LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN “ISOLASI MIKROBA PENGHASIL ANTIBIOTIK” ANTIBIOTIK”
OLEH : KELOMPOK IV GOLONGAN : JUMAT SIANG
MAKASSAR 2012
BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Indonesia kaya akan tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat sebagai
obat berbagai penyakit, termasuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar komponen di dalam tanaman obat bersifat sebagai antimikroba (1). Penelitian tentang khasiat bawang putih menyatakan bahwa senyawa aktif dari bawang putih memiliki aktivitas antimikroba terhadap jamur Candida albicans , bakteri Escherichia coli , Bacillus subtilis ,
Pseudomonas aeroginosa dan Staphylococcus aureus (1). Untuk
mengambil
senyawa
bioaktif
secara
langsung
dari
tanamannya dibutuhkan sangat banyak biomassa atau bagian dari tanamannya. Untuk mengefisienkan cara memperoleh bioaktif tersebut, maka digunakan mikroba endofit spesifik yang diperoleh dari bagian dalam tanaman yang diharapkan mampu menghasilkan sejumlah senyawa bioaktif yang dibutuhkan tanpa harus mengekstrak dari tanamannya (2).
I.2
Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1
Maksud Percobaan Mengetahui dan memahami cara mengisolasi mikroorganisme
endofit yang berpotensi sebagai penghasil antibiotik dari suatu sampel tanaman.
I.2.2
Tujuan Percobaan Melakukan isolasi mikroorganisme endofit yang berpotensi sebagai
antibiotika dari sampel bawang putih.
I.3
Prinsip Percobaan Pengisolasian mikroorganisme endofit penghasil antibiotika dari
sampel bawang putih yang terlebih dahulu disterilisasi permukaan dan kemudian ditumbuhkan pada medium NA lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 - 48 jam. Koloni yang memiliki zona hambat kemudian ditumbuhkan ke medium NA baru hingga diperoleh isolat murni. Setelah itu, diremajakan di medium NA miring. Kemudian dilakukan pembenihan pada medium MYB selama 1 x 24 jam lalu dikultur pada medium produksi selama 5 – 7 hari dan dipisahkan filtrat dan residunya lalu dilakukan uji aktivitas daya hambat terhadap beberapa mikroba uji.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Teori Umum Antibiotika (anti = lawan, l awan, bios = hidup) adalah zat – zat – zat kimia yang
dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat tersebut, yang dibuat secara semisintesis, termasuk kelompok ini : begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri lazimnya disebut antibiotika (3). Keberhasilan penggunaan sediaan farmasi yang mengandung senyawa antibiotika dan vitamin tergantung pada ; 1) ketepatan diagnosis dokter, 2) mutu sediaan farmasi tersebut. Mutu sediaan terutama antibiotika, mulai dari bahan baku, selama proses pembuatannya sampai diedarkan, biasanya potensinya masih cukup tinggi, tetapi setelah diedarkan dalam beberapa waktu sering mengalami penurunan mutu terutama
potensinya.
Sehubungan
dengan
hal
tersebut,
maka
pengawasan mutunya perlu diperhatikan, agar pada penggunaan dapat dipertanggungjawabkan. Demikian halnya dengan sediaan vitamin, perlu pula diperhatikan seperti pada sediaan antibiotika (4). Penemuan penisilin secara kebetulan oleh sir Alex Fleming pada tahun 1929 adalah merupakan faktor pertama untuk dimulainya keaktifan riset yang menakjubkan dan berhasil tentang t entang bahan – bahan – bahan yang bersifat anti infeksi yang umum dikenal sebagai antibiotika (5).
