PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2016
Laporan Magang
Oleh : Mila Syahriyatul Maghfiroh 1113101000050
PEMINATAN EPIDEMIOLGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Laporan Magang
PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2016
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Magang Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jakarta,…..Maret Jakarta,…..Maret 2017
Mengetahui
Pembimbing Fakultas
Pembimbing Lapangan
Catur Rosidati, SKM, MKM NIP. 197502102008012018
H. Rahmat Gunawan, S.Kep. M.Si NIP. 198004202008011007
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb Alhamdulillah wasyukurillah, penulis panjatkan kepada Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang yang berjudul
“
Pelaksanaan Kegiatan
Program Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Tahun 2016 dengan baik dan tepat pada ”
waktunya berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. DR. H. Arif Sumantri, SKM. M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Fajar Ariyanti SKM, M.Kes, P.hD, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.. 3. Catur Rosidati, S.KM, MKM, selaku dosen pembimbing magang yang telah memberikan arahan serta bimbingannya. 4. H. Rahmat Gunawan, S.Kep. M.Si selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan arahan serta bimbingannya. 5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan magang ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih kurang dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharpkan kritik dan saran demi kemajuan dimasa mendatang. Semoga laporan magang ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Wassalamu’alaikum Wassalamu’alaikum wr.wb
Ciputat,……Maret 2017
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................... 2 ............................................................ ...................................... 3 KATA PENGANTAR .................................................................................................. ................................................................. ............ 4 DAFTAR ISI ................................................ .....................................................
DAFTAR TABEL .................................................. .................................................... ....................................................... ... 6 DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... .......................................................................................... .......... 7 DAFTAR LAMPIRAN .................................................. ............................................... 8 BAB I PENDAHULUAN .............................................. ............................................... 9 Latar Belakang ............................................................................................... 9 Tujuan Magang ................................................ ............................................. 10 1.2.1
Tujuan Umum ............................................................ ........................... 10
1.2.2
Tujuan Khusus ......................................... ............................................. 10
Manfaat Magang Ma gang .............................................. ............................................. 11 1.3.1
Bagi Mahasiswa ......................................................... ........................... 11
1.3.2 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan U IN Syarif Hidayatullah Jakarta 11 1.3.3
Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kabu paten Tangerang Tangeran g ....................................... 12
Ruang Lingkup ........................................................................... .................. 12 BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 13 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang ......................... 13 2.1.1
Visi dan Misi ..................................................... ......................................................................................... .................................... 14
2.1.2
Tujuan dan Sasaran .................................................... ........................... 15
Kebijakan Program Pengendalian DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang ................................................. ..................................................... ............................................................... .......... 19 2.2.1
Pedoman Pengendalian Demam Berdarah Dengue D engue di Indoensia .......... 19
2.2.2 Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Tahun 2013-2018 ............................................................ .................................... 21
Pelaksanaan Kegiatan Program Pengendalian DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang ............................................................................................. 21 2.3.1
Pelatihan Diagnosis dan Tatalaksana Kasus DBD ................................ 22
2.3.2
Surveilans Epidemiologi Kasus DBD .................................................. . 23
2.3.3
Pengendalian Vektor ........................................................... .................. 31
2.3.4
Surveilans Vektor .............................................. .................................... 35
2.3.5
Kewaspadaan Dini dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) . 36
2.3.6
Penyuluhan dan Peran Serta Masyarakat ............................................. . 41
2.3.7
Monitoring dan Evaluasi Program DBD .............................................. . 44
BAB III SIMPULAN SIMPULAN DAN SARAN ...................................................... ........................................................................ .................. 51
Simpulan .................................................. .................................................... ...................................................... 51 DAFTAR PUSTAKA ................................................... ............................................. 52
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan jenis penyakit menular yang
masih menjadi masalah kesehatan di wilayah tropis maupun sub-tropis. Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa Asia merupakan negara yang menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya, dan Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki kasus DBD tertinggi sejak tahun 1998 sampai 2009, bahkan sampai saat ini negara ini juga masih menjadi negara endemis DBD sejak tahun 1968. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan RI jumlah kasus terakhir dari bulan Januari sampai Februari 2016 adalah sebanyak 8.478 orang dan 108 orang diantaranya meninggal dunia (Kemenkes RI, 2010; (Kemenkes RI, 2013; Kemenkes RI, 2016). Negara Indonesia juga merupakan wilayah dengan potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD cukup tinggi, hal ini sejalan dengan peningkatan kepadatan penduduk yang terjadi di Indonesia. Menurut data Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis hingga bulan Januari akhir tahun 2016 tercatat ada 12 Kabupaten dan 3 Kota dari 11 Provinsi di Indonesia mengalami KLB DBD. Provinsi Banten khususnya Kabupaten Tangerang merupakan salah satu wilayah yang mengalami KLB DBD di tahun 2016 (Kemenkes RI, 2016). KLB tersebut ditetapkan karena terjadinya peningkatan jumlah kasus lebih dari dua kali pada bulan Januari 2016 dibanding tahun sebelumnya, yakni 270 kasus terkonfirmasi dan 13 diantaranya meninggal dunia (Dinkes Kabupaten Tangerang, 2016). KLB DBD yang terjadi di Kabupaten Tangerang menjadi sebuah masalah kesehatan masyarakat yang harus ditangani melalui upaya program pengendalian DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang yang efektif, komprehensif, 9
berkesinambungan dan dapat diaplikasikan oleh seluruh Puskesmas yang ada di Kabupaten Tangerang. Hal tersebut selain bertujuan untuk mencegah terjadinya KLB lagi juga bertujuan untuk melindungi masyarakat dari penularan penyakit, menurunkan angka kesakitan, kematian, serta komplikasi yang ditimbulkan akibat penanganan yang salah terhadap orang dengan status DBD. Komplikasi yang mungkin dapat terjadi diantaranya hiperpireksia, demam disertai kejang, perdarahan, hiperglikemia dan hipoglikemia serta kehilangan cairan dan elektrolit yang mengakibatkan pasien syok berkepanjangan dan berakhir dengan kematian (WHO, 2009). Berdasarkan permasalahan dan pemikiran yang telah disebutkan di paragraf sebelumnya, penulis tertarik untuk melaksanakan kegiatan magang tentang pelaksanaan kegiatan
program pengendalian
DBD di Dinas Kesehatan
Kabupaten Tangerang tahun 2016. Tujuan Magang 1.2.1 Tujuan Umum Diketahuinya pelaksanaan kegiatan program pengendalian DBD di Dinas
Kesehatan Kabupaten Tangerang tahun 2016. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran umum Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang
2. Diketahuinya kebijakan program pengendalian penyakit DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang tahun 2016. 3. Diketahuinya pelaksanaan program pengendalian penyakit DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang tahun 2016.
10
Manfaat Magang 1.3.1 Bagi Mahasiswa 1. Mendapatkan pengalaman, keterampilan serta pemahaman terkait
pelaksanaan program pengendalian penyakit DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. 2. Dapat mengaplikasikan ilmu epidemiologi perencanaan dan pelayanan kesehatan,
epidemiologi
penyakit
menular
dan
program
penanggulangan penyakit menular yang telah diperoleh dalam proses perkuliahan ke dalam lingkungan kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. 3. Memperoleh kesempatan dan pengalaman bekerja sesuai dengan bidang epidemiologi di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. 4. Memahami masalah kesehatan secara nyata di lingkungan kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. 5. Memiliki kesempatan untuk meningkatkan kapasitas diri agar siap menghadapi dunia kerja. 1.3.2 Bagi
Fakultas
Kedokteran
dan
Ilmu
Kesehatan
UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta
1. Terbinanya kerja sama antara institusi perguruan tinggi dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten
Tangerang
dalam
upaya
meningkatkan
keterkaitan dan kesepadanan antara substansi akademik dengan kompetensi sumber daya manusia yang kompetitif yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat. 2. Meningkatkan kualitas pendidikan dengan melibatkan tenaga terampil dalam kegiatan magang. 3. Sebagai wadah bagi mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan analisis program dan melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
11
1.3.3 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang 1. Terjalinnya kerjasama yang saling menguntungan dan bermanfaat
antara Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dengan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Laporan Praktik Kerja Lapangan dapat menjadi referensi dan masukan
terhadap kebijakan dan program kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. 3. Sebagai salah satu kontribusi Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang
dalam memajukan pembangunan di bidang pendidikan. Ruang Lingkup Kegiatan magang ini dilaksanakan selama 26 hari kerja, dengan estimasi
diawali pada minggu pertama bulan Februari dan berakhir pada minggu kedua bulan Maret 2017. Adapun kegiatan yang dilakukan pada saat kerja lapangan antara lain dengan melakukan observasi, disukusi dan studi literatur. Observasi dilakukan dengan mengamati langsung pelaksanaan program pengendalian penyakit DBD dan turut serta dalam proses kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang serta turut mencatat hal-hal yang dianggap penting di institusi tersebut. Diskusi dilakukan dengan pembimbing akademik fakultas, pembimbing lapangan yaitu pemegang program pengendalian penyakit DBD, Kepala seksi pencegahan dan pengendalian penyakit dan pegawai lainnya yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Studi kepustakaan dilakukan untuk menggali informasi
melalui
penelusuran
buku,
artikel
jurnal,
pedoman
nasional
pengendalian penyakit DBD dan peraturan pemerintah serta undang -undang guna memperoleh konsep teoritis yang terkait dengan program pengendalian penyakit DBD.
