ANALISIS KESEIMBANGAN DAN KONFIGURASI BEBAN SISTEM DISTRIBUSI 20 KV DENGAN MENGGUNAKAN ETAP 7.0.0 (STUDI KASUS GARDU INDUK WIROBRAJAN FEEDER 3) UNBALANCE AND CONFIGURATION ANALYSIS LOAD SYSTEM DISTRIBUTION 20 kV USING ETAP 7.0.0 (STUDY CASE AT GARDU INDUK WIROBRAJAN FEEDER 3) SKRIPSI
Disusun oleh :
VERRYANTO SANDEWA No. Mahasiswa Konsentrasi Jurusan Jenjang Fakultas
: 08.04.2341 : Ketenagaan : Teknik Elektro : Strata – 1 : Teknologi Industri
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA 2013
HALAMAN PENGESAHAN I
ANALISIS KESEIMBANGAN DAN KONFIGURASI BEBAN SISTEM DISTRIBUSI 20 kV DENGAN MENGGUNAKAN ETAP 7.0.0 (STUDI KASUS GARDU INDUK WIROBRAJAN FEEDER 3) Karya tulis ini merupakan salah satu syarat yang diperlukan untuk syarat memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 (S1) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Disusun oleh :
VERRYANTO SANDEWA No. Mahasiswa Konsentrasi Jurusan Fakultas
: 08.04.2348 : Ketenagaan : Teknik Elektro : Teknologi Industri Yogyakarta,
Oktober 2013
Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Syafriyudin, ST .,MT. NIK : 95.0568.506.E
Slamet Hani S.T.,M.T. NIK : 95.0363.499.E
Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Elektro
Ir. Muhammad Suyanto, M.T. NIK : 89.0760.378.E
ii
HALAMAN PENGESAHAN II
ANALISIS KESEIMBANGAN DAN KONFIGURASI BEBAN SISTEM DISTRIBUSI 20 kV DENGAN MENGGUNAKAN ETAP 7.0.0 (STUDI KASUS GARDU INDUK WIROBRAJAN FEEDER 3) Skripsi ini telah dipertahankan di depan dewan penguji Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta pada : Hari
:
Tanggal :
Susunan Dewan Penguji Ketua Dewan Penguji :
Tanda Tangan
Syafriyudin, S.T.,M.T. NIK : 95.0568.506.E
…………………
Dewan Penguji I : Slamet Hani, S.T.,M.T. NIK : 95.0363.499.E
………………….
Dewan Penguji II : Mujiman, S.T.,M.T. NIK : 84.0754.232.E
…………………. Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Elektro
Ir.Muhammad Suyanto, M.T. NIK : 89.0760.378.E
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala berkat dan karunianya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan serta meyusun laporan Skripsi ini yang berjudul ANALISIS KESEIMBANGAN DAN KONFIGURASI BEBAN SISTEM 20 kV DENGAN MENGGUNAKAN ETAP 7.0.0 (STUDI KASUS GARDU INDUK WIROBRAJAN FEEDER 3) sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Strata-1 pada jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta. Di dalam menyelesaikan laporan Skripsi ini penulis berusaha untuk menyusun dengan sebaik mungkin supaya para pembaca dapat dengan mudah untuk memahami. Penulis mengucapkan banyak terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu merealisasikan pelaksanaan Skripsi ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Tuhan Yesus yang selalu memberikan kasih dan karunianya serta kekuatan lahir batin kepada saya untuk menyelesaiakan laporan ini. 2. Bapak Dr. Sudarsono, MT. selaku Rektor Institut Sains &Teknologi AKPRIND Yogyakarta. 3. Bapak Ir. Muhammad Suyanto, MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.
iv
4. Bapak Syafriyudin, ST., MT. Selaku pembimbing satu. Yang selalu memberikan dukungan dalam penyelesaian Skripsi ini. 5. Bapak Slamet Hani, ST., MT. selaku dosen pembimbing Yang memberikan masukan dalam penyelesaian Skripsi ini. 6. Bapak Eko selaku staff SDM PT. PLN APJ Yogyakarta yang mempermudah kami dalam pengajuan penelitian disini. 7. Mas Yusuf Wibisono, Mas Dimas dan Mas Oka selaku Engineering PT. PLN APJ Yogyakarta yang sangat baik hati menemani dan manbantu saya dalam mengambil data dan konsultasi dalam penelitian ini. 8. Seluruh Bapak Ibu Pegawai PT. PLN APJ Yogyakarta. 9. Orang tua, kakak &ade, yang sudah mendoakan dan mendukung saya. 10. Teman-teman Teknik Elektro 2008 dan HMTE. Terima kasih semua support dan bantuannya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pembuatan Laporan Skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan serta kesalahan, oleh karena itu penulis menghargai adanya keritikan dan saran yang dapat memperbaiki atau mengevaluasi sehingga bermanfaat untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga apa yang telah dilaksanakan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Yogyakarta, Oktober 2013
Penulis
v
HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan untuk : Tuhan Yesus Thank you, for loving me unconditionally Papa dan Mama Terima kasih atas semua yang telah di berikan, semangat dan doa serta kasih sayang yang tulus dari papa dan mama. Terima kasih Adik dan Kakak Ella dan Nina, terima kasih ya atas dukungan dan doanya juga traktirannya... Keluarga Kedua di Jogja Yuda, Cahyo terima kasih sudah membantu menyelesaikan skripsi ya... Ronal, Danang, Dzikrul terima kasih sudah menemani main game... Rinda, Hermawan, Rifky,Rey, Mahendra, Niko, Indro, Hamdan, Hernawan... Terima kasih atas kebersamaan selama ini,semua kenagan akan selalu kuingat. Kalian tidak akan aku lupakan. Terima kasih dan UntUk semUa yang telah membantU, terima kasih
vi
LEMBAR PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini Nama
: Verryanto Sandewa
No. Mahasiswa
: 08.04.2341
Jurusan
: Teknik Elektro
Fakultas
: Teknologi Industri
Perguruan Tinggi
: Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul ANALISIS KESEIMBANGAN DAN KONFIGURASI SISTEM DISTRIBUSI 20 kV DENGAN MENGGUNAKAN ETAP 7.0.0 (STUDI KASUS GARDU INDUK WIROBRAJAN FEEDER 3) Tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis di acu dalam naskah itu dan disebutkan di dalam daftar pustaka. Demikian pernyataan saya, apabila dikemudian hari terbukti bahwa Skripsi ini terdapat pelanggaran, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pembatalan gelar Sarjana Teknik. Yogyakarta,
Oktober 2013
Yang Menyatakan
(Verryanto Sandewa)
vii
INTISARI Sistem distribusi merupakan salah satu sistem dalam tenaga listrik yang mempunyai peran penting karena berhubungan langsung dengan pemakai energi listrik, terutama pemakai energi listrik tegangan menengah dan tegangan rendah. Rugi-rugi (looses) pada sistem distribusi tenaga listrik merupakan salah satu parameter yang selalu diusahakan untuk diminimalkan. Sebagian dari rugi-rugi yang tinggi terjadi di sisi distribusi pada jaringan tegangan menengah ditimbulkan oleh ketidakseimbangan beban antar fase pada jaringan tegangan menengah. Ketidakseimbangan beban tersebut sangat mungkin terjadi pada cabang jaringan tegangan menengah tiga fase dan cabang-cabang jaringan tegangan menengah satu fase. Dalam penelitian ini diungkap permasalahan pada feeder wirobrajan 03 yang memiliki ketidakseimbangan lebih dari 25%. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan pemindahan beban dari penghantar yang memiliki beban berat ke penghantaryang memiliki beban teringan secara bertahap, dimulai dari ujung menuju kepangkal penyulang utama.perhitungan dilakukan dengan program ETAP 7.0.0. hal tersebut bertujuan agar didapatkan keseimbangan beban yang optimal dalam feeder wirobrajan 3. Hasil simulasi setelah dilakukan penyeimbangan didapat ketidakseimbangan bebannya semakin kecil, yaitu terjadi penurunan 33,04 %. Kata kunci : Aliran beban, saluran distribusi, Konfigurasi, ETAP Powerstation.
viii
ABSTRACT Distribution system is one in a power system has an important component because it is directly related to electricity users , especially users of high voltage electrical energy and low voltage . Losses on power distribution systems is one of the parameters that always attempted to be minimized . Most of the high losses that occur in the medium voltage distribution on the network load caused by the imbalance between the phases in the medium voltage network . The load imbalance is likely to occur in the branch network and medium voltage three- phase branches of the phase medium voltage networks . In this study revealed problems in the feeder Wirobrajan 03 who have more than 25 % imbalance . To overcome these problems the load displacement of conductors that have a heavy burden to penghantaryang has the lightest load in stages, starting from the tip towards the feeder kepangkal utama.perhitungan done with ETAP 7.0.0 program . it aims to obtain an optimal load balancing in a feeder Wirobrajan 3. Simulation results obtained after balancing the smaller load imbalance , is 33.04 % decline. Keywords : load flow , channel distribution , configuration , ETAP Powerstation .
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN I ..................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN II .................................................................. iii KATA PENGANTAR ...................................................................................iv HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................vi LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ vii INTISARI ................................................................................................... viii ABSTRACT ..................................................................................................ix DAFTAR ISI .................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvi BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang........................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 2 1.3 Batasan Masalah ........................................................................ 2 1.4 Manfaat ..................................................................................... 4 1.5 Tujuan ........................................................................................ 4 1.6 Tinjauan Pustaka ........................................................................ 5 1.7 Metodologi Penelitian ............................................................... 6 1.8 Sistematika Penulisan ................................................................ 7
x
BAB II
SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 2.1 Sistem Tenaga Listrik ................................................................9 2.2 Transformator .......................................................................... 11 2.2.1 Ketidakseimbangan Beban Pada Transformator ................ 12 2.3 Penyaluran dan Susut Daya ...................................................... 14 2.4 Kareakteristik Beban ................................................................ 15 2.5 Struktur Jaringan Distribusi ...................................................... 16 2.5.1 Gardu Induk ................................................................... 16 2.5.2 Kubikel .......................................................................... 17 2.6 Sistem Pendistribusian Tenaga Listrik ...................................... 19 2.6.1 Sistem Distribusi Primer ................................................. 22 2.6.2 Sistem Distribusi Sekunder ............................................. 23 2.7 Perbedaan Jaringan Distribusi Dengan Jaringan Transmisi........ 25 2.8 Struktur Jaringan Sistem Distribusi .......................................... 28 2.8.1 Sistem Radial ................................................................. 26 2.8.2 Struktur Lingkar (loop) ................................................... 27 2.8.3 Tipe Mata Jala (Network System) .................................... 28 2.9 Rugi-Rugi Pada Saluran Distribusi ........................................... 28 2.7 Drop Tegangan ......................................................................... 29 2.11 Parameter Jaringan Distribusi ................................................. 32 2.12 Kawat Penghantar .................................................................. 35 2.12.1 Kabel Udara................................................................ 35
xi
2.12.2 Kabel Tanah ............................................................... 36 2.13 Gambaran Aliran Daya ........................................................... 38 2.14 Konsep Perhitungan Aliran Daya ........................................... 38 2.15 Metode Komputasi Numeris ................................................... 39 2.15.1 Metode Accelerated Gauss-Seidel .............................. 40 2.15.2 Metode Newton-Raphson ........................................... 45 2.15.3 Metode Fast Decoupled ............................................. 47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian..................................................................... 49 3.2 Data yang Dibutuhkan .............................................................. 49 3.3 Alat Penelitian .......................................................................... 50 3.4 Proses Penelitian ...................................................................... 50 3.5 Program ETAP Power Station 7.0.0 ......................................... 52 3.6 Simulasi Aliran Daya ETAP ..................................................... 53 3.6.1 Data Masukan .............................................................. 53 3.6.2 Menjalankan Program ETAP ........................................ 54 3.6.3 Membuat Studi Kasus .................................................. 54 3.6.4 Membuat Single Line Diagram..................................... 55 3.7 Running Program ..................................................................... 56 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sistem Tenaga Listrk D.I.Yogyakarta ....................................... 58 4.1.1 Jaringan Distribusi D.I.Yogyakarta .................................. 59 4.2 Gardu Induk Wirobrajan........................................................... 59
xii
4.2.1 Single Line Feeder Wirobrajan 3 ..................................... 61 4.2.2 Data Tarafo Penyulang Wirobrajan 3 ............................... 62 4.2.3 Data Bus Penyulang Wirobrajan 3 ................................... 63 4.3 Konstanta Jaringan ................................................................... 63 4.4 Data Beban dan Tegangan Trafo I GI Wirobrajan..................... 64 4.5 Pembebanan Trafo Wirobrajan ................................................. 65 4.6 Analisa Ketidakseimbangan Beban Penyulang 3...................... 65 4.7 Tahap Penyeimbangan ............................................................. 67 4.7.1 Penyeimbangan Pertama ................................................. 67 4.7.2 Penyeimbangan Kedua ................................................... 70 4.8 Analisis Aliran Beban .............................................................. 72 4.8 Analisis Aliran Beban Dengan Simulasi ETAP......................... 78 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ............................................................................... 80 5.2 Saran ......................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram Sistem Tenaga Listrik ................................................. 10 Gambar 2.2 Vektor Diagram Arus ................................................................ 13 Gambar 2.3 Gardu induk .............................................................................. 17 Gambar 2.4 Sistem Pendistribusian Tenaga Listrik....................................... 20 Gambar 2.5 Jaringan Distribusi Primer 20kV ............................................... 22 Gambar 2.6 Jaringan distribusi sekunder 220 V............................................ 24 Gambar 2.7 Konfigurasi Jaringan Distribusi Radial...................................... 26 Gambar 2.8 Konfigurasi Jaringan Distribusi Loop........................................ 27 Gambar 2.9 Jaringan Distribusi Sistem Mata Jala ......................................... 28 Gambar 2.10 Rangkaian Ekivalen Saluran Distribusi ..................................... 31 Gambar 2.11 Vektor Arus Pada Tegangan Saluran Distribusi......................... 31 Gambar 2.12 Model Bus Dari Sistem Tenaga ................................................. 47 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ............................................................ 51 Gambar 3.2 Kotak Dialog Pertama ETAP .................................................... 54 Gambar 3.3 Kotak Dialog untuk memulai new project ................................. 55 Gambar 3.4 Single Line Diagram Feeder 03 GI Wirobrajan ......................... 60 Gambar 3.5 Data Static Load pada bus beban ............................................... 56 Gambar 3.6 Hasil running program load flow analysis ................................. 57 Gambar 4.1 Single Line Diagram Gardu Induk Wirobrajan .......................... 56 Gambar 4.2 SLD Penyulang 3 Wirobrajan ................................................... 61 Gambar 4.3 Kondisi Pembebanan Awal ....................................................... 69
xiv
Gambar 4.4 SLD Wirobrajan 3 beban 80% sebelum rekonfigurasi ............... 78 Gambar 4.5 Grafik losses sebelum konfigurasi ............................................. 78 Gambar 4.6 Grafik Looses setelah konfigurasi ............................................. 79
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Jaringan Distribusi dengan Jaringan Transmisi ............ 25 Tabel 4.1 Data penghantar trafo pada penyulang 3 wirobrajan...................... 62 Tabel 4.2 Data tiap bus wirobrajan 3 ............................................................ 63 Tabel 4.3 Data Impedansi kawat .................................................................. 63 Tabel 4.4 Data Data beban dan tegangan trafo I ........................................... 64 Tabel 4.5 Posisi beban pada kondisi awal ..................................................... 68 Tabel 4.6 Penyeimbang Beban tahap pertama .............................................. 69 Tabel 4.7 Penyeimbangan Beban tahap Kedua ............................................. 71
xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dalam beberapa tahun kedepan, penambahan kapasitas listrik secara
nasional akan menjadi prioritas pemerintah. Akan tetapi, selain permasalahan pada distribusi listrik yang belum merata ternyata kita dihadapkan pula dengan buruknya kualitas listrik. Kualitas listrik yang buruk akan mengganggu produktivitas dan aktivitas kerja di Industri. Penurunan kualitas powerline ini semakin diperparah dengan semakin bertambahnya beban non linier yang menggunakan komponen elektronik. Keberadaan polusi dalam sistem powerline akan sangat mengganggu bahkan dapat merusak peralatan industri yang hampir semuanya membutuhkan kualitas listrik yang baik. Penyediaan tenaga listrik yang stabil dan kontinyu merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik. Suatu sistem tenaga listrik pada umumnya terdiri atas empat unsur, yaitu pembangkit, transmisi, distribusi dan pemakai tenaga listrik. Energi listrik yang dibangkitkan dipusat tenaga listrik disalurkan atau ditransmisikan melalui jarakjarak yang jauh kepusat-pusat pemakai tenaga listrik. Menyalurkan energi listrik melalui jarak-jarak yang sangat jauh harus dilakukan dengan tegangan tinggi untuk memperkecil kerugian-kerugian yang terjadi, baik rugi-rugi energi, maupun penurunan tegangan.
