BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Cagar Budaya mempunyai pengertian yang serupa seperti cagar alam yang sudah sering didengar dalam masyarakat. Cagar alam adalah sebidang lahan yang dijaga untuk melindungi flora dan fauna yang ada didalamnya, sedangkan cagar budaya yang dilindungi bukan suatu daerah yang bersifat alamiah melainkan hasil kebuadayaan manusia yang berupa peninggalan masa lalu.(Fransisca dan Sunarya, 2012) Cagar budaya tidak saja menjadi saksi sejarah pada masa silam. Cagar budaya dapatdikatakan artefak yang memiliki nilai sebagau wujud infomasi bagi perkembangan sebuah kota atau lingkungan terdekatnya cagar budaya dapat dianggap juga memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan . (M.Ridah, 2012) Dalam upaya pembangunan perkotaan yang mempunyai identitas, salah satu aspek yang terlupakan adalah pelestarian objek/bangunan maupun kawasan bersejarah, dewasa ini perhatian terlalu banyak dicurahkan untuk bangunan baru yang moderen, akibatnya pada beberapa tahun terakhir ini banyak bangunan dan kawasan bersejarah yang mengalami penurunan kualitas seperti terdegradasi secara alami atau maupun oleh masyarakat setampat yang belum mengenal nilai historis dari objek atau bangunan sebagai cagar budaya yang ada di lingkungannya. Ini tampak dari terjadinya banyak penyalahgunaan, menutupi objek atau bangunan sejarah, dan pengerusakan yang terjadi pada objek atau bangunan sejarah. . Kota Manado yang sedang dalam perkembangannya memiliki berbagai peninggalan-peninggalan sejarah pada kawasan kota lama yang seharusnya dapat menjadi daya tarik dan dinikmati oleh masyarakat lokal dan mancanegara. Secara visual keberadaan kota lama ini merupakan peninggalan masa prakolonial dan kolonial yaitu kawasan dengan berbagai fungsi kegiatan sebagai pelabuhan, tempat transit, dan perdagangan. Sedangkan pada masa kolonial dengan hadirnya bangsa belanda dan
1
kebijakannya dalam membangun kota yang bertumpu untuk menciptakan kekuasaan dalam kegiatan ekonomi, politik dan administrasi. Dengan melihat Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Manado 20102030, kawasan kawasan kota lama manado merupakan lokasi terdapat beberapa peninggalan Cagar budaya yang seharusnya menjadi lokasi yang mempunyai nilai historis sebagai tempat informasi pengetahuan sejarah kota manado pada masa lalu serta areal yang berpotensi untuk dijadikan Objek Wisata Budaya yang memadukan kepentingan pelestarian dan pariwisata. Pada umumnya objek-objek cagar budaya pada kawasan kota lama manado saat ini menjadi aset di sektor Pariwisata. Namun demikian, demi peningkatan daya tarik dan pelestariannya, sudah saatnya, masing-masing lokasi dibenahi; terutama dalam hal peruntukan, harus segera direnovasi, rekonstruksi dan direvitalisasi. Bahkan, perlu dipertimbangkan untuk dialih kelola langsung oleh pemerintah (RTRW Kota Manado 2010-2030). Baik
karena
kurangnya
perhatian
pemerintah
yang
dihinggapi
obsesi
membangun dan upaya yang dilakukan sebagian besar hanya ke kawasan dan objek/bangunan yang baru sehingga kesan objek dan bangunan bersejarah pada kawasan kota lama manado tidak mempunyai identitas dan sebagian besar objek menjadi terdegradasi selain itu kurangnya kesadaran dan rasa memiliki masyarakat tentang kawasan yang memiliki nilai sejarah, Sehingga, diperlukan adanya sosialisasi pengenalan dan pemahaman tentang cagar budaya, dan manfaat dari adanya cagar budaya di kota manado yang potensial bagi pariwisata dan memberikan manfaat dan memberikan pengaruh positif terhadap pemerintah, lingkungan, masyarakat sekitar dan para wisatawan yang datang berkunjung di kawasan Kota lama Manado. Manado.
2
1.2. Masalah
Masalah yang ada yaitu : 1. Ketidakjelasan Cagar budaya akibat pertumbuhan dan perkembangan kota dengan wajah bangunan-bangunan baru. 2. Cagar budaya beralih fungsi menjadi tanpa bentuk arsitektur dan tidak mempunyai nilai sejarah bangunan.
1.3. Tujuan
Tujuan dari pembahasan ini yaitu 1. Mengidentifikasi cagar budaya yang berada pada kawasan kota lama 2. Mengenal Cagar budaya yang memiliki kriteria-kriteria pelestarian pada kawasan Kota lama manado.
1.4. Manfaat
Manfaat dari pembahasan ini yaitu mengenal cagar budaya yang ada di kawasan kota lama Manado dan pertimbangan dalam mengembangkan kawasan kota lama sehingga dalam proses pengembangannya tidak menghilangkan nilai histori yang ada, dan mempertahankanya sebagai daerah kota bersejarah yang dapat menawarkan kawasan pariwisata di kota manado.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Cagar Budaya 2.1.1.
Pengertian Cagar Budaya
Dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. 1. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. 2. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap . 3. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. 4. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.
4
5. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. 2.1.2. Pelestarian Cagar Budaya
Pelestarian kawasan cagar budaya adalah segenap proses konservasi, interpretasi, dan manajemen terhadap suatu kawasan agar makna kultural yang terkandung dapat terpelihara dengan baik. Dalam sebuah pelestarian kawasan cagar budaya perlu disediakan kesempatan kepada masyarakat yang bertanggung jawab kultural terhadap kawasan tersebut untuk ikut berpartisipasi dalam proses pelestarian.
