TUGAS AKHIR PERENCANAAN PERKERASAN JALAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT) PADA JALAN M. SAID SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR STA 0+000 S/D 3+800 DENGAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN NOMOR 02/M/BM/2013
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyusun Tugas Akhir pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat Oleh: BUEN BESTARAYA NIM : H1A110110
Pembimbing: Ir. YASRUDDIN, YASRUDDIN, MT NIP. 19601225 199003 1 002
KEMENTRIAN KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL BANJARBARU 2014
LEMBAR PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, N am a
: Buen Bestaraya
Nim
: H1A110110
Fakultas
: Teknik
Jurusan
: Teknik Sipil dan Lingkungan
Program Studi
: Teknik Sipil
Judul Tugas Akhir
: Perencanaan
Perkerasan
Jalan
Lentur
(Flexible
Pavement) Pada Jalan M. Said STA 0+000 s/d 3+800 Dengan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Samarinda Kalimantan Timur Pembimbing
: Ir. Yasruddin, MT
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Tu gas Akhir yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri sendiri dan benar keasliannya. keasliannya. Apabila ternyata di kemudian kemudian hari penulisan Tugas Akhir ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Lambung Mangkurat. Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Penulis,
Buen Bestaraya (H1A110110)
PERENCANAAN PERKERASAN JALAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT) PADA JALAN M. SAID STA 0+000 S/D 3+800 DENGAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN NOMOR 02/M/BM/2013 SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR
Oleh: Buen Bestaraya Pembimbing: Ir. YASRUDDIN, MT ABSTRAK
Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang sangat penting. Ruas jalan M. Said Kota Samarinda salah satu akses menghubungkan wilayah pemukiman penduduk dan sekitarnya menuju Kota Samarinda dengan kondisi jalan yang rusak serta berlubang. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan jalan demi memperlancar akses masyarakat menuju pusat kota. Perencanaan perkerasan jalan ini untuk mendapatkan tebal struktur perkerasan lentur dengan menggunakan Program SDPJL (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur) yang berpedoman pada Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur Nomor 02/M/BM/2013 serta menggunakan Pedoman Perkersan Lentur Pt T-01-2002 -B. Pada perencanaan tebal struktur perkerasan lentur dengan Program SDPJL didapat lapis permukaan = 4 cm (AC WC); lapis sub permukaan 1 = 6 cm (AC Base); lapis pondasi = 10 cm (Agg A) dan lapis pondasi bawah = 15 cm (Agg B). Dengan menggunakan Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur Nomor 02/M/BM/2013 didapat D1 = 4 cm; D1’ = 13,5 cm; D 2 = 15 cm (CTB) dan D3 = 15 cm. (LPA Kelas A) lalu menggunakan Pedoman Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B didapat lapis permukaan = 4 cm (AC WC); lapis sub permukaan 1 = 6 cm (AC Base); la pis pondasi = 10 cm (Agg A) dan lapis pondasi bawah = 15 cm (Agg B) lalu diambil tebal perkerasan yang efisien dengan Pedoman Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B didapat rencana anggaran biaya sebesar Rp. 6.747.584.530 dengan panjang jalan ±3.8 Km dan lebar jalan 5 m. Kata kunci: Perkerasan jalan lentur 02/M/BM/2013, Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur SDPJL, Pedoman Perkersan Lentur Pt T-01-2002-B.
ROAD PAVEMENT DESIGN bending (FLEXIBLE PAVEMENT) in M. SAID STA 0 + 000 S / D 3 + 800 ROAD PAVEMENT DESIGN WITH MANUAL NUMBER 02 / M / BM / 2013 SAMARINDA EAST BORNEO
By: Buen Bestaraya Advisor: Ir. YASRUDDIN, MT
ABSTRACK The highway is a very important transportation infrastructure. M. Said Samarinda one access connecting residential areas and surrounding towards Samarinda with damaged roads and potholes. Therefore it is necessary for path planning in order to increase public access to the city center. Planning pavement to get thick flexible pavement structures using SDPJL Program (Flexible Pavement Design Software) that is based on the Flexible Pavement Thickness Design Guideline No. 02/M/BM/2013 as well as the use Pavement Guidelines Bending Pt T-01-2002-B. In the thick of planning flexible pavement structure with surface layers obtained SDPJL Program = 4 cm (AC WC); sub-surface layer 1 = 6 cm (AC Base); base course = 10 cm (AGG A) and sub-base layer = 15 cm (AGG B). Using Flexible Pavement Thickness Design Guideline No. 02 / M / BM / 2013 obtained D1 = 4 cm; D1 '= 13.5 cm; D2 = 15 cm (CTB) and D3 = 15 cm. (LPA Class A) and then use the Flexible Pavement Guidelines Pt T-01-2002-B obtained surface layer = 4 cm (AC WC); sub-surface layer 1 = 6 cm (AC Base); base course = 10 cm (AGG A) and sub-base layer = 15 cm (AGG B) then taken pavement thickness efficient with obtained Flexible Pavement Guidelines Pt T-01-2002-B budget plan Rp. 6.747.584.530 with the ± 3.8 Km long and 5 m wide road . Keywords: Pavement road bending 02/M/BM/2013, Guidelines for Design of Pavement Thickness SDPJL Flexible, Flexible Pavement Guidelines Pt T-01-2002
PRAKATA
Bismillahirrahmannirrahiim Assalamualaikum.Wr.Wb.
Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat Nya sehingga Tugas Akhir yang berjudul ”Perencanaan Perkerasan Jalan Lentur (Flexible Pavement ) Pada Jalan M. Said STA 0+000 s/d 3+800 Dengan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Samarinda” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tak lupa shalawat dan salam kepada N abi Besar Muhammad SAW. Semoga kita semua mendapatkan syafaat dari beliau.Amin. Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana (S1) pada Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. Ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada segenap pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, yaitu: 1.
Kedua orang tua dan keluarga saya, ayahanda tercinta Ir. M. Salmani MT. dan ibunda tercinta Effy Herlina yang telah mengasuh, mendidik dan membesarkan saya selama ini, serta adik saya tercinta Lemitha Anummi yang telah banyak memberikan doa, dorongan dan semangat, dalam penulisan Tugas Akhir ini hingga selesai.
2.
Irmalisa yang membuat saya bersemangat melewati hari-hari serta dalam mengerjakan tugas akhir ini, terimakasih karena selalu ada selalu mengingatkan selalu memberikan doa dan selalu memberikan semangat selama pengerjaan Tugas Akhir ini.
3.
Ibu Ulfa Fitriati, M.Eng selaku Ketua Program Studi S-1 Teknik Sipil yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyusun Tugas Akhir ini.
4.
Bapak Ir. Yasruddin, MT selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan ilmunya serta membimbing saya dari awal hingga selesainya Tugas Akhir ini.
5.
Segenap Dosen Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat yang telah memberikan ilmunya serta motivasi kepada saya.
6.
Seluruh staf Program Studi S1 Teknik Sipil dan Staf-staf Perpustakaan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru yang telah membantu kelancaran dalam administrasi dan peminjaman literatur-literatur yang dibutuhkan.
7.
Semua instruktur dan teknisi Laboratorium Jalan Raya, khususnya Aminudin Burhan. Terimakasih untuk bantuannya serta pengetahuan yang telah diberikan.
8.
Seto Prabowo Epsa dan Sedjono Adi Wibowo R. yang satu perjuangan dalam pembimbing ini yang selalu bersama-sama berjuang untuk dapat menyelesaikan tugas kita masing-masing.Terimakasih banyak karena sudah banyak sekali membantu dalam penulisan ini dan terimakasih untuk kerja samanya.
9.
Seluruh teman-teman saya, khususnya anak Teknik Sipil 2010 terimakasih banyak untuk hari-hari yang sangat berharga serta suka duka yang pernah kita lalu bersama.
Akhir kata, saya menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas akhir ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran serta masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan Tugas akhir ini. Semoga Tugas akhir ini dapat memberi manfaat bagi pihak -pihak yang berkepentingan dan bagi kita semua.
Banjarbaru, Desember 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................. ..ii LEMBAR PERNYATAAN...................................................................................................iii ABSTRAK.............................................................................................................................iv ABSTRACK ............................................................................................................................ v
PRAKATA............................................................................................................................ vi DAFTAR ISI.........................................................................................................................viii DAFTAR TABEL................................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR............................................................................................. ............... xiii DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................................... xv DAFTAR NOTASI............................................................................................................... xvi BAB I ................................................................ ................................................................ ... iii PENDAHULUAN ................................................................ ........................................... xviii 1.1
Latar Belakang ................................................................................................... xviii
1.2
Tujuan Penelitian ................................................................................................. xix
1.3
Batasan Masalah .................................................................................................. xix
1.4
Manfaat Penelitian ............................................................................................... xix
1.5
Lokasi Penelitian....................................................................................................xx
BAB II................................................................................................................................xxii TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ ....................................xxii 2.1
Umum ................................................................................................................. xxii
2.1.1
Pengertian Jalan ........................................................................................... xxii
2.1.2
Sistem Jaringan Jalan................................................................................... xxii
2.1.3
Fungsi Jalan Umum .................................................................................... xxiii
2.1.4
Kelas Jalan .................................................................................................. xxvi
2.1.5
Klasifikasi Jalan Berdasarkan Beban Muatan Sumbu ............................... xxvii
2.2
Struktur dan Perkerasan Jalan............................................................................ xxix
2.3
Struktur Dan Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) ..................................... xxxiv
2.4
Prosedur Perancangan Perkerasan Lentur....................................................... xxxvii
2.5
Prosedur Perencanaan Pd-T-01-2002-B ............................................................. xlvi
2.6
SDPJL 1.0 (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur).......................................... li
2.6.1
Prinsip Utama dari Software Desain Perkerasan Jalan Lentur ....................... lii
2.6.2
Parameter-parameter Input Perhitungan SDPJL............................................ liii
2.6.3
Proses Perencanaan Perkerasan Menggunakan SDPJL 1.0 ........................... liii
2.6.4
Output Hasil Perencanaan SDPJL ................................................................. lix
2.7
Analisa Harga Satuan............................................................................................ lix
2.7.1
Harga Satuan Dasar (HSD)Tenaga Kerja ...................................................... lx
2.7.2 Harga Satuan Dasar (HSD) Alat ............................................................ ........ lxiii 2.7.3
Harga Satuan Dasar (HSD) Bahan.............................................................. lxxi
BAB III .............................................................. .................................................. ............lxxvi METODE PENELITIAN.................................................................................................lxxvi 3.1
Tahapan Persiapan ............................................................................................ lxxvi
3.2
Pengumpulan Data............................................................................................ lxxvi
3.3
Analisa Data..................................................................................................... lxxvii
3.4
Bagan Alir........................................................................................................ lxxvii
BAB IV .............................................................. .................................................. .............lxxx HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................................lxxx 4.1
Perencanaan Dengan Manual Desain Perkerasan Jalan 02/M/BM/2013........... lxxx
4.1.1
Menetapkan Umur Rencana........................................................................ lxxx
4.2.1
Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar................................................... lxxxi
4.1.3
Menentukan Nilai CESA4 .......................................................... .............. lxxxiii
4.1.4
Menentukan nilai Traffic Multiplier (TM) .............................................. lxxxiv
4.1.5
Menentukan nilai CESA5 ........................................................... .............. lxxxiv
4.1.6
Menentukan Tipe Perkerasan................................................................... lxxxiv
4.1.7
Struktur Pondasi Jalan .............................................................................. lxxxv
4.1.8
Menentukan Standar Drainase Bawah Permukaan .................................. lxxxvi
4.1.9
Desain Tebal Perkerasan......................................................................... lxxxvii
4.2
Perencanaan Tebal Perkerasan Dengan SDPJL.....................................................xc
4.2.1
Data Input .......................................................................................................xc
4.2.2
Data Output....................................................................................................xci
4.3
Analisa Data Perhitungan Tebal Perkerasan Dengan Menggunakan Pedoman PdT-01-2002-B ....................................................................................................... xciv
4.3.1
Menentukan Indeks Permukaan..................................................................xciv
4.3.2
Asumsi Nilai Struktural Number (SN) ........................................................xcvi
4.3.3
Menentukan Angka Ekivalen Setiap Jenis Kendaraan ................................xcvi
4.3.4
Menentukan Faktor Distribusi Arah (DA) ...................................................xcix
4.3.5
Menentukan Faktor Distribusi Lajur (DL)...................................................xcix
4.3.6
Menghitung Repetisi Beban Selama Umur Rencana (W18) .......................xcix
4.3.7
Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar.......................................................cix
4.3.8
Menentukan Nilai Modulus Resilient (MR) Masing-Masing Lapisan ....... cxiii
4.3.9
Mencari Nilai SN Dengan Nomogram dan Rumus Log Penentu Nilai SN..cxv
4.3.10 Menentukan Koefisien Drainase..................................................................cxvi 4.3.11 Menentukan Tebal Minimum Masing – Masing Perkerasan......................cxvii 4.4
Rencana Anggaran Biaya.................................................................................cxxvii
4.4.1
Perhitungan Total Biaya Pekerjaan...............................................................110
4.4.2
Perhitungan Rencana Anggaran Biaya .........................................................112
BAB V................................................................................................................................113 PENUTUP..........................................................................................................................113 5.1
Kesimpulan ..........................................................................................................113
5.2
Saran ....................................................................................................................115
LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Penggunaan Jalan menurut Muatan Sumbu Terberat ............xxix Tabel 2.2 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR) ......................................... xxxviii Tabel 2.3 Pemilihan Jenis Perkerasan..........................................................................xl Tabel 2.4 Desain perkerasan lentur opsi biaya minimum termasuk CTB................... xli Tabel 2.5 Desain perkerasan lentur alternatif .......................................................... ..xlii Tabel 2.6 Koefisien drainase ‘m’ untuk lapis berbutir ..............................................xliv Tabel 2.7 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo) ................................xlvii Tabel 2.8 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)................................xlvii Tabel 2.9 Faktor Distribusi Lajur (DL)....................................................................xlviii Tabel 2.10 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan................................................................. ....................................... xlix Tabel 2.11 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur.....................li Tabel 2.12 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis fondasi agregat (inci) ............................................................... ............................... li Tabel 2.13 Faktor Efisiensi Alat ............................................................ ................. lxxiv Tabel 2.14 Faktor Kehilangan Bahan Curah dan Kemasan pada Pekerjaan Berbasis Semen atau Beton Semen...........................................................................lxxiv Tabel 4.1 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR) ................................................ 62 Tabel 4.2 LHR2034 (Akhir Umur Rencana) ................................................................ . 65 Tabel 4.3 Pemilihan Jenis Perkerasan............................................................... .......... 67 Tabel 4.4 Desain Pondasi Jalan................................. .................................................. 68 Tabel 4.5 Koefisien Drainase ‘m’ untuk Tebal Lapisan ............................................. 69 Tabel 4.6 Perkerasan Berbutir dengan Lapis Aspal Tipis........................................... 70 Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Tebal Perkerasan Berbutir Dengan Lapis Aspal Tipis.. 70
Tabel 4.8 Indeks Permukaan padaAwal Umur Rencana (IPo) ................................. xcv Tabel 4.9 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana(IPt)................................. xcvi Tabel 4.10 Faktor Ekivalen Setiap Jenis Kendaraan (E)........................................ xcviii Tabel 4.11 Faktor Distribusi Lajur (DL) ................................................................ .. xcix Tabel 4.12 Angka Pertumbuhan Kendaraan ............................................................... cii Tabel 4.13 Lalu Lintas Harian Rencana 2014 (LHR2014 )...........................................ciii Tabel 4.14 LHR2034 (Akhir Umur Rencana) ............................................................. . civ Tabel 4.15 Nilai Faktor Umur Rencana (N)............................................................... . cv Tabel 4.16 LHR dalam kend/hari/2 arah diubah menjadi LHR dalam lss/hari/2 arah cv Tabel 4.17 Hasil PerhitunganW18 ................................................................ ............. cvi Tabel 4.18 Nilai Reliabilitas Sesuai Fungsi Jalan ..................................................... cvii Tabel 4.19 Nilai Reliabilitas, ZR, dan FR ................................................................cviii Tabel 4.20 Data Persentase CBR Subgrade ............................................................... cxi Tabel 4.21 Koefisien Drainase (m) ................................................................ ......... cxvii Tabel 4.22 Hasil PerhitunganTebal Perkerasan Alternatif 1 .................................. cxxv Tabel 4.23 Perkerasan Setiap Metode ............................................................... ..... cxxvi Tabel 4.24 Perhitungan Total Biaya Pekerjaan....................................................... cxxx Tabel 4.25 Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan.............................................. cxxxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Ruas Jalan Utama........................................................................ .......... xx Gambar 1.2 Denah Lokasi Penelitian ........................................................... ........... xxi Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur....................................................................xxxi Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku..................................................................xxxii Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit ......................................................... xxxiii Gambar 2. 4 Lapisan Paving Block .....................................................................xxxiv Gambar 2.5 Dukungan terhadap tepi perkerasan....................................................xlvi Gambar 2.6 Nomogram untuk perencanaan tebal perkerasan lentur...........................l Gambar 2.7 Tampilan Awal Program SDPJL 1.0 .................................................... liv Gambar 2.8 Isian Data Hasil Survey ............................................................. ............ lv Gambar 2.9 Kolom AADT Rencana ............................................................. ............ lv Gambar 2.10 Hasil Analisa Traffik...........................................................................lvi Gambar 2.11 Data untuk Proses Sorting...................................................................lvi Gambar 2.12 Pengelompokan data lapangan...........................................................lvii Gambar 2.13 Pengelompokan Data Lendutan ......................................................... lvii Gambar 2.14 Hasil Sort ............................................................... ...........................lviii Gambar 2.15 Hasil Output......................................................................................lviii Gambar 3.1 Bagan Alir Perencanaan Utama ...........................................................lxxviii Gambar 3. 2 Bagan Alur Metode Pt T-01-2002-B ............................................... lxxix Gambar 4.1 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur .......................lxxxix Gambar 4.2 Data Input Awal Program SDPJL......................................................... xc Gambar 4.3 Data Input Akhir Program SDPJL....................................................... xci Gambar 4.4 Data Output Program SDPJL.............................................................. xcii
Gambar 4.5 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur ................. xciii Gambar 4.6 Sketsa Detail Pot. A-A Desain Tebal Perkerasan .............................. xciv Gambar 4.7 Grafik Hubungan Nilai CBR Subgrade Dengan Cara Grafis ............. cxii Gambar 4.8 CBR yang Perlu Penanganan Khusus................................................. cxii Gambar 4. 9 Ilustrasi Penentuan Tebal Minimum SetiapLapis Perkerasan........... cxiii Gambar 4.10 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur................ cxxvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Kartu Kegiatan Asistensi
LAMPIRAN 2
Berita Acara Dan Surat Menyurat
LAMPIRAN 3
Faktor Ekuivalen Beban
LAMPIRAN 4
Data Lalu Lintas Selama 24 jam
LAMPIRAN 5
Data Perhitungan Nilai CBR
LAMPIRAN 6
Nomogram Penentuan Nilai SN
LAMPIRAN 7
Daftar Harga Satuan
LAMPIRAN 8
Rekapitulasi Perhitungan
LAMPIRAN 9
Perhitungan Rencana Anggaran Biaya
LAMPIRAN 10
Gambar Dilapangan
LAMPIRAN 11
Gambar Kerja
DAFTAR NOTASI
CESA
= Cumulative Equivalent Standard Axles
CESA4
= Cumulative Equivalent Standard Axles Pangkat 4
CESA5
= Cumulative Equivalent Standard Axles Pangkat 5
TM
= Traffic Multiplier Untuk Desain Perkerasan Beraspal
VDF
= Vehicle Damage Factor
W18 (Wt) = Volume Kumulatif Lalu Lintas Selama Umur Rencana. ZR
= Deviasi Normal Standar Sebagai Fungsi Dari Tingkat Kepercayaan (R), Yaitu Dengan Menganggap Bahwa Semua Parameter Masukan Yang Digunakan Adalah Nilai Rata-Rata.