1
2
Pada sistem tenaga listrik arus bolak-balik, frekuensi standar untuk Indonesia adalah 50 Hz, dan sistem distribusi di kelompokkan kedalam dua bagian yaitu ; sistem jaring distribusi primer dan biasa disebut Jaring Tegangan Menengah (JTM), dan sistem jaring distribusi sekunder dan biasa disebut Jaring Tegangan Rendah (JTR). Fungsi pokok dari sistem distribusi adalah menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik dari gardu induk ke
pusat-pusat atau
kelompok beban (gardu distribusi) dan pelanggan, dengan mutu yang memadai. Ketidakseimbangan beban pada suatu sistem distribusi tenaga listrik selalu terjadi dan penyebab keditakseimbangan tersebut adalah pada beban-beban satu fasa pada pelanggan jaringan tegangan rendah. Akibat ketidakseimbangan tersebut munculah arus di netral trafo. Arus yang mengalir dinetral trafo ini menyebabkan terjadinya losses (rugi-rugi), yaitu losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah. Keseimbangan beban diperlukan untuk pemerataan beban sehingga meminimalkan perubahan yang diakibatkan oleh beban penuh hal ini juga bermanfaat untuk teknik optimasi untuk menghasilkan sistem yang aman dan efisien. Dari wacana tersebut penulis mengangkat judul “Analisis Keseimbangan dan Konfigurasi Beban Sistem SisteDistribusi 20kV Studi Kasus Gardu Induk Wirobrajan Feeder 3” sebagai bahan skripsi guna memenuhi kurikulum yang ada untuk syarat kelulusan pada jenjang studi Strata–1 pada Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri di Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.
3
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan
yang akan dianalisis pada penelitian ini dapat diformulasikan sebagai berikut: 1.
Bagaimana pengaruh beban pada fasa R,S dan T mempengaruhi rugi-rugi tegangan yang ditimbulkan.
2.
Bagaimana rugi-rugi tegangan pada jaringan 20 kV setelah dilakukan pemerataan fasa R,S dan T.
3.
Bagaimana pengaruh beban puncak pada keseimbangan beban.
4.
Seberapa besar jatuh tegangan pada penyulang wirobrajan 3.
1.3
Batasan Masalah Supaya penulisan laporan ini dapat dengan mudah dimengerti, maka
penulis menetapkan batasan masalah dalam laporan ini. 1.
Tenaga listrik berasal dari penyulang wirobrajan 3 (WBN 03).
2.
Jatuh tegangan yang diukur adalah dari ujung sampai ke pangkal penyulang.
3.
Data-data yang diambil untuk menganalisis keseimbangan daya adalah tegangan jatuh dan rugi-rugi tegangan pada feeder trafo I.
4.
Perhitungan aliran beban tidak dipengaruhi oleh beban-beban baru dan saluran transmisi baru.
5.
Pembebanan yang diukur adalah 80% dari tiap Bus.
6.
Analisis data menggunakan Cos φ sebesar 0,85
4
1.4 1.
Manfaat Manfaat bagi Mahasiswa a. Untuk melaksanakan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan
membandingkan teori-teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan praktek yang sebenarnya. b. Menambah pengetahuan dengan melaksanakan studi langsung yang sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajari. c. Dapat digunakan sebagai referensi untuk mengetahui analisis aliran beban dan aspek-aspek yang terkait. 2.
Manfaat bagi Akademis a. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan Mahasiswa dalam menguasai
ilmu yang didapatkan di bangku kuliah. b. Sebagai materi evaluasi dibidang akademik untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan. 1.5
Tujuan Selain untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi program
Stara-1 pada jurusan teknik elektro, fakultas teknologi industri IST AKPRIND Yogyakarta, penelitian ini juga mempunyai Tujuan sebagai berikut : 1. Sebagai sarana untuk melatih kemampuan mahasiswa dalam pengumpulan data yang kemudian disusun menjadi sebuah laporan.
5
2. Sebagai wahana untuk mengaplikasikan teori di bangku kuliah dan menyelesaikan masalah yang relevan didunia nyata. 3. Mempelajari aliran daya sebagai bentuk perhitungan tegangan, arus dan daya 4. Membandingkan drop tegangan sebelum seimbang dan setelah seimbang. 5. Mengetahui konfigurasi tegangan jaringan distribusi 20 kV. 1.6
Tinjauan Pustaka Dalam beberapa tulisan telah banyak disinggung mengenai analisis aliran
beban baik pada saluran tegangan tinggi maupun saluran tegangan menengah, hali ini dapat dilihat dari berbagai literatur sebagai berikut: Slamet Hani. (2006), melakukan penelitian mengenai perbandingan saluran kabel bawah tanah (SKTT) dengan saluran udara (SUTT). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dengan adanya saluran kabel bawah tanah (SKTT) drop tegangan rata-rata pada sistem 0,74% untuk pemasangan dengan 2 SKTT, nilai tersebut lebih kecil bila dibandingkan drop tegangan pada sistem tanpa SKTT yaitu sebesar 1,21%. Wilhelmina S.Y.M Sawai. (2008). Melakukan penelitian perhitungan aliran daya. Menyimpulkan Bahwa kelangsungan catu daya dapat diandalkan, tetapi tidak mungkin untuk mempertahankan tegangan tetap pada sistem distribusi, karena tegangan jatuh akan tejadi di semua bagian sistem dan akan berubah dengan adanya perubahan beban. Tri Watiningsih (2012), Melakukan analisis mengenai ketidakseimbangan beban pada trafo semakin besar terjadi pada siang hari. Yang mengakibatkan
6
munculnya arus netral di trafo yang menyebabkan terjadinya losses (rugi-rugi) akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dan rugi-rugi akibat arus netral yang mengalir ke tanah. Akbar Tanjung (2007), Penelitian tentang konfigurasi jaringan distribusi, yang mana dengan melakukan beberapa kali rekonfigurasi maka kondisi beban dapat diatasi dan rugi-rugi dapat diminimalkan. Apabila tidak dilakukan rekonfigurasi akibat beban lebih pada jaringan, maka akan dapat mengakibatkan kerugian dari pihak PLN maupun konsumen/pelanggan. Evan Hasan Harun (2012), melakukan penelitian pada system tenaga litrik 150kV gorontalo menyimpulkan bahwa metode Newton-Rhaphson yang digunakan pada aliran daya memperlihatkan efesiensi dalam hal kecepatan proses komputasi dengan hanya dua kali literasi. 1.7. Metodologi Penelitian Metode pengambilan data dalam Tugas Perancangan Sistem Elektron ini sangat
penting,
karena
sebagai
bahan
referensi
bagi
penulis
dalam
pelaksanaannya. Adapun metode pengambilan data dapat dilakukan yaitu: 1. Data primer a.
Metode observasi Metode observasi yang dilakukan yaitu melakukan pengamatan dan pengambilan data dengan studi literatur dan studi pustaka.
b. Metode survei
7
Berupa pemantauan secara langsung pada alat, terutama pada keadaan yang dapat mendukung keterangan bahan penyusunan Tugas Perancangan Sistem Elektronika. 2. Data sekunder Pengumpulan data berupa buku dari penerbitan: a. Buku referensi b. Laporan ilmiah
1.8
Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, sistematika penulisan yang akan digunakan
adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, faedah penelitian, tujuan dan manfaat skripsi, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORI Bab ini akan membahas tentang landasan teori yang berkaitan dengan tema dan judul skripsi yang dilandasi dari tinjauan pustaka penulis terdahulu
serta
penjelasan
program
yang
digunakan
dalam
menganalisis alian beban. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan mendiskripsikan tentang metode yang digunakan untuk menganalisis aliran beban.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Pada bab ini memuat tentang hasil data penelitian yang dibuat dengan mengacu pada dasar teori. BAB V
KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dari penjelasan bab-bab sebelumnya serta kesimpulan dari analisis aliran daya. Selain itu juga berisi tentang saran yang tertulis untuk dijadikan masukan.
BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 2.1
Sistem Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik merupakan rangkaian instalasi tenaga listrik yang
kompleks yang terdiri dari pusat pembangkit, saluran transmisi dan jaringan distribusi yang dioperasikan secara serentak dalam rangka penyediaan tenaga listrik (Pasal 1 angka 6 UU No 20 Tahun 2002 tentang ketenagalistrikan). Sistem distribusi dikelompokan kedalam dua bagian yaitu ; sistem jaringan distribusi primer dan biasa disebut Jaringan Tegangan Menengah (JTM), dan sistem jaringan distribusi sekunder dan biasa disebut Jaringan Tegangan Rendah (JTR). Fungsi pokok dari sistem distribusi adalah menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik dari gardu induk ke pusat-pusat atau kelompok beban (gardu distribusi) dan pelanggan, dengan mutu memadai. Menurut Lawrance dan Griscom (1965:1) Sistem Tenaga Listrik digambarkan dalam suatu diagram tenaga listrik. Gambar 2.1 menunjukan skema diagram sistem tenaga listrik yang terbagi menjadi empat subsistem yaitu: 1.Pembangkit 2.Transmisi 3.Distribusi 4.Konsumen
9
10
Gambar 2.1 Diagram Sistem Tenaga Listrik Energi listrik yang dibangkitkan dipusat tenaga listrik sering harus disalurkan, atau ditransmisikan melalui jarak-jarak yang jauh kepusat-pusat pemakai tenaga listrik. Menyalurkan energi listrik melalui jarak-jarak yang jauh harus dilakukan dengan tegangan tinggi untuk memperkecil kerugian-kerugian yang terjadi, baik rugi-rugi energi maupun penurunan tekanan.(Abdul kadir, Transmisi tenaga listrik). Apabila saluran transmisi menyalurkan tenaga listrik bertegangan tinggi ke pusat-pusat beban dalam jumlah besar, maka saluran distribusi berfungsi membagikan tenaga listrik tersebut kepada pihak pemakai melalui saluran tegangan rendah. Generator sinkron di pusat pembangkit biasanya menghasilkan tenaga listrik dengan tegangan antara 6 – 20kV yang kemudian, dengan bantuan transformator, tegangan tersebut dinaikkan menjadi 150-500kV. Saluran tegangan tinggi (ST) menyalurkan tenaga listrik menuju pusat penerima; disini tegangan diturunkan menjadi tegangan subtransmisi 70kV. Pada gardu induk (GI), tenaga listrik yang diterima kemudian dilepaskan menuju trafo distribusi (TD) dalam bentuk tegangan menengah 20kV. Melalui trafo distribusi yang terbesar di
11
berbagai pusat beban, tegangan distribusi primer ini diturunkan menjadi tegangan rendah 220/380 V yang akhirnya diterima pihak pemakai. 2.2
Transformator Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan
mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain, melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnet. Transformator digunakan secara luas, baik dalam bidang tenaga listrik maupun elektronika. Penggunaan transformator dalam sistem tenaga memungkinkan terpilihnya tegangan yang sesuai , dan ekonomis untuk tiap-tiap keperluan misalnya kebutuhan akan tegangan tinggi dalam pengiriman daya listrik jarak jauh. Penggunaan transformator yang sederhana dan handal memungkinkan dipilihnya tegangan yang sesuai dan ekonomis untuk tiap-tiap keperluan serta merupakan salah satu sebab penting bahwa arus bolak-balik sangat banyak dipergunakan untuk pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik. Prinsip kerja transformator adalah berdasarkan hukum Ampere dan hokum Faraday, yaitu: arus listrik dapat menimbulkan medan magnet dan sebaliknya medan magnet dapat menimbulkan arus listrik. Jika pada salah satu kumparan pada transformator diberi arus bolak-balik maka jumlah garis gaya magnet berubah-ubah. Akibatnya pada sisi primer terjadi induksi. Sisi sekunder menerima garis gaya magnet dari sisi primer yang jumlahnya berubah-ubah pula. Maka di sisi sekunder juga timbul induksi, akibatnya antara dua ujung terdapat beda tegangan.
