Faktor yang Bisa Mempengaruhi Moral Remaja Dec 6th, 2008 Leave a comment | Trackback
Dunia remaja merupakan suatu tahap yang kritikal didalam kehidupan manusia, yaitu peralihan dari dunia anak-anak menuju ke dunia dewasa. Di tahapan ini seseorang memulai untuk mencari identitas dan penampilan diri. Bahkan pakar psikologi mengistilahkan dunia remaja sebagai “emotional a ge” (umur emosi). Tetapi faktor yang bisa mempengaruhi moral remaja yang juga mempengaruhi ketika dia menginjak dewasa. Berikut ini beberapa faktor yang dapat menurunkan moral dikalangan para remaja; 1. Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga Orang tua adalah tokoh percontohan oleh anak-anak termasuk didalam aspek kehidupan sehari-hari tetapi didalam soal keagamaan hal itu seakan-akan terabaikan. Sehingga akan lahir generasi baru yang bertindak tidak sesuai ajaran agama dan bersikap materialistik. 2. Pengaruh lingkungan yang tidak baik Kebanyakan remaja yang tinggal di kota besar menjalankan kehidupan yang individualistik dan materialistik. Sehingga kadang kala didalam mengejar kemewahan tersebut mereka sanggup berbuat apa saja tanpa menghiraukan hal itu bertentangan dengan agama atau tidak, baik atau buruk. 3. Tekanan psikologi yang dialami remaja Beberapa remaja mengalami tekanan psikologi ketika di rumah diakibarkan adanya perceraian atau pertengkaran orang tua yang menyebabkan si anak tidak betah di rumah dan menyebabkan dia mencari pelampiasan. 4. Gagal dalam studi/pendidikan Remaja yang gagal dalam pendidikan atau tidak mendapat pendidikan, mempunyai waktu senggang yang banyak, jika waktu itu tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, bisa menjadi hal yang buruk ketika dia berkenalan dengan hal-hal yang tidak baik untuk mengisi kekosongan waktunya. 5. Peranan Media Massa Remaja adalah kelompok atau golongan yang mudah dipengaruhi, karena remaja sedang mencari identitas diri sehingga mereka dengan mudah untuk meniru atau mencontoh apa yang dia lihat, seperti pada film atau berita yang sifatnya kekerasan, dan sebagainya. 6. Perkembangan teknologi modern Dengan perkembangan teknologi modern saat ini seperti mengakses informasi dengan cepat, mudah dan tanpa batas juga memudahkan remaja untuk mendapatkan hiburan yang tidak sesuai dengan mereka.
Itulah beberapa faktor yang mempengaruhi moral remaja yang bisa ditulis di sini, jika ada kekurangan atau kesalahan mohon dikoreksi. Tags: Bisa, faktor, Mempengaruhi, Moral,
Dekadensi Moral Remaja; Potret Hilangnya Generasi Pembangun Oleh: Radinal Mukhtar Harahap* Akhir tahun 2008 ini, kita disuguhi sebuah hasil penelitian menarik dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Pusat (BKKBN). Disebutkan, 63% siswa SMPSMA sudah terjerumus dalam pergaulan bebas sebagai pelaku hubungan suami-istri di luar nikah. Ini artinya, remaja yang masih perjaka/gadis hanya sekitar 37%, tidak mencapai setengahnya. Lebih radikal lagi, kita dapat menyimpulkan bahwa remaja “jahat” lebih banyak daripada remaja “baik”. Bila hal ini yang menjadi kenyataan, apa yang menjadi harapan kelak? Fenomena semacam ini bukanlah fenomena yang asing bagi kita. Fenomena remaja yang memilih untuk “bolos” sekolah untuk bermain play stasion, mangkal di mal-mal, atau berpacaran di pinggiran jalan merupakan pemandangan yang mulai dimaklumi. Seorang gadis yang malam minggunya tidak di”apeli” pacarnya, akan memancing pernyataan bagi ibunya bahwa anaknya tidak laku. Lantas, benarkah remaja, yang seperti ini, yang kelak akan, sebagaimana dikatakan Soekarno, mengguncang Dunia dengan pembangunan dan karya-karyanya? Dilema seperti ini seharusnya membuat pemerintah bekerja