TOPIK 1 : DESAIN PONDASI PELAT FLEKSIBEL Dalam prosedur pendesainan pondasi pelat, distribusi tekanan sentuh di bawah dasar pondasi tentunya harus diketahui terlebih dahulu sebelum menghitung momen lentur, gaya geser, dan estimasi penurunan akibat pemampatan lapisan tanah di sekitar pondasi. Distribusi tekanan sentuh ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain eksentrisitas beban, besarnya gaya momen yang bekerja, kekakuan struktur pondasi, hubungan antara karateristik tegangan-deformasi serta tingkat kekasaran dasar pondasi (Gambar 1).
Gambar 1. Kekakuan pondasi pelat dan tekanan sentuh yang dihasilkan.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
1
Winkler memperkenalkan konsep reaksi subgrade pada aplikasi mekanika pada tahun 1867. Dalam teori reaksi subgrade, penyederhanaan prosedur dengan asumsi bahwa penurunan (s) dari sembarang elemen yang mengalami pembebanan sepenuhnya tidak bergantung pada beban yang bekerja pada elemen yang bersebelahan tentunya berbeda dengan kenyataan sebenarnya. Sehingga intensitas tekanan p pada elemen tersebut bukan merupakan tekanan sentuh yang sebenarnya, namun hanya tekanan sentuh fiktif yang seterusnya disebut dengan reaksi subgrade. k s = p /s
dengan, k s = koefisien reaksi subgrade atau spring constant (kN/m3) p = reaksi subgrade (kN/m2) s = penurunan (m)
Gambar 2. Koefisien reaksi subgrade ( k s) hanya berlaku pada daerah elastis.
Penyederhanaan hubungan antara karateristik tegangan-deformasi dari subgrade dan tekanan sentuh yang sebenarnya pada dasar pondasi dan mengkompensasi kesalahan kesalahan akibat asumsi-asumsi dengan suatu faktor keamanan yang cukup merupakan pendekatan praktis dalam pendesainan sebuah pondasi (Terzaghi,1996).
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
2
Sehingga dapat dikatakan bahwa koefisien reaksi subgrade bukan merupakan properti tanah namun respon yang diberikan oleh tanah akibat pembebanan di atas tanah. Reaksi Subgrade pada Pondasi Pelat Sangat Kaku
Menurut Bowles (1997) dalam prakteknya sangatlah sulit membuat pondasi pelat yang benar-benar kaku dengan distribusi reaksi subgrade ( p) pada dasar pondasi harus bersifat planar, dikarenakan pondasi yang kaku tetap rata saat mengalami penurunan. Pondasi yang kaku harus memenuhi persyaratan keseimbangan bahwa reaksi subgrade total sama dengan jumlah beban vertikal yang bekerja pada subgrade dan momen beban vertikal terhadap sembarang titik sama dengan momen reaksi subgrade total terhadap titik tersebut. Distribusi reaksi subgrade pada dasar pondasi pelat yang kaku tidak bergantung pada derajat kompresibilitas subgrade. Kenyataan ini memudahkan penjelasan perbedaan reaksi subgrade dan tekanan sentuh yang sebenarnya. Jika beban resultan Q pada pondasi pelat setempat tersebut bekerja pada titik berat pelat pondasi dengan luasan A, reaksi subgrade tersebar secara seragam pada dasar pondasi tersebut sebesar Q/A di setiap titik. Namun pada distribusi tekanan sentuh yang sebenarnya pada dasar pondasi yang sama mungkin sama sekali tidak seragam. Distribusi tersebut bergantung pada karakteristik tegangan deformasi dari subrade pada intensitas beban tersebut. Pada pondasi pelat yang sangat kaku, karena distribusi reaksi subgradenya sederhana maka perhitungan dapat dilakukan dengan analisis struktur konvensional seperti pada Gambar 3. Untuk pendekatan praktis, asumsi distribusi linear reaksi subgrade dapat digunakan dalam pendesainan pondasi pelat setempat. Namun demikian pada kasus seperti dimensi pondasi yang relatif panjang atau lebar dan ketebalan pelat yang relatif tipis tentunya harus dianalisis dengan pendekatan pondasi pelat yang fleksibel. Reaksi Subgrade pada Pondasi Pelat Fleksibel
