HIBAH DAERAH SEBAGAI
GENERATOR KUALITAS BELANJA PUBLIK
Farisa Noviyanti
8D DIV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan
email:
[email protected]
Abstrak – Hibah daerah merupakan salah satu alternatif belanja pemerintah pusat untuk membiayai penyelenggaraan urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah dan mendukung secara langsung pembangunan di daerah yang dilaksanakan dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemberian hibah kepada pemerintah daerah tersebut sejalan dengan amanat dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara bahwa selain mengalokasikan Dana Perimbangan (Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus), pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah atau sebaliknya. Sejak efektif dilaksanakan tahun 2009, berdasarkan trend belanja dari tahun ke tahun, porsi belanja hibah masih menempati alokasi terkecil dalam APBN. Paper ini akan membahas lebih lanjut tentang karakteristik belanja hibah dan peran belanja hibah sebagai generator kualitas belanja publik.
Kata Kunci: Hibah
PENDAHULUAN
Definisi Hibah Daerah
Hibah daerah dari sisi belanja pemerintah didefinisikan sebagai pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari pemerintah atau pihak lain kepada pemerintah daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian. Hibah daerah dapat diberikan dalam bentuk uang, barang, dan/atau jasa dan dapat bersumber dari penerimaan dalam negeri (APBN murni), pinjaman luar negeri, dan hibah luar negeri.
Hibah daerah dari sisi penerimaan pemerintah daerah didefinisikan sebagai salah satu sumber penerimaan daerah untuk mendanai penyelenggaraan urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah. Hal tersebut telah diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah bahwa dalam rangka penyelenggaraan asas desentralisasi dan untuk mendanai pelaksanaan otonomi Daerah, pemerintah daerah diberikan peluang untuk memperoleh pendapatan lainnya, yaitu pendapatan hibah sebagai lain-lain pendapatan.
b. Karakteristik Hibah Daerah
Hibah daerah memiliki beberapa karakteristik yang membedakan dengan belanja pemerintah pusat atau transfer ke daerah lainnya, antara lain hibah daerah ditetapkan melalui perjanjian yang ditandatangani antara Menteri Keuangan atau kuasanya dan kepala daerah atau kuasanya. Penyaluran hibah dilakukan berdasarkan capaian kinerja (performance-based) dan dilakukan setelah mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari kementerian teknis selaku executing agency. Hal ini dimaksudkan agar pola belanja hibah tersebut dapat memperbaiki kualitas belanja publik melalui pencapaian sasaran dan tujuan kegiatan, menghindari pengeluaran yang ineligible, dan menghasilkan output yang terukur yang dapat dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat di daerah.
Peningkatan kualitas belanja publik tersebut didukung pula dengan karakteristik hibah daerah sebagai diskresi pemerintah pusat. Kegiatan hibah dinilai kelayakan dan kesesuaiannya dengan RPJMN oleh Bappenas, besaran dan nama pemerintah daerah diusulkan oleh kementerian teknis terkait dengan mempertimbangkan syarat-syarat teknis tertentu dan kapasitas fiskal daerah, dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan melalui surat penetapan pemberian hibah dan/atau surat persetujuan penerusan hibah. Di sisi lain, pelaksanaan kegiatan hibah yang dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri dapat meningkatkan hubungan kerja sama yang positif dan berkesinambungan dengan negara lender/donor terkait.
Dari sisi penganggaran, hibah kepada pemerintah daerah merupakan salah satu jenis belanja dalam APBN yang termasuk dalam Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-BUN) yakni bagian anggaran yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal, diantaranya transfer ke daerah, pembayaran bunga utang, hibah (penerusan hibah), termasuk pengeluaran pembiayaan seperti pembayaran cicilan utang, penerusan pinjaman, dan penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sesuai peraturan perundang-undangan, Menteri Keuangan menunjuk Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran Hibah Kepada Pemerintah Daerah (KPA-HPD) dan memiliki kewenangan terkait penyusunan kebijakan hibah kepada pemerintah daerah, pengalokasian anggaran hibah kepada pemerintah daerah, penyaluran hibah kepada pemerintah daerah, dan monitoring dan evaluasi pelaksanaan hibah daerah [1].