Kata antibiotika diberikan pada produk metabolik yang dihasilkan suatu organisme tertentu, yang dalam jumlah amat kecil bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme lain. Dengan perkataan lain, antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang menghambat mikroorganisme lain (6). Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan jaringan tanaman tanpa tanpa membahayakan membahayakan inangnya. inangnya. Berbeda dengan mikroba epifit yang hidup pada permukaan jaringan tumbuhan. Oleh karena itu, bakteri endofit dapat diisolasi dari permukaan jaringan tanaman atau diekstrak dari jaringan internal tumbuhan. Endofit masuk ke jaringan tanaman pertama kali melalui akar. a kar. Tempat masuknya udara dari bagian tanaman seperti bunga, daun, dan kotiledon dapat juga digunakan sebagai tempat masuknya endofit ke dalam jaringan tanaman. Bakteri masuk ke jaringan tumbuhan melalui akar kecambah, kedua akar, stomata, atau melalui kerusakan bagian tanaman. Interaksi bakteri endofit dengan
tanaman
dapat
menghasilkan
senyawa-senyawa
bioaktif
diantaranya senyawa antibakteri, antifungi, dan antiserangga yang berperan sebagai agen hayati. Selain itu, bakteri endofit juga berperan meningkatkan ketersediaan beberapa nutrisi dan menghasilkan hormon pertumbuhan seperti etilen, auksin, dan sitokinin (7). Bakteri endofit dapat dijadikan sebagai agen pemacu pertumbuhan, bakteri endofit berasosiasi dengan jaringan internal tanaman dengan
mengadakan suatu rangsangan pertumbuhan yang relatif sama seperti PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). Beberapa bakteri endofit mempunyai pengaruh yang menguntungkan bagi tanaman inang, seperti memacu pertumbuhan tanaman, meningkatkan resistensi tanaman dari patogen, dan meningkatkan fiksasi N bagi tanaman. Bakteri endofit awalnya berasal dari lingkungan eksternal dan masuk ke dalam tanaman melalui stomata, lentisel, luka (seperti adanya trichomes yang rusak), melalui akar lateral dan akar yang berkecambah. Bakteri Endofit yang mampu memfiksasi nitrogen disebut dengan bakteri endofit diazotrof. Fiksasi nitrogen dari atmosfer akan diubah ke dalam bentuk yang lebih mudah digunakan seperti amoniak. Setiap spesies dapat memfiksasi nitrogen dan kemungkinan ada juga strain yang tidak dapat memfiksasi nitrogen. Endofit juga dapat memberikan keuntungan lain pada tanaman. Pertumbuhan tanaman dapat dipercepat oleh semua kelompok endofit, juga memudahkan dalam penyerapan nutrisi, atau mensintesis hormon tanaman (8). Aerasi adalah suatu proses yang menghubungkan antara air dan udara untuk menghilangkan gas-gas di dalam dalam air seperti seperti CO2 dan untuk mengoksidasi logam - logam terlarut seperti besi dan mangan. Proses ini digunakan juga untuk menghilangkan dengan cepat gas hidrogen sulfida dan
bau
yang
ditimbulkan
oleh
dekomposisi
zat
organik
atau
mikroorganisme. Oksigen dalam fermentasi aerob dapat dipandang sebagai zat nutrisi yang penting seperti halnya zat-zat nutrisi yang lain.
Zat-zat nutrisi lain seperti glukosa dapat dengan mudah dilarutkan sampai kadar yang cukup besar (misal : 10.000 mg/l); tetapi oksigen mempunyai kelarutan yang sangat kecil (kurang dari 10 mg/l) sehingga populasi oksigen yang kontinyu (aerasi) sangat diperlukan untuk
mencukupi
kebutuhan oksigen bagi mikrobia. Proses aerasi tidak terlepas dari proses pengadukan (agitasi). Hembusan udara dari suatu kompresor ke dalam suatu larutan medium selain memberikan aerasi juga pengadukan. Pengadukan ini kadang-kadang ditambah dengan pengadukan mekanik untuk meningkatkan kecepatan pemindahan oksigen dari fase gas ke sel mikrobia. Dengan demikian aerasi dan agitasi tersebut selain untuk memenuhi kebutuhan oksigen juga untuk menjaga mikrobia tetap tersuspensi dan larutan medium tetap homogen (9). Fase – Fase – fase pertumbuhan mikroorganisme ada 7, yaitu : (5)
1. Fase lag disebut juga fase persiapan, fase permulaan, fase adaptasi atau fase penyesuaian yang merupakan fase pengaturan suatu
aktivitas dalam lingkungan baru. Oleh karena itu selama fase ini pertambahan massa atau pertambahan jumlah sel belum begitu terjadi, sehingga kurva fase ini umumnya mendatar. Selang waktu fase lag tergantung kepada kesesuaian pengaturan aktivitas dan lingkungannya. Semakin sesuai maka selang waktu yang dibutuhkan semakin cepat. 2. Fase akselerasi merupakan fase setelah adaptasi, sehingga sudah mulai aktivitas perubahan bentuk maupun pertambahan jumlah dengan kecepatan yang masih rendah. 3. Fase eksponensial atau logaritmik merupakan fase peningkatan aktivitas perubahan bentuk maupun pertambahan jumlah mencapai kecepatan maksimum sehingga kurvanya dalam bentuk eksponensial. Peningkatan aktivitas ini harus diimbangi oleh banyak faktor, antara lain: faktor biologis, misalnya : bentuk dan sifat mikroorganisme terhadap lingkungan yang ada, asosiasi kehidupan diantara organisme yang bersangkutan dan faktor non-biologis, misalnya : kandungan hara di dalam medium kultur, suhu, kadar oksigen, cahaya, bahan kimia dan lain-lain. Jika faktor-faktor di atas optimal, maka peningkatan kurva akan tampak tajam atau semakin membentuk sudut tumpul terhadap garis horizontal (waktu). 4. Fase
retardasi
atau
pengurangan
merupakan
fase
dimana
penambahan aktivitas sudah mulai berkurang atau menurun yang diakibatkan karena beberapa faktor, misalnya : berkurangnya sumber hara, terbentuknya senyawa penghambat, dan lain sebagainya.
