BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sebagian besar lembaran sejarah Psikolog mengungkapkan bahwa
kondisioning merupakan bentuk belajar yang paling sederhana dan dapat
dipahami secara keseluruhan. Sebab menurut ahli bahwa implementasinya ke
arah pembentukan organisasi kelas bersifat lebih rendah menguasainya
dibanding proses-proses belajar konsep, berpikir, dan menyelesaikan
masalah. Salah satu tokoh dalam menciptakan belajar classical conditioning
ialah Ivan Pavlov, ia dikenal sebagai tokoh behaviorisme.
Pada faktanya, pada saat Thorndike mengerjakan riset utamanya dalam
menemukan teori belajar koneksionisme yang tidak diragukan lagi
kehebatannya , Pavlov jua sedang meneliti proses belajar. Dia juga tidak
suka dengan psikologi subjektif dan hampir saja tidak mau mempelajari
refleks yang dikondisikan karena bersifat psikis. Meskipun Pavlov tidak
terlalu menghargai para psikolog, dia cukup menghormati Thorndike dan
mengakuinya sebagai orang pertama yang melakukan riset sistematis terhadap
proses belajar pada binatang.
Teori Classical Conditioning yang merupakan bagian dari teori
Behaviorisme mengatakan bahwa peniruan sangat penting dalam mempelajari
bahasa. Teori ini juga mengatakan bahwa mempelajari bahasa berhubungan
dengan pembentukan hubungan antara kegiatan stimulus-respon dengan proses
penguatannya. Proses penguatan ini diperkuat oleh suatu situasi yang
dikondisikan, yang dilakukan secara berulang-ulang. Sementara itu, karena
rangsangan dari dalam dan luar mempengaruhi proses pembelajaran, anak-anak
akan merespon dengan mengatakan sesuatu. Ketika responnya benar, maka anak
tersebut akan mendapat penguatan dari orang-orang dewasa di sekitarnya.
Saat proses ini terjadi berulang-ulang, lama kelamaan anak akan menguasai
percakapan.
Kalimat bijak mengungkapkan sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat
untuk manusia, mungkin demikianlah ungkapan penulis bila tidak berlebihan
terhadap diri Ivan Pavlov yang demikian gemilang, telah mengiringi
pemerhati teori belajar untuk senantiasa tidak jenuh mengulasnya, menurut
Ivan Pavlov bahwa teori ini "klasik". Sehingga kesimpulan teori yang ia
tangkap"respon" dikontrol oleh pihak luar; ia menentukan kapan dan apa yang
akan diberikan sebagai "stimulus". Demikianlah kejeniusan Ivan Pavlov
mengenai teori classical conditioning sebagai dasar hasil eksperimennya.
Akibatnya, Ivan Pavlov telah melahirkan model belajar teori classical
conditioning bermanfaat, maka merupakan keharusan penulis untuk
menyampaikan kembali, guna mewujudkan dinamika teori Ivan Pavlov sebagai
dasar pengembangan dalam praktek belajar mengajar, sehingga dapat berjalan
dengan baik dan tercapai tujuan yang diharapkan.
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu
gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul
kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler,
1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk
menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan
terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada
respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil
belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon
yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh
karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi
stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap.
Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting
dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan
mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi
stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang
harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas
yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Riwayat Hidup Ivan Pavlov?
2. Bagaimana Teori Belajar yang dikemukakan oleh Ivan Pavlov ?
3. Bagaimana Eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov?
4. Bagaimana tanggapan Ivan.Pavlov terhadap belajar dan pendidikan ?
5. Bagaimana kelemahan Teori Belajar Ivan Pavlov?
6. Bagaimana Hukum yang dianut Ivan P.Pavlov ?
7. Bagaimana Riwayat HIdup Edwin R. Guthrie?
8. Bagaimana Teori Belajar Edwin R. Guthrie?
9. Bagaimana Eksperimen Edwin R.Guthrie?
10. Bagaimana Lupa Menurut Guthrie?
11. Apa saja pengembangan dari teori belajar Edwin Ray Guthrie?
12. Teori belajar behaviorisme dan bagaimana penerapannya dalam pengajaran
dan pembelajaran?
3. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui lebih mendalam lagi siapa tokoh yang terkenal dalam
kepribadian Behavioristik dan apa saja karya-karya beliau
2. Untuk mengetahui struktural dan dinamika apa saja yang ada dalam teori
belajar
3. Untuk mengatahui secara mendalam apa saja eksperimen yang dilakukan
4. Untuk mengatahui apa saja yang dapat diterapkan dikehidupan sehari-
hari
5. Dan apa kelemahan dari teori belajar
6. Memaparkan sejarah riwayat hidup seorang Edwin Ray Guthrie
7. Memahami konsep dan teori belajar Edwin Ray Guthrie
8. Mengetahui sumbangan konsep teori belajar dari ER.Guthrie dalam
kehidupan/kebiasaan.
9. Mengetahui konsep teori belajar ER. Guthrie dalam pengajaran dan
pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Riwayat Hidup Ivan Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov lahir di Rusia pada tanggal 14 September tahun
1849 dan meninggal di Leningrad pada tanggal 27 februari 1936. dan beliau
meninggal pada tahun 1936 di Rusia. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana
psikologi dan ia pun tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia
adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Cara berfikirnya adalah
sepenuhnya cara berfikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti terhadap
psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah. Dalam penelitian-penelitiannya
ia selalu berusaha menghindari konsep-konsep maupun istilah-istilah
psikologi. Kendatipun demikian, peranan Pavlov dalam psikologi sangat
penting, karena studinya mengenai refleks-refleks akan merupakan dasar bagi
perkembangan aliran psikologi behaviorisme. Pandangannya yang paling
penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya tidak lain merupakan
rangkaian refleks-refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari aktivitas
psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan
yang sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama I.M. Sechenov
yang banyak mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan dasar pandangan
pula oleh J.B Watson di Amerika Serikat dalam aliran Behaviorisme nya
setelah mendapat perubahan-perubahan seperlunya.