2. PEMBAHASAN
a. Trend Belanja Hibah
Berikut adalah trend belanja hibah dalam APBN untuk tahun anggaran 2010-2012.
Terlihat dalam tabel tersebut alokasi belanja hibah menempati alokasi di bawah 1 % dari total belanja pemerintah pusat.Alokasi yang kecil tersebut disebabkan belanja hibah dipengaruhi oleh komitmen dari lender/donor dan kebijakan penyerapan anggaran dari masing-masing pemerintah daearh.
Sementara itu, dalam RAPBN tahun 2014, anggaran belanja hibah dialokasikan sebesar Rp3,5 triliun, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp1,2 triliun bila dibandingkan dengan pagu anggaran hibah dalam APBNP tahun 2013 sebesar Rp2,3 triliun. Kebijakan alokasi anggaran belanja hibah kepada daerah tersebut diarahkan untuk mendukung peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam menyediakan layanan dasar umum pada bidang perhubungan, pembangunan sarana air minum, pengelolaan air limbah, irigasi, sanitasi, dan eksplorasi geothermal. Sumber dana hibah kepada daerah tersebut berasal dari luar negeri baik berupa pinjaman yang diterushibahkan maupun hibah yang diterushibahkan [2].
b. Perkembangan Belanja Hibah
Perkembangan program dan kegiatan yang telah dilaksanakan dan dibiayai dari hibah daerah ditampilkan dalam tabel berikut:
Program Hibah
APBNP2009
APBN 2010
APBN 2011
APBN 2012
Local Basic Education Capacity (L-BEC)
V
V
V
V
Support to Community Health Services (SCHS)
V
-
-
-
Dana Hibah Ke Daerah APBN
-
V
-
-
Mass Rapid Transit (MRT)
-
V
V
V
Hibah Air Minum
-
V
V
-
Hibah Air Limbah
-
V
V
-
Water Sanitation Program D (WASAP-D)
-
V
V
-
Infrastructure Enhancement Grant (IEG) Sanitasi
-
-
V
-
Infrastructure Enhancement Grant (IEG) Transportasi
-
-
V
-
Water Resources and Irrigation Sector Management Program 2 (WISMP-2)
-
-
-
V
Simeulue Physical Infrastructure Project
-
-
-
V
Exploration of Seulawah Agam Geothermal Working Area Project
-
-
-
V
Belanja hibah mulai dialokasikan dalam APBN pada APBN-P Tahun 2009. APBN-P Tahun 2009 tersebut mencatat 2 (dua) program hibah, yaitu Local Basic Education Capacity (L-BEC) dan Support to Community Health Services (SCHS). L-BEC merupakan penerusan hibah yang bersumber dari hibah Pemerintah Kerajaan Belanda dan Uni Eropa dengan perwalian Bank Dunia dan akan dilaksanakan sampai dengan tahun 2012. Hibah ini diberikan kepada 50 pemerintah kabupaten/kota dengan tujuan meningkatkan kapasitas penyelenggara pendidikan dalam hal perencanaan, pengelolaan dan pertanggungjawaban anggaran sekolah berbasis teknologi informasi. Sedangkan SCHS merupakan hibah dari Uni Eropa yang dikelola oleh World Health Organization (WHO) untuk pembagunan instalasi perawatan pasien flu burung di 10 daerah. Namun, pada tahun ini tidak ada dana hibah yang disalurkan kepada Pemda karena masih terdapat perbedaan penafsiran dalam penatausahaan hibah ke daerah.
