CETAK TAHUN 2012
Pemutakhiran Buku oleh : Haryono Kusumosubroto. Kusumosubroto. Berdasarkan SPK Nomor
: KU.08.09.Aa.12.06/11 KU.08.09.Aa.12.06/11.B. .B. Jakarta, tanggal 31 Mei 2012
SPMK Nomor : 01/SPMK/PBS/V/2012. 01/SPMK/PBS/V/2012.
ISBN : 978-602-96989-4-7 978-602-96989-4-7
Coverdesign : Danang Sukmana
Jakarta, tanggal 31 Mei 2012
KATA SAMBUTAN
Dengan memanjatkan puji dan syukur atas segala rahmat-Nya, buku Serial Teknologi Sabo berjudul “Implementasi Sabo” telah dapat dimutakhirkan (review) pada Tahun Anggaran 2012 ini. Materi isi buku banyak membahas berbagai ciri khas dan kekhususan dalam implementasi Sabo dan bangunannya. Hal tersebut menjadikan buku ini cukup memadai sebagai
referensi bagi para teknisi di lingkungan Direktorat
Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian
Pekerjaan Umum dalam tugasnya
menangani bencana sedimen. Diharapkan penyempurnaan buku ini dapat terus dilakukan secara berkelanjutan sesuai kebutuhan. Pada akhirnya, disampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah terlibat dalam kegiatan review buku ini. Keterlibatan tenaga ahli senior bidang Sabo tentu memberikan kontribusi yang tidak kecil.
Jakarta, September 2012 Direktorat Sungai dan Pantai Direktur
Ir.Pitoyo Subandrio, Dipl. HE.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
KATA PENGANTAR
Meningkatnya bencana sedimen atau sediment-related disaster di Indonesia, menjadikan semakin pentingnya peranan Sistem Sabo dalam mengendalikan pergerakan sedimen massa, termasuk aliran debris dan lahar. Dalam sistem Sabo, bangunan-bangunan pengendali sedimen atau bangunan Sabo bekerja di alur sungai secara bersinergi antara bangunan yang satu dengan lainnya. Sebagai bangunan air, sistem dan bentuk bangunan Sabo memiliki banyak keganjilan yang khas jika dibandingkan dengan bangunan pengairan pada umumnya. Bahkan jika dipandang dari sisi bangunan pengairan, kadangkala ditemui hal yang kontradiksi. Oleh sebab itu, buku ini mencoba memberikan porsi lebih besar pada berbagai kekhusususan Sabo tersebut. Selain itu, juga dilakukan penyempurnaan redaksional maupun gambar- gambar dari yang ada sebelumnya. Pemutakhiran buku ini mengacu pada berbagai sumber asli yang disusun oleh para Expert JICA di VSTC, yang selama ini telah dipergunakan sebagai acuan dalam berbagai pelatihan bidang Sabo dan sumber lain yang ada didalam dan luar Indonesia.
Yogyakarta, September 2012 Tim Penyusun Ir. Haryono Kusumosubroto, Dipl HE
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ....................... …………………………………………………..
i
DAFTAR TABEL................... ………………………………………………..
iii
DAFTAR GAMBAR ............ …………………………………………………
iv
DAFTAR ISTILAH ............. ………………………………………………… viii BAB I
RENCANA IMPLEMENTASI
1.1. Umum ………………………………………………………
1
1.2. Survai untuk Implementasi ………………………………….
2
1.3. Jadwal Kegiatan Pekerjaan ………………………………….
6
1.4. Spesifikasi Dan Gambar …………………………………….. 10 BAB II RENCANA PELAKSANAAN.
2.1. Umum…….…………………………………………………. 11 2.2. Interpretasi Dan Konfirmasi Pekerjaan……………………... 11 2.3. Manajemen Pelaksanaan…………………………………….. 14 2.4. Cara Pelaksanaan…………………………………....………. 17 BAB III KONDISI KHUSUS PEKERJAAN SABO
3.1. Kekhususan Sistem Sabo………………………….………… 19 3.2. Keganjilan Bagian Bangunan Sabo…………………………. 24 BAB IV PEKERJAAN TANAH
4.1. Dam Pelindung Dan Saluran Pengelak ……………………... 31 4.2. Pemadatan Tanggul Dan Perlindungan Lereng …………….. 33 SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
i
4.3. Longsoran Permukaan Tanggul …………………………….. 34 4.4. Counterweight Versus Quick Sand ………….……………… 37 4.5. Daya Dukung Tanah Pondasi………..……………………… 40 BAB V PEKERJAAN PASANGAN BATU
5.1. Stabilitas Pasangan Batu ……………………………………. 43 5.2. Tekanan Tanah dan Isian Belakang Pasangan ……………… 50 5.3. Peranan Kerikil Sebagai Backfill…………………………… 54 5.4. Beberapa Aspek Tekanan Tanah …………………………… 55 5.5. Pekerjaan Pasangan Batu …………………………………… 58 BAB VI POKOK PENTING IMPLEMENTASI SABO
6.1. Apron Dengan Bantalan Air……………………………..….. 62 6.2. Garis Endapan Dan Gerusan Hilir ………………………….. 65 6.3. Pertimbangan Terhadap Uplift …………………..……...….. 67 6.4. Desain Penampang Sayap………………………………..….. 69 6.5. Cara Perkuatan Ambang Pelimpah………………………….. 72 6.6. Perkuatan Abutment………………………………………… 77 6.7. Fungsi Lubang Alir ………………………………………… 80 6.8. Embedment Untuk Perlindungan Kaki Tebing………….….. 85 6.9. Pelaksanaan Praktis ………………………………………… 91 6.10. Proses Transisi …………………………….……………….. 112 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 122
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO ii
IMPLEMENTASI SABO
DAFTAR TABEL
Keterkaitan faktor meteorology dan hidrologi .................................................
3
Tabel 1.1.
Contoh Diagram Jadwal Pekerjaan dam Sabo..........................
7
Tabel 1.2.
Ilustrasi perbandingan gaya luar dam biasa dan Sabo .. ……… 23
Tabel 6.1.
Perbedaan tekanan uplift pada dam ..........................................
69
Tabel 6.2.
Perhitungan hasil uji beton .......................................................
96
Tabel 6.3.
Perkiraan pelapisan air di permukaan agregat ..........................
98
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1.1
Diagram Jadwal Pekerjaan bentuk Net-work ………..……
8
Gambar
3.1
Urutan pelaksanaan pembuatan bangunan Sabo ………….. 21
Gambar
3.2
Tipikal bentuk dam Sabo dibanding dam biasa ………..…. 22
Gambar
3.3
Tiga kondisi tekanan sedimen dan air pada dam Sabo …… 23
Gambar
3.4
Ambang pelimpah pada dam biasa dan Sabo ……………... 25
Gambar
3.5
Bentuk dasar segitiga dan trapezium ………………….….. 26
Gambar
3.6
Perbedaan fungsional dam biasa dan Sabo ……………….. 27
Gambar
3.7
Bangunan Dam Sabo rendah bersifat sementara ………….. 28
Gambar
3.8
Pekerjaan bangunan krib sementara ………………………. 28
Gambar
3.9
Bronjong ditambah vegetasi sebagai penguat………….….. 29
Gambar
3.10 Contoh batasan lokasi tidak baik untuk digali…………….. 30
Gambar
4.1
Coffer dam dan Diversion Channel terbuka……………….. 31
Gambar
4.2
Pengeringan air rembesan dari coffer dam ………………... 32
Gambar
4.3
Ilustrasi penimbunan tanggul yang salah………………….. 34
Gambar
4.4
Penimbunan extra untuk antisipasi penurunan tanggul ….. 34
Gambar
4.5
Pengaruh rembesan air bawah tanah pada muka lereng …. 35
Gambar
4.6
Beban perimbangan untuk mengatasi quicksand ……….… 38
Gambar
5.1
Dinding penahan tipe gravity dan pasangan batu ……….… 43
Gambar
5.2
Perhitungan kontrol stabilitas dinding pasangan batu ……. 44
Gambar
5.3
Asumsi blok pasangan batu tidak bergerak horisontal …… 47
Gambar
5.4
Beban tambahan pada dinding pasangan batu…………….. 49
Gambar
5.5
Ilustrasi pembebanan tambahan ……………………..……. 49
Gambar
5.6
Diagram tekanan tanah dan isian belakang dinding …….. 50 SERI BUKU TEKNOLOGI SABO
iv
IMPLEMENTASI SABO
Gambar
5.7
Peran kerikil sebagai back-fill ……………………………. 54
Gambar
5.8
Konversi beban tambahan kedalam beban tanah……….…. 57
Gambar
5.9
Pemasangan batu searah dan tidak searah ………………… 59
Gambar
5.10 Pasangan batu yang benar dan yang salah………………… 59
Gambar
5.11 Contoh pemasangan batu penutup …………………........... 60
Gambar
5.12 Landasan batu dan beton ………………………………..… 61
Gambar
6.1
Bantalan air, subdam dan lubang circus ………………….. 62
Gambar
6.2
Urutan pelaksanaan per bagian dam Sabo ………………… 64
Gambar
6.3
Garis deposit dan gerusan di hilir bangunan ……………… 65
Gambar
6.4
Prinsip urutan pelaksanaan pembuatan dam Sabo………… 66
Gambar
6.5
Gaya uplift yang bekerja pada dasar dam Sabo…………… 67
Gambar
6.6
Penampang pelimpah dan sayap dam Sabo……………….. 70
Gambar
6.7
Ilustrasi proteksi puncak dam dan dampaknya …………… 74
Gambar
6.8
Kemiringan puncak dam menghindari kerusakan ………… 75
Gambar
6.9
Ilustrasi kesalahan pembuatan bangunan dam Sabo ……… 77
Gambar
6.10 Kedalaman penetrasi yang tidak menguntungkan…………. 79
Gambar
6.11 Lubang alir pada dam Sabo ……………………………….. 80
Gambar
6.12 Posisi lubang alir pada dam Sabo………………………….. 82
Gambar
6.13 Lubang alir di bagian sayap dam Sabo…………………….. 83
Gambar
6.14 Lubang alir dilengkapi penutup sederhana………………… 83
Gambar
6.15 Lubang alir besar rawan kerusakan ……………………….. 84
Gambar
6.16 Kedalaman embedment dan kemiringan penguat tebing … 85
Gambar
6.17 Perlindungan tebing dengan struktur fleksibel ……………. 86
Gambar
6.18 Konstruksi perlindungan tebing ……………………….… 87
Gambar
6.19 Prinsip penetrasi saluran kanal ……………………………. 88
Gambar
6.20 Penetrasi riverbed girdle ke dasar saluran kanal …….......... 89
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
v
Gambar
6.21 Revetment tambahan dan embedment ……………………. 89
Gambar
6.22 Perlindungan tebing kombinasi bronjong ………………… 90
Gambar
6.23 Hubungan antara tiga tegangan …………………………... 92
Gambar
6.24 Cara menentukan koefisien untuk tegengan batas ………... 93
Gambar
6.25 Pondasi dam Sabo pada lapisan tanah pendukung ……..… 99
Gambar
6.26 Dua contoh alternatif pemasangan patok ……………….… 101
Gambar
6.27 Pondasi sumuran beton bertilang ……………………….… 102
Gambar
6.28 Saluran terbuka tanpa girdle dan dengan girdle ……….…. 102
Gambar
6.29 Saluran permukaan beton bertulang dan batu kosong …….. 103
Gambar
6.30 Penanganan gully erosion dengan bronjong silinder …..….. 104
Gambar
6.31 Dinding penahan rendah dari pasangan batu …………..….. 105
Gambar
6.32 Letak as jalan yang disarankan ………………………..….. 106
Gambar
6.33 Sistem penyangga atau trestle …………………………….. 107
Gambar
6.34 Detil desain ruang bebas ……………………………….…. 108
Gambar
6.35 Timbunan tanah diatas pipa kecil atau culvert ………….… 109
Gambar
6.36 Cara praktis melewatkan air melintas jalan ……………..… 109
Gambar
6.37 Ilustrasi tipe jembatan pelimpasan………………………… 110
Gambar
6.38 Sistem teras bangku dan pengaturan tanaman …………..… 110
Gambar
6.39 Teras bangku untuk lereng yang terlalu tinggi…………..… 111
Gambar
6.40 Ilustrasi transisi hidraulik longitudinal dan lateral………… 112
Gambar
6.41 Tingkatan tipikal potongan melintang revetment……….… 113
Gambar
6.42 Krib atau spur-dyke dari batang pohon semak …....…..… 114
Gambar
6.43 Bronjong silinder untuk konstruksi krib …………….…… 115
Gambar
6.44 Krib beton untuk aliran sedimen berbatuan …………..…... 115
Gambar
6.45 Ilustrasi bangunan kantong pasir ……………………..…… 116
Gambar
6.46 Urutan aplikasi transisi bangunan krib ……………….…… 117 SERI BUKU TEKNOLOGI SABO
vi
IMPLEMENTASI SABO
Gambar
6.47 Prinsip kebijakan pengaturan sedimen di kipas alluvial … 117
Gambar
6.48 Dam Sabo rendah dari bronjong dilapis beton …………… 119
Gambar
6.49 Groundsill dari bronjong, rangka kayu danbeton ………… 119
Gambar
6.50 Girdle dasar sungai dari kayu dan balok kayu ………….… 120
Gambar
6.51 Dam Sabo kecil dari balok kayu, tiang besi dan beton ..…. 120
Gambar
6.52 Revetment dari kerangka balok kayu diisi batu ………..… 121
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
vii
DAFTAR ISTILAH
Sabo
: Suatu terminologi teknik dari bahasa Jepang yang berarti pengendalian erosi dan sedimentasI (Erosion and sediment movements control)
Sabo Works
: Suatu sistem pengendalian erosi dan pergerakan sedimen.