12
2
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang
Berdasarkan Peraturan Bupati Tangerang Nomor 88 Tahun 2016 Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten merupakan unsur pelaksana urusan kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah yang dipimpin oleh Kepala Dinas. Secara umum Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang adalah suatu unsur pelaksana kesehatan yang berada di bawah pemerintahan Kabupaten Tangerang. Kabupaten Tangerang merupakan salah satu wilayah di Provinsi Banten terletak di bagian Timur Propinsi Banten pada koordinat 106o 20’- 106o 43’ Bujur Timur dan 6o20’- 6o 20’ lintang selatan dengan luas wilayah 959.60 km2 dengan batas - batas wilayah : -
Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa,
-
Sebelah Timur berbatasan dengan DKI Jakarta, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan,
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Lebak,
-
Sebelah Barat dengan Kabupaten Serang. Kabupaten Tangerang secara geografis memiliki topografi yang relatif
datar dengan kemiringan tanah rata - rata 0 - 8% menurun ke Utara. Ketinggian wilayah berkisar antara 0 - 50 m di atas permukaan laut. Daerah Utara Kabupaten Tangerang merupakan daerah pantai dan sebagian besar daerah urban, daerah timur adalah daerah rural dan pemukiman sedangkan daerah barat merupakan daerah industri dan pengembangan perkotaan. Secara administratif pada tahun 2016 Kabupaten Tangerang memiliki 29 wilayah Kecamatan yang terdiri dari 274 wilayah Desa dan Kelurahan.
13
Jumlah penduduk Kabupaten Tangerang pada tahun 2016 adalah 3.477.495 jiwa, terjadi kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2015. Kepadatan penduduk Kabupaten Tangerang rata-rata 3.273 jiwa/km2 (sumber : BPS Kabupaten Tangerang), dengan penyebaran penduduk tidak merata, kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi berturut - turut adalah Pasar Kemis, Cikupa dan Kelapa Dua. Hal ini disebabkan wilayah kedua kecamatan tersebut merupakan daerah kawasan industri, sedangkan Kelapa Dua merupakan pusat perdagangan dan Real estate terbesar di wilayah Kabupaten Tangerang. 2.1.1 Visi dan Misi Visi dari
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Tangerang
adalah
“Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Tangerang yang Sehat Secara Mandiri dan Berkeadilan”. Penjabaran dari Visi tersebut adalah sebagai berikut (Dinkes Kabupaten Tangerang, 2013) : 1. Sehat Masyarakat Kabupaten Tangerang yang sehat yaitu keadaan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan sehingga memungkinkan orang untuk tetap produktif secara sosial maupun ekonomi. 2. Mandiri Dinas Kesehatan harus mampu sebagai penggerak dalam pembangunan kesehatan menuju masyarakat yang mendiri untuk hidup sehat yaitu suatu kondisi dimana masyarakat Kabupaten Tangerang
menyadari,
mau
dan
mampu
untuk
mengenali,
mencegah dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan akibat bencana, maupun lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat.
14
3. Berkeadilan Komitmen dari Dinas Kesehatan untuk memberikan pelayanan yang terbaik oleh tenaga yang profesional untuk seluruh masyarakat Kabupaten Tangerang tanpa membedakan agama, suku, tingkat sosial
ekonomi
maupun
golongan
dan
semua
masyarakat
mempunyai hak yang sama untuk mengakses pelayanan kesehatan. Dalam upaya mencapai visi pembangunan kesehatan di Kabupaten Tangerang, Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang menetapkan beberapa misi yaitu : 1. Meningkatnya aksesibiltas dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan bagi seluruh masyarakat disemua wilayah Kabupaten Tangerang. 2. Meningkatkan upaya penanggulangan masalah kesehatan dan penyehatan lingkungan. 3. Meningkatnya kemandirian masyarakat dibidang kesehatan melalui pemberdayaan masyarakat, swasta dan lintas sektor. 4. Meningkatnya upaya pencegahan, penanggulangan KLB dan bencana secara terpadu dengan melibatkan peran aktif masyarakat. 5. Meningkatkan kuantitas, kualitas sumber daya kesehatan dan manajemen kesehatan. 2.1.2 Tujuan dan Sasaran Sebagai penjabaran dari Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten
Tangerang, maka diuraikan tujuan pembangunan kesehatan yang akan dicapai dalam lima tahun ke depan (Dinkes Kabupaten Tangerang, 2013). 1. Menyediakan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang terjangkau dan berkualitas bagi masyarakat yang ada didukung oleh sumber daya dan manajemen kesehatan yang optimal, dengan sasaran yang akan dicapai sebagai berikut :
15
a. Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan b. Meningkatnya status kesehatan dan status gizi masyarakat 2. Meningkatkan upaya pencegahan, pemberantasan dan pengendalian penyakit dengan sasaran yang akan dicapai sebagai berikut : a. Meningkatkan pengendalian penyakit menular tertentu (TB, HIV, Filariasis, DBD dan PD3I) b. Meningkatkan pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) c. Meningkatkan pelayanan kesehatan pra lansia dan lansia 3. Meningkatkan upaya pengawasan keamanan pangan dan sediaan farmasi yang beredar di masyarakat, dengan sasaran yang akan di capai sebagai berikut : a. Meningkatnya jumlah industry rumah tangga pangan (IRTP), jasa boga, restoran/rumah makan dan depot air minum yang memenuhi syarat keamanan pangan b. Meningkatnya jumlah Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang memenuhi syarat keamanan pangan c. Meningkatnya pelayanan kefarmasian di sarana pelayanan kesehatan dasar dan rujukan baik pemerintah maupun swasta serta sarana farmasi komunitas d. Meningkatnya sarana farmasi yang memenuhi standar 4. Meningkatkan upaya penyehatan lingkungan dan pemukiman, dengan sasaran yang akan dicapai sebagai berikut : a. Meningkatnya akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, kualitas kesehatan lingkungan, pemukiman dan TTU b. Meningkatnya pengendalian faktor risiko dampak pencemaran lingkungan di masyarakat
16
5. Meningkatkan kemandirian individu, keluarga dan masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, dengan sasaran yang akan dicapai sebagai berikut : a. Meningkatnya upaya promosi kesehatan yang efektif untuk membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) b. Meningkatnya jejaring dengan pemangku kepentingan di bidang kesehatan 6. Tertanganinya KLB penyakit dan masalah kesehatan akibat bencana, dengan sasaran yang akan dicapai sebagai berikut : a. Meningkatnya deteksi dini dan respon cepat penanganan KLB dan bencana 7. Meningkatkan pemerataan kesehatan dan kualitas sumber daya kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai sebagai berikut : a. Pemenuhan dan pendayagunaan sumber daya kesehatan b. Meningkatnya kualitas manajemen kesehatan 8. Meningkatkan pengawasan dan pengaturan di bidang kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai sebagai berikut : a. Meningkatnya penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa salah satu tujuan dan sasaran Dinas Kesehatan selama lima tahun ke depan itu adalah meningkatkan
upaya
pencegahan,
pemberantasan
dan
pengendalian
penyakit dengan sasaran meningkatkan pengendalian penyakit menular tertentu seperti TB, HIV, Filariasis, DBD dan PD3I. Adapun seksi yang bertugas dalam mencapai tujuan dan sasaran tersebut adalah Seksi pencegahan dan pengendalian penyakit menular (P2PM) berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit (P2P). Seksi P2PM dipimpin oleh Kepala Seksi
17
yang mempunyai tugas pokok melakukan penyusunan kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit menular. Di dalam seksi P2PM ini terdapat berbagai macam program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular. Gambar 2.1 di bawah ini merupakan struktur organisasi seksi pencegahan dan pengendalian penyakit menular.
