BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Sungai Cimanuk merupakan salah satu sungai terbesar di Jawa Barat, namun demikian potensi sumber air daerah pengaliran sungai tersebut belum banyak dikembangkan. Selama ini sungai tersebut sering menimbulkan kerugian pada penduduk, terutama para petani yang berada di bagian hilir, yaitu seringnya terjadi banjir pada musim hujan sedangkan pada musim kemarau debit sungai sangat kecil sehingga hanya sebagian kecil tanah pertanian di sekitar sungai tersebut yang dapat dialiri. Keadaan topografi yang terdapat di daerah tersebut memungkinkan untuk dibangun sebuah bendungan karena berfungsi untuk pengairan lahan cocok tanam penduduk sekitar serta untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk di daerah hilir. Dalam merencanakan pembangunan bendungan Jatigede yang terletak di DAS Sungai Cimanuk perlu adanya kajian yang menitikberatkan pada aspek geologi teknik yang juga meliputi tanah dan batuan, geomorfologi, hidrogeologi, dan gejala-gejala geodinamis. Fungsi lain dari bendungan ini adalah sebagai pengontrol banjir, untuk pengembangan pariwisata perairan dan perikanan darat, juga sebagai sumber air. 1.2. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari penulisan karya ilmiah ini terdapat beberapa tujuan utama isi makalah ini sebagai berikut : 1. Mengetahui geologi regional daerah Majalengka 2. Mengetahui kondisi geologi daerah Majalengka dan sifat keteknikannya 3. Mengetahui kriteria geologi untuk membangun bendungan Jatigede 1.3. Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, yang menjadi pokok masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana geologi regional daerah Majalengka 2. Bagaimana kondisi geologi daerah Majalengka dan sifat keteknikannya 3. Apa saja kriteria geologi untuk membangun bendungan Jatigede
1.4. Metode Analisis
Metode Analisis yang digunakan dalam pembuatan makalah ini dibagi dua tahapan yaitu:
Tahapan Pengumpulan Data
Pada tahapan ini, penulis mengumpulkan sejumlah data yang dijadikan dasar menuju tahap selanjutnya.
Tahapan Pembahasan Penulis
melakukan
studi
pustaka
untuk
menganalisis
data
yang
telah
dikumpulkan. Studi pustaka yang dilakukan adalah membaca sejumlah literatur dan sumber pustaka lainnya, bisa juga melalui media internet ataupun slide-slide kuliah.
1.5. Sistematika Penulisan
Dalam pembahasan makalah ini penulis membagi makalah ini menjadi 4 bagian utama yaitu: 1.5.1
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini tertulis latar belakang penulis dalam membuat makalah ini, rumusan masalah mengenai pokok-pokok utama yang akan dibahas dalam makalah ini, tujuan dalam pembuatan makalah ini, metode analisis dan sistematika pembahasan.
1.5.2
Bab II Geologi Daerah Jatigede
Bab ini memaparkan kondisi geologi daerah Majalengka serta tinjauannya dalam aspek keteknikan. Pada bab ini penulis membahas mengenai geologi regional, geologi daerah serta keteknikannya.
1.5.3
Bab III Kriteria Geologi untuk Bendungan
Bab ini memaparkan syarat-syarat dan kriteria membangun bendungan dalam aspek geologinya. Pada bab ini penulis akan membahas pengertian bendungan,unsur pendukung bendungan,unsur bendungan,serta bendungan,serta pengertian geologi teknik.
1.5.4
Bab IV Simpulan dan Saran
Bab ini merupakan kesimpulan dan saran penulis tehadap materi yang ditelitinya. Pada bab ini menjawab dari tujuan yang ingin dicapai oleh penulis.