Erosi
: Terlepasnya permukaan tanah akibat pergerakan fragmen-fragmen tanah dan batuan oleh aliran air atau panyebab lainnya.
Deposisi
: Proses
mekanik
atau
kimia
dimana
sedimen
terakumulasi pada suatu tempat tertentu. Agradasi
: Suatu proses geologi, dimana dasar sungai, dataran banjir dan permukaan dasar aliran air elevasinya naik akibat deposisi material hasil erosi yang datang dari tempat lain. Agradasi kebalikan dari peristiwa degradasi.
Bed load
: Partikel sedimen yang terangkut aliran air dan selalu bersentuhan dengan dasar sungai.
Aliran debris
: Suatu aliran air yang
membawa berbagai ukuran
batuan, tanah dan pasir dalam konsentrasi sangat tinggi bergerak cepat menuruni lereng bukit dan alur sungai,
membawa material dasar sungai dan
kadangkala disertai batang-batang pohon.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO viii
IMPLEMENTASI SABO
Wilayah aliran debris : Wilayah dimana aliran sedimen berupa sedimen
massa (mass movements), seperti aliran debris (debris flow). Wilayah drainase (Drainage area)
: Wilayah lahan yang memberikan run-off ke danau, alur sungai atau tempat tampungan lainnya.
Apron
: Suatu lantai atau permukaan terbuat dari beton, pasangan batu kali atau pasangan batu kosong dan sebagainya yang dipasang di kaki depan (toe) suatu dam, groundsill , dan lain-lain, untuk melindungi terhadap erosi atau gerusan lokal yang disebabkan oleh jatuhan air atau turbulensi aliran.
Ambang pelimpah (Crest opening)
: pada umumnya berbentuk trapezium di bagian teratas dam Sabo, berfungsi untuk melewatkan debit sedimen.
Ambang sayap ( Crest wing )
: Bagian bangunan dam Sabo yang menahan sedimen atau debris tidak melimpas ke hilir dam Sabo.
Dam mengambang ( Floating dam )
: Bangunan dam yang dibuat dengan tujuan yang sama dengan dam Sabo, terletak pada dasar pondasi tanah karena tidak adanya lapisan batuan. Keamanan terhadap
gaya
geser
dan
rembesan
(piping)
dipertimbangkan. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
ix
Tinggi jagaan
: Suatu batasan tinggi yang dijaga antara puncak tanggul dan elevasi banjir rencana, untuk menjaga agar
tidak
terjadi
limpasan
dan
lompatan
gelombang. Koefisien kekasaran : Koefisien
yang
permukaan
mengindikasikan
sungai
atau
saluran
kekasaran kanal
yang
bersentuhan dengan aliran air. Ambang dasar (Groundsill))
: Suatu struktur bangunan Sabo untuk mengamankan permukaan dasar sungai atau saluran kanal agar tidak terjadi degradasi.
Krib (Spurdike)
: Struktur bangunan pengatur sungai yang dibuat tegak
lurus
mengarahkan
arah
aliran
sungai,
berfungsi
atau mengurangi kecepatan aliran,
mengamankan tebing sungai dari ancaman erosi dengan membentuk endapan di bagian hilir krib. Dinding vertikal (Vertical wall)
: Suatu bangunan dilengkapi sayap dan membentuk sudut tegak lurus terhadap arah sumbu aliran di hilirnya.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO x
IMPLEMENTASI SABO
BAB I RENCANA IMPLEMENTASI
1.1
Umum. Ketika pekerjaan konstruksi telah ditetapkan untuk dilaksanakan sesuai
rencana, maka segera dilakukan survai tentang banyak hal terkait dengan rencana pelaksanaan. Pemberi pekerjaan harus memberi berbagai informasi lebih rinci mengenai berbagai aspek kondisi pekerjaan yang dihadapi, sehingga dapat dilakukan estimasi pembiayaan dan alokasi waktu yang lebih akurat. Aspek ini menyangkut hal yang sangat luas, oleh sebab itu pembahasan akan lebih ditujukan pada implementasi pekerjaan Sabo yang bersifat struktural. Perencana biasanya tidak selalu memahami benar situasi lingkungan wilayah pekerjaan karena keterbatasan data yang tersedia, sehingga alternatif lokasi sudah dipersiapkan jika suatu waktu diperlukan. Survai untuk implementasi pekerjaan, berbeda dengan survai untuk perencanaan maupun untuk desain bangunan. Didalam bab ini banyak hal penting yang dibahas, spesifikasi secara umum, gambar penting yang perlu dikemukakan dalam spesifikasi, hal apa yang perlu disertakan dalam gambar spesifikasi bangunan dan lain sebagainya. Semua bermuara pada kepentingan untuk memperoleh bangunan berkualitas tinggi, biaya yang memadai dan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan yang sesuai dan wajar.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
1
1.2
Survai Untuk Implementasi Berbagai tindakan investigasi dan survai
dilakukan guna
implementasi pekerjaan
memperoleh data sebanyak mungkin, sebagai bahan
pertimbangan dalam menetapkan suatu keputusan secara akurat. 1.2.1. Survai topografi.
a.
Diperlukan peta topografi skala 1 : 500 hingga 1 : 2.000 untuk membuat pekerjaan sementara, seperti pekerjaan galian, pembuatan gudang, jalan kerja, dan lain-lain.
b.
Pengukuran panampang memanjang dan melintang sepanjang daerah kerja dan membuat titik referensi yang dikaitkan dengan titik tetap permanen BM (Bench Marks).
Data pengukuran awal ini sangat penting, tanpa data ini tidak dapat mulai melaksanakan pekerjaan, karena dalam tahap perencanaan data ini biasanya tidak dibuat. 1.2.2. Survai geologi.
a.
Kondisi geologi umum sekitar wilayah pekerjaan biasanya sudah didata sebelumnya.
b.
Jika hasil survai geologi untuk pondasi suatu dam Sabo diperoleh hasil yang kurang baik, maka tidak disarankan untuk mencari kondisi geologi yang lebih baik. Tetapi jika didapat pondasi lapisan batuan yang baik, tentu saja menjadi pilihan untuk lokasi dam Sabo.
c.
Jika tidak diperoleh lapisan keras pondasi hingga kedalaman tertentu, untuk dam Sabo tidak perlu melakukan survai dengan pengeboran seperti bangunan dam umumnya.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 2
IMPLEMENTASI SABO
1.2.3. Survai meteorologi dan hidrologi.
a.
Kondisi meteorologi di wilayah pekerjaan penting diketahui guna menghindari terjadinya bencana selama pekerjaan berlangsung.
b.
Data hidrologi dari wilayah berdekatan dapat dimanfaatkan untuk menetapkan debit saluran pengelak yang diperlukan.
Keterkaitan faktor meteorologi dan hidrologi dalam rencana pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut, Tabel 1.1 : Keterkaitan faktor meteorologi dan hidrologi dalam perencanaan Status meteorologi dan hidrologi
Keterkaitan dalam rencana pekerjaan.
Hari hujan dalam satu bulan hujan / musim kering
Jumlah hari kerja, periode untuk galian sungai, suplai air, banguan pengelak.
Jumlah curah hujan.
Debit dan kapasitas saluran pengelak selama pelaksanaan pekerjaan.
Temperatur udara.
Pengecoran beton dan pengeringannya.
Hari-hari berkabut.
Angkutan material dam pekerja.
Pemicu intensitas hujan terhadap terjadinya mudflow.
Jalur dan jembatan untuk evakuasi dari lokasi kerja.
Sumber :
Sabo Implementation for practice of erosion and sediment control in
Indonesia, VSTC – JICA, March 1986.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
3
1.2.4. Survai lokasi bahan galian dan tempat buangan.
a.
Survai ini dilakukan untuk menetapkan lokasi pengambilan material konstruksi bangunan, seperti pasir, batu dan kerikil maupun tempat buangan kelebihan material bangunan.
b.
Biasanya untuk memperoleh material kualitas tinggi yang memenuhi syarat sebagai agregat konstruksi beton seringkali mengalami kesulitan, sehingga perlu mendatangkan dari luar lokasi.
c.
Melibatkan aspek lainnya, yaitu penyediaan sarana dan prasarana transportasi material.
d.
Untuk lokasi pembuangan, pada era kehidupan saat ini seringkali mengalami kesulitan memperolehnya, karena banyak dipengaruhi oleh aspek sosial ekonomi masyarakat setempat
1.2.5. Survai transportasi.
Kebanyakan lokasi pekerjaan Sabo berada di wilayah pegunungan, tidak seperti pekerjaan lain pada umumnya. Bahkan sering dijumpai lokasi pekerjaan Sabo yang tidak memiliki akses jalan. Oleh sebab itu, pekerjaan Sabo sering diawali dengan survai pendahuluan untuk membuat jalan untuk transportasi material. Beberapa pertimbangan penting perlu diperhatikan dalam melakukan survai pendahuluan, antara adalah, a.
Pemilihan rute jalan transpotasi perlu berpegang pada prinsip half-cut and bank , sehingga lebar jalan seminimal mungkin.
b.
Hindari rute yang memiliki tanjakan dan turunan terlalu curam.
c.
Pada lokasi topografi curam, diusahakan agar pemotongan tanah sekecil mungkin.
d.
Drainasi untuk aliran permukaan maupun aliran bawah permukaan dilakukan secara hati-hati. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO
4
IMPLEMENTASI SABO
e.
Mempertimbangkan pemeliharaan jalan transportasi, meskipun nantinya pekerjaan telah selesai.
Penggunaan sistem transportasi material lainnya, seperti sistem kabel perlu pertimbangan yang akurat, terkait dengan berbagai batasan kapasitas, rute kabel dan sebagainya. Demikian juga penggunaan angkutan menggunakan rel, memiliki keterbatasan pada kemampuan tanjakan dan sistem bongkar muatnya. 1.2.6. Survai lingkungan.
Hampir
mustahil
mempengaruhi
melakukan
lingkungan.
kegiatan
Meskipun
pembangunan sistem
Sabo
tanpa
sedikitpun
tujuannya
adalah
memperbaiki kerusakan alur sungai dan sekitarnya, namun untuk hal ini tidak menjadi pengecualian untuk melakukan survai lingkungan. Dampak negatif penerapan sistem Sabo yang dapat terjadi terhadap lingkungan antara lain, a.
Kekhawatiran terhadap degradasi dasar sungai di hilirnya, yang dapat mempengaruhi pada, 1)
Kerusakan pilar jembatan dan dasar revetnment.
2)
Kesulitan pengambilan air pada bangunan intake irigasi akibat muka air turun.
b.
c.