Pada pondasi pelat yang fleksibel, distribusi reaksi subgrade bergantung pada besarnya nilai k s dan kekakuan lentur pondasinya. Fleksibilitas pelat berpengaruh pada berkurangnya penurunan mulai dari pusat ke arah tepi pondasi, sehingga reaksi subgrade juga berkurang mulai dari maksimum di bagian tengah sampai minimum pada daerah tepinya. Jika pondasi pelat sangat fleksibel, bagian tepi pondasi kemungkinan naik dan reaksi subgrade di bawah bagian luar pelat dapat menjadi nol. Jika beban resultan Q pada pondasi pelat setempat tersebut bekerja pada titik berat pelat pondasi dengan luasan A, maka jumlah reaksi subgrade pada dasar pondasi tersebut harus sama dengan beban resultan Q ditambah berat sendiri pelat pondasi (Wpelat) seperti persamaan di bawah ini. Q + Wpelat = ∫ p dA + ∫ s.k s dA
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
3
Sedangkan untuk beban garis (Q) tertentu dan lebar pelat (B) tertentu, momen lentur maksimum dalam pelat yang fleksibel tersebut jauh lebih kecil dari pada momen lentur maksimum pada pelat yang kaku. Reaksi subgrade pada dasar pondasi yang relatif fleksibel dapat dihitung dengan teori beams in elastic foundation atau model analitiknya kadangkala disebut Winkler foundation.
Gambar 3. Reaksi subgrade pada pelat yang sangat kaku.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
4
Dalam penentuan nilai k s seperti pada Tabel 1 sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, lebar, bentuk, kedalaman pelat pondasi, dan karakteristik aplikasi pembebanan. Sebenarnya tidak ada nilai k s yang tunggal meskipun faktor yang berpengaruh dalam penentuan nilai k s dapat didefinisikan, hal ini mengingat hubungan antara karateristik tegangan-deformasi bersifat non-linear. Untuk itu menurut Coduto (1994) analisis beams in elastic foundation hanya dapat mememberikan estimasi cukup reliabel untuk tegangan lentur pada pelat pondasi dan beda penurunan namun bukan untuk total penurunannya. Tabel 1. Kisaran nilai koefisien reaksi subgrade atau spring constant (k s) (Bowles, 1997) k s (kN/m3 ) Jenis Tanah Loose sand 4800 - 16000 Medium dense sand 9600 - 80000 Dense sand 64000 - 128000 Clayey medium dense sand 32000 - 80000 Silty medium dense sand 24000 - 48000 Clayey soil: qa < 200 kPa 12000 - 24000 200 < qa < 800 kPa 24000 - 48000 qa > 800 kPa > 48 000
Untuk pendekatan nilai k s, Bowles (1997) menyarankan nilai k s ditentukan dari kapasitas dukung ijin tanah (q a) dengan rumus, k s= 40 x SF x qa ; jika faktor aman (SF) diambil 3 maka nilai k s= 120 x qa. Model Pondasi Pelat Fleksibel dalam Metode Elemen Hingga Dalam Ulrich (1995) disebutkan bahwa analisis metode elemen hingga (FEM) berdasarkan teori plate bending dengan pelat pondasi didukung oleh tanah yang dimodelkan sebagai Winkler springs. Pondasi pelat dimodelkan sebagai mesh elemen diskrit yang saling berhubungan satu sama lain pada tiap titik node, dan Winkler springs digunakan untuk sebagai permodelan respon tanah pada setiap titik nodenya. Winkler spring berperilaku sebagai pegas yang bekerja satu arah yakni pegas tekan saja. Jika selama analisis, akibat beban atau bentuk pondasi pelat menyebabkan pegas bekerja menahan tarik, maka pegas tersebut harus di hilangkan dan struktur pondasi pelat dianalisis kembali tanpa pegas tarik. Proses analisis kembali terus dilakukan hingga seluruh pegas berperilaku tekan dan pondasi pelat dalam kondisi stabil. Beberapa asumsi dasar dalam penggunaan FEM dalam pendesainan pondasi pelat,
• Pondasi pelat berperilaku sebagai anisotropik atau isotopik, homogen, solid elastik dalam keseimbangan.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
5
• Reaksi subgrade adalah vektor vertikal dan proporsional dengan penurunan •
dari tiap titik nodenya. Reaksi subgrade ( p) sama dengan spring constant (k s) pada suatu node dikalikan penurunan (s) pada node tersebut.