12
2.2.1 Ketidakseimbangan Beban Pada Transformator Daya transformator bila ditinjau dari sisi tegangan primer dapat dirumuskan sebagai berikut : S = √3.V.I …………………………………………………..(2.1) Dimana: S : daya transformator (kVA) V : tegangan sisi primer trafo (kV) I : arus jala-jala (A) Sehingga untuk menghitung arus beban penuh (full load) dapat menggunakan rumus : =√
.
…………………………………………………(2.2)
Dimana : Ifl : arus beban penuh (A) S : daya transformator (kVA) V : tegangan sisi sekunder trafo (kV) Sebagai akibat dari ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa pada sisi sekunder trafo (fasa R, fasa S, fasa T) mengalirlah arus di netral trafo. Arus yang mengalir pada penghantar netral trafo ini menyebabkan losses (rugi-rugi). Losses pada penghantar netral trafo ini dapat dirumuskan sebagai berikut : = Dimana :
.
………………………………………………….(2.3)
13
Pg : losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah (watt) Ig : arus netral yang mengalir ke tanah (A) Rg : tahanan pembumian netral trafo (Ω) Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan di mana : a.
Ketiga vektor arus / tegangan sama besar.
b.
Ketiga vektor saling membentuk sudut 120º satu sama lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah keadaan di mana salah satu atau kedua syarat keadaan seimbang tidak terpenuhi. Kemungkinan keadaan tidak seimbang ada 3 yaitu : a. Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120º satu sama lain. b. Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120º satu sama lain. c. Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 120º satu sama lain.
Gambar 2.2 Vektor Diagram Arus
Gambar 2.2 (a) menunjukkan vektor diagram arus dalam keadaan seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS, IT) adalah sama
14
dengan nol sehingga tidak muncul arus netral (IN). Sedangkan pada Gambar 2.2 (b) menunjukkan vektor diagram arus yang tidak seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS, IT) tidak sama dengan nol sehingga muncul sebuah besaran yaitu arus netral (IN) yang besarnya bergantung dari seberapa besar faktor ketidakseimbangannya. Sedangkan untuk mencari presentase kedidakseimbangan pada tiap fase dapat digunakan rumus : =
100% …………………………………………………….(2.4)
Dengan : Iunb
= persen ketidakseimbangan arus (persen)
Imax
= arus maksimum dari ketiga fase (Ampere)
Iav
= arus rata-rata dari ketiga fase (Ampere)
2.3
Penyaluran dan Susut Daya
Misalnya daya sebesar P disalurkan melalui suatu saluran dengan penghantar netral. Apabila pada penyaluran daya ini arus-arus fasa dalam keadaan seimbang, maka besarnya daya dapat dinyatakan sebagai berikut : P = 3.[V].[I]. cos Φ ……………………………………………………….(2.5) Daya yang sampai ujung terima akan lebih kecil dari P karena terjadi penyusutan dalam saluran. Jika [I] adalah besaran arus fasa dalam penyaluran daya sebesar P pada keadaan seimbang, maka pada penyaluran daya yang sama tetapi dengan keadaan tak seimbang besarnya arus-arus fasa dapat dinyatakan dengan koefisien a, b dan c sebagai berikut :
15
[ ]= [ ]= [ ]=
[ ] [ ] ………………………………………………………..(2.6) [ ] Dengan Ir, Is dan It berturut-turut adalah arus di fasa R,S dan T. bila factor
daya di ketiga fasa dianggap sama walaupun besarnya arus berbeda, besarnya daya yang disalurkan dapat dinyatakan sebagai : P = (a+b+c).[V].[I].cos Φ …………………………………………...(2.7) Apabila persamaan (2.7) dan persamaan (2.5) menyatakan daya yang besarnya sama, maka dari kedua persamaan itu dapat diperoleh persyaratan untuk koedisien a, b dan c yaitu: a + b + c = 3 …………………………………………………………(2.8) dimana pada keadaan seimbang, nilai a = b = c = 1 2.4
Karakteristik Beban Beban energi listrik yang ada biasa diklasifikasikan berdasarkan karakter
umum pelanggan dari beban tersebut, yaitu : Beban rumah tangga, beban industri dan beban komersial. Karakteristik perubahan besarnya daya yang diterima oleh beban sistem tenaga setiap saat dalam suatu satuan interval tertentu dikenal sebagai kurva beban. Penggambaran kurva ini dilakukan dengan mencatat besar beban setiap jam. Sumbu vertical menyatakan skala beban, sedangkan sumbu horizontal menyatakan skala waktu.
16
Faktor beban (load factor) adalah rasio perbandingan antara beban rata-rata selama satu periode tersebut yang disederhanakan melalui persamaan berikut :
2.5
=
……………………………………(2.9)
Struktur Jaringan Distribusi Struktur jaringan distribusi terbagi atas beberapa bagian, sebagai berikut :
2.5.1 Gardu Induk atau Pusat Pembangkit Tenaga Listrik Pada bagian ini jika sistem pendistribusian tenaga listrik dilakukan secara langsung, maka bagian pertama dari sistem distribusi tenaga listrik adalah Pusat Pembangkit Tenaga Listrik. Biasanya Pusat Pembangkit Tenaga Listrik terletak di pingiran kota dan pada umumnya berupa Pusat Pembangkit Tenaga Diesel (PLTD). Untuk menyalurkan tenaga listrik ke pusat-pusat beban (konsumen) dilakukan dengan jaringan distribusi primer dan jaringan distribusi sekunder. Jika sistem pendistribusian tenaga listrik dilakukan secara tak langsung, maka bagian pertama dari sistem pendistribusian tenaga listrik adalah Gardu Induk yang berfungsi menurunkan tegangan dari jaringan transmisi dan menyalurkan tenaga listrik melalui jaringan distribusi primer.
17
Gambar 2.3 Gardu induk 2.5.2 Kubikel Kubikel adalah komponen jaringan berisi peralatan-peralatan untuk memutuskan dan menghubungkan, pengukuran tegangan, arus, maupun daya, peralatan proteksi, dan control yang terpasang pada ruang tertutup dan sebagai pembagi, penyalur, pengukur, pengontrol, dan proteksi sistem penyaluran tenaga listrik. Disebut sebagai kubikel karena peralatan-peralatan tersebut dikemas dalam plat berbentuk almari dengan pintu di bagian depan yang bisa dibuka dan ditutup sesuai dengan standar operasi yang diminta. Kubikel 20 kV atau switchgear 20 kV ini berisi peralatan-peralatan sebagai berikut : a. Busbar Busbar digunakan untuk menyalurkan dan membagikan tenaga listrik ke peralatan-peralatan lain di dalam suatu kubikel. b. Circuit Breaker (CB) Circuit Breaker adalah suatu peralatan listrik yang digunakan untuk menghubungkan atau memutuskan arus listrik sesuai dengan ratingnya. Circuit breaker ini dapat dioperasikan secara otomatis maupun manual dengan waktu
18
pemutus atau penyambungan yang tetap sama, sebab faktor ini ditentukan oleh struktur mekanisme yang menggunakan pegas. c. Load Breaker Switch (LBS) Load Breaker Switch (LBS) adalah alat untuk memutus atau menghubungkan rangkaian pada sistem tenaga listrik dalam kondisi berbeban dan tidak berbeban. Pemutus ini tidak dapat digunakan untuk memutus arus gangguan. Pemutus ini biasanya digunakan pada Jaringan Tegangan Menengah. d. Disconnecting Switch (DS) Disconecting Switch (DS) adalah suatu peralatan yang merupakan pasangan dari Circuit Breaker. Fungsi disconnecting switch adalah memisahkan tegangan suatu bagian dari sumbernya pada keadaan tidak berbeban. Hubungan rangkaian circuit breaker dan disconnecting switch adalah menempatkan circuit beraker diantara dua disconnecting switch. Hubungan antara circuit breaker dengan disconnecting switch adalah interlock dengan tujuan tidak salah pengoperasian dari dua peralatan tersebut. e. Earthing Switch (ES) Saklar pentanahan menghubungkan saluran Transmisi/Distribusi dengan bumi. Dalam keadaan normal saklar pentanahan pada posisi terbuka dan bila saluran transmisi mengalami gangguan hubung singkat maka saklar pentanahan akan ditutup dengan tujuan membebaskan tegangan pada saluran Transmisi/Distribusi. Saklar pentanahan ini juga digunakan jika terjadi pemeliharaan terhadap peralatan lain dan menghilangkan tegangan akibat kapasitansi.
19
f. Current Tranformator (CT) Current Transformer (CT) adalah suatu peralatan transformator yang diletakkan dalam rangkaian tenaga listrik yang berguna sebagai peralatan ukur yang dihubungkan dengan relay pengaman. Dengan transformator arus dapat diperluas batas pengukuran suatu alat ukur. g. Potential Transformator (PT) Potensial transformer berfungsi untuk menurunkan tegangan tinggi atau tegangan menengah menjadi tegangan rendah untuk besaran ukur sesuai dengan alat-alat pengukuran. 2.6
Sistem Pendistribusian Tenaga Listrik Sistem distribusi adalah semua perlengkapan termaksud gardu induk
transmisi, jaringan transmisi,gardu induk distribusi dan transformator distribusi. komponen-komponen dari GI transmisi hingga trafo distribusi memiliki fungsinya masing-masing antara lain: 1.
GI transmisi menerima energi listrik pembangkit melalui saluran transmisi dan saluran
transmisi tegangan 500kV dan mengirimkannya pada gardu-gardu induk subtransmision. 2.
Jaringan transmisi Menerima energi listrik GI transmisi dan tegangannya diturunkan menjadi
150kV-170kV. tegangan tersebut kemudian dikirimkan ke distribusi substation untuk diturunkan.
20
3.
GI distribusi Menerima energi listrik dari subtransmision dan tegangannya diturunkan
menjadi 20kV dan 6kV. kemudian tegangan tersebut dikirimkan pada trafo distribusi melalui feeder primer. 4.
Transformator distribusi Menurunkan tegangan dari saluran primer menjadi 220 volt dan 380volt yang
dapat dipakai konsumen. Definisi sistem distribusi menurut Darson dan Benet (1964:15) adalah semua bagian dari sumber tenaga listrik hingga pelanggan seperti pada gambar berikut ini :
Gambar 2.4 Sistem Pendistribusian Tenaga Listrik
21
Menurut Tiyono (1999:4-5) Sistem Distribusi merupakan bagian penting dari sistem tenaga listrik. hal ini disebabkan: 1.
Sistem ini sangat dekat dengan pelanggan Sistem distribusi sangat dekat dengan pelanggan karena tegangannya
langsung dapat dipakai oleh pelanggan. sistem ini melayani industri-industri maupun perumahan. pada gardu induk, tegangan listrik didistribusikan menuju trafo distribusi 20kv. trafo distribusi yang tersebar diberbagai daerah pusta-pusat beban tegangannya diturunkan menjadi tegangan rendah 220V/380V,yang dapat diterima oleh konsumen. dengan demikian bila terjadi gangguan ,konsumen akan dapat langsung merasakan akibatnya dibanding jika terjadi gangguan di jaringan tegangan tinggi atau transmisi. 2.
Memerlukan investasi yang besar Jaringan distribusi berfungsi untuk memenuhi kebutuhan energi listrik
konsumen. memebangun jaringan distribusi memebutuhkan biaya karena banyak faktor yang harus diperhatikan seperti desain mekanis, jarak perkilometer, kestabilan tegangan,pelayanan secara kontinu,mulai dari perencanaan hingga realisasinya membutuhkan biaya yang besar karena membutuhkan biaya yang besar karena membutuhkan peralatan yang banyak dan mahal untuk mendukung keandalan yang tinggi. Sistem distribusi terdiri dari dua bagian utama, yaitu sistem distribusi primer dan sistem distribusi sekunder. sistem distribusi perimer berupa rangkaian yang mencatu daya pada tegangan tinggi ke pelanggan-pelanggan besar,seperti pelanggan industri dan GI distribusi. sedangkan sistem distribusi sekunder berupa
22
sistem yang mencatu daya ke pelanggan-pelanggan domestik ,pedesaan pada jaringan distribusi. penyaluran energi listrik dalam sistem distribusi ada dua cara, yaiut saluran udara dan saluran bawah tanah sehingga membutuhkan. 2.6.1 Sistem Distribusi Primer Sistem distribusi primer atau yang dikenal dengan saluran distribusi primer, yaitu jaringan yang menghubungkan gardu induk dengan gardu distribusi yang biasanya menggunakan tegangan distribusi 6kV, 7kV, 12kV, 20kV. Umumnya cabang atau sub-cabang saluran daerah perumahan dan didesadesa adalah satu fase dengan tegangan 220/380 volt yang terdiri dari penghantar satu fase dan netral. kebanyakan transformator yang digunakan pada daerah ini adalah satu fase dan disambungkan diantara fase dan netral melalui sebuah sekring.
