Tinjauan Pustaka Fraktur Collum Femoris et causa Osteoporosis
Agnes Christie 10-2011-396/A5 17 Maret 2014 Alamat Korespendensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510Telp 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email:
[email protected]
Pendahuluan Pada usia 50 tahun terutama pada wanita, merupakan usia menopause, dimana terjadinya pemberhentian hormon estrogen yaitu hormon yang merupakan salah satu terpenting dalam pembentukan yang menyokong tulang. Maka pada wanita risiko terkena osteoporosis lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.Akan tetapi pada laki-laki risiko juga ada, pada laki-laki yang memiliki kekurangan hormone testosterone. Pada setiap pribadi yang terkena osteoporosis akan menjadi orang yang memiliki kerentanan yang tinggi terhadap patahnya bagian tulang dari tubuh orang tersebut atau yang biasa disebut dengan fraktur. Khususnya pada seorang wanita berumur 65 tahun yang terjatuh di kamar mandi, factor penyebab yang paling tinggi mengapa ia tidak dapat bangun lagi yaitu frakturnya tulang pada bagian collum femoris. Dimana biasanya ini terjadi pada seorang yang terkena ter kena osteoporosis atau pengeroposan tulang karena adanya penurunan pada densitas massa tulang. Osteoporosis merupakan penyakit sistemik yang ditandai oleh ( Compr omi sed bone str str ength ) sehingga diikuti dengan tulang yang mudah patah ( NIH, ( NIH, 2001). 2001). Dimana faktor osteoporosis juga ditandai dan dapat dilihat dengan umur, genetic dan lingkungan yang diikiuti dengan kebiasaan kebiasaan, seperti kurangnya aktivitas fisik atau olah raga, penggunaan obat dalam jangka panjang dan kebiasaan minum alcohol, merokok dan lain-lain.
1
Isi Anamnesis
Anamnesis adalah tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pasien dapat dilakukan baik secara langsung pada pasien (auto-anamnesis), maupun secara tidak langsung melalui keluarga atau relasi terdekat (allo-anamnesis). Tujuan anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.
Anamnesis memegang memegang peranan yang
penting pada evaluasi penderita osteoporosis. Riwayat penyakit sangat penting dalam langkah awal diagnosis semua penyakit, termasuk pula penyakit yang berhubungan dengan tulang. Dimana wanita dengan umur 65 tahun merupakan pribadi yang memiliki risko tinggi terhadap pengeroposan tulang dan Sebagaimana biasanya penyakit osteoporosis merupakan penyakit yang berhubungan dengan kasus fraktur, maka dari itu diperlukan riwayat penyakit yang deskriptif dan kronologis, ditanyakan pula faktor yang memperberat penyakit dan hasil pengobatan unuk mengurangi mengurangi keluhan pasien. 1 Hal-hal yang harus ditanyakan :
Posisi jatuh pasien, mengapa bisa terjatuh, sakit pada bagian mana, seperti apa sakitnya, nyeri atau tidak, berapa lama nyerinya, intesitas berolah raga, intensitas paparan sinar matahari langsung, asupan makanan atau minuman atau vitamin yang mengandung kalsium, fosfor, serta vitamin D, obat-obatan yang diminum pada jangka panjang juga harus diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormone tiroid, dan lain-lain, kebiasaan alkohol dan merokok, penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan osteoporosis seperti penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan isufisiensi pancreas, riwayat haid, umur menarke dan menopause, penggunaan obat- obat kontraseptif juga harus diperhatikan, riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan, karena ada beberapa penyakit tulang metabolik yang bersifat herediter.2
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan adanya syok, anemia atau perdarahan. Sangat penting juga untuk diselidiki apakah ada kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga thoraks, 2
panggul dan abdomen. Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita yang diduga osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal dan jaringan parut pada leher.