BAB II GEOLOGI DAERAH JATIGEDE 2.1. Geologi Regional
Van Bemmelen, 1949 membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 bagian besar yaitu : Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat. Zona zona fisiografi tersebut di at as akan diuraikan di bawah ini : a. Zona Pantai Jakarta Memanjang barat-timur mengikuti pantai utara Jawa Barat sampai ke kota Cirebon. Zona ini umumnya mempunyai morfologi yang datar, kebanyakan ditutupi oleh endapan sungai dan sebagian oleh lahar gunungapi muda. b. Zona Bogor Zona Bogor, terletak di sebelah selatan Dataran Pantai Jakarta, memanjang barat – timur melalui kota Bogor, Purwakarta menerus ke Bumiayu, Jawa Tengah. Zona ini
umumnya mempunyai morfologi perbukitan yang dinamakan antiklinorium dan tersesarkan (sesar naik sampai sungkup). Akibatnya, Zona Bogor mengalami perkekaran dan banyak terdapat sesar-sesar skala kecil. c. Zona Bandung Batas antara Zona Bogor dengan Zona Bandung zona yang berada di selatan tidak terlalu jelas, karena tertutup oleh endapan gunungapi muda. Zona ini melengkung dari Pelabuhan Ratu mengikuti lembah Cimandiri menerus ke timur melalui kota Bandung dan berakhir di Segara Anakan di muara Sungai Citanduy. Dalam sejarah geologinya, Zona Bandung tidak dapat dipisahkan dengan Zona Bogor, kecuali oleh banyaknya gunungapi yang masih aktif sampai sekarang. d. Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat Zona ini berupa dataran tinggi dan berbentuk plato, terletak di bagian selatan Jawa Barat. Daerah penelitian termasuk dalam Zona Bogor.
Stratigrafi daerah Jatigede dan sekitarnya dari muda ke tua adalah sebagai berikut : a. Endapan gunungapi b. Formasi Citalang Terdiri dari konglomerat dan batupasir-tufaan, merupakan endapan darat sistem sungai teranyam c. Formasi Kaliwangu Terdiri dari lempung hijau, batupasir, serta sisipan batubara(lignit) d. Formasi Subang
e.
f.
g.
h.
Terdiri dari batulempung-gampingan yang mengandung foraminifera dan sisipan tipis batupasir-tufaan. Formasi Bantarujeg Umumnya tersusun oleh perselingan antara batupasir dan batulempung/serpih gampingan. Formasi Cantayan Formasi ini terdiri dari breksi berselingan dengan batupasir-tufaan dan lempung/ serpih gampingan. Formasi Cinambo Formasi ini terdiri dari bagian bawah, tengah, dan atas. Secara umum terdiri dari perselingan antara batulempung gampingan dan batupasir-tufaan dengan perbedaan besar butirnya dari tiap – tiap bagian. Formasi Cisaar Terdiri dari batulempung/ serpih gampingan serta mengandung foraminifera kecil.
2.2
Geologi Daerah Penelitian dan Sifat Keteknikan
2.2.1
Geologi Daerah Penelitian
2.2.1.1 Geomorfologi
Berdasarkan pada klasifikasi morfogenesa yang dikemukakan oleh Van Zuidam (1985), geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 3 satuan dan masing – masing satuan terbagi lagi menjadi beberapa subsatuan geomorfologi. Satuan geomorfologi tersebut sebagai berikut :
a. Satuan Geomorfologi Fluvial - Aliran sungai - Dataran banjir - Gosong Sungai b. Satuan geomorfologi vulkanik - Perbukitan tufa - Perbukitan breksi c. Satuan Geomorfologi Struktur - Punggungan antiklin- sinklin - Topografi bergelombang 2.2.1.2 Stratigrafi
Atas dasar ciri litologi, batuan yang tersingkap di daerah penelitian terbagi atas 7 satuan batuan masing – masing : satuan batulempung Formasi Cinambo, satuan breksi Formasi Cinambo, satuan breksi Formasi Cinambo, Satuan breksi Formasi Cantayan, satuan batulemping Formasi Bantarujeg, satuan tufa, satuan breksi volkanik dan endapan aluvial. Umur satuan-satuan batuan tersebut mulai dari Miosen Tengah hingga Resen. 2.2.1.3 Struktur Geologi