5. Fase stasioner merupakan fase terjadinya keseimbangan penambahan aktivitas dan penurunan aktivitas atau dalam pertumbuhan koloni terjadi keseimbangan antara yang mati dengan penambahan individu. Oleh karena itu fase ini membentuk kurva datar. Fase ini juga diakibatkan karena sumber hara yang semakin berkurang, terbentuknya senyawa penghambat, dan faktor lingkungan yang mulai m ulai tidak menguntungkan. 6. Fase kematian merupakan fase mulai terhentinya aktivitas atau dalam pertumbuhan
koloni
terjadi
kematian
yang
mulai
melebihi
bertambahnya individu. 7. Fase kematian logaritmik merupakan fase peningkatan kematian yang semakin meningkat sehingga kurva menunjukan garis menurun Pada kenyataannya bahwa gambaran kurva pertumbuhan mikroorganisme tidak linear seperti yang dijelaskan di atas jika faktor-faktor lingkungan yang
menyertainya
tidak
memenuhi
persyaratan.
Beberapa
penyimpangan yang sering terjadi, misalnya : fase lag yang terlalu lama karena faktor lingkungan kurang mendukung, tanpa fase lag karena pemindahan ke lingkungan yang identik, fase eksponensial berulangulang karena medium kultur kontinyu, dan lain sebagainya. Berbagai metabolit yang dibentuk pada fase-fase pertumbuhan tersebut perlu diketahui, untuk memperoleh metabolit yang diharapkan dalam
proses
industri.
Terdapat
dua
bentuk
dasar
metabolit
mikroorganisme yang disebut metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer merupakan salah satu yang dibentuk selama fase pertumbuhan
primer
mikroorganisme,
sedangkan
metabolit
sekunder
(antibiotik)
merupakan salah satu yang dibentuk menjelang akhir fase pertumbuhan primer
mikroorganisme,
seringkali
menjelang
atau
fase
stationer
pertumbuhan. Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua: 1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap bakteri. 2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri. Cara yang ditempuh oleh antibiotik dalam menekan bakteri dapat bermacam-macam, namun dengan tujuan yang sama yaitu untuk menghambat perkembangan bakteri. Oleh karena itu mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat proses biokimia di dalam organisme dapat dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan antibiotik sebagai berikut (3): 1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Beta-laktam, Penisillin, Polipeptida, Sefalosporin, Ampisillin, Oksasilin. a. Beta-laktam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada
enzim
DD-transpeptidase
yang
memperantarai
dinding
peptidoglikan bakteri, sehingga dengan demikian akan melemahkan dinding
sel
bakteri
Hal
ini
mengakibatkan
sitolisis
karena
ketidakseimbangan tekanan osmotis, serta pengaktifan hidrolase dan
autolysins yang mencerna dinding peptidoglikan yang sudah terbentuk sebelumnya. Namun Beta-laktam (dan Penisillin) hanya efektif terhadap bakteri gram positif, sebab keberadaan membran terluar (outer membran) yang terdapat pada bakteri gram negatif membuatnya tak mampu menembus dinding peptidoglikan. b. Penisillin meliputi natural Penisillin, Penisillin G dan Penisillin V, merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat sintesis dinding sel dan digunakan untuk penyakit-penyakit seperti sifilis, listeria, atau alergi bakteri gram positif Staphylococcus Streptococcus . Namun karena Penisillin merupakan jenis antibiotik pertama sehingga paling lama digunakan telah membawa dampak resistansi bakteri terhadap antibiotik ini. Namun demikian Penisillin tetap digunakan selain karena harganya yang murah juga produksinya yang mudah. c. Polipeptida meliputi Basitrasin, Polimiksin B dan Vankomisin. Ketiganya bersifat
bakterisidal.