2
a. Inspeksi a. Inspeksi (look) Pada inspeksi perlu dibandingkan ekstremitas yang sakit dengan bagian yang sehat. Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan dan dilihat adanya tanda-tanda anemia bila terjadi pendarahan. Harus juga diketahui apakah terdapat luka pada pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka. Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan pemendekan. Lalu perlu dilakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain. 3
b. Palpasi b. Palpasi (feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : o
o
Temperatur setempat yang meningkat Nyeri tekan. Nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
o
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
o
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit
o
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.
c. Pergerakan c. Pergerakan (move) Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf
3
Pemeriksaan Penunjang
1. Fraktur Pada pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pemeriksaan secara radiologi. Proyeksi anteroposterior dan lateral, kadang-kadang diperlukan axial. Pada proyeksi anteroposterior, kadang-kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur (pada kasus yang impacted). Untuk itu perlu ditambah dengan pemeriksaan proyeksi proyeksi axial.
Foto Rontgen
Gambar 1 Coxae profunda dextra
Gambar 2 Tonnis angle
Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial. Pergeseran dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher femur. Foto hanya dilakukan pada bagian yang nyeri dan sekitanya saja, pada kasus ini foto dilakukan pada bagian coxae dan bagian yang nyeri saja. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser (stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non union dan nekrosis avaskular. 4 Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah pertama dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari film x-ray untuk 4
menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan fraktur. Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur harus dibedakan dari patah tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika tidak terlihat di film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus dilakukan. 4
Magnetic Resonance Imaging (MRI) (MRI) MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam waktu 24 jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur biasanya muncul sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema intens dalam rongga meduler. Dalam sebuah studi oleh Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien dengan hasil foto rontgen yang kurang terlihat. MRI dapat menunjukkan hasil yang 100% sensitif, spesifik dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femur. 4 Untuk mengetahui adanya kaitan frakturnya tulang oleh karena osteoporosis atau tidak, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pas ien yang diduga osteoporosis.
2. Osteoporosis
Gambar 3 Osteoporosis 5
Pemeriksaan Biokimia Tulang Pemeriksaan biokimia tulang terdiri dari kalsium total dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor di dalam serum, kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum, piridinolin urin dan bila perlu hormone paratyiroid dan vitamin D. Untuk menentukan turnover tulang, dapat diperiksa petanda biokimia tulang. Petanda biokimia tulang terdiri dari petanda formasi dan resorpsi tulang. Pertanda formasi tulang terdiri dari Bone-spesific alkaline phosphatase (BSAP), osteokalsin (OC), Carboxy-terminal propeptide of type I collagen (PICP) dan amino-terminal propeptideof type I collagen (PINP). Sedangkan petanda resorpsi terdiri hidroksiprolin urin, free and total pyridinolines (Pyd) urin, free and total deoxypyridinolines (Dpd) urin, N-telopeptide of collagen cross-links (NTx) urin, C-telopeptide of collagen crosslinks (CTx) urin, cross-linked C-telopeptide of type I collagen (ICTP) serum dan tartrateresistant acid phosphatase (TRAP) serum. 