Kekhawatiran akumulasi deposit sementara di bagian hulu, yaitu, 1)
Genangan atau banjir areal endapan.
2)
Perubahan erosi lateral pada tanggul.
Kekhawatiran terhadap menurunnya kwalitas lingkungan biologi, seperti, 1)
Pengaruh terhadap perikanan darat.
2)
Pengaruh terhadap penghutanan kembali atau reforestation.
3)
Kerusakan lahan dan panorama pemandangan.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
5
1.2.7. Survai konpensasi tanah.
Survai keperluan ganti rugi atau kompensasi tanah berdasarkan pekerjaan Sabo yang direncanakan sangat terkait dengan survai topografi, lokasi bahan galian dan timbunan tanah, rute transportasi dan lingkungan.
1.3
Jadwal Kegiatan Pekerjaan. Jadwal kegiatan atau kemajuan pekerjaan merupakan bagian yang sangat
penting, baik bagi pemberi tugas maupun pelaksana pekerjaan atau kontraktor. Jadwal ini harus disusun dengan akurasi tinggi, karena biaya konstruksi yang tepat sangat dipengaruhi oleh jadwal kegiatan ini. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan yang benar-benar diperlukan, jumlah unit kerja, jumlah alat kerja dan biaya konstruksi yang tepat mempunyai saling keterkaitan yang tinggi antara satu dengan lainnya. 1.3.1. Jadwal tahunan (annual) dan setiap tahun. (yearly).
Pekerjaan yang berskala cukup besar biasanya memerlukan waktu lebih dari satu tahun, sehingga wajar jika jadwal pekerjaan akan dipengaruhi oleh perubahan musim yang dapat mempengaruhi biaya. Adanya pengaturan anggaran tahunan yang tidak sama setiap tahunnya, maka perlu dibuat jadwal kegiatan pekerjaan tahunan yang sifatnya menyeluruh
dengan pembagian anggaran per tahun,
maupun jadwal pekerjaan setiap tahun yang menggambarkan detil anggaran setiap tahun. Berikut contoh jadwal kegiatan tahunan (annual) dalam bentuk Bar-chart , untuk pekerjaan dam Sabo berskala cukup besar.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 6
IMPLEMENTASI SABO
Tabel 1.2 : Contoh Diagram Jadwal Pekerjaan (Time Schedule) dam Sabo Tahun Pekerjaan
1
2
3
4
Jalan kerja
Catatan
Termasuk perbaikan
Pengelak Coffer dam, dll.
Termasuk pekerjaan sementara
Galian Beton Dam-utama Beton Sub-dam
Termasuk apron
Pelapisan Kelengkapan
Intake air dan peralatan
Diagram kegiatan pekerjaan dalam bentuk Net Work dari jadwal setiap tahun (yearly) untuk durasi waktu 145 hari dalam 1 tahun sebagai berikut, Notasi untuk angka dalam lingkaran : 1–2
: pekerjaan persiapan.
6–9
: cor beton
2–3
: perbaikan jalan kerja
6–8
: galian
4–5
: jembatan darurat
9 – 11 : cor beton
4–6
: batcher plant
10 – 11 : timbunan kembali.
5–6
: perbaikan pondasi
10 – 12 : cor beton
6–7
: pembersihan dan
12 – 13 : plesteran akhir
Penyemprotan
13 – 14 : finishing.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
7
(10) 8
1 (7)
7
10
2
3 (3)
17
14 (4)
4
(3)
68
30
5 (13)
6
(38)
(14)
9
(33)
7
101
131
138
145
10
12
13
14
(30)
(7)
(7)
(2)
Gambar 1.1 : Diagram Jadwal Pekerjaan bentuk Net-work kegiatan pekerjaan
Keterangan, Angka dalam kurung menunjukkan jangka waktu kegiatan (hari). Angka disamping atau diatas kegiatan menunjukkan jumlah jangka waktu total (hari). Aktivitas pararel dan dummy dengan garis titik adalah kegiatan yang perlu perhatian khusus. 1.3.2. Standar unit kegiatan dan peralatan mesin yang diperlukan.
a. Pihak pertama sebagai pemberi pekerjaan tidak dapat menyediakan peralatan dan tidak dapat menetukan peralatan yang akan digunakan. b. Pihak kedua sebagai pelaksana pekerjaan atau kontraktor ketika mengestimasi anggaran biaya pekerjaan belum menetapkan peralatan yang akan dipergunakan. Biasanya ketika itu belum diketahui ketersediaan peralatan yang dibutuhkan. c. Standar unit kerja beton sangat tergantung pada kapasitas mesin pengaduk beton (concrete-mixer) yang biasanya disediakan oleh kontraktor khusus (lokal). d. Standar unit kerja galian tergantung pada kemampuan atau kapsitas peralatan yang dipergunakan, bulldozer, escavator, dump-truck, power-sovel, dan sebagainya. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 8
IMPLEMENTASI SABO
Perlu dipahami bahwa pekerjaan Sabo umumnya tidak di lokasi dataran, tetapi lebih banyak berada di lokasi pegunungan yang jauh dari jangkauan. Meskipun skala pekerjaannya tidak besar, akan tetapi waktu pelaksanaan panjang. Di Indonesia, sesuai kondisi sosial ekonominya, pemakaian tenaga manusia lebih menjadi pilihan daripada sistem mekanisasi dengan peralatan berat. Untuk tujuan perbaikan dan memperbesar kapasitas kegiatan pekerjaan Sabo, beberapa hal dibawah ini perlu mendapat perhatian, a.
Menggunakan mesin pengaduk beton berkapasitas cukup besar.
b.
Menggunakan mesin pompa pasir (sand pump), diameter 50 mm s/d 80 mm, kuat tekan (total head) sekitar 10 meter.
c.
Menggunakan generator listrik dengan jaringan kabelnya.
d.
Menggunakan peralatan berat, seperti power-sovel , bulldozer kecil.
e.
Menggunakan sistem transportasi material yang efektif, misal menggunakan belt-conveyor , dump-truck , dan sebagainya.
1.3.3. Model jadwal kegiatan pekerjaan (progress schedule).
Terdapat tiga model jadwal kegiatan pekerjaan yang dapat dipergunakan, a. Tipe bar-chart atau disebut “diagram batang”. b. Tipe diagram garis lengkung atau curve-chart. c. Tipe net-work (PERT, CPM). Dari ketiga tipe tersebut, diagram batang (bar-chart) yang paling populer dan mudah.
Tipe
net-work,
sejak
beberapa
puluh
tahun
terakhir
banyak
direkomendasikan untuk dipergunakan. Tipe garis lengkung (curve-chart type) sangat
direkomendasikan
dipergunakan
dalam
pekerjaan
Sabo,
karena
aplikasinya lebih mudah dan juga karena item pekerjaan Sabo relatif tidak terlalu banyak, sehingga masih tersedia banyak ruang.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
9
1.4
Spesifikasi Dan Gambar. Spesikasi dan gambar pekerjaan merupakan satu-satunya dokumen
terakhir yang akurat dan terpercaya bagi kedua pihak, pemberi kerja dan pelaksana pekerjaan untuk menyelasaikan bangunan dengan konsekuensi yang lebih baik di kemudian hari. Tidak hanya spesifikasi umum saja yang dijelaskan, akan tetapi spesifikasi khusus yang ada perlu dijelaskan kepada kontraktor. Di Indonesia, beberapa hal dibawah telah lazim diberlakukan, yakni, a.
Spesikasi umum, menguraikan banyak hal, aturan yang harus diikuti dan hal yang tidak boleh dilakukan. Termasuk memberikan berbagai instruksi apa dan bagaimana harus dikerjakan.
b.
Spesifikasi khusus, ditempatkan diatas dari spesifikasi umum dan berisi berbagai catatan khusus yang perlu dicermati, misalnya perihal quarry, spoil-banking, perkiraan debit benjir, kapasitas ijin kanalisasi, standar campuran beton dan lain sebagainya.
c.
Gambar, Selain memuat gambar detil, juga mencantumkan proses pembangunannya secara detil. Contoh, menjelaskan batas-batas pekerjaan galian yang boleh dikerjakan alat berat dan tenaga manusia.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 10
IMPLEMENTASI SABO
BAB II RENCANA PELAKSANAAN
2.1
Umum. Rencana pelaksanaan pekerjaan atau execution plan dimaksudkan sebagai
suatu rencana pelaksanaan yang aktual, diformulasikan oleh pelaksana pekerjaan atau kontraktor. Jadi berbeda dari bab terdahulu “Rencana Implementasi” yang harus diformulasikan oleh pihak pemberi pekerjaan. Semua data yang diberikan oleh pihak pertama harus diinterpretasikan dan dikonfirmasi oleh kontraktor sebagai acuan dalam membuat detil pelaksanaan pekerjaan. Uraian berikut ini adalah sebagai titik pandang dari pihak kontraktor.
2.2
Interpretasi Dan Konfirmasi Pekerjaan. Ada tiga hal pokok yang harus diinterpretasikan dengan baik dan benar-
benar dikonfirmasikan, yaitu : 1.
Melakukan investigasi lapangan dan lingkungan.
2.
Meneliti lebih jauh berbagai hal yang sebelumnya belum jelas dan pernah dipersoalkan.
3.
Menanyakan kepada pihak pertama tentang hal-hal yang tidak diketahui.
Menjadi tugas bagi pihak pertama untuk menjelaskan kepada kontrktor tentang segala hal yang ditanyakan berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Berbagai survai yang perlu dikonfirmasi kembali oleh kontraktor adalah,
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
11
2.2.1. Topografi lingkungan.
Mengkonfirmasi keberadaan patok as, patok batas, patok referensi, bench-mark, lokasi galian material (quarry), lokasi pembuangan sisa material, ketidak sesuaian dengan peta topografi, ruang penyimpanan material, sistem drainase dan sebagainya. 2.2.2. Geofisik lingkungan.
Mengestimasi berbagai aspek geologi, seperti kedalaman akar tanaman, kedalaman lapisan tanah, keberadaan patahan, rekahan, sesar, ancaman tanah longsor. Untuk mengontrol data yang tersedia bila perlu melakukan berbagai uji lapangan, seperti pengeboran inti, uji daya dukung tanah dan sebagainya. 2.2.3. Data meteorologi atau hidrologi.
Mengasumsikan kemungkinan hari hujan selama periode pekerjaan, curah hujan, intensitas hujan, mengetahui muka air tertinggi dan terendah dari stasiun pengukur tinggi muka air dan lain sebagainya. 2.2.4. Transportasi.
Melakukan investigasi terhadap kondisi lalu-lintas di jalan umum, lebar jalan, kepadatan lalu-lintas, rambu lalu lintas, batas aman tinggi kendaraan, kemungkinan angkutan air dan banyak hal lainnya. 2.2.5. Kondisi material setempat.
Mengetahui ketersediaan material setempat yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas untuk bangunan, seperti untuk agregat beton, kayu dan sebagainya.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 12
IMPLEMENTASI SABO
2.2.6. Pekerjaan sementara.
Mengkonfirmasi ketersediaan areal untuk bangunan sementara, seperti bangunan gudang, penyimpanan bahan bangunan, tempat merangkai besi konstruksi dan sebagainya. 2.2.7. Tenaga listrik dan air kerja.
Mengkonfirmasi ketersediaan tegangan listrik, kapasitas tenaga listrik tersedia atau kemungkinan menggunakan generator listrik sendiri. Sumber air kerja yang dapat diperoleh, sumur sendiri, instalasi distribusi air yang sudah ada atau suplai air dari luar lokasi. 2.2.8. Tenaga kerja.
Memastiakan besaran standar upah kerja tenaga (unskilled), banyaknya tenaga kerja yang dapat diperoleh, ketersediaan sub-kontraktor dan tenaga terlatih lainnya. 2.2.9. Hambatan.
Mendeteksi kemungkinan hambatan yang dapat terjadi selama pelaksanaan pekerjaan, seperti bentangan kabel diatas maupun dibawah tanah, masalah gangguan lingkungan, seperti kebisingan dan bahkan kemungkinan terjadinya gesekan sosial antar pekerja dengan penduduk setempat. 2.2.10. Pembebasan tanah dan ganti rugi.