Gambar 2.5 Jaringan Distribusi Primer 20kV
23
Sifat pelayanan sistem distribusi sangat luas dan komplek, karena konsumen yang harus dilayani mempunyai lokasi dan karaktristik yang berbeda. Sistem distribusi harus dapat melayani konsumen yang terkonsentrasi di kota, pinggiran kota dan konsumen di daerah terpencil. Sedangkan dari karakteristiknya ada konsumen perumahan dan konsumen dunia industri. Sistem konstruksi saluran distribusi terdiri dari saluran udara dan saluran bawah tanah. Pemilihan konstruksi tersebut didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: alasan teknis yaitu berupa persyaratan teknis, alasan ekonomis, alasan estetika dan alas an pelayanan yaitu kontinuitas pelayanan sesuai jenis konsumen. 2.6.2 Sistem Distribusi Sekunder Sistem distribusi sekunder merupakan bagian dalam distem distribusi, yaitu mulai dari gardu trafo sampai pada pemakai akhir atau konsumen. Ada bermacam-macam sistem tegangan distribusi sekunder menurut standar EEI: Edison Electric Institut dan NEMA : National Electrical Manufactures Association. Ditinjau dari cara pengawatannya,saluran distribusi AC dibedakan atas macam tipe dan pengawatannya, ini tergantung pula pada jumlah fasanya, yaitu : 1. Sistem satu fasa dua kawat 120 Volt 2. Sistem satu fasa tiga kawat 120/240 Volt 3. Sistem tiga fasa empat kawat 120/208 Volt 4. Sistem tiga fasa empat kawat 120/240 Volt 5. Sistem tiga fasa tiga kawat 240 Volt
24
6. Sistem tiga fasa tiga kawat 480 Volt 7. Sistem tiga fasa empat kawat 240/416 Volt 8. Sistem tiga fasa empat kawat 265/460 Volt 9. Sistem tiga fasa empat kawat 220/380 Volt Di Indonesia dalam hal ini PT.PLN menggunakan sistem tegangan 220/380 Volt. Sebagai anggota IEC, Indonesia telah mulai menyesuaikan tegangan menjadi 220/380 Volt saja, karena IEC sejak tahun 1967 sudah tidak mencantumkan tegangan 127 Volt. Jaringan Distribusi Sekunder dapat dilihat pada Gambar 2.7
Gambar 2.6 Jaringan Distribusi Sekunder 220V
25
2.7
Perbedaan Jaringan Distribusi Dengan Jaringan Transmisi Untuk membedakan antara jaringan distribusi dan jaringan transmisi dapat
dilihat pada tabel 2.1 yang dilihat dari beberapa sudut pandang. Tabel 2.1 Perbedaan Jaringan Distribusi dan Transmisi No
Dari Segi
Distribusi
Transmisi
1
Letak Lokasi Jaringan
Dalam kota
Luar kota
2
Tegangan sistem
<30kV
>30kV
3
Bentuk jaringan
Radial, Loop, Parallel,
Radial dan Loop
Interkoneksi 4
Sistem penyaluran
5
Konstruksi jaringan
6
Analisis jaringan
7
Komponen rangkaian yang
Saluran udara dan Saluran
Saluran udara dan Saluran
bawah tanah
bawh laut
Lebih rumit dan beragam
Lebih sederhana
Lebih kompleks
Lebih sederhana
Komponen R dan L
Komponen R,L dan C
Tiang jaringan
Menara jaringan
Kurang dari 20 M
30-200 M
diperhitungakan 8
Penyangga jaringan
9
Tinggi penyangga jaringan
10
Kawat penghantar
BCC,SAC,AAC&AAAC
ACSR dan ACAR
11
Isolator jaringan
Jenis pasak,jenis post,jenis
Jenis gantung
gantung,jenis cincin 12
Besarnya andongan
0-1 M
2-5 M
13
Bahan penyangga
Baja,Besi,Kayu
Baja
14
Jarak antar tiang
40- 100M
150-350 M
26
2.8
Struktur Jaringan Sistem Distribusi Menurut aspek hubungan antara sumber pencatuan dan pelanggan yang
harus dicatu terdapat tiga macam struktur jaringan (Gonen, 1987:224-231) yaitu: 2.8.1 Struktur Radial Sistem Distribusi Primer Tipe Radial adalah sistem jaringan distribusi yang paling sederhana dan paling banyak digunakan.sruktur radial hanya mempunyai satu pencatuan atau pengisian dan tidak ada sumber cadangan lain sehingga bila terjadi gangguan maka pemadaman tidak dapat dihindari. struktur jaringan radial tanpa sumber cadangan lain mengakibatkan sistem ini memiliki tingkat keandalan yang rendah,operasinya mudah.kerugian sangat besar,dan biaya investasi rendah. Pola jaringan distribusi Radial dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.7 Konfigurasi Jaringan Distribusi Radial
27
2.8.2 Struktur Lingkar (loop) Struktur jaringan loop mempunyai beberapa pencatuan dan merupakan sumber cadangan lain sehingga bia terjadi gangguan maka dapat di isolasi. struktur jaringan loop memiliki tingkat keandalan yang cukup tinggi,operasi mudah,kerugian jaringan kecil,dan biaya investasi yang cukup tinggi. Struktur jaringan ini dapat menjamin kontinuitas pelayanan sumber tenaga listrik. Pola jaringan Distribusi Jaringan Loop :
Gambar 2.8 Konfigurasi Jaringan Distribusi Loop 2.8.3 Sistem Distribusi Primer Tipe Mata Jala (network system) Sistem jaringan ini terbentuk dengan menghubungkan beberapa feeder atau main feeder dari beberapa substation sehingga membentuk sistem interkoneksi. Tiap feeder mempunyai dua buah saklar pemutus (CB) pada tiap akhir jaringan yang mana hal ini berfungsi untuk mengurangi kerugian yang terjadi pada saat feeder mengalami gangguan. Sistem ini menyuplai beban dari
28
beberapa arah dan penempatan lokasi transformator yang baik terdapat pada pusat beban yang memiliki konsumsi daya besar. Pola Jaringan Distribusi Sistem Mata Jala dapat dilihat pada gambar 2.10 :
Gambar 2.9 Jaringan Distribusi Sistem Mata Jala 2.9
Rugi-Rugi Pada Saluran Distribusi Sistem distribusi sebagai antara saluran transmisi tegangan tinggi memiliki
tingkat tegangan yang lebih rendah, sehingga arus yang mengalir melalui saluran lebih tinggi, arus yang tinggi menyebabkan rugi –rugi yang tinggi pula. Dengan demikian maka hal ini akan sangat berpengaruh terhadap penurunan kapasitas daya saluran dan tegangan pada titik bus beban. Rugi-rugi daya yang terjadi pada saluran dapat dihitung dengan persamaan berikut P1ɵ : 2 x I1 ɵ 2 . R dan P3 ɵ : 3 x I3 ɵ 2 . R………………………………(2.10) Dimana :
I : Arus beban (ampere) P : Rugi-rugi daya (watt)
29
R : Resistansi saluran (ohm) Rugi daya dalam sebuah sistem tenaga listrik tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diperkecil. Ada rugi daya yang bersifat teknis dan ada yang berupa non teknis. Rugi daya yang bersifat teknis berupa hilang daya pada peralatan listrik, seperti motor listrik, transformator, saluran transmisi dan distribusi, meter dan sebagainya. Rugi daya teknis dapat dihitung dan dapat diatur untuk diperkecil. Sedangkan rugi daya non-teknis bias berupa pencurian listrik, konsumen yang tidak membayar, kesalahan dalam perhitungan rugi daya dan sebagainya. 2.10
Drop Tegangan Panjang sebuah jaringan tegangan menengah (JTM) dapat didesain dengan
mempertimbangkan drop tegangan (Voltage Drop). Tegangan adalah perbedaan tegangan antara tegangan kirim dan tegangan terima karena adanya impedansi pada penghantar. Apabila perbedaan nilai tegangan tersebut melebihi standar yang ditentukan, maka mutu penyaluran tersebut rendah. Di dalam saluran tenaga listrik persoalan tegangan sangat penting, baik dalam keadaan operasi maupun dalam perencanaan sehingga harus selalu diperhatikan tegangan pada setiap titik saluran. Maka pemilihan penghantar (penampang penghantar)
untuk tegangan
menengah harus diperhatikan.
Berdasarkan dari standar SPLN 1 : 1978, dimana ditentukan bahwa variasi tegangan pelayanan, sebagian akibat jatuh tegangan, karena adanya perubahan beban, maksimum +5% dan minimum -10% dari tegangan nominalnya. Besarnya rugi tegangan pada saluran tersebut, diukur pada titik yang paling jauh (ujung).
30
Sebagai
contoh
dengan
menanggap
rangkaian
pada
gambar
2-8
direpresentasikan sebagai saluran satu fasa, jika variable dimensi yangdigunakan ; itu mewakili saluran tiga fasa seimbang jika variable per unit yang digunakan R+jX mewakili total impedansi dari saluran atau transformator. Factor daya dari beban Cosφ = Cos ( φVR – φ I ) Memberikan factor daya beban yang drop tegangannya maksimum. Drop tegangan pada saluran adalah: ΔV = I ( R cosφ + X sinφ ) ………………………………………….(2.11) Dengan mengambil turunan parsialnya dan dihubungkan dengan sudut φ dan menyamakan hasilnya ke nol, (∆ )
Atau Karena
= − sin =
+
cos
= tan ........................................................................ (2.12) = tan
........................................................................... (2.13)
Gambar 2.10 Rangkaian Ekivalen Saluran Distribusi
Gambar 2.11 Vektor Arus pada Tegangan Saluran Distribusi
31
Dan dari segitiga impedansi yang ditunjukan pada gambar 2.12, faktor daya beban untuk drop tegangan maksimum adalah : = cos Juga cos
max = (
) ⁄
max = cos tan
…………………………………. ...... (2.14)
.............................................................. (2.15)
Besar persentase drop tegangan pada saluran distribusi primer dapat dihitung dengan : %∆ =
∆
100% .......................................................................... (2.16)
Keterangan : VS
= Tegangan sumber (Volt)
VR
= Tegangan pada sisi penerima (Volt)
R
= Resistansi saluran (Ω)
X
= Reaktansi saluran (Ω)
ΔV
= Drop tegangan (Volt)
I
= Arus beban (A)
Cos φ = Faktor daya beban
Dari persamaan terlihat bahwa nilai drop tegangan ditentukan oleh beberapa factor, yaitu daya aktif (P), resistansi dan reaktansi saluran (R dan X) serta daya reaktif (Q). pengaturan daya aktif erat kaitannya dengan pengaturan frekuensi sistem. Sedangkan pengaturan daya reaktif akan mempengaruhi nilai tegangan. Oleh karena itu dengan melakukan pengaturan nilai daya reaktif kita dapat mengatur nilai tegangan.
32
2.11
Parameter Jaringan Distribusi Persyaratan mutu pelayanan yang dituntut oleh konsumen dan kondisi
jaringan yang dapat disediakan oleh perusahaan listrik ditentukan oleh bermacammacam parameter antara lain: tegangan, frekuensi, beban, keandalan, biaya dst. disini akan dibahas sebagian dari beberapa parameter jaringan, yaitu: 1. Tegangan Tegangan merupakan salah satu parameter jaringan yang sangat fungsional. bagi perusahaan perusahaan listrik kerugian seringkali dialami,hal ini dikarenakan semakin naiknya rugi-rugi jaringan. sedangkan dampak yang paling terburuk akan dirasakan oleh konsumen yaitu dengan naiknya tarif dasar listrik Standarisasi untuk tegangan distribusi antara lain: a. Tegangan menengah : 6,7,12,dan 20kV (sistem 3 fasa-3 kawat) b. Tegangan rendah : 127 dan 220V (1 fase-2kawat) c. Serta 127/220 dan 220/380V (3fase-4 kawat) 2.
Frekuensi Peralatan listrik yang dipergunakan oleh konsumen perupakan peralatan yang
peka terhadap perubahan frekuensi. oleh sebab itu stabilitas frekuensi harus dipertahankan, biasanya masalah frekuensi menjadi gawat pada sistem jaringan yang kecil dan tidak mempunyai cadangan pembangkit yang memadai Sistem
frekuensi
yang
digunakan
di
indonesia
ditetapkan
50Hz.
penyimpangan frekuensi yang diperkenankan maksimum adalah 3% (berarti 48,551,5Hz) selama 10 menit.
33
3. Faktor Daya Konsumen listrik yang menggunakan peralatan listrik yang menyimpang dari syarat-syarat penyambungan yang ditetapkan, maka dapat mengakibatkan pengaruh
balik
terhadap
jaringan.seperti
rendahnya
faktor
daya
dan
ketidakseimbangan beban. rendahnya faktor daya disebabkan karena melebarnya sudut fase antara arus dan tegangan, dalam hal ini arus ketinggalan terhadap tegangan.faktor daya yang terlalu rendah akan mengakibatkan rugi-rugi jaringan yang sangat besar, karena itu perlu ditetapkan batas toleransi. dalam hal ini ditetapkan faktor daya serendah-rendahnya adalah 0,06 yaitu nilai rata-rata selama waktu antara jam 18.00-22.00. 4. Beban Ketidakseimbangan beban akan mengakibatkan menurunya fungsi jaringan dan umur peralatan. karena itu harus diusahakan agar : a. peralatan 3 fase dipasang secara simetris baik dari segi elektris maupun magnetis b. beban jaringan harus dibagi secara merata pada ketiga hantaran fase c. arus pada hantaran netral harus sedapat mungkin ditiadakan agar tidak menjadikan kerugian tambahan pada jaringan. Ketidakseimbangan beban dapat pula disebabkan oleh tidak seimbangnya tahanan pada ketiga fase hantaran, misalnya karena kurangnya sistem pengaman. maka yang dapat dilakukan pertama-tama adalah mengamati apakan tidak tebaginya beban secara merata itu disebabkan oleh pemakaian permanen.
34
setelah itu diambil tindakan untuk meminimalkan beban fase yang berlebihan sehingga diperoleh pengarahan yang simetris 5. Keandalan Masalah
keandalan
semestinya
dirumuskan
pada
waktu
jaringan
direncanakan. tugas bidang operasi hanya terbatas dalam memberikan umpan balik berupa data-data yang diperoleh selama sistem bekerja Tingkat keandalan merupakan suatu angka perbandingan dari lama total kegagalan atau gangguan dengan waktu operasi Perhitungan keandalan jaringan dimulai dengan mengumpulkan data-data gangguan dan kemudian dievakuasi. gangguan atau kegagalan operasi dikelompokan menjadi 3 macam yaitu: a. Kegagalan mula : pada waktu peralatan mulai bekerja b. Kegagalan random : pada periode pertengahan c. Kegagalan karena tua:pada periode akhir umur peralatan unsur-unsur teknis diatas (ditambah dengan tersedianya kapasitas cadangan) dan unsur-unsur ekonomi (modal/investasi) akan merupakan bahan untuk mengukur keandalan.