Dasar pendidikan Pavlov memang ilmu faal. Mula-mula ia belajar ilmu
faal hewan dan kemudian ilmu kedokteran di Universitas St. Petersburg. Pada
tahun 1883 ia mendapat gelar Ph.D setelah mempertahankan thesisnya mengenai
fungsi otot-otot jantung. Kemudian selama dua tahun ia belajar di Leipzig
dan Breslau. Pada tahun 1890 ia menjadi profesor dalam farmakologi di
Akademi Kedokteran Militer di St. Petersburg dan direktur Departemen Ilmu
Faal di Institute of Experimental medicine di St. Petersburg. Antara1895-
1924 ia menjadi Professor ilmu Faal di Akademi Kedokteran Militer tersebut,
1924-1936 menjadi direktur Lembaga ilmu Faal di Akademi Rusia Leningrad.
Pada 1904 ia mendapat hadiah Nobel untuk penelitiannya tentang pencernaan.
Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah psikologi adalah
hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi ('conditioned reflex).
Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar Behaviorisme,
sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai proses
belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar. Bahkan American
Psychological Association (APA) mengakui bahwa Pavlov adalah orang yang
terbesar pengaruhnya dalam psikologi modern disamping Freud.
2.1.1 Teori Belajar Ivan Pavlov
Teori belajar gagasan Ivan Pavlov disebut dengan Teori pembiasaan
klasik (classical conditioning) . Kata classical yang mengawali nama teori
ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling
dahulu di bidang conditioning (upaya pembiasaan) dan untuk membedakannya
dari teori conditioning lainnya (Gleitmen,1986). Selanjutnya, mungkin
karena fungsinya, teori pavlov ini juga dapat disebut respondent
conditioning (pembiasaan yang dituntut). Teori ini sering disebut juga
contemporary behaviorist atau juga disebut S-R psychologists yang
berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran
(reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Jadi, tingkah laku
belajar mendapat jalinan yang erat antara reaksi behavioral dengan
stimulasinya. Guru yang menganut pandangan ini bahwa masa lalu dan masa
sekarang dan segenap tingkah laku merupakan reaksi terhadap lingkungan
mereka merupakan hasil belajar. Teori ini menganalisis kejadian tingkah
laku dengan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap
tingkah laku tersebut.
Konsep Teori
Dalam merumuskan teori belajar, Ivan Pavlov mengelompokkan konsep teori ke
dalam 4 (empat) teori :
1. Eksitasi (Kegairahan ) dan Inhibition (Hambatan)
Menurut Ivan Pavlov dua proses dasar yang mengatur semua aktivitas
sistem saraf sentra adalah Exitation (Eksitasi/kegairahan) dan
Inhibition (Hambatan). Ivan Pavlov bersepkulasi bahwa setiap kejadian
lingkungan berhubungan dengan beberapa titik tolak dan saat kejadian
itu dialami, ia cenderung menggairahkan atau mengahambat aktivitas
otak. Jadi otak terus menerus dirangsang atau dihambat, tergantung
pada apa yang dialami organisme. Pola eksitasi dan hambatan yang
menjadi karakteristik otak ini oleh Pavlov disebut corcical mozaik
(mozaik corcical). Mosaik kortikal pada satu momen akan menentukan
bagaimana organisme merespon lingkungan. Setelah lingkungan eksternal
atau internal berubah, mosaik kortikal akan berubah dan perilaku juga
akan berubah. Mozaik kortikal dapat menjadi konfigurasi yang relatif
stabil, sebab menurut Pavlov pusat otak yang berkali-kali aktif
bersama akan membentuk koneksi temporer dan kebangkitan satu poin akan
membangkitkan poin lainnya. Jadi, jika satu nada terus menerus
diperdengarkan kepada seekor anjing sebelum ia diberikan makan, area
di otak yang merespon ke makanan. Ketika koneksi-koneksi ini
terbentuk, presentase nada akan menyebabkan hewan bertindak seolah-
olah makanan akan disajikan. Pada poin ini kita mengatakan refleks
yang dikondisikan sudah terjadi.
2. Streotip Dinamis
Secara garis besar streotip dinamis adalah mosaik kortikal yang
menjadi stabil karena organisme berada dalam lingkungan yang dapat
diprediksi selama periode waktu tertentu yang lumayan panjang. Selama
pemetaan kritikal ini dengan akurat merefleksikan lingkungan dan
menghasilkan respons yang tetap, maka segala sesuatu akan baik-baik
saja. Tetapi, jika lingkungan berubah secara radikal, organisme
mungkin kesulitan untuk mengubah stereotif dinamis yang diikuti oleh
kejadian lingkungan lainnya, dan selama hubungan ini terus terjadi,
asosiasi antara keduanya pada level neural akan menguat. (perhatikan
kemiripan dengan pemikiran Thorndike tentang efek dari latihan
terhadap ikatan neural). Jadi, lingkungan berubah cepat, jalur neural
baru harus dibentuk, dan itu bukan tugas yang mudah.