KEPALA SEKSI P2PM dr. Hendra Tirmizi NIP. 197410272007011007
Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tuberkulosis Lukman Hakim NIP. 197410272007011007
Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Demam Berdarah
Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Infeksi Menular Seksual
Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Kusta
H. Rahmat Gunawan, S.Kep NIP. 198004202008011007
H. Sudin Wahyudin, SKM NIP. 198003062006041013
dr. Widya Sistha Prima, MARS NIP. 198111162011011012
Martalina Rismaida, SKM NIP.197003261991032004
Sumber : Data primer, Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang 18
Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Diare, Hepatitis dan ISPA Karlina, SKM NIP.196904241995022002
Kebijakan Program Pengendalian DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Kebijakan adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk
mengarahkan pengambilan keputusan. Kebijakan yang digunakan sebagai panutan pengendalian DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang adalah kebijakan yang tercantum pada pedoman pengendalian DBD di Indonesia yang diterbitkan oleh Kemenkes RI tahun 2015 dan Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang tahun 2013-2018. 2.2.1
Pedoman Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Indoensia Pada dokumen pedoman pengendalian DBD di Indonesia tahun 2015
tertuang visi, misi, strategi dan tujuan dalam pengendalian DBD yang menjadi dasar dalam penentuan pelaksanaan program DBD di seluruh Indonesia. a. Visi Terwujudnya individu dan masyarakat yang mandiri dalam mencegah dan melindungi diri dari penularan DBD melalui optimalisasi kegiatan PSN 3M Plus disamping meningkatnya akses
masyarakat
terhadap
pelayanan
kesehatan
yang
berkualitas. b. Misi 1. Pengendalian DBD mengedepankan aspek pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta kemitraan multisektor. 2. Pengendalian DBD dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu
dengan
memperhatikan
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi serta aspek kesehatan lingkungan c. Strategi 1. Pengendalian vektor penular DBD dengan mengedepankan upaya
pemberdayaan
masyarakat.
19
masyarakat
dan
peran
serta
2. Penguatan system surveilans untuk deteksi dini, pencegahan dan pengendalian kasus serta KLB DBD. 3. Penatalaksanaan
penderita
secara
adekuat
di
fasilitas
pelayanan kesehatan untuk mencegah kematian. 4. Dukungan manajemen, termasuk anggaran, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dan alat/bahan pengendalian DBD. d. Tujuan Ada tiga tujuan khusus dalam penanggulangan DBD yaitu : 1. Meningkatkan persentase Kabupaten/Kota yang mencapai angka kesakitan DBD kurang dari atau sama dengan 49 per 100.000 penduduk. 2. Menurunkan angka kematian akibat DBD menjadi kurang dari 1%. 3. Membatasi penularan DBD dengan mengendalikan populasi vektor sehingga angka bebas jentik (ABJ) di atas atau sama dengan 95%. e. Kegiatan Pokok Pengendalian DBD Ada enam kegiatan pokok pengendalian DBD diantaranya adalah : 1. Diagnosis dan tatalaksana kasus 2. Surveilans epidemiologi 3. Pengendalian vektor 4. Kewaspadaan dini dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) 5. Penyuluhan dan peran serta masyarakat 6. Monitoring dan Evaluasi
20
2.2.2
Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Tahun 2013-2018
Pada dokumen Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang tahun 2013-2018 tertuang tujuan, sasaran, strategi serta kebijakan yang menjadi dasar dalam penentuan kegiatan program pengendalian DBD Kabupaten Tangerang. a. Tujuan Meningkatkan
upaya
pencegahan,
pemberantasan
dan
pengendalian penyakit. b. Sasaran Menurunnya kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). c. Strategi Peningkatan pencegahan dan penanganan Dengue Hemoragic Fever (DHF). d. Kebijakan 1. Meningkatnya ABJ > 95% 2. Meningkatkan peran lintas sektoral dan masyarakat dalam pelaksanaan PSN Pelaksanaan Kegiatan Program Pengendalian DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang adalah salah satu organisasi
pelaksana yang dikelompokkan dalam tingkat Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, kegiatan yang dilakukan oleh P2PM DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang disesuaikan dengan yang terdapat pada Pedoman Pengendalian Nasional DBD (Kemenkes RI, 2015), yang meliputi pelatihan diagnosis dan tatalaksana kasus, surveilans epidemiologi, pengendalian vektor, kewaspadaan dini KLB, Advokasi, sosialisasi dan komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
21
serta monitoring dan evaluasi. Adapun rincian kegiatan pelaksanaannya sebagai berikut : 2.3.1 Pelatihan Diagnosis dan Tatalaksana Kasus DBD Pelatihan diagnosis dan tatalaksana kasus DBD bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam melakukan kegiatan diagnosa dan tatalaksana DBD agar dapat mengurangi angka kematian akibat DBD. Pelatihan diagnosis dilakukan setiap setahun sekali dengan melakukan pertemuan kepada seluruh dokter yang ada di Puskesmas dan Rumah Sakit yang ada wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, serta petugas laboratorium. Metode yang digunakan dalam pelatihan ini meliputi ceramah, tanya jawab dan studi kasus. 1. Ceramah
Metode
ceramah
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
menyampaikan materi dasar sebelum praktik diagnosis dan tatalaksana serta studi kasus dilakukan. Materi yang disampaikan meliputi definisi operasional kasus DBD, gejala dan tanda, cara diagnosis, jenis pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita DBD, serta tatalaksana kasus DBD. 2. Tanya Jawab
Tanya jawab dilakukan setelah pemaparan materi dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menanyakan materi yang kurang jelas. 3. Studi Kasus dan Praktik
Studi kasus dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar materi yang disampaikan terserap dan dipahami oleh para dokter dan petugas laboratorium. Adapun pelaksanaannya adalah setiap dokter dan petugas laboratorium yang telah mengikuti kegiatan pelatihan diberikan beberapa soal yang berisikan kasus, kemudian dokter dan petugas laboratorium diharapkan mampu
22
mendiagnosis
kasus
tersebut
dengan
tepat
dan
melakukan
tatalaksana kasus tersebut dengan benar. 2.3.2 Surveilans Epidemiologi Kasus DBD Menurut Permenkes No. 45 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan
surveilans
kesehatan.
Surveilans
kesehatan
merupakan
kegiatan
pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien. Surveilans
DBD
adalah
proses
pengamatan,
pengumpulan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data, serta penyajian informasi kepada pemegang kebijakan, penyelenggara program kesehatan, dan stakeholder terkait secara sistematis dan terus menerus tentang situasi penyakit dengue dan determinan agar dapat dilakukan tindakan pengendalian secara efektif dan efisien (Kemenkes RI, 2015). Adapun pelaksanaan kegiatan surveilans yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang antara lain : 1. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan mengumpulkan beberapa informsasi guna mencapai tujuan tertentu (Gulo, 2010). Adapun sumber data yang harus dikumpulkan dalam pelaksanaan pengumpulan data kasus DBD meliputi laporan KDRS – DBD dari rumah sakit swasta maupun pemerintah, laporan data dasar personal DBD dari Puskesmas (DPDBD), laporan rutin bulanan (K-DBD) dari Puskesmas, laporan W1 dan W2 – DBD (Kemenkes RI, 2015). Sedangkan untuk alur pelaporannya dapat dilihat pada gambar 2.2.
