Tulisan ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Bedah RS. Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar DISUSUN OLEH :
RICKY CHRISTIAN SIREGAR PEMBIMBING : Dr. GUNTUR PERANGINANGIN, Sp.B
BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA RS. Dr. DJASAMEN SARAGIH
KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena dapat menyelesaikan tulisan tentang HERNIA DIAFRAGMATIKA. Adapun tulisan ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan kepanitraan klinik senior di SMF Ilmu Bedah RS. Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Pada kesempatan ini, izinkan Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Guntur Peranginangin, Sp.B yang telah membimbing dan mendidik Penulis selama menjalani kepaniteraan klinik senior. Selain itu, Penulis juga hendak menyampaikan terima kasih kepada dokter-dokter dan tenaga medis di bagian ini. Penulis mendapatkan manfaat yang besar selama mengumpulkan dan memahami materi tulisan serta pada saat menyusun tulisan ini hingga selesai. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih membutuhkan penyempurnaan. Untuk itu, masukan yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan kita semua dan marilah kita budayakan membaca sejak dini. Pematangsiantar, 10 Maret 2011
Penulis
i
DAFTAR ISI Kata Pengantar.......................................................................................................
i
Daftar Isi................................................................................................................
ii
Pendahuluan..........................................................................................................
1
Anatomi.................................................................................................................
1
Definisi..................................................................................................................
2
Epidemiologi.........................................................................................................
3
Etiologi..................................................................................................................
4
Patologi..................................................................................................................
4
Patofisiologi...........................................................................................................
5
Manifestasi Klinis..................................................................................................
6
Diagnosa................................................................................................................
7
Laboratorium.........................................................................................................
9
Diagnosa Banding.................................................................................................
9
Penatalaksanaan.....................................................................................................
9
Penyulit dan Prognosa........................................................................................... 12 Daftar Rujukan...................................................................................................... 15
ii
HERNIA DIAFRAGMATIKA PENDAHULUAN Herniasi isi perut ke dalam rongga dada dapat terjadi sebagai akibat defek trauma ataupun kongenital pada diafragma. Gejala dan prognosisnya tergantung pada lokasi defek dan anomali yang menyertainya. Defek ini bisa pada hiatus esofagus (hiatus hernia), berdekatan dengan hiatus (paraesofagus), retrosternal (Morgagni), dan posterolateral (Bochdalek). Walaupun semua defek ini kongenital, istilah hernia kongenital diafragmatika menjadi sinonim dengan herniasi melalui foramen posterolateral Bochdaiek. Lesi ini biasanya terdapat pada distres pernafasan berat pada masa neonatus, yang disertai dengan anomali sistem organ lainnya, dan mempunyai mortalitas yang tinggi. ANATOMI Diafragma merupakan struktur muskulotendineus antara toraks dan abdomen yang berhubungan di sebelah dorsal dengan tulang belakang Ll sampai dengan L3, di sebelah ventral dengan sternum bagian kaudal, dan di sebelah kiri dan kanan dengan lengkung iga. Diafragma ditembus oleh beberapa struktur. Hiatus aorta yang terletak di sebelah dorsal setinggi torakal XII dilalui aorta, duktus torasikus, dan vena azigos. Hiatus esofagus yang terletak di sebelah ventral hiatus aorta setinggi torakal X dilalui oleh esofagus dan kedua nervus vagus. Hiatus vena kava di sebelah ventrolateral kanan, setinggi torakal IX, dilalui oleh vena kava inferior dan cabang kecil nervus frenikus. Diafragma mendapat darah melalui kedua arteri frenikus dari aorta dan arteri interkostalis disertai cabang terminal arteri mammaria internal.