35
2.12
Kawat Penghantar
2.12.1 Kabel Udara (Overhead Cable) Kabel udara pada umumnya merupakan penghantar tanpa isolasi, terbuat dari logam tembaga, aluminium atau logam campuran yang disesuaikan dengan kebutuhan. Bentuknya ada yang bulat (solid), berlilit (stranded) atau berongga (hollow). Berdasarkan bahan konduktornya, kabel udara ini dapat dibedakan atas : 1. Kawat dari bahan tembaga (ACC). Konduktivitas tinggi tetapi kekuatan mekanis rendah dan harganya lebih mahal dari aluminium. Kebanyakan dipakai untuk tegangan rendah. 2. Kawat dari bahan Aluminium (AAC). Konduktivitas rendah, sehingga memerlukan ukuran yang lebih besar dari tembaga, untuk besar arus yang sama. 3. Kawat Aluminium dengan penguat baja (ACSR). Dengan adanya penguat baja maka kekuatan mekanis menjadi 30% – 60% lebih kuat. 4. Kawat Aluminium campuran (AAAC). Kekuatan mekanis hampir sama dengan ACRS, tetapi bahan lebih baik karena tidak mudah kena korosi lingkungan dan perlengkapan penyambungan lebih sederhana. 5. Kawat Aluminium campuran dengan penguat baja (AACSR). Memiliki kekuatan mekanis 40% – 50% lebih kuat dari ACRS dan biasanya dipergunakan di daerah yang berangin kencang dan daerah pegunungan.
36
2.12.2 Kabel Tanah (Under Ground Cable) Konstruksi dari kabel tanah pada umumnya terbagi atas 3 komponen pokok yaitu : a. Konduktor Konduktor yang umum dipakai adalah Tembaga dan Aluminium. Tembaga memiliki tahanan penghantar lebih kecil dibandingkan Aluminium. Untuk menyalurkan arus listrik yang sama besarnya, Aluminium akan memerlukan ukuran konduktor yang lebih besar dibandingkan dengan Tembaga, akan tetapi berat Aluminium relatif lebih ringan. b. Isolasi kabel Isolasi kabel yang umum dipergunakan antara lain adalah : - Thermo setting compound. - Thermo plastic compound. - Paper laminated tapes. - Varnished cloth laminated tapes. - Mineral insulation. Diantara bahan isolasi kabel diatas, yang paling banyak dipakai untuk kabel tanah adalah isolasi Thermo plastic dan isolasi Thermo setting, misalnya isolasi jenis PVC dan isolasi XLPE. c. Pelindung kabel Pelindung kabel adalah lapisan diluar isolasi, yang ditujukan untuk melindungi kabel terhadap pengaruh kondisi sekelilingnya. Bahan untuk pelindung kabel ini antara lain adalah :
37
- Bahan isolasi kabel seperti diatas. - Lead sheated. - Wire armour. - Corrucated metal sheated. - Dll. Dengan pembagian konstruksi seperti diatas, pada saat ini dikenal kabel tanah seperti contoh dibawah ini : 1. Kabel jenis NYFGbY, yaitu kabel tanah berisolasi PVC, dilindungi dengan Steel Wire armoured, dengan kulit luar dari PVC. 2.
Kabel jenis N2XSEFGbY, yaitu kabel tanah berisolasi XLPE, dilindungi dengan Steel Wire armour, dengan kulit luar dari bahan PVC.
38
2.13
Gambaran Aliran Daya Gambaran mengenai aliran daya yang terjadi dalam sistem beserta profil
tegangan sangat diperlukan untuk keperluan analisa situasi sistem. Untuk mendapatkan gambaran mengenai aliran daya ini, diperlukan suatu perhitungan yang biasa disebut sebagai perhitungan aliran daya. Perhitungan aliran daya ini perlu dilakukan karena yang diketahui adalah beban daya aktif dan beban daya reaktif yang ada pada setiap GI atau simpul dalam sistem, sedangkan aliran daya yang terjadi ditentukan oleh hokum ohm dan hokum khircoff. 2.14
Konsep Perhitungan Aliran Daya Perhitungan aliran daya pada dasarnya adalah menghitung besaran
tegangan V dan sudut fasa tegangan δ pada setiap GI. Pada kondisi ketiga fasa seimbang. Hasil perhitungan ini digunakan untuk menghitung besar aliran daya aktif P dan daya reaktif Q yang harus dibangkitkan setiap pusat pembangkit serta jumlah rugi-rugi sistem. Pada setiap bus GI ada empat variable operasi yang terkait, yaitu daya aktif P, daya reaktif Q, besaran tegangan V dan sudut fasa tegangan δ. Supaya persamaan aliran daya dapat dihitung dua dari empat variable diatas harus diketahui untuk setiap GI, sedangkan dua variable lainnya dihitung. Setiap GI dalam sistem tenaga listrik dikelompokkan menjadi tiga tipe GI, Yaitu: 1. GI bus beban: variable yang diketahui adalah daya aktif P, daya reaktif Q. kemudian akan dihitung besar tegangan V dan sudut fasa δ disetiap GI.
39
2. GI bus pembangkit: Variabel yang diketahui adalah daya aktif P dan besar tegangan V, sedangkan daya reaktif Q dan sudut fasa tegangan δ merupakan hasil perhitungan. 3. GI bus penyangga: Variabel yang diketahui adalah esaran tegangan V dan sudut fasa tegangan δ yang merupakan sudut acuan. Sedangkan daya aktif P dan daya reaktif Q yang harus dikompensasi merupakan hasil perhitungan. 2.15
Metode Komputasi Numeris Salah satu metode yang dipakai dalam menyelesaikan perhitungan aliran
daya adalah metode Newton-Raphson. Metode ini menerapkan deret taylor untuk mendapatkan turunan persamaan matematika sebagai dasar perhitungan literasi yang melibatkan penggunaan matrik Jacobian. Sementara itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah sampai pada tahap pengintegrasian berbagai cabang ilmu untuk mendapatkan sesuatu yang baru, yang diharapkan dapat semakin meringankan usaha untuk mendapatkan hasil terbaik. Cara-cara konvensional untuk menyelesaikan masalahmasalah yang berkaitan dengan sistem tenaga listrik, misalnya penggunaan Newton-Raphson dalam perhitungan aliran daya mulai dicari padananya dengan memasukan pemikiran dari ilmu pengetahuan lain untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dengan melakukan perhitungan yang lebih mudah untuk dilakukan. Salah satu metode yang muai popular untuk digunakan dalam analisa dan penyelesaian masalah sistem tenaga listrik adalah metode Alogaritma Genetika yang untuk pertama kali diperkenalkan oleh John Holland. Salah satu manfaat penggunaan metode Alogaritma Genetika ini adalah kita akan mendapatkan
40
penyelesaian yang optimal untuk suatu permasalahan dari sekumpulan kemungkinan penyelesaian. 2.15.1 Metode Accelerated Gauss-Seidel Penyelesaian yang resmi untuk aliran beban dalam suatu sistem daya akan timbul kerumitan-kerumitan yang disebabkan oleh perbedaan jenis data yang ditentukan bagi bermacam-macam jenis rel, meskipun perumusan persamaanpersamaan yang tidak begitu sulit, bentuk penyelesainnya yang tertutup tidak begitu praktis. Penyelesaian-penyelesaian digital untuk masalah-masalah aliran beban yang akan kami bahas pada saat ini, akan mengikuti suatu proses ulangan (iterative process) dengan menetapkan nilai-nilai perkiraan untuk tegangantegangan rel yang tidak diketahui dan menghitung suatu nilai baru untuk setiap tegangan rel dari nilai-nilai perkiraan pada rel-rel yang lain, daya nyata yang ditentukan, dan daya reaktif yang ditentukan atau besarnya tegangan. Jadi diperoleh suatu himpunan baru nilai-nilai tegangan-tegangan rel. Setiap perhitungan suatu himpunan baru tegangan-tegangan itu dinamankan iterasi (iteration). Proses iterasi ini diulang terus hingga perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap rel kurang dari suatu nilai minimum yang telah ditentukan. Pertama-tama kita akan pelajari penyelesaian yang didasarkan pada pernyataan tegangan suatu rel sebagai fungsi dari daya nyata dan daya reaktif yang disampaikan ke suatu rel dari generator-generator atau yang dicatu pada beban yang dihubungkan pada rel itu. Tegangan-tegangan yang diperkirakan atau yang telah dihitung sebelumnya pada rel-rel yang lain, dan admitansi-admitansi sendiri dan bersama dari simpul-simpulnya. Penurunan persamaan-persamaan
41
dasarnya dimulai dengan suatu rumusan simpul dari persamaan jala-jala. Kita akan meurunkan persamaan-persamaan untuk suatu sistem empat rel dan persamaan-persamaan umumnya akan kita tuliskan kemudian. Dengan rel berayun ditetapkan sebagai nomor 1, perhitungan dimulai dengan rel 2, jika P2 dan Q2 adalah daya nyata dan reaktif yang direncanakan untuk memasuki sistem pada rel 2, V2I*2 = P2 + jQ2 ................................................................................ (2.17) Dari mana I2 dinyatakan sebagai =
∗
........................................................................................ (2.18)
Dan dengan admitansi-admitansi sendiri dan bersama simpul-simpul sebagai suku-sukunya, serta generator dan beban-beban diabaikan karena arus yang masuk ke dalam setiap simpul telah dinyatakan seperti pada persamaan (2.13), maka ∗
=
+
+
+
.......................................... (2.19)
Dengan menyelesaikan untuk V2 didapat =
∗
−(
+
+
) ..................................... (2.20)
Persamaan (2.15) memberikan nilai yang telah dikoreksi untuk V2 berdasarkan P2 dan Q2 yang telah direncanakan bila nilai-nilai yang semula diperkirakan dimasukkan sebagai ganti pernyataan-pernyataan tegangan pada ruas kanan persamaan itu. Nilai yang dihitung untuk V2 tidak akan sesuai dengan nilai perkiraan untuk V*2. Dengan memasukkan nilai tasrif (conjugate) dari nilai V2 yang telah dihitung sebagai ganti V*2 dalam persamaan (2.19) untuk menghitung suatu nilai yang lain dai V2, persesuaian akan tercapai dengan tingkat ketepatan
42
yang baik setelah beberapa iterasi, dan akan merupakan nilai V2 yang benar dengan tegangan-tegangan yang diperkirakan tanpa memandang daya pada rel-rel yang lain. Tetapi nilai ini bukan merupakan penyelesaian untuk V2 bagi keadaankeadaan aliran beban yang telah ditetapkan, karena tegangan-tegangan dimana perhitungan V2 ini didasarkan adalah nilai-nilai tegangan perkiraan pada rel-rel yang lain, sedangkan tegangan-tegangan yang sesungguhanya belum diketahui. Dianjurkan untuk membuat dua buah perhitungan V2 berturut-turut (yang kedua adalah sama seperti yang pertama kecuali untuk pembetulan pada V*2) untuk setiap rel sebelum meneruskan dengan rel berikutnya. Setelah tegangan yang dibetulkan diperoleh pada setiap rel, nilai ini dipakai lagi untuk menghitung tegangan yang dibetulkan pada rel berikutnya. Proses ini diulangi untuk setiap rel berturut-turut untuk seluruh jala-jala (kecuali pada rel berayun) untuk menyelesaikan iterasi pertama. Kemudian seluruh proses ini dilakukan lagi berulang-ulang sehingga besarnya pembetulan tegangan pada setiap rel kurang dari suatu indeks ketepatan yang sebelumnya telah ditetapkan. Proses pemecahan persamaan-persamaan aljabar linear semacam ini dikenal sebagai metode iterasi Gauss-Siedel. Jika himpunan yang sama dari nilai-nilai tegangan digunakan untuk suatu iterasi lengkap (bukannya dengan langsung memasukkan setiap nilai baru yang diperoleh untuk menghitung tegangan pada rel berikutnya), maka prose situ disebut metode iterasi Gauss. Konvergensi pada suatu penyelesaian yang salah mungkin terjadi jika tegangan-tegangan aslinya sangat jauh berbeda dengan nilai-nilai yang benar. Konvergensi yang salah ini biasanya dapat dihindarkan jika nilai-nilai aslinya
43
mempunyai besar yang pantas dan fasanya berbeda tidak terlalu jauh. Setiap penyelesaian yang tidak diinginkan dapat diketahui dengan mudah melalui pemeriksaan hasil-hasilnya karena tegangan-tegangan sistem biasanya tidak mempunyai daerah fasa yang lebih besar dari 45o dan selisih antara dua rel yang berdekatan kurang dari 10o dan malahan sering kali sangat kecil. Untuk keseluruhan N buah rel, tegangan yang dihitung pada setiap rel k dimana Pk dan Qk adalah =
∗
−∑
....................................................... (2.21)
Dimana n≠k. Nilai-nilai tegangan pada ruas kanan persamaan itu adalah nilainilai hitungan terbaru untuk rel-rel yang bersesuaian (atau tegangan perkiraan jika belum dilakukan iterasi pada rel tersebut). Metode Gauss-Siedel dalam penyelesaian soal-soal aliran daya telah menunjukkan bahwa diperlukan iterasi dalam jumlah yang agak benyak sebelum pembetulan-pembetulan tegangan berada didalam indeks ketepatan yang dapat diterima, jika tegangan yang dibetulkan pada suatu rel hanya menggantikan nilai terbaik terakhir sementara perhitungan berjalan dari rel ke rel. jumlah iterasi yang diperlukan dapat banyak dikurangi jika pembetulan tegangan pada setiap rel dikalikan dulu dengan beberapa konstanta yang meningkatkan besarnya pembetulan untuk membawa tegangan lebih tepat pada nilai yang didekatinya. Pengali-pengali (multipliers)
yang memberikan konvergensi lebih baik ini
dinamakan faktor-faktor percepatan (acceleration factor). Selisih antara tegangan yang baru saja dihitung dan tegangan terdahulu terbaik pada rel dikalikan dengan faktor percepatan yang sesuai untuk mendapatkan pembetulan yang lebih baik
44
untuk ditambahkan pada nilai yang terdahulu. Faktor percepatan untuk unsure nyata pembetulan dapat berbeda dengan faktor untuk unsur khayal. Untuk setiap sistem terdapat nilai-nilai optimum untuk factor percepatan, dan pemilihan faktorfaktor yang salah dapat mengakibatkan konvergensi yang kurang cepat atau tidak mungkin sama sekali. Suatu pilihan yang biasanya baik untuk unsur-unsur nyata dan khayal ialah nilai faktor percepatan sebesar 1,6. Studi-studi dapat dibuat untuk menentukan pilihan yang terbaik untuk suatu sistem tertentu. Rel dimana diberikan besarnya tegangan dan bukannya daya reaktif, unsurunsur nyata dan khayal dari tegangan untuk setiap iterasi didapatkan dengan pertama-tama menghitung suatu nilai dari daya reaktif. Dari persamaan (2.22) −
=(
+∑
)
∗
................................................ (2.22)
Dimana n≠ k. Jika kita buat n sama dengan k − =−
= {
∗
∑
............................................................... (2.23)
∗∑
} ............................................................... (2.24)
Dimana Im bearti “bagian khayal dari” Daya reaktif Qk dihitung dari persamaan (2.22) untuk nilai-nilai tegangan terdahulu terbaik pada rel-rel, dan nilai Qk ini dimasukkan ke dalam persamaan (2.23) untuk mendapatkan suatu Vk baru. Unsur-unsur dari Vk baru itu kemudian dikalikan dengan perbandingan dari besarnya Vk konstan yang ditentukan terhadap besarnya Vk yang diperoleh dari persamaan (2.24). Hasilnya adalah tegangan kompleks yang telah dibetulkan dari besar yang ditentukan.