lebih keras lagi. Pasca disahkannya undang-undang pornografi, perilaku “porno” bukan malah berkurang, bahkan merajalela hingga mengenai moral para remaja. Hal ini ditambah dengan fakta bahwa Indonesia adalah surga bagi sindikat narkoba. Memetakan Kembali Fungsi Remaja Dekadensi moral yang dialami remaja saat ini, menurut penulis, tidaklah kesalahan remaja itu sendiri. Sedikitnya, ada empat komponen yang harus bertanggung jawab mengenai dekadensi moral yang merupakan permasalahan umum bagi bangsa Indonesia ini. Pertama, faktor individu remaja tersebut. Seorang remaja sering dikatakan seorang yang ingin mencari jati dirinya. Hal ini sangatlah dimaklumi, bahkan harus disetujui. Namun demikian, pencarian jati diri remaja kini terselewengkan sehingga mereka terjerembab kepada pergaulan bebas, perilaku seks, dan pemakaian narkoba. Kedua, faktor orang tua. Survei beberapa lembaga sering mengindikasikan pemakai narkoba atau remaja yang terjerembab dalam pergaulan bebas adalah remaja yang mengalami broken home, ditinggal orang tua, dan lain sebagainya. Ini memperlihatkan bahwa orang tua sebenarnya sangatlah berpengaruh dalam pembentukan moral remaja. Ketiga, faktor lembaga pendidikan. Kini, menurut penulis, kita perlu memetakan kembali fungsi dan tugas lembaga pendidikan. Fungsi dan tugas lembaga pendidikan, sebagaimana tertuang dalam nomor 20 tahun 2003, adalah untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Saat ini, lembaga pendidikan, tidak lebih hanya sebagai lembaga tranformasi ilmu ketimbang pengembang potensi peserta didik. Keempat, rasanya tidak adil jika kita tidak meminta pertanggung jawaban dari pemerintah. Kesiapan pemerintah dalam sosialisasi undang-undang pornografi dan penegakan hukum bagi pelanggarnya, selayaknya, tidaklah untuk kepentingan kelompok tertentu tanpa menghiraukan kelompok lain. Keempat komponen ini, bila berjalan bersama, tentunya dalam koridor masing-masing akan menghilangkan, atau minimal mengurangi, kedekadensian moral para remaja. Tahun Baru Bagi Remaja Dengan mengetahui akar permasalahan dekadensi moral yang menghinggapi para remaja, setidaknya seremonial tahun baru ini menjadi seremonial sebagaimana tahun-tahun lalu. Tahun baru ini bagi remaja setidaknya menjadi tahun (kehidupan) baru untuk berubah. Tahun meninggalkan moral-moral “buruk” dan “jahat” selama ini meresahkan masyarakat. Kehilangan generasi merupakan kehilangan yang berarti bagi bangsa. Kehilangan ini haruslah segera dihilangkan melalui seremonial tahun baru ini. Sehingga pesan-pesan “kekuatan remaja” yang disampaikan faunding father dapat diaplikasikan. Semoga.
Pendidikan Moral Remaja : Bagaimana remaja dapat mengatasi permasalahan moral di sekolah Sudah cukup lama dirasakan adanya ketidakseimbangan antara perkembangan intelektual dan emosional remaja. Kemampuan intelektual mereka telah dirangsang sejak awal melalui berbagai macam sarana dan prasarana yang disiapkan di rumah dan di sekolah. Mereka telah dibanjiri berbagai informasi, pengertian-pengertian, serta konsep-konsep pengetahuan melalui media massa (televisi, video, radio, dan film) yang semuanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan para remaja sekarang. Dari segi fisik, para remaja sekarang juga cukup terpelihara dengan baik sehingga mempunyai ukuran tubuh yang sudah tampak dewasa, tetapi mempuyai emosi yang masih seperti anak kecil. Terhadap kondisi remaja yang demikian, banyak orang tua yang tidak berdaya berhadapan dengan masalah membesarkan dan mendewasakan anak-anak di dalam masyarakat yang berkembang begitu cepat, yang berbeda secara radikal dengan dunia di masa remaja mereka dulu.