Kriteria
pelestarian
dapat
diukur
dari
kekhasan
kawasan,
kesejarahan kawasan, keistimewaan kawasan, dan partisipasi masyarakat. Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting bagi generasi selanjutnya. Namun demikian tindakan pelestarian makin menjadi kompleks jika dihadapkan pada kenyataan sebenarnya. Tindakan pelestarian yang dimaksudkan guna menjaga karya seni sebagai kesaksian sejarah, kerap kali berbenturan dengan kepentingan lain, khususnya dalam kegiatan pembangunan. James Mastron (1982) mengungkapkan bahwa hal ini menggambarkan begitu kompleksnya masalah yang ada dalam aktivitas pelestarian. Pelestarian secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan
untuk merawat, melindungi dan mengembangkan objek pelestarian
yang memiliki nilai guna untuk dilestarikan. Namun sejauh ini belum terdapat pengertian yang baku yang disepakati bersama. Berbagai pengertian dan istilah pelestarian coba diungkapkan oleh para ahli perkotaan dalam melihat permasalahan yang timbul berdasarkan konsep dan persepsi tersendiri. Berikut pernyataan para ahli :
5
1. Nia Kurmasih Pontoh (1992:36), mengemukakan bahwa konsep awal pelestarian adalah konservasi, yaitu upaya melestarikan dan melindungi sekaligus memanfaatkan sumber daya suatu tempat dengan adaptasi terhadap fungsi baru, tanpa menghilangkan makna kehidupan budaya. 2. Eko
budihardjo
(1994:22), upaya
preservasi
mengandung
arti
mempertahankan peninggalan arsitektur dan lingkungan tradisional/kuno persis seperti keadaan asli semula. Karena sifat prservasi yang stastis, upaya pelestarian memerlukan pula pendekatan konservasi yang dinamis, tidak hanya mencakup bangunannya saja tetapi juga lingkungannya (conservation areas) dan bahkan kota bersejarah (histories towns). Dengan pendekatan konservasi, berbagai kegiatan dapat dilakukan, menilai
dari
inventarisasi
bangunan
bersejarah
kolonial
maupun
tradisional, upaya pemugaran (restorasi), rehabilitasi, rekonstruksi, sampai dengan revitalisasi yaitu memberikan nafas kehidupan baru. 3. Dalam Piagam Burra Tahun 1981 (Sumargo, 1990), disepakati istilah konservasi sebagai istilah bagi semua kegiatan pelestarian, yaitu segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultral yang dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat
meliputi segala kegiatan
pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat dapat pula mencakup preservasi, restorasi, rekontruksi, adaptasi dan revitalisasi. 4. Mundardjito (2002) : Terbentuknya suatu kota dalam banyak sisi dapat dilihat sebagai suatu produk dari perkembangan kebudayaan di dalamnya terdapat perwujudan ideologi sosial serta perkembangan teknologi yang membantu mengkonstruksikan suatu daerah menjadi kota yang kita kenal kini. Artinya, terbentuknya kota sedikit banyak berdasarkan atas pengetahuan,
norma,
kepercayaan
dan
nilai-nilai
budaya
dari
masyarakatnya di masa lalu.
6
2.1.3. Kriteria Pelestarian
Dalam menentukan apakah suatu bangunan, artefak, situs, kawasan, dan benda bersejarah lainnya termasuk dalam obyek yang perlu dilestarikan, digunakan
kriteria-kriteria
pelestarian.
Berikut
terdapat
kriteria-kriteria
pelestarian diantaranya : 1. Estetika Bangunan
Istilah estetika dapat digunakan untuk mengganti pengertian indah, bagus , menarik atau mempesona ( Lubis, 1990 : 96 ). Penilaian estetika suatu bangunan sangat tergantung dari perasaan, pikiran, pengaruh lingkugan dan norma yang bekerja pada diri pengamat. Estetika suatu bangunan sangat terkait erat dengan penampilan bangunan, wajah bangunan dan tampak bangunan yang kita lihat dengan mata sebelum dirasakan kesan estetisnya dalam perasaan. Dalam menilai estetika suatu bangunan. 2. Contoh dari gaya/langgam arsitekutur tertentu (kejamakan)
Kejamakan suatu bangunan dinilai dari seberapa jauh karya arsitetur tersebut mewakili suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik, mewakili kurun waktu sekurang-kurangnya 50 tahun. Dalam hal ini ragam/lagam yang spesifik yang pada arsitektur bangunan-bangunan bersejarah (Ellisa, 1996) :
Langgam arsitektur Klasik/Kolonial (Neoklasik/ Art Deco/ Gothic/ Renaisans/ Romanik.
Langgam arsitektur Kolonial tropis (langgam arsitektur Klasik yang telah diadaptasi dengan iklim tropis di Indonesia).
Langgam arsitektur Eklektik/Indisch Style (langgam arsitektur Klasik/Kolonial tropis yang mengandung unsur tradisional Melayu atau daerah lainnya di Indonesia).
7
Langgam arsitektur campuran (Klasik/Kolonial dengan Cina, Islam, atau India, atau campuran diantaranya)
3. Kelangkaan
Kriteria kelangkaan menyangkut jumlah dari jenis bangunan peninggalan sejarah dari langgam tertentu. Tolak ukur kelangkaan yang digunakan adalah bangunan dengan langgam arsitektur yang masih asli sesuai dengan asalnya. Yang termasuk kategori langgam arsitektur yang masih asl i (Ellisa, 1996) : 1. Langgam arsitektur Klasik/Kolonial (Neoklasik/ Art Deco/ Gothic/
Renaisans/Romanik.
2. Langgam arsitektur Cina 3. Langgam arsitektur melayu 4. Langgam arsitektur India 5. Langgam arsitektur Malaka (Melayu-Cina) 6. Langgam arsitektur Islam 4. Keistimewaan/Keluarbiasaan
Tolak ukur yang digunakan untuk menilai keitimewaan/keluarbiasaan suatu bangunan adalah bangunan yang memiliki sifat keistimewaan tertentu sehingga memberikan kesan monumental, atau merupakan bangunan yang pertama didirikan untuk fungsi tertentu (misalnya Mesjid pertama, Gereja pertama, Sekolah pertama, dll). Kesan monumental suatu bangunan dinilai dari skala monumental yang dimiliki bangunan tersebut. Pengertian skala dalam arsitektur adalah suatu kualitas yang menghubungkan banguna atau ruang dengan kemampuan manusia dalam memahami bangunan atau ruang tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan skala menumental adalah suatu skala ruang yang besar dengan suatu obyeknya yang mempunyai nilai tertentu, sehingga manusia akan merasakan keagungan dalam ruangan. Dengan melihat bangunan yang memiliki skala menumental diharapkan pengamat akan merasa terkesan
8
(impressed) dan kagum, tetapi bukannya merasa takut karena merasa kecil dan rapuh. 5. Peranan sejarah
Tolak ukur yang digunakan untuk menilai bangunan yang memilki peranan sejarah adalah :
Bangunan atau lokasi yang berhubungan dengan masa lalu kota dan bangsa, merupakan suatu peristiwa sejarah, baik sejarah Kota Bandung, sejarah Nasional, maupun sejarah perkembangan kota .
Bangunan atau lokasi yang berhubungan dengan orang terkenal atau tokoh penting.
Bangunan hasil pekerjaan seorang arsitek tertentu, dalam hal ini arsitek yang berperan dalam perkembangan arsitektur di Indonesia pada masa Kolonial.