45
2.15.2 Metode Newton-Raphson Metode Newton Raphson merupakan metode yang tepat untuk menyelesaikan persamaan matematis non linear. Metode ini banyak digunakan untuk menyelesaikan analisis aliran daya pada sistem tenaga listrik yang besar. Untuk bus jenis tertentu dari sistem tenaga seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.14, maka arus yang masuk pada bus I dinyatakan dalam persamaan: Vi
V1
yi1
V2 yi2
Iij
Vn yin I io Bus i
yjo
Gambar 2.12 Model Bus dari Sistem Tenaga =∑
........................................................................................... (2.25)
Bila ditulis dalam bentuk polar: =∑
∠
+
............................................................... (2.26)
daya kompleks pada bus I adalah −
=
∗
................................................................................ (2.27)
Substitusi dari persamaan 2.22 dan 2.23 menjadi: −
= | |∠ −
.∑
∠
+
(2.28)
Sehingga untuk daya aktif dan daya reaktif pada bus I adalah: =∑ = −∑
| | cos | | sin
−
+ −
............................................(2.29) +
....................................... (2.30)
46
persamaan 2.22 dan 2.23 dikembangkan dari deret Taylor, maka persamaannya adalah
∆
⎡ ⎢∆ ⎢∆ ⎣∆
( ( ( (
⎡ ) ⎤ ⎢ ) ⎥ ⎢ ) = ⎢ ⎥ ⎢ ) ⎦ ⎢ ⎣
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
|
| ( )
|
|
| ( )
|
| ( )
|
|
|
| |
⎤ ⎥ ⎡∆ |⎥ ⎢ ∆ ) ⎥ . ⎢ ∆ |⎥ ⎢ ) ⎥ ⎣∆ |⎦
| ( ) ( (
( )
⎤ ⎥ ) ⎥ ......................................... (2.31) ⎥ ) ⎦
( ) ( (
Dalam bentuk singkatnya dapat ditulis matriks Jacobian sebagai berikut: ∆ ∆
=
.
∆ ................................................................... (2.32) ∆| |
Elemen diagonal dan diagonal luar J1 adalah: = ∑
| |
sin
= −| |
sin
− −
+
......................................... (2.33)
+
≠ ................................... (2.34)
Elemen diagonal dan diagonal luar J2 adala:
|
|
= 2| ||
| cos
+∑
=| |
cos
−
cos +
−
+
................ (2.35)
≠ .......................................... (2.32)
Elemen diagonal dan diagonal luar J3 adalah: = ∑
| |
= −| |
cos cos
− −
+ +
........................................ (2.36) ≠ .................................. (2.37)
47
Elemen diagonal dan diagonal luar J4 adalah:
|
|
= −2| || | sin
−∑
= −| |
−
sin
sin +
−
+
.............. (2.38)
≠ ...................................... (2.39)
Nilai daya aktif dan reaktif perhitungan berbeda dengan nilai yang terjadwal, perbedaan ini disebut sisa daya (power residuals) yang diberikan dengan persamaan sebagai berikut: ∆
( )
=
−
( )
∆
( )
=
−
( )
........................................................................ (2.40) ........................................................................ (2.41)
Perhitungan baru untuk sudut fase dan tegangan pada bus I adalah: (
)
(
= )
( )
=
+∆ ( )
( )
+∆
.......................................................................(2.42) ( )
..............................................................(2.43)
2.15.3 Metode Fast Decoupled Metode ini diturunkan dari Newton-Raphson. Hal ini berdasarkan Metode ini diturunkan dari Newton-Raphson. Hal itu berdasar fakta bahwa perubahan kecil pada besar tegangan bus tidak terlalu mempengaruhi daya nyata dan perubahan kecil pada sudat fasa tegangan bus tidak terlalu mempengaruhi daya reaktif. Oleh karena itu, persamaan aliran daya pada Newton-Raphson bisa digantikan dua persamaan aliaran daya terpisah (decoupled) yang diselesaikan secara iterasi, yaitu :
48
[∆ ][ 1] = [∆ ]……………………………………………………(2.44) [∆ ][ 4] = [∆ ] ………………………………………………… (2.45) Metode ini mengurangi kebutuhan memori hingga setengahnya bila dibandingkan metode Newton-raphson, dan mengurangi waktu penyelesaian karena matrik Jacobian bernilai konstan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan pada perhitungan menggunakan metode
Newton-Raphson. Sistem saluran distribusi atau transmisi mempunyai konfigurasi antara lain seperti konfigurasi radial dan loop. Untuk mengetahui kinerja sistem, maka diperlukan studi aliran daya. Tujuan studi aliran daya adalah untuk mengetahui rugi daya dan jatuh tegangan pada setiap titik beban sepanjang saluran. Metode Newton-Raphson memiliki perhitungan yang lebih baik dari metode lainnya, bila untuk sistem tenaga yang lebih besar karena lebih efesian dan praktis. Jumlah literasi yang dibutuhkan untuk memperoleh pemecahan ditentukan berdasarkan ukuran sistem menggunakan bantuan program ETAP versi 7.0.0 (Electrical Transient Analisys Program). 3.2
Data yang dibutuhkan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Jaringan Distribusi
20kV, Data-data diperoleh dari PT. PLN (persero) Unit Pelayanan Jaringan (UPJ) rayon kota Yogyakarta. Adapun data-data yang dibutuhkan dalam analisis aliran daya adalah: a. Saluran distribusi 20 kV penyulang 3 wirobrajan (WBN 03). b. Data aset penyulang 03 wirobrajan. c. Beban yang terpasang pada penyulang 03 wirobrajan. d. Data saluran penghantar lengkap.
49
50
3.3
Alat Penelitian Untuk mempermudah jalannya penelitian maka peneliti menggunakan alat-
alat sebagai berikut : a. Seperangkat komputer PC untuk pengolahan data. b. Perangkat lunak komputer (software) ETAP (Electrical Transient Analysis Program) Power Station 7.0.0. c. Satu set printer pencetakan data. 3.4
Proses Penelitian Untuk menjalankan penelitian dalam hal proses simulasi load flow
analysis, langkah yang dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Pada tahap ini beberapa hal yang dilakukan adalah : a. Menyusun proposal untuk melaksanakan penelitian b. Membuat surat pengantar dari kampus untuk pelaksanaan c. Melakukan observasi lokasi serta melengkapi syarat-syarat administrasi 2. Pelaksanaan Pada tahap ini beberapa hal yang dilakukan adalah : a. Memahami mekanisme kerja objek b. Memahami dokumen-dokumen yang dibutuhkan c. Mengumpulkan data-data yang diperlukan Setelah melakukan proses pengambilan data, simulasi penelitian dilakukan dengan pembuatan pemodelan rangkain simulasi ETAP untuk analisa aliran daya. Untuk lebih lengkap dan jelas penulis membuat diagram alir penelitian. Diagram alir
51
penelitian yang dilakukan oleh penulis guna menyelesaikan penulisan laporan serta proses simulasi relai diferensial seperti pada gambar 3.1 dibawah ini. Langkah-langkah penelitian dapat diuraikan sebagai berikut: Mulai
Persiapan & Pengumpulan data
Merangkai model jaringan distribusi 20kV
Memasukan data lapangan yang akan disimulasikan
Masukan/ cek data parameter yang dibutuhkan program
Menjalankan simulasi program ETAP
Perbaiki data
Tidak
Simulasi jalan?
Ya
Hasil simulasi
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian
52
3.5
Program ETAP PowerStation 7.0.0 ETAP (electrical transient analysis program) adalah software untuk
power sistem yang bekerja berdasarkan plant (project). Setiap plant harus menyediakan modelling peralatan dan alat - alat pendukung yang berhubungan dengan analisa yang akan dilakukan. Misalnya generator, data motor, data kabel dll. Sebuah plant terdiri dari sub-sistem kelistrikan yang membutuhkan sekumpulan komponen elektris yang khusus dan saling berhubungan. Dalam PowerStation, setiap plant harus menyediakan data base untuk keperluan itu. ETAP PowerStation dapat melakukan penggambaran single line diagram secara grafis dan mengadakan beberapa analisa/studi yakni : 1. Load Flow Analysis (LF) 2. Short Circuit Analysis (SC) 3. Motor Starting Analysis (MS) 4. Transient Stability Analysis (TS) 5. Cable Ampacity Derating Analysis (CD) Power Plot Interface.Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bekerja dengan ETAP PowerStation adalah : a.
One Line Diagram, menunjukkan hubungan antar komponen/peralatan listrik sehingga membentuk suatu sistem kelistrikan.
b.
Library, informasi mengenai semua peralatan yang akan dipakai dalam sistem kelistrikan. Data elektris maupun mekanis dari peralatan yang detail/lengkap dapat mempermudah dan memperbaiki hasil simulasi/analisis.
53
c.
Standar yang dipakai, biasanya mengacu pada standar IEC atau ANSI, frekuensi sistem dan metode-metode yang dipakai.
d.
Study Case, berisikan parameter-parameter yang berhubungan dengan metode studi yang akan dilakukan dan format hasil analisis.
3.6
Simulasi Aliran Daya Analisis ETAP PowerStation 7.0.0 Simulasi ETAP yang digunakan pada penelitian ini adalah simulasi load
flow analysis, simulasi pertama digunakan untuk mengetahui aliran daya, tegangan, arus dan daya pada jaringan. Analisis kedua digunakan untuk mengetahui rugi0rugi daya yang terjadi pada tiap bus. Studi aliran daya adalah studi yang memberikan analisis aliran daya pada suatu sistem tenaga listrik yang bertujuan untuk : a. Mengetahui besarnya tegangan pada masing-masing bus pada sistem tersebut b. Mengetahui aliran daya aktif dan reaktif dalam sistem. c. Mengetahui apakah semua peralatan memenuhi batas-batas yang ditentukan untuk menyalurkan daya yang diinginkan d. Memperoleh kondisi awal pada perencanaan sistem yang baru. 3.6.1 Data masukkan Data-data yang dimasukkan dalam simulasi ETAP adalah sebagai berikut : 1. Nama Busbar, untuk mengidentifikasi bus yang terkoneksi. 2. Tipe Busbar. 3. Rating tegangan busbar dalam satuan kV. 4. Data penghantar pada saluran distribusi.
54
5. Daya semu, yakni beban yang tersambung atau dilayani pada bus beban dalam satuan MVA. 6. Dasar MVA yakni 60 MVA, dan kV dasar adalah 20 kV. 7. Power factor ditentukan untuk beban adalah sebesar 85% 3.6.2 Menjalankan Program ETAP Program ETAP 7.0 dapat digunakan setelah di install kedalam komputer. Setelah program dijalankan maka akan tampak kotak dialog box seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar 3.2 kotak dialog pertama ETAP 3.6.3 Membuat Studi Kasus Untuk membuat project baru klik file kotak dialog seperti pada gambar dibawah ini :
new project maka akan muncul
55
Gambar 3.3 kotak dialog untuk memulai new project 3.6.4 Membuat Single line diagram Pada gambar 3.3. terdapat jendela untuk menggambar Single Line Diagram dengan menggunakan template yang terdapat pada toolbar disebelah kanan dengan cara klik and drag. Hasilnya seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar 3.4 Single line diagram feeder 03 GI wirobrajan
56
Setelah selesai membuat single line diagram langkah selanjutnya adalah memasukan nama busbar untuk mengidentifikasi bus yang terkoneksi. Pada bus beban data yang dimasukkan adalah daya semu, yakni daya yag dilayani pada bus beban dalam satuan MVA, % power factor, rating KV, dan factor pembebanan. Seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Gambar 3.5 Data static load pada bus beban 3.7
Running Program Setelah kita memasukkan semua data yang dibutuhkan, maka kita sudah
dapat memulai menjalankan analisis load flow. Pada bagian menu editor terdapat icon load flow analysis, dengan icon tersebut kita dapat langsung menjalankan analisis aliran beban sesuai dengan metode dan jumlah iterasi yang sudah kita set sebelumnya.