Masalah Remaja Di Sekolah Remaja yang masih sekolah di SLTP/ SLTA selalu mendapat banyak hambatan atau masalah yang biasanya muncul dalam bentuk perilaku. Permasalahan yang dihadapi remaja di sekolah. 1Perilaku Bermasalah (problem behavior). Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku malu dalam dalam mengikuti berbagai aktvitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang remaja mengalami kekurangan pengalaman. Jadi problem behaviour akan merugikan secara tidak langsung pada seorang remaja di sekolah akibat perilakunya sendiri. 2Perilaku menyimpang (behaviour disorder). Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak terkontrol (uncontrol). Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami behaviour disorder. Seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya. 3Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment). Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah menegah (SLTP/SLTA). 4Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder). Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara perilaku benar dan salah. 5Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan salah pada anak. Wajarnya, orang tua harus mampu memberikan hukuman (punisment) pada anak saat ia memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian atau hadiah (reward) saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perikau anti sosial baik secara verbal maupun secara non verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya . Selain itu, conduct disordser juga dikategorikan pada remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan orang lain. 5Attention Deficit Hyperactivity disorder, yaitu anak yang mengalami defisiensi dalam perhatian dan tidak dapat menerima impul-impuls sehingga gerakan-gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi hyperactif. Remaja di sekolah yang hyperactif biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau tidak dapat berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang hyperactif tersebut tidak memperhatikan lawan bicaranya. Selain itu, anak hyperactif sangat mudah terpengaruh oleh stimulus
yang datang dari luar serta mengalami kesulitan dalam bermain bersama dengan temannya.
Peranan Lembaga Pendidikan Untuk tidak segera mengadili dan menuduh remaja sebagai sumber segala masalah dalam kehidupan di masyarakat, barangkali baik kalau setiap lembaga pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) mencoba merefleksikan peranan masing-masing. Lembaga keluarga adalah lembaga pendidikan yang utama dan pertama. 1Kehidupan kelurga yang kering, terpecah-pecah (broken home), dan tidak harmonis akan menyebebkan anak tidak kerasan tinggal di rumah. Anak tidak mersa aman dan tidak mengalami perkembangan emosional yang seimbang. Akibatnya, anak mencari bentuk ketentraman di luar keluarga, misalnya gabung dalam group gang, kelompok preman dan lain-lain. Banyak keluarga yang tak mau tahu dengan perkembangan anakanaknya dan menyerahkan seluruh proses pendidikan anak kepada sekolah. Kiranya keliru jika ada pendapat yang mengatakan bahwa tercukupnya kebutuhan-kebutuhan materiil menjadi jaminan berlangsungnya perkembangan kepribadian yang optimal bagi para remaja. 2Pembinaan moral dalam lembaga keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kontras tajam antara ajaran dan teladan nyata dari orang tua, guru di sekolah, dan tokohtokoh panutan di masyarakat akan memberikan pengaruh yang besar kepada sikap, perilaku, dan moralitas para remaja. Kurang adanya pembinaan moral yang nyata dan pudarnya keteladanan para orangtua ataupun pe ndidik di sekolah menjadi faktor kunci dalam proses perkembangan kepribadian remaja. Secara psikologis, kehidupan remaja adalah kehidupan mencari idola. Mereka mendambakan sosok orang yang dapat dijadikan panutan. Segi pembinaan moral menjadi terlupakan pada saat orang tua ataupun pendidik hanya memperhatikan segi intelektual. Pendidikan disekolah terkadang terjerumus pada formalitas pemenuhan kurikulum pendidikan, mengejar bahan ajaran, sehingga melupakan segi pembinaan kepribadian penanaman nilai-nilai pendidikan moral dan pembentukan sikap. 3Kehidupan sosial ekonomi keluarga dan masyarakat apakah mendukung optimalisasi perkembangan remaja atau tidak. Saat ini, banyak anak-anak di kota-kota besar seperti Jakarta sudah merasakan kemewahan yang berlebihan. Segala keinginannya dapat dipenuhi oleh orangtuanya. 