Basitrasin
dan
Vankomisin
sama-sama
menghambat sintesis dinding sel. Basitrasin digunakan untuk bakteri gram
positif,
sedangkan
Vankomisin
digunakan
untuk
bakteri
Staphilococcus dan Streptococcus. Adapun Polimiksin B digunakan untuk bakteri gram negatif. d. Sefalosporin
(masih
segolongan
dengan
Beta-laktam)
memiliki
mekanisme kerja yang hampir sama yaitu dengan menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Normalnya sintesis dinding sel ini diperantarai oleh PBP (Penisilin Binding Protein) yang akan berikatan
dengan D-alanin-D-alanin, terutama untuk membentuk jembatan peptidoglikan. Namun keberadaan antibiotik akan membuat PBP berikatan dengannya sehingga sintesis dinding peptidoglikan menjadi terhambat. e. Ampisillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran dinding peptidoglikan, hanya saja Ampisillin mampu berpenetrasi kepada bakteri gram positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus
amino
pada
Ampisillin,
sehingga
membuatnya
mampu
menembus membran terluar (outer membran) pada bakteri gram negatif. f. Penisillin jenis lain, seperti Methisillin dan Oksasillin, merupakan antibiotik bakterisidal yang digunakan untuk menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penggunaan Methisillin dan Oksasillin biasanya untuk bakteri gram positif yang telah membentuk kekebalan (resistansi) terhadap antibiotik dari golongan Beta-laktam. g. Antibiotik jenis inhibitor sintesis dinding sel lain memiliki mem iliki spektrum sasaran yang lebih luas, yaitu Karbapenem, Imipenem, Meropenem. Ketiganya bersifat bakterisidal. 2. Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Quinolon, Rifampisin, Aktinomisin D, Asam Nalidiksat, Linkosamides, Linkosamides, Metronidazol. a. Quinolon
merupakan
pertumbuhan
bakteri
antibiotik dengan
bakterisidal
cara
masuk
yang melalui
menghambat porins
dan
menyerang DNA girase dan topoisomerase sehingga dengan demikian akan menghambat replikasi dan transkripsi DNA. Quinolon lazim digunakan untuk infeksi traktus urinarius. b. Rifampisin (Rifampin) merupakan antibiotik bakterisidal yang bekerja dengan cara berikatan dengan β-subunit β -subunit dari RNA polymerase sehingga menghambat transkripsi RNA dan pada akhirnya sintesis protein.
Rifampisin
umumnya
menyerang
bakteri
spesies
Mycobacterium. c. Asam Nalidiksat merupakan antibiotik bakterisidal yang memiliki mekanisme kerja yang sama dengan Quinolon, namun Asam Nalidiksat banyak digunakan untuk penyakit demam tipus. d. Linkosamides merupakan antibiotik yang berikatan pada subunit 50S dan
banyak
digunakan
untuk
bakteri
gram
positif,
anaeroba
Pseudomemranous colitis. Contoh dari golongan Linkosamides adalah Clindamycin. e. Metronidazol merupakan antibiotik bakterisidal diaktifkan oleh anaeroba dan berefek menghambat sintesis DNA. 3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Yang termasuk ke dalam golongan
ini
adalah
Makrolide,
Aminoglikosida,
Tetrasiklin,
Kloramfenikol, Kanamisin, Oksitetrasiklin. a. Makrolida,
meliputi
Eritromisin
dan
Azithromisin,
menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada subunit 50S ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translokasi peptidil tRNA
yang
diperlukan
untuk
sintesis
protein.
Peristiwa
ini
bersifat
bakteriostatis, namun dalam konsentrasi tinggi hal ini dapat bersifat bakteriosidal. Makrolida biasanya menumpuk pada leukosit dan akan dihantarkan ke tempat terjadinya infeksi. Makrolida biasanya digunakan untuk Diphteria, Legionella mycoplasma, dan Haemophilus. b. Aminoglikosida meliputi Streptomisin, Neomisin, dan Gentamisin, merupakan antibiotik bakterisidal yang berikatan dengan subunit 30S/50S sehingga menghambat sintesis protein. Namun antibiotik jenis ini hanya berpengaruh terhadap bakteri gram negatif. c. Tetrasiklin merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan dengan subunit ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari
situs
A
pada
ribosom,
sehingga
dengan
demikian
akan
menghambat translasi protein. Namun antibiotik jenis ini memiliki efek samping yaitu menyebabkan gigi menjadi berwarna dan dampaknya terhadap ginjal dan hati. d. Kloramfenikol merupakan antibiotik bakteriostatis yang menghambat sintesis protein dan biasanya digunakan pada penyakit akibat kuman Salmonella. 4. Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel. Contohnya antara lain
Ionimisin
meningkatkan
dan kadar
Valinomisin. kalsium
Lonomisin
intrasel
bekerja
sehingga
kesetimbangan osmosis dan menyebabkan kebocoran sel.