23
Ditjen PP & PL Umpan Balik
W2-DBD
K-DBD
W1 Dinas Kesehatan Provinsi Umpan Balik
W2-DBD W1
RS Pemerintah & Swasta
K-DBD
Dinas Kesehatan Kabupaen/ Kota
KD/RS-DBD
Umpan Balik
DP-DBD
W2-DBD W1
KD/RS DBD DP-DBD
Puskesmas KD/RS DBD (tembusan) Gambar 2.2 Alur Pelaporan Kasus DBD Sumber : Buku Pedoman Nasional DBD
Pelaksanaan kegiatan pengumpulan data kasus DBD yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang secara keseluruhan sudah sesuai dengan Pedoman Nasional Kemenkes RI tahun 2015. Dimana alur pelaporannya sudah dilaksanakan secara berjenjang, yaitu mulai dari Puskesmas dan jejaringnya yaitu Rumah Sakit (RS) swasta maupun pemerintah, serta unit kesehatan seperti klinik dan lain sebagainya dengan menggunakan form pelaporan KD/RS DBD, WI, W2, K-DBD , DP-DBD yang dapat dilihat pada lampiran 1. Namun untuk indikator ketepatan waktunya
24
belum memenuhi target yang ditentukan oleh Kemenkes RI yaitu 80%. Adapun mekanisme pengumpulan data yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang bersifat pasif yaitu menunggu laporan dari Puskesmas yang berada di wilayah kerjanya dan disesuaikan dengan jenis sumber data. Untuk pengumpulan sumber data seperti K-DBD, DP-DBD dan W2 dilakukan rutin setiap bulan setiap tanggal 5 oleh Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Namun, pada pelaksanaannya seringkali pengumpulan data dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten mengalami keterlambatan, dikarenakan petugas DBD yang ada di Puskesmas tidak hanya memegang program DBD saja, namun bisa jadi selain memegang program DBD juga memegang program lainnya. Berikut hasil wawancara dengan petugas DBD di Puskesmas Sukadiri. Puskesmas SDM nya terbatas, saya saja selain memegang program DBD, saya juga megang zoonosis dan bikin laporan pendanaan BPJS. Jadi saya seringkali ribet dan lupa kalau waktunya pengumpulan data setiap bulan, sehingga kadang terlamabat ngumpulin ke Dinkesnya.. -Ibu Yaya DBD PKM SukadiriDalam mengatasi keterlambatan pengumpulan data, pihak Dinas
Kesehatan
Kabupaten
khusunya
Wasor
DBD
selalu
mengingatkan dengan cara menghubungi via telepon pihak Puskesmas untuk segera mengumpulkan data kasus, selain itu mulai tahun 2017 Wasor DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang juga membuatkan form pelaporan K-DBD, DP-DBD dan W2 dalam bentuk softfile sehinga ketika ada kasus bisa langsung dicatat dalam form tersebut dan langsung dikirimkan ke Dinkes setiap saat ketika 25
ada kasus. Karena jika Puskesmas terlambat maka pelaporan kasus ke Dinkes Provinsi juga akan mengalami kendala. Untuk pelaporan dari Dinkes Kabupaten ke Dinkes Provinsi biasanya dilakukan setiap bulan pada tanggal 10. Sedangkan untuk mekanisme pelaporan dengan sumber data KD/RS DBD harusnya dilakukan selambat-lambatnya 24 jam dengan tembusan ke Puskesmas ketika unit pelayanan kesehatan seperti RS maupun klinik swasta menemukan kasus DBD. Karena laporan KD/RS merupakan laporan yang dipergunakan untuk tindakan penanggulangan. Namun, pada pelaksanaannya pihak RS atau unit pelayanan kesehatan lainnya sering kali melaporkan KD/RS ke Puskesmas atau Dinas Kesehatan Kabupaten tidak tepat pada waktunya. Sehingga penanggulangan kasus DBD yang dilakukan
oleh
Dinkes
juga
terlambat.
Hal
tersebut
juga
diungkapkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Natalia (2012) yang menyebutkan bahwa laporan adanya kasus DBD di rumah sakit harus segera dilaporkan ke pihak Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota agar dapat dilakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan dengan sesegera mungkin, yaitu dilaporkan selama 1 x 24 jam setelah penegakan diagnosis. Hal ini untuk menghindari penyebaran kasus yang lebih luas di masyarakat. 2. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan sebelum analisis data. Tujuan dari pengolahan data adalah menyusun dan menempatkan data dalam konteks untuk menghasilkan Kegiatan
informasi
dalam
yang
pengolahan
bermakna data
(Nuraida,
meliputi
2008).
penyimpnan,
pembersihan, koreksi ulang data, validasi data dan transformasi data
26
dengan tujuan memudahkan proses analisis data .Adapun software yang
digunakan
Wasor
DBD
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Tangerang dalam proses pengolahan data adalah microsoft excel. Pengolahan data seperti penyimpanan data dari bentuk hardcopy ke softcopy dilakukan rutin setiap kali ada data masuk dari Puskesmas ataupun fasilitas kesehatan lainnya. Sedangkan untuk pengolahan data seperti validasi data dilakukan rutin setiap satu tahun sekali, yaitu pada awal tahun yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan supervisi monitoring dan evaluasi ke Puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinkes Kabupaten Tangerang. 3. Analisis data
Ada dua jenis analisis data yaitu analisis deskriptif dan analitik. Analisis deskriptif dan analitik dilakukan di setiap pelaksana surveilans. Analisis deskriptif berupa gambaran distribusi kasus berdasarkan variabel epidemiologi (waktu, tempat dan orang). Sedangkan analisis analitik merupakan gambaran hubungan antara kejadian DBD dengan variabel lainnya seperti curah hujan, kepadatan penduduk, kepadatan jentik (ABJ), dan faktor risiko lainnya (Kemenkes RI, 2015). Pada pelaksanaannya Dinas Kesehatan khususnya bagian program pengendalian DBD untuk kegiatan analisis data hanya terbatas pada analisis secara deskriptif selama lima tahun terkahir menurut orang, tempat dan waktu. Untuk pelaksanaan analisis analitik masih belum dilakukan dikarenakan masih kurangnya SDM yang ada di Dinas Kesehatan. Berikut hasil wawancara kepada Wasor DBD. Untuk analisis yang rutin kita laksanakan adalah berdasarkan orang, tempat waktu saja. Karena yang
27
memegang program hanya satu orang, tidak cukup kalau harus melaksanakan analisis secara analitik. Dan sebenarnya dengan analisis deskriptif selama lima tahun terakhir kita juga sudah bisa prediksi apakah ada kejadian KLB atau tidak untuk tahun depannya. Berdasarkan uraian pelaksanaan kegiatan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa, Dinas Kesehatan khususnya bagian program DBD
sudah melakukan kegiatan analisis data sesuai
dengan yang ada di pedoman nasional Kemenkes RI. Meskipun untuk analisis analitik masih terdapat hambatan dalam realisasinya yang dikarenakan kurangnya SDM dalam pengendalian DBD. 4. Desiminasi Informasi
Desiminasi merupakan proses penyebarluasan informasi hasil analisis kasus DBD kepada pihak yang membutuhkan informasi tersebut baik lintas program maupun lintas sektor. Desiminasi bisa dilakukan dengan berbagai cara diantaranya seperti menggunakan media cetak, pertemuan bulanan, seminar, workshop dan lainnya (Kemenkes RI, 2015). Bentuk desiminasi informasi hasil analisis data kasus DBD yang telah dilakukan oleh Dinkes Kabupaten Tangerang berupa advokasi kepada Bupati yang berisikan tentang situasi kasus DBD di wilayah Kabupaten Tangerang guna untuk mendapatkan dukungan kegiatan pengendalian dan penanggulangan DBD secara efektif dan efisien. Berdasarkan Pedoman Nasional Pengendalian DBD keberhasilan suatu kinerja surveilans kasus DBD di tingkat Dinas Kabupaten dapat dinilai dengan beberapa indikator yang dapat dilihat pada tabel 2.1.
28
Table 2.1 Indikator Capaian Kenerja Surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Tahun 2016 No
1.
Indikator
Kelengkapan
Realisasi
pengiriman
100%
Keterangan
Tercapai
laporan Puskesmas (K-DBD, DP-DBD, W2 DBD) ke Dinkes Kabupaten 80% 2.
Persentase ketepatan laporan Tidak dihitung
Tidak
Puskesmas (K-DBD, DP-DBD, berdasarkan
tercapai
W2
DBD)
ke
Dinkes persentase.
Kabupaten 80%
Namun, dari hasil wawancara masih banyak yang tidak tepat waktu dalam mengumpulkan laporan.
3.
Persentase yang kurang
laporan
diterima dari
24
KD-RS
tepat jam
<100%
waktu
Tidak tercapai
sejak
diagnosis pertama ditegakkan adalah 100% 4.
5.
Tersedia data endemisitas dan Tersedia distribusi kasus per Kecamatan mapping kasus endemisitas (tabel/ grafik/mapping) DBD berdasarkan Kecamatan Dapat menentukan saat Tersedianya terjadinya musim penularan di
29
analisis rata-rata
Tercapai
Tercapai
No
Indikator
Realisasi
Kabupaten
Keterangan
kasus DBD per buan selama 5 tahun terakhir
6.