4Kondisi semacam ini sering melupakan unsur-unsur yang berkaitan dengan kedewasaan anak. Pemenuhan kebutuhan materiil selalu tidak disesuaikan dengan kondisi dan usia perkembangan anak. Akibatnya, anak cenderung menjadi sok malas, sombong, dan suka meremehkan orang lain. 5Bagaimana lembaga pendidikan di sekolah dalam memberikan bobot yang proposional antara perkembangan kognisi, afeksi, dan psikomotor anak. Akhir-akhir ini banyak dirasakan beban tuntutan sekolah yang terlampau berat kepada para peserta didik. Siswa tidak hanya belajar di sekolah, tetapi juga dipaksa oleh orangtua untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan mengikuti les tambahan di luar sekolah. Faktor kelelahan, kemampuan fisik dan kemampuan inteligensi yang terbatas pada seorang anak sering tidak diperhitungkan oleh orangtua. Akibatnya, anak-anak
menjadi kecapaian dan over acting, dan mengalami pelampiasan kegembiraan yang berlebihan pada saat mereka selesai menghadapi suasana yang menegangkan dan menekan dalam kehidupan di sekolah. 6Bagaimana pengaruh tayangan media massa baik media cetak maupun elektronik yang acapkali menonjolkan unsur kekerasan dan diwarnai oleh berbagai kebrutalan. Pengaruh-pengaruh tersebut maka munculah kelompok-kelompok remaja, gang-gang yang berpakaian serem dan bertingkah laku menakutkan yang hampir pasti membuat masyarakat prihatin dan ngeri terhadap tindakan-tindakan mereka. Para remaja tidak dipersatukan oleh suatu identitas yang ideal. Mereka hanya himpunan anak-anak remaja atau pemuda-pemudi, yang malahan memperjuangkan sesuatu yang tidak berharga (hurahura), kelompok yang hanya mengisi kekosongan emosional tanpa tujuan jelas.
Bagaimana mengatasinya Siswa-siswi SLTP/SLTA adalah siswa-siswi yang berada dalam golongan usia remaja, usia mencari identitas dan eksistensi diri dalam kehidupan di masyarakat. Dalam proses pencarian identitas itu, peran aktif dari ketiga lembaga pendidikan akan banyak membantu melancarkan pencapaian kepribadian yang dewasa bagi para remaja. Ada beberapa hal kunci yang bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga p endidikan. memberikan kesempatan untuk mengadakan dialog untuk menyiapkan jalan bagi tindakan bersama. 1Sikap mau berdialog antara orangtua, pendidik di sekolah, dan masyarakat dengan remaja pada umumnya adalah kesempatan yang diinginkan para remaja. Dalam hati sanubari para remaja tersimpan kebutuhan akan nasihat, pengalaman, dan kekuatan atau dorongan dari orang tua. Tetapi sering kerinduan itu menjadi macet bila melihat realitas mereka dalam keluarga, di sekolah ataupun dalam lingkungan masyarakat yang tidak memungkinkan karena antara lain begitu otoriter dan begitu bersikap monologis. Menyadari kekurangan ini, lembaga-lembaga pendidikan perlu membuka kesempatan untuk mengadakan dialog dengan para remaja, kaum muda dan anak-anak, entah dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. menjalin pergaulan yang tulus. Dewasa ini jumlah orang tua yang bertindak otoriter terhadap anak-anak mereka sudah jauh berkurang. Namun muncul kecenderungan yang sebaliknya, yaitu sikap memanjakan anak secara berlebihan. Banyak orang tua yang tidak berani mengatakan tidak terhadap anak-anak mereka supaya tidak dicap sebagai orangtua yang tidak mempercayai anakanaknya, untuk tidak dianggap sebagai orangtua kolot, konservatif dan ketinggalan jaman. memberikan pendampingan, perhatian dan cinta sejati. Ada begitu banyak orangtua yang mengira bahwa mereka telah mencintai anak-anaknya. Sayang sekali bahwa egoisme mereka sendiri menghalang-halangi kemampuan mereka untuk mencintaianak secara sempurna. “Saya telah memberikan segala-galanya”, itulah keluhan seorang ibu yang merasa kecewa karena anak-anaknya yang ugal-ugalan di sekolah dan di masyarakat. Anak saya anak yang tidak tahu berterima kasih, katanya. Yang perlu dipahami bahwa setiap individu memerlukan rasa aman dan merasakan dirinya dicintai. Sejak lahir satu kebutuhan pokok yang yang pertama-tama dirasakan
manusia adalah kebutuhan akan “kasih sayang” yang dalam masa perkembangan selanjutnya di usia remaja, kasih sayang, rasa aman, dan perasaan dicintai sangat dibutuhkan oleh para remaja. Dengan usaha-usaha dan perlakuan-perlakuan yang memberikan perhatian, cinta yang tulus, dan sikap mau berdialog, maka para remaja akan mendapatkan rasa aman, serta memiliki keberanian untuk terbuka dalam mengungkapkan pendapatnya.