S0
= Gabungan Standart Error Untuk Perkiraan Lalu Lintas Dan Kinerja.
ΔIP
= Perbedaan Antara Indeks Pelayanan Pada Awal Umur Rencana (IP0)
MR
= Modulus Resilien Tanah Dasar Efektif (psi)
IPf
= Indeks Pelayanan Jalan Hancur (Min 1,5)
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Jalan raya adalah suatu tempat atau area yang berbentuk jalur yang digunakan sebagai prasarana transportasi, baik menggunakan kendaraan maupun pejalan kaki. Sehubungan dengan perkembangan lalu lintas yang demikian pesat, maka untuk dapat meningkatkan pelayanan jalan yang baik dari segi geometrik, struktur perkerasan, maupun kapasitas, maka diperlukan suatu perencanaan teknis yang terbaik dan ekonomis dengan memperhatikan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan serta faktor lingkungan. Kota Samarinda sebagai ibukota provinsi Kalimantan Timur memerlukan prasarana jalan untuk menunjang pembangunan dibidang ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi yang dapat menghubungkan daerah-daerah terpencil dengan desa-desa atau pusat pemukiman di sekitarnya menuju ke pusat kota. Salah satu kawasan atau daerah yang diperlukan peningkatan infrastruktur jalan yaitu ruas jalan M. Said yang merupakan ruas jalan yang terletak di kecamatan Sungai Kunjang menuju ke kota Samarinda. Jalan M. Said kecamatan Sungai Kunjang dipilih untuk diteliti karena merupakan jalan akses pemukiman yang padat penduduk, dimana panjang jalannya kurang lebih dari 3,80 km dan jalan yang ada kondisinya rusak serta berlubang dan struktur lapis perkerasannya masih menggunakan lapis pondasi bawah dari material laterit dengan lebar badan jalan yang ada hanya 5 meter. Selain hal tersebut jalan M. Said adalah salah satu akses menghubungkan wilayah pemukiman penduduk dan sekitarnya menuju ke Kota Samarinda. Adapun perencanaan perkerasan ruas jalan M. Said digunakan perkerasan lentur ( fleksibel) yang sesuai dengan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tahun
2013, Program Software Desain Perkerasan Lentur (SDPJL) dan Metode Pt T-012002-B. Perbedaan mendasar
dari ketiga metode tersebut adalah pada cara
mendapatkan hasil tebal perkerasan dimana perhitungan dari metode 02/M/BM/2013 menggunakan tabel perhitungan, program SDPJL menggunakan software, dan metode Pt T-01-2002-B menggunakan perhgitungan dan grafis.
1.2
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Merencanakan tebal perkerasan lentur sesuai Pedoman Perkerasan Jalan Lentur Nomor 02/M/BM/2013 yang diperiksa menggunakan Pedoman Pt-T-01-2002B dan menganalisis tebal perkerasan lentur dengan menggunakan program SDPJL (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur) pada ruas jalan M. Said Kota Samarinda b. Menganalisis Rencana Anggaran Biaya (RAB) berdasarkan ketebalan lapisan yang paling tipis dengan menggunakan AHSP 2013
1.3
Batasan Masalah Menyadari akan luasnya permasalahan dalam perencanaan suatu jalan yang
mencakup berbagai aspek, maka dalam penyusunan tugas akhir ini hanya membatasi permasalahan pada perencanaan desain tebal perkerasan lentur, dan menghitung rencana anggaran biaya (RAB) untuk ruas jalan M. Said Samarinda. 1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan rencana tebal perkerasan jalan serta rencana anggaran biaya (RAB). Diharapkan hasil ini bisa bermanfaat dan bisa menjadi acuan dalam suatu perencanaan perkerasan jalan.
1.5
Lokasi Penelitian
Letak jalan yang dilakukan penelitian berada di provinsi Kalimantan Timur atau tepatnya di ruas jalan M. Said kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda. Berikut ini adalah layout dari ruas jalan M. Said Kota Samarinda. Untuk daerah ruas jalan rencana sendiri dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut ini:
Gambar 1.1 Ruas Jalan Utama
Untuk Denah Lokasi Perencanaan bisa dilihat pada Gambar 1.2 berikut ini:
Gambar 1.2 Denah Lokasi Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Umum
2.1.1
Pengertian Jalan
Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang di peruntukkan untuk lalu lintas baik menggunakan kendaraan maupun jalan kaki yang menghubungkan dari satu daerah ke daerah lain. Sebagai prasarana transportasi, jalan harus memenuhi syarat sesuai dengan fungsinya yaitu memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ketempat yang lain dengan cara aman, nyaman, lancar dan ekonomis.(Sumber: Undang-Undang Jalan No. 38 Tahun, 2004)
2.1.2
Sistem Jaringan Jalan
Dengan kemajuan jaman yang begitu pesat, maka tuntutan perekonomian, pendidikan, dan hal-hal lainnya yang merupakan tuntutan hidup membuat tuntutan akan pelayanan terhadap transportasi semakin besar. Dari jenis kendaraan, ukuran dan jumlah semua juga ikut berubah pula sehingga masalah – masalah seperti kelancaran arus lalu lintas, kenyamanan dan hal-hal lainnya yang membuat kinerja jalan menurun mencuat kepermukaan, oleh karena itu perlunya diadakan batasanbatasan. Batasan-batasan tersebut itulah yang membuat jalan diklasifikasikannya. Sistem jaringan dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Sistem Jaringan Jalan Primer Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang
dan
struktur
pengembangan
wilayah
tingkat
Nasional,
yang
menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi. Jaringan jalan primer
menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota-kota dibawahnya sampai kepersiil dalam satu satuan wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu antar satuan wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota jaringan jalan primer harus menghubungkan kawasan primer. Suatu ruas jalan primer dapat berakhir pada suatu kawasan primer. Kawasan yang mempun yai fungsi primer antara lain: Industri berskala regional, Bandar Udara, Pasar Induk, Pusat perdagangan skala Regional/Grosir. 2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubunkan kawasan-kawasan yang memiliki fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai keperumahan.
2.1.3
Fungsi Jalan Umum
Berdasarkan fungsinya, jalan umum dapat dikelompokkan kedalam: 1. Jalan Arteri Primer, ialah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua. Untuk jalan arteri primer wilayah perkotaan, mengikuti kriteria sebagai berikut: a. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan arteri primer luar kota. b. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer. c. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam. d. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter.
e. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas regional. Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik dan lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal. f. Kendaraan angkutan berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan menggunakan jalan ini. g. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, jarak antara jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter. h. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu, sesuai dengan volume lalu lintasnya. i. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain. j. Mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas harian ratarata. k. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan ini seharusnya tidak diijinkan. 2. Jalan Kolektor Primer, ialah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau kota menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga. Untuk wilayah perkotaan kriterianya adalah: a. Jalan kolektor primer kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota. b. Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer. c. Dirancang untuk kecepatan rencana 40 km/jam. d. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter. e. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien jarak antaranya lebih dari 400 meter. f. Kendaraan angkutan berat dan bus dapat dijinkan melalui jalan ini. g. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu sesuai dengan volume lalu lintasnya. h. Kapasitasnya sama atau lebih besar dari volume lalu lintas harian rata-rata.
i. Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk j. Dilengkapi dengan perlengkapan jalan yang cukup. k. Besarnya LHR pada umumnya lebih rendah dari pada jalan arteri primer. 3. Jalan Lokal Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persiil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persiil atau kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota dibawahnya, atau kota jenjnag ketiga dengan persiil atau kota dibawah jenjang ketiga sampai persiil. Kriteria untuk jalan lokal primer adalah: a. Merupakan terusan jalan lokal pimer luar kota. b. Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya. c. Dirancang umtuk kecepatan rencana 20 km/jam. d. Kendaraan angkutan barang dan bus diijinkan melalui jalan ini. e. Lebar jalan tidak kurang dari 6 meter. f. Besarnya LHR pada umumnya paling rendah pada sistem primer. Kawasan primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer. Fungsi primer adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai pelayan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah pengembangannya. 4. Jalan Arteri Sekunder, menghubungkan kawasan primer dengan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Kriteria untuk jalan perkotaan: a. Dirancang berdasarkan kecepatan rancang paling rendah 20 km/jam. b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter. c. Kendaraan angkutan barang berat tidak diijinkan melalui fungsi jalan ini didaerah pemukiman. d. Lokasi parkir pada jalan dibatasi. e. Harus mempunyai perlengkapan jalan cukup. f. Besarnya LHR pada umumnya lebih rendah dari sistem primer.
5. Jalan Lokal Sekunder menghubungkan antar kawasan sekunder ketiga atau dibawahnya dan kawasan sekunder dengan perumahan. Kriteria untuk daerah perkotaan adalah: a. Dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam. b. Lebar jalan tidak kurang dari 5 meter. c. Kendaraan angkutan barang dan bus tidak diijinkan melalui jalan ini didaerah pemukiman. d. Besarnya LHR umumnya paling rendah. 2.1.4
Kelas Jalan
Berdasarkan pasal 19 UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas jalan berdasarkan: 1. Fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan. 2. Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan bermotor. Pengelompokkan jalan menurut kelas jalan terdiri atas beberapa kelas, antara lain adalah: a. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 10 ton. b. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, ukuran paling ting gi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 8 ton. c. Jalan Kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm,
ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm, dan muatan sumbu terberat 8 ton. d. Jalan Khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 10 ton. Fungsi jalan menggambarkan kemungkinan tipe lalu lintas yang akan menggunakan jalan. Jalan arteri, atau jalan nasional, atau jalan kelas 1 secara nyata menggambarkan bahwa perkerasan jalan harus mampu menerima beban lalu lintas yang lebih berat dibandingkan dengan fungsi jalan lainnya. Hal ini sangat mempengaruhi tebal perkerasan jalan tersebut.
2.1.5 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Beban Muatan Sumbu
Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Pengelompokkan jalan menurut muatan sumbu yang disebut juga kelas jalan, terdiri dari: 1.
Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum digunakan di Indonesia, namun sudah mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di Prancis telah mencapai muatan sumbu terberat sebesar 13 ton.
2.
Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas. 3.
Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;
4.
Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
5.
Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
Tabel 2.1 Klasifikasi Penggunaan Jalan menurut Muatan Sumbu Terberat Dimensi Maksimum dan MST Kendaraan Bermotor yang KELAS
FUNGSI
JALAN
JALAN
Diizinkan Menggunakan Jalan Lebar
Panjang
MST Tinggi (mm)
(mm)
(mm)
(Ton)
UU No.14/1992, ps. 7, dan PP No.43/1993, ps. 11 ayat (1)
PP No.44/1993, ps. 115
RUU LLAJ 2005 ps. 12 ayat (1) s.d. (4 )
ayat (1) huruf b
I
2500
18000
> 10
2500
18000
≤ 10
2500
18000
≤8
Arteri II Arteri atau IIIA
4200 dan ≤ 1,7 x Lebar
Kolektor kendaraan IIIB
Kolektor
2500
12000
≤8
2100
9000
≤8
Lokal & IIIC Lingkungan
2.2
Struktur dan Perkerasan Jalan
Jalan memiliki persyaratan dari segi konstruksi yaitu harus kuat, awet dan kedap air. Jika dilihat dari segi pelayanan jalan harus rata, tidak licin, geometrik memadai dan ekonomis. Untuk itu membutuhkan suatu rancangan perkerasan yang mampu melayani beban berupa lalu lintas. Perkerasan jalan adalah lapisan atau badan jalan yang menggunakan bahan khusus, yaitu campuran antara agregat dan bahan ikat. Agregat yang dipakai terdiri dari batu pecah, batu belah, batu kali. Sedangkan bahan ikat yang digunakan berupa aspal dan semen. Perencanaan perkerasan yang efektif adalah salah satu dari berbagai aspek lain dari perencanaan jalan. Perkerasan adalah bagian dari jalan raya yang sangat penting
bagi pengguna jalan. Kondisi dan kekuatan dari jalan raya sering dipengaruhi oleh kehalusan atau kekasaran permukaan jalan. Keadaan perkerasan yang baik dapat mengurangi biaya pengguna, penundaan waktu perjalanan, tabrakan dan pemakaian bahan bakar. Lapis perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu. Dengan demikian perencanaan tebal masing – masing lapis perkerasan harus diperhitungkan dengan optimal.
Perkerasan jalan dibedakan menjadi empat bagian, yaitu: 1. Perkerasan lentur (Flexible Pavement) Yaitu perkerasan yang menggunakan aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat. Lapisan perkerasan bersifat menahan beban lalu lintas dan menyebarkan ketanah dasar, tanpa menimbulkan kerusakan. Secara umumnya konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan – lapisan yang diletakkan pada tanah dasar. Lapisan – lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya. Ada jenis struktur perkerasan yang diterapkan pada struktur perkerasan jalan baru yaitu terdiri atas: •
Struktur perkerasan pada permukaan tanah asli
•
Struktur perkerasan pada timbunan
•
Struktur perkerasan pada galian.
Untuk lapisan-lapisan pada perkerasan lentur dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur 2. Perkerasan kaku ( Rigid Pavement ) Yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland Cement ) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapisan pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul
oleh pelat beton. Untuk lapisan-lapisan pada perkerasan kaku dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku
Ada 5 jenis perkerasan beton semen yaitu sebagai berikut: a. Perkerasan beton semen tanpa tulangan dengan sambungan (Jointed Plain Concrete Pavement ).
b. Perkerasan beton semen bertulang dengan sambungan (Jointed Reinforced Concrete Pavement ).
c. Perkerasan beton semen tanpa tulangan (Continuosly Reinforced Concrete Pavement ).
d. Perkerasan beton semen prategang (Prestressed Concrete Pavement ). e. Perkerasan beton semen bertulang fiber (Fiber Reinforced Concrete Pavement ).
Perkerasan kaku mempunyai sifat yang berbeda dengan perkerasan lentur.Pada perkerasan kaku daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton. Hal ini terkait dengan sifat pelat beton yang cukup kaku, sehingga dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan – lapisan di bawahnya.
3. Perkerasan komposit (Composite Pavement ) Yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. Lapisan-lapisan perkerasan komposit dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini. Lapisan permukaan ( surface)
Plat beton ( concrete slab )
Lapisan pondasi bawah ( subbase) Lapisan tanah dasar (subgrade)
Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit
4. Perkerasan Paving Block (Concrete Block) Yaitu perkerasan yang terbuat dari campuran pasir dan semen ditambah atau tanpa campuran lainnya (abu batu atau lainnya). Paving block atau blok beton terkunci menurut SII.0819-88 adalah suatu omposisi bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis lainnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut, sedangkan menrut SK SNI T-04-1990-F paving block adalah segmensegmen kecil yang terbuat dari beton dengan bentuk segi empat atau segi banyak yang dipasang sedemikian rupa sehingga saling mengunci (Dudung Kumara,1992; Akmaluddin dkk. 1998). Untuk lapisan-lapisan perkerasan paving block dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini.
Gambar 2. 4 Lapisan Paving Block
2.3
Struktur Dan Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Pada umumnya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan yang melayani beban lalu lintas ringan sampai dengan sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan sistem utilitas terletak dibawah perkerasan jalan, perkerasan bahu jalan, atau perkerasan dengan konstruksi bertahap. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisanlapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya.
Keuntungan menggunakan perkerasan lentur adalah: 1. Dapat digunakan pada daerah dengan perbedaan penurunan (differential settlement ) terbatas.
2. Mudah diperbaiki. 3. Tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja. 4. Memiliki tahanan geser yang baik. 5. Warna perkerasan memberikan kesan tidak silau bagi pemakai jalan. 6. Dapat dilaksanakan bertahap, terutama pada kondisi biaya pembangunan terbatas atau kurangnya data untuk perencanaan. Kerugian menggunakan perkerasan lentur adalah: 1. Tebal total struktur perkerasan lebih tebal dari pada perkerasan kaku. 2. Kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan. 3. Frekuensi pemeliharaan lebih sering daripada menggunakan perkerasan kaku. 4. Tidak baik digunakan jika serig digenangi oleh air. 5. Membutuhkan lebih banyak agregat. Struktur perkerasan lentur menurut Pedoman Perancanaan Tebal Perkerasan Lentur (Rancangan 3) umumnya terdiri atas: 1. Lapisan permukaan (surface course) Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak pada lapisan paling atas dan berfungsi sebagai : •
Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan ini mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
•
Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan bawahnya.
•
Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
•
2.
Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah.
Lapisan pondasi atas (base course)
Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan pondasi permukaan dinamakan lapisan pondasi atas yang berfungsi sebagai: •
Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban kelapisan dibawahnya.
•
Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
•
Bantalan terhadap lapisan permukaan.
3. Lapisan pondasi bawah (subbase course) Lapisan perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar dinamakan lapisan pondasi bawah, yang berfungsi sebagai: •
Bagian dari konstrusi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ketanah dasar.
4.
•
Efisiensi penggunaan material.
•
Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpu l dipondasi.
•
Lapisan pertama, agar perkerasan dapat berjalan lancar.