1
Gambar 1. Anatomi Rongga Dada Otot diafragma disarafi oleh nervus frenikus yang berasal dari C2 — C5. Pada jejas lintang sumsum belakang tingkat servikotorakal, °tot pernafasan interkostal turut lumpuh. Tetapi umumnya diafragma sanggup untuk menjaminkan ventilasi secara memadai. DEFINISI Hernia diafragmatika adalah herniasi dari organ abdomen ke dalam hemitoraks biasanya sebeiah kiri-dan disebabkan oleh defek pada diafragma. Diketahui bahwa. terdapat tiga tipe hernia hiatus esofagus yakni hernia sliding, hernia paraesofagus, dan hernia kombinasi atau campuran. Gangguan fusi bagian sternal dan kostal diafragma di garis median mengakibatkan defek yang disebut foramen Morgagni. Tempat ini dapat menjadi lokasi hernia retrosternal yang disebut juga hernia parastemalis. Jika penutupan
2
diafragma tidak terganggu, foramen Morgagni dilalui oleh arteri mammaria interna dengan cabangnya, arteri epigastrika superior. Gangguan penutupan diafragma di sebel.ah posterolateral meninggalkan foramen Bochdalek yang mungkin menjadi lokasi hernia pleuroperitoneal.
Gambar 2. Hernia Diafragmatika dengan herniasi organ abdomen pada sisi kiri toraks EPIDEMIOLOGI Laporan insidensi hernia diafragmatika bervariasi dari 1 dalam 5.000 kelahiran hidup sampai 1 dalam 2.000 jika lahir mati dimasukkan. Insidensi dilaporkan berimbang antara bayi laki-laki dan perempuan. Hanya sekitar 10% hernia diafragmatika terjadi pada setelah neonatus dan bahkan pada masa dewasa. Defek lebih sering terjadi pada sisi kiri (70 — 85%) dan kadang-kadang (5%) bilateral. Malrotasi usus dan hipoplasia pulmo terjadi sebenarnya pada semua kasus dan
3
diperkirakan merupakan komponen lesi dan tidak terkait anomali. Anomali yang menyertai telah dikenali pada 20-30% dan meliputi lesi sistem saraf sentral, atresia esofagus, omfalokel, lesi kardiovaskuler, dan sindrom yang telah dikenali. Di samping trisomi 21, juga dijumpai sindroma trisomi 13, trisomi 18, Fryn, Brachmannde Lange, dan Pallister-Killian yang mematikan. T. etrasomi 12p mosaikisme (sindroma Pallister-dapat mempunyai kariotipe darah tepi normal sebagai akibat dari jarang terlibatnya limfosit. Sindroma mematikan ini dapat didiagnosis dengan kariotipe dari amniosintesis atau sum-sum tulang atau fibroblas neonatus. Laporan kejadian hernia diafragmatika pada anak kembar, saudara, dan keturunan adalah sporadis. Mode pewarisan resesif autosom telah dikesankan pada keluarga dengan agenesis total diafragma. ETIOLOGI Pemisahan perkembangan rongga dada dan perut disempurnakan dengan menutupnya kanalis pleuroperitoneum posterolateral selama kehamilan minggu kedelapan. Gagalnya kanalis ini menutup merupakan mekanisme yang diterirn.a pada terjadinya hernia diafragmatika posterolateral kongenital. Ini mungkin merupakan mekanisme pada pend6ta dengan defek diafragmatika yang kecil. Pembentukan defek diafragmatika unilateral dan bilateral baru pada binatang percobaan dengan pajanan obat dalam rahim mengesankan mekanisme tambahan yang bisa menjelaskan defek yang lebih besar. Bagian diafragma dan parenkim paru berasal dari perkembangan mesenkim toraks, yang jika terganggu, dapat menjelaskan tidak adanya bagian utama hemidiafragma dan hipopiasia pulmo berat yang biasanya menyertai defek yang besar tersebut. PATOLOGI Perubahan patologi pada bayi dengan hernia diafragmatika kongenital tiidak terbatas pada diafragma. Defek diafragma mungkin kecil dan seperti celah atau meliputi seiuruh hemidiafrag,ma. Kedua paru kecil dibandingkan dengan umur dan
4