3. Iradiasi dan Konsenterasi
Pada awalnya terjadi iradiasi akan melebur ke arah otak lain di
dekatnya. Iradiasi adalah proses yang dipakai Ivan Pavlov untuk
menjelaskan generalisasi, yaitu: ketika hewan dikondisikan untuk
merespon nada itu, tapi juga merespon nada yang lain yang terkait
dengannya. Ivan Pavlov mengasumsikan bahwa nada yang paling dekat
dengan nada yang dipresentasekan dalam daerah otak yang dekat dengan
area yang menerima nada. Saat nada menjadi makin berbeda, daerah otak
yang mempresentasekannya akan semakin jauh dari area yang menerima.
Selain itu, pavlov mengasumsikan bahwa eksitasi akan hilang karena
jarak. Pavlov juga menemukan bahwa konsenterasi sebuah proses yang
berlawanan dengan iradiasi.
4. Pengkondisian Eksitateris dan Inhibitoris
Ivan Pavlov mengidentifikasi dua tipe umum dari pengkondisian , yaitu
pertama: eksitori kondisioning akan tampak ketika pasangan CS-US
menimbulkan suatu respon (sebuah bell (CS) yang dipasangkan berulang
kali dengan makanan (US) sehingga penyajian CS akan menerbitkan air
liur (CR), satu nada (CS) dipasangkan berulang kali dengan tiupan
angin (US) langsung ke mata yang menyebabkan mata secara refleks
berkedip (UR) sehingga penyajian CS saja akan menyebabkan mata
berkedip. Conditioned inhibition tampak training CS atau menekan suatu
respon misalnya, Pavlov berspekulasi bahwa pelenyapan mungkin
disebabkan oleh munculnya hambatan setelah CS menimbulkan respon itu
diulang tanpa suatu penguat.
2.1.2 Eksperimen Ivan Pavlov
Eksperimen Pavlov dilakukan di laboratorium pada seekor anjing. Beliau
melakukan operasi kecil pada pipi anjing itu sehingga bagian dari kelenjar
liur dapat dilihat dari kulit luarnya.Sebuah saluran kecil di pasang pada
pipinya untuk mengukur aliran air liurnya. Kondisi anjing itu terpisah dari
penglihatan dan suara luar, atau diletakkan pada panel gelas. Dengan
kondisi bell dinyalakan, Anjing dapat bergerak sedikit, tetapi tidak
mengeluarkan liur. Setelah beberapa detik, bubuk daging diberikan,anjing
tersebut lapar dan memakannya. Alat perekam mencatat pengeluaran air liur
yang banyak. Prosedur ini dilakukan beberapa kali. Kemudian bell
dinyalakan tetapi bubuk daging tidak diberikan, namun anjing tetap
mengeluarkan air liur. Binatang itu telah belajar mengasosiasikan
dinyalakan bell dengan makanan. Peristiwa ini menurut Pavlov merupakan
refleks bersyarat dari adanya masalah fungsi otak, sehingga masalah yang
ingin dipecahkan oleh Pavlov dengan eksperimen itu ialah bagaimanakah
refleks bersyarat itu terbentuk.
Dari eksperimen Pavlov, menurutnya respon dikontrol oleh pihak
luar,pihak inilah yang menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai
stimulus. Peranan orang yang belajar bersifat pasif karena untuk mengadakan
respon perlu adanya suatu stimulus tertentu. Sedangkan mengenai penguat
menurut Pavlov bahwa stimulus yang tidak terkontrol (unconditioned
stimulus) mempunyai hubungan dengan penguatan. Stimulus itu sendirilah yang
menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat.
Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang akan terjadi bila
stimulus berkondisi diulang atau diberikan kembali tanpa diikuti oleh
stimulus tidak berkondisi? Dalam hal ini akan terjadi pelenyapan atau
padam. Dengan kata lain pelenyapan adalah tidak terjadinya respon atau
menurunnya kekuatan respon pada saat diberikan kembali stimulus berkondisi
tanpa diikuti stimulus tak berkondisi setelah terjadinya respon. Sedangkan
penyembuhan spontan adalah tindakan atau usaha nyata untuk menghalangi
terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya ialah melalui rekondisioning atau
mengkondisikan kembali melalui pemberian kedua stimulus berkondisi secara
berpasangan.
Dari peristiwa pengkondisian klasik ini , merupakan dasar bentuk
belajar yang sangat sederhana, sehingga banyak ahli kejiwaan menganggap
Pavlov sebagai titik permulaan tepat untuk penyelidikan belajar. Lalu
peristiwa kondisioning juga banyak terdapat pada diri manusia, misalnya
anda dapat menjadi terkondisi terhadap gambar makanan dalam berbagai iklan
yang menampilkan makanan malam dengan steak yang lezat dapat memicu respon
air liur meskipun anda mungkin tidak lapar.
Skema percobaan Pavlov
Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Ivan Pavlov maka terlihat
bahwa pentingnya mengkondisi stimulus agar terjadi respon. Dengan demikian
pengontrolan stimulus jauh lebih penting daripada pengontrolan respon.
Konsep ini mengisyaratkan bahwa proses belajar lebih mengutamakan faktor
lingkungan (eksternal) daripada motivasi (internal).
Dalam eksperimennya yang lain, Pavlov menggunakan anjing untuk
mengetahui hubungan antara conditional stimulus (CS), unconditioned
stimulus (UCS), conditioned response (CR), dan unconditioned response
(UCS). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang
dipelajari, sedangkan respons yang dipelajari itu sendiri disebut CR.
Adapun UCS berarti rangsangan yang menimbulkan respons yang tidak
dipelajari, dan respons yang tidak dipelajari itu disebut UCR.
Anjing percobaan itu mula-mula diikat sedemikian rupa dan pada salah
satu kelenjar air liurnya diberi alat penampung cairan yang dihubungkan
dengan pipa kecil (tube). Perlu diketahui bahwa sebelum dilatih (dikenal
eksperimen), secara alami anjing itu selalu mengeluarkan air liur setiap
kali mulutnya berisi makanan. Ketika, bel dibunyikan secara alami pula
anjing itu menunjukkan reaksinya yang relevan, yakni tidak mengeluarkan air
liur.