Lapisan tanah dasar (subgrade) Lapisan tanah dasar setebal 50-100cm diatas akan diletakkan dilapisan pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya
baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan didapatkan atau tanah yang distribusiakan dengan kapur atau bahan lainnya. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Masalah-masalah yang sering ditemui terkait dengan lapisan tanah dasar adalah: a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dan rusaknya struktur perkerasan jalan secara menyeluruh akibat beban lalu lintas. b. Sifat mengembang dan menyusut pada jenis tanah yang memiliki sifat plastisitas tinggi. Perubahan kadar air tanah dasar dapat berkibat terjadinya retak dan atau perubahan bentuk. Faktor drainase dan kadar air pada prses
pemadatan tanah dasar sangat menentkan kecepatan kerusakan yang mungkin terjadi. c. Perbedaan daya dukung tanah akibat perbedaan jenis tanah sukar ditentukan secara pasti. Penelitian yang seksama akan jenis dan sifat tanah dasar disepanjang jalan dapat mengurangi dampak akibat tidak meratanya daya dukung tanah dasar. d. Perbedaan penurunan (differential settlement ) akibat terdapatnya lapisan tanah lunak dibawah tanah yang terletak dibawah lapisan tanah dasar sangat membantu mengatasi masalah ini. e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
2.4 Prosedur Perancangan Perkerasan Lentur
Berdasarkan Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan LenturManual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2013. Untuk menentukan nilai struktur yang diperlukan dapat dilihat dari langkahlangkah berikut ini:
1.
Umur Re Rencana Untuk menentukan umur rencana jalan bisa dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.2 2.2 Umur Rencana perkerasan perkerasan jalan jalan baru baru (UR) Jenis Perkerasan
Perkerasan lentur
Elemen Perkerasan
Umur Rencana (Tahun)
lapisan aspal dan lapisan berbutir dan CTB
20
pondasi jalan
40
semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak diijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan ulang, misal : jalan perkotaan, underpass, jembatan, terowongan.
40
Cement Treated Based Perkerasan Kaku
lapis pondasiatas, lapis pondasi bawah, lapis beton semen, dan pondasi jalan.
Jalan tanpa penutup
Semua elemen
40
Minimum 10
Catatan: 1 . Jika dianggap sulit untuk untuk menggunakan umur rencana diatas, maka dapat digunakan digunakan
2.
2.
umur rencanaberbeda, namun sebelumnya harus dilakukan analisis dengan discounted whole of life cost, dimana ditunjukkanbahwaumurrencanatersebutdapatmemberikandiscountedwholeoflifecosttere ndah. Umurrencanatidakbolehdiambil melampauikapasitasjalan padasaatumurrencana.
Menentukan nilai CESA4
Cumula lati tive ve Equiv Equival alen entt Sing Single le Axle Axle Load Load Beba Beban n sumb sumbu u stan standar dar kumu kumula lati tiff atau atau Cumu
(CES (CESA) A) meru merupa paka kan n juml jumlah ah kumu kumula lati tiff beba beban n sumb sumbu u lalu lalu lint lintas as desa desain in pada pada laju lajurr desain desain selama selama umur umur rencana rencana,ya ,yang ng ditent ditentukan ukan sebagai sebagai:: ESA =(Σ jeniskendaraanLHRTxVDF)............................................................ 1
CESA =ESAx365xR.. =ESAx365xR........ ............. ............ ............ ............. .............. ............... ............. ............. ............. ............2 ......2 Dimana ESA :lintasan sumbu standar ekuivalen (equivalent standar axle) untuk untuk 1 (sat (satu) u) hari hari
3.
LHRT LHRT
: lint lintas as har haria ian n ratarata-ra rata ta tahu tahuna nan n untuk untuk jeni jeniss kend kendar araa aan n tert terten entu tu
CESA CESA
: kumula kumulatif tif beban beban sumbu sumbu standa standarr ekival ekivalen en selama selama umur rencana rencana
R
: faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
Mene Menent ntuk ukan an nil nilai ai Tra Traff ffic ic Mul Multi tipl plie ierr (TM (TM)) Traffic Multiplier adalah faktor yang digunakan untuk mengkoreksi jumlah pengulangan beban sumbu sumbu (ESA) pangkat empat menjadi nilai faktor pangkat lainny lainnyaa yang yang dibutu dibutuhka hkan n untuk untuk desain desain mekani mekanik. k. Nilai Nilai TM kelelah kelelahan an lapisa lapisan n aspa aspall (TMlapisa tuk kon kondis disi pembeban banan yang ber berlebih di Indones nesia lapisan n aspal aspal) untuk adal adalah ah ber berkis kisar 1,81,8-2. 2. Nila Nilaii yang ang akur kurat ber berbeda beda-b -bed edaa ter tergant gantun ung g dar dari beba beban n berleb berlebih ih pada kendara kendaraan an niaga niaga didala didalam m kelomp kelompok ok truk. truk.
4.
Menentukan nilai CESA5 Nilai CESA tertentu (pangkat 4) untuk desain perkerasan lentur harus dikalikan dengan nilai TM untuk mendapatkan nilai CESA5 dengan menggunakan persamaan berikut: CESA5=(TM =(TM x CESA CESA4)..............................................................................3
5.
Menen enenttuka ukan tipe per perker kerasan asan Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi sesuai sesuai estimasi lalu lintas, umur rencana, dan pondasi jalan. Batasan di dalam Tabel Tabel 2.3 tidak absolut desainer juga harus mempertimbangkan mempertimbangkan biaya selama umur pelayanan terendah, batasan dan kepraktisan kepraktisan konstruksi. konstruksi. Tabel pemilihan pemilihan jenis perkerasan perkerasan sebagai sebagai berikut:
Tabel 2.3 Pemilihan Pemilihan Jenis Perkerasan Perkerasan
6.
Mene Menent ntuk ukan an subg subgra rade de yang yang sera seraga gam m dan dan daya daya duku dukung ng sub subgr grad adee Panjang rencana jalan harus dibagi dalam segmen – segmen yang seragam (homogen) yang mewakili kondisi pondasi jalan yang sama: a. Apabila Apabila data yang cukup cukup valid valid tersedia tersedia (minimal (minimal 163 data pengujian per segmen yang dianggap seragam), formula berikut dapat digunakan : CBR karakteristik = CBR rata2 – 1.3 – 1.3 x standar standar deviasi deviasi ............. ................... ............. ..........4 ...4 Data CBR dari segmen tersebut harus mempunyai koefisien variasi 25% - 30% (standar (standar deviasi/nil deviasi/nilai ai rata-rata rata-rata). ). b. Bila set data data kurang kurang dari 16 bacaan maka maka nilai wakil wakil terkecil terkecil dapat digunakan sebagai nilai CBR dari segmen jalan. Nilai yang rendah
yang tidak umum dapat menunjukkan daerah tersebut membutuhkan penanganan khusus, sehingga dapat dikeluarkan, dan penanganan yang sesuai harus disiapkan. 7.
Menentukan struktur pondasi jalan Desain pondasi jalan adalah desain perbaikan tanah dasar dan lapis penopang, tiang pancang mikro atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan landasan pendukung struktur perkerasan lentur.
8.
Menentukan struktur perkerasan Solusi Perkerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada pembebanan dan pertimbangan biaya terkecil yang ada pada Tabel 2.4 sebagai berikut: Tabel 2.4 Desain perkerasan lentur opsi biaya minimum termasuk CTB
Dan pada Tabel 2.5 merupakan desain perkerasan lentur alternatif yang digunakan jika HRS dan CTB sulit untuk dilaksanakan, namun desain perkerasan lentur tetap lebih mengutamakan desain menggunakan Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Desain perkerasan lentur alternatif
Catatan: Tabel 2.5 hanya digunakan jika HRS atau CTB sulit untuk dilaksankan, namun untuk desain perkerasan lentur tetap lebih mengutamakan desain Tabel 2.4.
9.
Periksa dengan menggunakan Pd T-01-2002-B Setelah semua perhitungan dilakukan maka hasil perhitungan secara struktur diperiksa dengan menggunakan Pd T-01-2002-B.
10.
Menentukan standar drainase bawah permukaan yang dibutuhkan Drainase bawah permukaan (sub surface pavement drainage ) harus disediakan untukmemenuhi ketentuan-ketentuan berikut: •
Seluruhlapispondasi bawah (subbase) harusdapat mengalirkanair.
•
Desainpelebaran
perkerasan
harus
menjamin
tersedianya
drainase
yangmemadai dari lapisanberbutir terbawahpadaperkerasaneksisting. •
Lapis terbawah perkerasan harus dapat mengalirkan air atau tebal lapis perkerasan berbutir efektif harus dikalikan dengan faktor m. Jalur air dengan batas timbunan paling tidak 500 m dari lapisan berbutir ke tepi timbunan (titik Free drainage) harus dianggap dapat mengalirkan air. Drainase melintang pada titik rendah atau pada pusat 10 m harus dianggap memberikan free drainage pada sub base.
•
Apabila ketinggian sub base lebih rendah dari pada ketinggian permukaan tanah sekitarnya, baik didaerah timbunan ataupun dipermukaan tanah asli, maka harus dipasang drainase bawah permukaan (bila memungkinkan keadaan ini dapat dihindari dengan desain geometris yang baik), bila drainase bawah permukaan tidak tersedia atau jika muka air tanah lebih tinggi dari 600 mm dibawah tanah dasar maka harus digunakan penyesuaian dengan faktor “m” untuk tebal lapis berbutir sesuai AASHTO 93 pasal 2.4.1.
•
Drainase bawah permukaan harus disediakan didekat saluran U dan struktur lain yang menutup aliran air dari setiap lapisan sup base. Lubang kecil (weepholes) harus ditempatkan secara benar selama konstruksi namun tidak dapat dijadikan satu – s atunya metode yang dilakukan. Secara umum drainase bawah permukaan harus diupayakan untuk disediakan.
•
Drainase bawah permukaan harus ditempatkan pada kemiringan yang seragam tidak kurang dari 0,5% sehingga air akan mengalir dengan bebas sepanjang drainase sampai ke titik keluar (outletpoint). Selain itu harus juga tersedia titik akses untuk membersihkan drainase atau titik pembuangan (discharge point) pada jarak tidak lebih dari 60 m.
•
Elevasititik masuk dan pembuangan drainase bawah permukaan harus lebih tinggi dari muka banjir rencana sesuai standar desain drainase. Apabila drainase bawah permukaan tidak dapat diberikan yang umumnya
terjadi pada daerah perkotaan, harus digunakan koefisien “m” pada desain ketebalan lapis pondasiberbutir sesuai dengan aturan AASHTO 93 pasal 2.4. 1 dan Tabel 2.6. Faktor m tersebut digunakan untuk check dengan metode AASHTO 1993. Tebal lapis pondasi berbutir dari Tabel 2.4 harus disesuaikan dengan membagi tebal desain lapis berbutir dengan faktor m. Nilai yang didapat menjadi tebal desain lapis pondasi berbutir.
Tabel 2.6 Koefisien drainase ‘m’ untuk lapis berbutir
11.
Menentukan kebutuhan daya dukung tepi perkerasan Struktur perkerasan memerlukan daya dukung tepi yang cukup, terutama bila terletak pada tanah lunak atau tanah gambut. Ketentuan daya dukung tepi harus dinyatakan secara terinci di dalam gambar gambar kontrak (drawings).
Ketentuan minimum adalah: •
Setiap lapis perkerasan harus dipasang sampai lembar yang sama atau lebih dari nilai minimum yang dinyatakan dalam Gambar 2.5.
•
Timbunan tanpa penahan pada tanah lunak (CBR <2%) atau tanah gambut harus dipasang pada kemiringan tidak lebih curam dari 1V : 3H
Gambar 2.5 Dukungan terhadap tepi perkerasan Lapisan penopang dan peningkatan tanah dasar harus diperpanjang sama ke bawah median sebagaimana dalam Gambar 2.5. Area median harus terdrainase baik atau diisi dengan lean mix concerete atau dengan bahan pengisi kedap untuk menghindari pengumpulan air dan merusak tepi perkerasan. 2.5
Prosedur Perencanaan Pd-T-01-2002-B
Pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 perhitungan perkerasan dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan pedoman perkerasan jalan Pd-T-2002-B. Berikut prosedur perencanaan Pd-T-2002-B. Diadopsi dari Metode AASHTO1993 dengan langkah-langkah perencanaan sebagai berikut: a.Menentukan Indeks Permukaan awal (IP0)yaitu kinerja struktur perkerasan
dengan menggunakan tabel khusus untuk jenis perkerasan yang dipergunakan untuk lapis permukaan. Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu diperhatikan jenis lapis perkerasan pada awal umur rencana sesuai dengan Tabel 2.7. Tabel 2.7 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo)
b. Menentukan Indeks Permukaan akhir (IPt) sesuai Metode PtT-012002-B yang mempunyai lebih banyak pilihan nilai dibandingkan dengan MetodeAASHTO 1993. Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt), perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan. Tabel 2.8 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)
c. Mengasumsikan nilai SN yang digunakan untuk menentukan angka ekivalen. d. Menentukan angka ekivalen setiap jenis kendaraan
dengan
terlebih
dahulu menentukan angka ekivalen masing-masing sumbu. Angka ekuivalen (E) asing-masing golongan beban gandar sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut tabel pada Lampiran. Tabel ini hanya berlaku untuk roda ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku agak berbeda dengan roda ganda. Untuk roda tunggal rumus berikut ini harus dipergunakan. = [
]4...............5
e. Menentukan faktor distribusi arah (DA) jika volume lalulintas yang tersedia dalam 2 arah DA berkisar antara 0,3 – 0 ,7. Untuk perencanaan pada umumnya diambil nilai DAsenilai 0,5. f.
Menentukan faktor distribusi lajur (DL) yaitu faktor distribusi kelajur rencana. Tabel 2.9 Faktor Distribusi Lajur (DL)
g. Menghitung lintas ekivalen selama umur rencana(W18). W18 = DD x DL x W18...............................................................................6 Dimana : DD = faktor distribusi arah. DL = faktor distribusi laju W18= beban gandar standar kumulatif untuk dua arah h. Menentukan reabilitas/reability ,tingkat reabilitas tinggi menunjukan jalan yang melayani lalulintas paling banyak, sedangkan tingkat yang paling rendah yaitu 50% menunjukan jalan lokal.
Tabel 2.10 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan.
i.
Menentukan MR tanah dasar berdasarkan korelasi dengan nilai CBRsegmen.
j.
Menentukan nilai SN (inci) dengan menggunakan nomogram, nilai SN harus sama dengan SN yang telah diasumsikan diawal, apabila nilai SN belum sama maka
langkah perencanaan diulang kembali mulai dari
asumsi nilai SN. Nomogram perkerasan lentur bisa dilihat pada Gambar 2.6 sebagai berikut:
Gambar 2.6 Nomogram untuk perencanaan tebal perkerasan lentur
k.
Menentukan koefisien drainaselapis pondasi dan lapis pondasi bawah.
Tabel 2.11 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur.
l.
Menentukan tebal minimum masing-masing perkerasan.
Tabel 2.12 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat
2.6
SDPJL 1.0 (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur) Software Desain Perkerasan Jalan Lentur adalah alat bantu perencanaan teknis
perkerasan jalan dengan menggunakan komputer yang pada mulanya dikembangkan oleh Central Design Office BIPRAN pada tahun 1983 (RDS). Kemudian seiring dengan perkembangan teknologi komputer, teknologi perkerasan jalan dan perkembangan spesifikasi, maka software perencanaan perkerasan jalan dimod ifikasi disesuaikan dengan kebutuhan.
Software Desain Perkerasan Jalan Lentur merupakan pemutakhiran perangkat
lunak sebelumnya yaitu Roads Design System (RDS), dengan bantuan komputer yang dapat berdiri sendiri dan dapat menampung perubahan dan perkembangan pemakaian material dan spesifikasi yang digunakan. SDPJL ini hanya sebagai alat bantu perhitungan perencana dalam proses mendesain perkerasan jalan lentur yang merujuk pada Pedoman Interim Desain Perkerasan Jalan Lentur No 002/P/BM/2011. Dalam aplikasinya pemakai perangkat lunak ini masih memerlukan data dan perhitungan secara manual dan secara mandiri harus melakukan pertimbangan teknik terhadap keluarannya, sehingga menjadi desain yang sesuai dengan kebutuhan.
2.6.1 Prinsip Utama dari Software Desain Perkerasan Jalan Lentur
Beberapa prinsip utama dari software ini antara lain: 1. Penyeragaman dalam metoda pengambilan data lapangan dan metoda perencanaan untuk seluruh Indonesia, sehingga memudahkan dan mempercepat pemantauan (monitoring). 2. Koordinasi pekerjaan lebih mudah, sehingga seluruh pekerjaan diharapkan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan dikerjakan sesuai dengan metoda yang ditetapkan. 3. Seluruh kegiatan Perencanaan sampai dengan tahap PHO dapat disimpan dalam satu“file perencanaan“ dan dapat di link dengan perangkat lunak Analisa Harga Satuan. 4. Mempermudah perencanan dalam mengerjakan beberapa perencanaan konstruksi perkerasan jalan, (dapat mendesain beberapa alternatif desain dalam waktu yang bersamaan).
2.6.2 Parameter-parameter Input Perhitungan SDPJL
Desain perkerasan jalan lentur dengan menggunakan software ini, memerlukan data yang antara lain : 1. Data kekuatan jalan yang ada, yang diperoleh dengan pengukuran B/Beam (untuk jalan yang beraspal) atau dengan pengukuran CBR subgrade menggunakan alat Dinamic Cone Penetrometer (untuk jalan tanah, jalan rusak dan pelebaran). 2. Data geometrik Jalan termasuk temperatur perkerasan dan ketebalan aspal existing. 3. Data sumber material. 4. Harga satuan. 5. Peta lokasi proyek yang menunjukkan secara pasti titik awal dan titik akhir proyek berikut datumnya. 6. Data perkiraan kebutuhan lapangan lainnya. 7. Data Lalu Lintas.
2.6.3 Proses Perencanaan Perkerasan Menggunakan SDPJL 1.0
Adapun langkah-langkah perencanaan dengan menggunakan program SDPJL 1.0 berdasarkan Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur Nomor 02/M/BM/2013 ini adalah sebagai berikut: 1. Tampilan awal Tampilan awal merupakan isian data yang terdiri sebagai berikut: a. Isian, Inputing data isian di isi sesuai dengan kebutuhan lapangan dan untuk mengisinya ada fasilitas pembantu berupa tanda merah dalam sel (untuk membantu pengisian). Caranya geser cursor ke arah tanda merah dengan mempergunakan mouse, sehingga muncul kotak keterangan seperti terlihat pada gambar 2.7
b. Pilihan, Di dalam gambar 2.7 terlihat kotak pilihan untuk pengisian (contohnya: Fungsi Jalan). Cara menentukan pilihan, geser cursor ke pojok kanan kotak pilihan, tekan mouse pada saat cursor terdapat pada segitiga, kemudian tentukan pilihan yang dibutuhkan.