dengan
mengganggu
5. Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Sulfa atau Sulfonamida, Trimetoprim, Azaserin. a. Pada bakteri, Sulfonamida bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim dihidropteroate sintetase (DHPS). Dengan dihambatnya enzim DHPS ini menyebabkan tidak terbentuknya asam tetrahidrofolat bagi bakteri. Tetrahidrofolat merupakan bentuk aktif asam folat, di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran biologis di antaranya dalam produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein. Biasanya Sulfonamide digunakan untuk penyakit Neiserria meningitis. b. Trimetoprim juga menghambat pembentukan DNA dan protein melalui penghambatan metabolisme, hanya mekanismenya berbeda dari Sulfonamida. Trimetoprim akan menghambat enzim dihidrofolate reduktase yang seyogyanya dibutuhkan untuk mengubah dihidrofolat (DHF) menjadi tetrahidrofolat (THF). c. Azaserin (O-diazo-asetyl-I-serine) merupakan antibiotik yang dikenal sebagai purin-antagonis dan analog-glutamin. Azaserin mengganggu jalannya metabolisme bakteri dengan cara berikatan dengan situs yang berhubungan sintesis glutamin, sehingga mengganggu pembentukan glutamin yang merupakan salah satu asam amino dalam protein. Mikroba
endofit
adalah
organisme
hidup
yang
berukuran
mikroskopis (bakteri dan jamur) yang hidup di dalam jaringan tanaman
(xylem dan phloem ), ), daun, akar, buah, dan batang. Mikroba ini hidup bersimbiosis saling menguntungkan, dalam hal ini mikroba endofitik mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman dan memproteksi tanaman melawan herbivora, serangga, atau jaringan yang patogen sedangkan tanaman mendapatkan derivat nutrisi dan senyawa aktif yang diperlukan selama hidupnya (8). Isolasi mikroba endofit dilakukan menurut metode F.Tomita (Lumyong et al ., ., 2001). Tanaman dikoleksi dari lapangan dan kemudian sampel tanaman dibersihkan dari kotoran dengan cara mencucinya dengan air mengalir. Kemudian tanaman dipotong-potong dan selanjutnya disterilisasi permukaan menggunakan larutan etanol 75% selama 1 menit, Natrium Hipoklorit 5,3% selama 5 menit, dan terakhir dengan etanol kembali selama 30 detik. Setelah itu sampel dibilas dengan air steril beberapa kali dan kemudian ditanam di dalam media agar PDA atau NA dengan cara membelah bagian tanaman dan meletakkan pada posisi tertelungkup. Cawan petri yang sudah mengandung sampel tanaman kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu kamar selama 2 –4 –4 hari . Mikroba yang tumbuh secara bertahap dimurnikan satu per satu dan dipreservasi (8).
II.2
Uraian Bahan
1.
Air suling (9)
Nama resmi
: Aqua destillta
Nama lain
: Air suling
RM/BM
: H2O/18,02
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Penggunaan
: Membilas sampel
2.
Etanol (9)
Nama resmi
: Aethanolum
Nama lain
: Etanol
RM/BM
: CH3CH2OH/46,00
Pemerian
: Cairan
tidak
berwarna,
jernih,
mudah
menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa
panas,
mudah
terbakar
dengan
memberikan nyala biruyang tidak berasap. Kelarutan
: Sangat
mudah
larut
dalam
Kloroform, dan dalam eter. Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Penggunaan
: Membilas sampel
air,
dalam
3.
Natrium Hipoklorit (9)
Nama Resmi
: Natrii Hipoclorit
Nama Lain
: Natrium Hipoklorit
RM/BM
: NaOCl
Pemerian
: Cairan jernih, kuning kehijauan pucat, bau klor. Terurai oleh cahaya.
Kelarutan
: Larut dalam air.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Penggunaan
: Membilas sampel
4.
Ekstrak daging (9)
Pemerian
: Massa
pasta,
warna
coklat
kekuningan,
sedikit asam. Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
5.
Pepton (9)
Pemerian
: Serbuk kuning, kemerahan sampai cokla, bau khas.