Hasil analisis pondasi pelat dengan FEM adalah penurunan, momen lentur, dan reaksi subgrade. Pendekatan Praktis dalam Pendesaian Pondasi Pelat Disebutkan dalam Aeberhard et. al (1990), dalam pendekatan yang konvensional langkah yang dilakukan dalam pendesainan struktur pondasi pelat adalah :
• Struktur atas dimodelkan dengan tumpuan jepit dan dianalisis terpisah dengan •
struktur pondasinya. Reaksi tumpuan berdasarkan hasil analisis struktur pada struktur atas kemudian diaplikasikan pada struktur pondasi sebagai beban pondasi. Berdasarkan nilai momen lentur dan beban aksial yang bekerja pada pondasi maka dapat dihitung dimensi pondasi yang diperlukan.
Beberapa metode dalam penentuan tekanan sentuh di bawah dasar pondasi dapat dikelompokkan menjadi metode distribusi linear tekanan sentuh, metode pondasi elastik yang sederhana dan yang lebih maju. Untuk pondasi yang relatif kecil atau pondasi yang kaku, metode distribusi linear tekanan sentuh merupakan penyederhanaan yang sesuai. Sedangkan untuk pondasi yang relatif besar atau fleksibel, metode pondasi elastik lebih sesuai untuk digunakan. Disebut dengan metode sederhana pondasi elastik karena penggunaan nilai spring constant ( k s) ratarata dalam perhitungannya. Pada metode pondasi elastik yang lebih maju, penggunaan nilai spring constant ( k s) yang bervariasi di sepanjang pondasi dalam perhitungannya. Menurut Ulrich (1995), hal ini disebabkan penggunaan spring constant (k s) yang seragam dalam desain pondasi pelat merupakan penyederhanaan yang berlebihan dari tekanan sentuh di bawah dasar pondasi yang akan menyebabkan kesalahan dalam desain. Metode yang lebih rumit dalam penentuan tekanan sentuh di bawah dasar pondasi pelat adalah dengan mempertimbangkan kesesuaian antara penurunan pondasi dan deformasi yang terjadi pada struktur atas sebagai bentuk dari interaksi tanah-struktur (soil –structure interaction). Menurut Lopes (2000), kekurangan dari model Winkler adalah penurunan hanya terjadi pada titik-titik di bawah dasar pondasi yang mengalami pembebanan pondasi
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
6
sehingga terjadi diskontinuitas penurunan. Pada kenyataannya, tanah di luar area pondasi bereaksi bersama-sama dengan tanah di bawah dasar pondasi yang akan menyebabkan deformasi pondasi pelat yang dibebani oleh beban merata akan berbentuk garis lengkung tanpa menunjukkan diskontinuitas penurunan. Sehingga untuk memperhitungkan peningkatan kekakuan tanah di bawah dasar pondasi, disarankan kekakuan spring pada tepi pondasi ditingkatkan.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
7
Contoh 1. Seperti pada kasus pada Gambar 3, sebuah pondasi pelat setempat 1,4 x 1,6 m dibebani oleh beban tanpa faktor P z = 300 kN, Mx = 50 kN.m dan My = 25 kN.m. Hitunglah reaksi subgrade yang terjadi di bawah dasar pondasi jika ketebalan pelat 30 cm, mutu beton f’ c=19 MPa, rasio poison ( υ)=0,2 dan kapasitas dukung ijin tanah (q a) = 265 kN/m2. Jawab :
Modulus elastisitas beton (E) = 4700 √f’c = 4700 x √19 = 20486,825 MPa Untuk perhitungan reaksi subgrade dengan pendekatan pondasi fleksibel ditentukan nilai k s=120.qa = 120 x 265 = 31800 kN/m 3. Nilai k s masing-masing joint pada elemen mesh 0,10 x 0,10 m pada Gambar 4, Pada joint tengah = 31800 x 0,1 2 = 318 kN/m (mis. joint 17 s/d 29, 32 s/d 44) Pada joint tepi = 31800 x 0,1 2 / 2 = 159 kN/m (mis. joint 2 s/d 15) Pada joint ujung pondasi = 31800 x 0,1 2 / 4 = 79,5 kN/m (joint 1,15,241, dan 255) Hasil perhitungan dengan software SAP2000 menghasilkan reaksi subgrade seperti pada Gambar 5.