Gambar 2.7 Tampilan Awal Program SDPJL 1.0
2. Tampilan isian data hasil survey
Gambar 2.8 Isian Data Hasil Survey 3. Tampilan kolom AADT Rencana Diisi dengan kondisi lalu lintas disesuaikan dengan Tabel Koefesien Distribusi Kendaraan dibuat formulanya. Contoh pengisian data:
Gambar 2.9 Kolom AADT Rencana
4. Tampilan hasil analisa traffik
Gambar 2.10 Hasil Analisa Traffik 5. Tampilan data untuk proses sorting
Gambar 2.11 Data untuk Proses Sorting
6. Tampilan pengelompokan data lapangan
Gambar 2.12 Pengelompokan data lapangan 7. Contoh tampilan pengelompokan data lendutan
Gambar 2.13 Pengelompokan Data Lendutan
8. Tampilan hasil sort
Gambar 2.14 Hasil Sort 9. Tampilan hasil output
Gambar 2.15 Hasil Output
2.6.4 Output Hasil Perencanaan SDPJL
Output hasil perencanaan SDPJL terdiri dari: a. Tebal lapisan perkerasan b. Volume Pekerjaan c. Analisa Harga Satuan Untuk mendapatkan perkiraan biaya pekerjaan dapat mempergunakan perangkat lunak analisa Harga Satuan dengan cara link antar file. Dalam SDPJL, output yang akan diperoleh masih terbatas pada tebal lapisan perkerasan dan kuantitas pekerjaan yang berhubungan dengan perkerasan. Untuk kuantitas pekerjaan pendukung lainnya diperlukan yang lebih rinci dalam dalam lembar kerja yang ada dalam SDPJL.
2.7
Analisa Harga Satuan
Analisa harga satuan ini menguraikan suatu perhitungan harga satuan b ahan dan pekerjaan yang secara teknis dirinci secara detail berdasarkan suatu metode kerja dan asumsi-asumsi yang sesuai dengan yang diuraikan dalam suatu sfesifikasi teknik dan komponen harga satuan, baik untuk kegiatan pemeliharaan, maupun peningkatan jalan. Analisa harga satuan pekerjaan yang akan dilakukan adalah harga satuan bahan, harga satuan alat dan harga satuan upah. Dari analisa yang dilakukan untuk masingmasing kelompok, kemudian disatukan menjadi analisis harga satuan pekerjaan. Jumlah perkiraan biaya proyek dapat dibuat dengan mengalikan kuantitas satuan pekerjaan dan harga satuan pekerjaan. Menurut Bina Marga, data harga satuan dasar yang digunakan dalam perhitungan analisa harga satuan adalah sebagai berikut: 1. Harga pasar setempat pada waktu yang bersangkutan.
2. Harga kontrak untuk barang/pekerjaan sejenis setempat yang pernah dilaksanakan dengan mempertimbangkan faktor-faktor kenaikan harga yang terjadi. 3. Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dan media cetak lainnya. 4. Daftar harga/tarif dan barang/jasa yang dikeluarkan pabrik atau agen tunggal. 5. Daftar harga standar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang baik pusat maupun daerah. 6. Data lain yang dapat digunakan.
2.7.1
Harga Satuan Dasar (HSD)Tenaga Kerja
Komponen tenaga kerja berupa upah yang digunakan dalam mata pembayaran tergantung pada jenis pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi harga satuan dasar tenaga kerja antara lain jumlah tenaga kerja dan tingkat keahlian tenaga kerja. Penetapan jumlah dan keahlian tenaga kerja mengikuti produktivitas paralatan utama. Suatu produksi jenis pekerjaan yang menggunakan tenaga manusia pada umumnya dilaksanakan oleh perorangan atau kelompok kerja yang dilengkapi dengan peralatan yang diperlukan berdasarkan metode kerja yang ditetapkan yang disebut alat bantu serta bahan yang diolah. Biaya tenaga kerja standar dapat dibayar dalam sistem hari orang standar atau jam orang standar. Besarnya sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan dan lokasi pekerjaan. Secara lebih rinci faktor tersebut dipengaruhi antara lain oleh : a. Keahlian tenaga kerja b. Jumlah tenaga kerja c. Faktor kesulitan pekerjaan d. Ketersediaan peralatan e. Pengaruh lamanya kerja
f. Pengaruh tingkat persaingan tenaga kerja
2.7.1.1 Kualifikasi Tenaga Kerja
Dalam pelaksanaan pekerjaan jalan dan jembatan diperlukan keterampilan yang memadai untuk dapat melaksanakan suatu jenis pekerjaan. Tenaga kerja yang terlibat dalam suatu jenis pekerjaan jalan dan jembatan umumnya terdiri dari: a. Pekerja, b. Tukang, c. Mandor, d. Operator, e. Pembantu operator, f.
Sopir,
g. Pembantu sopir, h. Mekanik, i.
Pembantu mekanik,
j.
Kepala tukang.
2.7.1.2 Standar Upah
Sumber data harga standar upah berdasarkan UMR (Upah Minimum Regional) didapat dari ketetapan yang dikeluarkan Mentri Tenaga Kerja mengenai besarnya upah minimum regional yang selalu diadakan peninjauan kembali setiap tahun. Upah Minimum Regional (UMR) adalah upah pokok terendah termasuk tunjangan tetap yang diterima oleh pekerja di wilayah tertentu dalam satu provinsi, dan ini adalah sebagai dasar upah. Dalam suatu perusahaan, upah minimum regional (UMR) ini akan terjadi pula sebagai harga dasar upah. Komponen upah dasar tenaga kerja adalah upah berdasar UMR, disamping tujuan seprti:
a. Makan, b. Transport, c. Pengobatan dan pengamanan, d. Runah atau tempat tinggal sementara atau tempat penampungan sementara para pekerja selama kegiatan pekerjaan berjalan, e. Perlengkapan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja). Untuk suatu perusahaan baik yang bergerak di bidang pembangunan atau lainnya, dasar upah, selain berdasar (UMR), dipertimbangkan pula adanya upah lokal dan upah mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah (lokasi pekerjaan). Upah lokal adalah harga upah setempat pada waktu yang bersangkutan atau yang terjadi pada waktu itu. Sumber data upah lokal adalah dari instansi yang berwenag di daerah. 2.7.1.3 Hari Orang Standar (Standard Man Day)
Yang dimaksud dengan pekerja standar di sini adalah pekerja yang bisa mengerjakan satu macam pekerjaan seperti pekerja galian, pekerja pengaspalan, pekerja pasangan batu, pekerja las dan lain sebagainya. Dalam sistem pengupahan digunakan satu satuan upah berupa orang hari standar (Standard Man Day) yang disingkat orang hari (OH) atau man day (MD), yaitu sama dengan upah pekerjaan dalam 1 hari kerja (8 jam kerja termasuk 1 jam istirahat). 2.7.1.4 Jam Orang Standar (Standard Man Hour)
Orang hari standar atau satu hari orang bekerja adalah 8 jam, terdiri dari 7 jam kerja (efektif) dan satu jam istirahat. Apabila perhitungan upah dinyatakan dengan upah orang per jam (OJ) maka upah orang per jam dihitung sebagai berikut:
ℎ
(
) =
................................... 5
Bila diperoleh data upah pekerja per bulan, maka upah jam orang pada rumus(5) dapat dihitung dengan membagi upah p er bulan dengan jumlah hari efektif
selama satu bulan (24-26) hari kerja dan dengan jumlah 7 jam kerja efektif selama satu hari.
2.7.1.5 Koefisien dan Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah jam kerja merupakan koefisien tenaga kerja atau kuantitas jam kerja per satuan pengukuran. Koefisien ini adalah faktor yang menunjukkan lamanya pelaksanaan dari tenaga kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan satu satuan volume pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi koefisien tenaga kerja antara lain jumlah tenaga kerja dan tingkat keahlian tenaga kerja. Penetapan jumlah dan keahlian tenaga kerja mengikuti produktivitas peralatan utama. Jumlah tenaga kerja tersebut adalah relatif tergantung dari beban kerja utama produk yang dianalisis. Jumlah total waktu digunakan sebagai dasar menghitung jumlah pekerja yang digunakan. Rasio antara mandor dengan pekerja paling kecil 1:20 atau pada kondisi tertentu adalah 1:10. Rasio antara kepala tukang dan tukang adalah sekitar 1:10. 2.7.2 Harga Satuan Dasar (HSD) Alat 2.7.2.1 Masukan Untuk Perhitungan Biaya Alat
Komponen alat digunakan dalam mata pembayaran tergantung pada jenis pekerjaannya. Faktor yang mempengaruhi harga satuan dasar alat anatara lain: jenis peralatan, efesiensi kerja, kondisi cuaca, kondisi medan, dan jenis material/bahan yang dikerjakan. Jika beberapa jenis peralatan yang digunakan untuk pekerjaan secara mekanis dan digunakan dalam mata pembayaran tertentu, maka besarnya suatu produktivitas ditentukan oleh peralatan utama yang digunakan dalam mata pembayaran tersebut. Berikut ini masukan yang diperlukan dalam perhitungan biaya alat pers atuan waktu. a. Jenis alat
Jenis alat yang dipergunakan dalam satu mata pembayaran disesuaikan dengan ketentuan yang tercantum dalam spesifikasi teknis. Pada umumnya satu jenis peralatan hanya mampu melaksanakan satu jenis kegiatan pelaksanaan pekerjaan. b. Tenaga mesin Tenaga mesin (Pw) merupakan kapasitas tenaga mesin penggerak dalam satuan tenaga kuda atau horsepower. c. Kapasitas alat Kapasitas alat adalah kapasitas peralatan (Cp) yang dipergunakan, misalnya AMP 5ton/jam (kapasitas produksi per jam). Ada beberapa peralatan yang bisa berdiri sendiri dalam operasinya, tapi ada peralatan yang bergantung pada peralatan lain seperti misalnya dum truck, yang tidak bisa mengisi muatannya sendiri, harus diisi memakai loader atau excavator . Jadi isi muatan bak dump truck tergantung pada berapa banyak yang bisa di tumpahkan oleh pengisinya (loader atau excavator) d. Umur ekonomi alat Umur ekonomis peralatan (A) dapat dihitung berdasarkan kondisi penggunaan dan pemeliharaan yang normal, menggunakan standard dari pabrik pembuat. Setiap peralatan selama pemakaiannya (operasinya) membutuhkan sejumlah biaya, yaitu biaya untuk operasi sesuai fungsinya dan biaya pemeliharaan (termasuk perbaikan) selama operasi. Setiap jenis peralatan mempunyai umur ekonomis sendiri-sendiri yang berbeda antara satu jenis peralatan lainnya. Biasanya dinyatakan dalam tahun pengoprasian. Umur ekonomis suatu peralatan dapat berubah (menjadi lebih singkat) yang diakibatkan antara lain karena cara pengoprasian yang tidak baik dan tidak benar serta pemeliharaan dan perbaikannya tidak baik. e. Jam kerja alat per tahun
Pada peralatan yang bermesin maka jam peralatan a tau jam pemakaian peralatan akan dihitung dan di catat sejak mesin dihidupkan sampai mesin dimatikan.Selama waktu (jam) pelaksanaan kegiatan pekerjaan maka peralatan tetap dihidupkan, kecuali generating set (gen set) yang selalu tetap dihidupkan, untuk peralatan tidak bermesin maka jam pemakaiannya sama dengan jam pelaksanaan kegiatan pekerjaan.
f.
Harga pokok alat Harga pokok perolehan alat (B) yang dipakai dalam perhitungan biaya sewa alat atau pada analisis harga satuan dasar alat. Harga yang tercantum dapat terjadi melalui persyaratan jual beli apakah barang tersebut loko gudang, fraco gudang, free on board, serta kadang-kadang penjual harus menanggung cost, freight, and insurance atas barang yang dikirim.
g. Nilai sisa alat Nilai sisa peralatan (C) atau bisa disebut nilai jual kembali (resale value) adalah perkiraan harga peralatan yang bersangkutan pada akhir umur ekonomisnya. Untuk perhitungan analisa harga saat ini, nilai sisa alat dapat diambil rata-rata 10% dari pada harga pokok alat, tergantung pada karakteristik (dari pabrik pembuat) dan kemudian pemeliharaan alat. Nilai sisa alat : C= 10% harga alat h. Tingkat suku bunga, faktor angsuran modal dan biaya pengembalian modal Merupakan tingkat suku bunga bank pinjaman infestasi yang berlaku pada waktu pembelian peralatan yang bersangkutan. Perencanaan teknis/pengguna jasa menentukan nilai suku bunga ini dengan mengambil nilai rata-rata dari beberapa bank komersial terutama di wilayah tempat kegiatan pekerjaan berada. Untuk mendapatkan biaya pengembalian modal menggunakan rumus (7)
=
×( (
) )
.............................................................................................7
=
(
)×
..............................................................................................8
dimana:
i.
A
=
Umur ekonomis alat
D
=
Faktor angsuran dan pengembalian modal
E
=
Biaya pengembalian modal
i
=
Tngkat suhu bunga pinjaman investasi (% per tahun)
B
=
Harga pokok alat (rupiah)
C
=
Nilai sisa alat (%)
W
=
Jumlah jam kerja alat dalam satu tahun (jam)
Angsuran dan pajak Besarnya nilai angsuran (Ins) dan pajak kepemilikan peralatan ini umumnya diambil rata-rata per tahun sebesar 0,1% untuk angsuransi dan 0,1% untuk pajak, atau dijumlahkan sebesar 0,2% dari harga pokok alat, atau 2% dari sisa alat (apabila nilai sisa alat = 10% dari harga pokok alat). rumus untuk mendapatkan nilai asuransi dapat dilihat pada persamaan (8) ×
=
...................................................................................................9
dimana:
j.
F
=
Asuransi
B
=
Harga pokok alat (rupiah)
Inc
=
Asuransi(5)
W
=
Jumlah jam dalam kerja alat dalam satu tahun (jam)
Upah tenaga Upah tenaga kerja dalam perhitungan biaya operasi peralatan disisni terdiri atas biaya upah tenaga kerja dalam satuan Rp./jam. Untuk mengoprasikan alat diperlukan opertor dan pembantu operator.
k. Harga bahan bakar dan pelumas
Harga bahan bakar (H) dan minyak pelumas maupun minyak hidrolik (I), dalam perhitungan biaya53 operasi peralatan adalah harga umum yang ditetapkan pemerintah setempat.
2.7.2.2 Proses Perhitungsn Harga Satuan Dasar Alat
Komponen dasar poses harga satuan dasar alat, tediri atas: A) Biaya pasti, (owning cost) Biaya pasti, (owning cost) adalah biaya pengembalaian modal dan bunga setiap tahun, dihitung sebagai berikut:
G=
(
)×
+
×
=
(
)×
(
× )
.........................................10
dimana : G = biaya pasti per jam B = Harga pokok alat setempat C = Nilai sisa alat D = Faktor angsuran dan pengembalian modal E = Faktor angsuran dan pengembalian modal F = Biaya asuransi, pajak dan lain-lain per tahun = 0,002 x B atau = 0,02 x C W = Jumlah jam kerja alat dalam satu tahun B) Biaya tidak pasti atau biaya operasi 1. Komponen biaya operasi komponen biaya operasi tiap unit peralatan dihitung berdasarkan bahan tang diperlukan sebagai berikut: a. Biaya bahan bakar (H)
Kebutuhan bahan bakar tiap jam (H) dihitung berdasarkan data tenaga kerja mesin penggerak sesuai yang tercantum dalam manual pemakaian bahan bakar yang digunakan untuk proses produksi (misalnya untuk pengeringan/ pemanasan agregat atau pemanasan aspal pada AMP, serta pemanasan permukaan perkerasan pada Hot Recycler). b. Biaya minyak pelumas (I) Minyak pelumas (I) yang meliputi minyak pelumas mesin (I), minyak pelumas hidrolik, pelumas transmisi, Tongue Converter, power steering, gemuk (grease) dan minyak pelumas lainnya, kebutuhan per jam dihitung berdasarkan kebutuhan jumlah minyak pelumas diabagi tiap berapa berapa jam minyak pelumas yang bersangkutan harus diganti sesuai manual pemeliharaan dari pabrik pembuat. c. Biaya bengkel (J) Pemeliharaan perawatan rutin (J) seperti pengganti saringan udara, saringan bahan bakar, saringan pelumas serta perbaikan ringan lainnya. d. Biaya perawatan atau perbaikan Biaya perbaikan (K) ini meliputi: - Biaya penggantian ban (untuk peralatan yang memakai roda ban) - Biaya
penggantian
komponen-komponen
yang
aus
(yang
penggantiannya sudah dijadwalkan) seperti swing dan fixed jaw pada jaw crusher, cutting edge pada pisau buldozer, saringan (screen) pada stone crusher dan AMP - Penggantian batre i accu - perbaikan undercarriage dan attachment - biaya bengkelUpah operator/driver
e. Upah operator/ driver (L) dan pembantu operator/driver (M) Besarnya upah untuk operator/driver (M) dan pembantu operator/ driver (L) diperhitungkan sesuai dengan “besar perhitungan upah
kerja”, tetapi upah per jam diperhitungkan upah 1 (satu) jam kerja efektif 2. perhitungan biaya operasi Perhitungan cara pendekatan dengan rumus rata-rata untuk biaya tidak pasti atau biaya operasi adalah sebagai b erikut a) Biaya bahan bakar (H) Banyakaknya bahan bakar per jam yang digunakan oleh mesin penggerak dan tergantung pada besarnya kapasitas tenaga mesin, biasanya diukur dengan satuan HP (Horse Power)
= (12,00 / 15,00)%
..................................................11
dimana: H
= banyaknya bahan bakar yang dipergunakan dalam 1 (satu) jam dengan satuan liter/jam
HP
= Horse power, kapasitas tenaga mesin penggerak
12,00%
= Untuk alat yang bertugas ringan
15,00%
= Untuk alat yang bertugas berat
b) Biaya minyak pelumas Banyaknya minyak pelumas (termasuk pemakaian minyak yang lain serta grease) yang dipergunakan oleh peralatan yang bersangkutan dihitung dengan rumus dan berdasarkan kapasitas tenaga mesin
= (2,5 / 3)%
..............................................................12
dimana : I
=
banyaknya minyak pelumas yang dipakai dalam 1 (satu) jam dengan satuan liter/jam
HP =
kapasitas tenaga mesin (Horse power)
2,5% =
untuk pemakaian ringan
3% =
untuk pemakaian berat
c) Biaya bengkel (J)
Besarnya biaya bengkel (workshop) tiap jam dihitung sebagai be rikut:
= (6,25 / 8,75)%
.....................................................13
dimana : B
=
harga pokok alat setempat
W
=
jumlah jam kerja alat dalam satu tahun
6,25%
=
untuk pemakaian ringan
8,75%
=
untuk pemakaian berat
d) Biaya perbaikan (K) Untuk menghitung biaya perbaikan termasuk penggantian suku cadang yang aus dipakai rumus:
= (12,5 / 17,5)%
/
.................................................14
dimana : B
=
harga pokok alat setempat
W
=
jumlah jam kerja alat dalam satu tahun
12,5%
=
untuk pemakaian ringan
17,5%
=
untuk pemakaian berat
e) Upah operator/driver (L) dan pembantu operator (M) Upah operator dan pembantu operator atau driver, dihitung dengan rumus: L
=
1 orang/jam x U1
M
=
1 orang/jam x U2
f) Biaya operasi (P) Biaya operasai dapat dihitung dengan rumus:
=
+
+
+
+
+
.............................................15
dimana : P
=
Biaya operasi
H
=
bnayaknya bahan bakar yang digunakan dalam 1 jam dengan satuan liter/jam
I
=
Banyaknya minyak pelumas yang dipakai dalam 1 jam dengan satuan liter/jam
J
=
Besarnya biaya bengkel (workshop) tiap jam
K
=
Biaya perbaikan termasuk penggantian suku cadang yang aus
L
=
Upah operator atau diver
M
=
Upah pembantu Operator atau pembantu driver
2.7.2.3 Keluaran (Output) HSD Alat
Keluaran harga satuan alat (S) adalah harga satuan dasar alat yang meliputi biaya pasti (G), biaya tidak pasti atau biaya operasi (P), harga satuan dasar al at didapat dengan :
=
+ .................................................................................................16
Keluaran harga satuan dasaralat ini selanjutnya merupakan masukan (input) untuk proses analisis harga satuan pekerjaan (HSP) 2.7.2.4 Alat Bantu
Di samping peralatan mekanis, hampir semua nomor mata pembayaran memerlukan alat bantu manual, seperti: cangkul, sekop, gerobak sorong, keranjang, timba dan lain-lain. Alat bantu tersebut jumlah dan harganya relatif kecil, sehingga untuk memudahkan snalisis, alat bantu manual tidak dianalisis, dan dalam contoh perhitungkan analisis harga satuan pekerjaan, harga alat bantu diisi dengan angka nol. 2.7.3
Harga Satuan Dasar (HSD) Bahan
Faktor yang mempengaruhi harga satuan dasar bahan antara lain adalah kualitas, kuantitas dan lokasi asal bahan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kuantitas dan kualitas bahan harus ditetapkan dengan mengacu pada spesifikasi yang berlaku.