Kemudian, dilakukan eksperimen berupa latihan pembiasaan mendengarkan
bel (CS) bersama-sama dengan pemberian makanan berupa serbuk daging (UCS).
Setelah latihan yang berulang-ulang ini selesai, suara bel tadi (CS)
diperdengarkan lagi tanpa disertai makanan (UCS). Apa yang terjadi?
Ternyata anjing percobaan tadi mengeluarkan air liur juga (CR), meskipun
hanya mendengar suara bel (CS). Jadi, CS akan menghasilkan CR apabia CS dan
UCS telah berkali-kali dihadirkan bersama-sama.
Berdasarkan eksperimen di atas, semakin jelaslah bahwa belajar adalah
perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons.
Jadi, prinsipnya hasil eksperimen E.L Thorndike di muka kurang lebih sama
dengan hasil eksperimen Pavlov yang memang dianggap sebagai pendahulu dan
anutan Thorndike yang behavioristik itu. Kesimpulan yang dapat kita tarik
dari hasil eksperimen pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS)
selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat
atau lambat akhirnya akan menimbulkan respons atau perubahan yang kita
kehendaki yang dalam hal ini CR.
3. Pendapat Pavlov tentang Belajar dan Pendidikan
Dalam penjelasan terdahulu telah dijelaskan bahwa Pavlov adalah
seorang ilmuwan yang membaktikan dirinya untuk penelitian. Ia memandang
ilmu pengetahuan sebagai sarana belajar tentang berbagai masalah dunia dan
masalah dan masalah manusia. Peranan ilmuwan menurutnya antara lain membuka
rahasia alam sehingga dapat memahami hukum-hukum yang ada pada alam. Di
samping itu ilmuwan juga harus mencoba bagaimana manusia itu belajar dan
tidak bertanya bagaimana mestinya manusia belajar.
Teori belajar classical conditioning mengaplikasikan pentingnya
mengkondisi stimulasi agar terjadi respon. Dengan demikian, pengontrolan
dan perlakuan stimulus jauh lebih penting daripada pengontrolan respon.
Konsep ini mengisyaratkan bahwa proses belajar lebih mengutamakan faktor
lingkungan daripada motivasi internal.
Pandangan Pavlov tentang belajar, ia mengutamakan perilaku dan
perubahan tingkah laku organisme melalui hubungan stimulus respon (S-R).
Dengan demikian, belajar hendaknya mengkondisi stimulus agar bisa
menimbulkan respon. Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terus-
menerus yang timbul sebagai akibat dari persyaratan kondisi.
Dalam pendidikan, prinsip Pavlov sulit untuk diaplikasikan dalam
pendidikan di kelas. Sebab yang menjadi pertanyaannya adalah apakah
percobaannya terhadap hewan akan terjadi pula pada manusia? Pertanyaan
inilah yang sering dilontarkan terhadap teori classical conditioning. Oleh
sebab itu, walaupun paradigma classical conditioning dari Pavlov telah
diperluas berdasarkan penelitian-penelitian psikologi, namun persoalan
penerapannya dalam praktek masih menimbulkan pertanyaan. Banyak latihan-
latihan. Pendidikan berdasarkan teori Pavlov baik pada masa lampau maupun
masa sekarang tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Dalam praktek
pendidikan mungkin bisa kita temukan seperti lonceng berbunyi
mengisyaratkan belajar dimulai atau pelajaran berakhir.
Pertanyaan guru diikuti angkatan tangan siswa, suatu pertanda siswa
dapat menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk memanggil
suatu respon atau tanggapan. Ahli pendidikan lain juga menyarankan bahwa
panduan belajar dengan mengkombinasikan gambar dan kata-kata dalam
mempelajari bahasa, akan sangat berguna dalam mengajar perbendaharaan kata-
kata. Memasangkan kata-kata dalam bahasa Inggris dengan kata-kata bahasa
lainnya akan membantu para siswa dalam membuat perbendaharaan kata dalam
bahasa asing. Dalam pengertian yang lebih luas misalnya memasangkan makna
suatu konsep dengan pengalaman siswa sehari-harinya akan membantu siswa
dalam memahami konsep-konsep lainnya. Walaupun classical conditioning terms
menjadi bidang yang aktif dalam psikologi saat ini. Sebagian para ahli
telah mulai meninggalkan teori psikologi ini.
4. Aplikasi Teori Belajar Pavlov dalam Pembelajaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar menurut
Pavlov adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
1. Mementingkan pengaruh lingkungan
2. Mementingkan bagian-bagian
3. Mementingkan peranan reaksi
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur
stimulus respon
5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
7. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma
Pavlov akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga
tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh
guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng
diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan
pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks. Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai
dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi
pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera
diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan
teori belajar Pavlov ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang
diinginkan.Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku
yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian
didasari perilaku yang tampak. Kritik terhadap teori belajar Pavlov adalah
pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik dan hanya
berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat
tidak berdasar karena penggunaan teori Pavlov mempunyai persyaratan
tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata
pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada
situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi
behavioristic.
Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti:
kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya,
contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk
melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka
mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-
bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi
pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat
tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap
otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa
yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari
luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid
hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
5. Kelemahan Teori Ivan Pavlov
Adapun kelemahan dari teori conditioning ini ialah, teori ini
menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan
dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan
terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat
sesuatu, manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar.
Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan
perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori Conditioning ini
memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia,
teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu saja.
Umpamanya dalam belajar yang mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu
dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.