Mengkonfirmasikan batas wilayah tanah untuk kegiatan pekerjaan dengan tanah penduduk. Negosiasi pemakaian tanah lebih oleh kontraktor kepada pemiliknya.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
13
2.3
Manajemen Pelaksanaan. Dalam sistem kerangka kerja manajemen kontruksi terdapat enam
kategori yang perlu dikemukakan, yaitu : a. Kontrol teknologi
: pengukuran teristris, desain, konstruksi.
b. Kontrol kemajuan
: hasil pekerjaan, tingkat keberhasilan pekerjaan.
c. Kontrol kualitas
: terutama untuk pekerjaan tanah, beton, dll.
d. Kontrol lingkungan
: air kerja, udara, lalu-lintas dan keselamatan.
e. Kontrol tenaga kerja : sub- kontraktor dan tenaga lainnya. f.
Kontrol anggaran
: penggunaan material dan pengeluaran biaya.
Setiap kegiatan kontrol tersebut tingkat keterkaitannya dengan pihak pemberi kerja dan kontraktor berbeda. Kontrol teknologi, kemajuan, kualitas dan lingkungan lebih cenderung menjadi kewajiban pihak pemberi kerja, sedangkan kontrol tenaga kerja dan anggaran lebih menjadi kewajiban pihak kontraktor. 2.3.1. Kontrol teknologi.
Dari keseluruhan permasalahan teknologi yang timbul di lapangan, umumnya ada kaitannya dengan survai geodesi, ukuran bangunan yang sedang dibuat, desain berbagai bangunan sementara, seperti perancah, cetakan, pekerjaan kayu, tiang penyangga dan sebagainya. Untuk memudahkan kontrol teknis,
dibuat patok
pengukuran atau tanda tertentu untuk mempermudah pemantauan selanjutnya. 2.3.2. Kontrol kemajuan pekerjaan.
Dari pengalaman pekerjaan di lapangan, dapat diutarakan beberapa tendensi yang sering muncul dalam pekerjaan, seperti : a. Tidak ada yang lebih penting dari suatu jadwal kemajuan pekerjaan adalah tindak lanjut dari apa yang tertuang didalamnya. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 14
IMPLEMENTASI SABO
Prosedur itu disebut “kontrol kemajuan pekerjaan” atau progress control . b. Untuk memastikan kemajuan pekerjaan yang lebih baik, sebaiknya pada tahap awal pekerjaan dapat dilakukan secara merata di semua bagian, seperti pada grafik dibawah, titik M diusahakan naik ke A. Progress 100 90 90 S’
80 1 S
?
60
1
A
40
M
M’
20
0
1
3
Waktu (bulan)
5
7
8
Notasi, Kurva jadwal pelaksanaan rencana
( O-M).
Kurva jadwal tahap pelaksanaan terlambat
(O-M’)
Kurva pelaksanaan lebih cepat
(O-A)
Jika berhasil merealisasikan hal tersebut, kontrol kemajuan pekerjaan selanjutnya dapat dilakukan lebih baik. Sebaliknya jikapekerjaan terlambat seperti garis O-M’ karena alasan tertentu, dapat dipastikan akan mengalami kesulitan besar. c. Disarankan sebaiknya digunakan kombinasi dengan bar-chart untuk setiap bagian pekerjaan. Jika hanya menggunakan diagram kurva saja akan sulit menggambarkan kemajuan pekerjaan dalam prosentase.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
15
2.3.3. Kontrol kualitas pekerjaan.
Di lapangan pekerjaan, sulit mengontrol kualitas material semen dan besi, sehingga mengandalkan pada standar industri produksi yang berlaku. Untuk pekerjaan tanah, permasalahan yang timbul dapat dilakukan tes mekanika tanah di lapangan. 2.3.4. Kontrol lingkungan.
Berdasarkan pada pengalaman dalam melaksanakan pekerjaan sungai, termasuk pekerjaan pembuatan konstruksi Sabo, banyak hal penting yang terkait dengan masalah lingkungan, yaitu : a. Polusi air. Kandungan lumpur yang terlalu tinggi atau air kotor tidak diperbolehkan dialirkan keluar lapangan pekerjaan. b. Polusi biologi. Vegetasi dan permukiman perlu dilindungi semaksimal mungkin dengan mengikuti peraturan perundangan yang berlaku. c. Polusi lalu-lintas dan udara. Aktivitas harian transportasi kendaraan berat dan polusi udara pasti mendapat protes masyarakat setempat. d. Polusi suara. Suara bising akibat kegiatan pembangunan pada batas tertentu tidak diperbolehkan. e. Perlindungan tata guna lahan. Tata guna lahan dan penataan kawasan masyarakat setempat harus dilindungi agar tidak dirusakkan olek kegiatan pembangunan.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 16
IMPLEMENTASI SABO
f.
Kontrol terhadap pekerja dan anggaran. Kedua masalah ini umumnya menjadi kewenangan sepenuhnya oleh kontraktor dan majemen lapangan.
2.4
Cara Pelaksanaan. Tendensi cara pelaksaanaan pekerjaan konstruksi yang berkembang saat
ini nampaknya sudah lebih mengedepankan pengaturan kegiatan pekerjaan oleh kontraktor sendiri, yakni : 1. Kontraktor dapat menerapkan kedisiplinan pengawasan pekerjaan dibawah kewenangannya. 2. Kontraktor melaksanakan pekerjaannya melalui cara tertentu dibawah tanggungjawabnya sendiri, tanpa perlu supervisi atau pengarahan lagi dari pemberi pekerjaan. 3. Eksploitasi dan perkembangan yang sangat cepat industri konstruksi saat ini manjadi salah satu alasan terciptanya situasi kerja ini. 4. Kecepatan perkembangan teknologi dalam banyak bidang industri berlangsung begitu cepat sehingga tidak selaras dengan perkembangan tenaga professional di pemerintahan. 5. Kenyataan ini tekah disadari secara luas di seluruh dunia, sehingga banyak negara telah menyesuaikan diri dengan meningkatkan kemampuan mekanisme pemerintahannya. Dari sisi kontraktor sebagai penerima pekerjaan konstruksi, mereka memiliki alasan tersendiri dalam menyikapi perkembangan dunia industri konstruksi ini.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
17
Ketika kontraktor mengalami kesulitan dalam memperoleh tenaga kerja terlatih, maka
akan kesulitan mengatasi gejolak personil dalam kaitannya dengan
kecenderungan percepatan progresif dari pekerjaan konstruksi.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 18
IMPLEMENTASI SABO
BAB III KONDISI KHUSUS PEKERJAAN SABO
3.1
Kekhususan Sistem Sabo. Sistem Sabo atau Sabo Works merupakan teknologi sintetis dari
mekanika, teknik sipil dan vegetatif, konstruksi kehutanan dengan aspek konservasi lahan dan alur sungai di daerah tangkapan sungai. Struktur bangunan Sabo tidak sulit, tetapi formulasi perencanaan yang komprehansif agak komplek, menyangkut dua aspek
mekanis dan vegetatif. Perencanaan, desain dan
pelaksanaan dalam sistem Sabo saling terkait. Kekhususan sistem Sabo secara garis besar adalah sebagai berikut, 1.
Kondisi medan tidak baik. Pekerjaan Sabo direncanakan untuk dilaksanakan di daerah pegunungan yang umumnya tidak memiliki akses jalan menuju lokasi. Hal ini menyebabkan keterbatasan memilih cara pelaksanaan pembangunan.
2.
Sistem Sabo bersifat seri. Bangunan Sabo umumnya tidak pernah berdiri sendiri tanpa ada bangunan lainnya, meskipun setiap bangunan Sabo memiliki fungsi mandiri. Ini merupakan ciri khusus bahwa setiap bangunan Sabo diharapkan bekerja sama dengan bangunan lainnya dalam sistem secara seri. Masalah urutan pelaksanaan biasanya muncul dari hal yang terkait dengan kekhususan ini.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
19
3.
Perlu sistem konstruksi yang murah. Bersumber dari karakteristik sistem Sabo konservatif, diharapkan dapat diperoleh manfaat yang besar dengan biaya murah.
4.
Peristiwa alam yang terus menerus. Dengan kemungkinan kecil mendapatkan lapisan dasar batuan, fluktuasi dasar sungai berkelanjutan, proses erosi lahan berlangsung dengan kuat, kedatangan banjir dan aliran debris secara mendadak di lapangan pekerjaan menjadikan ancaman kerusakan selalu terjadi selama periode pelaksanaan pekerjaan Sabo.
5.
Pemberdayaan masyarakat setempat. Sistem Sabo dilaksanakan dengan pendekatan kepada masyarakat setempat. Kontraktor memperoleh tenaga kerja dari masyarakat setempat di lokasi pekerjaan. Keterlibatan masyarakat setempat sejak awal proses perencanaan hingga akhir pembangunan menjadi penting sebagai bagian dari usaha pemberdayaan masyarakat.
Klarifikasi terhadap pokok uraian perihal kekhususan sistem Sabo atau Sabo Works dapat diutarakan sebagai berikut ini, 1.
Urutan pelaksanaan perencanaan. Urutan
pelaksanaan
pembangunan
bangunan
Sabo
pada
model
didasarkan kondisi medan yang tidak baik adalah sebagai berikut, a.
Dari satu seri bangunan dam Sabo berikut ini, bangunan no 1 lokasinya paling dekat dengan sumber sedimen, sehingga paling berpengaruh untuk mereduksi produksi sedimen di bagian hulu.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 20
IMPLEMENTASI SABO
b.
Jika tidak ada akses jalan ke lokasi Dam no 1, dapat dipertimbangkan membangun terlebih dahulu bangunan no 1’ atau 1”.
c.
Dam Sabo no 3 yang terletak di bagian tengah sungai, diprioritaskan pada
urutan kedua. Dam ini difungsiksn juga
sebagai dam darurat untuk menghadapi aliran sedimen skala besar yang tidak terduga (unexpected big scale run-off sediment). d.
Kanalisasi di kipas alluvial tidak beralasan untuk prioritas tinggi, karena akan sia-sia dibuat jika pengendalian sedimen di hulu belum memadai.
Urutan asli 1
1
1’ 2
1”
1’
Dam darurat 1”
3
Akses jalan
Kanalisasi 4
Kanalisasi
3 4
Gambar 3.1 : Urutan pelaksanaan pembuatan bangunan Sabo.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
21
2.
Bentuk potongan melintang dan gaya luar yang spesifik. Hal sangat spesifik dari bangunan dam Sabo adalah bentuk potongan melintang dam Sabo. Sisi hilir tubuh dam Sabo curam bahkan hampir tegak, sedangkan bagian hulu sangat landai. Tegaknya sisi hilir dimaksudkan untuk mrnghindari kerusakan terhadap jatuhan batu besar yang terbawa aliran. Bentuk ini berbeda bahkan bertentangan dengan bentuk bangunan air pada umumnya. Dam biasa
Dam Sabo
O
O’
h R
R β
A
β
B
A’
t
σ maks
B’ t
σ maks
Gambar 3.2 : Tipikal bentuk dam Sabo dibanding dam biasa.
Pada gambar diatas, segitiga OAB menunjukkan bentuk umum dam biasa dan segitiga O’A’B’ bentuk dam Sabo yang disederhanakan. Dengan bentuk seperti ini, dam Sabo sangat menguntungkan terhadap gaya geser, namun kurang menguntungkan terhadap tekanan dasar pondasi. Meskipun demikian, dam Sabo dengan sisi hilir yang hampir tegak akan terhindar dari kerusakan akibat jatuhan batu-batu besar.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 22
IMPLEMENTASI SABO
Tabel 3.1 : Ilustrasi perbandingan gaya gaya luar pada dam biasa dan dam Sabo Segitiga OAB
Segitiga O’A’B’
Catatan
t
( w/w’ )1/2
h
W : berat satuan air W’ : berat satuan tubuh dam
tan β
( w/w’)1/2= 0,695
w/(w’+w) = 0.303
Diasumsi w = 1,0 ; w’ = 2,3
σmaks
w’ x h = 2,3 h
( w’ + w ) h =3,3h
--- sda ---
Sumber, Sabo Implementation, For Practice of Erosion Control Works in Indonesia, VSTC-JICA 1986
Gaya luar yang bekerja berupa tekanan air statik dan tekanan tanah berasal dari akumulasi sedimen yang dapat dibagi kedalam tiga kategori, yaitu : Kondisi 1 : ( tekanan tekanan air ) + (tambahan tekanan sedimen lumpur) Kondisi 2 : ( tekanan air ) + (tekanan endapan sedimen) Kondisi 3 : ( tekanan tanah ) + ( tambahan air air dan tekanan rembesan) rembesan)
2
1 W
3
W
E
p3 < p2
p1
<
p1
P2
P3
Gambar 3.3 : Tiga kondisi tekanan sedimen dan air pada pada tubuh dam Sabo
Terlepas dari aspek bentuk tubuh dam, untuk setiap kasus diatas dapat diuraikan sebagai berikut. Kasus no 1 :
Kondisi tekanan horisontal sama seperti sedimentasi yang terjadi pada waduk, yang mengendap butiran halus (silt).