2 PICP dan PINP merupakan petanda yang ideal dari formasi tulang, karena sebagian besar protein yang dihasilkan oleh osteoblas adalah kolagen tipe I, walaupun demikian kolagen ini juga dihasilkan oleh kulit, sehingga penggunaannya di klinik tidak sebaik BSAP dan OC, karena pemeriksaan yanga ada saat ini tidak dapat membedakan PICP dan PINP yang berasal dari tulang atau jaringan lunak. Berbeda dengan formasi tulang, produk degradasi kolagen sangat baik digunakan untuk petanda resorpsi tulang. Pada tulang yang diresorpsi, produk degradasi kolagen akan dilepaskan kedalam darah dan diekskresi lewat ginjal. Kolagen pada tulang merupakan kumpulan fibril yang disatukan oleh covalent cerosslink. Cross-link ini terdiri dari hidroksil-piridinolin (piridinolin,Pyd) dan lisil-piridinolin (deoksipiridinolin, Dpd). Pyd lebih banyak ditemukan dalam t ulang dibandingkan Dpd, tetapi Pyd juga ditemukan di dalam kolagen tipe II rawan sendi dan jaringan ikat lainnya, sehingga Dpd lebih spesifik untuk tulang daripada P yd.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan pada pemeriksaan petanda biokimia tulang adalah; 1. Karena petanda biokimia tulang hanya dapat diukur dari urin, maka harus diperhatikan kadar kreatinin di dalam darah dan urin karena akan mempengaruhi mempengaruhi hasil pemeriksaan. 2. Pada umumnya, petanda formasi dan resorpsi tulang memiliki ritme sirkadian, sehingga sebaiknya diambil sampel urine 24 jam atau bila tidak mungkin dapat digunakan urin pagi yang kedua. 6
3. Petanda biokimia tulang sangat dipengaruhi oleh umur, karena pada usia muda juga terjadi peningkatan bone turnover. 4. Terdapat perbedaan hasil pada penyakit-penyakit tertentu. Manfaat Pemeriksaan petanda biokimia tulang; o
Prediksi kehilangan massa tulang
o
Prediksi resiko fraktur
o
Seleksi pasien yang membutuhkan anti resorptif
o
Evaluasi efektivitas terapi
Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Seringkali penurunan densitas massa tulang spinal lebih dari 50% belum memberikan gambaran radiologi yang spesifik. Selain itu, teknik dan tingginya kilovoltage juga mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologik tulang. 2 Gambaran
radiologi yang khas pada pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan
daerah trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame picture-frame vertebra. Tulang “demineralisasi” ini “demineralisasi” ini mempunyai korteks tipis dan trabekula medular yang halus. 2,5
Skintigrafi Tulang Skintigrafi tulang dengan menggunakan Technetium -99m yang dilabel pada metilen difosfonat atau hidroksimetilen difosfonat, sangat baik untuk menilai metastasis pada tulang, tumor primer pada tulang osteomielitis dan nekrosis aseptic. 2
Pemeriksaan Densitas Massa Tulang (Densitometri) (Densitometri) Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang yang akurat dan presis untuk menilai densitas massa tulang, sehingga dapat digunakan untuk menilai faktor prognosis, prediksi fraktur dan bahkan diagnosis osteoporosis. Berbagai metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang antara lain;
1. Single-Photon Absorptiometry (SPA) o
SPA menggunakan berkas radiasi energy dari photon energy rendah, dimana berkas kolimasi yang dipancarkan akan menenembus komponen jaringan lunak 7
dan tulang maka biasanya metoda ini digunakan hanya pada bagian tulang yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebal seperti distal radius dan kalkaneus.
2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA) Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa
o
sumber energy yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energy yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah femur dan vertebrata.
3. Ouantitative Computer Tomography (QCT) Merupakan densitometry yang paling ideal karena mengukur densitas tulang
o
secara volumentrik (g/CM).5 Terdapat beberapa kelebihan QCT dibandingkan pemeriksaan BMD lain yaitu kemampuannya yang dapat menilai hanya daerah trabekula saja, dan tidak terpengaruh oleh adanya artefak kalsifikasi ekstra dan intraosseous seperti kalsifikasi aorta dan osteofit serta ukuran-ukuran tinggi, berat badan pasien.
4. Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA) o
DXA merupakan metoda yang paling sering digunakan dalam diagnosis osteoporosis karena mempunyai tingkat akurasi dan presisi yang tinggi. Prinsip kerjanya sangat mirip dengan DPA, tetapi sumber energnya berbeda yaitu sinarX yang dihasilkan dari tabung sinar-X.