Gambar 4. Penomoran joint dengan mesh 10x10 cm.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
8
Maks = + 260,124 kN/m2 ; Min = + 0,943 kN/m2 (tekan)
Gambar 5. Pembebanan pondasi pelat setempat dan reaksi subgrade yang terjadi.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
9
Contoh 2. Sebuah pondasi pelat menerus seperti pada Gambar 6 memiliki dua kolom dengan jarak antar kolom 3,00 meter dan dimensi pelat pondasi 2,00 x 5,00 m. Balok rib berukuran 25 x 60 dan ketebalan pelat adalah 15 cm. Beban yang bekerja pada pondasi adalah beban mati (DL) P z = 300 kN dan beban hidup (LL) P z = 65 kN. Hitunglah reaksi subgrade yang terjadi di bawah dasar pondasi dan momen yang bekerja pada pelat menerus jika mutu beton f’ c=19 MPa, rasio poison ( υ)=0,2 dan kapasitas dukung ijin tanah (qa) = 100 kN/m 2. Berat sendiri pondasi menerus masuk ke beban mati (DL).
Gambar 6. Struktur pondasi pelat menerus.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
10
Jawab :
Modulus elastisitas beton (E) = 4700 √f’c = 4700 x √19 = 20486,825 MPa Untuk perhitungan reaksi subgrade dengan pendekatan pondasi fleksibel ditentukan nilai k s=120.qa = 120 x 100 = 12000 kN/m 3. Nilai k s masing-masing joint pada elemen mesh 0,50 x 0,50 m : Pada joint tengah = 12000 x 0,5 2 = 3000 kN/m Pada joint tepi = 12000 x 0,5 2 / 2 = 1500 kN/m Pada joint ujung pondasi = 12000 x 0,5 2 / 4 = 750 kN/m
Gambar 7. Reaksi subgrade yang terjadi untuk kombinasi DL+LL.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
11
Mumin=-8,482 kN.m/m’ ; Muaks= +127,929 kN.m/m’
Mumin=-1,623 kN.m/m’ ; Muaks= +95,333 kN.m/m’
Gambar 8. Momen M11 dan M22 untuk kombinasi 1,2DL+1,6LL.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
12
Gambar 9. Diagram (a) momen dan (b) geser untuk kombinasi 1,2DL+1,6LL (kN-m).
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
13
Contoh 3. Pondasi pelat pada struktur tower air tiap kolomnya direncanakan dibebani oleh beban mati (DL) P z = 150 kN dan beban hidup (LL) P z = 15 kN. Mutu beton f’ c=25 MPa, rasio poison (υ)=0,2, mutu baja tulangan ulir fy=400 MPa, dan mutu baja tulangan polos fyv=240 MPa. Berat sendiri pondasi masuk ke beban mati (DL).