6. Penguat kawasan disekitarnya
Tolak ukur yang digunakan adalah bangunan yang menjadi landmark bagi lingkungannya, dimana kehadiran bangunan tersebut dapat meningkatkan mutu/kualitas dan citra lingkungan sekitarnya. Beberapa keadaan yang dapat memudahkan pengenalan terhadap suatu bangunan sehingga dapat menjadi ciri dari suatu landmark antara lain adalah (lynch, 1992 : 79-83) :
Bangunan yang terletak disuatu tempat yang strategis dari segi visual, yaitu di persimpangan jalan utama atau pada posisi “tusuk sate” dari suatu pertigaan jalan.
Bentuknya istimewa karena besarnya, panjangnya, keindahannya, ketinggiannya, atau karena keunikan bentuk.
Jenis penggunaannya, semakin banyak orang yang menggunakannya maka akan semakin mudah pula pengenalan terhadapnya.
9
Sejarah perkembangannya yaitu semakin besar peristiwa sejarah yang terkait terhadapnya maka semakin mudah pula pengenalan terhadapnya.
Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 9 Tahun 1999 Bab IV, dijabarkan tolok ukur kriteria sebuah bangunan cagar budaya adalah : 1. Tolok ukur nilai sejarah, dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa perjuangan, ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi simbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional dan atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Tolok ukur umur, dikaitkan dengan usia sekurang-kurangnya 50 tahun. 3. Tolok ukur keaslian, dikaitkan dengan keutuhan baik sarana dan prasarana lingkungan maupun struktur, material, tapak bangunan dan bangunan di dalamnya. 4. Tolok ukur tengeran atau landmark , dikaitkan dengan keberadaaan sebuah bangunan tunggal monument atau bentang alam yang dijadikan symbol dan wakil dari suatu lingkungan sehingga merupakan tanda atau tengeran lingkungan tersebut. 5.
Tolok ukur arsitektur, dikaitkan dengan estetika dan rancangan yang menggambarkan suatu zaman dan gaya tertentu.
Sedangkan kriteria kawasan dan Bangunan Cagar Budaya menurut Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 Kota Bandung adalah : 1. Nilai Sejarah Hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa atau sejarah politik (perjuangan), sejarah ilmu pengetahuan, sejarah budaya termasuk di dalamnya sejarah kawasan maupun bangunan (yang lekat dengan hati masyarakatnya), tokoh penting baik pada tingkat lokal (Bandung atau Jawa barat), nasional (Indonesia) maupun internasional 2. Nilai Arsitektur Berkaitan dengan wajah bangunan (komposisi elemen-elemen dalam tatanan lingkungan) dan gaya tertentu (wakil dari periode gaya tertentu) serta
10
keteknikan. Termasuk di dalam nilai arsitektur adalah fasad, layout dan bentuk bangunan, warna serta ornamen yang dimiliki oleh bangunan. Juga berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan atau menunjang ilmu pengetahuan, misalnya, bangunan yang dibangun dengan teknologi tertentu atau teknologi baru (termasuk di dalamnya penggunaan konstruksi dan material khusus). Bangunan yang merupakan perkembangan tipologi tertentu. 3. Nilai Ilmu Pengetahuan Mencakup
bangunan-bangunan
yang
memiliki
peran
dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, misalnya ITB, UPI, Museum Geologi. 4. Nilai Sosial Budaya (collective memory) Berkaitan dengan hubungan antara masyarakat dengan locusn ya. 5. Umur Berkaitan dengan umur kawasan atau bangunan cagar budaya. Umur yang ditetapkan adalah sekurang-kurangnya 50 tahun. Semakin tua bangunan, semakin tinggi nilai ke-„tuaannya‟. Sedangkan Menurut Undang – undang No 11 Tahun 2010, Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria: 1) berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; 2) mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; 3) memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan 4) memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
11
2.2.
Pariwisata 2.2.1. Pengertian Pariwisata
Pariwisata sudah diakui sebagai industri terbesar abad ini, dilihat dari berbagai indikator, seperti sumbangan terhadap pendapatan dunia dan penyerapan tenaga kerja (Pitana dan Gayatri, 2005: 54). Pariwisata sangat dinamis dan sangat dipengaruhi oleh factor eko omi, politik, sosial, lingkungan dan perkembangan teknologi (Hall dan Page, 1999). Menurut beberapa sumber mengenai pengertian pariwisata, yaitu sebagai berikut : 1. Pariwisata adalah keseluruhan rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan manusia yang melakukan perjalanan atau persinggahan sementara dan tempat tinggal, ke sesuatu atau beberapa tujuan di luar lingkungan tempat tinggal yang didorong beberapa keperluan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap (BPS 1981, 1984, 1991). 2. Pariwisata adalah E. Guyer-Freuler, yaitu pariwisata dalam artian modern merupakan fenomena dari jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa yang menimbulkan rasa keindahan alam atau mendapat kesenangan. 3. Pariwisata menurut Anomius (1992)
Wisata adalah kegiatan untuk menciptakan kembali baik fisik maupun psikis agar dapat berprestasi lagi.
Taman rekreasi adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan berbagai jenis fasilitas untuk memberikan kesegaran jasmani dan rohani yang mengandung unsure hiburan, pendidikan, kebudayaan sebagai usaha pokok di suatu kawasan tertentu dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makanan dan minuman serta akomodasi.
Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.
12
usaha pariwisata adalah suatu kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha barang pariwisata dan atau usaha lain yang terkait di bidang tersebut.
2.2.2. Jenis-Jenis Pariwisata
Pariwisata dapat dibedakan jenisnya berdasarkan berbagai hal misalnya berdasarka motif tujuan perjalanan dan jenis pariwisata berdasarkan obyek yang ditawarkan. Menurut Dalen, (1989) jika dilihat dari motif dan tujuan perjalanannya pariwisata dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut: 1. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (pleasure tourism) Jenis ini dilakukan oleh mereka yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk berlibur, mencari udara segar yang baru, memenuhi kehendak ingin tahunya, mengendorkan ketegangan sarafnya, melihat sesuatu yang baru, menikmati keindahan alam, mengetahui hikayat rakyat setempat, mendapatkan ketenangan dan kedamaian di daerah luar kota, atau bahkan untuk menikmati hiburan di kota-kota besar dan ikut serta dalam keramaian pusat-pusat wisatawan. Jenis wisata ini menyangkut banyak unsur yang sifatnya berbeda, karena pengertian pleasure berbeda kadar pemuasnya sesuai dengan karakter, cita rasa, latar belakang kehidupan dan temperamen masing-masing individu 2.