2.1.6 Hukum-Hukum Teori Ivan Pavlov
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental.
Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat,
minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-
mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan
yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari
pendekatan behaviorisme ini, diantaranya : Ivan Pavlov "classical
conditioning".
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of Respondent Conditioning, berarti hukum pembiasaan pembiasaan yang
dituntut. Menurut Hintzman (1978), yang dimaksud dengan law of respondent
conditioning ialah, jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan
(yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer) maka refleks ketiga yang
terbentuk dari respons atas penguatan refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat. Yang dimaksud dengan dua stimulus tadi adalah CS dan CR.
b. Law of Respondent Extinction, berarti hokum pemusnahan yang dituntut.
Yaitu jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan
menurun.
2.2 Riwayat Hidup Edwin R. Guthrie
Guthrie lahir pada 1886 dan meninggal pada 1959. Dia adalah professor
psikologi di university of Washington dari 1914 dan pensiun pada 1956.
Karya dasarnya adalah The Psycholoy of Learning, yang dipublikasikan pada
1935 dan direvisi pada 1952. Gaya Tulisanya mudah diikuti, penuh humor, dan
banyak menggunakan banyak kisah untuk menunjukkan contoh ide-idenya. Tidak
ada istilah teknis atau persamaan matematika, dan dia sangat yakin bahwa
teorinya atau teori ilmiah apa saja harus dikemukakan dengan cara yang
dapat dipahami oleh mahasiswa baru. Dia sangat menekankan pada aplikasi
praktis dari gagasanya dan dalam hal ini mirip dengan Thorndike dan
Skinner. Dia sebenarnya bukan eksperimentalis meskipun jelas dia punya
pandangan dan orientasi dan eksperimental. Bersama dengan Horton, dia hanya
melakukan satu percobaan yang terkait dengan teori belajarnya, dan kita
aakan mendiskusikan percobaan ini. Tetapi dia jelas seorang Behavioris. Dia
bahkan menggangap teoritisi seperti Thorndine, Skinner,Hull,Pavlov dan
Watson masih sangat subyektif dan dengan menerapkan hukum Parsimoni secara
hati-hati akan dimungkinkan untuk menjelaskan semua fenomena belajar dengan
menggunakan satu prinsip. Seperti yang akan kita diskusikan di bawah satu
prinsip ini adalah: Hukum asosiasi aristoteles karena alasan inilah kami
menepatkan teori behavioristik Guthrie dalam paradigma asosiasionistik.
2.2.1 Teori Belajar Edwin R. Guthrie
Hukum belajar yang dikemukakan oleh Guthrie adalah hukum kontiguitas
(law of contiguity). Maksudnya adalah : " kombinasi stimuli yang mengiringi
gerakan akan cenderung diikuti oleh gerakan itu jika kejadiaannya
berulang". Jadi, jika pada situasi tertentu kita melakukan sesuatu, maka
pada waktu lain dan situasinya sama kita akan cenderung melakukan hal yang
sama juga.
Hukum tersebut diusulkan oleh Guthrie karena menganggap kaidah yang
dikemukakan oleh Thorndike dan Pavlov terlalu rumit dan berlebihan.
Thorndike mengemukakan bahwa, jika respons menemukan kondisi yang memuaskan
maka koneksi S-R akan menguat. Disisi lain Pavlov mengemukakan dengan hukum
belajarnya dengan model kondisional berupa CR-CS-US-UR. Unsur- unsur itulah
yang dianggap oleh guthrie berlebihan.
Pada publikasi terahirnya sebelum meninggal, Guthrie sempat merevisi
hukum kontiguitasnya menjadi, "apa- apa yang dilihat akan menjadi sinyal
terhadap apa- apa yang dilakukan". Alasannya karena terdapat berbagai macam
stimuli yang dihadapi oleh organisme pada satu waktu tertentu dan organisme
tidak mungkin membentuk asosiasi dengan semua stimuli itu. Organisme hanya
akan memproses secara efektif pada sebagian kecil dari stimuli yang
dihadapinya, dan selanjutnya proporsi inilah yang akan diasosiasikan dengan
respons.
Stimuli yang Dihasilkan oleh Gerakan
Meskipun Guthrie menekankan keyakinannya pada hukum kontiguitas di
sepanjang karirnya, dia menganggap akan keliru jika kita menganggap
asosiasi yang dipelajari sebagai hanya asosiasi antara stimuli lingkungan
dengan prilaku nyata. Misalnya, kejadian di lingkungan dan responsnya
terkadang dipisahkan oleh satu interval waktu, dan karenanya sulit untuk
menganggap keduanya sebagai kejadian yang bersamaan.
Guthrie selanjutnya mengatasi problem tersebut dengan mengemukakan
adanya movement-product stimuli (stimuli yang dihasilkan oleh gerakan),
yakni disebabkan oleh gerakan tubuh. Contohnya, ketika mendengar telepon
berdering kita berdiri dan berjalan mendekati pesawat telepon. Sebelum kita
sampai ke pesawat telepon, suara deringan tersebut sudah tidak lagi
bertindak sebagai stimulus. Kita tetap bergerak karena ada stimuli dari
gerakan kita sendiri menuju pesawat telepon.
Mengapa Praktik latihan Meningkatkan Performa ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Guthrie membedakan antara act (tindakan)
dengan movement (gerakan). Gerakan adalah kontraksi otot; tindakan terdiri
dari berbagai macam gerakan. Tindakan biasanya didefinisikan dalam kondisi
apa- apa yang dicapainya, yakni perubahan apa yang mereka lakukan dalam
lingkungan. Sebagai contoh tindakan, Guthrie menyebut misalnya mengetik
surat, makan pagi, dll.