57
Setelah iterasi selesai, kita dapat melihat hasil aliran bebannya dengan memilih icon output report. Dari sini kita dapat memilih hasil apa yang kita tampilkan dengan memilihnya pada windows load flow report manager, antara lain sebagai berikut : a. Input data : menampilkan data masukan sesuai dengan tipenya. b. Result : menampilkan hasil aliran beban sesuai dengan format yang diinginkan yaitu F report. c. Summary : menampilkan bagian tertentu dari hasil aliran beban yang diinginkan seperti pembebanan, rugi-rugi. d. Complete : menampilkan hasil dengan format tertentu seperti complete untuk menampilkan hasil perhitungan text rept untuk menampilkan hasil lebih detail. Hasil running program load flow analysis dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 3.6 Hasil running program load flow analysis
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Sistem Tenaga Listrik D.I.Yogyakarta Kebutuhan tenaga listrik D.I.Yogyakarta disuplai dari 8 buah Gardu Induk
150 kV dengan 15 buah transformator berkapasitas total 646 MVA dengan perincian sebagai berikut : a. GI Kentungan II, 60 MVA
i.
GI Wirobrajan I, 60 MVA
b. GI Kentungan IV, 60 MVA
j.
GI Medari I, 30 MVA
c. GI Bantul I, 60 MVA
k. GI Medari II, 30 MVA
d. GI Bantul III, 60 MVA
l.
e. GI Gejayan I, 60 MVA
m. GI Wates II, 16 MVA
f. GI Gejayan II, 60 MVA
n. GI Semanu I, 30 MVA
g. GI Godean I, 30 MVA
o. GI Semanu II, 30 MVA
GI Wates I, 30 MVA
h. GI Godean II, 30 MVA GI kentungan dan GI Medari menyuplai sebagian kabupaten Sleman, GI Gejayan dan GI Wirobrajan menyuplai wilayah Yogyakarta bagian kota, GI Bantul menyuplai sebagian kabupaten Bantul, GI Godean menyuplai wilayah Sedayu, GI Wates menyuplai wilayah kabupaten Kulonprogo, dan GI Semanu menyuplai wilayah kabupaten Wonosari. Penyulang 20 kV wilayah APJ Yogyakarta berjumlah 60 penyulang. Tiaptiap penyulang tersebut terhubung satu sama lain membentuk jaringan radial. Dalam keadaan normal, setiap beban dilayani oleh satu penyulang. Namun apabila
58
59
penyulang lain mengalami gangguan, maka beban ke dua dapat disuplai dari penyulang pertama. 4.1.1 Jaringan Distribusi D.I.Yogyakarta Jaringan distribusi primer yang dipakai wilayah APJ Yogyakarta menggunakan sistem distribusi yang memiliki identitas sebagai berikut: 1. Tegangan sistem primer adalah 20 kV dan tegangan rendahnya 380/220 V. 2. Sistem pentanahannya yaitu titik netral ditanahkan langsung sepanjang saluran dan kawat netral dipakai bersama untuk saluran tegangan menengah dan tegangan rendah yang berada dibawahnya. 3. Konstruksi saluran udara terdiri atas : a. Saluran utama menggunakan kawat AAAC (All Alumunium Alloy Conductor) 3x240 + 150 mm2 untuk tiga fasa, 4 kawat. b. Saluran cabang menggunakan kawat AAAC (All Alumunium Alloy Conductor) 3x70 + 50 mm2 untuk 1 fasa, 2 kawat. 4. Pelayanan beban 3 fasa 4 kawat dengan tegangan 20/11,6 kV dan satu fasa 2 kawat dengan tegangan 11,6 kV. 4.2
Gardu Induk Wirobrajan Gardu Induk Wirobrajan merupakan salah satu unit pelayanan transmisi
Yogyakarta yang terdiri dari 11 Gardu Induk. GI wirobrajan merupakan gardu induk jenis pasang dalam yang mempunyai 1 buah transformator daya utama yang berkapasitas 60 MVA. Trafo ini menyuplay penyulang-penyulang WBN 01,WBN 02, WBN 03, WBN 04 dan WBN 06. Untuk faktor daya pada
60
transformator 1 sebesar 0,93. Nilai faktor daya ini masih memenuhi syarat minimum yaitu 0,85.
Gambar 4.1 Single line diagram GI Wirobrajan Keterangan: a.
= ABSW Normal Close
d.
L
= LBS remote SCADA
b.
= ABSW normal Open
e.
R
= Recloser
c.
= LBS Manual
f.
S
= Sectionalizer
Konstruksi saluran GI Wirobrajan menggunakan penghantar sesuai dengan SPLN 64 1985 sehingga nilai impedans penghantar AAAC 3x20 + 150 mm2 yaitu 0.1344+ j0.3158, dan penghanatar AAAC 3x70 + 50 mm2 yaitu 0.4608 + 0.3572.
61
4.2.1 Single Line Feeder Wirobrajan 3 Feeder 3 GI wirobrajan mensuplay sebanyak 25 buah trafo distribusi. Dengan sumber energi trafo 1, sebagai penyulang ada feeder 03 yang akan dianalisa dan disimulasikan perhitungannya. Data-data yang dibutuhkan mengenai feeder didapatkan dari data PT. PLN rayon kota.
Gambar 4.2 Single Line Diagram penyulang 3 Wirobrajan 4.2.2 Data Trafo Penyulang Wirobrajan 3 Feeder 3 GI wirobrajan yang melayani daerah Jogja selatan, Jl. KHA Dahlan, Ngadiwinatan dan Jl. Bhayangkara dapat dilihat pada tabel berikut:
62
Tabel 4.1 data trafo pada penyulang 3 Wirobrajan
Sintra
Beban Nominal (A) 2.5
Jl. KHA Dahlan
50
BD
2.5
Jl. KHA Dahlan
50
GE
2.5
Jl. KHA Dahlan Jl. KHA Dahlan
S No. Tiang
Phasa
S1-127
1
50
48/S2-8
1
46/S2-8
1
(kVA)
Merk
Alamat
45D/S2-8
1
50
BD
2.5
45F/S2-8
1
50
BD
2.5
Jl. KHA Dahlan
44/S2-8
3
Sintra
5
Jl. KHA Dahlan
Sintra
2.5
Jl. KHA Dahlan
42/S2-8
1
100 50
41/S2-8
1
50
Hico
2.5
Jl. KHA Dahlan
39/S2-8
3
50
Hico
2.5
Jl. KHA Dahlan Ngadiwinatan
38E/S2-8
1
50
BD
2.5
38G/S2-8
1
50
GE
2.5
Ngadiwinatan
38I/S2-8
1
50
Trafindo
2.5
Ngadiwinatan
38M/S2-8
1
50
GE
2.5
Ngadiwinatan
35E/S2-8
1
50
BD
2.5
Ngadiwinatan
Jl. KHA Dahlan Jl. KHA Dahlan
33/S2-8
3
500
Hico
14,4
31/S2-8
1
50
BD
2.5
30/S2-8
3
150
Unindo
Jl Bhayangkara
27/S2-8
1
50
BD
2.5
26/S2-8
1
25
Hico
1.25
Jl Bhayangkara
25/S2-8
1
50
JP
2.5
Jl Bhayangkara Jl Bhayangkara
Jl Bhayangkara
24/S2-8
1
50
Trafindo
2.5
24/S2-8
1
50
Trafindo
2.5
Bhayangkara
Jl. KHA Dahlan
23/S2-8
1
25
GE
1.25
32D/S2-8
3
160
Trafindo
8
Jl. KHA Dahlan
32E/S2-8
3
250
Trafindo
12,5
Jl. KHA Dahlan
4.2.3 Data Bus Penyulang Wirobrajan 3 Untuk memudahkan perhitungan, tiap beban yang terpasang pada feeder 3 dikelompokan dalam 5 bus utama dan 5 Bus cabang, seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini:
63
Tabel 4.2 data tiap Bus Wirobrajan 3
No
Bus
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2 2.1 3 4 4.1 4.2 5 5.1 5.2
4.3
Beban 80% (kVA) Trafo 1 Trafo 3 Phasa Phasa 40 0 2 X 40 0 2 X 40 0 70 120 0 400 160 0 40 0 0 328 140 128 100 0
Kawat (AAAC) 3x240 + 150mm2
3x70 + 50mm2
V V V V V V V V V V
Konstanta Jaringan Untuk perhitungan jatuh tegangan, resistansi dan reaktansi kedua
konduktor perlu diperhitungkan. Kombinasi antara resistansi dan rektansi disebut dengan impedansi yang dinyatakan dalam satuan ohm. Data impedansi kawat ini diambil dari SPLN 64 tahun 1995, impedansi kawat bisa dilihat dari tabel 4.3 dibawah ini: Tabel 4.3 Data Impedansi Kawat / SPLN 64 Tahun 1995
Luas Penampang (mm2)
Jari2 Mm
Urat
GMR (mm)
Impedansi urutan positif (Ohm / km) Aluminium Z1,Z2
Impedansi urutan Nol (Ohm / km) Aluminium Zo
R1
Jx1
R1
Jx1
1
2
1
2
16
22,563
7
16,380
1,8382
0,4035
1,9862
1,6910
25
28,203
7
20,475
1,1755
0,3895
1,3245
1,6770
35
33,371
7
24,227
0,8403
0,3791
0,9883
1,6666
50
39,886
7
28,957
0,5882
0,3677
0.7362
1.6552
64
70
47,193
7
34,262
0,4202
0,3572
0,5682
1,6447
95
54,979
19
41,674
0,3096
0,3464
0,4576
1,6339
120
61,791
19
46,837
0,2451
0,3375
0,3931
1,6250
150
69,084
19
52,365
0,1961
0,3305
0,3441
1,6180
185
76,722
19
58,155
0,1590
0,3239
0,3070
1,6114
240
87,386
19
66,238
0,1225
0,3157
0,2750
1,6032
4.4
Data Beban dan Tegangan Trafo I GI Wirobrajan Tabel 4.4 Data Beban dan Tegangan Trafo I
Gardu Induk
Jam 10.00 Trafo
Wirobrajan
I
Jam 19.00
Tegangan
Feeder
(KV)
R
S
T
R
S
T
WBN.01
65
82
83
160
161
180
20.99
WBN.02
136
133
144
160
161
180
20.99
WBN.03
270
110
121
370
160
180
20.99
WBN.04
186
159
181
201
180
204
20.99
WBN.06
88
78
96
109
96
118
20.99
Trafo I Wirobrajan mempunyai spesifikasi sebagai berikut: Merek
: XIAN
Type
: SFZ – 60000/150
Frekuensi : 50 Hz Cooling system : ONAN – ONAF
65
Impedance 4.5
: 12,35
Pembebanan Trafo Wirobrajan
S = 60000 kVa ; V = 20kV Dengan menggunakan persamaan (2.2) maka =
√3 20
60000
=
=
√3 20 + 3 +
=
+
= 1732
=
+
745 + 562 + 625 = 644 3
=
3
1000 + 758 + 862 = 873,3 3
Persentase pembebanan trafo adalah: Pada siang hari:
=
= 37,1 %
Pada malam hari:
=
4.6
,
= 50,4 %
Analisa Ketidakseimbangan Beban Penyulang 3 Rata-rata penggunaan arus yang dipakai pada penyulang 3 dihitung dengan
penjumlahan total semua fasa dibagi dengan banyaknya fasa sebagai berikut : Pada pengukuran jam 10.00
=
+
+ 3
=
270 + 110 + 121 = 167 3
Pada pengukuran jam 19.00
=
+
+ 3
=
370 + 160 + 180 = 236,6 3
66
Dengan menggunakan persamaan (2.6), koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang (I) sama dengan besarnya arus rata-rata (Irata)
Pada siang hari = .
∶
=
= .
∶
= =
= .
∶
=
=
=
270 = 1,61 167 = 0,65 121 = 0,72 167
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a,b dan c adalah 1. Dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban (dalam%) adalah:
=
{ | − 1 | + | − 1 | + | − 1 |} 100% 3
=
{|1,61 − 1| + |0,65 − 1| + |0,72 − 1|} 100% 3
= 41,44 %
Pada malam hari = .
∶
=
=
370 = 1,56 236,6
= .
∶
=
=
160 = 0,67 236,6
= .
∶
=
=
180 = 0,76 236,6
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a,b dan c adalah 1. Dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban (dalam%) adalah:
67
=
{ | − 1 | + | − 1 | + | − 1 |} 100% 3
=
{|1,56 − 1| + |0,67 − 1| + |0,76 − 1|} 100% 3
= 37,66 % Dari perhitungan beban tak seimbang diatas penyulang WBN 03 memiliki ketidakseimbangan beban cukup tinggi baik pada siang maupun malam (>25 %) hal ini disebabkan karena penggunaan beban yang tidak merata diantara konsumen dan menjadikan penyulang 3 sebagai prioritas dalam analisis. 4.7
Tahap Penyeimbangan
4.7.1 Penyeimbangan Pertama Tahan penyeimbangan dilakukan mulai dari ujung saluran menuju pangkal jaringan. Untuk melakukan pemindahannya maka perlu diperhatikan bagaimana kondisi pembebanan pada pangkal dan kondisi pembebanan pada titik yang akan dipindahkan. Pemindahan awal ini beban fase R yang besar dipindahkan pada beban fase S yang kecil. Beban penyulang WBN 03 dibagi ke dalam 19 fase beban, (A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S,) Seperti pada tabel berikut ini: Tabel 4.5 Posisi Beban Pada Kondisi Awal Posisi
Beban
Kondisi Awal
A
40 kVA
R
B
40 kVA
R
C
40 kVA
R
D
50 kVA
R
68
Posisi
Beban
Kondisi Awal
E
20 kVA
S
F
40 kVA
S
G
40 kVA
S
H
40 kVA
T
I
40 kVA
S
J
40 kVA
T
K
40 kVA
T
L
40 kVA
R
M
40 kVA
R
N
40 kVA
T
O
20 kVA
S
P
40 kVA
T
Q
20 kVA
T
R
40 kVA
R
S
40 kVA
R
Kondisi awal dari pangkal penyulang sebelum dilakukan penyeimbangan arus pada masing-masing fase dengan pembebanan seluruhnya sebesar yaitu IR= 370, IS= 160, IT= 180 dengan jumlah beban yang dipakai pada keadaan beban puncak. Tegangan pada pangkal seperti yang terlihat pada simulasi ETAP dengan menggunakan analisa load flow sebesar 10,77 kV dan pada ujung penyulang sebesar 9,769 kV.