Pariwisata untuk rekreasi (recreation tourism) Jenis ini dilakukan oleh mereka yang menghendaki pemanfaatan hari liburnya untuk beristirahat, memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohaninya, menyegarkan kelelahannya. Biasanya mereka tinggal selama mungkin di tempat-tempat yang dianggap benar-benar menjamin tujuan rekreasi tersebut. Dengan kata lain mereka lebih menyukai health resort. Termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang karena alasan kesehatan dan kesembuhan harus tinggal di tempat-tempat khusus untuk memulihkan kesehatannya (seperti daerah sumber air panas, dan lain sebagainya).
13
3. Pariwisata untuk kebudayaan (cultural tourism) Jenis ini ditandai oleh adanya rangkaian motivasi seperti keinginan untuk belajar di pusat-pusat pengajaran dan riset, untuk mempelajari adat istiadat, kelembagaan dan cara hidup rakyat di negara lain, untuk mengunjungi monument bersejarah, peninggalan peradaban masa lalu atau sebaliknya untuk mengunjungi penemuan-penemuan besar masa kini, pusat-pusat kesenian, pusat-pusat keagamaan, atau juga untuk ikut serta dalam festival-festival seni musik, teater, tarian rakyat dan sebagainya. 4. Pariwisata untuk olah raga ( sports tourism) Jenis ini dapat dibagi ke dalam dua kategori: a. Big Sports Events Yaitu peristiwa-peristiwa olah raga besar (misalnya, Olipiade) yang menarik perhatian tidak hanya olahragawan sendiri, tetapi juga ribuan penonton atau penggemarnya. b. Sporting Tourism of The Practicioners Yaitu
peristiwa
olahraga
bagi
mereka
yang
ingin
berlatih
dan
mempraktekkan sendiri, seperti pendaki gunung, naik kuda, berburu, dan sebagainya. 5. Pariwisata untuk usaha dagang (business tourism) Yaitu perjalanan usaha dalam bentuk professional travel atau perjalanan karena ada kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang tidak memberikan kepada pelakunya baik pilihan daerah maupun pilihan waktu perjalanan. Tersirat tidak hanya professional trip yang dilakukan kaum pengusaha atau industrialis, tetapi juga mencakup semua kunjungan ke pameran, ke instalasi teknis yang bahkan menarik orang-orang di luar profesi ini. Juga harus diperhatikan bahwa kaum pengusaha tidak hanya bersikap dan berbuat sebagai konsumen, tetapi dalam waktu sebebas-bebasnya, sering berbuat sebagai wisatawan biasa dalam pengertian sosiologis karena mengambil dan memanfaatkan keuntungan dari atraksi yang terdapat di negara tersebut.
14
6. Pariwisata untuk berkonvensi (convention tourism) Sekarang berbagai tourist resort atau daerah-daerah wisata banyak yang menawarkan diri untuk dijadikan tempat konferensi. Bahkan untuk tujuan tersebut sudah banyak negaranegara yang membentuk asosiasi-asosiasi sebagai sarana yang dianggap penting untuk mencapai tingkat pengisian kamar yang layak pada hotel-hotel mereka, terutama pada musim-musim menurunnya jumlah wisatawan yang masuk ke dalam negara tersebut. Banyak negara yang menyadari besarnya potensi ekonomi dari jenis pariwisata konferensi ini, sehingga mereka saling berusaha untuk menyiapkan dan mendirikan bangunan-bangunan yang khusus diperlengkapi untuk tujuan ini atau membangun “pusatpusat konferensi” lengkap dengan fasilitas mutakhir yang diperlukan untuk menjamin efisiensi operasi konferensi. 2.2.3. Komponen Pariwisata
Kegiatan pariwisata mencakup dua komponen utama yaitu penawaran ( supply) dan permintaan (demand ). Komponen penawaran merupakan produk wisata yang dapat ditawarkan, yang meliputi obyek wisata, sarana pariwisata, jasa pariwisata, serta sarana dan prasarana lingkungan. Komponen permintaan mencakup kegiatan serta aspirasi wisatawan dan masyarakat di sekitar kawasan pariwisata. Segala sesuatu yang disajikan bagi kepentingan wisatawan, baik berupa benda-benda obyek, alat (sarana prasarana), tenaga (manusia, teknologi), kegiatan (events), maupun pelayanan (service), yang sudah dirangkum dipaketkan menjadi penawaran (supply) dan permintaan (demand) sang wisatawan, dapat dikatakan sebagai produk wisata (Marpaung, 2002 : 78). Salah satu studi kritis dalam rencana pengembangan sektor pariwisata adalah analisis supply dan demand .
15
1.
Komponen Penawaran (suplly)
Supply kepariwisataan dapat diartikan sebagai unsur-unsur daya tarik wisata alam atau wisata buatan manusia, barang-barang dan jasa-jasa (goods and services) (Yoeti, 1996: 80). Definisi lain dari supply, yaitu apa-apa yang dapat disuguhkan oleh industry pariwisata (Pendit, 1994: 130-131), sedangkan menurut Troisi (1942) dalam (Pendit, 1994: 130-131) mengatakan bahwa supply industri pariwisata (selanjutnya disebut “benda- benda pariwisata”) baik yang bersifat material maupun bukan material adalah sebagai berikut : a. Benda-benda yang dapat diperoleh dengan jalan bebas, seperti udara cuaca,
iklim, panorama, keindahan alam sekitar, b. Benda-benda pariwisata yang diciptakan, seperti misalnya monumen,
tempat-tempat bersejarah, benda-benda arkeologi, koleksi budaya, tempat pemandian, gedung atau bangunan penting dan spesifik, candi, masjid, gereja, c. Benda-benda
dan
pelayanan
( service)
kepariwisataan
yang
harus
ditambahkan pada benda-benda dalam kategori (a) dan (b) Komponen dalam supply menurut (Intosh et al., 1995: 269), terdiri dari : 1. Sumber daya alam (natural resources), kategori ini merupakan dasar dari sediaan atau penawaran yang dapat digunakan dan dinikmati wisatawan (obyek dan daya tarik wisata); 2. Infrastruktur, seperti sistem penyediaan air bersih, sistem pengolahan limbah, system drainase, jalan, pusat perbelanjaan/pertokoan; 3. Transportasi (transportation), termasuk didalamnya jaringan transportasi serta fasilitas pendukungnya; dan 4. Keramahtamahan dan sumber daya kebudayaan (hospitality and cultural resources), ditinjau dari masyarakat setempat dan termasuk seni murni, kesusastraan, sejarah, permainan dan pertunjukan sejarah.