Pada APBN 2010, sempat tercantum alokasi hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri. Seiring dengan proses politik anggaran, terdapat realokasi dana ini menjadi salah satu instrumen dalam mekanisme Transfer Ke Daerah pada APBN-P 2010. Namun dalam APBN-P 2010 tersebut muncul tambahan alokasi dan program hibah selain L-BEC, yaitu Mass Rapid Transit (MRT), Hibah Air Minum, Hibah Air Limbah, dan Water and Sanitation Program D (WASAP-D). Hibah ini bersumber dari pinjaman luar negeri yang berasal Japan International Cooperation Agency (JICA). Proyek MRT merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan transportasi di Jakarta yang menjadi prioritas pembangunan nasional dan telah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Hibah Air Minum dan Hibah Air Limbah merupakan penerusan hibah yang bersumber dari hibah Pemerintah Australia. Hibah Air Minum bertujuan untuk meningkatkan akses penyediaan air minum bagi masyarakat yang belum memiliki akses sambungan air minum perpipaan secara berkesinambungan dalam upaya mencapai target MDGs di 35 daerah. Sedangkan Hibah Air Limbah bertujuan untuk meningkatkan akses sistem air limbah perpipaan bagi masyarakat khusus untuk kota-kota yang sudah memiliki sistem pengelolaan air limbah terpusat di 5 daerah. Program ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan output-based dalam mengupayakan percepatan penambahan jumlah sambungan rumah baru. Dalam kegiatan WASAP-D, Bank Dunia memberikan hibah yang ditujukan untuk pembangunan sarana pengelolaan air limbah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di 6 daerah.
APBN 2011 mencatat 7 (tujuh) program hibah yang sebagian besar merupak kelanjutan dari program tahun sebelumnya. Program baru yang muncul dalam tahun ini adalah Infrastructure Enhancement Grant (IEG) Sanitasi dan Infrastructure Enhancement Grant (IEG) Transportasi. Program ini merupakan hibah dari Pemerintah Australia untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di sektor sanitasi dan transportasi. IEG Sanitasi diberikan kepada 22 (dua puluh dua) daerah yang memiliki kepedulian dan komitmen dalam pembangunan sanitasi. Sedangkan IEG Transportasi diberikan kepada 2 daerah yang telah memenuhi syarat tertentu dan ditetapkan oleh kementerian/lembaga terkait.
Tercatat 3 (tiga) program hibah baru dalam APBN 2012 mendampingi 2 (dua) prgram lama (L-BEC dan MRT). Ketiganya adalah Simeulue Physical Infrastructure Project II (SPIP II), Exploration of Seulawah Agam Geothermal Working Area Project (Seulawah Geothermal), dan Water Resources and Irrigation Sector Management Program Phase 2 (WISMP-2). SPIP II merupakan penerusan hibah yang bersumber dari pinjaman Islamic Development Bank (IDB) kepada Pemerintah Kabupaten Simeulue untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana tsunami. Program Seulawah Geothermal merupakan hibah dari Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) Jerman kepada Pemerintah Provinsi Aceh untuk eksplorasi energi panas bumi. Namun, karena negosiasi dan penandatanganan loan agreement dengan lender untuk program SPIP II masih dalam proses dan kegiatan konstruksi untuk eksplorasi energi panas bumi di Aceh baru dimulai pada tahun anggaran 2013, maka program SPIP II dan program Seulawah Geothermal tidak dialokasikan dalam APBN-Perubahan 2012.
Sedangkan WISMP-2, merupakan kegiatan peningkatan pengelolaan irigasi partisipatif di 115 daerah yang telah berkinerja baik pada WISMP-1 dan memenuhi syarat yang ditentukan oleh kementerian/lembaga terkait. Hal yang cukup menarik adalah adanya perubahan mekanisme pendanaan pada program WISMP-2 yang semula menggunakan mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembantuan menjadi mekanisme hibah daerah. Kondisi ini tentu saja merupakan perwujudan komitmen kementerian/lembaga untuk ikut mendukung upaya desentralisasi pendanaan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki (prinsip money follow function). Di sisi lain, hal ini juga menunjukkan komitmen pemerintah daerah untuk bersama-sama mendukung pencapaian target dan prioritas nasional.