Gambar 10. Desain pondasi pelat pada tower air.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
14
Jika diketahui kapasitas dukung ijin tanah (q a) = 50 kN/m 2, hitunglah reaksi subgrade dan gaya dalam yang terjadi akibat kombinasi beban mati (DL) dan beban hidup (LL). Jawab :
Modulus elastisitas beton (E) = 4700 √f’c = 4700 x √25 = 23500 MPa Untuk perhitungan reaksi subgrade dengan pendekatan pondasi fleksibel ditentukan nilai k s=120.qa = 120 x 50 = 6000 kN/m 3. Nilai k s masing-masing joint pada elemen mesh 0,25 x 0,25 m : Pada joint tengah = 6000 x 0,25 2 = 375 kN/m Pada joint tepi = 6000 x 0,25 2 / 2 = 187,5 kN/m Pada joint ujung pondasi = 6000 x 0,25 2 / 4 = 93,75 kN/m
Gambar 11. Reaksi subgrade yang terjadi untuk kombinasi DL+LL.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
15
Gambar 12. Momen M11 dan M22 untuk kombinasi 1,2DL+1,6LL.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
16
Contoh 4. Pondasi pelat setempat 1,2 x1,2 m direncanakan dibebani oleh beban mati (DL) P z =
75 kN dan beban hidup (LL) P z = 25 kN. Dimensi kolom 0,2x0,2 m dan ketebalan pelat 0,2 m. Mutu beton f’c=20 MPa, rasio poison ( υ)=0,2, mutu baja tulangan ulir f y =400 MPa, dan mutu baja tulangan polos f y=240 MPa. Berat sendiri pondasi tidak diperhitungakan dalam kombinasi pembebanan. Jika diketahui kapasitas dukung ijin tanah (qa) = 100 kN/m 2, desainlah penulangan pondasinya dan chek kekuatan pondasi terhadap geser lentur dan geser pons. Jawab :
Modulus elastisitas beton (E) = 4700 √f’c = 4700 x √20 = 21019 MPa Untuk perhitungan reaksi subgrade dengan pendekatan pondasi fleksibel ditentukan nilai k s=120.qa = 120 x 100 = 12000 kN/m 3. Nilai k s masing-masing joint pada elemen mesh 0,1 x 0,1 m : Pada joint tengah = 12000 x 0,1 2 = 120 kN/m Pada joint tepi = 12000 x 0,1 2 / 2 = 60 kN/m Pada joint ujung pondasi = 12000 x 0,1 2 / 4 = 30 kN/m
Gambar 13. Reaksi subgrade yang terjadi untuk kombinasi DL+LL.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
17
Kapasitas dukung tanah
Beban pondasi pelat harus dirancang untuk menahan beban terfaktor (mis. dari kombinasi beban 1,2.DL + 1,6.LL) dan reaksi tanah yang diakibatkannya. Luas bidang dasar pondasi pelat atau jumlah penempatan tiang pancang harus ditetapkan berdasarkan gaya dan momen tidak terfaktor (mis. dari kombinasi beban DL + LL) yang disalurkan oleh pondasi pada tanah atau tiang pancang dan berdasarkan tekanan tanah ijin atau kapasitas tiang ijin yang ditentukan berdasarkan prinsip mekanika tanah. Berdasarkan hasil analisis struktur besarnya penurunan (s) pada titik pusat pondasi pelat setempat untuk kombinasi DL+LL adalah -0,00586 m, sehingga reaksi subgrade yang terjadi adalah p = k s .s = 12000 x 0,00586 = 70,32 kN/m 2 < qa (= 100 kN/m2) (aman). Perhitungan Penulangan Pondasi Pelat Setempat