16
2. Komponen Permintaan (demand)
Demand wisata merupakan banyaknya kesempatan wisata yang diinginkan masyarakat atau gambaran total partisipasi masyarakat dalam kegiatan pariwisata secara umum yang dapat diharapkan bila tersedia fasilitas-fasilitas memadai (Douglas,1982). Permintaan kepariwisataan melihat dari jenisnya (Yoeti, 1996: 28) dibagi dua, yaitu : 1. Potensial demand , yaitu sejumlah orang yang memenuhi syarat minimal untuk melakukan perjalanan pariwisata karena mempunyai banyak uang, keadaan fisik masih kuat, hanya belum mempunyai senggang waktu bepergian sebagai wisatawan 2. Actual demand , yaitu sejumlah orang yang sedang melakukan perjalanan pariwisata
ke suatu daerah tertentu.
Analisis demand menurut
pengertiannya adalah analisis yang melihat secara tradisional, mengenai karakteristik sosial yang telah digunakan sebagai variabel untuk menjelaskan segmentasi pasar. Secara konvensional, perbedaan usia, berpengaruh terhadap harapan dan perilaku wisatawan pada segmen pasar usia muda, wisatawan dari luar negeri dan seterusnya. Dengan pendekatan ini pangsa pasar pariwisata dibagi dalam empat segmen utama yaitu : a. Segmen Modern Materialsitis, perilaku pilihannya cenderung pada sun, sea, sex (beach attraction), night club dan lain-lain. b. Segmen Modern Idealist , perilaku pilihannya cenderung kepada kemegahan dan hiburan yang lebih bersifat intelektual, akademik, seni dan budaya serta atraksi-atraksi yang bertemakan pelestarian lingkungan. c. Segmen Tradisional Idealist , perilaku pilihannya lebih pada tempattempat atraksi yang terkenal dan monumental serta glority pada keagungan masa lalu dan juga lingkungan yang masih alami.
17
d. Segmen Tradisional Materialistist , perilakunya pada tawaran karya murah seperti belanja elektronik, pakaian, makanan dan sebagainya yang terbentuk dalam bentuk paket wisata. 2.2.4.
Unsur-unsur Pokok Pariwisata
Mengembangkan
kepariwisataan
disuatu
obyek
wisata
berarti
mengembangkan potensi fisik pada obyek tersebut, sehingga fungsinya makin meningkat sebagai obyek pariwisata yang dapat dipasarkan. Di s etiap obyek atau lokasi pariwisata sebetulnya ada berbagai unsur yang saling tergantung, yang diperlukan agar para wisatawan dapat menikmati suatu pengalaman yang memuaskan. Pariwisata adalah wahana utama pelestarian kebudayaan. Pariwisata tidak menghancurkan kebudayaan melainkan justru memberikan inspirasi untuk terjadinya
proses
pengayaan,
konservasi,
adaptasi,
rekonstruksi
dan
reinterpretasi (Pitana dan Gayatri, 2005). 2.2.5. Konteks Kebudayaan Pada KawasanWisata Budaya
Konteks
kebudayaan
dalam
kawasan
wisata
budaya
diuraikan
berdasarkan pentingnya pelestarian budaya. Uraian di bawah ini akan menjelaskan karakteristik atau bentuk kebudayaan dan usaha pelestarian kebudayaan. Karakteristik atau bentuk kebudayaan merupakan suatu unsurunsur yang universal. Unsur-unsur kebudayaan tersebut sebagai berikut (Koentjaraningrat, 1987:12): a. Sistem religi dan upacara keagamaan, yaitu sistem kepercayaan dengan segala bentuk pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari. b. Sistem dan organisasi kemasyarakatan, yaitu adanya tatanan masyarakat yang mempunyai pola hubungan tertentu. c. Sistem pengetahuan, yaitu hasil daya cipta, karya dan karsa manusia. d. Bahasa, yaitu alat komunikasi yang digunakan golongan masyarakat. e. Kesenian, yaitu berbagai bentuk produk seni.
18
f. Sistem mata pencaharian hidup, yaitu sistem pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. g. Sistem teknologi dan peralatan, yaitu produk ciptaan manusia berdasarkan ilmu. Unsur-unsur kebudayaan tersebut di atas, dalam kehidupan masyarakat selanjutnya akan terwujud menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut (Koentjaraningrat, 1987:11): 1. Kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, norma-norma dan peraturan yang bersifat abstrak, disebut culture system. 2. Kebudayaan sebagai kompleks aktifitas kelakuan yang berpola dari manusia dalam masyarakat, bersifat lebih konkrit dan disebut sebagai social system. 3. Kebudayaan benda-benda hasil karya manusia (artefak), mempunyai sifat paling konkrit, dapat diraba, diobservasi dan didokumentasi, disebut sebagai kebudayaan fisik atau physical culture. Jadi dapat dikatakan bahwa kebudayaan semakin terwujud pada bentuk yang konkrit dan teraga, yaitu dari sistem budaya ke sistem sosial dan akhirnya kebudayaan fisik. Senada dengan pendapat Koentjaraningrat (1987:11), Rapoport (1990) menyatakan bahwa budaya sebagai suatu kompleks gagasan dan pikiran manusia bersifat tidak teraga. Kebudayaan ini akan terwujud melalui pandangan hidup (world view), tata nilai (values), gaya hidup (life style) dan akhirnya aktifitas (activities) yang bersifat konkrit. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, untuk mengkaji aspek budaya atau kebudayaan dapat menggunakan beberapa komponen kunci (Altman & Chemers, 1980): 1. Budaya mengacu pada kepercayaan dan persepsi, nilai dan norma, kebiasaan dan perilaku suatu kelompok masyarakat, 2. Budaya digunakan untuk menunjukkan bahwa secara konsensus kognisi, perasaan, dan perilaku dimiliki secara bersama oleh anggota kelompok,
19
3. Budaya menunjukkan bahwa nilai, kepercayaan dan gaya perilaku yang dimiliki olehsuatu kelompok diwariskan atau disebarluaskan pada pihak lain, terutama anak-anak dan bahwa sosialisasi dan pendidikan anggota baru pada kelompok tersebut dapat ikut serta memelihara kelangsungan konsensus tersebut pada generasi berikutnya, 4. Nilai, kepercayaan dan penerapannya dalam suatu kelompok masyarakat meliputi proses-proses yang tidak hanya berupa mental maupun behavioral, namun budaya juga dapat dikenali pada obyek dan lingkungan fisik. Pada suatu kawasan wisata budaya, pembentukan kebudayaan juga dapat dilakukan dengan mengidentifikasi hal-hal sebagai berikut (Rapoport dalam Irawati, 1996:26): a. Lokasi, yaitu keberdaan fisik diwujudkan dalam suatu lokasi, b. Berhubungan dengan bentang alam, yaitu adanya unsur landscape dengan fungsi tertentu, c. Memiliki elemen yang khusus, yaitu terdapat unsur fisik khusus yang menjadi ciri, d.