Dapat melihat kecenderungan Tersediannya penyakit DBD di Kabupaten
Tercapai
grafik IR selama 5 tahun terakhir
7.
Tersedianya
data
demografi Tersedia data
Tercapai
dan geografi Kabupaten (BPS jumlah dan BMG)
penduduk per Kecamatan dari BPS dan letah geografis dari BMG
Berdasarkan tabel 2.1 di atas dapat diketahui bahwa masih terdapat dua indikator kinerja survailans yang belum mencapai target nasional Kemenkes RI, diantaranya adalah ketepatan waktu pelaporan K-DBD, DPDBD, W2 DBD) dan persentase pelaporan KDRS yang diterima tepat waktu. Padahal indikator ketepatan waktu merupakan hal yang paling berperan dalam sistem informasi surveilans, karena sangat berpengaruh terhadap keakuratan informasi DBD yang dihasilkan (Nasutin dkk., 2009). Selain itu, ketepatan waktu pelaporan sangat menentukan validitas suatu data. Dengan laporan yang cepat dan tepat akan sangat berpengaruh dalam analisis penyakit DBD untuk sistem kewaspadaan dini penyakit yang berpotensi wabah. Laporan yang diterima dengan tidak tepat waktu atau terlambat akan menyebabkan data yang diolah tidak relevan dengan kenyataan yang ada di saat itu, sehingga tidak dapat digunakan untuk
30
mengambil keputusan bagi para pengambil kebijakan seperti di Dinas Kesehatan Kabupaten (Ginanjar dkk., 2016) 2.3.3 Pengendalian Vektor Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko
penularan oleh vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit. Ada beberapa jenis metode pengendalian vektor DBD diantaranya adalah kimiawi, biologi, manajemen lingkungan, pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengendalian vektor terpadu. Dalam buku pedoman nasional DBD yang diterbitkan oleh Kemenkes RI kegaitan pengendalian vektor DBD untuk tingkat administratif Dinkes kabupaten dapat dilihat pada tabel 2.2. Table 2.2 Indikator Capaian Kinerja Kegiatan Pengendalian Vektor Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Tahun 2016 No.
1.
Indikator Kegiatan Pengendalian Vektor
Mendistribusikan juklak/juknis
dan
Realisasi
Keterangan
Mendistribusikan Sesuai pedoman juknis
pengendalian vektor DBD
pengendalian vektor dari Dinas Kesehatan Provinsi kepada Puskesmas
2.
Pengadaan alat pengendalian Menyediakan vektor
alat dan bahan pengendalian vektor di seluruh Puskesmas
31
Sesuai
No.
Indikator Kegiatan Pengendalian Vektor
Realisasi
wilayah
Keterangan
kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten seperti
fogging,
larvasida, peralatan pemeriksaan jentik 3.
Monev kegiatan pengendalian Monitoring vektor DBD
dilakukan setiap
Sesuai rutin
bulan,
sedangkan untuk evaluasi dilakukan setiap 1 tahun sekali 4.
Bimbingan pengendalian
teknis
kegiatan Mengadakan
vektor
Sesuai
di workshop
Puskesmas
pelatihan
atau
bimbingan teknis di 44 Puskesmas wilayah
kerja
Dinas Kesehatan secara bergantian. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan kegiatan pengendalian vektor DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang
32
sudah sesuai dengan pedoman nasional pengendalian DBD Kemenkes RI. Adapun penjelasan dari masing-masing kegiatan pengendalian vektor DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang adalah sebagai berikut : 1. Mendistribusikan juklak/juknis pengendalian vektor
Kegiatan pendistribusian juklak atau juknis pengendalian vektor dilakukan dengan tujuan agar semua Puskesmas yang ada di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan dapat melakukan pengendalian vektor sesuai dengan Standar Operasional Prosedur yang telah ditetapkan oleh Kemenkes RI. Pendistribusian juknis yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan sifatnya fleksibel. Maksud dari fleksibel ini adalah pendistribusian bisa dilakukan kapan saja yaitu ketika petugas Puskesmas datang ke Dinas Kesehatan bersamaan dengan pengiriman laporan data kasus, ataupun bersamaan dengan kunjungan supervisi oleh
Wasor
Puskesmas.
DBD
Dinas
Adapun
isi
Kesehatan juknis
yang
Kabupaten diberikan
Tangerag yaitu
ke
metode
pengendalian dengan cara fogging maupun PSN. Untuk juknis tentang fongging berisikan mulai dari tata cara pengoprasian alat fogging, cara mengatasi alat jika terjadi kerusakan serta tata cara penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Sedangkan untuk pengendalian vektor dengan cara PSN isinya adalah hal-hal yang harus dilakukan pada saat PSN, tata cara pemeriksaan jentik, gambar mengenai tempat-tempat yang berpotensi menjadi perindukan nyamuk dan ketentuan waktu yang harus dilakukan untuk melakukan PSN. 2. Pengadaan alat pengendalian vektor
Pengadaan alat pengendalian vektor di Puskesmas merupakan tugas
utama
Dinas
Kesehatan
Kabupaten,
mengingat
secara
administratif Dinas Kesehatan tingkat Kabupaten merupakan titik berat manajemen program pengendalian penyakit DBD. Proses pengadaan
33
yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten melalui tahap perencanaan terlebih dahulu. Perencanaan tersebut berupa Dokumen Penggunaan Anggaran (DPA) yang berisi jadwal kegiatan dalam satu tahun dan biaya operasional kegiatan tersebut. 3. Monev kegiatan pengendalian vektor DBD
Kegiatan monev pengendalian vektor DBD dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan pengendalian vektor terpadu. Kegiatan monev dilakukan setiap satu tahun sekali dengan cara mendatangi seluruh Puskesmas yang ada di Wilayah Kerja Kabupaten Tangerang untuk ditanyakan mengenai pelaksanaan kinerja Jumantik yang ada di wilayah Puskesmas tersebut. Adapun hasil monev dari Puskesmas dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh 44 Puskesmas yang ada di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan sudah melakukan Jumantik dengan baik dan rutin minimal 1 minggu sekali oleh kader, namun untuk kegiatan satu rumah satu jumantik masih belum terlaksana dengan baik. Karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang masih tergolong baru, masih banyak Puskesmas yang belum mensosialisasikan kegiatan tersebut dengan merata kepada masyarakat. Sehingga kegiatan ini belum sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang. 4. Bimbingan teknis kegiatan pengendalian vektor di Puskesmas
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan petugas kesehatan atau kader dalam melakukan kegiatan pengendalian vektor di masyarakat. Bimbingan teknis dilakukan secara bergantian di seluruh Puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Adapun materi dalam bimbingan teknis ini meliputi tata cara pelaksanaan fogging, penggunaan APD pada saat melakukan
fogging,
tata
cara
pemeriksaan
jentik
serta
cara
pelaporannya oleh kader ke Puskesmas ataupun Puskesmas ke Dinas 34
Kesehatan Kabupaten. Metode yang digunakan untuk kegiatan ini adalah ceramah langsung oleh Wasor DBD Dinas Kesehatan Kabupaten, Tanya jawab dan sedikit studi kasus mengenai cara perhitungan ABJ. 2.3.4 Surveilans Vektor Surveilans vektor DBD merupakan proses pengumpulan, pencatatan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data vektor serta penyebarluasan informasi kepada pihak lintas program dan instansi terkait secara sistematis dan terus menerus. Surveilans vektor sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan/kebijakan guna untuk menentukan tindak lanjut dari data yang diperoleh dalam rangka menentukan tindakan pengendalian vektor secara efisien dan efektif. Adapun tujuan dilaksanakannya surveilans vektor DBD antara lain (Kemenkes RI, 2015): 1. Mengetahui kepadatan vektor DBD 2. Mengetahui tempat perkembangbiakan potensial vektor DBD 3. Mengetahui jenis larva/jentik vektor DBD 4. Mengukur indeks larva/jentik (ABJ, CI, HI dan BI) 5. Mencari cara pengendalian vektor DBD yang tepat 6. Menilai hasil pengendalian vektor 7. Mengetahui tingkat kerentanan vektor DBD terhadap insektisida Dalam mencapai tujuan yang telah disebutkan di atas, maka inti dari kegiatan surveilans yang dilakukan adalah mengumpulkan data-data terkait kepadatan vektor. Untuk memperoleh data tersebut maka diperlukan kegiatan survei terhadap nyamuk, jentik dan telur. Survei yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang bersama Puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas kesehatan Kabupaten Tangerang meliputi survei telur dengan ovitrap dan survei jentik dengan pelaksanaan PSN dan PJB.