Kelarutan
: Larut dalam air, memberikan larutan coklat kuning, praktis tidak larut dalam etanol dan eter.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik.
6.
Agar (9)
Nama Resmi
: Agar
Nama Lain
: Agar - Agar
Pemerian
: berkas pathogen memanjang tipis, selaput dan ikatan atau berbentuk keeping, serpih atau butiran hingga lemak kekuningan kuning pucat atau tidak berwarna tidak bebau rasa lender jika lembab
Penyimpanan
II.3
: Dalam wadah tertutup baik
Uraian Sampel
Bawang Putih (10) Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi Divisi : Spermatophyta Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas
: Liliidae
Ordo
: Liliales
Famili
: Liliaceae (suku bawang-bawangan)
Genus
: Allium
Spesies
: Allium sativum L.
Bawang putih digunakan sebagai bumbu yang digunakan hampir di setiap makanan dan masakan Indonesia. Sebelum dipakai sebagai
bumbu, bawang putih dihancurkan dengan ditekan dengan sisi pisau (dikeprek) sebelum dirajang halus dan ditumis di penggorengan dengan sedikit minyak goreng. Bawang putih bisa juga dihaluskan dengan berbagai jenis bahan bumbu yang lain.Dan juga dapat digunakan sebagai obat penyakit kutil. Bawang putih mempunyai khasiat sebagai antibiotik alami di dalam tubuh manusia.
II.4
Uraian Mikroba
II.4.1 Klasifikasi Mikroba 1.
Staphylococcus aureus (11)
Kingdom
: Protista
Divisio
: Protophyta
Classis
: Schizomycetes
Ordo
: Enterobacteriales
Familia
: Micrococcaceae
Genus
: Staphylococcus
Spesies
: Staphylococcus aureus
2.
Eschericia coli (11)
Kingdom
: Prokariotik
Division
: Cyanobacteria/bakter Cyanobacteria/bakteria ia
Classis
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Familia
:` Enterobacteriaceae
Genus
: Eschericia
Spesies
: Eschericia coli
II.4.2 Morfologi Mikroba
1.
Staphylococcus aureus (6) Sel-sel berbentuk bola, berdiameter 0,5 sampai 1,5 µm terdapat
tunggal dan berpasangan, dan secara khas membelah diri pada lebih dari satu bidang sehingga membentuk gerombol yang tidak teratur. Non motil. Tidak diketahui adanya stadium istirahat. Gram positif. Dinding sel mengandung dua komponen utama : peptidoglikan serta asam tekoat yang
berkaitan
dengannya.
Kemoorganotrof.
Metabolisme
dengan
respirasi dan fermentatif. Anaerob fakultatif, tumbuh lebih cepat dan lebih banyak dalam keadaan aerobik. Suhu optimum 35 – 400C. Terutama berasosiasi dengan kulit, dan selaput lendir hewan berdarah panas. Pertumbuhan pada medium agar abundant, dan koloninya buram dan tidak tembus cahaya, smooth, dan berkilauan dalam penampakannya. Beberapa staphylococcus bentuk lipochrome pigmen yang memberikan koloni kuning emas atau kuning lemon dimana yang lainnya tidak dan putih.
2. Eschericia coli (6) E. coli dari anggota family Enterobacteriaceae. Ukuran sel dengan panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar 1,1 – 1,5 μm. Bentuk sel dari bentuk seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous. Tidak ditemukan spora.. E. coli batang gram negatif. Selnya bisa terdapat tunggal,
berpasangan,
dan
dalam
rantai
pendek,
biasanya
tidak
berkapsul. Bakteri ini aerobic dan dapat juga aerobic fakultatif. E. coli merupakan penghuni normal usus, seringkali menyebabkan infeksi. Kapsula atau mikrokapsula terbuat dari asam – asam – asam polisakarida. Mukoid kadang – kadang – kadang memproduksi pembuangan ekstraselular yang tidak lain adalah sebuah polisakarida dari speksitifitas antigen K tententu atau terdapat pada asam polisakarida yang dibentuk oleh banyak E. coli seperti pada Enterobacteriaceae. Selanjutnya digambarkan sebagai antigen M dan dikomposisikan oleh asam kolanik. Biasanya sel ini bergerak dengan flagella petrichous. E. coli memproduksi macam – macam – macam fimbria atau pili yang berbeda, banyak macamnya pada struktur dan speksitifitas antigen, antara lain filamentus, proteinaceus, seperti rambut appendages di sekeliling sel dalam variasi jumlah. Fimbria merupakan rangkaian hidrofobik dan mempunyai pengaruh panas atau organ spesifik yang bersifat adhesi. Hal itu merupakan faktor virulensi yang penting. E. coli merupakan bakteri fakultatif anaerob, kemoorganotropik, mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi pertumbuhannya paling sedikit banyak di bawah keadaan anaerob.pertumbuhan yang baik pada suhu optimal 370C pada media yang mengandung 1% peptone sebagai sumber karbon dan nitrogen. E. coli memfermentasikan laktosa dan memproduksi indol yang digunakan untuk mengidentifikasikan bakteri pada makanan dan air. E. coli berbentuk besar (2-3 mm), circular, konveks dan koloni tidak berpigemn pada nutrient dan media darah. E. coli dapat
bertahan hingga suhu 600C selama 15 menit atau pada 55 oC selama 60 menit.