Adapun untuk belajar tindakan membutuhkan praktik latihan. Belajar
bertindak, yang berbeda dari gerakan, jelas membutuhkan praktik sebab ia
mengharuskan gerakan yang tepat telah diasosiasikan dengan petunjuknya.
Bahkan menurut Guthrie, tindakan sederhana seperti memegang raket
membutuhkan beberapa gerakan berbeda sesuai jarak dan arah posisi subjek
itu. Untuk itulah diperlukan sebuah latihan, karena dengan menguasai sebuah
tindakan tidak menjamin pada saat waktu, jarak, dan posisi yang berbeda
tindakan itu masih dapat dilakukan.
Sifat Penguatan
Apa yang menggantikan kekuatan dalam teori Guthrie? Pada poin ini Gutrie
menggunakan isu yang dibahas Thorndike, ketika satu respons menimbulkan
keadaan yang memuaskan, maka selanjutnya terulangnya respons akan
meningkat. Guthrie menganggap hukum efek tidak dibutuhkan. Menurut Guthrie,
reinformance (penguatan) hanyalah aransemen mekanis, yang dianggap dapat
dijelaskan dengan hukum belajaranya.
Gutrie menganggap, penguatan mengubah kondisi yang menstimulasi, dan
karenanya mencegah terjadinya non learning. Misalnya, dalam kotak teka
teki, hal yang dilakukan hewan sebelum menerima satu penguat adalah
menggerakkan satu tuas atau menarik cincin, yang membuatanya bisa keluar
dari kotak itu, dan seterusnya. Oleh karena itulah, Guthrie dan Horton
mengatakan, menurut pendapat mereka tindakan yang dilakukan oleh kucing itu
akan selalu sama, karena kucing itu menganggap itulah caranya membebaskan
diri dari kotak. Oleh karena itu, tidak memungkinkan adanya respons baru
yang dihubungkan dengan kotak tersebut.
2.2.2 Eksperimen Guthrie-Horton
Guthrie & Horton (19460 secara cermat mengamati sekitar 800an tindak
melepaskan diri dari kotak teka-teki yang dilakukan oleh kucing. Observasi
ini dilaporkan dalam buku berjudul Cats in a Puzzle Box. Kotak yang
digunakan sama dengan kotak yang dipakai Thorndike dalam percobaanya.
Guthrie & Horton menggunakan banyak kucing sebagai subjek percobaan, tetapi
mereka melihat setiap kucing belajar keluar dari kotak dengan cara sendiri-
sendiri yang berbeda-beda. Respon khusus yang dipelajari oleh hewan
tertentu adalah respon yang dilakukan hewan sebelum ia keluar kotak. Karena
respon cenderung diulang lagi saat kucing diletakkan di kotak di waktu yang
lain, maka ini dinamakan perilaku stereotip.
Observasi ini memperkuat pendapat Guthrie bahwa penguatan hanyalah
aransemen mekanis yang mencegah berhentinya proses belajar. Guthrie
menyimpulkan bahwa setiap kejadian yang diikuti dengan respon yang
diinginkan dari hewan akan mengubah kondisi yang menstimulasi dan oleh
sebab itu mempertahankan respon di dalam kondisi yang menstimulasi
sebelumnya.
2.2.3 Lupa Menurut Guthrie
Menurut Guthrie, lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam
satu pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons alternatif,
pola stimulus itu kemudian akan cenderung menghasilkan respons baru. Jadi
menurut Guthrie, lupa pasti melibatkan proses belajar baru. Ini adalah
bentuk retroactive inhibition (hambatan retroaktif) yang ekstrem, yakni
fakta bahwa proses belajar lama diintervensi oleh proses belajar baru.
Untuk menunjukkan hambatan retroaktif, contohnya sebagai berikut:
Seseorang yang belajar tugas A dan kemudian belajar tugas B lalu diuji
untuk tugas A. satu orang lainnya belajar tugas A, tetapi tidak belajar
tugas B, dan kemudian diuji pada tugas A. secara umum akan ditemukan bahwa
orang pertama mengingat tugas A lebih sedikit ketimbang orang kedua. Jadi,
tampak bahwa mempelajari hal baru (tugas B) telah mencampuri retensi dari
apa yang dipelajari sebelumnya (tugas A).
Guthrie menerima bentuk hambatan retroaktif ekstrim ini. Pendapatnya
adalah bahwa setiap kali mempelajari hal yang baru, maka proses itu akan
menghambat sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh
intervensi. Tak ada intervensi, maka lupa tidak akan terjadi.
2.2.4 Penerapan Teori Guthrie dalam Memutuskan Kebiasaan
Kebiasaan adalah respon yang diasosiasikan dengan sejumlah besar
stimulus. Semakin banyak stimuli yang menimbulkan respon, semakin kuat
kebiasaan. Untuk memutus kebiasaan aturannya selalu sama, yaitu cari
petunjuk yang memicu kebiasaan buruk dan lakukan respon lain saat petunjuk
itu muncul. Berikut ini metode-metode yang dinyatakan oleh Guthrie:
Metode Ambang: dengan memperkenalkan stimulus lemah yang tidak
menimbulkan respon dan kemudian pelan-pelan menaikkan intensitas
stimulus itu, tetapi selalu berhati-hati agar ia tetap berada di bawah
"ambang batas" respon. Contoh memasang pelana kuda: mulai dengan selimut
yang ringan, kemudian yang lebih berat, baru kemudian pelana kuda.
Metode Kelelahan: dengan mendorong stimulus secara terus menerus sampai
respon yang diberikan berhenti atau tidak ada respon lagi. Contoh
penjinakan dimana pelana dilempar ke punggung kuda kemudian
penunggangnya menaikinya dan berusaha mengendarai kuda itu sampai kuda
itu menyerah.