berat badan kontrol, dengan paru pact sisi defek lebih berat terkena. Ada penurunan jumlah. alveoli dan pembentukan bronkus. Bentuk vaskularisasi paru tidak normal, dengan penurunan volume dan kenaikan yang nyata massa otot pada arteriol. Walaupun ada beberapa bukti bahwa kelainan paru karena tekanan oleh visera abdomen dalam dada, nam-un tidak diterima bahwa kompresi fisik merupakan penyebab satu – satunya atau penyebab primer. Kelainan perkembangan mesenkim adalah suatu konsep yang muncul dengan pengertian yang sangat berbeda. PATOFISIOLOGI Telah dianggap bahwa suatu hernia sliding berkaitan dengan suatu sfingter esofagus distal yang tidak kompeten, sedangkan hernia hiatus paraesofagus merupakan kelainan anatomik murni dan tiak berkaitan dengan kardia yang tidak kompeten. Oleh karena itu, terapi bedah diarahkan pada restorasi fisiologi kardia dalam pasien dengan hernia sliding dan reduksi sederhana dart lambung ke dalam kavum abdomen dan menutup krura untuk hernia hernia paraesofagus. Tujuh puluh sampai delapan puluh persen dart hernia diafragmatika kongenital merupakan hernia posterolateral melalui foramen Bochdalek yang terbentuk akibat kegagalan penutupan kanalis pleuro-peritoneal pada minggu kesepuluh kehidupan janin dalam kandungan. Usus halus, easter, limpa, serta sebagian kolon transversum dart rongga peritoneum dapat masuk ke rongga toraks (90% di sebelah kiri). Selanjutnya paru-paru di rongga toraks yang bersangkutan tidak berkembang (hipoplasia) dan tidak berfungsi baik pada waktu lahir. Hernia retrosternal melalui foramen Morgagni hanya sekitar 10% dart semua kasus hernia diafragmatika dan jarang meni.mbulkan masalah selama usus halus masuk ke mediastinum perlahan-lahan. Uji fisiologis dengan pemantauan pH esofagus 24 jam memperlihatkan hernia hiatus paraesofagus dapat berkaitan dengan refluks gastroesofagus patologis. Penelitian fisiologis telah memperlihatkan bahwa kompetensi dart kardia tergantung pada hubungan dart sfingter esofagus distal, panjang esofagus yang terpajan. pada
5
lingkun.gan bertekanan positif dart abdomen dan panjang keseluruhannya. Defisiensi pada salah satu dart karakteristik manometri dart sfingter ini, berkaitan dengan kompetensi kardia, tanpa mempertimbangkan apakah ada hernia. Penderita dengan hernia paraesofagus telah memperlihatkan bahwa mereka memiliki sfingter esofagus distal dengan tekanan normal, tetapi panjang sfingter keseluruhan rnemendek dan bergeser ke luar lingkungan abdomen yang bertekanan positif. MANIFESTASI KLLNIS Presentasi klinis dari hernia paraesofagus berbeda dengan hernia sliding. Biasanya ada pre-valensi yang lebih tinggi dart gejala disfagia dan rasa penuh setelah makan pada hernia paraesofagus, tetapi gejala khas pirosis dan regurgitasi dominan dalam hernia hiatus sliding. Keduanya disebabkan oleh defisiensi mekanis yang mendasari pada kardia. Sekitar sepertiga pasien dengan hernia paraesofagus mengeluh hematemesis yang disebabkan oleh perdarahan rekuren dan ulserasi mukosa lambung dalam bagian yang berherniasi dari lambung. Komplikasi respiratorius seringkali berkaitan dengan hernia paraesofagus dan merupakan pneumonia rekuren akibat aspirasi. Dengan bertambahnya waktu, lambung bermigrasi ke dalam dada dan dapat menyebabkan obstruksi intermiten yang disebabkan oleh rothsi. Adanya hernia paraesofagus dapat membahayakan jiwa dan menimbulkan perdarahan luas atau yolvulus dengan obstruksi lambung akut atau infark. Gejala-gejala hernia hiatus sliding biasanya disebabkan ol.eh. abnonnalitas fungsional yang berkaitan dengan refluks gastroesofagus dan mencakup pirosis, regurgitasi, dan disfagia. Pasien ini mempunyai defek sfingter bawah mekanis. Ada kelompok pasien dengan hernia hiatus sliding yang tidak berkaitan dengan penyakit refluks, di mana disfagia disebabkan oleh suatu obstruksi dari bolus yang ditelan dengan pergeseran diafragmatika pada lambung yang berherniasi. Pasien — pasien ini biasanya mempunyai sfingter yang kompeten secara mekanis, tetapi pergeseran diafragma pada lambung dapat menimbulkan pendorongan isi lambung
6
subdiafragmatika ke dalam esofagus dan faring, menimbulkan regurgitasi faringeal dan aspirasi. Abnormalitas ini dikacaukan dengan penyakit refluks gastroesofagus tipikal. Bayi yang lahir dengan hernia diafragmatika tipe Morgagni jarang bergejala sebelum usia dewasa. Sebaliknya, hernia tipe Bochdalek akan menyebabkan bayi mengalami distres pernafasan berat dalam usia beberapa jam pertama sehingga memerlukan
pembedahan
darurat.