c. Ouput Belanja Hibah sebagai Generator Kualitas Belanja Publik
Sebagaimana diketahui bahwa nilai dari keseluruhan hibah daerah khususnya dari pemerintah pusat selama beberapa tahun ini memang tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan nilai transfer ke daerah. Namun demikian, output dari hibah daerah yang ada sampai dengan saat ini sangat mendukung terhadap pencapaian kinerja dalam bidang tertentu. Output dari program dan kegiatan yang telah dilaksanakan dan dibiayai dari hibah daerah sampai tahun anggaran 2011 ditampilkan dalam tabel berikut:
Kegiatan
Waktu
Realisasi Penyaluran APBN TA 2011 (Rp)
Output
L-BEC
2009 - 2012
71.000.000.000
Terselenggaranya kegiatan peningkatan kapasitas di bidang pendidikan di 50 kab/kota
Hibah Air Minum
2010 - 2011
199.050.000.000
Terpasangnya 77.000 Sambungan Rumah (SR) Air Minum
Hibah Air Limbah
2010 - 2011
24.130.000.000
Terpasangnya 4.826 SR Pengelolaan Air Limbah
IEG
2010 - 2012
43.389.800.400
Pembangunan sarana persampahan dan air limbah di 21 kab/kota
MRT
2010 - 2014
6.777.398.429
Pelaksanaan Tender Assistance Services – 1
WASAP-D
2010 - 2012
6.297.150.700
Kegiatan pembangunan fisik sanitasi berbasis masyarakat dan berbasis institusi
Kegiatan hibah L-BEC diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui 5 bidang strategi yaitu transparansi dan akuntabilitas, standardisasi layanan pendidikan, sistem pengedalian manajemen, sistem manajemen informasi, dan efisiensi penggunaan sumber daya dan telah terselenggara di 50 kabupaten/kota. Output hibah L-BEC diarahkan dalam bentuk kegiatan evaluasi, pelatihan, workshop dan pembinaan melalui peningkatan efisiensi pemanfaatan sumber daya sektor pendidikan berdasarkan perencanaan di daerah yang memadai. Hibah L-BEC dialokasikan kembali pada tahun anggaran 2012 dengan total penerima hibah sebanyak 23 kabupaten/kota.
Hibah air minum diberikan atas pelaksanaan kegiatan pemasangan Sambungan Rumah (SR) baru yang dilakukan terlebih dahulu oleh PDAM/PDPAL dan berfungsi baik minimal selama 2 bulan berdasarkan hasil verifikasi Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum. Sampai dengan berakhirnya program hibah pada tahun anggaran 2011, output yang dihasilkan adalah 77.000 SR Air Minum untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang telah terpasang di 35 daerah penerima hibah. Program hibah air minum telah sejalan dengan kebutuhan masyarakat dalam hal memenuhi sarana dan akses air bersih bagi MBR. Selain itu, program tersebut juga cukup efektif dalam meningkatkan kepedulian pemerintah daerah dan hubungan keuangan antara pemerintah daerah dengan perusahaan daerah dalam bentuk penyertaan modal.
Hibah air limbah diberikan atas pelaksanaan kegiatan pemasangan SR baru yang dilakukan terlebih dahulu oleh PDAM/PDPAL yang juga bertindak selaku operator/ penyedia pelayanan air limbah di daerah dan telah berfungsi baik selama 2 bulan serta memenuhi verifikasi teknis dari Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum sebagai salah satu dasar pencairan hibah. Program hibah air limbah berdampak positif untuk peningkatan sistem penyehatan lingkungan masyarakat dan cukup efektif dalam meningkatkan kontribusi pemerintah daerah untuk melakukan penyertaan modal dan kepedulian dalam peningkatan sarana pengelolaan air limbah. Sampai dengan berakhirnya program hibah pada tahun anggaran 2011, output yang dihasilkan adalah 4.826 SR Pengelolaan Air Limbah yang telah terpasang untuk MBR di 5 daerah penerima hibah.
Output hibah IEG adalah penyediaan prasarana bidang air limbah dan persampahan dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di 21 kabupaten/kota penerima hibah. Besarnya hibah ditentukan berdasarkan alokasi dana APBD di bidang sanitasi dan kapasitas fiskal masing-masing daerah.
Sampai dengan tahun anggaran 2011, hibah MRT telah menghasilkan output berupa terlaksananya Tender Assistance Services-1 yakni pengadaan konsultan yang akan mendampingi PT MRT Jakarta dalam pelaksanaan pengadaan dan kontrak kontraktor pembangunan sistem MRT Jakarta. Selanjuntya, output untuk hibah MRT yang direncanakan untuk tahun 2012 adalah terlaksananya Construction Management Consulting Services, Tender Assistance Services – 2, Elevated Construction dan Underground Construction.