Memiliki letak yang khusus, yaitu penempatan ruang dengan maksud tertentu,
e. Memiliki ruang dari tipe yang khusus, yaitu jenis ruang sesuai dengan kegunaannya, f. Pemberian nama dalam cara yang khusus, yaitu berlandaskan unsur fisik kawasan, g. Menggunakan sistem orientasi yang khusus, yaitu sebagai landasan pembangunan fisik, h. Memiliki warna, tekstur dan sebagainya yang khusus, yaitu penggunaan warna, tekstur khas sebagai bagian karakter fisiknya, i.
Memiliki suara, bau, temperatur, gerakan udara, dan segala hal yang berupa karakteristik fisik yang tidak terlihat,
20
j.
Mempunyai orang yang pasti menarik dalam aktivitas yang khusus, yaitu pelaksanaan aktivitas masyarakat yang menarik perhatian karena kegiatan yang dilakukannya.
2.3. Kota Manado 2.3.1. Perkembangan Kota Manado
Nama “Manado” mulai digunakan pada tahun 1623 menggantikan nama “Pogidon” atau “Wenang”. Kata Manado sendiri berasal dari bahasa daerah Minahasa yaitu Mana rou atau Mana dou yang dalam bahasa Indonesia berarti “di jauh”. Pada tahun itu juga, tanah Minahasa -Manado mulai dikenal dan populer di antara orang-orang Eropadengan hasil buminya. Hal tersebut tercatat dalam dokumen-dokumen sejarah. Tahun 1658, VOC membuat sebuah benteng di Manado. Sejarah juga mencatat bahwa salah satu Pahlawan Nasional Indonesia, Pangeran Diponegoro pernah diasingkan ke Manado oleh pemerintah Belanda pada tahun 1830. Biologiwan Inggris Alfred Wallace juga pernah berkunjung ke Manado pada 1859 dan memuji keindahan kota ini.
Keberadaan kota Manado dimulai dari adanya besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 1 Juli 1919. Denganbeslu it itu, Gewest Manado ditetapkan sebagai Staatsgemeente yang kemudian dilengkapi dengan alatalatnya antara lain Dewan gemeente atau Gemeente Raad yang dikepalai oleh seorang Walikota (Burgemeester). Pada tahun 1951,Gemeente Manado menjadi Daerah Bagian Kota Manado dari Minahasa sesuai Surat Keputusan Gubernur Sulawesitanggal 3 Mei 1951 Nomor 223. Tanggal 17 April 1951, terbentuklah Dewan Perwakilan Periode 1951-1953 berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Nomor 14. Pada 1953 Daerah Bagian Kota Manado berubah statusnya menjadi Daerah Kota Manado sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42/1953 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 15/1954. Tahun 1957, Manado menjadi
21
Kotapraja sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957. Tahun 1959, Kotapraja Manado ditetapkan sebagai Daerah Tingkat II sesuai Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959. Tahun 1965, Kotapraja Manado berubah status menjadi Kotamadya Manado, yang dipimpin oleh Walikotamadya Manado KDH Tingkat II Manado sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 yang disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.
Kota ini juga pernah mengalami kerusakan berat karena peperangan yaitu ketika pada masa Perang Dunia II, dan ketika dibom kembali oleh TNI Angkatan Udara pada 1958 dalam upaya mengalahkan Permesta, sebuah gerakan pemberontakan yang menghendaki pemisahan dari Republik Indonesia.
22
BAB III PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN 3.1.
Lokasi Studi
Lokasi Studi Pembahasan berada di Kecamatan Wenang dengan lima kelurahan yang terdapat cagar budaya dan merupakan kawasan kota lama manado yaitu kelurahan wenang utara, kelurahan calaca, kelurahan lawangirung, kelurahan pinaesaan dan kelurahan istiqlal . lokasi studi ini juga berbatasan dengan :
Utara
: Sungai Tondano
Selatan
: Kecamatan sario
Barat
: Kawasan Mega mas dan Marina Plaza
Timur
: Kecamatan Istiqlal
Peta 3.1 Peta Wilayah Administrasi Kota Manado
Gambar 3.1 Foto udara eksisting kawasan Kota Lama Manado
23
Lokasi studi ini berdasarkan dokumen RTRW kota manado 2010 – 2030 pada Bab 5 yaitu tentang Rencana Pola Ruang Kota Manado yang menjelaskan lokasi studi ini merupakan lokasi cagar budaya dan terdapat beberapa peninggalan – peninggalan yang secara visual fisik memiliki nilai sejarah pada cagar budaya seharusnya dilindungi karena merupakan rencana kawasan lindung di kota Manado.
3.2. Identifikasi Cagar Budaya
Kriteria cagar budaya pada pembahasan ini yaitu memakai pendekatan menurut Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 kota bandung yang mengacu pada UU No 5 Tahun 1992 yang telah di revisi menjadi UU No 11 Tahun 2010 Tentang cagar budaya. Undang – undang No 11 Tahun 2010, Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria: 1. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; 2. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; 3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan 4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Sedangkan kategori Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 Kota Bandung yaitu : 1. Nilai Sejarah Hal-hal
yang
berkaitan
dengan
peristiwa
atau
sejarah
politik
(perjuangan), sejarah ilmu pengetahuan, sejarah budaya termasuk di dalamnya sejarah kawasan maupun bangunan (yang lekat dengan hati masyarakatnya), tokoh penting baik pada tingkat lokal (Bandung atau Jawa barat), nasional (Indonesia) maupun internasional
24
2. Nilai Arsitektur Berkaitan dengan wajah bangunan (komposisi elemen-elemen dalam tatanan lingkungan) dan gaya tertentu (wakil dari periode gaya tertentu) serta keteknikan. Termasuk di dalam nilai arsitektur adalah fasad, layout dan bentuk bangunan, warna serta ornamen yang dimiliki oleh bangunan. Juga berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan atau menunjang ilmu pengetahuan, misalnya, bangunan yang dibangun dengan teknologi tertentu atau teknologi baru (termasuk di dalamnya penggunaan konstruksi dan material khusus). Bangunan yang merupakan perkembangan tipologi tertentu. 3. Nilai Ilmu Pengetahuan Mencakup
bangunan-bangunan
yang
memiliki
peran
dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, misalnya ITB, UPI, Museum Geologi. 4. Nilai Sosial Budaya (collective memory) Berkaitan dengan hubungan antara masyarakat dengan locusn ya. 5. Umur Berkaitan dengan umur kawasan atau bangunan cagar budaya. Umur yang ditetapkan adalah sekurang-kurangnya 50 tahun. Semakin tua bangunan, semakin tinggi nilai ke-„tuaannya‟. Pengkategorian dari Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 kota bandung ini digunakan Karena belum ada peraturan daerah kota Manado yang mengenai kriteria dan perlindungan tentang Cagar Budaya sehingga dari pembahasan ini sesuai UU No 11 Tahun 2010 Tentang cagar budaya salah satu kota di Indonesia yang terpilih karena masih menjaga dan melestarikan cagar budaya yaitu kota bandung dengan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 kota bandung.