BAB III METODE KERJA
III.1
Alat dan Bahan
III.1.1 Alat Alat – alat yang digunakan adalah botol coklat, cawan petri, erlenmeyer (pyrex), gelas beker (pyrex), inkubator aerob, lampu spiritus, ose bulat, pencadang, pinset dan silet. III.1.2 Bahan Bahan – Bahan – bahan yang digunakan adalah etanol 70%, aluminium foil, aquadest, kapas, medium Nutrient Agar (NA), medium Maltosa Yeast Broth (MYB), medium produksi, mikroba uji dan sampel bawang putih.
III.2
Cara Kerja
III.2.1 Pengolahan Sampel 1.
Disiapkan alat dan bahan.
2.
Dibersihkan sampel bawang putih.
3.
Diiris bawang putih kemudian dicelup etanol 70% selama 1 menit, kemudian dicelup dalam etanol 70% selama 30 detik.
4.
Dibilas aquadest.
III.2.2 Isolasi dan dan Pemurnian Pemurnian 1.
Sampel yang telah diiris ditempelkan pada medium NA.
2.
Diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37oC
3.
Setelah diinkubasi, diamati zona hambatnya.
4.
Koloni yang memiliki zona hambat, digores 1 ose kemudian pindahkan ke medium NA.
5.
Diinkubasi 1 x 24 jam pada suhu 37oC
III.2.3 Peremajaan dan Pembenihan Pembenihan 1.
Setelah diinkubasi, koloni digores dengan menggunakan ose kemudian dipindahkan ke medium NA miring, diinkubasi 1 x 24 jam pada suhu 37 oC.
2.
Setelah itu, pindahkan ke medium MYB, diinkubasi 1 x 24 jam pada suhu 37oC, kemudian dikultur dalam medium produksi selama 5 – 5 – 7 hari pada suhu 37oC, sambil digoyangkan sesekali.
3.
Kemudian di-sentrifuge untuk meperoleh residu antibiotik.
III.2.4 Uji Aktivitas Aktivitas Antimikroba Antimikroba 1.
Dibuat suspensi mikroba uji.
2.
Dimasukkan medium NA 10 mL ke dalam cawan petri sebagai base layer.
3.
Setelah itu, ditambahkan 0,1 mL suspensi mikroba uji kemudian dimasukkan medium NA 5 mL sebagai seed layer.
4.
Dimasukkan pencadang dan masing – masing diisi filtrat, residu dan kontrol. Kemudian diinkubasi 1 – 1 – 3 hari pada suhu 37oC.
5.
Diamati zona hambatnya.
BAB IV HASIL PENGAMATAN
IV.1
Data Pengamatan Biakan
IV.2
IV.2
Daya Hambat
Bakteri
Kontrol
Filtrat
Residu
E. coli
1,48 cm
1,09 cm
-
S. aureus
-
-
-
Perhitungan Filtrat
= 1,4 + (8 x 0,01)
= 1,48
Kontrol
= 1 + (9 x 0,01)
= 1,09
Gambar
BAB V PEMBAHASAN
Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Dalam percobaan uji mikroba endofit, dilakukan pengambilan sampel dan pengolahan. Dalam hal ini, sampel yang digunakan adalah Bawang Putih. Bawang putih diiris kemudian dicelup ke dalam etanol 70% selama 1 menit, lalu direndam lagi dalam etanol 70% selama 30 detik. Perendaman ini bertujuan untuk mensterilkan permukaan sampel dari kotoran – kotoran. Setelah itu, sampel dibilas dengan air steril lalu ditempel pada medium NA (Nutrien Agar) dan diinkubasi selama 1 – 3 hari pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi, maka akan menghasikan koloni dengan zona bening. Koloni dengan zona bening tersebut digores dan dipindahkan ke medium NA yang baru sebagai proses pemurnian. Seteah itu, diinkubasi selama 1x 24 jam pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi, koloni digores dengan menggunakan ose kemudian dipindahkan ke medium NA miring, diinkubasi 1 x 24 jam pada suhu 37oC sebagai proses peremajaan. Setelah itu, pindahkan ke medium MYB, diinkubasi 1 x 24 jam pada suhu 37 oC, kemudian dikultur dalam medium produksi selama 5 – 7 hari pada suhu 37 oC, sambil digoyangkan sesekali. Kemudian di-sentrifuge untuk meperoleh residu antibiotik.