Data satuan dasar bahan dalam perhitungan analisis ini berfungsi untuk kontrol terhadap harga penawaran kontraktor. Harga datuan dasar bahan daat dikelompokkan menjadi tiga bahan yaitu: a. Harga satuan dasar bahan baku, misal: batu, pasir, semen, baja tulangan, dan lain-lain b. Harga satuan dasar bahan olahan, misal: agregat kasar dan agregat halus, campuran beton semen, campuran semen, dan lain-lain. c. Harga satuan dasar bahan jadi, misal tiang pancang beton pracetak, geosintetik dan lain-lain Harga pokok bahan dapat terjadi melalui persyaratan jual beli. Masukan (input) harga bahan yang dibutuhkan dalam proses perhitungan HSD bahan yaitu harga komponen bahan per satuan pengukuran. Satuan pengukuran bahan tersebut misalnya m, m 2, m3, kg, ton, zak dan sebagainya. Untuk pekerjaan bangunan jalan, jembatan, dan bangunan air, pada umumnya memerlukan alat secara mekanis terutama memproduksi bahan olahan dan proses pelaksanaan pekerjaan dilapangan, sebagian kecil memerlukan pekerjaan secara manual. 2.7.3.1 Harga Satuan Dasar Bahan Baku
Bahan baku biasanya diperhitungkan dari sumber bahan (quarry), tetapi dapat pula diterima di base camp atau di gudang setelah memperhitungkan ongkos bongkar muat dan pengangkutannya. Survei bahan baku biasnya dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui jarak lokasi sumber dan pemenuhan terhadap spesifikasinya, kemudian diberi keterangan, misal: harga bahan di quarry (batu kali, pasir, dll) atau harga bahan diambil dari pabrik atau gudang grosir (semen, aspal, besi dan sebagainya) 2.7.3.2 Harga Satuan Dasar Bahan Olahan
Bahan olahan merupakan hasil produksi di plant (pabrik) atau dibeli dari produsen diluar kegiatan pekerjaan. Bahan olahan misalnya agregat atau batu pecah
yang diambil dari bahan baku atau bahan dasar kemudian diproses dengan alat mesin pemecah batu menjadi material menjadi beberapa fraksi. Melalui proses penyaringan atau pencampuran beberapa fraksi bahan dapat dihasilkan menjadi agregat kelas A dan kelas B, sebagai bahan pondasi jalan. Lokasi tempat proses pemecahan bahan biasanya di base camp atau di lokasi khusus, sedangkan unit produksi campuran aspal (asphalt mixing plant) atau unit produksi campuran beton semen (concrete batch plant) umumnya berdekatan dengan lokasi mesin pemecah batu (stone crusher), agar dapat mensuplai agregat lebih mudah Dalam penetapan harga satuan dasar bahan olahan di lokasi tertentu, khususnya untuk agregat, ada tiga tahapan yang harus dilakukan, yaitu: masukan, proses dan keluaran a) Masukan 1. Jarak quarry (bila sumber bahan baku diambil dari quarry) km 2. Harga satuan dasar tenaga kerja 3. harga satuab dasar alat 4. harga satuan dasar bahan baku atau bahan dasar 5. kapasitas alat, merupakan kapasitas dari alat yang dipergunakan, misalnya alat pemecah batu (stone crusher) dalam ton per jam, dan Wheel Loader dalam m3 heaped (kapasitas bucket) 6. Faktor efesiensi alat Faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi diantaranya adalah: faktor operator, faktor peralatan, faktor cuaca, faktor kodisi medan/lapangan, faktor manajemen kerja Untuk memberikan estimasi besaran pada setiap faktor di atas adalah sulit sehingga untuk mempermudah pengambilan nilai yang digunakan, faktorfaktor tersebut digabungkan menjadi satu yang merupakan faktor kondisi kerja secara umum. Selanjutnya faktor tersebut digunakan sebagai faktor efisiensi kerja alat (Fa). Faktor efesiensi dapat dilihat pada Tabel 2.13, tetapi
tabel tersebut tidak disarankan bila kondisi operasi dan pemeliharaan mesin adalah buruk. Tabel 2.13 Faktor Efisiensi Alat Pemeliharaan Mesin Kondisi Operasi Baik Sekali
Baik
Sedang Buruk Buruk Sekali
Baik sekali
0,83
0,81
0,76
0,7
0,63
Baik
0,78
0,75
0,71
0,65
0,6
Sedang
0,72
0,69
0,65
0,6
0,54
Buruk
0,63
0,61
0,57
0,52
0,45
Buruk sekali
0,53
0,5
0,47
0,42
0,32
7. Faktor kehilangan bahan Faktor untuk memperhitungkan bahan yang tercecer pada saat diolah dan di pasang. Faktor kehilangan bahan curah dan kemasan pada pekerjaan berbasis semen atau beton semen dapat dilihat pada Tabel 2.14 Tabel 2.14 Faktor Kehilangan Bahan Curah dan Kemasan pada Pekerjaan Berbasis Semen atau Beton Semen Bentuk Bahan
Faktor Kehilangan (%)
Semen
1,00 - 2,00
Pasar
5,00 - 10,0
Agregat kasar
5,00 - 10,0
Superplasticizer
1,00 - 2,00
(Sumber: AHSP, 2013)
b) Proses Proses perhitungan dapat dilakukan secara manual atau menggunakan perangkat lunak secara sederhana dengan microsoft office, Excel, sesuai dengan rumus di atas. c) Keluaran Proses perhitungan di atas akan menghasilkan harga satuan dasar bahan, misal: untuk agregat kasar dan agregat halus sebagai keluaran. Harga satuan dasar bahan olahan ini merupakan masukan dalam proses perhitungan analisis harga satuan pekerjaan.
2.7.3.3 Harga Satuan Dasar Bahan Jadi
Bahan jadi diperhitungkan diterima di base camp /gudang atau dipabrik setelah memperhitungkan ongkos bongkar muat dan pengangkutannya serta biaya pemasangan (tergantung perjanjian transaksi) Untuk harga satuan dasar bahan jadi, harus diberi keterangan harga bahan diterima sampai di lokasi tertentu, misal lokasi pekerjaan, base camp atau bahan diambil
di
pabrik/udang
grosir.
Bahan
jadi
dapat
berasal
dari
pabrik/pelabuhan/gudang kemudian diangkut ke lokasi pekerjaan menggunakan tronton/truk, sedang untuk memuat dan menurunkan barang menggunakan crane atau alat lainnya.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Tahapan Persiapan
Tahapan persiapan yang dilakukan meliputi: 1. Studi Literatur Mengumpulkan, membaca, dan menganalisis sumber-sumber pustaka yang ada kaitannya dengan tema penulisan tugas akhir ini, baik melalui bukubuku, makalah-makalah hasil seminar, jurnal, karya tulis lainnya maupun bahan-bahan yang didapatkan dari bangku kuliah. Hal ini bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap permasalahan yang diangkat sehingga didapat landasan teori yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan. 2. Survey Pendahuluan Merupakan kegiatan survey dilapangan dalam skala kecil sebelum pengumpulan data untuk menghimpun data-data lapangan secara visual di lokasi tempat pekerjaan akan dilakukan. Hal-hal yang dilakukan dalam survey pendahuluan antara lain: a. Melihat langsung kondisi jalan secara umum b. Menentukan titik awal dan akhir lokasi penelitian c. Mengambil foto-foto keadaan jalan dan lingkungan di sekitar lokasi penelitian. 3.2
Pengumpulan Data
1. DataPrimer Data primer adalah data-data yang diperoleh langsung dilapangan melalui hubungan langsung dengan objek penelitian, yaitu berupa kondisi awal dilapangan.
2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapat dari studi pustaka, karya tulis,dan badan atau instansi pemerintah. Data sekunder yang dikumpulkan berupa: a. Data Topografi b. Data tingkat pertumbuhan lalu lintas c. Data curah hujan. d. Daftar harga upah dan bahan. 3.3
Analisa Data
Berdasarkan data primer dan data sekunder, selanjutnya dilakukan analisis untuk mendapatkan hasil analisa yang diinginkan, yaitu struktur perkerasan lentur (FlexiblePavement ) jalan yang berdasarkan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2013 dan rencana anggaran biaya (RAB). 3.4
Bagan Alir
Bagan Alir ( flowchart ) adalah bagan (chart ) yang menunjukkan alir ( flow) di dalam suatu program atau prosedur sistem secara logika. Dalam hal ini, dapat dilihat pada Gambar 3.1 untuk bagan alir perencanaan utama dengan ditunjukkan urutanurutan sebagai berikut yaitu perencanaan, dimulai dari persiapan dan studi literatur, pengumpulan data yang meliputi data primer dan data sekunder (data tanah/CBR lapangan dan Lalu-lintas harian/LHR) dan data sekunder (data topografi kondisi disekitar lapangan, data tingkat pertumbuhan lalu lintas, curah hujan, dan harga satuan), setelah itu diteruskan dengan mengolah data dan verifikasi data yang didapat maka akan didapat perencanaan tebal perkerasan tersebut hingga dapat diketahui ha sil dari perencanaan. Setelah didapat tebal perkerasan maka dapat dihitung rencana anggaran biaya (RAB) sehingga didapat kesimpulan akhirnya.
Mulai
Mulai
Persiapan dan Studi Literatur
Pengumpulan data
Data Sekunder:
Data Primer: a. b.
a. Data CBR lapagan b. Data LHR (lalu lintas harian rata-rata)
Perencanaan tebal perkerasan lentur dengan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2013
c.
Data topografi Data tingkat pertumbuhan lalu lintas (i) Data harga upah dan bahan
Perencanaan perkerasanlenturjalan,metodeyangdigun akan adalah Metode PtT-01-2002-B
Perkerasan Alternatif
RAB
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.1 Bagan Alir Perencanaan Utama
Perencanaan tebal perkerasan lentur dibantu program SDPJL(Software Desain Perkerasan Jalan Lentur)
Gambar 3. 2 Bagan Alur Metode Pt T-01-2002-B
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan analisis data dan perhitungan perencanaan tebal perkerasan dengan menggunakan pedoman
perkerasan
jalan lentur nomor
02/M/BM/2013, pedoman Pd-T-01-2002-B, danprogram SDPJL pada ruas jalan M. Said Sta 0+000-3+800 Samarinda. Selain membahas tentang perhitungan tebal perkerasan lentur disini juga dilakukan perhitungan rencana anggaran biaya (RAB) yang didapat dari hasil pengumpulan data maka didapatkan sejumlah data penunjang berupa data primer dan data sekunder yang kemudian data-data tersebut dianalisa untuk mendapatkan desain tebal perkerasan dan rencana anggaran biaya pada ruas jalan M.Said Sta 0+0003+800 Samarinda. 4.1
Perencanaan Dengan Manual Desain Perkerasan Jalan 02/M/BM/2013
4.1.1
Menetapkan Umur Rencana
Sesuai pedoman perkerasan jalan 02/M/BM/2013 pada Tabel 4.1 diambil umur rencana untuk perkerasan lentur sebesar 20 tahun. Tabel 4.1 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR) Jenis Perkerasan Perkerasan lentur
Elemen Perkerasan
Umur Rencana (Tahun)
lapisan aspal dan lapisan berbutir dan CTB
20
pondasi jalan
40
semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak diijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan ulang, misal : jalan perkotaan, underpass, jembatan, terowongan.
40
Cement Treated Based Perkerasan Kaku
lapis pondasiatas, lapis pondasi bawah, lapis beton semen, dan pondasi jalan.
Jalan
Semua elemen
tanpa penutup
Sumber: Pedoman Perkerasan 02/M/BM/2013
40 Minimum 10
4.2.1
Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar
`Daya dukung lapisan tanah dasar diukur dengan korelasi dari nilai empiris hasil penetrometer konusdinamis (Dynamic Cone Penetrometer) yang dikenal dengan DCP. Analisa data CBR Stasiun
Titik
CBR
0+000
1
24
0+200
2
29
0+400
3
21
0+600
4
25
0+800
5
10
1+000
6
24
1+200
7
31
1+400
8
13
1+600
9
16
1+800
10
21
2+000
11
26
2+200
12
20
2+400
13
12
2+600
14
13
2+800
15
17
3+000
16
23
3+200
17
15
3+400
18
20
3+600
19
24
3+800
20
26
Sumber: Hasil survey
Setelah didapat data CBR hasil survey lalu dicari standar deviasi untuk mendapatkan CBR desain. Untuk mencari nilai Standar Deviasi didapat dengan cara berikut: CBR Urut
CBR Rata-rata
CBR Urut-CBR Rata-rata
(CBR Urut-CBR Rata-rata) 2
10
20,5
-10,5
110,25
12
20,5
-8,5
72,5
13
20,5
-7,5
56,25
13
20,5
-7,5
56,25
15
20,5
-5,5
30,25
16
20,5
-4,5
20,25
17
20,5
-3,5
12,25
20
20,5
-0,5
0,25
20
20,5
-0,5
0,25
21
20,5
-0,5
0,25
21
20,5
-0,5
0,25
23
20,5
2,5
6,25
24
20,5
3,5
12,25
24
20,5
3,5
12,25
24
20,5
3,5
12,25
25
20,5
4,5
20,25
26
20,5
5,5
30,25
26
20,5
5,5
30,25
29
20,5
8,5
72,25
31
20,5
10,5
110,25
TOTAL
Sumber: Hasil Perhitungan
665
Maka standar Deviasi didapat dengan rumus:
=
(
)
= 20,5
Maka didapat hasil CBR efektif dengan cara: CBR karakteristik = CBR rata-rata – 1.3 x standar deviasi
CBR karakteristik = 20,5 – 1,3 x 5,92 = 12,8%
4.1.3
Menentukan Nilai CESA4
Menentukan CESA4 pertama-tama harus menentukan nilai lalulintas harian rencana (LHR) x VDF , berikut data LHR x VDF pada Tabel 4.2: Tabel 4.2 LHR2034 (Akhir Umur Rencana) LHR x VDF Jenis kendaraan LHR
VDF4
Mobil penumpang
1628
0
Mobil angkutan
85
0
Mobil minibus
305
0
Bus kecil
2
0,3
Truck ringan 2 sumbu
40
0,8
TOTAL ESA
32,6
Sumber: Hasil Perhitungan Setelah mengetahui nilai LHR, maka didapat nilai ESA seperti Tabel 4.2 lalu dimasukan ke dalam rumus: CESA4
=
ESA x 365 x R
=
32,6 x 365 x 20,268
=
241168,932
=
0,2 x 106
Dari data LHR pada lampiran didapat nilai LHR= 2060, lalu nilai LHR tersebut dimasukan ke dalam rumus untuk mencari nilai CESA4. Dari hasil perhitungan didapat nilai CESA4 = 0,2 x 106
4.1.4
Menentukan nilai Traffic Multiplier (TM)
Nilai TM kelelahan lapisan aspal (TM lapisan aspal) untuk kondisi pembebanan yang berlebih di Indonesia adalah berkisar 1,8-2. Nilai yang akurat berbeda-beda tergantung dari beban berlebih pada kendaraan niaga di dalam kelompok truk. Diambil nilai TM yang terkecil TM=1,8 karena merupakan jalan dengan lalulintas rendah.
4.1.5
Menentukan nilai CESA5
Nilai CESA tertentu (pangka 4) untuk desain perkerasan lentur harus dikalikan denagn nilai TM untuk mendapatkan CESA5. Adapun perhitungannya sebagai berikut: CESA5 =
(TM x CESA4)
CESA5 =
(1,8 x 0,2x106 )
CESA5 =
0,36 x 106
Dari perhitungan diatas didapat nilai CESA5 = 0,36 x 106
4.1.6
Menentukan Tipe Perkerasan
Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalu lintas, umur rencana, untuk pemilihan umur rencana 20 tahun menggunakan nilai CESA4 seperti pada Tabel 4.3 sebagai berikut:
Tabel 4.3 Pemilihan Jenis Perkerasan
Sumber: Pedoman Perkerasan 02/M/BM/2013 Setelah memasukan data ke Tabel 4.4 didapat jenis perkerasan untuk nilai CESA4 = 0,2x106 yaitu Burda atau Burtu dengan LPA Kelas A atau batuan asli.
4.1.7
Struktur Pondasi Jalan
Untuk menetukan desain struktur pondasi jalan memerlukan data CBR desain dan CESA5 yang dimasukan kedalam Tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4 Desain Pondasi Jalan Kelas Jalan
Tinggi tanah dasar diatas muka air tanah (mm)
Tinggi tanah dasar diatas muka air banjir (mm)
Jalan Bebas Hambatan
1200(jika ada drainase bawah permukaan di media)
500 (banjir 50 tahunan)
1700 (tanpa drainase bawah permukaan di median) Jalan Raya
600(jika ada drainase di median)
Jalan Sedang
600
500 (banjir 10 tahunan)
Jalan Kecil
400
Tidak digunakan
Sumber: Pedoman Perkerasan 02/M/BM/2013 Dari Tabel 4.4 untuk kelas jalan sedag didapat tinggi tanah dasar diatas muka air tanah (mm) = 600 mm dan tinggi tanah dasar diatas muka air banjir (mm) = 500 mm (banjir 10 tahunan).