Metode Respon yang Tidak Sesuai: stimuli untuk respon yang tidak
diinginkan disajikan bersama stimuli lain yang menghasilkan respon yang
tidak sesuai dengan respon yang tidak diinginkan tersebut. Contoh
seorang anak mendapat hadiah boneka panda namun reaksi pertamanya takut
dan menghindar. Sebaliknya ibu si anak memberikan rasa kehangatan dan
kenyamanan pada diri si anak. Dengan menggunakan metode respon yang tak
kompatibel anda akan memasangkan ibu dan boneka panda diharapakkan ibu
akan menjadi setimulus dominan. Jika ibu menjadi stimulus dominan,
reaksi anak terhadap kombinasi ibu-boneka itu akan berupa relaksasi.
Setelah reaksi relaksai muncul ketika ada boneka panda, maka boneka itu
dapat dihadirkan sendirian dan akan muncul relaksasi dalam diri anak.
Membelokkan Kebiasaan
Ada perbedaan antara memutus kebiasaan dengan membelokkan kebiasaan.
Membelokkan kebiasaan dilakukan dengan menghindari petunjuk yang
menimbulkan perilaku yang tak diinginkan. Jika anda mengumpulkan sejumlah
besar pola perilaku tak efektif atau menyebabkan kecemasan, hal terbaik
yang bisa dilakukan adalah meningkatkan situasi itu. Guthrie menyarankan
agar anda pergi kesuatu lingkungan baru yang memberi anda kesegaran baru
karena anda tidak punya banyak asosiasi dengan lingkungan baru itu. Pergi
kelingkungan baru akan membuat anda legah dan bisa mengembangkan pola
perilaku yang baru. Tetapi ini hanyalah pelarian parsial karena banyak
stimuli yang menyebabkan perilaku yang tak diinginkan adalah stimuli
internal anda, dan anda karenanya akan membawa stimuli itu ke lingkungan
yang baru. Juga stimuli dalam lingkungan baru yang identik atau mirip
dengan stimuli di lingkungan lama akan cenderung menimbulkan respon yang
sebelumnya di kaitkan dengannya.
Hukuman
Guthrie mengatakan efektivitas punishment (hukuman) ditentukan oleh
apa penyebab tindakan yang dilakukan oleh organisme yang dihukum itu.
Hukuman bekerja baik bukan karena rasa sakit yang dialami oleh individu
terhukum, tetapi karena hukuman mengubah cara individu merespons stimuli
tertentu. Hukuman akan efektif jika menghasilkan respons baru terhadap
stimuli yang sama.
Hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena
hukuman menimbulkan perilaku yang tidak kompitabel dengan perilaku yang
dihukum. Hukuman akan gagal jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman
selaras dengan perilaku yang dihukum. Misalnya, anda punya seekor anjing
yang suka mengejar-ngejar mobil dan anda ingin menghentikan kebiasaannya.
Gutrie menyarankan, anda mengendarai mobil dan biarkan anjing
mengejarnya. Saat anjing berlari disisi mobil pelankan kendaraan anda dan
tamparlah moncong si anjing. Maka anjing akan melompat kebelakang. Tapi
kalau anda menampar pantatnya maka anjing itu akan berlari lebih kencang
kedepan. Contoh lain seorang gadis berumur 10 tahun yang melemparkan topi
dan jaketnya ke lantai setiap kali dia pulang ke rumah. Setiap kali
melakukannya si ibu akan mengomelinya dan menyuruhnya menggantungkan baju
dan jaket ke tempat gantungan. Tetapi kelakuannya terus berlanjut sampai
seorang ibu menduga bahwa anaknya menunggu dahulu omelanya (yakni
omelannya menjadi petunjuk) untuk menggantungkan baju dan jaketnya.
Setelah menyadari ini, setiap kali si anak melempar baju dan jaketnya ke
lantai ibu menyuruh si anak mengambilnya lagi dan menyuruhnya keluar
rumah. Nah, setelah dia masuk kembali si ibu memerintahkannya segera
menggatungkan baju dan jaketnya begiru dia masuk rumah.
Dorongan
Drives (dorongan) fisiologis merupkan apa yang oleh Guthrie disebut
maintaining stimuli (stimuli yang mempertahankan) yang menjaga organisme
tetap aktif sampai tujuan tercapai. Misalnya, rasa lapar menghasilkan
stimuli internal yang terus ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika makan
diperoleh, maintaining stimuli akan hilang, dan karenanya kondisi yang
menstimulasi telah berubah, dan karenanya mempertahankan respon terhadap
makanan. Tetapi perlu ditekankan bahwa dorongan fisiologi ini hanya salah
satu dari sumber stimuli yang mempertahankan. Setiap sumber stimuli yang
terus berlangsung baik itu eksternal atau internal, menghasilkan stimuli
yang mempertahankan.
Disini Guthrie kembali menjelaskan bahwa kebiasaan menggunakan alkohol
dan narkoba dengan cara serupa. Misalnya, seorang merasakan ketegangan
atau gelisah. Dalam kasus ini ketegangan dan kegelisahan itulah yang
menjadi maintaining stimuli. Karenanya, ketika di lain waktu orang merasa
tegang dan gelisah, dia akan cenderung minum lagi. Secara bertahap
dorongan untuk memakai narkoba atau minuman keras akan muncul diberbagai
situasi dan berubah menjadi kecanduan.
Niat
Respons yang dikondisikan ke maintaining stimuli dinamakan intentions
(niat). Respons tersebut dinamakan niat karena maintaining stimuli dari
dorongan biasanya berlangsung selama periode waktu tertentu (sampai
dorongan berkurang).