69
Gambar 4.3 Kondisi Pembebanan Awal Penyeimbangan ini dilakukan pemindahan beban jaringan satu fase dari fase R ke fase S, pemindahan tersebut dimulai dari ujung feeder ke pangkal feeder dan dilakukan dengan menggunakan simulasi ETAP. Nilai keseimbangan sebagai patokan dalam pemindahan fasa dapat digunakan dengan mencari nilai mean (rataan hitungan) sebagai berikut: +
=
+
=
3
370 + 160 + 180 = 236,6 3
Arus pada masing-masing titik sebelum dan sesudah tertera pada tabel: Tabel 4.6 Penyeimbang Beban Tahap Pertama Kondisi Awal
Perpindahan
Kondisi Akhir
Beban Fasa
R
S
T
R
S
T
D
370
160
180
320
210
180
N
320
210
180
280
250
180
R ke S
70
Beban D yang sebelumnya berada pada fasa R sipindahkan ke fasa S, sehingga pada fasa S terjadi kenaikan sebesar 40 kVA, sehingga beban IR= 320, IS= 210, IT= 180. Beban N juga dipindahkan ke fasa S untuk mendapatkan keseimbangan lanjut, sehingga hasil akhir beban IR= 280, IS= 250, IT= 180. Maka keadaan keseimbangannya: = .
∶
=
=
280 = 1,18 236,6
= .
∶
=
=
250 = 1,05 236,6
= .
∶
=
=
180 = 0,76 236,6
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a,b dan c adalah 1. Dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban (dalam%) adalah: =
{ | − 1 | + | − 1 | + | − 1 |} 100% 3
=
{|1,18 − 1| + |1,05 − 1| + |0,76 − 1|} 100% 3
= 15,6 % Dengan hanya memindahkan pembebanan pada fasa R ke fasa S terjadi penurunan ketidakseimbangan pada penyulang 3 sebesar 22,06 % hal ini sangat berpengaruh pada besaran kV yang mengalir pada penyulang 3 ini. 4.7.2 Penyeimbangan Kedua Penyeimbangan kedua ini dengan merubah total pembebanan yang ada pada tiap bus sehingga tiap bus menjadi lebih merata beban R, S dan T nya juga untuk mencapai atau mendekati nilai Irata-tata sebesar 236,6.
71
Perpindahan beban pada fasa tiap bus setelah penyeimbangan pertama seperti pada tabel berikut: Tabel 4.7 Penyeimbangan Beban kedua Kondisi awal letak beban
Bus
R
1
A
2
B,C
S
R
S
T
B
C
A
2.1 3
T
Kondisi Akhir letak beban
G,F
F
E
D
D
4.1
H, I, J, K
4.2
L
5.1
M
5.2
S, R, Q
H
G E I
J,K
N, P
O
R
Q, S
L N, O, P
M
Dengan menggunakan simulasi ETAP konfigurasi dilakukan dengan pemindahan beban dari satu fase ke fase lainnya. Pada Bus 2, beban B dan C yang semula berada pada fasa R dipindahkan ke fasa S dan T. Bus 2 Beban G dan F yang berada pada fasa S dipindahkan ke fasa R. beban E pada bus 3 dipindahkan ke fasa T pada bus yang sama. Beban H, I, J, K yang menumpuk pada fasa T di bus 4.2 dipindahkan beban H pada fasa R dan beban I pada fasa T. pada bus 5.1 beban O dipindahkan ke fasa T. pada bus 5.2 beban Q dan S dipindah ke fasa T, beban R dipindah ke fasa S. Sehingga total pembebanan IR= 250, IS= 240, IT= 220. Dengan nilai tegangan pada pangkal penyulang menjadi 10,89 kV dan ujung penyulang menjadi 10,22 kV. Maka keadaan keseimbangannya: = .
∶
=
=
250 = 1,05 236,6
72
= .
∶
=
=
240 = 1,01 236,6
= .
∶
=
=
220 = 0,92 236,6
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a,b dan c adalah 1. Dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban (dalam%) adalah: =
{ | − 1 | + | − 1 | + | − 1 |} 100% 3
=
{|1,05 − 1| + |1,01 − 1| + |0,92 − 1|} 100% 3
= 4,6 % Dengan melakukan keseimbangan kedua dengan beban tiap fasa sebesar, R=250, S=240, T=220 hasil yang didapat jauh lebih optimal dari penyeimbangan pertama dengan penurunan perbedaan sebesar 11% dan penurunan sebesar 33,06 % dari kondisi awal. 4.8
Analisis Aliran Beban Salah satu analisis aliran beban yaitu menghitung jatuh tegangan atau
biasa disebut voltage drop. Jatuh tegangan merupakan selisih antara tegangan sekunder dari trafo (tegangan kirim) dengan tegangan yang diterima. Perhitungan drop tegangan berdasarkan data pengukuran yang dihitung dari titik sumber sampai ke titik yang dihitung (titik beban) sesuai dengan panjang penyulang (feeder) dengan menggunakan persamaan (2.7) sehingga didapat: ΔV
= I ( R cosφ + X sinφ )
Cos Φ = 0.85 sehingga Sin Φ = 0.5
73
Dari persamaan diatas, dapat dihitung jatuh tegangan per-bus penyulang Wirobrajan 3 dengan data pada tabel 4.2 sebagai berikut: Bus 1, Beban 80%
S = V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV) 40 kVA = 11.55 kV . I I = 3.46 A
ΔV = I (R cosφ + X sinφ) = 3,46 (0,1961.0,50.0,85 + 0,3305.0,50.0,5) = 3,46 (0,165) = 0,57 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.12 %∆ =
∆
%∆ =
,
100% 100%
%∆ = 2,8 % Bus 2, Beban 80%
S = V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV) 80 kVA = 11.55 kV . I I = 6,92 A
ΔV = I (R cosφ + X sinφ) = 6,92 (0,1961.0,50.0,85 + 0,3305.0,50.0,5) = 6,92 (0,165) = 1,14 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.8
74
%∆ =
∆
%∆ =
,
100% 100%
%∆ = 5,7 % Bus 2.1, Beban 80%
S = V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV) 80 kVA = 11.55 kV . I I = 6,92 A
ΔV = I (R cosφ + X sinφ) = 6,92 (0,4202.0,30.0,85 + 0,3572.0,30.0,5) = 6,92 (0,16) = 1,10 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.8 %∆ =
∆
%∆ =
,
100% 100%
%∆ = 5,5 % Bus 3, Beban 80%
S = V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV) 70 kVA = 11.55 kV . I I = 6,08 A
ΔV = I (R cosφ + X sinφ) = 5,19 (0,1961.0,50.0,85 + 0,3305.0,50.0,5) = 5,19 (0,165)
75
= 0,8 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.8 %∆ =
∆
100%
%∆ =
,
100%
%∆ = 4 % Bus 4.1, Beban 80%
S = V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV) 160 kVA = 11.55 kV . I I = 13,8 A
ΔV = I (R cosφ + X sinφ) = 13,8 (0,4202.0,30.0,85 + 0,3572.0,30.0,5) = 13,8 (0,16) = 2,2 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.8 %∆ =
∆
100%
%∆ =
,
100%
%∆ = 11 % Bus 4.2, Beban 80%
S = V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV) 40 kVA = 11.55 kV . I I = 3,4 A
ΔV = I (R cosφ + X sinφ)
76
= 3,4 (0,4202.0,30.0,85 + 0,3572.0,30.0,5) = 3,4 (0,16) = 0,5 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.8 %∆ =
∆
100%
%∆ =
,
100%
%∆ = 2,5 % Bus 5.1, Beban 80%
S = V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV) 140 kVA = 11.55 kV . I I = 12,2 A
ΔV = I (R cosφ + X sinφ) = 12,2 (0,1961.0,50.0,85 + 0,3305.0,50.0,5) = 12,2 (0,165) = 2,0 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.8 %∆ =
∆
100%
%∆ =
,
100%
%∆ = 10 % Bus 5.2, Beban 80%
S = V.I (karena trafo fase line to netral, tegangan menjadi 11.55kV) 100 kVA = 11.55 kV . I
77
I = 8,65 A
ΔV = I (R cosφ + X sinφ) = 8,65 (0,1961.0,50.0,85 + 0,3305.0,50.0,5) = 8,65 (0,165) = 1,42 kV
Presentase jatuh tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.8 %∆ = %∆ =
∆
100% 100%
%∆ = 7,1 % 4.9
Analisis Aliran Beban Dengan Simulasi ETAP Analisis aliran beban dengan bantuan ETAP tidak hanya menghitung jatuh
tegangan, tetapi juga dapat menghitung losses daya aktif dan daya reaktif. Sehingga apabila nilai tegangan diluar batas SPLN yaitu +5% dan -10%, maka dapat merancang penambahan kapasitor guna memperbaiki nilai tegangan. Simulasi pertama dengan pemodelan seperti pada gambar 4.4
78
Gambar 4.4 SLD Wirobrajan 3 beban 80% sebelum rekonfigurasi Setelah dilakukan penyeimbangan beban perfasa pada program Electrical Transient Analizer Program (ETAP) maka looses dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Looses Pada Pembebanan Awal 25
kV L-L
20 15
R
10
S T
5 0 T 1 Line 1 Line 2 line line 3 line 4 line 2.1 4.1
line line 5 line 6 line 7 4.2
Gambar 4.5 Grafik losses sebelum konfigurasi
79
Dari simulasi diatas, diketahui bahwa terjadi perbedaan tegangan pada pangkal sebesar 18,644 kV dan 16,53 kV pada ujung penyulang.
Looses Setelah Konfigurasi 25 20 15 10 5 0 T1
Line 1 Line 2 line 2.1 line 3 line 4 line 4.1 line 4.2 line 5 line 6 line 7 R
S
T
Gambar 4.6 Grafik losses setelah konfigurasi
BAB V PENUTUP 5.2
Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan melalui simulasi keseimbangan
beban pada jaringan tegangan menengah 20 kV pada penyulang 3 Gardu Induk Wirobrajan dapat diambil kesimpulan antara lain, yaitu : 1. Semakin besar beban pada fasa sebagaimana pada fasa R sebesar 370 A menyebabkan ketidakseimbangan sebesar 37,66%. Hal ini tidak hanya mempengaruhi besar jatuh tegangan, tetapi juga mempengaruhi besar losses daya aktif dan daya reaktif. 2. Prosedur untuk melakukan penyeimbangan fase dilakukan dari ujung feeder ke pangkal feeder, yaitu dengan cara paling praktis, dengan memindahkan beban satu fase dari saluran terberat ke saluran fase lain dengan beban teringan. Hal tersebut dilakukan agar diperoleh keseimbangan fase di sepanjang feeder utama tanpa mengubah saluran satu fase menjadi 3 fase. 3. Tegangan yang tidak seimbang pada sisi distribusi jaringan tegangan menengah sangat mempengaruhi jumlah losses yang terjadi. 4. Penyeimbangan beban tahap pertama yang mana tiap fasa memiliki beban sebesar R=280, S=250, T=180 sudah menunjukan angka yang sangat besar dari kondisi awal, ketidakseimbangan penyulang 3 menurun sebesar 22,06%. 5. Penyeimbangan kedua dengan perubahan total pembebanan dengan bantuan simulasi ETAP sangat jauh menekan kerugian daya yang terjadi. Perbedaan
80
81
keseimbangan dari penyeimbangan tahap pertama sebesar 11% dan penurunan sebesar 33,06 % dari kondisi awal penyulang 3. 5.2
Saran Selama penelitian dan penulisan ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan-kekurangan. Penulis memiliki beberapa saran antara lain sebagai berikut : 1. Jika ingin menganalisa aliran beban, lebih baik memilih penyulang dengan total pemakaian beban yang sangat besar atau saluran jaringan yang sangat panjang, sehingga terlihat jelas penurunan susut tegangan antar bus. 2. Dalam menganalisis aliran beban sebisa mungkin mendapatkan data real panjang penghantar antar trafo distribusi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir, 2006, “Transmisi Tenaga Listrik.” Universitas indonesia. Budiono Ismail, 1983. “Analisa Sistem Tenaga”. Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya Malang. Daman Subwanto, 2009, “Sistem Distribusi Tenaga Listrik”, Edisi Pertama, Universitas Negeri, Padang Hakiki, Ikhlas. 2011. “Analisa Drop Tegangan Pada Feeder Setapuk Tegangan Menengah 20 KV Di Gardu Induk Sei-Wie PT. PLN (PERSERO) Cabang Singkawang.” Pontianak : Tugas Akhir. Politeknik Negeri Pontianak. Hani, Slamet. 2006. ”Konstribusi Saluran Bawah Tanah 150 KV Untuk Perbaikan Profil Tegangan Sistem di Yogyakarta.” Yogyakarta : Tesis. Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Ir. Djiteng Marsudi, 2006, “Operasi Sistem Tenaga Listrik”.Graha Ilmu. Masruri. 2006. ”Evaluasi Profil Tegangan Pada Saluran Distribusi 20 KV di PT. PLN (PERSERO) Area Pelayanan & Jaringan (APJ) Yogyakarta Dengan Bantuan ETAP 4.0.0.” Yogyakarta : Skripsi. Fakultas Teknologi Industri IST Akprind Yogyakarta. Siti Kholimah,2006. “Analisis Aliran Beban Pada Jaringan Transmisi 50kV di PT.PLN (PERSERO) P3B Jawa-Bali Region 3 Jateng & DIY Dengan Menggunakan Program ETAP Versi 4.0.0”.Yogyakarta:Skripsi. Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.
Suhadi. “Teknik Distribusi Tenaga Listrik.” Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Sulistyarso, Edhy. 2010. “Analisis Aliran Beban Sistem Distribusi Menggunakan Etap Power Station 4.0.0.” Surakarta : Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tejo Sukmadi. 2009. ”Perhitungan dan Analisa Keseimbangan Beban Pada Sistem Distribusi 20 kV Terhadap Rugi-Rugi Daya (Studi Kasus Pada PT. PLN UPJ SLAWI).” Semarang:Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang. UU Nomor 20 Tahun 2002, Tentang Ketenaga Listrikan.