25
Berdasarkan penentuan kriteria cagar budaya menurut Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 kota bandung sehingga dapat diidentifikasi kawasan kota lama Manado memiliki beberapa Cagar Budaya yaitu : 1. Taman Kesatuan Bangsa
Kawasan Taman Kesatuan Bangsa Telah ada sejak tahun 1970an
yang
kemudian diresmikan pada tahun 1987 oleh Pemerintah Sulawesi Utara. Kawasan TKB sangat erat kaitan dengan sejarah perkembangan Kota Manado. Selain itu Patung Dotu Lolong Lasut yang terletak tepat ditengah-tengah taman ini memiliki nilai sejarah sebagai pejuang dan salah cikal bakal berdirinya Kota Manado dan disini juga pernah menjadi salah satu tempat menyampaikan aspirasi Pemberontak Rakyat Semesta (Permesta).
Gambar 3.2 Foto udara dan foto Taman Kesatuan Bangsa
26
Kawasan TKB Termasuk ke dalam Struktur Cagar Budaya karena telah ada lebih dari 50 tahun, mempunyai nilai historis, sosial budaya dan memberikan nilai ilmu pengetahuan serta memenuhi dan menampung kebutuhan manusia karena Taman Kesatuan Bangsa ini merupakan ruang publik dan telah menjadi landmark kota manado sampai sekarang ini. 2. Oude Kerk (Gereja Sentrum),
Sebelum nama Gereja Sentrum Manado dikenal dengan nama Gereja Besar Manado. Pada masa penjajahan Jepang Gereja Besar Manado pernah menjadi Markas/Pusat MSKK (Manado Syuu Kiri Sutoktop Kyookai) yang dipimpin oleh pendeta Jepang Hamasaki. Namun, Gedung Gereja Besar Manado yang begitu sarat akan nilai historis religius ini hancur di bom pada perang dunia II atau agresi militer. Sebagai tanda atau prasasti maka didirikan monumen yang berada disebelah kiri gereja yang sudah hancur tersebut. Monumen perang dunia II ini sampai sekarang masih kokoh berdiri. Pada tahun 1952, didirikan sebuah gedung gereja permanent di lokasi yang hancur.
Gambar 3.3 Foto udara dan foto Oude Kerk ( Gereja Sentrum), 27
Gereja Sentrum merupakan Bangunan Cagar Budaya karena telah berumur lebih dari 50 tahun dan masih memiiki nilai arsitektur, mempunyai nilai historis, dan menunjang nilai pengetahuan dalam perkembangan kawasan disekitar nya. 3. Tugu Perang Dunia Ke – 2
Tugu Perang Dunia ke 2 ini dibangun pada tahun 1940 untuk memperingati dan sebagai tanda bahwa sekutu pernah melakukan pengeboman pada kawasan Indonesia Bagian Timur pada waktu Perang Dunia II. Target dari pengeboman ini adalah Gereja Sentrum, dimana pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, gedung tersebut pernah menjadi markas / pusat „Manado Syuu Kiri Sutokyop Kyookai‟ yang dipimpin Pendeta Jepang, Hamasaki. Letak tugu peringatan ini berada di sebelah kiri dari bangunan Gereja Sentrum.
Gambar 3.4 Foto udara dan foto Tugu Perang Dunia ke 2
Tugu perang dunia ke II merupakan Benda cagar budaya karena telah berumur lebih dari 50 tahun, mempunyai nilai historis, dan mempunyai hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan kawasan disekitarnya.
28
4. Klenteng Ban Hin Kiong
Kelenteng Ban Hing Kiong didirikan sekitar 300 tahun yang lampau dengan mengikuti pola yang diawali dari niat dan hakekat para pendirinya, dimana hal tersebut tertampil secara fisik pada papan nama yang mencerminkan fungsi dan peran serta sifatnya yang umum dan luas (universal).
Gambar 3.5 Foto udara dan foto Kelenteng Ban Hing Kiong
Klenteng Ban Hin Kiong merupakan bangunan Cagar Budaya karena telah berumur lebih dari 50 tahun dan masih memiliki nilai arsitektur, mempunyai sejarah ilmu pengetahuan, sejarah budaya dan berpengaruh bagi perkembangan kawasan disekitarnya.
29
5. Monumen Pendaratan Batalyon Worang
Monumen tujuh tentara ini diresmikan pada 10 Mei 1954 dan berlokasi di dekat Pasar 45, di mana patung Dotu Lolong Lasut berdiri (lihat di atas). Nama dari batalyon ini diambil dari salah satu perwira tinggi Minahasa (H.V. Worang) pada awal kemerdekaan Indonesia di tahun 1945. Batalyon Worang mendarat di Sulawesi Utara dengan perintah untuk melawan pemberontakan penduduk lokal yang mendukung Belanda.
Gambar 3.6 Foto udara dan foto Monumen Pendaratan Batalyon Worang
Monumen Pendaratan Batalyon Worang merupakan Benda Cagar Budaya karena telah berumur lebih dari 50 tahun, mempunyai nilai sejarah, dan mempunyai hubungan erat dengan kebudayaan dan perkembangan kawasan kota lama di Manado
30
6. Minahasa Raad (Gedung Dewan Minahasa)
Sejarah Minahasa Raad yang adalah gedung parlemen pertama di Indonesia dibangun tahun 1925 dan selesai pada tahun 1930. DR Sam Ratulangi adalah penduduk pribumi pertama yang menjadi anggota dewan merangkap sekretaris dewan. Bangunan lama milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara yang terletak di Jalan Sam Ratulangi depan Gedung Bank Sulut, dahulunya adalah Gedung Dewan Minahasa (Minahasa Raad) pada jaman pendudukan Belanda di Manado
Gambar 3.7 Foto udara dan foto Minahasa Raad (Gedung Dewan Minahasa)
Minahasa Raad merupakan Bangunan Cagar Budaya karena telah berumur lebih dari 50 tahun dan masih memiiki nilai arsitektur, mempunyai sejarah ilmu pengetahuan, sejarah budaya dan berpengaruh bagi perkembangan kawasan disekitarnya.
31
7. Benteng atau Bioskop Benteng
Bangunan bioskop Benteng dibangun pada tahun 1930, memiliki peranan sejarah, karena sudah ada sejak lama. Bangunan ini juga menjadi salah satu bangunan yang berfungsi sebagai benteng pertahanan dan juga sebagai tempat hiburan pada masa sejarah.