1,2,6
Tabel 3.1 Tindakan berdasarkan hasil pemeriksaan densitometri T- Score > +1
Risiko Fraktur sangat
0 s/d +1
rendah rendah
-1
rendah
Tindakan
tidak ada terapi ulang densitometri tulang bila ada indikasi tidak ada terapi ulang densitometri tulang setelah 5 tahun tidak ada terapi ulang densitometri tulang setelah 2 tahun 8
-1
sedang
< -2,5 tanpa fraktur < -2,5 dengan fraktur
tinggi sangat tinggi
tindakan pencegahan osteoporosis ulang densitometri tulang setelah 1 tahun tindakan pengobatan osteoporosis tindakan pencegahan dilanjutkan ulang densitometri tulang dalam 1-2 tahun tindakan pengobatan osteoporosis tindakan pencegahan dilanjutkan tindakan bedah atas indikasi ulang densitometri tulang dalam 6 bulan - 1 tahun
Salah satu metode yang lebih murah dalam menilai densitas tulang perifer dengan menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi. Dilakukan pengukuran densitas tulang berdasarkan dari kecepatan gelombang suara, atenuasi ultrasound broadband dan kekakuan (stiffness). Keuntungan metode ini tidak adanya radiasi, mobile, ukuran kecil, pengukuran cepat dan relative murah.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) (MRI) MRI mempunyai kemampuan yang cukup menjanjikan dalam menganalisa struktur trabekula dan sekitarnya. Metode ini memiliki kelebiohan berupa tidak adanya radiasi, metode ini sedang banyak diteliti. 2
Biopsi Tulang dan Histomorfotometri Histomorfotometri Biopsi tulang dan histomorfotometri merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk menilai kelainan metabolisme tulang. Biopsi biasanya dilakukan di daerah transiliakal, yaitu cm posterior SIAS dan sedikit inferior Krista i liakal. Alat yang digunakan adalah jarum Bordier-Meunier. Indikasi biopsy tulang meliputi berbagai kelainan metabolic tulang seperti osteoporosis pasca menopause, osteodistrofi renal, osteomalasia, rikets, hiperparatiroidisme primer, penyakit tulang akibat kelainan gastrointestinalkronik atau pasca operasi gastrointestinal.2
Differential Diagnosis
Fraktur Dislokasi Caput Femur . Dislokasi sendi panggul adalah keadaan dimana caput femur keluar dari socket nya pada tulang panggul (pelvis). Penyebabnya adalah trauma dengan gaya/tekanan yangbesar
9
seperti kecelakaan kendaraan bermotor, pejalan kaki yang ditabarak mobil, atau jatuh dari ketinggian. Pada dislokasi ini sering juga disertai dengan terja dinya fraktur pada acetabulum Secara khas, pasien dengan dislokasi pinggul posterior traumatik, nampak dengan pemendekan ekstremitas bawah yang terjadi pada posisi fleksi pinggul, pinggul, adduksi, dan rotasi internal. Adanya caput femoris kadang-kadang dapat dipalpasi pada bokong ipsilateral. Hal ini dapat diandalkan pada pasien dengan dislokasi pinggul sederhana, kehadiran patah tulang pada femur ipsilateral atau pelvis dapat secara dramatis mengubah posisi pasien yang ditunjukan pasien.
Osteomalasia Defisiensi vitamin D, kalsium dan fosfor dalam jangka waktu yang lama, dapat mengakibatkan akumulasi matriks tulang yang tidak dimineralisasikan. Penurunan mineralisasi pada pasien muda menyebabkan riketsia karena kerusakan dari pertumbuhan lempeng epifise. Kekuatan tulang menurun yang menyebabkan deformitas struktural pada tulang penyangga berat badan. Pasien dengan riketsia mengalami hipotonia, kelemahan otot dan pada kasus berat bisa terjadi tetani. Manifestasi klinik dari osteomalasia menyerupai gangguan reumatik, meliputi nyeri tulang, mudah lelah, kelemahan proksimal dan perlunakan periartikuler.