35
Berdasarkan Pedoman Nasional Pengendalian DBD tugas Wasor DBD Dinas Kesehatan Kabupaten dalam pelaksanaan surveilans adalah monitoring dan evaluasi PSN dan PJB yang telah dilakukan oleh kader jumantik dan Puskesmas secara berkala minimal 6 bulan sekali. Adapun dalam pelaksanaannya, Wasor DBD sudah menjalankan kegiatannya sesuai dengan yang tertulis di pedoman yaitu melakukan monitoring hasil PSN dan PJB dalam bentuk laporan ABJ setiap bulan yang kemudian di rekap oleh Wasor DBD untuk dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Provinsi. Namun untuk kegiatan evaluasi PSN dan PJB yang seharusnya dilakukan minimal 6 bulan sekali hanya dilakukan setahun sekali bersamaan dengan kegiatan supervisi ke Puskesmas. Hal ini karena keterbatasan waktu dan SDM yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. 2.3.5 Kewaspadaan Dini dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Kewaspadaan dini DBD ialah suatu upaya yang meliputi kegiatan
pemantauan atau surveilans dan upaya pencegahan atau penanggulangan terhadap kemungkinan terjadinya peningkatan kasus atau KLB atau peningkatan faktor risiko DBD. Kegiatan kewaspadaan dini yang sudah dilakukan
oleh
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Tangerang
meliputi
penyelidakan epidemiologi (PE), penanggulangan fokus, pengendalian sebelu musim penularan, penanggulangan KLB. 1. Penyelidikan epidemiologi (PE)
Kegiatan ini merupakan upaya penyelidikan fokus penularan penyakit DBD yang meliputi kegiatan pencarian kasus infeksi DBD atau kasus suspek DBD di tempat tinggal penderita dan rumah bangunan sekitar, termasuk tempat-tempat umum yang berada dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter. Tujuan kegiatan ini adalah mengetahui potensi penularan (ada atau
36
tidaknya jentik nyamuk penular DBD) dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan fokus yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita. Adapun lagkahlangkahnya adalah. a. Adanya laporan KDRS dengan tembusan ke Puskesmas yang dikirim kepada Wasor DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang b. Wasor DBD memberitahukan kepada Puskesmas untuk segera melakukan penyelidikan epidemiologi c. Puskesmas memberitahukan kepada Kades/ Lurah dan ketua RW/RT setempat bahwa di wilayahnya ada penderita DBD dan akan dilaksanakan PE. d. Petugas DBD Puskesmas menyiapkan peralatan untuk kegiatan PE meliputi tensimeter, termometer, senter, formulir PE dan surat tugas. e. Melaksanakan kegiatan PE : a) Petugas
Puskesmas
memperkenalkan
diri
dan
selanjutnya melakukan wawancara kepada keluarga, untuk mengetahui ada tidaknya penderita infeksi dengue lainnya dalam satu rumah penderita (sudah terkonfirmasi dari rumah sakit), dan penderite demam saat itu dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya. b) Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelad, maka dilakukan pemeriksaan kulit (petekie), dan uji tourniquet untuk mencari kemungkinan adanya kasus suspek DBD. c) Melakukan
pemeriksaan
jentik
pada
tempat
penampunga air (TPA) dan tempat lain yang 37
berpotensi
menjadi
tempat
perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti baik dalam rumah maupun luar rumah. d) Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari lokasi tempat tinggal penderita. e) Hasil pemeriksaan adanya penderita infeksi DBD lainnya dan hasil pemeriksaan terhadap suspek infeksi DBD dan pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PE (lampiran). f) Hasil PE segera dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten dengan tembusan kades/lurah setempat (lampiran) untuk tindak lanjut lapangan. g) Bila hasil PE positif (ditemukan 1 atau lebih penderita infeksi DBD lainnya dan atau ≥ 3 penderita suspek infeksi DBD, dan ditemukan jentik (≥5%)), dilakukan penanggulangan fokus ( fogging fokus, penyuluhan, PSN 3M plus dan larvasidasi selektif). Sedangkan bila negatif fogging tidak perlu untuk dilakukan. 2. Penanggulangan fokus
Penanggulangan fokus merupakan kegiatan pemutusan rantai penularan DBD yang dilaksanakan mencakup radius minimal 200 meter dengan melakukan PSN 3M plus, larvasidasi selektif, penyuluhan serta fogging . Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membatasi atau memutus rantai penularan DBD dan mecegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita, serta lingkungan sekitar rumah penderita. Adapun langkah-langkah pelaksanaan kegiatannya adalah sebagai berikut :
38
a. Setelah Puskesmas mengirimkan hasil PE ke Dinas Kesehatan dengan tembusan Kades atau Lurah, maka Kades atau lurah meminta RW/RT agar warga berpartisipasi dalam kelancaran pelaksanaan penanggulangan fokus. b. Penyuluhan
kepada
masyarakat
sekitar
oleh
petugas
Puskesmas atau Kader atau petugas Dinas Kesehatan Kabupaten (jika hadir) mengenai situasi DBD di wilayahnya dan cara pencegahan DBD yang disesuaikan oleh kondisi lingkungan setempat. c. Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dan larvasidasi yang dipandu oleh ketua RW/RT setempat d. Setelah dilakukan penyuluhan, penggerakan PSN 3M plus dan
larvasidasi.
Maka,
langkah
selanjutnya
adalah
dilakukannya fogging dengan ketentuan ditemukan 1 atau lebih penderita infeksi DBD lainnya dan atau ≥ 3 penderita suspek infeksi DBD, dan ditemukan jentik ≥5% e. Hasil
pelaksanaan
penanggulangan
dilaporkan
oleh
Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Kota dengan tembusan kepada Camat dan Kades Setempat f. Hasil pelaksanaan pengendalian DBD dilaporkan oleh Puskesmas setiap bulan dengan menggunakan formulir KDBD. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pelaksana utama kegiatan penanggulangan fokus ini merupakan tanggung jawab Puskesmas. Meskipun demikian, Dinas Kesehatan dalam hal ini juga terkadang membantu pelaksanaan penanggulangan fokus di lapangan meskipun sifatnya tidak rutin. Karena tugas utama Dinas Kesehatan dalam kegiatan ini adalah menerima laporan hasil pengendalian yang telah dilakukan oleh Puskesmas untuk 39
dilakukan evaluasi dan penyediaan alat dan bahan untuk penanggulangan fokus. 3. Pengendalian sebelum musim penularan
Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya kasus DBD di masyarakat. Adapun alur pelaksanaannya adalah sebagai berikut : a. Wasor Dinas Kesehatan Kabupaten melakukan analisis data kasus rata-rata perbulan selama 5 tahun terakhir. Kemudian dilakukannya penetapan periode bulan sebelum penularan tersebut. Ketentuan penetapan periode sebelum musim penularan adalah jika pada bulan tersebut selama 5 tahun terakhir memiliki jumlah kasus paling rendah. b. Dilakukannya pengendalian sebelum musim penularan yang meliputi penyuluhan, Bulan Bakti Gerakan (BBG) dan larvasidasi. Pertama, penyuluhan kepada masyarakat baik secara langsung oleh Dinas Kesehatan Kabupaten secara bergantian atau koordinasi dengan petugas Puskesmas dan juga bisa melalui media cetak atau elektronik seperti pemasangan poster di website resmi Dinas Kesehatan Kabupaten. Kedua, BBG PSN 3M plus yang dilaksanakan secara serentak dengan melibatkan kepala daerah seperti Bupati
untuk
menghimbau
kepada
seluruh
lapisan
masyarakat agar ikut serta dalam kegiatan ini. Ketiga, larvasidasi
dilakukan
secara
selektif
pada
tempat
penampungan air (TPA) dan tempat yang berpotensi menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes. 4. Penanggulangan kejadian luar biasa
Kegiatan penanggulangan KLB yang sudah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang meliputi : 40