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI IMPLEMENTASI SABO
23
Untuk dam Sabo, proses ini akan berlangsung lama dapat hingga 10 tahun sehingga tidak mengkawatirkan. mengkawatirkan. Kasus no 2 :
Kondisi ini merupakan kondisi umum yang terjadi pada sedimentasi di ruang tampungan dam Sabo. Jika deposit sedimen tidak mencapai kondisi penuh untuk waktu yang lama, lapisan endapan paling bawah menjadi lebih padat, sehingga tidak perlu diperhitungkan sebagai tekanan sebesar pada kasus satu.
Kasus no 3 :
pada kondisi dimana akumulasi sedimen terjadi begitu cepat di hulu dam Sabo, untuk bangunan dam konsolidasi atau groundsill, tidak perlu memperhitungkan tekanan air statik hingga penuh mencapai pada ketinggian bangunan. Sering terjadi, ketika pekerjaan pembangunan sedang berlangsung bagian hulu telah terisi penuh sedimen. Dalam situasi seperti ini dapat terbentuk daerah tangkapan kecil, yang mana ini tidak akan terjadi jika yang memenuhi adalah tekanan air, karena waktu kejadian banjir hanya berlangsung sangat singkat, lalu menjadi aliran kecil saja sehingga tidak terjadi genangan.
3.2
Keganjilan Bagian Bangunan Dam Sabo. Keganjilan struktur yang sangat berbeda dam Sabo, groundsill dan
sebagainya dibanding dengan bangunan lateral lainnya terlihat pada bentuk bagian bangunan, seperti ambang pelimpah, sayap, apron dan lain-lain. Perbedaan dengan bentuk dam pada umumnya dapat diuraikan berikut ini,
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 24
IMPLEMENTASI IMPLEMENTASI SABO
3.2.1. Ambang pelimpah.
Ambang pelimpah atau crown spillway merupakan spillway merupakan bagian puncak dari potongan dam, harus memiliki ketebalan “bs” , sedangkan pada puncak dam biasa secara teoritis bs = 0. bs
bs = 0
δ Lengkung o ‐ g
Gambar 3.4 : Ambang pelimpah pada dam biasa dan dam Sabo.
Besaran bs minimum 1,50 m, sedangkan untuk kondisi alur sungai curam dan alirannya kuat dan ganas disarankan ketebalan bs > 2,50 m. Endapan sedimen yang tampak dalam gambar telah turun, tererosi selama banjir, kedalaman δ antara 1,50 hingga 2,0 m. 3.2.2. Gaya luar pada sayap.
Desain dam Sabo selalu berbentuk trapesium, dalam perhitungan desain besaran nilai “m” dan “bs” ditetapkan terdahulu, kemudian stabilitas bangungnan dikontrol dengan menghitung nilai “n”.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI IMPLEMENTASI SABO
25
Metode perhitungan stabilitas sangat berbeda dengan dam berdasar segitiga. Pada dam Sabo, stabilitas bangunan dikontrol terhadap limpasan, tidak kondisi non limpasan. Pada dam biasa, stabilitas bangunan dikontrol terhadap kondisi tidak melimpas, kondisi limpasan diabaikan (andai dihitung hanya sebagai referensi). Perhitungan stabilitas bagian sayap dam Sabo perlu dilakukan, terutama untuk sayap yang tingginya mencapai beberapa meter. Tinggi jagaan harus disediakan dengan cukup , sesuai standar bangunan Sabo yang tersedia. x’ bo x Sayap Segitiga dasar Pelimpah x’ bs 1:m
1:n Trapesium
x
Gambar 3.5 : Bentuk dasar segitiga dan trapezium pada tubuh dam.
3.2.3. Apron dan bantalan air.
Perbedaan fungsional dari dam biasa dengan dam Sabo, dipandang dari aspek bagian bangunan apron dan bantalan air dapat dengan mudah ditengarai sebagai berikut,
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 26
IMPLEMENTASI SABO
A
B
Tipe Dam biasa
Tipe Dam Sabo
Gambar 3.6 : Perbedaan fungsional dam biasa (A) dan dam Sabo (B).
Penjelasan gambar, a.
Apron dam Sabo (B) lebih tebal daripada dam biasa (A).
b.
Pada apron A dapat diletakkan pada lapisan batuan, sedangkan apron dam Sabo pada umumnya terletak pada lapisan pasir.
c.
Pada apron A umumnya lebih panjang daripada apron B, karena apron A difungsikan untuk meredam energi terjunan air, dengan merubah aliran super-critical menjadi sub-critical. Sedangkan pada apron dam Sabo, energi jatuhan diredam oleh bantalan air di kolam apron.
d.
Pada dam Sabo, apron dilengkapi sub-dam untuk membentuk bantalan air.
e.
Tepat di hilir sub-dam pada dam Sabo sangat rawan terhadap gerusan lokal (local scouring).
3.2.4. Pekerjaan sementara dan vegetasi.
Penerapan sistem Sabo berdasar pertimbangan manfaat, kehususan bangunan dan kedekatan
dengan
alam,
perlu
upaya
konstruksi
murah
memanfaatkan
ketersediaan material alami. Esensi benefiditas pekerjaan Sabo dari sisi pandang yang sempit memang tidak melebihi fisililitas pekerjaan umum lainnya, seperti bendung irigasi, jalan raya dan jembatan, fasilitas pelabuhan dan sebagainya.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
27
Berbagai material vegetasi, seperti kayu semak-semak (brushwood), ranting pepohonan (fascine) dan lain-lain dapat digunakan sebagai struktur bangunan atau untuk memperkuat bangunan. Dibawah ini contoh bangunan sementara dalam pekerjaan di bidang Sabo.
C
G
K
Gambar 3.7 : Bangunan Dam Sabo rendah bersifat sementara
Notasi : G : bronjong kawat (gabion). K : Kasten dari batu dan batang kayu. C : selimut beton, dibuat setelah gabian stabil. x F MAT P
L2 H
Potongan x ‐ x
M1
L1 M2
x
Gambar 3.8 : pekerjaan bangunan Krib ( spur-dike) sementara. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 28
IMPLEMENTASI SABO
Notasi, P : Krib tahap pertama.
F : Krib tahap kedua.
H : Elevasi muka air tinggi.
M : Bronjong / matras untuk setiap
L : Elevasi setiap tahapan.
tahap.
C
G2 V MAR T
G1
Gambar 3.9 : Bronjong ditambah vegetasi sebagai penguat bangunan
Notasi, G 1 : Bronjong silinder.
G 2 : Bronjong matras
T
: Matras dari ranting atau akar pohon.
V
: Vegetasi.
C
: Pelindung lereng ( batu kosong ).
3.2.5. Pemeliharaan bangunan.
Sistem Sabo memberikan dampak positif terhadap konservasi tanah dan penanggulangan bencana. Kebijakan kehutanan dan pertanian dalam hal konservasi tanah mempunyai keterkaitan yang erat dengan sistem Sabo.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
29
Dibawah ini adalah
contoh
yang tidak baik dilakukan bagi
pemeliharaan
bangunan Sabo.
Dilarang menggali, menambang
Dilarang menambang
MAT MAR
Dilarang menggali, MAT MAR
Gambar 3.10 : Contoh batasan lokasi yang tidak baik untuk digali.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 30
IMPLEMENTASI SABO
BAB IV PEKERJAAN TANAH
4.1.
Dam Pelindung dan Saluran Pengelak. Dam pelindung atau coffer-dam dan saluran pengelak atau diversion
channel umumnya dibuat ketika sedang melaksanakan pekerjaan pondasi bangunan air yang berada dibawah permukaan air.
(a)
(b) aliran 2
aliran
Dam pelindung
Spurs 1
hulu
hilir
Saluran
Dam pelindung
pengelak
separoh
terbuka
Dam pelindung
Gambar 4.1 : (a) Dam pelindung (coffer-dam) untuk setengah bentang sungai, dan (b) Pembelokan aliran dengan saluran pengelak terbuka (diversion channel).
Dam pelindung pada gambar (a) disebut sebagai dam pelindung setengah lebar sungai. Tipe ini paling populer dipergunakan untuk bangunan di sungai. Pelindung lain pada gambar (b), biasanya disebut sebagai saluran pengelak terbuka atau diversion channel . Bila saluran pengelak direncanakan untuk SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
31
mengalirkan air keluar tebing sungai maka disebut terowongan pengelak atau diversion tunnel . Untuk mengeluarkan air yang masih bocor masuk melalui dam pelindung, biasanya dibuat saluran kecil sepanjang dam tersebut dan dilengkapi satu atau dua bak dangkal untuk memudahkan pemompaan keluar. Aliran
a Pompa Bak pengumpul air
Saluran a
MAR
Potongan a ‐ a
Gambar 4.2 : Pengeringan air rembasan keluar dari coffer-dam melalui saliran kecil, bak pengumpul air dan pompa.
Hal yang perlu diperhatikan adalah, 1. Jika dam pelindung atau coffer-dam dan saluran pengelak hendak dipergunakan dalam jangka waktu cukup lama, satu tahun atau lebih, maka elevasi puncak dam pelindung harus diperhitungkan terhadap kapasitas debit saluran pengelaknya. Di sisi lain, faktor ekonomis saluran pengelak pada batas tertentu juga tetap diperhatikan. 2. Tinggi muka air untuk mengetahui debit puncak aliran perlu diketahui melalui alat ukur pada lokasi yang tepat.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 32
IMPLEMENTASI SABO
4.2.
Pemadatan Tanggul Dan Perlidungan Lereng. Spesifikasi bangunan tanggul pada pekerjaan Sabo tidak seberat tanggul
pada pekerjaan sungai di dataran bagian hilir. Dari sudut pandang Teknik Sabo, pembuatan tanggul tinggi di bagian hulu sungai bukan menjadi pilihan, karena kapasitas sungai yang terbentuk oleh tanggul dengan cepat akan terisi sedimen. Di Indonesia, bangunan tanggul yang terbuat dari timbunan pasir telah banyak diterapkan untuk melengkapi bangunan “kantong pasir” atau sand pocket . Beberapa hal yang perlu diperhatikan dapat dikemukakan disini adalah, 1.
Material timbunan. Sudah menjadi hal yang jamak, bahwa material timbunan tanggul harus terdiri dari campuran tanah berpasir (clayey earth) dengan porsi kandungan pasir yang tepat, yaitu antara (40 – 45) % dari volume tanggul. Disamping itu, sangat dimungkinkan untuk menggunakan material lain yang lebih baik dan ekonomis. Perlu dicoba untuk memperoleh pilihan terbaik lainnya sebagai bahan pembuat tanggul, salah satunya dapat dipertimbangkan penggunaan konstruksi vegetasi dari berbagai jenis tanaman.
2.
Penyebaran material dengan pemadatan Material tanggul harus disebar setiap tebal 20 – 30 cm, dipadatkan menggunakan peralatan secukupnya, seperti tamping roller , dll. Pekerjaan pemadatan biasanya dilakukan searah panjang tanggul, sambil memperhatikan kepadatan daripada timbunannya. Gambar dibawah ini contoh salah cara pekerjaan penimbunan tanggul.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
33
Alat berat h
h + ∆ h
Gambar 4.3 : Ilustrasi penimbunan tanggul yang salah dengan alat berat.