Gambarannya, ketika seseorang lapar dan ada roti di dalam kantor, dia
akan memakannya. Tetapi jika dia lupa membawa bekal makan siang, dia akan
berdiri dari kursi, mengenakan jaket, mencari restoran, dsb. Perilaku
yang dipicu oleh maintaining stimuli inilah yang tampak purposive atau
intensional (diniatkan).
Transfer Training
Gutrhrie dalam hal ini kurang terlalu berharap. Karena pada dasarnya
seseorang akan menunjukkan respons yang sesuai dengan stimuli jika pada
kondisi yang sama. Guthrie selalu mengatakan pada mahasiswa
universitasnya, jika anda ingin mendapat manfaat terbesar dari studi
anda, anda harus berlatih dalam situasi yang persis sama-dalam kursi yang
sama-di mana anda akan diuji. Jika anda belajar sesuatu di kamar, tidak
ada jaminan pengetahuan yang diperoleh disitu akan ditransfer ke kelas.
Saran Guthrie adalah selalu mempraktikkan perilaku yang persis sama
yang akan diminta kita lakukan nanti,selain itu, kita harus melatihnya
dalam kondisi yang persis sama dengan kondisi ketika nanti kita diuji.
Gagasan mengenai pemahaman, wawasan dan pemikiran hanya sedikit, atau
tidak ada maknanya bagi Guthrie. Satu-satunya hukum belajar adalah hukum
kontiguitas, yang menyatakan bahwa ketika dua kejadian terjadi bersamaan,
keduanya akan dipelajari.
2.2.5 Pendapat dan Penerapan Teori Belajar Behaviorisme Guthrie dalam
Pendidikan
Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan
dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus
dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan
memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan
diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang
diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran
stimuli tertentu.
Latihan (praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih banyak
stimuli untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan.karena setiap
pengalaman adalah unik, seseorang harus "belajar ulang" berkali-kali.
Guthtrie mengatakan bahwa belajar 2 ditambah 2 di papan tulis tidak
menjamin siswa bisa 2 ditambah 2 ketika dibangku. Karena memungkinkan siswa
akan belajar meletakkan respons pada setiap stimuli (di dalam atau di luar
kelas).
Mengasosiasikan rangsangan dan respons secara tepat merupakan inti
dari teori belajar yang dibangun oleh Guthrie. Untuk penerapan teori ini
dalam proses belajar mengajar di kelas. Guthrie memberikan beberapa saran
bagi guru :
1. Guru harus dapat mengarahkan performa siswa akan menjadi apa ketika
mempelajari sesuatu. Dengan kata lain, apakah stimuli yang ada dalam buku
atau pelajaran yang menyebabkan siswa melakukan belajar.
2. Oleh karena itu, jika siswa mencatat atau membaca buku secara sederhana
mereka dapat mengingat lebih banyak informasi. Maka dalam hal ini buku
akan menjadi stimuli yang dapat digunakan sebagai perangsang untuk
menghafal pelajaran.
3. Dalam mengelola kelas, guru dianjurkan untuk tidak memberikan perintah
yang secara langsung akan menyebabkan siswa menjadi tidak taat terhadap
peraturan kelas. Misalnya permintaan guru agar siswa tenang jika diikuti
oleh kegaduhan dalam kelas akan menjadi tanda (memunculkan stimuli) bagi
munculnya perilaku distruptif
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari hasil pemaparan kami yang diatas maka kami menemukan beberapa
kesimpulan yang dapat kita gunakan sebagai acuan kita kedepannya, yang
antara lain :
1. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik
terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif stimulus-respons.
2. Menurut teori conditioning Pavlov, belajar itu adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang
kemudian menimbulkan reaksi (response).
3. Eksperimen Pavlov: Anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka
secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).Jika anjing
dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air
liur. Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan
(UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga
anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika
anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom
anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya
(CR).
4. Aplikasi teori Pavlov dalam pembelajaran adalah dengan guru tidak
banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-
contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran
disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
5. Dan walaupun banyak yang menggunakan teori Pavlov namun Pavlov juga
mengatakan bahwa teorinya pun memiliki banyak kekurangan atau
kelemahan yang dimana Pavlov berharap agar setiap orang yang mengacu
pada teorinya harus tetap teliti.
Hukum belajar yang dikemukakan oleh Guthrie adalah hukum kontiguitas
(law of contiguity). Gutrie menganggap, penguatan mengubah kondisi yang
menstimulasi, dan karenanya mencegah terjadinya non learning. Hukuman
berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena hukuman menimbulkan
perilaku yang tidak kompitabel dengan perilaku yang dihukum. Hukuman akan
gagal jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku
yang dihukum. Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses
pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa
yang harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang
akan memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang
akan diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang
diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran
stimuli tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, Margareth E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Brennan, James F. 2006.Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Davies, Ivon K. 1987. Pengelolaan Belajar. Jakarta: Rajawali Pers
Hargenhahn, B. R dan Olson, Matthew H. (2008). Theories of Learning, Edisi
Ketujuh Jakarta. Kencana Media Group.
Khairani Makmun. 2014. Psikologi Belajar. Yogjakarta: Aswaja Pressindo
Ormrod Jeanne E. 2008. Psikologi Pendidikan Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Santrock John W. 2008. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Prenada
Media Group
Sudrajat, Akhmad. 2008. Teori-Teori Belajar. (Online),
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/, diakses tanggal 2 November
2015).
Usman, Moh. Uzer dan Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan
Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
http://cahayaaphoenix.blogspot.com/2012/01/edwin-ray-guthrie.html
http://anangsugiono-uinmalang.blogspot.com/2009/06/pengaruh-teori-belajar-
behavior.html