a. Melakukan advokasi kepada Bupati Tangerang untuk memperoleh dukungan penanggulangan. Dalam hal ini Bupati Tangerang menerbitkan surat edaran yang berisikan tentang anjuran kepada masyarakat untuk waspada dini terhadap peningkatan kasus DBD dan lebih aktif lagi melakukan PSN 3M plus. b. Himbauan Bupati Tangerang untuk seluruh Kecamatan, Sekolah (SD-SLTA dan sederajat) dalam pelaksanaan PSN DBD. c. Menghimbau
kepada
seluruh
Puskesmas
untuk
mengaktifkan kader jumantik serta mengaktifkan gerakan satu rumah satu jumantik. d. Intensifikasi penyuluhan tentang kewaspadaan terhadap DBD di sekolah, masjid, balai desa dan kelurahan. e. Larvasidasi pada tempat-tempat penampungan air dan tempat-tempat perindukan nyamuk. f. Melakukan fogging fokus di wilayah terjangkit sesuai indikasi dan fogging sikulus ke 2 di wilayah dengan kasus DBD tinggi. g. Melaporkan dengan segera jika ditemukan kasus DBD yang sudah terdiagnosis oleh RS/ pelayanan kesehatan lain melalui form KDRS kepada Dinas Kesehatan dengan tembusan Puskesmas setempat. Tujuannya agar segera dapat dilakukan penyelidikan epidemiologi guna untuk membatasi penularan dan penanggulangan yang efektif. 2.3.6 Penyuluhan dan Peran Serta Masyarakat Penyuluhan dan peran serta masyarakat merupakan serangkaian
kegiatan yang bertujuan untuk mengajak seluruh komponen masyarakat
41
mulai dari kalangan Pejabat sampai kalangan masyarakat pada umunya untuk bersama-sama melakukan pencegahan dan pengendalian DBD secara komprehensif. Kegiatan ini selalu melibatkan proses komunikasi. Adapun metode komunikasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang meliputi advokasi, Komunikasi Informasi dan Eduk asi (KIE), 1. Advokasi Advokasi merupakan kegiatan pencegahan dan pengendalian
DBD yang dilakukan dengan cara memberikan rekomendasi atau penyampaian pendapat dan saran yang ditujukan kepada pemegang kebijakan (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada wasor DBD, Dinas Kesehatan selalu rutin melakukan advokasi kepada pemangku kebijakan seperti Bupati, Camat, Lurah dan Tokoh Agama. Berikut ini adalah hasil transkip wawancara dengan Wasor DBD. “Setiap tahun, sebelum terjadinya peningkatan kasus DBD, Wasor DBD Dinkes selalu melakukan pertemuan kepada Bupati, Camat, Lurah dan Tokoh Agama,dan Kepala Puskesmas beserta pemegang program DBD yang ada di Puskesmas untuk menghimbau dan mengajak berperan serta dalam pencegahan dan pengendalian DBD” Tujuan pengendalian
adanya penyakit
advokasi menular
yang
dilakukan
Dinas
Kesehatan
oleh
seksi
Kabupaten
Tangerang adalah untuk mendapatkan dukungan politis dan sumber daya dalam penanggulangan DBD di seluruh wilayah Kabupaten Tangerang. 2. Komunikasi, Infomasi dan Edukasi (KIE) Komunikasi, Infomasi dan Edukasi (KIE) atau promosi
kesehatan adalah kegiatan berupa penyuluhan serta himbauan kepada
42
masyarakat mengenai bahaya DBD hingga upaya yang dapat dilakukan untuk dapat mencegah dan mengendalikan kejadian DBD. Tujuan dari kegiatan KIE adalah dapat meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kejadian DBD. Oleh karena itu, kegiatan KIE perlu dilakukan berulang-ulang dan secara bertahap (Kemenkes RI, 2015). Kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang khususnya program pengendalian DBD yang secara rutin dilakukan adalah melakukan penyuluhan melalui media massa, seperti memasang poster yang berisikan himbauan untuk waspada terhadap DBD di website resmi Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Selain itu, Dinas Kesehatan juga melakukan penyuluhan kepada masyarakat, namun kegiatan penyuluhan kepada masyarakat ini tidak menjadi kegiatan yang sifatnya rutin dalam pencegahan dan pengendalian DBD oleh Dinas Kesehatan tingkat Kabupaten dikarenakan penyuluhan kepada masyarakat merupakan tugas dan fungsi utama dari Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tigkat dasar yang berperan dalam ranah promotif. Meskipun demikian, Dinas Kesehatan secara tidak langsung mendukung pelaksanaan penyuluhan yang dilakukan oleh Puskesmas dalam bentuk penyediaan leaflet, dan bahan promosi lainnya. Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang juga sudah melakukan penyuluhan kepada beberapa sekolah dasar yang ada di Kabupaten Tangerang untuk memberikan pengetahuan kepada siswa sejak dini mengenai cara pencegahan dan pengendalian DBD dengan metode penyuluhan,
kemudian
dilakukan
pelatihan
jumantik
cilik.
Diharapkan dengan adanya penyuluhan dan pelatihan tersebut siswa dapat mengetahui cara penularan dan pncegahan, serta dapat
43
menyebarluaskan informasi mengenai DBD ke keluarga dan temanteman sebaya, sehingga tercipta kewaspadaan dini terhadap DBD. 3. Sosialisasi Sosialisasi dilakukan untuk memberikan informasi kepada
seluruh pemegang program DBD di Puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang mengenai program baru yang diusulkan oleh Kementrian Kesehatan maupun institusi lain yang berkaitan dengan kemajuan kegiatan pengendalian DBD di suatu wilayah. Bentuk sosialisasi yang sudah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang khususnya program pengendalian DBD adalah sosialisasi mengenai program satu rumah satu jumantik. Berikut hasil wawancara dari Wasor DBD : “Tahun kemarin kita baru melakukan sosialisasi kepada seluruh pemegang program yang ada di Puskesmas untuk memberikan informasi ataupun penyuluhan dan menggalakkan masyarakat yang ada wilayah kerjanya untuk menjalankan program satu rumah satu jumantik” 2.3.7 Monitoring dan Evaluasi Program DBD Monitoring dan evaluasi merupakan kegiatan penting dalam upaya
pencegahan dan pengendalian DBD. Dimana, dengan adanya kegiatan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan penilaian terhadap efektifitas dari kegiatan yang sedang dilaksanakan (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan hasil wawancara dengan Wasor DBD, diketahui bahwa monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan diselenggarakan sebanyak 1 kali dalam setahun. Berikut ini adalah hasil transkip wawancara dengan Wasor DBD. “Monev setiap tahunnya hanya dilakukan 1 kali yang disesuaikan dengan pedoman Kemenkes, dan biasanya kita supervisi langsung
44
Puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinkes Tangerang secara bergantian” (H.R Wasor DBD) Tujuan dari monitoring dan evaluasi program pengendalian penyakit DBD ini adalah menilai kemajuan dan pencapaian program, mengetahui permasalah dan penyelesaiannya, menilai efektivitas dan efisiensi program, untuk mendapatkan arahan alokasi sumber daya dan mendapatkan informasi untuk menentukan arah kebijakan dan perencanaan (Kemenkes RI, 2015). Dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh Kemenkes, maka kegiatan yang dilakukan oleh Wasor DBD ketika melakukan supervisi ke Puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang meliputi : 1. Penilaian terhadap indikator input yang tersedia di setiap Puskesmas
(ketersediaan
buku
pedoman
pencegahan
dan
pengendalian DBD, leaflet dan media promosi lainnya, formulir pelaporan, dan ketersediaan lab untuk pemeriksaan trombosit) 2. Penilaian
terhadap
indikator
proses
(kegiatan
surveilans,
penanggulangan kasus dan surveilans vektor) 3. Penilaian terhadap indikator output (CFR, IR dan ABJ serta indikator AR ketika ada KLB). 4. Melakukan feedback terkait pencatatan dan pelaporan program DBD, kinerja pengelola program DBD di setiap P uskesmas. 5. Melakukan tindak lanjut terkait masalah yang ada di setiap Puskesmas, seperti melakukan penjelasan kepada pemegang program DBD yang ada di Puskesmas ketika Pemegang program DBD tersebut belum memahami mengenai cara menghitung indikator capaian program DBD.