Besarnya momen terfaktor maksimum untuk sebuah pondasi pelat setempat harus dihitung dengan membuat potongan bidang vertikal pada pondasi tersebut dan menghitung momen dari semua gaya yang bekerja pada satu sisi dari bidang pondasi pelat setempat yang dipotong oleh bidang vertikal tersebut. Penampang kritis untuk perhitungan momen terletak pada muka kolom, pedestal atau dinding. Momen terfaktor arah x dan y (Mu11 dan Mu22) adalah sama untuk beban dan bentuk pelat pondasi yang simetris sehingga momen maksimum yang terjadi pada pelat pondasi di penampang kritis muka kolom adalah M u = +16,875 kN.m/m’ (Gambar 14) Langkah perhitungan penulangan tunggal pada pelat pondasi adalah sebagai berikut, Dimensi kolom (B’ x L’) = 200 x 200 mm, tebal pelat (th) = 200 mm, diamter tulangan ∅10 mm, selimut beton (cv) = 75 mm, mutu beton (f’c) = 20 MPa, digunakan tulangan polos dengan mutu baja (f y) = 240 MPa d = th – cv – ½.∅ = 200 – 75 – 5 = 120 mm Rl = 0,85. f’ c = 0,85 . 20 = 17 MPa
β1 = 0,85 untuk f’ c ≤ 30 MPa, β1 = 0,85 - 0,008.(f’c -30) atau minimal β1 = 0,65 untuk f’ c > 30 MPa. Sehingga β1 = 0,85
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
18
Faktor reduksi kekuatan (∅) untuk perhitungan lentur tanpa beban aksial adalah 0,80. Mn = Mu /∅ = 16,875 / 0,80 = 21,093 kN.m/m’. Lebar pelat yang diperhitungkan (b) = 1000 mm K = Mn / (b.d2. Rl) = 21093000 / (1000.1202.17) = 0,0861642 F = 1 - √(1-2K) = 1 - √(1-2.0,0861642) = 0,0902354 Fmaks = β1 .450/(600+ f y) = 0,85.450/(600+240) = 0,455357 F < Fmaks dapat digunakan tulangan tunggal underreinforced As = F.b.d. Rl / f y = 0,0902354.1000.120.17/240 = 767 mm 2. As terpasang = 786 mm2 (∅10-100)
ρmaks = β1 .450/(600+ f y). (Rl / f y) = 0,85.450/(600+240). 17/240 = 0,032254 ρmin = 0,0025 (untuk f y =240 MPa); ρmin = 0,0018 (untuk f y =400 MPa) ρ = As / (b.d) = 786 / (1000.120) = 0,00655 ρmin < ρ < ρmaks Tulangan As' = Ø10-25 (A s'= 0,15%.b.d = 179,99 mm 2)
Mmaks = +16,875 kN.m/m’
Gambar 14. Momen M22 untuk kombinasi 1,2DL+1,6LL.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
19
Kuat Geser Pondasi Pelat Setempat
Reaksi tumpuan yang bekerja pada pondasi pelat bekerja ke arah x dan y, untuk itu perhitungan kuat gesernya harus mempertimbangkan kuat geser pons dan kuat geser lentur. Penentuan ketebalan pelat pondasi biasanya didasarkan atas perhitungan kuat geser pondasi, setelah itu untuk keperluan efisiensi jumlah penulangan ketebalan pelat pondasi dapat ditambahkan. Ketebalan pondasi pelat di atas lapisan tulangan bawah tidak boleh kurang dari 150 mm untuk pondasi pelat di atas tanah; ataupun tidak kurang dari 300 mm untuk pondasi pelat di atas tiang pancang. Pada perhitungan geser pons didasarkan atas perilaku kolom yang cenderung untuk menekan atau melubangi pelat pondasi yang mengakibatkan timbulnya tegangan di sekeliling kolom. Beberapa penelitian membuktikan bentuk kegagalan kuat geser pons berupa retakan yang membentuk kerucut atau piramida terpancung melebar ke bawah. Penampang kritis geser pons ditentukan sebagai bidang vertikal terhadap pelat pondasi, mengelilingi kolom dengan keliling minimum (b o) pada jarak tidak kurang dari setengah tinggi efektif (½.d) pelat pondasi dari muka kolom (Gambar 15a dan 15c). Untuk kolom tepi di titik dimana kantilever pelat melebihi ukuran kolom, perimeter kritis bisa bersisi tiga atau bersisi empat. Besarnya nilai kuat geser beton (V c ) untuk perhitungan geser pons adalah nilai terkecil dari 3 persamaan berikut ini dalam satuan N-mm, Vc = (1 + 2/βc) (1/6.√f’c).bo.d