Struktur geologi yang dijumpai di daerah penelitian adalah struktur lipatan (antiklin dan sinklin), sesar turun, sesar geser. Juga banyak dijumpai struktur-struktur kekar. Struktur – strukturnya antara lain :
-
Lipatan Cinambo Sesar Turun Pasir Krisik Sesar turun Cibodas Sesar turun Eretan Sesar turun Parakan Kondang Sesar geser Cimanuk Sesar geser Cijerik Struktur kekar
2.2.1.4 Kondisi Hidrogeologi dan Rembesan
Hasil pengamatan yang ada menunjukkan bahwa muka air tanah di daerah Jatigede berkisar antara 0,5-2 meter. Sumur – sumur yang dimiliki penduduk tersebut semuanya terdapat pada tanah lapukan breksi volkanik. Selain itu, terdapat dugaan adanya kondisi artesis dari nilai permeabilitasnya, yaitu terdapatnya lapisan dengan permeabilitas tinggiyang diapit oleh lapisan dengan permeabilitas rendah. Permeabilitas breksi volkanik bervariasi. Pada breksi volkanik yang terkekarkan kuat dan mengalami pelapukan kuat memiliki permeablitas yang tinggi. Permeablilitas batulempung formasi Bantarujeg pada umumnya meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas pelapukannya. Permeabilitas batulempung Cinambo umumnya rendah sedangkan permeabilitas batupasir umumnya besar – sedang. Dengan kondisi permeabilitas tersebut maka rembesan bisa terjadi pada daerah-daerah yang
mempunyai nilai K sedang-tinggi. Selain itu, rembesan dapat terjadi juga pada zona sesar yang ada berupa kekar, breksiasi dan milonitisasi. 2.2.1.5 Gejala Geodinamis
Longsoran yang terdapat di daerah penelitian dapat dilihat pada tebing – tebing sungai. Secara umum tebing sungai tersebut merupakan tebing yang stabil karena tingginya masih di bawah tinggi lereng kritis. Selain itu, berdasarkan kedudukan kekar menunjukkan bahwa tidak akan terjadi longsoran membaji di daerah tersebut. Erosi terjadi pada seluruh kelokan sungai di daerah tersebut yang mengerosi formasi – formasi yang ada disana. Pada sungai Cimanuk dan anak- anak sungainya ternyata mengangkut sedimen sebanyak 25 x 10 6 ton tiap tahun dan sedimen yang akan tertampung pada waduk Jatigede diperkirakan sebanyak 7.6 m 2/tahun. Episenter gempa yang terdapat di sekitar daerah penelitian umumnya gempa dangkal namun sesekali pernah terjadi gempa yang bersifat merusak. 2.2.2 Sifat-Sifat Keteknikan
Pada subbab ini akan diuraikan daya dukung batuan. Daya dukung batuan adalah kemampuan mendukung beban yang paling tinggi sedang batuan itu sendiri tidak pecah atau utuh. Daya dukung dibagi menjadi dua yaitu daya dukung ultimit (ultimate bearing capacity) dan daya dukung ijin (allowable bearing capacity) Daya dukung ultimit didefinisikan sebagai tekanan terkecil yang dapat menyebabkan keruntuhan geser pada tanah batuan atau di sekeliling pondasi. Daya dukung izin di definisikan sebagai tekanan maksimum yang boleh di bebankan pada tanah atau batuan sehingga aman terhadap keruntuhan geser. Daya dukung batuan di dukung oleh banyak factor seperti kuat tekan uniaxial, sudut geser dalam (O), kohesi (C), dan bidang-bidang diskontinuitas. 2.2.2.1. Daya dukung berdasarkan kuat tekan uniaxial (UCS).
Daya dukung batuan segar atau utuh dapat dikatakan sama dengan kuat tekan uniaxial. Tetapi kondisi demikan jarang sekali ditemukan dilapangan, umumnya masa batuan sudah berbentuk diskontinuitas. Dengan demikian kekuatan batuan akan berkurang dengan hadirnya kekar. Menurut Canadian Geoteknikal Society (CGS 1978) Daya dukukng ijin adalah kuat tekan uniaxial (UCS) Berbanding dengan koefisien empiric (Ksp) yang tergantung pada spasi kekar, dengan factor keamanan (SF=3), dengan formula sebagai berikut: Qa=Ksp x UCS Dimana Qa=daya dukung ijin UCS=Kuat tekan Uniaxial Ksp=Koefisien Empirik tergantung pada spasi kekar dengan SF=3
Kuat tekan batuan juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, tingkat sementasi, jenis semen dan sortasi.