4.1.8
Menentukan Standar Drainase Bawah Permukaan
Sesuai dengan keadaan jalan M. Said di Samarinda maka pada Tabel 4.5 didapat koefisen drainase ‘m’ untuk tebal lapisan sebai berikut:
Tabel 4.5 Koefisien Drainase ‘m’ untuk Tebal Lapisan
Sumber: Pedoman Perkerasan 02/M/BM/2013 Sesuai kondisi lapangan jalan M. Said maka didapat dari Tabel 4.5 yaitu kondisi lapangan nomor5 dan didapat nilai ‘m’= 0,7.
4.1.9
Desain Tebal Perkerasan
Setelah didapat jenis perkerasan kemudian nilai CESA5 dimasukkan kedalam Tabel 4.6 untuk desain perkerasan berbutir dengan lapis aspal tipis. Memasukan nilai CESA5 tersebut bertujuan untuk mendapatkan masing-masing tebal perkerasan.
Tabel 4.6 Desain Perkerasan Berbutir Dengan Lapis Aspal Tipis
Sumber: Pedoman Perkerasan 02/M/BM/2013
Untuk nilai CESA4 = 0,2 x 106 didapat dari Tabel 4.6 tebal masing-masing perkerasan sebagai berikut: Burda
= 20 mm
LPA Kelas A
= 250 mm
LPA Kelas A atau Kerikil
= 110 mm
Tabel 4. 7 Hasil Perhitungan Tebal Perkerasan Berbutir Dengan Lapis Aspal Tipis Tebal No
Perkerasan
Lapisan
(mm)
1.
Burda
20
2.
LPA Kelas A
250
3.
LPA Kelas A atau Kerikil
110
= 4cm= 2 cm Burda BC
= 6cm LPA Kelas A
= 25cm A = 11cm = 60cm
0,5 m
2,5 m
2,5 m
0,5 m
5m 6m Gambar 4.1 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur
4.2 4.2.1
Perencanaan Tebal Perkerasan Dengan SDPJL Data Input
Untuk input data awal, diperlukan data-data seperti yang terlihat pada Gambar 4.2 dibawah ini. Pada isian data yang bernilai nol, ini dikarenakan dalam perencanaan jalan baru data-data tersebut tidak digunakan.
Gambar 4.2 Data Input Awal Program SDPJL Kemudian untuk input data akhir, dapat dilihat dari Gambar 4.3 berikut ini data-data tersebut didapatkan dari input data awal. Pada isian data yang bernilai nol,ini dikarenakan dalam perencanaan jalan baru data-data tersebut tidak digunakan.
Gambar 4.3 Data Input Akhir Program SDPJL 4.2.2
Data Output
Hasil perencanaan dengan menggunakan SDPJL didapat tebal perkerasan masing-masing lapisan seperti yang terlihat pada Gambar 4.4 dibawah ini.
Gambar 4.4 Data Output Program SDPJL Dari hasil perencanaan dengan menggunakan program SDPJL ini, maka didapat masing-masing tebal perkerasan sebagai berikut: Lapis permukaan (AC WC)
=
4
cm
Lapis sub permukaan 1 (AC Base)
=
6
cm
Lapis sup permukaan 2
=
13
cm
Lapis pondasi (Agregat A)
=
10
cm
Lapis pondasi bawah (Agregat B)
=
15
cm
Dari hasil perencanaan diatas maka didapat tebal perkerasan masing-masing lapisan seperti yang terlihat pada sketsa penampang jalan pada Gambar 4.5 dibawah ini.
= 4cm = 6 cm = 10 cm = 15cm
0,5 m
2,5 m
2,5 m
0,5 m
5m 6m
Gambar 4.5 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur
Untuk detail potongan A-A pada sketsa profil melintang desain tebal perkerasan lentur dapat dilihat seperti Gambar 4.6 dibawah ini. = 4cm
Base= 6 cm
= 10cm
B = 15 cm
Gambar 4.6 Sketsa Detail Pot. A-A Desain Tebal Perkerasan
4.3
Analisa Data Perhitungan Tebal PerkerasanDengan Menggunakan Pedoman Pt-T-01-2002-B
Metode Pt T-01-2002-B mengacu kepada metode AASHTO seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Pada bab ini akan disajikan langkah – langkah dan proses perhitungan perencanaan tebal perkerasan dengan metode Pt T-01-2002B pada ruas jalan M. Said Kota Samarinda. Dari hasil pengumpulan data didapatkan sejumlah data berupa data primer dan data sekunder yang kemudian data-data tersebut dianalisa untuk mendapatkan desain tebal perkerasan ruas jalan M. Said Kota Samarinda sepanjang ± 3,800 Km. 4.3.1
Menentukan Indeks Permukaan
Indeks permukaan menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalulintas yang lewat. IP merupakan skala penilaian kinerja struktur perkerasan jalan yang memiliki rentang antara angka
1sampai 5. Angka 5 menunjukan fungsi pelayanan yang sangat baik dan angka 1 menunjukan fungsi pelayanan yang sangat buruk. Jenis indeks permukaan terbagi menjadi dua,yaitu: a. Menentukan Indeks Permukaan Awal (IPo) Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana perlu diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana. Sesuai dengan tabel 4.8 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo) pada bab IV, Tabel 4.8 Indeks Permukaan padaAwal Umur Rencana (IPo) Jenis Lapis Permukaan Laston
Lasbutag Lapen
IPo ≥4 3,9-3,5 3,9-3,5 3,4-3,0 3,4-3,0 2,9-2,5
Roughness* (IRI, m/km) ≤1,0 >1,0 ≤2,0 >2,0 ≤3,0 >3,0
(Sumber: Pt-T-01-2002-B)
diambil nilai IPosebesar 3,5 dengan jenis lapis permukaan Beton Aspal (Laston = Asphalt Concrete = AC) yang merupakan lapis permukaan dengan menggunakan agregat bergradasi baik. Asumsi ini diambil juga berdasarkan agar tebal perkerasan jalan lebih efisien. IP merupakan skala penilaian kinerja struktur perkerasan jalan yang memiliki rentang antara angka 1 sampai 5. Angka 5 menyatakan fungsi pelayanan yang sangat baik dan angka 1 menyatakan fungsi pelayanan yang sangat buruk. b. Menentukan Indeks Permukaan Akhir (IPt) Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagaimana telah diperlihatkan pada tabel 4.9 pada Bab IV dan diambil nilai indeks permukaan akhir sebesar 2,5.
Tabel 4.9 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana(IPt) Lokal 1-1,5 1,5 1,5-2 -
Fungsi Jalan Kolektor arteri 1,5 1,5-2 1,5-2 2 2 2-2,5 2-2,5 2,5
Tol 2,5
(Sumber: Pt-T-01-2002-B)
Nilai IPt yang tersedia pada metode ini berbeda dengan Metode AASHTO 1993, karena pada Metode AASHTO 1993 han ya memiliki 3 nilai yaitu 2; 2,5; dan 3. Sedangkan untuk metode Pt T-01-2002-B memiliki nilai yang bervariasi antara 1; 1,5; 2; atau 2,5. Pengambilan nilai 2,5 pada IPt menyatakan permukaan masih cukup stabil dan baik.
4.3.2
Asumsi Nilai Struktural Number (SN) Structural Number (SN) merupakan fungsi dari ketebalan lapisan, koefisien
relatif lapisan (layer coefficients ), dan koefisien drainase (drainage coefficients). Strktural number adalah angka yang menunjukan nilai struktur perkerasan jalan. Dilakukan setiap percobaan dari nilai SN terkecil sampai nilai SN terbesar namun untuk sebagai asumsi awal maka diambil nilai SN sebesar 1,4 karena nilai tersebut paling mendekati diperhitungan selanjutnya.
4.3.3
Menentukan Angka Ekivalen Setiap Jenis Kendaraan
Jenis setiap kendaraan memiliki minimal dua sumbu, yaitu sumbu depan disebut juga sumbu kendali, dan sumbu belakang atau sumbu penahan beban. Masing-masing sumbu dilengkapi satu, dua atau tiga roda, yang apabila sumbu dilengkapi dengan satu roda disebut dengan sumbu singlet atau tunggal, apabila dilengkapi dengan dua roda disebut sumbu tandem atau ganda dan apabila dilengkapi dengan 3 roda disebut sumbu triple. Sebagai usaha mempermudah untuk
membedakan berbagai jenis kendaraan maka dalam proses perencanaan digunakan kode angka dan simbol. Untuk pelaksanaan tebal perkerasan jalan beban yang diperhitungkan adalah beban yang mungkin terjadi selama umur rencana atau masa pelayanan jalan. Beban lalulintas rencana tidak selalu sama dengan beban lalulintas maksimum. Perencanaan dengan menggunakan beban maksimum akan menghasilkan tebal perkerasan yang tidak ekonomis, tetapi perencanaan berdasarkan beban yang lebih kecil dari beban rata-rata yang digunakan akan menyebabkan struktur perkerasan mengalami kerusakan sebelum masa pelayanan habis. Oleh sebab itu, perencanaan beban lalulintas yang digunakan tidak menggunakan beban maksimum masing -masing jenis kendaraan. Dalam satu contoh perhitungan menentukan nilai angka ekivalen kendaraan sesuai dengan tabel nilai angka ekivalen pada lampiran adalah sebagai berikut : Jenis Kendaraan
: Truk Ringan
Berat
: 8300 Kg
Konfigurasi sumbu
: 1.2 L
Pembagian Berat
: Depan
: Sumbu Tunggal
= 8300x 34% = 2822 Kg
Belakang : Sumbu Tandem
= 8300 x 66% = 5478 Kg
Dengan SN (asumsi) = 1,4 dan IPt = 2,5 didapat nilai faktor ekivalen dengan cara interpolasi sebagai berikut: Sumbu Depan: 2724 Kg = 0,015
2822 Kg = X 3632 Kg = 0,043
X =
0,043 − 0,015 3632 − 2724
× (2822 − 2724) + (0,155)
X = 0,018 Sumbu Belakang: 5448 Kg = 0,021 5478 Kg = Y 6356 Kg = 0,035
Y =
0,035 − 0,021 6356 − 5448
× (6356 − 5448) + ( 0,021) Y = 0,021
Dari hasil tersebut nilai faktor ekivalen untuk truk berat adalah: X + Y = 0,018+ 0,021 = 0,039 Untuk perhitungan nilai ekivalen jenis kendaraan lainnya dikonfigurasi sumbu dan tipe kendaraan serta berat kendaraan untuk masing-masing kendaraan dengan nilai SN asumsi sebesar 1,4 dan IPt sebesar 2,5 dapat dilihat pada Tabel 4.10 dibawah ini. Tabel 4.10 Faktor Ekivalen Setiap Jenis Kendaraan (E) Jenis Kendaraan
Sumbu
Beban Sumbu (Kg)
Roda
Nilai Faktor Ekivalen
Mobil Penumpang (1.1)
Depan 50%
1000
Single
0,0007
2000 Kg
Belakang 50%
1000
Single
0,0007 0,0014
0,0Bus (1.2)
Depan 34%
3060
Single
0,025
9000 Kg
Belakang 66%
5940
Double
0,029 0,286
Truk (1.2 L)
Depan 34%
2822
Single
0,018
8300 Kg
Belakang 66%
5478
Double
0,021 0,039
Sumber: Hasil Perhitungan
4.3.4
Menentukan Faktor Distribusi Arah (DA)
Faktor distribusi arah dapat ditentukan apabila volume lalulintas yang tersedia dalam 2 arah. Nilai DA berkisar antara 0,3-0,7. Untuk perencanaan umumnya diambil nilai DA sama dengan 0,5 kecuali pada kasus khusus dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu atau pada kasus dimana diperoleh data volume lalulintas untuk masing-masing arah.
4.3.5
Menentukan Faktor Distribusi Lajur (DL)
Faktor distribusi lajur yaitu faktor distribusi ke lajur rencana. Sesuai dengan Tabel 4.11 yang menunjukan faktor distribusi lajur untuk jumlah lajur perarah sama dengan 1 adalah 100% sumbu standar dalam lajur rencana atau DL=1. Tabel 4.11 Faktor Distribusi Lajur (DL) Jumlah Lajur PerArah
1 2 3 4
Persen Sumbu Standar Dalam Lajur Rencana 100 80-100 60-80 50-75
(Sumber: Pt-T-01-2002-B dan AASHTO 1993)
4.3.6
Menghitung Repetisi Beban Selama Umur Rencana (W18)
Untuk mendapatkan nilai W18 sebelumnya dicari terlebih dahulu nilai tingkat pertumbuhan lalulintas (i), nilai Lintas Harian Rata-rata (LHR) dan faktor umur rencana (N). A. Perhitungan Pertumbuhan Lalu Lintas Jenis kendaraan yang memakai ruas jalan M. Said Kecamatan Sungai Kunjang beraneka ragam, bervariasi, baik ukuran, berat total, konfigurasi dan beban sumbu. Oleh karena itu volume lalu lintas umumnya dikelompokkan atas beberapa kelompok yang masing-masing kelompok diwakili oleh satu jenis kendaraan.
o
Berdasarkan data 2010 dan 2011 Angka kendaraan Mobil Penumpang:
o
Kendaraan ringan 2010 (1+i)
=
Kendaraan ringan 2011
57813 (1+i)
=
58237
(1+i)
=
58237/57813
(1+i)
=
1,0073
i
=
1,0073 – 1
i
=
0,0073
Berdasarkan data 2010 dan 2011 Angka kendaraan Truck:
o
Kendaraan berat 2010 (1+i)
=
Kendaraan berat 2011
841 (1+i)
=
869
(1+i)
=
869/882
(1+i)
=
1,033
i
=
1,033 – 1
i
=
0,033
Berdasarkan data 2010 dan 2011 Angka kendaraan Bus:
o
Kendaraan berat 2010 (1+i)
=
Kendaraan berat 2011
241 (1+i)
=
259
(1+i)
=
259/241
(1+i)
=
1,074
i
=
1,074 – 1
i
=
0,074
Berdasarkan data 2011 dan 2012 Angka kendaraan Mobil Penumpang:
o
Kendaraan ringan 2011 (1+i)
=
Kendaraan ringan 2012
58237 (1+i)
=
62713
(1+i)
=
62713/58237
(1+i)
=
1,076
i
=
1,076 – 1
i
=
0,076
Berdasarkan data 2011 dan 2012 Angka kendaraan Truck:
o
Kendaraan berat 2011 (1+i)
=
Kendaraan berat 2012
869(1+i)
=
882
(1+i)
=
882/869
(1+i)
=
1,014
i
=
1,014 – 1
i
=
0,014
Berdasarkan data 2011 dan 2012 Angka kendaraan Bus: Kendaraan berat 2011 (1+i)
=
Kendaraan berat 2012
259 (1+i)
=
278
(1+i)
=
278/259
(1+i)
=
1,073
i
=
1,073 – 1
i
=
0,073
Jadi angka perhitungan pertumbuhan lalu lintas kendaraan pada setiap tahun nya dapat dilihat dari Tabel 4.12 dibawah ini:
Tabel 4.12 Angka Pertumbuhan Kendaraan Jenis Kendaraan Tahun
Mobil Penumpang Jumlah
2010
i (%)
57813
Truck Jumlah
58237
Rata-rata (i)
0,074 259
0,014 882
0,042
i (%)
241
869
62713
Jumlah
0,033
0,076 2012
i (%)
841 0,007
2011
Bus
0,073 278
0,024
0,074
Sumber: Hasil Perhitungan Data tersebut merupakan data jumlah kendaraan dalam 3 tahun terakhir (20102012) di Daerah Samarinda dari data tersebut maka akan diketahui angka pertumbuhan lalu lintas setiap tahunnya berdasarkan jenis kendaraan. Kemudian diambil rata-rata pertumbuhan lalu lintas untuk Mobil Penumpang 0,0420 sedangkan untuk Truck rata-rata pertumbuhannya adalah 0,0241 dan untuk Bus rata-rata pertumbuhannya adalah sebesar 0,0740. Untuk angka pertumbuhan lalu lintas pada tahun 2014 didapat sebesar 0,1402 atau sama dengan 14,02%. B. Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) Data lalu lintas diperlukan untuk menghitung volume lalu lintas pada tahun yang dikehendaki dalam umur rencana jalan. Data lalu lintas terdiri dari berbagai jenis kendaraan yang diproyeksikan sampai 20 tahun umur rencana jalan yang direncanakan. Perencanakan ini diambil sampai 20 tahun karena dikhawatirkan adanya kemencengan jumlah LHR pada tahun umur rencana, karena semakin lama umur rencana kemencengan peramalan menjadi semakin besar pula. Selain itu, diperkirakan hasil perhitungan tebal perkerasan jalan tersebut menjadi tidak
ekonomis. Dalam perhitungan tebal perkerasan, kita memerlukan data berupa data LHR. Data ini didapatkan dari peninjauan langsung dilapangan pada ruas jalan M. Said Kota Samarinda dengan masa tinjau selama 3x24 jam, dari pukul 10.00 W ITA sampai 10.00 WITA. Hasil survey dapat dilihat pada Lampiran, berikut ini kesimpulan hasil LHR yang didapatkan, volume lalu lintas pada tahun 2014 adalah: Tabel 4.13 Lalu Lintas Harian Rencana 2014 (LHR2014 ) LHR2014 Jenis kendaraan (kendaraan/Hari/2 arah) Mobil penumpang
1628
Kendaraan
Mobil angkutan
85
Kendaraan
Mobil minibus
305
Kendaraan
Bus kecil
2
Kendaraan
Truck ringan 2 sumbu
40
Kendaraan
TOTAL
2060
Kendaraan
Sumber: Survey Lapangan Perhitungan untuk LHR akhir umur rencana untuk salah satu contoh dapat dillihat dibawah ini. •
LHR 2034 (akhir umur rencana) Truck Ringan 2 Sumbu LHR 2034 =
LHR 2014 (1+i)20
LHR 2034 =
40 (1+0,024)20
=
64
Untuk perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) yang lainya untuk ruas jalan M. Said Sta 0+000-3+800 Samarinda pada akhir umur rencana pada 20 tahun yang akan datang yaitu tahun 2034 dapat dilihat pada Tabel 4.14 dibawah ini. Tabel 4.14 LHR2034 (Akhir Umur Rencana) LHR2034 Jenis kendaraan (kendaraan/Hari/2 arah) Mobil Penumpang
3714
Kendaraan
Mobil angkutan
194
Kendaraan
Mobil Mini b us
696
Kendaraan
Bus kecil
8
Kendaraan
Truck ringan 2 sumbu
64
Kendaraan
TOTAL
4676
Kendaraan
Sumber: Hasil Perhitungan C. Faktor Umur Rencana (N) Faktor umur rencana dapat di tentukan berdasarkan tabel pada lampiran 5 dan dapat pula dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
N=
Contoh salah satu perhitungan faktor umur rencana adalah : ur
N mobilpenumpang= [(1 +i) -1] i 20
= [(1 +0,042) -1] 0,042
= 30,434 Perhitungan faktor umur rencana kendaraan lainnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.15 Nilai Faktor Umur Rencana (N) Jenis Kendaraan
TingkatPertumbuhan Kendaraan (%)
Umur Rencana (UR) (tahun)
N
MobilPenumpang
0,042
20
30,434
Mobil Angkutan
0,042
20
30,434
Mobil Minibus
0,042
20
30,434
Bus Kecil Truk ringan 2 as
0,074 0,024
20 20
42,842 25,321
Ssetelah nilai faktor umur rencana untuk masing-masing kendaraan diketahui LHR tahun 2034 dengan satuan kendaraan/hari/2 arah diubah menjadi lss/hari/2 arah dengan mengalikan nilai ekivalen masing-masing kendaraan. Hasil dari perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.16 dibawah ini: Tabel 4.16 LHR dalam kend/hari/2 arah diubah menjadiLHR dalam lss/hari/2 arah LHR 2034
LHR 2034
E kendaraan
(lss/hari/2 arah)
3714
0,0008
2,9712
Mobil Angkutan
194
0,0008
0,1552
Mobil Minibus
696
0,0008
0,5568
8
0,0361
0,2888
64
0,0247
1,5808
Jenis Kendaraan
MobilPenumpang
Bus Kecil Truk ringan 2 as
(kend/hari/2 arah)
Jumlah
5,5528
Dari beberapa hasil perhitungan data diatas, maka dapat dihitung repetisi beban selama umur rencana dengan rumus berikut ini : W18=E kendaraanxLHRix DAx DLx365 xN Contoh Perhitungan : W18TRUCK= 0,0247 x 64 x 0,5 x 1 x 365 x 25,321 = 7354,948 lss/ur/lajur rencana
Hasil perhitungan untuk masing-masing kendaraan dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.17 Hasil PerhitunganW18 LHR
i
Kend/hari/ Lss/hari/ 2 arah 2 arah
%
Jenis Kendaraan
E Kendara an
MobilPenu mpang
0,0008
3714
2,9712
Mobil Angkutan
0,0008
194
Mobil Minibus
0,0008
Bus kecil Truck ringan 2 sumbu
N
Lss/ur/jrs rencana
0,042 0
30,434
16501,541
0,1552
0,042 0
30,434
861,567
696
0,5568
0,042 0
30,434
3091,505
0,0361
8
0,2888
0,074 0
42,842
2354,803
0,0247
64
1,5808
0,024 0
25,321
7354,948
W18 total
D.