Bayi
tampak
sianosis,
tachypnoe,
dan
menunjukkan bunyi nafas yang menurun pada sisi hernia. Denyut nadi juga meningkat. Terdapat pergeseran mediastinurn ke sisi berlawan.an dengan hernia. Penderita dengan manisfestasi terlambat dapat mengalami muntah sebagai akibat obstruksi usus atau gejala respiratorius ringan. Kadang-kadang, inkarserasi usus akan menyebabkan iskemia dengan sepsis dan kolaps respiratorik. Hernia diafragmatika yang tidak dikenali merupakan penyebab kematian mendadak pada bayi dan anak prasekolah. Sering pula hernia Morgagni dan Bochdaiek menjadi kelainan yang asimptomatik. DIAGNOSA Diagnosa dapat ditegakkan langsung pada saat lahir atau setelah 2-3 hari setelah kelahiran dengan adanya sindroma distres pernafasan. Sisi toraks yang terkena terlihat lebih menonjol. Dada dapat pida berbentuk barrel chest. Pada perkusi, terdengar suara pekak dan suara nafas penderita akan menghilang. Mediastinum tergeser ke sisi toraks yang normal. Hal ini ditandai dengan bergesernya bunyi jantung. Defek yang parah dapat menyebabkan tanda-tanda pnewnotoraks. Abdomen akan terlihat skafoid. Torakosintesis atau torakotomi pipa hams dittmda jika terdapat hernia diafragmatika kongenital. Foto
rontgen
dada
biasanya
diagnostik.
Pandangan
lateral
sering
menampakkan usus masuk melewati diafragma. Pada hernia Morgagni, pemeriksaan foto toraks memperlihatkan massa retrosternal yaitu viskus yang berisi udara atau gambaran serupa di sebelah dorsal jika terdapat hernia Bochdalek. Kadang-kadang
7
lesi kistik kongenital paru bisa menghasilkan gambaran radiografi yang sama. Perbedaan dengan hernia diafragmatika bisa ditegakkan dengan ultrasonografi pascanatal atau injeksi kontras ke dalam lambung atau kateter arteri umbilikalis untuk mengenali usus di atas diafragma. Pada anak yang iebih tua, dengan gejala tidak khas, pemeriksaan kontras saluran cerna biasanya diperlukan. Ultrasonografi dan fluoroskopi membantu membedakan elevasi dari hernia yang sebenarnya dan CTScan dibutuh.kan untuk menyingkirkan kemungkinan pneumatokel atau komplikasi efusi.