Simptom
ini
membaik
dengan
terapi
untuk
mengoreksi
gangguan
mineralisasi.2,7
Working Diagnosis
Fraktur Collum Femur Fraktur collum femur merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur. Yang termasuk collum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrochanter. Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause Sering dapat dilihat pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri dengan kanan. Jarak antara trokanter mayor dan spina iliaka anterior superior le bih pendek karena trokanter terletak lebih tinggi akibat pergeseran tungkai ke cranial. 8
10
et causa Osteoporosis Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dipaparkan dalam bagian sebelumnya. Maka penyusun mendapatkan diagnosis bahwa pada kasus yang diberikan tersebut. Wanita itu menderita penyakit osteoporosis. Osteporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Penyakit ini termasuk penyakit degenerative dan metabolic.2 Puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4% tahun. Faktor risiko osteoporosis yang meliputi umur, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat berat badan lebih/obesitas dan latihan yang teratur.2 Umumnya osteoporosis bersifat episodic. Setiap serangan nyeri mewakili adanya farktur yang diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dan spasme otot dan biasanya gejala menghilang setelah 4-6 minggu. Walaupun pasien dengan keluhan nyeri dapat diberi jaminan bahwa nyerinya akan berangsur hilang dengan sendirinya, pemberian terapi analgetik dapat dilakukan.9 Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya penyebab osteoporosis yang bisa diatasi. 10
Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, terutama pada pasien yang diduga terkena penyakit osteoporosis, yakni pasien yang mengalami penurunan densitas pada massa tulangnya, penyakit penyakit ini biasanya biasanya didapatkan pada wanita berumur lebih dari 60 tahun akan tetapi tulang mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :Peristiwa trauma tunggal, Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung langsung tulang dapat patah
pada tempat yang terkena;
jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. 11
11
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik), Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget). 11 Sedangkan
pada tulang yang mengalami osteoporosis atau kerapuhan sulit
didiagnosis karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi, walaupun osteoporosis lanjut. Rasa nyeri pada tulang timbul saat terjadinya fraktur atau mikro fraktur. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (Wallace tahun 1981), Penyakit Pen yakit osteoporosis os teoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur mengatur kandungan mineral dalam tulang, tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis. 12 Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis se nilis) dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari dan tanpa disertai adanya gejala.10
Berikut ini beberapa penyebab pokok pokok osteoporosis yang sudah pasti diketahui: diketahui :
1) Osteoporosis Osteoporosis pascamenopausal pascamenopausal (type I) Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. 2) Osteoporosis Osteoporosis senilis (type II) Kemungkinan merupakan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
12
biasanya terjadi te rjadi pada usia diatas diat as 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang men yerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
2
Patofisiologi
Tulang yang mengalami fraktur, periosteum, pembuluh pembuluh darah darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya. Sedangkan pada Osteoporosis Osteoporosis tipe I Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat. Penurunan
densitas tulang terutama pada tulang trabekular, karena memiliki permukaan yang luas, Estrogen juga berperan menurunkan berbagai sitokin yang berpertan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan demikian
penurunan kadar estrogen akibat menopause akan
meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga osteoklas meningkat. Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorpsi kalsiumdi usus, dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Untuk mengatasi keseimbangan negative kalsium akibta menopause maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada Osteoporosis tipe II ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin vitamin D juga sering
didapatkan pada orang tua. Akibatnya akan timbul hiperparatiroidisme sekunder yang persisten sehingga akan semakin meningkatkan resoprsi tulang dan masssa tulang. Faktor lain yang berperan adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alcohol, dan obat-obatan). Defisiensi estrogen, merupakan masalah yang penting sebagai salah satu penyebab osteoporosis pada orangtua, baik laki-laki maupun perempuan.2 .
Epidemiologi
Fraktur collum femur merupakan cedera yang banyak dijumpai pada pasien usia tua dan menyebabkan morbiditas serta mortalitas. 1 Dengan meningkatnya derajat kesehatan dan usia harapan hidup, angka kejadian fraktur ini juga ikut meningkat. Angka mortalitas awal fraktur ini adalah sekitar 10%. Bila tidak diobati, fraktur ini akan semakin memburuk. Fraktur collum femur paling sering terjadi 13
pada usia di atas 60 tahun dan khususnya lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause. 2
Penatalaksanaan
Pada fraktur, prinsipnya adalah mengembalikan posisi patah tulang atau yang disebut dengan reposisi dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan yang disebut dengan immobilisasi, akan tetapi pada pasien yang mengalami dislokasi dapat ditangani dengan proteksi tanpa perlu reposisi maupun immobilisasi. Dapat juga ditangani dengan terapi konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas, terapi operatif dan operasi (pemasanga pin, pemasangan plate/screw). Tidak mengesampingkan osteoporosis dapat ditangani dengan dengan cara menghambat kerja osteoklas (anti resorptif) dan/atau meningkatkan kerja osteoblas (stimulator tulang)2,13
1) Estrogen Proses resorpsi oleh osteoklas dan formasi oleh osteoblas dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti faktor humeral (sitokin, prostaglandin, faktor pertumbuhan, dll), dan faktor sistemik (kalsitonin, estrogen, kortikosteroid, tiroksin, dll). 2) Raloksifen Raloksifen merupakan anti estrogen yang mempunyai efek seperti estrogen di tulang dan lipid, tetapi tidak ti dak menyebabkan perangsangan endometrium dan payudara. Golongan preparat ini disebut juga selective estrogen receptor modulators (SERM). 3) Bisfosfonat Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis, baik sebagai pengobatan aternatif setelah terapi pengganti hormonal pada osteoporosis pada wanita, maupun untuk pengobatan osteoporosis pada laki-laki dan osteoporosis akibat steroid.