Lewat kondisi dan suasana hidup dalam keluarga, lingkungan sekolah, ataupun lingkungan masyarakat seperti di atas itulah para remaja akan merasa terdampingi dan mengalami perkembangan kepribadian yang optimal dan tidak terkungkung dalam perasaan dan tekanan-tekanan batin yang mencekam. Dengan begitu gaya hidup yang mereka tampilkan benar-benar merupakan proses untuk menemukan identitas diri mereka sendiri yang sebenarnya
Pembinaan moral bangsa
Pembinaan Moral Ali Rif'an
Sejatinya, manusia dapat dikatakan sebagai insan yang sempurna, jika ia memiliki moral (akhlak) yang baik dalam kehidupannya sehari-hari. Ibarat pohon, ia akan dikatakan sempurna bila dapat berbuah, dan buahnya bisa bermanfaat bagi yang memakannya. Dalam konteks yang lebih besar, pembinaan moral sangangatlah penting dalam rangka meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu. Untuk itu, dalam situasi bagaimanapun, di manapun, dan kapan pun pembinaan moral sangat dibutuhkan. Lantas siapakah yang harus melakukan pembinaan moral ini? Pertama, kalau dalam lingkup kecil; yakni keluarga, maka yang paling bertanggung jawab adalah orang tua. Sebab, merekalah yang paling dekat dengan anak-anaknya, yang seharusnya selalu mengawasi, mengontrol, mengarahkan, dan membimbingnya supaya memiliki moral dan akhlak yang baik. Jangan sampai orang tua lalai akan tugasnya itu. Allah berfirman, ''Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.'' (QS At-Tahrim [66]: 6). Kedua, dalam lingkup yang agak luas; yakni masyarakat, yang paling bertanggung jawab adalah para kaum pendidik, cendekiawan, dan ulama. Sebab, merekalah pemimpin pemimpin nonformal yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi teladan dan panutan. Meraka ibarat cermin bagi masyarakat. Jika cermin itu buruk, akan menjadi buruk pula orang-orang yang becermin. Karena itu, sudah semestinya kaum pendidik,
cendekiawan, dan ulama menyadari betul akan dirinya bahwa perbuatannya sehari-hari selalu dalam intaian masyarakat dan akan selalu diadopsi. Ketiga, dalam lingkup yang luas, yakni negara, maka yang paling bertanggung jawab adalah umara atau pemerintah. Moral pribadi seorang umara haruslah bisa diteladani. Sebab, bagaimana seorang umara akan bisa memimpin bangsa yang besar ini, kalau secara moral ia tidak dapat dijadikan cerminan. Dan bagaimana pula nasib bangsa ini, jika dipimpin oleh orang-orang yang secara moral masih dipertanyakan? Tentu, jawabannya adalah: tunggu saja, cepat atau lambat kehancuran akan terjadi. Karena di tangan pemimpinlah arah bangsa ini akan dibawa ke mana. ''Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.'' (QS AS Sajdah [32]: 24).mr-republika
Peran pemuda dalam pembangunan
Fraksi-PKS Online: Pengalaman pengelolaan pe ndidikan nasional yang sentralistik telah menempatkan bangsa Indonesia dalam posisi jauh tertinggal dibanding negara-negara lain di dunia. Komitmen pemerintah Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan warga negaranya sebagaimana amanat UUD 1945 pun akhirnya masih mengalami banyak kendala dan hambatan. Ini menandakan bahwa pembangunan pendidikan harus menjadi prioritas utama di tingkat pemerintah daerah (Pemda) untuk kemajuan bangsa. Sehingga, upaya menciptakan kehidupan masyarakat yang cerdas, adil, aman, dan sejahtera bisa dirasakan secara merata. Karena pada saat ini, ada yang menarik dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia. Pengelolaan pendidikan tidak hanya menjadi dominasi penuh pemerintah pusat, tetapi juga semakin memperbesar peran pemerintah daerah dalam rangka otonomi dan desentralisasi. Kehadiran UU No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah, yang disempurnakan dengan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah telah merubah konstelasi kebijakan pemerintahan dari sistem sentralistik menjadi desentralistik. Sektor pendidikan termasuk bagian dari sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Pasal 13 Ayat (1) huruf f UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan, "Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan
urusan dalam skala provinsi yang meliputi: penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial." Sedangkan dalam Pasal 14 Ayat (1) huruf f menjelaskan, "Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: penyelenggaraan pendidikan." Ini berarti telah terjadi demokratisasi pengelolaan pendidikan. Dan, paradigma lama yang menggunakan sistem sentralisasi sudah tidak berlaku lagi. Disinilah pemerintah daerah dituntut lebih optimal dan serius lagi dalam menjalankan pembangunan di sektor pendidikan. Peran Pemda Merujuk pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ada beberapa tanggung jawab yang harus diperankan oleh pemerintah daerah terkait dengan kebijakan dalam memajukan pendidikan di tingkat daerah, yaitu: Pertama, Penyelenggaraan wajib belajar gratis. Dalam hal ini, Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab atas penuntasan program wajib belajar untuk seluruh warga negara Indonesia (Pasal 1 butir (18)). Khusus pada jenjang pendidikan dasar, maka penyelenggaraannya dilakukan dengan tanpa memungut biaya alias gratis (Pasal 34 Ayat (2) dan (3)). Kedua, memberikan layanan, kemudahan dan jaminan serta pengarahan, bimbingan, bantuan, dan pengawasan. (Pasal 11 Ayat 1 UU Sisdiknas menegaskan bahwa pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi Pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 10). Ketiga, memfasilitasi adanya pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas serta melakukan pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan. Dalam hal ini, Pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu (Pasal 41 Ayat (3)). Tentu saja hal ini berlaku untuk seluruh lembaga pendidikan negeri maupun swasta dengan tanpa diskriminasi. Bahkan, dalam Pasal 44 ayat (1) dan (3) UU Sisdiknas ditegaskan, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat. Keempat, Menyediakan pendanaan/anggaran pendidikan. Dalam hal ini Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun (Pasal 11 Ayat (2)). Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung
jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 46 Ayat (1) dan (2)). Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 47 Ayat (2)). Kelima, melakukan evaluasi, pengawasan dan menentukan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pada Pasal 59 Ayat (1) dijelaskan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Sementara Pasal 66 Ayat (1) menjelaskan bahwa Pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan, dan komite sekolah/madrasah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan k ewenangan masingmasing. Sedangkan dalam Pasal 16 ditegaskan bahwa jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Itulah beberapa persoalan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Sampai saat ini, kita belum merasakan perubahan signifikan dalam kebijakan dan praktik pendidikan pada tataran lokal (daerah). Karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk bisa segera mempercepat pelaksanaan pendidikan sesuai amanat konstitusi tersebut. Sehingga, kemajuan pendidikan di daerah dapat direalisasikan dengan nyata.
Tags: pemuda, pendidikan, aleg, fpks