Output hibah WASAP-D adalah kegiatan pembangunan fisik sanitasi berbasis masyarakat dan/atau pembangunan fisik sanitasi berbasis institusi (lembaga) di 5 daerah perkotaan dan 1 daerah kabupaten yang telah menyusun Strategi Sanitasi Kota (SSK). Sisa alokasi yang tidak terserap telah diluncurkan kembali pada tahun anggaran 2012.
Dalam hal kebijakan dan regulasi, sebagai upaya perbaikan dalam peningkatan akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan hibah daerah, PP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah telah diterbitkan sebagai pengganti dari PP Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah. Salah satu perkembangan paling signifikan yang diatur dalam peraturan tersebut adalah diakuinya berbagai bentuk mekanisme baru penyaluran hibah kepada pemerintah daerah antara lain melalui pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah, pembayaran langsung, rekening khusus, letter of credit (L/C), atau pembiayaan pendahuluan (pre-financing). Berbagai mekanisme penyaluran hibah tersebut diharapkan dapat mengakomodasi perkembangan dan fleksibilitas penyaluran hibah yang selama ini telah dikenal oleh pemberi pinjaman/hibah luar negeri dan diatur dalam PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.
PP No. 2 Tahun 2012 tersebut juga memberikan penegasan bahwa hibah dari pemerintah kepada pemerintah daerah atau sebaliknya harus dilaksanakan melalui mekanisme APBN dan APBD dan dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sehingga dapat tercatat secara on budget – on treasury baik di sisi APBN maupun di sisi APBD. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam mekanisme penerimaan dan belanja hibah kepada pemerintah daerah. Salah satu kebijakan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan untuk mendukung hal tersebut adalah hibah kepada daerah yang bersumber dari luar negeri harus dilakukan melalui pemerintah. Dengan demikian, penerimaan dan penggunaan dana hibah dapat disajikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Hal tersebut merupakan suatu langkah untuk memperbaiki Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan kinerja pencatatan hibah karena adanya temuan terdahulu oleh BPK yang mengakibatkan laporan keuangan menjadi "disclaimer".
Selain itu, hibah kepada daerah terutama yang bersumber dari hibah luar negeri telah menerapkan asas fleksibilitas dalam hal penerimaan, penganggaran, dan pelaksanaan kegiatan hibah. Dalam hal APBN telah ditetapkan, penerushibahan kepada pemerintah daerah yang bersumber dari hibah luar negeri dapat dilaksanakan untuk kemudian dianggarkan dalam perubahan APBN. Selanjutnya, dalam hal hibah luar negeri diterima setelah APBN Perubahan ditetapkan, penerushibahan kepada pemerintah dapat dilaksanakan untuk kemudian dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Fleksibilitas tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi perbedaan tahun anggaran antara Indonesia dengan pemerintah negara donor.
d. Studi Kasus: Perbedaan Belanja Hibah dengan Dana Alokasi Khusus
Kesamaan karakteristik belanja hibah dengan Dana Alokasi Khusus sering menuai perdebatan apakah (i) hibah lebih tepat dikategorikan sebagai belanja atau sebagai transfer ke daerah; atau (ii) tidak perlu dilakukan pembedaan alokasi antara hibah dan Dana Alokasi Khusus karena keduanya sama-sama bersifat earmarking, artinya dialokasikan dengan kewajiban untuk menghasilkan output tertentu. Dalam studi kasus ini akan dibahas mengenai beberapa perbedaan karakteristik dan menegaskan batas pengalokasian jenis belanja baik untuk hibah maupun Dana Alokasi Khusus.