dengan βc adalah rasio dari sisi panjang terhadap sisi pendek pada kolom, nilai βc ≥1, Vc = (αs d/ bo + 2)(1/12.√f’c).bo.d dengan αs adalah 40 untuk kolom interior, 30 untuk kolom tepi dan 20 untuk kolom sudut, Vc = (1/3.√f’c).bo.d
Sedangkan untuk perhitungan kuat geser lentur, penampang kritis geser adalah bidang vertikal memotong lebar di tempat yang berjarak sama dengan tinggi efektif (d) dari muka kolom (Gambar 15b dan 15c). Persamaan kuat geser beton (V c) untuk perhitungan geser lentur dalam satuan N-mm adalah, Vc = (1/6.√f’c).bw.d
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
20
dengan bw adalah panjang (L) atau lebar (B) pelat pondasi sesuai potongan yang ditinjau. Untuk tinjauan kuat geser beton per meter’ nilai b w =1000 mm. Untuk kedua jenis kuat geser pada pondasi pelat setempat apabila keduannya tanpa penulangan geser, sebagai dasar perencanaan kuat geser adalah V u ≤ ∅ Vn dengan Vn = Vc. Faktor reduksi kekuatan (∅) untuk perhitungan kuat geser adalah 0,75. Sehingga untuk perhitungan kuat geser pons, bo = 2.( ½.d + L’+½.d) + 2.( ½.d + B’+½.d) =1280 mm Kuat geser beton (V c), Vc = (1/3.√f’c).bo.d = (1/3. √20).1280.120 = 228973 N ∅ Vc = 0,75. 228973 = 171730 N = 171,73 kN Gaya geser total terfaktor (V u) yang bekerja penampang kritis sesuai Gambar 15a merupakan penjumlahan reaksi subgrade pada Tabel 1 dengan penomoran sesuai dengan Gambar 16. Vu =121,80 kN <
∅ Vc (aman)
Sedangkan untuk perhitungan kuat geser lentur, Dimensi pelat pondasi (B x L) = 1200 x 1200 mm Kuat geser beton (V c), Vc = (1/6.√f’c).bw.d = (1/6.√20).1200.120 = 107331 N ∅ Vc = 0,75. 107331 = 80498 N = 80,49 kN Gaya geser total terfaktor (V u) yang bekerja penampang kritis sesuai Gambar 15b merupakan penjumlahan reaksi subgrade pada Tabel 2 dengan penomoran sesuai dengan Gambar 16. Vu =37,817 kN <
∅ Vc (aman)
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
21
2
1
5 4
5 4
B’ B
2
1 L
(a) Daerah pembebanan yang diperhitungkan untuk geser pons 1
3 6
6
A4
4 B’ B
1
3
L
(b) Daerah pembebanan yang diperhitungkan untuk geser lentur
3 d
2 1 th
45°
3
2 d
1 L’ L
d
(c) Potongan penampang pondasi pelat setempat
Gambar 15. Analisis geser pondasi pelat setempat.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
22
Gambar 16. Penomoran joints pada pelat pondasi.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
23
Tabel 1. Reaksi Tumpuan (Spring Forces) untuk kombinasi 1,2 DL +1,6 LL Joint
U3
Joint
U3
Joint
U3
Joint
U3
Text
KN
Text
KN
Text
KN
Text
KN
1
0.223
43
0.904
91
0.45
136
0.904
2
0.447
44
0.906
92
0.45
137
0.905
3
0.448
45
0.907
93
0.902
138
0.904
