusanto, Marwati Djoenoed Poesponegoro. 1993. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Sartono Kartodirdjo. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium Samapi Imporium. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Soekmono. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Soekartono. 1993. Sejarah Perkembangan Kerajaan Islam. Yogyakarta: Vidya Utama. Supriyadi. 2014. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Lintang Pustaka Utama. http://hadifauzan.blogspot.com/2014/02/proses-islamisasi-nusantara.html, diakses 13 Maret 2015, pukul 19:43 WIB http://zamronimpd.blogspot.com/2010/06/islamisasi-ilmu-pengetahuandan.html?m=1, diakses 11 Maret 2015, pukul 11:37 WIB id.m.wilkipedia.org/wiki/Islamisasi, diakses 12 Maret 2014, pukul 09:00 WIB