Perbedaan Definisi
Dana Alokasi Khusus diatur lebih lanjut dalam PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan dan pengaturan hibah daerah dalam PP No. 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah sebagai pengganti dari PP No. 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah. Kedua PP tersebut merupakan turunan dari UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dana Alokasi Khusus didefinisikan sebagai dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Sementara, hibah daerah sebagai belanja pemerintah didefinisikan sebagai pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah atau pihak lain kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian. Dari kedua definisi tersebut terdapat satu karakteristik yang khas antara Dana Alokasi Khusus dan hibah yakni keduanya digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang telah spesifik ditentukan peruntukannya (conditional grant).
Perbedaan Kewajiban Pengalokasian
Pengalokasian Dana Alokasi Khusus sebagai dana transfer ke daerah dan pemberian hibah sebagai belanja dalam APBN dilaksanakan dalam rangka perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagaimana amanat dalam Pasal 22 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada pasal tersebut disebutkan bahwa Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Kata 'mengalokasikan' bermakna bahwa adanya kewajiban pemerintah untuk menganggarkan dana perimbangan (salah satunya adalah Dana Alokasi Khusus) pada setiap tahun anggaran dalam APBN. Sementara itu, pada ayat berikutnya disebutkan bahwa pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya. Kata 'dapat memberikan' bermakna bahwa hibah tidak wajib diberikan pada setiap tahun anggaran dan tidak dilakukan secara terus menerus.
Perbedaan Tujuan dan Objek Penerima
Konsep dana perimbangan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal selain ditujukan untuk memenuhi kebutuhan daerah tetapi juga untuk mengurangi kesenjangan fiskal secara vertikal dan horizontal. Apabila Dana Bagi Hasil dimaksudkan untuk mengurangi vertical fiscal imbalance, dan Dana Alokasi Umum untuk mengurangi horizontal fiscal imbalance, maka Dana Alokasi Khusus dialokasikan untuk menutup celah-celah tertentu di daerah yang membutuhkan pendanaan dan menjadi kewenangan daerah sesuai dengan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis yang telah ditetapkan. Kegiatan yang didanai oleh Dana Alokasi Khusus tersebut merupakan prioritas nasional. Dana Alokasi Khusus hanya bersumber dari penerimaan APBN dan hanya disalurkan dalam bentuk uang melalui mekanisme penyaluran transfer dari RKUN ke RKUD.
Sementara itu, hibah merupakan alternatif pendanaan dari pemerintah kepada pemerintah daerah sesuai dengan amanat UU No. 33 Tahun 2004, bahwa selain menerima Dana Perimbangan maka daerah diberikan kesempatan untuk memperoleh sumber-sumber penerimaan lainnya, salah satunya melalui hibah. Maka dalam hal ini Dana Alokasi Khusus sebagai dana perimbangan sifatnya 'wajib' sementara dana hibah merupakan alternatif pendanaan lainnya yang bersifat 'tidak wajib' atau 'pilihan' sebagai pendapatan lain-lain yang sah untuk daerah. Kegiatan yang didanai hibah merupakan urusan daerah dan tidak harus bersifat prioritas nasional dan/atau sesuai dengan yang telah ditentukan oleh donor/lender.
Namun khusus untuk hibah dari pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pinjaman luar negeri, prioritas diberikan kepada daerah berkapasitas fiskal rendah berdasarkan peta kapasitas fiskal yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan/atau prioritas sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang/Menengah (RPJP/RPJM). Sumber pemberian hibah dapat berasal dari penerimaan APBN, Pinjaman Luar Negeri, dan Hibah Luar Negeri baik dalam bentuk uang, barang, dan/atau jasa. Saat ini, hibah ke daerah telah membuka mekanisme penyaluran lainnya selain transfer dari RKUN ke RKUD, yakni dapat melalui pembayaran langsung, letter of credit, rekening khusus, dan pembiayaan pendahuluan. Mekanisme ini digunakan untuk mengakomodasi berbagai perkembangan dan variasi penyaluran yang telah dikenal oleh donor/lender sebagaimana diatur dalam PP No. 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.