3.
Penimbunan extra. Penimbunan extra biasa dilakukan guna mengantisipasi penurunan tanggul setelah selesai dibuat. Pada gambar, tinggi “e” biasanya ditetapkan sebesar 10 % dari tinggi tanggul. Konsekuensinya, kemiringan tanggul awalnya tampak menjadi sedikit lebih curam dari yang ada pada desain. e
m
t
s
Gambar 4.4 : Penimbunan extra “e” untuk antisipasi penurunan tanggul “s”.
Notasi , e
: penimbunan extra.
M : tebal lapisan timbunan.
4.3.
S : t
:
penurunan. gebalan rumput.
Longsoran Permukaan Tanggul. Tanggul yang terbuat dari campuran material pasir tdak beraturan, lereng
tanggul akan sering mengalami longsoran, terutama jika sudut kemiringan lereng tanggul terlalu curam.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 34
IMPLEMENTASI SABO
Di Indonesis, kasus lonsoran tanggul dalam bentuk sliding circle jarang terjadi. Yang banyak terjadi adalah tanggul pasir yang rusak akibat pengaruh erosi cepat seusai tanggul dibuat. Lereng tanggul yang dibuat curam tanpa diberi tanaman pelindung akan mudah rusak akibat curah hujan lebat. Jika
permukaan tanah jenuh akibat rembesan
air bawah tanah bertemu
permukaan lereng tanggul, maka kondisi yang diperlukan agar lereng tetap stabil dapat diperhitungkan seperti berikut, Permukaan tanah iº
Z
β
Air rembesan
Equi‐potential
Gambar 4.5 : Pengaruh rembesan air bawah tenah pada permukaan lereng.
tan
Jika,
tan β =
dimana , γt
: berat satuan tanah.
γt’
: berat satuan tanah didalam air.
β
: sudut seperti pada gambar.
i
: sudut kemiringan tanggul.
φ
: sudut geser dalam tanah.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
35
Secara umum, sudut β harus lebih kecil daripada sudut geser dalam tanah φ. Besaran γt dan γt’ didapat dari persamaan,
.
dan
Dimana, Gs
: berat spesifik murni partikel tanah.
S
: tingkat kejenuhan.
e
: angka pori (void ratio).
γw
: berat satuan air.
Untuk mengetahui kondisi minimum yang diperlukan untuk menjaga stabilitas lereng yang jenuh,
faktor-faktor vtersebut dapat diasumsikan secara kasar
sebagai berikut, o
φ = 32 ;
S = 1,0 ;
G = 2,65 ; n = 35 % (porositas).
,, 0,54 ,, , / , , 1,07
γt’ = ,
2
t/m .
Substitusikan β kedalam φ , maka didapat :
tan ,, tan32° 0,323 Jadi
nilai i = 17º 54’
Dengan cara yang sama, jika diasumsikan nilai-nilai , φ = 35º ;
S = 1,0 ;
G = 6,25 ; n = 32º ( e = 0,47) SERI BUKU TEKNOLOGI SABO
36
IMPLEMENTASI SABO
tan i = 1,12 / 2,07 x tan 35º = 0,370 jadi
i = 20º 18’
Jadi, secara umum kemiringan tanggul sebaiknya adalah 1 : 2,0 (i = 26º 34’) hingga
1 : 2,50 ( i = 21º 48’).
Di Indonesia pada umumnya kemiringan tanggul dibuat 1 ; 1,50 (i = 33º 39’), mengakibatkan kebanyakan slope yang longsor bukan disebabkan oleh ketinggian air, akan tetapi lebih disebabkan oleh curah hujan tinggi.
4.4.
Counterweight Versus Quick Sand. Pondasi tanggul yang tembus air (pervious foundation), seringkali
mengalami peristiwa yang disebut sebagai quicksand. Phenomena ini biasanya berkembang menjadi rembesan atau piping yang berkelanjutan dan berpotensi merusak tanggul. Untuk meningkatkan faktor keamanan, banyak diterapkan
sistem timbunan
sebagai beban perimbangan atau counterweight .
Fs
.
.
Fs 1
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
37
Semi impervious coffer ‐ dam Menyembul keatas
h1 Pondasi impervious
D
Pondasi pervious
Saturation line W1 (t/m2)
H
W1 (t/m2)
Pondasi pervious
Gambar 4.6 : Beban perimbangan (counterweight) untuk mengatasi quicksand.
i D G
Fs 1
Dimana, Gs
: berat jenis partikel tanah (pasir).
e
: angka pori (void ratio).
h1
: tinggi tekanan air ( m ).
D
: kedalaman penetrasi kedalam tanah.
γw
: berat satuan air.
Fs
: Faktor keamanan terhadap piping .
iF
: kemiringan hidraulik kritis.
Dalam hal diterapkan sistem beban berat perimbangan, faktor keamanan Fs dapat dihitung dengan rumus berikut ini,
F
. .D .
; W γ.H SERI BUKU TEKNOLOGI SABO
38
IMPLEMENTASI SABO
Dimana, W1
: berat timbunan material counterweight
( t / m2).
H
: tinggi timbunan counterweight
( m ).
γ
: berat satuan material counterweight
( t / m).
Berikut ini adalah contoh perhitungan untuk lebih memberikan pemahaman terhadap konsep counterweight secara umum. Diasumsikan suatu pondasi pasir, porositas n = 46 % untuk material lepas. porositas n = 35 % untuk material yang agak kompak. Selanjutnya kemiringan hidraulik kritis “iF” dapat dihitung, `
e e
n = 46 % ; e = 0,852 n = 35 % ; e = 0,539
Kemudian, dengan rumus “ i F” seperti yang telah disebutkan sebelumnya (diasumsikan Gs = 2,66), maka dapat dihitung,
i i
, 0,896 , , 1,079 ,
;
D = h1 / 0,896.
:
D = h1 / 1,079
Pada kenyataan di lapangan, dalam kondisi normal, nilai Fs diambil antara 8 - 12, atau paling sedikit Fs > 5. Dalam gambar diatas, saturation line rembesan air melewati tubuh dam dapat dikontrol dengan efektif oleh timbunan beban perimbangan pada waktu bersamaan. Timbunan ini disebut sebagai berm. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
39
Namun demikian perlu dicatat bahwa diantara beberapa kasus dapat terjadi hal yang sangat berbeda, misalnya bangunan pelindung sementara (temporary cofferdam), dam urugan tanah pada waduk, tanggul dan sebagainya.
Untuk dam
pelindung sementara boleh menggunakan faktor keamanan Fs yang lebih kecil.
4.5.
Daya dukung tanah pondasi.
Beberapa nilai daya dukung tanah atau bearing capacity pondasi adalah, -
Batuan keras / kuat
160
-
270 t / m3.
-
Batuan agak lapuk
90
-
200 t / m3.
-
Pasir / kerikil kompak
70
-
110 t / m3.
-
Pasir kasar dan kerikil
30
-
70
-
Tanah berpasir, lempung (loamy)
20 t / m3.
t / m3.
Pondasi pada lapisan batuan atau pasir/ kerikil yang kompak biasanya tidak banyak masalah, terutama untuk pekerjaan yang sifatnya sementara. Kapasitas daya dukung “ultimate” atau Ultimate bearing capacity dibawah pondasi memanjang dapat dihitung dengan rumus Prndtl’s sebagai berikut,
cot tan45 45 1 Φ = 0o (lempung) ;
qu = ( δ + 2 ) c = 5,14 c.
Untuk telapak berada pada kedalaman z m dari permukaan tanah, qu = 5,14 c + γt . z dimana, qu
: kapasitas daya dukung ultimate
( t / m2).
c
: kohesi
( t / m2).
Φ
: sudut geser dalam (internal friction angle ( t / m3). SERI BUKU TEKNOLOGI SABO
40
IMPLEMENTASI SABO
γt
: berat satuan tanah
( t / m3 )
z
: kedalaman dari muka tanah
(m)
e
: 2,71828183
Contoh perhitungan. Jika b = 4,0 m ; c = 500 kg/m2 ; φ = 20o ; γt = 1,6 t / m2 Maka ultimate bearing capacity dapat dihitung,
0,5cot20 1,6 4 tan55 55 / 1 1,6 2 = 59,80 t /m2 ( Rumus Prandtl’s). Ultimate bearing capacity merupakan suatu kapasitas daya dukung yang dapat mengakibatkan keruntuhan geser tanah. Oleh sebab itu, faktor keamanan secara praktis cukup beralasan jika diambil minimal antara 2 – 3, meskipun pada bangunan sementara. Untuk kasus pondasi tanah berpasir (sandy soil) dimana nilai kohesi dapat dianggap nol, kedalaman telapak adalah,
P
D
F
σ3 σ1
σ2
– – . 1sin .. 1sin
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
41
Dimana
P
: beban
( t ).
F
: luas dasar
( m2).
D
: kedalaman pondasi (penetrasi)
( m ).
γt
: berat satuan tanah
( t / m2 ).
Φ
: sudut geser dalam
, , : tegangan geser “konjugasi” dalam tanah ( t / m2 ). Jika Maka
P = 52 ton;
F = 2 m x 2 m;
o γt = 1,6 t / m2 ; Φ = 35
= 0,59 ≈ 60 cm. , , ,
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 42
IMPLEMENTASI SABO
BAB V PEKERJAAN PASANGAN BATU
5.1
Stabilitas Pasangan Batu. Berbeda dari dinding penahan tipe gaya berat atau garvity-type retaining
wall yang mempunyai bentuk pendek gemuk, dinding pasangan batu atau masonry work (wall) mempunyai bentuk tubuh bangunan yang sedikit ramping. Tubuh dinding pasangan batu harus dipertimbangkan terbagi dalam beberapa komponen. a)
b) x
W
Garis tekanan E
R y
Gambar 5.1 : Dinding penahan tipe gravity (a) dan dinding pasangan batu (b). Berikut ini suatu cara sederhana yang dapat dipergunakan mengontrol stabilitas dinding batu.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
43
5.1.1. Rumus garis tekanan.
x h1
G 1:n
h2
E
β
A Garis tekanan
e
x0 P R
B
x b y
Gambar 5.2 : Skematik cara perhitungan kontrol stabilitas dinding pasangan batu.
Pada kondisi M = 0 sekitar titik P, Gx = Ea + Gx0
cot ; . .. C Dimana,
E
: tekanan tanah pada tubuh pasangan batu. w
: berat satuan tanah.
C
: koefisien tekanan tanah.
Berat tubuh pasangan batu adalah, Dimana
γ
Maka
.y
: berat satuan tubuh pasangan batu
. – ..
………………….. ( 1 )
adalah rumus untuk “garis tekanan”
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 44
IMPLEMENTASI SABO
Sepanjang nilai x < jarak A – P, tubuh dam akan aman. Demikian halnya untuk setiap potongan, seperti A – B. Untuk memperoleh rute garis tekanan, ambil
h1 < 2 b, dan h 2 = 2 h1 ; h3 = 3 h1 …………. dst.
diasumsikan, w = 1,6 t/m3 ; γ = 2,3 t/m3 dan b = 0,35 m, b = 0,45 m,
0,331 sin y 0,258 sin y
Nilai c biasanya diperoleh dengan menggunakan persamaan dibawah ini,
dimana ,
φ
: sudut geser dalam tanah.
…………( 2 )
Tekanan tanah diasumsi bekerja bekerja secara horisontal. b/2 B = 35 cm 0
10
y 20
30
Diagram berikut ini suatu contoh “garis tekanan” persamaan ( 1 )
40 o
o
φ = 40
φ = 20
b = 0,35 dan b = 0,45.
o
φ = 30
Diasumsi w = 1,6 t/m3 50 m
30 m
20
untuk nilai n = 0,4 ( B = 111o48”)
10
0
γ = 2,3 t/m3
x
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
45
b/2 B = 45 cm
Dapat dilihat bahwa berdasarkan
0
dimensi 10
“b”, stabilitas dinding
pasangan batu berbeda sedikit y
lebih besar,
20
Ini berarti bahwa tebal dari setiap 30
blok sebaiknya didesain lebih besar dan dilaksanakan secara
o
φ = 40
40
berhati-hati.
o
φ = 30 o
φ = 20
50 m 30 m
20
10
0
x
5.1.2. Batas ketinggian dinding pasagan batu.
Pada kondisi dimana garis tekanan harus tetap berada didalam ujung pertemuan, maka berlaku rumus sebagai berikut, x ≤ - y cot β + b/2 …………………………. ( 3 ). Dimana diasumsikan bahwa AB ≠ b, karena biasanya n < 0,5. Batas tinggi dinding pasangan batu didapat dengan menempatkan persamaan (1) disamakan dengan persamaan (3).