Gambar 3.8 Foto udara dan foto Benteng Atau Bioskop Benteng
Benteng Atau Bioskop Benteng merupakan Bangunan Cagar Budaya karena telah berumur lebih dari 50 tahun dan masih memiiki nilai arsitektur, mempunyai sejarah ilmu pengetahuan, dan berpengaruh bagi perkembangan kawasan di kota lama Manado.
32
8. Kapel Biara St. Joseph
Didirikan pada abad 19, Berusia ±150 Tahun. Sturuktur dan bentuk bangunan masih asli. Masih berfungsi sebagai kapel sampai sekarang dan dapat di kunjungi oleh siapa saja yang ingin berkunjung
Gambar 3.9 Foto udara dan foto Kapel Biara St. Joseph
Kapel Biara St. Joseph merupakan bangunan Cagar Budaya karena telah berumur lebih dari 50 tahun dan masih memiiki nilai arsitektur, mempunyai nilai historis, kebudayaan dan berpengaruh dalam perkembangan kawasannya.
33
9. Gereja St. Ignatius
Gereja ST. Ignatius memiliki nilai sejarah tiggi dimana gereja ini ialah salah satu gereja katholik mula-mula di kota Manado. Di bangun pada tahun 1957, gereja ini merupakan hasil pemekaran dari gereja Katedral Hati Tersuci Maria
dan
menjadi gereja Katholik yang berpengaruh di Manado Utara.
Gambar 3.10 Foto udara dan foto Gereja St. Ignatius
Gereja St. Ignatius merupakan Bangunan Cagar Budaya karena telah berumur lebih dari 50 tahun dan masih memiiki nilai historis, kebudayaan mempunyai nilai arsitektur, dan berpengaruh dalam perkembangan kawasan kota lama manado.
34
3.3. Pengembangan Kawasan Wisata Budaya 1. Aksesibiltas
Aksesibilitas merupakan salah satu elemen penting dalam menunjang sektor pariwisata di Kota Manado. Kota manado sendiri menyediakan sumber transportasi baik darat, laut dan udara. Transportasi darat dengan adanya terminal malalayang yang terdapat pada selatan kota manado dan terminal karombasan terdapat di kecamatan Wanea serta terminal Paal 2 terdapat di kecamatan Tikala. Transportasi laut yang ada didukung dengan adanya pelabuhan diteluk manado berada di pusat kota lama itu sendiri serta pelabuhan yang berada di kota Bitung dengan transportasi darat yang memerlukan durasi waktu sekitar 1 jam lebih untuk sampai di pusat kota lama manado, dan untuk transportasi udara didukung dengan adanya bandara Internasional Sam Ratulangi, Akses menuju kawasan kota lama manado dari bandara memerlukan waktu sekitar 30 menit jika tidak ada hambatan seperti macet.
Gambar 3.11 Foto udara akses dari bandara sam ratulangi ke kawasan kota lama Manado
35
2. Fasiltas dan Infrastruktur
Kota Manado memiliki 14 hotel berbintang yang terdiri dari 3 Hotel Bintang Lima, 5 Hotel Bintang Empat, 4 Hotel Bintang Tiga, 3 Hotel Bintang Dua, dan 2 Hotel Bintang Satu. Sedangkan Hotel Non Bintang yang ada di kota Manado sebanyak 92 Hotel. Sehingga dapat mendukung keberadaan lokasi cagar budaya di pusat kota lama manado
Tabel 3.1 Banyaknya Hotel Berbintang Tahun 2011
Di lokasi cagar budaya ini juga terdapat pasar tradisional yaitu pasar bersehati dan beberapa pasar swalayan seperti jumbo, multimart, dan golden serta juga terdapat area wisata kuliner wakeke rumah makan di dalamnya. Pada
dasarnya
fasilitas
umum
seperti,
lahan
parkir,
WC
umum,
pertokoan/warung telah tersedia dan cukup memadai dan dapat memenuhi kebutuhan orang yang datang atau singgah ke lokasi wisata budaya kota cagar
36
budaya manado, namun pengelolaan dan pengawasan terhadap tingkat kesadaran dan kedisiplinan masyarakat, dalam menjaga dan memelihara kebersihan dan keindahan harus tetap diperhatikan.
Gambar 3.12 Fasilitas Parkir di Taman Kesatuan Bangsa
Gambar 3.13 PasarBersehati dan WC Umum di Pasar Bersehati
Gambar 3.14 Pasar Swalayan (Jumbo dan Golden)
37
Penambahan tanda – tanda masuk kawasan perlu ditambahkan sebagai penanda lokasi wisata cagar budaya sehingga lokasi ini dapat berpotensi menjadi kawasan yang dapat memberikan ciri khas terhadap kota manado, dapat menjadi kawasan yang memberikan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan untuk peningkatan pariwisata di kota manado
3.4.
KESIMPULAN
Pada Kawasan Kota Lama Masih terdapat 2 Benda Cagar Budaya, 6 Bangunan Cagar Budaya, dan 1 Struktur Cagar Budaya sehingga lokasi ini sesuai Undang Undang no 11 tahun 2010 tentang cagar budaya lokasi ini merupakan Situs Cagar Budaya yang berpotensi menjadi aset kota manado yang perlu dijaga dan di lestarikan keberadaannya Selain itu juga potensi yang terdapat dalam Situs Cagar Budaya ini akan memberikan pelajaran yang berarti bagi pengembangan wawasan pengunjung dan memberikan informasi yang baru.dan juga berguna untuk lingkungan setempat berupa, peningkatan ekonomi, pendidikan, dan pengetahuan dalam menunjang kawasan kota lama Manado sebagai kawasan wisata yang berpotensi untuk di tingkatkan . Dalam pengembangan wisata budaya akses untuk masuk ke lokasi kota lama ini dapat di dilalui oleh tranportasi darat yang sudah disediakasn di kota manado dari terminal malalayang bagian selatan kota manado, terminal karombasan terdapat di kecamatan Wanea serta terminal Paal 2 terdapat di kecamatan Tikala. Pada lokasi ini juga ditunjang beberapa fasilitas pendukung seperti Hotel dan Tempat makan sehingga memberikan kenyamanan dan keamanan bagi para wisatawan yang datang dan berkunjung. Pada lokasi situs cagar budaya ini perhatian pemerintah sangat diperlukan dalam melindungi dan melestarikan lokasi ini, bentuk sosialisasi, memberikan pemahaman tentang cagar budaya kepada masyarakat agar dalam pelestariannya masyarakat turut andil dalam setiap peluang untuk meningkatkan ekonomi, sosial, kebudayaan, dan pariwisata di kota manado terutama kawasan Kota Lama Manado
38