W18
30164,365
Menentukan Nilai Reliabilitas Konsep
reliabilitas
merupakan
upaya
untuk
menyertakan
derajat
ketidakpastian kedalam proses perencanaan untuk menjamin berbagai macam alternatif perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan. Tabel 4.18 pada Bab IV menunjukkan rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacammacam klasifikasi jalan.
Tabel 4.18 Nilai Reliabilitas Sesuai Fungsi Jalan Rekomendasi TingkatReliabilitas Fungsi Jalan
Bebas hambatan Arteri Kolektor Lokal
Perkotaan
AntarKota
85-99,9 80-99 80-95 50-80
80-99,9 75-95 75-95 50-80
(Sumber: AASHTO, 1993)
Untuk klasifikasi jalan rencana berupa jalan kolektor perkotaan tingkat reliabilitas berkisar antara 80%-95% dan diambil nilai tertinggi yaitu 95% untuk perencanaan ini karena merupakan jalan kolektor perkotaan. Deviasi Standar (So) adalah deviasi standar keseluruhan dari distribusi normal sehubungan dengan kesalahan yang terjadi pada perkiraan lalulintas dan kinerja perkerasan. Berdasarkan nilai yang mewakili kondisi setempat rentang nilai So adalah 0,4-0,5 dan diambil nilai tertinggi 0,5 karena perkiraan beban lalu lintas yang sulit untuk didapatkan. Berdasarkan tabel 4.19 pada Bab IV untuk nilai reliabilitas, R = 95% didapat nilai Standar Normal Deviate (ZR) = -1,645. Nilai Standar Normal Deviate (ZR) adalah nilai yang sehubungan nilai lengkung. Untuk nilai So = 0,5 dengan R = 95% didapat faktor reliabilitas (FR) sebesar 6,65.
Tabel 4.19 Nilai Reliabilitas, ZR, dan FR
Tingkat kepercayaan R (%)
Deviasi Normal Standar ZR
50 60 70 75 80 85 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 99.9 99.99
-0,000 -0,253 -0,524 -0,674 -0,841 -1,307 -1,282 -1,340 -1,405 -1,476 -1,555 -1,645 -1,751 -1,881 -2,054 -2,327 -3,090 -3,750
FR untuk So = 0.4 1,00 1,26 1,62 1,86 2,17 2,60 3,26 3,44 3,65 3,89 4,19 4,55 5,02 5,56 6,63 8,53 17,22 31,62
FR untuk So = 0.45 1 1,3 1,72 2,01 2,39 2,93 3,77 4,01 4,29 4,62 5,01 5,50 6,14 7,02 8,40 11,15 24,58 48,70
FR untuk So = 0.5 1 1,34 1,83 2,17 2,63 3,30 4,38 4,68 5,04 5,47 5,99 6,65 7,51 8,72 10,64 14,57 35,08 74,99
(Sumber:WSDOT, 1995)
Reliabilitas kinerja perencanaan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR) yang dikalikan dengan perkiraan lalulintas (W18) selama umur rencana untuk memperoleh prediksi kinerja (W18) dengan rumus dan perhitungan sebagai berikut:
W18= FRxW18 = 6,65 x 30164,365= 200593,0237lss/lajurrencana Jadi, prediksi kinerja setelah di kontrol dengan faktor reliabilitas adalah 200593,0237 lss/lajur rencana.
4.3.7
Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar
Daya dukung lapisan tanah dasar diukur dengan korelasi dari nilai empiris hasil penetrometer konus dinamis (Dynamic Cone Penetrometer) yang dikenal dengan DCP. Dari hasil test DCP akan didapat nilai CBR segmen jalan dan akan dikorelasikan menjadi nilai MR untuk tanah dasar.
A. Analisa Data CBR Data CBR Tanah Dasar
Stasiun
Titik
CBR
0+000
1
24
0+200
2
29
0+400
3
21
0+600
4
25
0+800
5
10
1+000
6
24
1+200
7
31
1+400
8
13
1+600
9
16
1+800
10
21
2+000
11
26
2+200
12
20
2+400
13
12
2+600
14
13
2+800
15
17
3+000
16
23
3+200
17
15
3+400
18
20
3+600
19
24
3+800
20
26
Selanjutnya nilai-nilai CBR diurutkan dari jumlah yang sama atau yang lebih besar dan di persentasekan seperti pada tabel 4.20 dan dibuat grafik seperti gambar 4.7.
Tabel 4.20 Data Persentase CBR Subgrade CBR
Jumlah Yang Sama Atau Lebih Besar
Persentase Nilai Yang Sama Atau Lebih Besar
10
20
100
12
19
95
13
17
85
13
17
85
15
16
80
16
15
75
17
14
70
20
12
60
20
12
60
21
10
50
21
10
50
23
9
45
24
6
30
24
6
30
24
6
30
25
5
25
26
3
15
26
3
15
29
2
10
31
1
5
Sumber : Hasil Perhitungan Setelah didapatkan persentase nilai-nilai CBR seperti diatas maka dapat di buat grafik seperti Gambar 4.7 dibawah ini
CBR per Segmen 100
r s e b h i b e l u a t a a m a S % R B C
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930313233
CBR Desain %
didapat cbr = 14%
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Nilai CBR Subgrade Dengan Cara Grafis Dari grafik tersebut dengan memplotkan 90% pada grafik, diperoleh nilai CBR Subgrade = 14%. Untuk CBR tanah dasar yang kurang dari CBR desain sebesar 14%, maka harus dilakukan penanganan khusus seperti yang ditunjukan pada Gambar 4.8: 0+000
0+200
0+400
24%
29%
21%
1+800
2+000
2+200
26%
20%
21%
0+600
0+800
1+000
1+200
1+400
1+600
25%
10%
24%
31%
13%
16%
2+400
2+600
2+800
3+000
3+200
3+400
12%
13%
17%
23%
15%
20%
3+600
3+800
24%
26%
Gambar 4.8 CBR yang Perlu Penanganan Khusus
4.3.8
Menentukan Nilai Modulus Resilient (MR) Masing-Masing Lapisan
Dari nilai CBR dikorelasikan Menjadi MRyang berperan sebagai parameter penunjuk daya dukung lapisan tanah dasar atau subgrade menggantikan nilai CBR yang selama ini digunakan dengan perhitungan dibawah ini : MR =1500 (CBR), MRdalam psi =1500 (14) =21000 psi Dari perhitungan diatas didapat nilai MR untuk lapisan timbunan yaitu sebesar 21.000 psi. Tebal minimum setiap lapisan perkerasan berdasarkan mutu daya dukung lapisan dibawahnya seperti diilustrasikan pada gambar 4.9 di bawah ini.
Gambar 4. 9 Ilustrasi Penentuan Tebal Minimum SetiapLapis Perkerasan (Sumber: Sukirman.S, 2010)
Dari gambar dapat disimpulkan bahwa SN yang digunakan untuk perencanaan masing-masing lapisan berdasarkan SN lapisan masing-masing. Cara menentukan SN yang diperlukan diatas material lapis fondasi dengan nomogram pada lampiran dengan menggunakan Modulus Resilient material lapis pondasi atas masingmasing modulus elastisitas.
Menggunakan alternatif 1
1. Lapisan Surface (Permukaan), Aspal Beton (Laston) (AC-WC dan AC-Base) nilai a1= 0,400 dengan D1 minimum adalah 4 cm dan untuk D1’ minimum adalah 6 cm. 2. Lapisan Base (Pondasi), nilai a2 = 0,135 dengan D2 minimum adalah 10 cm. 3. Lapisan Subbase (Pondasi Bawah), Agregat Kelas B nilai a3= 0,125 dengan D3 minimum adalah 15 cm. Perhitungan Modulus Resilient untuk lapisan Base dan Subbase adalah sebagai berikut: a2
=
0,249 (log EBS) – 0,977
0.135
=
0,249 (log EBS) – 0,977
1.112
=
0,249 (log EBS)
Log EBS
=
4,46586
EBS
=
29232 psi
MRbase
=
EBS
a3
=
0,227 (log EBS) – 0,837
0.125
=
0,227 (log EBS) – 0,837
0.964
=
0,227 (log EBS)
Log ESB
=
4,24670
ESB
=
17648 psi
MRsubbase
=
EsB
=
=
29232 psi
17648 psi
Jadi, diperoleh nilai untuk Modulus Resilient adalah sebagai berikut: MRsubgrade (timbunan)
=
21000 psi.
MRbase
=
29232 psi.
MRsubbase
=
17648 psi.
4.3.9
Mencari Nilai SN Dengan Nomogram dan Rumus Log Penentu Nilai SN
Angka Struktural Number (SN) yang diperoleh dengan nomogram harus sama dengan SN yang asumsikan yaitu, SN= 1,4. Jika SN yang diperoleh tidak sama, maka langkah diulang kembali mulai dari asumsi SN sampai ditemukan SN hasil hitungan. Cara menggunakan nomogram penentu nilai SN adalah : a. Tarik garis lurus antara nilai Reliabilitas dengan nilai Standar Deviation So menuju garis bantu pertama. b. Digaris bantu akan ditemukan titik potong dari penarikan garis pertama. c. Tarik kembali garis lurus dari garis bantu pertama menuju garis W18dan diteruskan menuju garis bantu kedua yang akan membentuk titik potong yang kedua. d. Dari titik potong kedua tarik garis lurus menuju garis Modulus Resilient MR dengan satuan psi dirubah menjadi ksi. Teruskan garis lurus menuju grafik nilai SN dan akan membentuk titik potong yang ketiga. e. Pilih nilai ΔPSI dan tarik garis lurus mendatar dari titik potong ketiga menuju grafik nilai ΔPSI, dana kantor bentuk titik potong yang keempat,yang mana ΔPSI = IPo – Ipt. f. Setelah terbentuk titik potong yang keempat tarik garis vertikal ke bawah dan akan menghasilkan angka SN dari nomogram. Berdasarkan nomogram penentu nilai SN, diperoleh SN = 1,4, maka nilai SN hasil hitungan = SN asumsi, tidak perlu dilakukan perhitungan ulang. Penggunaan
nomogram dapat dilihat pada lampiran. Dengan perhitungan nilai MR = 21000 psi = 21 ksi, dan nilai R = 95%, So = 0,5, W18 = 0,20059 (in million), Δ PSI = 1. Lalu dengan menggunakan rumus: Log10W18 = ZR S0 + 9.36[Log10(SN + 1)] – 0 .20+Log10[∆PSI/2.7]/{0.40+[1094/(SN+1) 5.19 }+ 2.32
Diketahui: SN asumsi =
1,4
So
=
0,5
MR
=
21000 psi
∆ PSI
=
1
W18
=
0,20059 (in million)
Didapat Hasil:
0,20059 = 0,20059
Dari perhitungan diatas didapat nilai SN Asumsi = 1,4 tidak perlu dilakuka perhitungan ulang. 4.3.10 Menentukan Koefisien Drainase
Pengaruh kualitas drainase dalam proses perencanaan tebal lapisan p erkerasan dinyatakan dengan koefisien drainase (m). Berdasarkan kondisi dilapangan dengan pengamatan secara visual dimana dilakukan pengamatan terhadap jalan yang ditinjau selama 1 hari dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi lingkungan disekitar daerah perencanaan mempunyai kualitas drainase baik dimana kemampuan menghilangkan air dari struktur perkerasan selama ± 1 hari. Dari tabel koefisien drainase 4.21, maka diambil angka koefisien drainase m2 dan m3=1,25.
Tabel 4.21 Koefisien Drainase (m) AirHilang
Kualitas
Dalam
Drainase
2 jam
Baik sekali
PersenWaktu Struktur Perkerasan Dipengaruhi olehKadarAiryang Mendekati Jenuh <1%
1-5%
5-25%
>25%
1,4-1,35
1,35-1,3
1,3-1,2
1,20
1 hari
Baik
1,35-1,25
1,25-1,15
1,15-1
1
1 minggu
sedang
1,25-1,15
1,15-1,05
1-0,80
0,80
1 bulan
Jelek
1,15-1,05
1,05-0,80
0,8-0,6
0,60
Air tidak
Jelek
mengalir
sekali
1,05-0,95
0,95-0,75
0,75-0,4
0,40
(Sumber: AASHTO, 1993)
4.3.11 Menentukan Tebal Minimum Masing – Masing Perkerasan
Komposisi lapisan yang direncanakan dalam perencanaan perkerasaan lentur metode Pt T-01-2002-B ini adalah sebagai berikut : Komposisi lapisan yang direncanakan dalam perencanaan perkerasan lentur dengan menggunakan Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur (Rancangan 3) ini adalah sebagai berikut: a. Lapis permukaan/ surface (AC-WC beton aspal dan AC-Base) b. Lapis pondasi/ baseAgregat kelas A (lapis pondasi beraspal) c. Lapis pondasi bawah/ subbaseAgregat kelas B (lapis pondasi granular) Untuk mencari nilai SN1 digunakan nilai MR = 29232 psi, dengan nilai R = 95%, SO = 0,5, W18 = 0,137248 (in million) dan ΔPSI = 0,5 yang mana nilai-nilai ini sama dengan nilai untuk mencari SN nomogram yang dijadikan SN3 namun hanya untuk nlai MR nya saja yang berbeda, yaitu MR = 17648 psi. untuk penggunaa nomogram dapat dilihat pada Lampiran.
Dari penggunaan nomogram didapatkan nilai sebagai berikut : SN1
= 1,38
SN2
= 1,72
SN3
= 1,4 Tebal minimum setiap lapis perkerasan ditentukan berdasarkan mutu daya
dukung lapis dibawahnya seperti diilustrasikan oleh Gambar 4.2. Tebal minimal masing-masing lapisan perkerasan dapat ditentukan dengan rumus dan perhitunganya sebagai berikut : D1*
≥ ≥
SN1 a1 1,38
,
≥ 3,45 inci Diambil Tebal D1= 4 inci SN1* = a1xD1 = 0,4x4 =1,6 SN2*
= SN2 – SN1 = 1,72 – 1,6 = 0,12
D2*
∗
≥ ≥ ≥
× , ,
× ,
0,71
ℎ
Maka diambil tebal minimum D2 = 4 inci SN2*
=
4x0,135x1,25
D3*
=
0,675
≥
[
≥
[
≥
5,6
(
∗
∗)
]
× ,
( , ,
, × ,
)
]
ℎ
Maka diambil tebal minimum D3 = 6 inch Catatan : Tanda * menunjukkan tebal minimal yang digunakan untuk lapis permukaan (D1*), lapis pondasi (D2*), lapis pondasi bawah (D3*).
Menggunakan Alternatif 2
1. Lapisan Surface (Permukaan), Aspal Beton (Laston) (AC-WC dan AC-Base) nilai a1= 0,400 dengan D1 minimum adalah 4 cm dan untuk D1’ minimum adalah 6 cm. 2. Lapisan Base (Pondasi) Tanah Semen, nilai a2= 0,145 dengan D2 minimum adalah 15 cm. 3. Lapisan Subbase (Pondasi Bawah), Agregat Kelas C nilai a3= 0,112 dengan D3 minimum adalah 15 cm. Perhitungan Modulus Resilient untuk lapisan Base dan Subbase adalah sebagai berikut: a2
=
0,249 (log EBS) – 0,977
0.145
=
0,249 (log EBS) – 0,977
1.122
=
0,249 (log EBS)
Log EBS
=
4,50602
EBS
=
32064 psi
MRbase
=
EBS
a3
=
– 0,837 0,227 (log EBS) – 0,837
0.112
=
– 0,837 0,227 (log EBS) – 0,837
0.949
=
0,227 (log EBS)
Log ESB
=
4,18061
ESB
=
15157 psi
MRsubbase
=
EsB
=
=
32064 psi
15157 psi
Jadi, diperoleh nilai untuk Modulus Resilient Resilient adalah sebagai sebagai berikut: MRsubgrade (timbunan)
=
21000 ps psi.
MRbase
=
32064 ps psi.
MRsubbase
=
15157 ps psi.