. 0 ..
……………… ( 4 )
Sebagai contoh, dengan asumsi; b = 0,35,
n = 0,4 ( β = 111o 48o ) ,
φ = 30o ………. Y = 4,74 m.
b = 0,45
n = 0,4 ( β = 111o 48o ) ,
φ = 30o ………. Y = 6,08 m.
(dalam hal ini w = 1,6 t/m3 ; γ = 2,3 t/m3). SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 46
IMPLEMENTASI SABO
5.1.3. Tebal dinding pasangan batu.
Dengan kondisi bahwa setiap blok dinding pasangan batu tidak akan bergerak G
E
h
horizontal akibat gaya luar yang bekerja,
f G
fG ≥ E
( ∑ H = 0 )
dimana,
R
G = γ . b . h E = ½ . w . h2. C
Gambar 5.3 : Asumsi blok dinding pasangan batu tidak bergerak horisontal.
Sehingga, diperoleh rumus seperti dibawah ini,
. . .
……………………… ( 5 )
Rumus ini memberikan ketebalan dinding batu yang cukup. Pada rumus tersebut koefisien geser antara dua blok biasanya secara praktis diambil 0,65 – 0,70 .
Diagram berikut ini dapat dipergunakan untuk mengetahui hubungan antara tinggi (h), sudut geser dalam tanah (φ) dan tebal pasangan batu (b) pada kondisi kemiringan dinding (m) = 1 : 0,4.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
47
0
45 m
35 m 20
o
φ = 20
40
h
o
φ = 40 o
φ = 30
60
80
100 m 60 m
40
20
0 b
Diagram diatas menunjukkan sudut geser dalam tanah φ
yang memberikan
pengaruh sangat besar terhadap stabilitas dinding pasangan batu.
5.1.4. Beban tambahan pada pasangan batu.
Jika pada puncak pasangan batu terdapat tambahan beban, biasanya beban tambahan tersebut dikonversikan sesuai ketinggian tanah. Dapat diasumsikan pula secara praktis bahwa titik gaya pada tanah tidak berubah (tidak bekerja pada ketinggian h/3).
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 48
IMPLEMENTASI SABO
∆ h
q
x
h y
Gambar 5.4 : Beban tambahan pada dinding pasangan batu.
Dengan asumsi seperti tersebut diatas, rumus no (1) yang telah disebutkan sebelumnya dapat dijelaskan sebagai berikut,
. .... . .
………….... ( 1 )’
Dengan membandingkan kedua rumus (1) dan (1)’, didapat suatu terminologi
. . .. Rumus (1)’ merupakan bentuk pergerakan koordinat “x” pada rumus (1). Berkenaan dengan ketebalan dinding pasangan batu “b”, terdapat suatu kenaikan kedalaman, yaitu,
. 1 ∆ . .
………………………… ( 5 ).
Kemungkina adanya pembebanan tambahan selalu harus dipertimbangkan akan dapat terjadi.
∆h
∆h
h
h
Gambar 5.5 : Ilustrasi pembebanan tambahan yang perlu diperhatikan.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
49
Jika bangunan dinding pasangan batu yang telah selesai dibuat kemudian kurang memperhatikan menculnya beban tambahan, akibatnya dapat terjadi apa yang dinamakan “bulking” yang pada akhirnya dapat menyebabkan keruntuhan dinding pasangan batu tersebut.
5.2
Tekanan Tanah dan Isian Belakang Pasangan. Untuk keperluan praktis, perlu pengelompokan terhadap hal yang
berkaitan dengan stabilitas pasangan batu. Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan pada hal yang telah diuraikan sebelumnya, seperti garis tekanan, tinggi dan tebal pasangan batu, pembebanan pada pasangan batu, tambahan beban yang terjadi pada dinding pasangan batu dan sebagainya. b k
o
m
m
k
h1
j
h2 I ho
n
P e
II
u d
b’
s
Notasi.
N t
S : lebar batu. t : tebal beton belakang u : isian kerikil
Gambar 5.6 : Diagram tekanan tanah dan isian belakang dinding pasangan batu.
Berbagai asumsi yang diberikan gambar diatas dapat diutarakan sebagai berikut, a. Untuk potongan I, II, ………N, setiap blok yang ada, seperti blok k,j,m,n diperhitungkan sebagai bagian yang homogen dari tubuh dinding pasangan batu. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 50
IMPLEMENTASI SABO
b. Setiap gaya P diasumsikan bekerja secara horisontal, sehingga tahanan geser di belakang dinding secara praktis diabaikan. c. Permukaan tanah dianggap datar, meskipun beban tambahan diketahui dapat dikonversikan kedalam tinggi tanah. d. Distribusi tekanan tanah dipertimbangkan secara theoritis seragam bervariasi proporsional terhadap ketinggian tanah. e. Dampak buruk air hujan tidak disinggung samasekali. Artinya bahwa keberadaan air dalam tanah diabaikan. Tidak semua asumsi yang telah dibicarakan diatas meskipun bermanfaat selalu harus diikuti jika memang diyakini tidak sesuai keadaan di lokasi setempat. Beberapa kunci pokok yang berkaitan dengan tekanan tanah dapat dijelaskan pada uraian berikut. 5.1.1. Perbandingan sederhana pada tekanan tanah.
Untuk membuat suatu perbandingan tekanan tanah, empat kasus yang sering dijumpai, termasuk di lokasi pekerjaan sementara diutarakan sebagai berikut. Kasus I :
Tanah non-kohesi, mendatar dan tidak ada geseran antara dinding dan tanah.
h
P
Jika
.
φ = 30o maka P = 0,167 γ. h2.
o
90
Kasus II :
Tanah non- kohesi, mendatar dan sudut geser sama dengan sudut geser dalam. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
51
P h
φ
Jika
.
φ = 30o maka P = 0,148 γ. h2
o
90
Beberapa kenyataan yang perlu menjadi pertimbangan dalam hal dinding pasangan batu ialah, a. Jika dibandingkan dengan kasus I, tekanan tanah pada kasus II lebih kecil. b. Geseran antara dinding dengan tanah memberikan keuntungan terhadap stabilitas dinding pasangan batu. c. Isian batu kerikil di belakang dinding pasangan batu sangat efektif untuk meningkatkan gaya geser antara dinding dan tanah. Ini tidak sama dengan dinding penahan biasa dari beton atau beton bertulang. Ini merupakan suatu kenyataan yang perlu selalu diperhatikan. d. Keberadaan rembesan air (seepage water) dibelakang dinding pasangan batu atau beton memberikan pengaruh hampir sama, karena kelebihan air akan mengurangi geseran. Kasus III.
Tanah non-kohesi, kemiringan tidak terbatas, kemiringan sama dengan sudut geser dalam. φ
P h
φ o
α = 90
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 52
IMPLEMENTASI SABO
Jika
.
α = 90o
φ = 30o maka P = 0,433 γ. h2
Tekanan tanah pada kasus III besarnya hampir tiga kali lipat dari kasus II. Hal ini penting
diperhatikan dalam membedakan antara situasi yang satu dengan
lainnya. Kasus IV.
Tanah non-kohesi, tambahan beban setinggi h1, kemiringan sama dengan sudut geser dalam. φ
h1
P h
. . c otcot √ cot Dimana, ε = α + 2φ
φ o
α = 90
cot
cotcot
( α = 90o ; cot α = 0 ; ε = 90o + 2 φ ) Dengan mengasumsikan φ = 30o , nilai P sesuai nilai h1 / h menjadi sebagai berikut, h1 / h = 0,2
maka P = 0,200. γ. h2
h1 / h = 0,5
maka P = 0,253. γ. h2
h1 / h = 1,0
maka P = 0,304. γ. h2
h1 / h = 2,0
maka P = 0,351. γ. h2
h1 / h = 3,0
maka P = 0,373. γ. h2
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
53
Dari uraian diatas, kini dapat dengan mudah diketahui berapa bebantambahan yang dapat terjadi. Misal, beban tambahan h1 / h = 0,5 didesain untuk dinding batu pada kasus II, ini berarti tekanan tanah akan meningkat sekitar 70 %. Dalam hal yang sama, jika h1 / h = 1,0 maka tekanan P akan menjadi dua kali lebih besar dari kasus II. Jadi jelas, bahwa beban tambahan menjadi berbahaya jika tidak diperhitungkan sejak awal ketika membuat desain.
5.3
Peranan Kerikil Sebagai Back-fill. Dalam rumus garis tekanan atau pressure line, pada setiap blok seperti j –
k , resultan gaya luar tidak boleh melewati titik ujung depan atau (toe) dari sambungan blok (j). Ini berarti pada titik ujung belakang (heel) sambungan blok (n) akan terjadi tekanan negative, yaitu tegangan tarik. Meskipun beton memiliki daya tahan terhadap gaya tarik hingga batas tertentu ( 2 – 3 kg/cm2), keberadaan sambungan blok (j – n) yang sebenarnya berasal dari struktur dinding pasangan batu harus dimanfaatkan. Pada dasarnya pekerjaan pasangan batu jauh berbeda dengan beton yang homogen. Pentingnya keberadaan kerikil belakang dinding (m p q n) tidak boleh terlalu menekan. m p
k
j
N
q
drain
J’
n’
q’
Gambar 5.7 : Peran kerikil sebagai back-fill pada dinding pasangan batu.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 54
IMPLEMENTASI SABO
Peranan kerikil sebagai pengisi di belakang dinding pasangan batu dijelaskan sebagai berikut, 1. Fungsi back-fill adalah menyebarkan tekanan tanah secara merata dan menstabilkan dinding pasangan batu dalam waktu yang lama. Konsentrasi tekanan tanah pada dinding terkonsentrasi pada titik-titik lemah, seperti sambungan blok (j – n), yang juga mengalami retakan akibat gaya tarik. 2. Kerikil pengisi belakang dinding berfungsi memperbesar geseran antara dinding pasangan batu dengan tanah di belakang dinding. 3. Kerikil pengisi belakang dinding cocok sebagai drainasi rembesan air dari belakang dinding. Sekumpulan kerikil membentuk suatu lapisan filter bagi tanah dan mengatus air keluar melalui pipa drainasi kecil. Standar praktis besaran back-fill direkomendasikan sebagai berikut, Untuk tinggi hingga 2,0 m, tebal back-fill 30 – 40 cm (m p - n’ q’). Untuk tinggi hingga 3,5 m, tebal back-fill 30 – 60 cm. (m p - n’ q’). Untuk tinggi hingga 5,5 m, tebal back-fill 30 – 80 cm. (m p - n’ q’). Untuk tinggi hingga 7,0 m, tebal back-fill 30 – 85 cm. (m p - n’ q’).
5.4
Beberapa Aspek Tekanan Tanah. Berdasarkan theory Coulomb’s, dapat (a)
E
C
diasumsikan suatu garis longsor A-E pada tanah, seperti gambar berikut ini.
B
α
θ
AE : bidang gelincir. φ
A
φ
:
sudut geser dalam.
θ
:
½ ( α + φ )
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
55
Theory Goloumb’s menyebutkan bagian ABE sebagai “baji tanah” atau earth wedge. Kasus berikut ini cukup sering terjadi, meskipun agak jauh dari theori Coloumb,s (b)
E (S)
B
(S)
: lapisan keras.
(R)
: batuan
(L)
: tanah lempung (keras)
∆ BEF : baji tanah (esrth wedge) / aktif. Q
(R)
F o
PQ
: penetrasi kedalam tanah / aktif.