Gambar 3. Radiogarfi dari bayi berumur 1 hari dengan hernia diafragmatika kongenital ukuran sedang. Tampak udara dan lengkung usus berisi cairan pada dada sebelah kiri, pergeseran mediastinum ke dada kanan, dan posisi selang orogastrik Diagnosa prenatal dengan ultrasonografi adalah laziin. Evaluasi dengan seksama untuk anomali lain harus memasukkan ekokardiografi dan amniosintesis. Kadang-kadang, janin dengan ultrasonografi dalam rahim akan tidak mempunyai kelainan pada. foto rontgen setelah lahir. Orang tua dengan diagnosa hernia diafragmatika ultrasonografi harus dinasehati secara seksama oleh kelompok
8
multidisipliner yang sangat berpengalaman dengan keadaan ini jika harus dihindari terminasi yang tidak perlu dan harapan yang tidak realistik. LABORATORIUM Selain pemeriksaan gas darah arteri untuk mengukur pH, PaCO 2, dan PaO2, perlu dilakukan pemeriksaan kromosom dan elektrolit serum. Pemeriksaan kromosom perlu dilakukan karena hernia diafragmatika sering berkaitan dengan kelainan kromosom. Pada kasus-kasus yang jarang, seperti sindroma Pallister-Killian, gangguan kromosom dapat didiagnosa berdasarkan temuan biopsi kulit. Pemantauan kadar elektrolit serum, terutama kadar kalsium dan glukosa harus dilakukan sejak awal dan diulangi sesering mungkin. Mempertahankan kadar glukosa pada batas rujukan dan keseimbangan kaslium merupakan hal yang penting dalam penanganan. DIAGNOSA BANDING Hernia diafragmatika mirip dengan : •
Eventrasio diafragmatika
•
Malformasi adenomatoid kistik
•
Kelainan kavum toraks dan pleura
•
Pneumotoraks
•
Hipertensi pulmonal persisten pada neonatus
PENATALAKSANAAN Selama persiapan pembedahan, neonatus hams dipertahankan tetap hangat. Pemeriksaan pH dan gas darah harus dilakukan. Bila perlu, diberikan terapi ventilasi dengan
tekanan
rin.gan.
Tersedianya
oksigenasi
ekstrakorporeal
membran
(extracorporeal membrane oxygenation [ECMO ), penggunaan stabilisasi prabedah, dan kemajuan terapi dalam rahim merupakan ran.gsangan utama pada terapi agresif.
9
Dulu hernia diafragmatika dipertimbangkan suatu operasi darurat, dengan operasi pengurang segera memberikan hasil yang optimal pada bayi ini. Mengenali peran hipertensi pulmonal di sampi.ng hipoplasia dan pengaruh perbaikan operatif pada fungsi paru merupakan reevaluasi yang sangat penting dari strategi tersebut. Sekarang jelas bahwa pengaruh massa hernia visera pascanatal merupakan faktor kecil dalam gangguan kardiorespiratorik dibandingkan dengan hipertensi pulmonal dan hipopiasia. Resusitasi awal harus disertai dengan masa. upaya stabilisasi paralisis (pankuronium 100 jig / kg), hiperventilasi sedang (tekanan parsial CO 2 25-30 mmHg) dan sedasi narkotik (fentanil 2-4
υg
/ kg). Resusitasi volume, dopamin, dan
bikarbonat (urituk mempertahankan pH 7,50) dapat juga menolong. Jika bayi sudah stabil dan menunjukkan. tahanan vaskuler pulmonal stabil tanpa shunt dari kanan ke kiri yang berarti, perbaikan diafragma sekarang dilakukan pada umur 12-24 jam. Jika stabilisasi tidak mungkin atau shunt yang berarti menetap, kebanyakan bayi akan membutuhkan dukungan ECMO. Obat vasoaktif (tolazolin, prostaglandin, dopamin) bisa memberikan perbaikan sementara tetapi tidak memuaskan seperti terapi defin.itif untuk hipertensi pulmonal yang disertai dengan hernia diafragmatika. Pemberian surfaktan juga terbukti menghasilkan perbaikan. sementara dalam oksigenasi pada beberapa bayi dengan hernia diafragmatika kongenital. Pengalaman
dengan
ECMO
pada
hernia
diafragmatika
kongenital