Berdasarkan nomogram penentu nilai SN, diperoleh SN = 1,4, maka nilai SN hasil hitungan hitungan = SN asumsi, asumsi, maka tidak tidak perlu dilakuka dilakukan n perhitungan perhitungan ulang. ulang. Penggunaan nomogram dapat dilihat pada lampiran. lampiran. Dengan perhitungan nilai MR = 21000 psi = 21 ksi, dan nilai R = 95%, So = 0,5, W18 = 0,20059 (in million), Δ PSI = 1. Dari penggunaan nomogram didapatkan nilai sebagai berikut : SN1
= 1,27
SN2
= 1,83
SN3
= 1,4
Tebal minimum setiap lapis perkerasan ditentukan berdasarkan mutu daya dukung lapis dibawahnya seperti diilustrasikan oleh Gambar 4.2. Tebal minimal masing-masing lapisan perkerasan dapat ditentukan dengan rumus dan perhitunganya sebagai berikut : D1*
≥ ≥
SN1 a1 1,27
,
≥ 3,175 inci Diambi Diambill Tebal Tebal D1*= 4 inci SN1* = a1xD1* = 0,4x4 =1,6 SN2*
= SN2 – SN – SN1 = 1,83 – 1,83 – 1 1 ,6
D2*
∗
≥
× ,
≥ ≥
= 0,23
,
× ,
1,36
ℎ
Maka diambil tebal minimum D2 = 6 inci SN2*
D3*
=
6x0,135x1,25
=
1,0125
≥
[
≥
[
(
∗
∗)
]
× ,
( , ,
, × ,
)
]
≥
7,76
ℎ
Maka diambil tebal minimum D3 = 8 inch Catatan : Tanda * menunjukkan tebal minimal yang digunakan untuk lapis permukaan (D1*), lapis pondasi (D2*), lapis pondasi bawah (D3*).
Menggunakan Alternatif 3
1. Lapis apisan an Surface (Permukaan), Aspal Beton (Laston) (AC-WC dan AC-Base) nilai a1= 0,400 dengan D1 minimum adalah 4 cm dan untuk D1’ minimum adalah 6 cm. 2. Lapis apisan an Base (Pondasi) Tanah kapur, nilai a2= 0,144 dengan D2 minimum adalah 15 cm. 3. Lapis apisan an Subbase (Pondasi Bawah), Agregat Kelas C nilai a3= 0,112 dengan D3 minimum adalah 15 cm. Perhitungan Modulus Resilient untuk lapisan Base dan Subbase adalah sebagai berikut: a2
=
0,249 (log EBS) – 0,977 – 0,977
0.14
=
– 0,977 0,249 (log EBS) – 0,977
1.117
=
0,249 (log EBS)
Log EBS
=
4,48594
EBS
=
30616 psi
MRbase
=
EBS
=
30616 psi
a3
=
– 0,837 0,227 (log EBS) – 0,837
0.112
=
0,227 (log EBS) – 0,837 – 0,837
0.949
=
0,227 (log EBS)
Log ESB
=
4,18061
ESB
=
15157 psi
MRsubbase
=
EsB
=
15157 psi
Jadi, diperoleh nilai untuk Modulus Resilient Resilient adalah sebagai berikut: MRsubgrade (timbunan)
=
21000 ps psi.
MRbase
=
30616 ps psi.
MRsubbase
=
15157 ps psi.
Berdasarkan nomogram penentu nilai SN, diperoleh SN = 1,4, maka nilai SN hasil hitungan hitungan = SN asumsi, asumsi, maka tidak tidak perlu dilakuka dilakukan n perhitungan perhitungan ulang. ulang. Penggunaan nomogram dapat dilihat pada lampiran. Dengan perhitungan nilai MR = 21000 psi = 21 ksi, dan nilai R = 95%, So = 0,5, W18 = 0,20059 (in million), Δ PSI = 1. Dari penggunaan nomogram didapatkan nilai sebagai berikut : SN1
= 1,33
SN2
= 1,83
SN3
= 1,4 Tebal minimum setiap lapis perkerasan ditentukan berdasarkan mutu daya
dukung lapis dibawahnya seperti diilustrasikan oleh Gambar 4.2. Tebal minimal masing-masing lapisan perkerasan dapat ditentukan dengan rumus dan perhitunganya sebagai berikut :
D1*
≥ ≥
SN1 a1 1,33
,
≥ 3,325 inci Diambil Tebal D1*= 4 inci SN1* = a1xD1* = 0,4x4 =1,6 SN2*
= SN2 – SN1 = 1,83 – 1,6
D2*
∗
≥
× ,
≥ ≥
= 0,23
,
× ,
1,36
ℎ
Maka diambil tebal minimum D2 = 6 inci SN2*
D3*
=
6x0,135x1,25
=
1,0125
≥
[
≥
[
≥
7,76
(
∗
∗)
]
× ,
( , ,
, × ,
)
]
ℎ
Maka diambil tebal minimum D3 = 8 inch Catatan : Tanda * menunjukkan tebal minimal yang digunakan untuk lapis permukaan (D1*), lapis
pondasi (D2*), lapis pondasi bawah (D3*).
Dari hasil perhitungan di atas didapat tebal perkerasan setiap alternatif, dari ketiga alternatif tersebut diambil tebal perkerasan alternatif 1 karena material yang digunakan baik dan hasil perhitungan tebal perkerasan alternatif lebih efisien daripada alternatif yang lain. Seperti tabel dan sketsa pada gambar dibawah ini dan untuk lebih jelasnya gambar dapat dilihat pada lampiran. Untuk gambar hasil perencanaan sebagai berikut : Tabel 4.22 Hasil PerhitunganTebal Perkerasan Alternatif 1 D
Nilai No
Lapisan
A SN
AC-WC 1.
Min (cm)
D Inch
4 1
0,4
AC-Base
4 6
Lapis Pondasi 2.
0,98
0,135
10
4
1,86
0,125
15
6
(Agregat Kelas A) Lapis Pondasi Bawah 3. (Agregat Kelas B)
Sumber : Hasil Perhitungan
= 4cm = 6cm = 10cm = 15cm
0,5 m
2,5 m
0,5 m
25m 5m 6m
Gambar 4.10 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur Dari hasil perhitungan diatas, maka didapat masing-masing tebal perkerasan. Untuk masing-masing perkerasan bisa dilihat pada Tabel 4.23 sebagai berikut: Tabel 4.23 Perkerasan Setiap Metode Metode
Pt T-01-2002-B
SDPJL
02/M/BM/2013
Lapisan Surface (cm)
Sub permukaan 2
Lapisan Base (cm)
Lapisan SubBase (cm) LPA Kelas A
AC-WC
AC-BC
CTB
(4cm)
(6cm)
(10cm)
AC-WC
AC-BC
Agregat Kelas A
Agregat Kelas B
(4cm)
(6cm)
(10cm)
(15cm)
LPA Kelas A
Kerikil
(25cm)
(11cm)
Burda (2cm)
Sumber: Hasil Perhitungan
AC-Base (13cm)
Total Lapis Perkerasan (cm)
35cm
(15cm)
48cm
38cm
Dari Tabel 4.23 dapat dilihat berdasarkan tebal perkerasan yang paling efisien adalah metode SDPJL dan Pt T-01-2002-B karena total lapisan perkerasan yang digunakan lebih sedikit dibandingkan metode 02/M/BM2013, sehingga untuk penyusunan rencana anggaran biaya (RAB) diambil metode dengan perkerasan yang lebih efisien. 4.4
Rencana Anggaran Biaya
Perhitungan rencana anggaran biaya ini dengan menggunakan bantuan komputer berupa program Microsoft Excel untuk mendapatkan perkiraan harga satuan pekerjaan penangan jalan dilingkungan Dirjen Bina Marga, Departement Pekerjaan Umum. Untuk perhitungan jumlah volume pekerjaan yang diasumsikan ialah kondisi jalan dalam keadaan lurus terdapat pada uraian berikut ini: Perhitungan Kuantitas Masing-Masing Pekerjaan Divisi 1: Umum 1.2
Mobilisasi
Jumlah volume
= 1 LS
Divisi 3 : Pekerjaan Tanah 3.1(1)
Galian Biasa
Jumlah volume = tebal perkerasan x lebar jalan x panjang jalan = 0,35 x 5 x 3800 = 6650 m3 3.3(1)
Penyiapan Badan Jalan
Jumlah volume = (lebar jalan + bahu jalan + 1) x panjang jalan = (5 + 0,5 + 1) x 3800
= 24700 m2 Divisi 4 : Pelebaran Perkerasan Dan Bahu Jalan 4.2(2a)
Lapis Pondasi Agregat Kelas B
Jumlah volume = tebal bahu jalan kelas B x lebar bahu jalan x panjang = 0,1 x 0,5 x 3800 = 190 m3 Divisi 5 : Perkerasan Berbutir Dan Perkerasan Beton Semen 5.1(1)
Lapis Pondasi Agregat Kelas A
Jumlah volume = tebal lapis pondasi kelas A x lebar jalan x panjang = 0,10 x 5 x 3800 = 1900 m3 5.1(2)
Lapis Pondasi Agregat Kelas B
Jumlah volume
= tebal lapis pondasi kelas B x lebar jalan x panjang = 0,15 x 5 x 3800 = 2850 m3
Divisi 6 : Perkerasan Aspal 6.1(1)(a)
Lapis Resap Pengikat-Aspal Cair
Jumlah volume = 1,1 L x lebar jalan x panjang jalan = 1,1 x 5 x 3800 = 20900 liter
6.1(2)(a)
Lapis Perekat-Aspal Cair
Jumlah volume = 0,4 L x lebar jalan x panjang jalan = 0,4 x 5 x 3800 = 7600 liter 6.3(5a)
Laston Lapis Aus (AC-WC) (Gradasi halus/kasar)
Jumlah volume = tebal lapisan AC-WC x lebar jalan x panjang jalan = 0,06 x 5 x 3800 = 1140 ton 6.3(6a)
Laston Lapis Antara (AC-Base) (Gradasi halus/kasar)
Jumlah volume = tebal lapisan AC-Base x lebar jalan x panjang jalan = 0,12 x 5 x 3800 = 2280 ton Divisi 8 : Pengembalian Kondisi Dan Pekerjaan Minor 8.4(1)
Marka Jalan Termoplastik
Jumlah volume = tebal marka jalan termoplastik x panjang jalan = 0,03 x 3800 = 114 m2 Setelah didapat jumlah volume pekerjaan jalan dan data lain seperti halnya harga satuan ataupun data-data yang diperlukan dalam perhitungan analisis harga satuan, maka dapat dihitung perkiraan harga pekerjaan dengan rekapitulasi seperti pernyatan selanjutnya.
4.4.1
Perhitungan Total Biaya Pekerjaan
Berikut ini adalah hasil total biaya pekerjaan yang diperlukan dengan rumus (volume x harga satuan) dapat dilihat pada Tabel 4.24 dibawah ini. Tabel 4.24 Perhitungan Total Biaya Pekerjaan Pembayaran a
Harga Satuan
Jumlah HargaHarga
(Rupiah)
(Rupiah)
Uraian
Satuan
Perkiraan Kuantitas
B
C
d
e
f = (d x e)
1
1,353,030,000
1,353,030,000
DIVISI 1. UMUM 1.2
Mobilisasi
LS
Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 1 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)
1,353,030,000
DIVISI 3. PEKERJAAN TANAH 3.1.(1a)
Galian Biasa
M3
6,650
103,568.55
688,730,858
3.3.(1)
Penyiapan Badan Jalan
M2
24,700
399.82
9,875,450
Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 3 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)
698,606,307
DIVISI 4. PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN 4.2.(2a)
Lapis Pondasi Agregat Kelas B
M3
190
450,825.73
Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 4 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)
85,610,318 85,610,318
DIVISI 5. PERKERASAN BERBUTIR 5.1.(1)
Lapis Pondasi Agregat Kelas A
M3
1,900
473,061,.84
898,817,503
5.1.(2)
Lapis Pondasi Agregat Kelas B
M3
2,850
444,667,68
1,267,302,898
Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 5 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)
2,166,120,402
DIVISI 6. PERKERASAN ASPAL 6.1 (1)(a)
Lapis Resap Pengikat - Aspal Cair
Liter
20,900
5,840.95
122,075,942
6.1 (2)(a)
Lapis Perekat - Aspal Cair
Liter
7,600
7,600
51,509,456
Ton
1,140
472,041..20
538,126,964
Ton
2,280
478,841.82
1,091,759,361
6.3(5a)
6.3(7a)
Laston Lapis Aus (AC-WC) (gradasi halus/kasar) Laston Lpis Pondasi (AC-Base) (gradasi halus/kasar)
Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 6 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)
1,803,471,723
DIVISI 8. PENGEMBALIAN KONDISI DAN PEKERJAAN MINOR 8.4.(1)
Marka Jalan Termoplastik
M2
114
239,728.12
Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 8 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan
27,329,005 27,329,005
4.4.2
Perhitungan Rencana Anggaran Biaya
Untuk perhitungan rencana anggaran biaya dapat dilihat pada lampiran.Untuk rekapitulasi dapat dilihat pada Tabel 4.25 dibawah ini. Tabel 4.25 Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan No. Divisi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Uraian Umum Drainase Pekerjaan Tanah Pelebaran Perkerasan dan Bahu Jalan Perkerasan Non Aspal Perkerasan Aspal Struktur Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Minor Pekerjaan Harian Pekerjaan Pemeliharaan Rutin
(A) Jumlah Harga Pekerjaan (termasuk Biaya Umum dan Keuntungan) (B) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) = 10% x A (C) Jumlah Total Harga Pekerjaan = A + B
Jumlah Harga Pekerjaan (Rupiah) Rp 1.353.030.000 Rp 0 Rp 698.606.307 Rp 85.610.368 Rp 2.166.120.402 Rp 1.803.471.723 Rp 0 Rp 27.329.005 Rp 0 Rp 0 Rp 6.134.167.755 Rp 613.416.775 Rp 6.747.584.530
Sumber: Hasil Perhitungan Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk perencanaan ruas jalan M. Said Sta 0,0-3,8 Km ini didapatkan perkiraan harga pekerjaan sebesar Rp. 6.747.584.530 (enam milyar tujuh ratus empat puluh tujuh juta lima ratus lima delapan puluh empat ribu lima ratus tiga puluh rupiah tiga rupiah) dengan jalan sepanjang ± 3.8 Km dengan lebar jalan sebesar 6 m.
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari hasil analisis tebal lapisan perkerasan lentur pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Perancangan tebal perkerasan lentur jalan M. Said Km 0,0-3,8 Kota Samarinda dengan menggunakan Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Jalan Lentur 02/M/B/BM/2013 dengan umur rencana 20 tahun, lebar jalan 6 meter sepanjang 3.8 Km menghasilkan struktur tebal perkerasan lentur sebagai berikut:
±
D1
= 2 cm Burda
D2
= 25 cm Lapis Pondasi Agregat Kelas A
D3
= 11 cm Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kerikil
CBR Tanah Dasar = 12,8 % Sedangkan perancangan dengan menggunakan program SDPJL dengan umur rencana 20 tahun, lebar jalan 6 meter serta panjang ±3.8 Km mendapatkan struktur tebal perkerasan lentur sebagai berikut: Lapis permukaan (AC WC)
=4
cm
Lapis sub permukaan 1 (AC Base)
=6
cm
Lapis sup permukaan 2
= 13
cm
Lapis pondasi (Agregat A)
= 10
cm
Lapis pondasi bawah (Agregat B)
= 15
cm
CBR Desain Program
= 12,8%
Sedangkan perancangan dengan menggunakan metode Pt T-01-2002-B dengan umur rencana 20 tahun, lebar jalan 6 meter serta panjang ±3.8 Km mendapatkan struktur tebal perkerasan lentur sebagai berikut: Lapis permukaan (AC WC)
=4
cm
Lapis sub permukaan 1 (AC Base)
=6
cm
Lapis pondasi (Agregat A)
= 10
cm
Lapis pondasi bawah (Agregat B)
= 15
cm
CBR Desain Program
= 14%
Dari hasil perancangan dengan ketiga metode diatas, didapatkan nilai tebal perkerasan lentur yang tidak jauh berbeda, hanya untuk di lapis sub permukaan dan lapis pondasi saja yang perbedaannya tidak terlalu jauh selain itu nilainya sama. Perbedaan nilai tebal perkerasan ini dikarenakan masukan data awal serta syarat-syarat tiap metode yang berbeda-beda. Dari perancangan yang didapat, hasil perhitungan yang dilakukan dengan metode Perancangan Tebal Perkerasan Jalan Lentur Pt T-01-2002-B ini lebih efisien daripada 02/M/B/BM/2013 dan program SDPJL, ketebalan lapisan perkerasan menggunakan metode ini dikarenakan besarnya nilai CBR tanah akan menentukan ketebalan lapis perkerasan yang akan dibuat sebagai lapisan perkerasan diatasnya. Namun, untuk efisiensi dalam hal anggaran biaya maka diambil tebal perkerasan yang paling tipis yaitu tebal perkerasan dengan metode Perancangan Tebal Perkerasan Jalan Lentur Pt T-012002-B. Rencana anggaran biaya (RAB) yang didapat dari perkerasan yang ada maka didapat Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebesar sebesar Rp. 6.747.584.530 (enam milyar tujuh ratus empat puluh tujuh juta lima ratus lima delapan pu luh
empat ribu lima ratus tiga puluh rupiah tiga rupiah) dengan jalan sepanjang ± 3.8 Km dengan lebar jalan sebesar 6 m. 5.2
Saran
1. Dalam mendesain tebal perkerasan suatu jalan, data-data yang nantinya dipergunakan sebaiknya diambil langsung kelapangan oleh perencana, agar memperoleh perencanaan yang sesuai dengan kondisi daerah sekitar perencanaan. 2. Perencanaan dengan menggunakan program SDPJL sebaiknya terlebih dahulu dilakukan perhitungan secara manual sebagai pembanding, karena mungkin saja terjadi kesalahan dari hasil program dikarenakan data-data asumsi yang dimasukkan. Program SDPJL ini juga mendapatkan hasil yang kurang sempurna oleh karena itu sebaiknya lebih bisa dipelajari lagi lebih lanjut. 3. Sebaiknya untuk hasil perhitungan nilai CBR tanah dasar yang kurang dari 14% dan 12,8% itu lebih baik dilakukan perbaikan atau penambahan timbunan pada tanah dasar untuk meningkatkan nilai CBRnya dengan menggunakan timbunan pilihan. 4. Dalam perencanaan rencana anggaran biaya proyek pembangunan diperlukan dasar-dasar pertimbangan yang tepat serta digunakan harga satuan yang baru, sehingga didapat rencana anggaran biaya yang lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2002. Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd T-01-2002-B. Jakarta.
Hendarsin, L.S. 2000. Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri Bandung. Bandung.
Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. 2002. Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur . Jakarta.
Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. 2013. Analisa Harga Satuan Pekerja (AHSP). Jakarta.
Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga. 2013. Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur 02/M/BM/2013. Jakarta.
Sukirman, S. 2010. Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur . Nova. Bandung.