Berikut ini beberapa preparat bisfosfonat; a. Etidronat a. Etidronat Untuk terapi osteoporosis, etidonat dapat diberikan dengan dosis 400 mg/hari selama 2 minggu, dilanjutkan dengan suplementasi kalsium 500 mg/hari selama 76 jam. Siklus ini diulangtiap 3 bulan. 14
b. Klodronat b. Klodronat Untuk osteoporosis, klodronat dapat diberikan dengan dosis 400 mg/hari selama 1 bulan dilanjutkan dengan suplementasi kalsium selama 2 bulan. bulan. Siklus ini dapat diulang setiap 3 bulan. c. Alendronat c. Alendronat Alendronat merupakan aminobisfosfonat yang sangat poten. Untuk terapi osteoporosis, dapat diberikan dengan dosis 10 mg/hari setiap hari secara kontinyu, karena tidak menggangu mineralisasi tulang. e. Risedronat e. Risedronat Risedronat juga merupakan bisfosfonat generasi ketiga yang poten. Untuk terapi osteoporosis diperlukan dosis 5 mg/hari secara kontinyu. f. Asam f. Asam Zoledronat Asam zoledronat merupakan bisfosfonat terkuat yang saat ini ada. Sediaan yang ada adalah sediaan intravenayang harus diberikan predripselama 15 menit untuk dosis 15 mg. Untuk pengobatan osteoporosis, cukup diberikan dosis 5 mg s etahun sekali. 4) Kalsitonin Kalsitonin (CT) adalah suatu peptide yang terdiri dari 32 asam amino, yang dihasilkan oleh sel C kelenjar tiroid dan berfungsi menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas. Aksi biologik ini digunakan didalam klinik untuk mengatasi peningkatan resorpsi tulang, misalnya pada penderita osteoporosis, penyakit paget, dan hiperkalsemia akibat keganasan. 5) Str ontiu m Ranelat Ranelat Strontium Ranelat merupakan obat osteoporosis yang memiliki efek ganda, yaitu meningkatkan kerja osteoblasdan menghambat kerja osteoklas. Akibatnya tulang endosteal terbentuk dan volume trabelar meningkat. 6) H ormon ormon Paratir Paratir oid Hormon paratiroid berfungsi untuk mempertahankan kadar kalsium didalam cairan ekstraseluler dengan cara merangsang sintesis 1,25(OH) 7) Vitamin D Vitamin D berperan untuk meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Lebih dari 90% vitamin D disintesis di dalam tubuh dari prekusornya dibawah kulit oleh paparan sinar ultraviolet.