Setelah
itu,
dilakukan
uji
daya
hambat
mikroba
dengan
menggunakan E.coli dan S.aureus sebagai mikroba uji. Medium NA 10 mL dimasukkan ke dalam cawan petri sebagai base layer. Setelah itu, ditambahkan 0,1 mL suspensi mikroba uji kemudian dimasukkan medium NA 5 mL sebagai seed layer. Dimasukkan pencadang dan masing – masing diisi filtrat, residu dan kontrol (kloramfenikol untuk E.coli , tetrasiklin untuk S.aureus ). ). Kemudian diinkubasi 1 – 3 hari pada suhu 37oC. Dihasilkan zona hambat pada mikroba uji E. coli yaitu 1,48 cm (kontrol) dan 1,09 cm (filtrat)
BAB VI PENUTUP
VI.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan bahwa
metabolit sekunder yang dihasilkan dari mikroba endofit sampel bawang putih memiliki aktivitas penghambatan terhadap bakteri uji Eschericia coli sebesar 1,09 sebesar 1,09 cm.
VI.2
Saran Lebih sabar lagi dalam menghadapi praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Simarmata, Rumella. Isolasi Mikroba Mikroba Endofit dari Tanaman Tanaman Obat Sambung Nyawa (Gynura procumbens) dan Analisis Potensinya Sebagai Antimikroba. Bogor : LIPI. 2007. Diakses 7 Desember 2012. http://id.scribd.com/doc/49390497/journal-isolasi-mikroba-endofitikantimikroba 2. Nasih, Abdullah. Isolasi Isolasi dan Identifikasi Jamur Jamur Endofit Pada Daun Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Sebagai Penghasil Senyawa Antifungi Terhadap Jamur Candida albicans dan Aspergillus niger . 3. Tjay, Tan Han Han dan Rahardja, Rahardja, K. Obat – Obat Penting . Jakarta : Elex Media Computindo. 2008. Hal : 65 – 65 – 88. 4. Djide, Natsir dan Sartini. Sartini. Analisis Mikrobiologi Farmasi . Maksaar : UNHAS. 2008. Hal : 69 – 69 – 110. 5. Djide, Natsir dan Sartini. Dasar – Dasar Mikrobiologi Farmasi . Maksaar : UNHAS. 2008. Hal : 208 – 208 – 210. 6. Pelczar, MIJ dan Chan, ECS. Dasar – Dasar Mikrobiologi . Jakarta : UI-Press. 2009. Hal 65 – 65 – 88. 7. Radji, Maksum. Peranan Bioteknologi Dan Mikroba Endofit Dalam
Pengembangan Obat Herbal . Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.3. 2009. Hal : 113 – 113 – 126.
8. Tanaka M, Sukiman Sukiman H, Takebayashi Takebayashi M, Saito K, Suto M, Prana MS, dan Tomita F. Isolation, Screening and Phylogenetic\ Identification
of Endophytes from Plants in Hokaido Japan and Java Indonesia . Microbes and Environment. 1999 9. Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III . Jakarta : Depkes RI. 1979. Hal : 65, 96, 712. 10. http://www.plantamor.com/index.php?plant=60 Diakses tanggal 7 Desember 2012. 11. Fardiaz, S. Mikrobiologi Pangan . Jakarta : Pangan dan Gizi IPP. 1992. Hal 87. 12. Notes, Note. Aerasi dan Agitasi . Diakses tanggal 7 Desember 2012. http://id.scribd.com/doc/253 http://id.scribd.com/doc/25326164/AERASI-DAN-AGITASI. 26164/AERASI-DAN-AGITASI. 13. http://id.scribd.com/doc/493904 http://id.scribd.com/doc/49390497/journal-isolasi-mikroba-endofitik97/journal-isolasi-mikroba-endofitikantimikroba.