45
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang kepada Puskesmas yang berada di wilayah kerjanya sudah sesuai dengan Pedoman Nasional Penanggulangan DBD yang diterbitkan oleh Kementrian Kesehatan RI. Untuk menilai apakah pelaksanaan suatu program telah tercapai dengan baik, maka terdapat beberapa indaktor yang harus diperhatikan. Menurut Kemenkes RI suatu program pengendalian DBD Dinas Kesehatan Kabupaten dikatakan berhasil jika output kegiatan program sudah sesuai dengan target indikator yang telah ditetapkan oleh Kemenkes RI yang meliputi Insiden rate (IR), Case Fatality Rate (CFR) dan Angka Bebas Jentik (ABJ). 1. I nsidens R ate (IR)
Insiden rate (IR) atau angka kesakitan adalah angka yang menunjukkan proporsi kasus/ kejadian baru penyakit dalam satu populasi. Angka kesakitan merupakan jumlah orang yang menderita penyakit dibagi jumlah total populasi dalam kurun waktu tertentu dikalikan konstanta. Dibawah ini merupakan rumus IR dan gambar 2.3 merupakan IR kasus DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang.
IR =
Jumlah kasus baru dalam kurun waktu tertentu ℎ
46
100.000
40.0
36.0
35.0
k 30.0 u d u d 25.0 n e p 0 20.0 0 0 . 0 0 15.0 1 r e P 10.0
30.8
22.1
IR 13.1 10.7
5.0 0.0 2012
2013
2014
2015
2016
Sumber : Data Primer, K-DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Tahun 2015-2016
Gambar 2.3 Insiden Rate DBD di Kabupaten Tangerang Tahun 2012 - 2016
Berdasarkan gambar 2.3 IR kasus DBD selama lima tahun terakhir di Kabupaten Tangerang menunjukkan pola fluktuatif. Jika dibandingkan dengan indikator nasional IR DBD Kabupaten Tangerang sudah mencapai target nasional Kemenkes RI yaitu kurang dari 49 per 100.000 penduduk. Meskipun demikian, dari gambar 2.3 dapat terlihat bahwa pada tahun 2016 telah terjadi peningkatan kasus lebih dari 2 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2016 telah terjadi KLB di Kabupaten Tangerang. Berdasarkan wawancara dengan Wasor DBD, terjadinya KLB ini disebabkan karena angka bebas jentik yang mengalami penurunan pada tahun 2015 dibanding tahun sebelumnya, selain itu ada pengaruh dari iklim yang sudah tidak menentu, sehingga mempengaruhi infektifitas vektor, selain itu tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat masih kurang terkait dengan PSN dan masyarakat masih mengandalkan fogging. Kondisi yang ada di wilayah Kabupaten
47
Tangerang sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Iriani pada tahun 2012 di Kota Palembang bahwa iklmi seperti curah hujan berhubungan dengan kejadian DBD (Iriani, 2012). Oleh karena itu, meskipun IR DBD di Kabupaten Tangerang sudah mencapai target nasional, namun Dinas Kesehatan tetap harus waspada terhadap kasus DBD, karena dapat menimbulkan wabah. 2. Case Fatality Rate (CFR)
Case Fatality Rate (CFR) adalah persentase kematian yang diakibatkan dalam satu kurun waktu tertentu. Dibawah ini merupakan rumus CFR. Dibawah ini merupakan rumus CFR dan gambar 2.4 merupakan CFR kasus DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang.
CFR =
Jumlah kematian dalam kurun waktu tertentu ℎ
100%
2.0 1.8 1.8
1.6
1.6 1.4
) % (
1.2
e s a t 1.0 n e s r 0.8 e P 0.6
CFR
0.7 0.5 0.3
0.4 0.2 0.0 2012
2013
2014
2015
2016
Sumber : Data Primer, K-DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Tahun 2015-2016
Gambar 2.4 CFR DBD di Kabupaten Tangerang Tahun 2012-2016
48
Berdasarkan gambar 2.4 dapat diketahui bahwa CFR kasus DBD selama lima tahun terakhir di Kabupaten Tangerang menunjukkan kecenderungan yang miningkat. Selain itu, jika dibandingkan dengan target nasional yang ditentukan oleh Kemenkes RI, CFR dua tahun terakhir Kabupaten Tangerang masih belum mencapai target nasional yaitu kurang dari 1%. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang agar meningkatkan upaya yang dapat menurunkan CFR seperti melakukan pelatihan manajemen kasus terhadap petugas, penyediaan sarana dan prasarana untuk deteksi dini dan penanganan yang tepat dan cepat. 3. Angka Bebas Jentik (ABJ)
Angka bebas jentik adalah persentase jumlah rumah atau bangunan yang tidak terdapat jentik. Dibawah ini merupakan rumus ABJ dan gambar 2.5 merupakan capaian ABJ di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. ABJ =
Jumlah rumah atau bangunan yang tidak terdapat jentik 100% ℎ ℎ
90.00
87.27
88.00 86.00
) %84.00 (
80.3
e 82.00 s a t 80.00 s n e 78.00 s r e P 76.00
ABJ
77
74.00 72.00 70.00 2014
2015
2016
Sumber : Data Primer, PJB Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Tahun 2015-2016
Gambar 2.5 Angka Bebas Jentik di Kabupaten Tangerang Tahun 2014-2016
49
Berdasarkan gambar 2.5 terlihat bahwa angka ABJ selama 3 tahun terakhir di Kabupaten Tangerang masih berada di bawah target nasional Kemenkes
yaitu >95%. Hal ini disebabkan karena masih
rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungannya. Selain itu, di Kabupaten Tangerang masih ada wilayah Kecamatan yang dekat dengan pantai, sehingga banyak dari masyarakat sekitar pantai tersebut sering melakukan penampungan air hujan dan dibiarkan terbuka. Perilaku masyarakat tersebut dipicu karena air yang ada di lingkungannya mengandung garam.
50
3 BAB III SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang merupakan salah satu unsur
pelaksana
urusan
kesehatan
yang
berkedudukan
di
bawah
dan
bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah yang dipimpin oleh Kepala Dinas. Salah satu tujuan dan sasaran Dinas Kesehatan selama lima tahun ke depan itu adalah meningkatkan upaya pencegahan, pemberantasan dan pengendalian penyakit dengan sasaran meningkatkan pengendalian penyakit menular tertentu yang salah satunya adalah DBD. Adapun seksi yang bertugas dalam mencapai tujuan dan sasaran tersebut adalah Seksi pencegahan dan pengendalian penyakit menular (P2PM) yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit (P2P). 2. Kebijakan yang menjadi dasar pelaksanaan program pengendalian DBD adalah Pedoman Pengendalian Nasional DBD Kemenkes RI dan Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Tahun 2013-2018. 3. Tahapan pelaksanaan kegiatan program pengendalian DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang mayoritas sudah sesuai dengan pedoman nasional DBD Kemenkes RI. Meskipun demikian, masih ada beberapa yang belum sesuai yaitu pada tahapan surveilans kasus dan vektor yaitu tidak melakukan perhitungan persentase ketepatan pelaporan K-DBD oleh Puskesmas dan untuk sureveilans vektor Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang hanya melakukan evaluasi pelaksanaan PSN dan PJB setahun sekali bebarengan dengan supervisi.
51
DAFTAR PUSTAKA Dinkes Kabupaten Tangerang, 2016. Laporan KLB DBD (Laporan KLB No.
442.42/715). Dinkes Kabupaten Tangerang, Tangerang. Dinkes Kabupaten Tangerang, 2013. Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Tahun 2013-2018. Ginanjar, A., Dinata, A., Nurindra, R.W., 2016. Pengembangan Model Surveilans Aktif Demam Berdarah Dengue Melalui Metode Pelaporan Kewaspadaan Dini Dini Rumah Sakit (KDRS) di Kota Tasikmalaya. Loka Litbang P2B2 Ciamis 1 No. 8, 37 – 46. Gulo, W., 2010. Metodologi Penelitian. Grasindo, Jakarta. Iriani, Y., 2012. Hubungan Antara Curah Hujan dan Peningkatan Kasus Demam Berdaarah Dengue Anak di Kota Palembang. Sari Pediatri 13 No. 6. Kemenkes RI, 2016. Wilayah KLB DBD Ada di 11 Provinsi [WWW Document]. URL
http://www.depkes.go.id/article/print/16030700001/wilayah-klb-dbd-
ada-di-11-provinsi.html (accessed 1.16.17). Kemenkes RI, 2015. Pedoman Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI. Kemenkes RI, 2013. Situasi Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Kementrian Kesehat. RI. Kemenkes RI, 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Deman Berdarah Dengue. Kementrian Kesehatan RI, Jakarta. Nasutin, M., Yuni, W., Setyo, A.W., 2009. Pengembangan Model Pendampingan dan Pelatihan Tentang Pencegahan Demam Berdarah Dengue Pada Desa Siaga di Kelurahan Kandri Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang. J. KEMAS 4 No. 2, 147 – 158.
52