2.2.2.2 Daya Dukung Berdasarkan Nilai RQD
Parameter lain untuk menentukan daya dukung batuan adalah Rock Quality Designation (Deere, 1964 dalam Bieneawski 1984). Semakin besar RQD suatu batuan semakin baik kualitas batuan tersebut dan semakin kecil semakin jelek kualitas batuan tersebut.
2.2.2.3. Daya Dukung Batuan Berdasarkan Nilai Kekerasan Relatif
Kuat tekan uniaxial batuan juga merupakan cerminan daya dukung batuan , juga dapat ditentukan di lapangan yaitu menggunakan palu geologi. Batuan dikelompokan dari sangat keras ke sangat lunak. Menurut Geological Society Enginering Group Working Party, 1977 dalam Johnson dan De Graff 1988), Mengemukakan hubungan antara kekerasan batuan dengan kuat tekan uniaxial (UCS), disajikan dalam table.
2.2.3. Hubungan Antara Sifat Batuan (Formasi)
Yang akan di ulas pada subbab ini adalah ketebalan masing-masing fracture system pada tiap formasi, hubungan antara fracture system dengan RQD dan permeabilitas, hubungan antara fracture sistem dengan daya dukung batuan dan hubungan kedalaman dengan daya dukung ijin. Ketebalan Fracture System Pada Masing-Masing Formasi Ketebalan masing-masing sistem ditentukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kehancuran formasi akibat gaya-gaya tektonik yang terjadi padanya.
2.2.3.1 Hubungan antara fracture system dengan RQD dan permeabilitas
Yang dibahas pada subbab ini adalah apakah RQD dan permeabilitas dipengaruhi oleh fracture system. Karena fracture system dapat menyebabkan RQD menjadi rendah dan permeabilitas menjadi tinggi. Berikut ini adalah table hubungan antara fracture system dengan RQD dan permeabilitas.
2.2.3.2 Hubungan antara fracture sistem dengan daya dukung ijin.
Daya dukung ijin batuan sangat bergantung pada kerapatan fracture sistem, semakin rapat fracture sistem semakin rendah nilai dukung formasi, dan sebaliknya semakin jarang fracture sistem semakin tinggi daya dukung ijin.
2.2.3.3 Hubungan antara kedalaman dengan daya dukung ijin
Pada batuan utuh, daya dukung ijin akan bertambah besar dengan meningkatnya kedalaman. Tetapi kondisi demikian sangat jarang terjadi dilapangan, umurnya masa batuan telah tersesarkan, sehingga daya dukung ijin batuan (formasi), selain tergantung pada kedalaman, juga ditentukan dengan kerapatan fracture sistem.
BAB III KRITERIA GEOLOGI UNTUK BENDUNGAN
3.1 Pengertian Bendungan
Bendungan (dam) merupakan bangunan melintang sungai untuk menampung air untuk berbagai keperluan. Menurut Golze (1977) bendungan berguna untuk: a. Suplai air minum b. Irigasi dan drainase c. Perbaikan kualitas air d. Rekreasi air e. Perikanan darat f. Pengntrol banjir g. Pengontrol dan penahan sedimen h. Perhubungan Bendungan yang mempunyai fungsi lebih dari satu seperti yang disebutkan diatas disebut dengan “multi purpose dam” (Kyrnine dan J udd, 1957) 3.2. Jenis-jenis Bendungan
Bendungan dapat dibedakan menjadi tiga bagian besar menurut tipenya (Golze, 1977) sebagai berikut: 1. Bendungan tipe urugan - Bendungan urugan tanah (earth fill dam) - Bendungan urugan batu (rock fill dam) 2. Bendungan beton (concrete dam) - Concrete arch dam - Concrete gravity dam - Combination arch dam dengan gravity tangent dam 3. Composite
3.3 Unsur-Unsur Pendukung Bendungan