15
8) Kalsitriol Saat ini kalsitriol tidak diindikasikan sebagai pilihan pertama pengobatan osteoporosis pasca menopause. 9) Kalsium Kalsium sebagai monoterapi, ternyata tidak mencukupi untuk mencegah farktur pada penderita osteoporosis. Preparat kalsium yang terbaik adalah kalsium karbonat, karena mengandung kalsium elemen 400 g/gram. 2,12
Edukasi dan Pencegahan Pencegahan Fraktur
Pencegahan Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat akibat yang lebih serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari luar. 3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya.mendapat pengobatan 16
atau
tindakan
operatif,
memerlukan
latihan
fungsional
perlahan
untuk
mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap. 2,5
Osteoporosis
1. Anjurkan penderita untuk melakukan aktifitas fisik yang teratur. 2. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun suplementasi. 3. Hindari merokok dan minuman alcohol. 4. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testoteron pada laki-laki dan menopause awal pada wanita. 5. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis. 6. Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada penderita yang sudah pasti osteoporosis. 7. Hindari berbagai hal yang dapat men yebabkan penderita terjatuh. 8. Hindari defisiensi vitamin D. 9. Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan Natrium sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal. Pada pasien pembedahan pembedahan Pembedahan pada penderita osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama fraktur panggul. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada terapi bedah penderita osteoporosis adalah: 1. Penderita osteoporosis usia lanjut dengan fraktur, bila diperlukan tindakan bedah, sebaiknya segera dilakukan. 2. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil. 3. Asupan kalsium tetap harus diperhatikan pada penderita yang menjalani tindakan bedah, sehingga mineralisasi kalus menjadi sempurna. 4. Walaupun telah dilakukan tindakan bedah, pengobatan medika mentosa Osteoporosis dengan bisfosfonat, atau raloksifen, atau terapi pengganti hormonal, maupun kalsitonin, harus tetap diberikan.2,9 17
Prognosis
Prognosis pada kasus fraktur adalah baik. Namun diperlukan penanganan secepatnya. Dengan penanganan pertama kali ialah penanganan fraktur jika terjadi. Diikuti dengan penanganan osteoporosis itu sendiri. Dan juga diperlukan upaya pencegahan dan preventif lain. Agar kepadatan tulang tetap terjaga dan pengikisan tulang dapat diperlambat. Sehingga mengurangi resiko-resiko lain seperti fraktur tulang.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dijabarkan diatas, maka saya dapat disimpulkan bahwa wanita lanjut usia tersebut yang mengkonsumsi obat-obatan secara rutin dalam jangka waktu yang lama dan pasien tersebut jarang berolah raga. Pasien juga terpeleset, dan panggulnya nyeri, maka diperlukan pemeriksaan lebih lanjut yang menunjang apakah penyakit yang diderita oleh pasien dan diperlukan penanganan dan edukasi agar pasien sembuh dari penyakitnya.
18
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, et all. Anamnesis dan pemeriksaan fisis penyakit muskuloskeletal. Isbagio H., Kalim H.(eds). Buku ajar IPD. Jilid 2. 4th ed. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. h.1139-46. 2. Sudoyo AW, et all. Osteoartritis, Nyeri Tulang, Osteomalasia dan Rikets. Setiyohadi bambang, Kertia nyoman. Buku Buku Ajar IPD. Jilid 3. 5th ed. Jakarta. Interna Publishing Pusat Penerbitan IPD; 2009. h. 2650-75, 2677-79, 2695-97, 2733-35. 3. Staff pengajar bagian ilmu bedah FKUI Jakarta. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.p.484-7. 4. Rasad, S. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006.p.31. 5. Troupin, Rosalind H.Osteoporosis. Sanusi Chandra, Andrianto Petrus. Radiologi Diagnostik dalam Klinik. Edisi 3. Jakarta. EGC: 1990. h.160-1. 6. Kee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic. Edisi 6. Jakarta. EGC: 2007. h.506-7. 7. Corwin J Elisabeth. Buku saku Patofisiologi. Patofisi ologi. Jakarta. EGC: 2001. h.302-4. 8. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2004. 9. Suherman S.K., Tobing D.A.L. Rehabilitasi medik pada psien osteoporosis. Nuhonni S.A.(eds). Osteoporosis.1st ed. Jakarta. PEROSI;2006.h.39-40. 10. Medicastore. Gejala osteoporosis dan diagnose osteoporosis. 24 Juli 2007. Diunduh dari http://www.medicastore.com/osteoporosis/, 16 Maret 2014. 11. Anonim. Fraktur. In: Sjamsihidajat, Jong WD, editors. Dalam Buku Ajar Ilmu Il mu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005.p.881. 12. Medicastore. Penyakit osteoporosis. 24 Juli 2007. Diunduh dari http://www.medicastore.com/osteoporosis/, 16 Maret 2014. 13. Syarif A, Elysabeth. Analgesik-antipiretik, Analgesik-anti inflamasi non steroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2008.h.230-46. 2008.h.230-46.
19