4
0.448
46
0.908
94
0.904
139
0.903
5
0.449
47
0.907
95
0.907
140
0.902
6
0.45
48
0.906
96
0.91
141
0.9
7
0.45
49
0.904
100
0.91
142
0.897
8
0.45
50
0.902
101
0.907
143
0.448
9
0.449
51
0.899
102
0.904
144
0.447
10
0.448
52
0.448
103
0.902
145
0.895
11
0.448
53
0.449
104
0.45
146
0.897
12
0.447
54
0.901
105
0.449
147
0.899
13
0.223
55
0.903
106
0.901
148
0.901
14
0.447
56
0.906
107
0.903
149
0.902
15
0.895
57
0.908
108
0.906
150
0.902
16
0.897
58
0.91
109
0.908
151
0.902
17
0.899
59
0.91
110
0.91
152
0.901
18
0.901
60
0.91
111
0.91
153
0.899
19
0.902
61
0.908
112
0.91
154
0.897
20
0.902
62
0.906
113
0.908
155
0.895
21
0.902
63
0.903
114
0.906
156
0.447
22
0.901
64
0.901
115
0.903
157
0.223
23
0.899
65
0.449
116
0.901
158
0.447
24
0.897
66
0.45
117
0.449
159
0.448
25
0.895
67
0.902
118
0.448
160
0.448
26
0.447
68
0.904
119
0.899
161
0.449
27
0.448
69
0.907
120
0.902
162
0.45
28
0.897
70
0.91
121
0.904
163
0.45
29
0.9
74
0.91
122
0.906
164
0.45
30
0.902
75
0.907
123
0.907
165
0.449
31
0.903
76
0.904
124
0.908
166
0.448
32
0.904
77
0.902
125
0.907
167
0.448
33
0.905
78
0.45
126
0.906
168
0.447
34
0.904
79
0.45
127
0.904
169
0.223
35
0.903
80
0.902
128
0.902
TOTAL
36
0.902
81
0.905
129
0.899
37
0.9
82
0.908
130
0.448
38
0.897
83
0.91
131
0.448
39
0.448
87
0.91
132
0.897
40
0.448
88
0.908
133
0.9
41
0.899
89
0.905
134
0.902
42
0.902
90
0.902
135
0.903
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
121.80
24
Tabel 2. Reaksi Tumpuan ( Spring Forces) untuk kombinasi 1,2 DL +1,6 LL Joint
U3
Joint
U3
Joint
U3
Text
KN
Text
KN
Text
KN
1
0.223
55
0.903
118
0.448
2
0.447
56
0.906
119
0.899
3
0.448
66
0.45
120
0.902
4
0.448
67
0.902
121
0.904
14
0.447
68
0.904
131
0.448
15
0.895
69
0.907
132
0.897
16
0.897
79
0.45
133
0.9
17
0.899
80
0.902
134
0.902
27
0.448
81
0.905
144
0.447
28
0.897
82
0.908
145
0.895
29
0.9
92
0.45
146
0.897
30
0.902
93
0.902
147
0.899
40
0.448
94
0.904
157
0.223
41
0.899
95
0.907
158
0.447
42
0.902
105
0.449
159
0.448
43
0.904
106
0.901
160
0.448
53
0.449
107
0.903
TOTAL
54
0.901
108
0.906
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
37.817
25
DAFTAR PUSTAKA
Aeberhard, H.U, Ganz,H.R, Marti, P., Schuler, W., 1990, Post-Tensioned Foundation, VSL International, Switzweland. Bowles, J.E, 1997, Foundation Analysis and Design 5 th Ed, McGraw-Hill, Singapore. Coduto, D.,P, 1994, Foundation Design : Principles and Practices, Prentice Hall International, New Jersey. Lopes, F.,R, 2000, Design of Raft Foundation on Winkler Springs, Design Applications of Raft Foundations (Hemsley ed.), Thomas Telford, UK. Terzaghi, K., Peck, R.B, Mesri, G., 1996, Soil Mechanics in Engineering Practice 3th Ed, John Wiley & Sons, New York. Udiyanto, 1999, Menghitung Beton Bertulang, Divisi Penerbitan BPPS HMSFT, Universitas Diponegoro Ulrich, E., J, 1995, Subgrade reaction in mat foundation design - Design and Performace of Mat Foundation, ACI Publication SP-152.
HANGGORO TRI CAHYO A. – TOPIK KHUSUS TEKNIK PONDASI
26