Unsur-unsur penting pendukung sebuah bendungan diantaranya adalah (Wahlstrom, 1982): 1. Sandaran (Abutment) Berfungsi sebagai sandaran bendungan pada kanan-kiri lembah sungai tempat dimana bendungan akan dibangun 2. Terowongan Pelimpah (Diversion Tunnel) Berfungsi untuk mengalirkan air dari sungai yang akan dibangun bendungan 3. Adit Adalah terowongan pada dasar bendungan yang berfungsi untuk penyelidikan gejala gelogi sepert sifat mekanik batuan serta sistem drainasenya. 4. Spillway Berfungsi untuk mengalirkan air dari upstream bendungan ke downstream tanpa merusak bendungan atau dinding reservoir atau mengerosi pondasi bendungan 5. Outlet works Digunakan dalam bendungan irigasi untuk mengalirkan air reservoir ke dalam saluran irigasi 6. Pipa Pesat (Penstock) Yaitu saluran dengan diameter besar, dengan maksud menyalurkan air reservoir ke “ generator hydroelectric” pada “power house” 3.4 Pengertian Peta Geologi Teknik
Peta geologi teknik adalah salah satu tipe peta geologi yang menyajikan gambaran secara umum dari semua komponen geologi lingkungan yang berpengaruh di dalam perencanaan penggunaan lahan, dan di dalam desain, konstruksi, dan pemeliharaan bangunan teknik sipil dan teknik pertambangan. (Commission An Engineering Geological Maps of The International Association of Engineering Geology, 1976) Selanjutnya dikatakan bahwa hal-hal yang disajikan di atas peta geologi teknik adalah sebagai berikut: 1. Keadaan tanah dan batuan yang meliputi penyebaran lateral maupun vertikal, stratigrafi dan struktur, umur, genesis, litologi, sifat-sifat fisis serta sifat mekaniknya 2. Keadaan hidrogeologi yaitu meliputi distribusi air tanah dan air permukaan, zona jenuh air pada daerah retakan, kedalaman muka air tanah serta permeabilitas dan parameter lainnya serta sifat-sifat kimiawi air
3. Keadaan gomorfologi yaitu meliputi bentuk topografi serta elemen-elemen bentang alam yang penting. Di dalam analisis geomorfologi selain deskripsi bentuk topografi, yang lebih penting adalah evaluasi genesis dan proses-proses yang akan berkembang serta hubungannya dengan waktu dan kondisi geologi dan pengaruh keadaan geomorfologi terhadap hidrologi, serta proses-proses geodinamika. 4. Gejala geodinamika meliputi proses-proses akibat gaya endogen dan eksogen saat ini, termasuk erosi dan pengendapan, pergerakan lereng, problem di daerah karst, amblesan, perubahan volume tanah, gejala seismisitas dan sesar aktif, kegunungapian dan lain-lain. Semua informasi tersebut diperlukan untuk mitigasi bencana alam sehingga dapat mengoptimasikan perencanaan geologi teknik dan konstruksi. Dalam hubungannya dengan penempatan bendungan pada suatu daerah keempat faktor tersebut dapat dijabarkan seperti criteria berikut ini: 1. Geomorfologi Sempit, tinggi, debit sungai besar dan DAS luas 2. Tanah dan batuan Untuk pondasi: kuat untuk menahan beban, permeabilitas rendah. 3. Air Air cukup dan tidak mengganggu kestabilan bendungan (tidak korosif) 4. Kestabilan lereng :longsor tebing; 5. Bencana alam Gempa, gunungapi, longsoran, banjir, erosi, dan sedimentasi 6. Gejala geologi khusus : sesar-sesar aktif atau tidak.
BAB IV KESIMPULAN
Berdasarkan data-data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa daerah tersebut la yak untuk dibangun bendungan karena kebutuhan penduduk sekitar terhadap debit air Sungai Cimanuk yang melimpah pada musim hujan, kondisi geomorfologinya mendukung, seperti: lereng yang stabil, DAS-nya luas, air tidak mengganggu kestabilan bendungan. Selain itu, tanah dan batuannya kuat untuk dijadikan pondasi bendungan. Akses untuk mendapatkan material konstruksi nya relatif mudah karena pada daerah tersebut banyak singkapan formasi yang terdiri atas batulempung dan batupasir sert a terdapat banyak singkapan formasi yang terdiri atas batulempung gampingan, sehingga material konstruksi untuk Bendungan Jatigede-nya dapat diakses dengan mudah.