menunjukkan bahwa paralisis dan sonde lambung untuk pengisapan kontinu dengan tujuan mencegah distensi usus dapat menyebabkan reduksi dramatis volume visera yang hernia. Lamanya ECMO untuk neonatus dengan hernia diafragmatika jauh lebih lama daripada pada mereka dengan sirkulasi janin menetap atau aspirasi mekonium dan bisa berakhir sampai 3-4 minggu. Waktu perbaikan untuk diafragma pada ECMO adalah kontroversial. Beberapa pusat kesehatan lebih suka perbaikan awal untuk memungkinkan pasca perbaikan ECMO yang lebih lama, sedangkan beberapa pusat kesehatan lainnya menunda perbaikan sampai bayi terlihat mampu untuk mentolerasi pen.ghentian ECMO. Pada salah satu kasus, hipertensi puhr1onal berulang
10
memberikan mortalitas yang tinggi dan penghentian dari dukungan ECMO harus secara hati — hati. Jika penderita tidak bisa dihentikan dari ECMO setelah perbaikan, pilihannya adalah menghentikan dukungan atau terapi percobaan seperti nitrit oksida atau transplantasi satu paru. Venti.lasi semprotan frekuensi tinggi dan ventilasi osilatori mempunyai keberhasilan terbatas pada neonatus dengan hernia kongenital diafragmatika. Pembedahan elektif perlu untuk mencegah penyulit. Tindak.an darurat juga perlu bila dijumpai insufisiensi jantung-paru pada neonatus. Dilakukan laparotomi dengan tujuan reposisi hernia dan penutupan defek memberikan hasil yang baik. Laparotomi merupakan langkah yang baik pada kasus-kasus dengan mairotasi organ. Malrotasi yang menyertai dapat diarahkan dan dinding perut dapat dibiarkan terbuka dengan kulit hanya ditutupi dengan kantong. Silastik dipasang jika tekanan perut diperkirakan berlebihan. Tambalan sintetis (politetrafluoroetelin) sekarang lebih disukai. daripada pemindahan otot autolog atau penutup primer yang ketat pada defek yang besar.
Gambar 4. Hernia diafragmatika peritoneoperikardial Pasca pembedahan, diperlukan bantuan pernafasan dengan ventilator, pemeriksaan pH dan gas darah yang cukup sering. PENYULIT DAN PROGNOSA
11
Penelitian bayi dengan hernia diafragmatika kongenital yang diketahui dalam uterus melaporkan ketahanan hidup lebih rendah daripada pada laporan yang terbatas pada kelahiran hidup. Dan penelitian yang ada, tampak bahwa sebagian besar janin dengan diagnosa hernia diafragmatika kongenital yang tidak bertahan hidup waktu hamil meninagal sebagai akibat terminasi elektif. Insiden kematian janin. spontan di antara janin — janin yang didiagnosa menderita hernia diafragmatika kongenital adalah 7 — 10%. Dari mereka yang bertahan hidup sampai persalinan, ketahanan hidupnya tampak berkisar antara 42 — 66% walaupun dengan cara — cara sekarang termasuk ECMO. Faktor — faktor yang terkait dengan prognosis yang jeiek adalah anomali yang besar yang menyertai, gejala — gejala sebelum umur 24 jam, distres cukup berat yang membutuhkan ECMO, dan persalinan pada pusat nontertieri. Upaya awal dalam perbaikan dalam uterus mengakibatkan ketahanan hidup yang rendah (29%), walaupun hash yang terakhir dilaporkan iebih memberikan harapan. Dahulu, perbaikan pada hernia diafragmatika yang bertahan hidup secara klinis normal, walaupun beberapa kelainan dapat dideteksi dengan fungsi paru. Dengan cara pengobatan mutakhir, sejumlah bayi yang bertahan hidup yang berarti diketahui mempunyai sekuele yang serius, terutama paru, neurologis, dan kelainan pertumbuhan. Adalah secara umum diterima bahwa sekuele jangka panjang ini akibat dari ketahanan hidup bayi dengan gangguan paru yang iebih berat daripada kemungkinan sekuele sebelumnya. Sekitar 10 — 20% dari hernia diafragmatika yang bertahan hidup sekarang membutuhkan terapi oksigen pada saat keluar dad rumah sakit. Penelitian mencatat kelainan fungsi paru pada masa perioperatif dan beberapa tahun setelah perbaikan. Penelitian terhadap hernia diafragmatika yang bertahan hidup pada umur 6 — 11 tahun menunjukkan penurunan yang bennak.na aliran ekspirasi paksa pada 50% kapasitas vital dan aliran ekspirasi puncak. Paru pada sisi yang terkena lebih besar daripada yang diperkirakan, memberikan kesan hiperinflasi dan perfusi menurun. Penderita ini telah mengalalni perbaikan sebelum adanya ECMO. Pada penelitian fungsi paru neonatus, neonatus dengan hernia diafragmatika