4) Perbedaan Mekanisme Penetapan
Dana Alokasi Khusus dan hibah merupakan diskresi dari pemerintah. Pada Dana Alokasi Khusus, menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Bappenas. Setelah menerima usulan kegiatan khusus dimaksud maka Menteri Keuangan melakukan penghitungan alokasi DAK. Demikian pula halnya dengan pemberian hibah, yakni kegiatan hibah dinilai kelayakan dan kesesuaiannya dengan RPJMN oleh Bappenas, besaran dan nama pemerintah daerah diusulkan oleh kementerian teknis terkait dengan mempertimbangkan syarat-syarat teknis tertentu dan kapasitas fiskal daerah, dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan melalui surat penetapan pemberian hibah dan/atau surat persetujuan penerusan hibah.
Penetapan dan pengaturan Dana Alokasi Khusus dalam APBN dituangkan setiap tahunnya dalam PMK. Berdasarkan PMK tersebut, menteri teknis menyusun juknis DAK untuk pelaksanaan di daerah. Berbeda dengan hibah daerah yang penetapannya dilakukan melalui perjanjian yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau kuasanya dengan kepala daerah atau kuasanya. Dalam perjanjian, diatur lebih lanjut tentang tujuan pemberian hibah, hak dan kewajiban, sanksi, tata cara penyaluran, dan sebagainya yang mengikat antara pemerintah pusat sebagai pemberi/penerus hibah dan pemerintah daerah sebagai penerima hibah hingga masa berakhirnya perjanjian. Terhadap penetapan hibah tersebut, menteri teknis yang bertindak selaku executing agency menyusun panduan/pedoman pelaksanaan kegiatan yang didanai oleh hibah.
5) Perbedaan Mekanisme Penyaluran
Karakteristik hibah daerah selanjutnya adalah bahwa penyaluran hibah dilakukan berdasarkan capaian kinerja (performance-based) dan dilakukan setelah mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari kementerian teknis selaku executing agency. Sementara untuk Dana Alokasi Khusus dicairkan berdasarkan tingkat realisasi SP2D di daerah. Hal ini dimaksudkan agar pola belanja hibah tersebut dapat memperbaiki kualitas belanja publik melalui pencapaian sasaran dan tujuan kegiatan, menghindari pengeluaran yang ineligible, dan menghasilkan output yang terukur yang dapat dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat di daerah [3].
3. PENUTUP
Pada akhirnya, pelaksanaan hibah kepada daerah, khususnya yang bersumber dari luar negeri, telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Namun demikian, masih terbuka kemungkinan-kemungkinan upaya optimalisasi dalam kebijakan pemberian hibah kepada daerah sehingga diharapkan dapat memperkuat kapasitas fiskal daerah dan mewujudkan pemerataan antar-daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Hal lain adalah terkait dengan pemberian hibah kepada daerah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri. Salah satu kebijakan yang sedang disusun adalah melalui Viability Gap Fund (VGF) untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur dan stimulus investasi di daerah untuk program-program yang layak secara ekonomi tetapi tidak mencukupi secara finansial melalui pola Public Private Partnership dimana khusus untuk proyek yang menjadi kewenangan daerah akan didukung oleh pemerintah pusat melalui belanja hibah.
Upaya optimalisasi dilakukan pula melalui evaluasi yang berkesinambungan terhadap berbagai pola kebijakan dan pelaksanaan hibah daerah, penegasan aturan, identifikasi permasalahan-permasalahan yang menyangkut hibah kepada daerah, dan terus memperbaiki pola hubungan antar lembaga berbasis fungsi di atas pada dasarnya adalah mengembalikan kewenangan kepada masing-masing pihak yang memiliki dan bertanggung jawab atas tugas dan fungsi kelembagaan yang dilaksanakan antara pemerintah daerah selaku implementing agency, kementerian/lembaga selaku executing agency, dan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
DAFTAR REFERENSI
[1] Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Hibah, http://www.djpk.depkeu.go.id/attachments/article/341/hibah.pdf diakses tanggal 9 Desember 2013.
[2] Undang-Undang APBN TA 2010-2013 dan Nota Keuangan RAPBN 2014 diunduh tanggal 9 Desember 2013.
[3] Leaflet Hibah Daerah, diunduh dari http://www.djpk.depkeu.go.id/attachments/article/190/Hibah_Daerah.pdf diakses tanggal 9 Desember 2013.
.
6