12
yang membutuhkan ECMO menunjukkan penurunan keienturan dinainik dan volume tidal secara bermakna apabila dibandingkan dengan mereka yang tidak membutuhkan ECMO. Setelah perbaikan, bayi dengan hernia diafragmatika juga terbukti mempunyai penyakit saluran pernafasan reaktif. Terlihat bahwa hernia diafragmatika kongenital yang bertahan hidup terbukti mepunyai penyakit paru restriktif dan reaktivitas saluran pernafasan, yang terkait dengan beratnya kegagalan pernafasan awalnya. Kelainan neurologis telah diketahui pada hernia diafragmatika yang bertahan hidup yang membutuhkan ECMO. .Kelainannya adalah sama dengan kelainan yang terlihat pada neonatus yang diobati dengan ECMO untuk diagnosa lain dan termasuk keterlambatan perkembangan, kelainan pendengaran atau penglihatan, kejang — kejang, dan kelainan CT — Scan. Sebagian besar kelainan neurologis yang terdokumentasi diklasifikasikan sebagai ringan atau sedang dan insidensinya sauna dengan penderita ECMO yang bertahan hidup lainnya. Pertumbuhan dan nutrisi terganggu pada penderita hernia diafragmatika yang bertahan hidup yang membutuhkan ECMO. Sekitar 40 — 50% berada pada pertumbuhan kurang dari 5 persentil untuk berat pada umur 2 tahun. Rasio berat : panjang kurang dari 5 persentil pada 40% yang bertahan hidup pada umur 1 tahun dan 21% pada 2 tahun. Hampir semua penderita ECMO yang bertahan hidup menunjukkan bukti klinis adanya refluks gastroesofagus dan 20% atau lebih membutuhkan fundoplikasi. Dilatasi esofagus dengan perubahan motilitas yang membaik selama usia. satu tahun pertama telah dikorelasikan degnan riwayat prenatal polihidramnion. Masalah jangka panjang lain terjadi pada populasi ini termasuk pektus ekskayatum, skoliasis, hipertensi pulmonal menetap, dan herniasi berulang. Pembentukan hernia berulang sering pada bayi baru lahir dengan defek yang besar yang membutuhkan perbaikan tambalan sintetis. Reherniasi dilaporkan pada 20 — 40% dari mereka yang membutuhkan perbaik.an tambalan dan secara khas terjadi pada tahun pertama.
13
Perbaikan
hernia
kongenital
yang
bertahan
hidup,
terutama
yang
membutuhkan dukungan ECMO, mempunyai berbagai kelainan jangka panjang yang tampak membaik dengan bertambahnya waktu, tetapi membutuhkan pemantauan yang tepat dan dukungan multidisipliner.
14
DAFTAR RUJUKAN
1. Sjamsuhidajat R. Jong W., Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1999, hal. 692 – 93. 2. Merenstein GB., Kaplan DW., Buku Pegangan Pediatri Edisi 17, Penerbit Widya Medika, Jakarta, 2001, hal. 171 – 72. 3. Schwartz S., Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2002, hal. 390 – 93. 4. Nelson WE., Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2001, hal. 1425 – 27. 5. Congenital
Diaphragmatic
Hernia,
eMedicine,
available
from
:
http://www.emedicine.com/ped/topic2603.htm 6. Reksoprodjo S., Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1999, hal. 124 – 25. 7. Diaphragmatic Hernia, Lucile Packhard Children's Hospital, available from : http://www.lpch.org/diseasehealthinfo/healthlibrary/digest/diaphrag.html
15