α < 90
(L) P
A
Meskipun sepertinya dua kondisi dinding pasangan batu pada yang pertama dan yang kedua ini hampir sama, namun perlu dicermati adanya perbedaan yang mendasar dari keduanya. Seperti terlihat dalam gambar, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah, 1. Kondisi karakteristik tanah tidak homogen, gambar ( b ). 2. Tidak perlu menggantungkan pada sudut geser dalam garis A-C seperti tampak pada gambar ( a ), akan tetapi kemiringan E-F pada gambar ( b ) mampu menciptakan stabilitasnya sendiri karena konfigurasi alami struktur tanah yang keras. 3. Tekanan oleh “baji tanah” BEF cukup sebagai tekanan tanah yang harus diperhitungkan. 4. Dinding penahan dengan sudut kemiringan < 90 o disebut sebagai “dinding penahan miring” atau reclining retaining wall . 5. Tipe dinding penahan miring ini lebih populer dipergunakan daripada tipe dinding penahan yang berdasarkan theori Coloumb’s seperti gambar ( a ). SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 56
IMPLEMENTASI SABO
Pada gambar ( b ), tampak adanya bagian dinding P-Q yang masuk tanah sebagai embedment atau penetrasi kedalam tanah asli. Tekanan tanah yang terjadi pada bagian P-Q ini disebut sebagai “tahanan tanah” atau resistance of earth sebagai tekanan tanah negatif. Jika diasumsikan besaran φ = 30o , tekanan tanah pasif dapat mencapai sembilan kali lebih besar dari tekanan tanah aktif. Sebagai contoh,
1 . . 3 . . . 3.. 9 .
(tekanan aktif). (tekanan pasif).
Jadi, stabilitas dinding yang ada sudah jauh lebih besar dari yang diperhitungkan, karena dalam desain biasanya stabilitas tekanan tanah negatif diabaikan. Pada dinding penahan, hal yang sering diabaikan yaitu beban terkonsentrasi, getaran atau benturan, terutama dinding penahan pasangan batu. Contoh berikut ini, tambahan beban q t/m2 dapat dikonversikan kedalam beban 2
tanah setinggi h = q t / m , diteruskan rata ke tanah. ∆ h = q /γ
q t /m
2
h
Gambar 5.8 : Konversi beban tambahan kedalam beben tanah. Perlu diperhatikan bahwa pasangan batu tidak merupakan satu kesatuan, tetapi merupakan gabungan dari bagian-bagian. Ini berbeda dengan dinding penahan yang terbuat dari beton.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
57
Dari uraian diatas, ada beberapa hal terkait dengan beban tambahan yang perlu diperhatikan pada dinding penahan pasangan batu, yakni, 1. Tambahan beban terpusat tidak terlalu dekat dengan puncak dinding penahan, karena meningkatnya dorongan lateral terpusat akibat beban getaran mengakibatkan blok dinding pasangan batu rusak atau terlepas. 2. Dalam mengatasi beban tambahan, selain menjauhkan beban dari dinding penahan pasangan, cara lain yang ada pada umumnya terlalu mahal. 3. Isian kerikil di belakang dinding penahan atau back-fill mampu berfungsi sebagai penyaring atau filter rembesan air dalam tanah. 4. Penggunaan pipa kecil sebagai “lubang alir” atau
drains sangat
disarankan. Ini berfungsi menurunkan tekanan air belakang dinding ketika kondisi tanah telah jenuh air, sehingga tekanan air meningkat.
5.5
Pekerjaan Pasangan Batu.
5.5.1. Penempatan batu.
Pekerjaan pasangan batu, berdasarkan cara penempatan setiap batunya, dapat dibagi kedalam dua macam, yaitu pasangan batu searah / berlapis atau coursed dan tidak searah atau uncoursed . Sistem searah saat ini sudah tidak banyak dilakukan karena alasan tertentu, diantaranya cara pemasangan lebih sulit dan kualitas batu yang baik sudah sulit diperoleh. Sedangkan sistem yang tidak searah hingga kini masih banyak dipergunakan.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 58
IMPLEMENTASI SABO
Coursed masonry
Uncoursed masonry
Gambar 5.9 : Pemasangan batu, coursed masonry dan uncoursed masonry
Saling persentuhan antar ujung permukaan batu berperan penting meneruskan tekanan dari puncak ke dasar dinding. Tebal lapisan “a” dan “a’ ” harus diperhatikan. Semakin tebal lapisan “a” pasangan batu semakin aman Ketebalan “a” sebaiknya diambil lebih dari 3 cm. a
b
a’
b’
Gambar 5.10 : Pasangan batu yang benar (kiri) dan yang salah (kanan).
5.5.2. Penutup atas dan landasan dinding pasangan batu.
Dalam pemasangan batu untuk dinding penahan, batu penutup atas atau coping stone dan batu landasan atau base stone, kini dalam prateknya sering dilupakan. Pada waktu lalu, batu penutup atas dan batu landasan selalu dipilih dari batu yang berukuran paling besar.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
59
Batu yang ditempatkan di puncak pasangan dinding batu disebut “batu penutup / topi” atau coping stone, berfungsi untuk memperkuat bagian atas pasangan terhadap gangguan dari luar, seperti benturan, tekanan lateral baik oleh alam maupun aktivitas manusia. Pada gambar berikut, batu “c” yang terletak persis dibawah batu penutup biasanya dipilih batu yang berukuran sedikit lebih kecil daripada batu lainnya, bertujuan agar diperoleh permukaan atas yang mulus. Ada beberapa contoh pelaksanaan pemasangan yang tidak baik yang dapat dikemukakan disini, antara lain seperti gambar berikut ini, Salah
Batu penutup
Batu penutup
C
C‘
Gambar 5.11 : Contoh pemasangan batu penutup yang benar dan tidak benar.
Gambar paling kiri, penutup atas yang seharusnya dipergunakan batu penutup, hanya ditutup dengan mortar semen. Batu landasan yang berperan sebagai pondasi pasangan batu dinding penahan harus lebih besar daripada batu lainnya. Hal ini tentu mudah difahami berkenaan dengan fungsi pondasi pada suatu bangunan. Salah satu yang efektif dan banyak dipergunakan adalah menggunakan landasan dari beton, terutama jika kondisi tanah dasar tidak baik, daya dukungnya terlalu kecil. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 60
IMPLEMENTASI SABO
0
90
Landasan batu
Landasan beton
Gambar 5.12 : Landasan batu (kiri) dan landasan beton (kanan).
Bentuk landasan beton sebaiknya mengikuti bentuk stabil seperti pada gambar diatas.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
61
BAB VI POKOK PENTING IMPLEMENTASI SABO
6.1.
Apron Dengan Bantalan Air. Lubang dalam yang terbentuk di titik jatuhan air di depan dam utama
dalam terminologi geomorphologi disebut dengan circus, seperti telihat dalam gambar berikut ini. Q 0 V0
f
H S’
S
h ∆
T C L l
Gambar 6.1 : Bantalan air yang dibentuk oleh sub-dam dan lubang circus.
Notasi, T
: kedalaman bantalan air.
V : lecepatan jatuh air. L : jarak antara dam utama dan sub-dam. h : tinggi fore done. S : sub-dam (pada posisi yang sesuai). C : lubang circus.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 62
IMPLEMENTASI SABO
Q : debit aliran ( per satuan lebar). ∆ : tinggi tampalan sub-dam. F : fore -dune. Material hasil gerusan oleh jatuhan air dan sedimen terbawa aliran air membentuk gundukan kecil (low dune) sedimen persis di hilir circus. Akumulasi sedimen yang membentuk gundukan kecil ini dinamakan fore dune yang menyebabkan lubang circus semakin dalam. Semakin dalamnya circus menjadi semakin efektif untuk mengurangi energy air yang jatuh berkat pusaran air yang bergulung. Berdasarkan hasil uji model hydraulic, DR.Fushintani mengemukakan rumus sebagai berikut,
,, 102,04 . 0,0139 ,, dimana,
= berat satuan material dasar; = berat satuan air. Jika diasumsikan = 2,65, = 1,0
maka rumus tersebut menjadi,
0,0,95 . 0,000224 ,, Meskipun dalam rumus tersebut terdapat satu pertentangan, namun banyak manfaatnya. Dari rumus ini dapat dengan mudah diketahui debit Q dan diameter rata-rata yang banyak berpengaruh terhadap dalamnya lubang circus T, demikian juga dengan tinggi jatuhnya air adalah serupa.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
63
Jarak antara sub-dam dan main-dam menurut DR Fushitani dapat diketahui melalui persamaan berikut,
,,
. ,
Rumus ini dapat pula untuk, 1. Menunjukkan posisi sub-dam yang benar. 2. Memperlihatkan bahwa fungsi apron hanya sebatas untuk menghindari terjadinya circus dengan menghubungkan antara main-dam dengan subdam. Apron sepertinya tidak lebih dari sekedar proteksi sementara terhadap circus. Tidak jarang terjadi bahwa sub-dam direncanakan dan dilaksanakan pada posisi S’ dalam gambar. Hal seperti ini tentu saja tidak akan efektif sesuai fungsinya.
3 6
5 1
4 u
2 k
Gambar 6.2 : Urutan pelaksanaan per bagian dam Sabo.
Meskipun urutan pelaksanaan dalam pembuatan setiap bagian dam Sabo tidak ada aturan yang pasti, namun berikut adalah urutan pelaksanaan secara umum dengan mempertimbangkan sistem drainasi yang memadai selama pembangunan. Urutan (3) dan (4) merupakan alternative yang tergantung pada situasi setempat. Bagian u, j, k harus diisi dengan batu-batu ukuran cukup besar sebelum ditutup beton atau bangunan diatasnya. Jika tidak, apron atau bagian tepat di hilir subdam akan cepat mengalami kerusakan serius. Kenyataan ini benar adanya, namun demikian seringkali kurang diperhatikan. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 64
IMPLEMENTASI SABO
6.2.
Garis Endapan Dan Gerusan Hilir.
Seringkali perencana cenderung mengasumsikan kemiringan seimbang (seperti garis o – p) merupakan suatu garis yang tetap, tidak dapat berubah lagi. A A1 p B OO
B1
g
f
B2
f
Gambar 6.3 : Garis deposit dan gerusan di hilir bangunan.
Notasi, f
: gerusan lokal.
g
: degradasi.
Garis penuh
: garis endapan rencana / kemiringan statik.
Gasris patah
: garis endapan sementara / kemiringan dinamik.
Garis o – p tersebut sebenarnya dapat berubah, tergantung pada, 1. Jumlah aliran atau pasokan sedimen dari hulu, 2. Formasi geologi material dasar sungai. 3. Besaran gelombang banjir, dll.
Garis patah-patah pada gambar disebut “garis kemiringan seimbang dinamik”. Kadangkala, ketika terjadi aliran banjir dengan kandungan sedimen tinggi, garis ini melebihi puncak sub-dam dari dam Sabo diatasnya. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
65
Ini bukan berarti kesalahan perencanaan. Pada beberapa kasus, meskipun garis kemiringan dasar sungai seimbang telah direncanakan, namun kadangkala dasar sungai masih turun mencapai batas “g” yang terarsir, terjadilah “degradasi” dasar sungai. Degradasi ini perlu dibedakan dengan kasus gerusan lokal “f”. Untuk mengatasi masalah degradasi dasar sungai umumnya bukan hal yang mudah. Namun kecenderungannya, kasus semacam ini tidak berlangsung lama dan dapat diatasi dengan jenis pekerjaan yang bersifat sementara sementara. 5 4 3
(5) (1)
2 (3) 1 (4)
(2)
O3
O2
O1
Gambar 6.4 : Prinsip urutan pelaksanaan pembuatan dam Sabo.
Jadi menjadi lebih jelas bahwa garis o – p sangat variable, sehingga tidak raguragu lagi untuk menentukan urutan pelaksanaan. Dari gambar diatas dapat dijelaskan beberapa hal, yaitu, 1. Pada prinsipnya, urutan pembuatan bangunan dam Sabo dimulai dari hilir kearah hulu, mulai no 1, no 2, no 3, no 4 dan no 5. 2. Beberapa ruang yang terjadi O1, O2, O3 perlu diperhatikan. Garis titiktitik adalah kemiringan dinamik, sedangkan garis yang utuh menunjukkan kemiringan statik. 3. Keadaan dimana garis kemiringan keseimbangan dinamik menutup puncak sub-dam diatasnya tentu dapat dipahami. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 66
IMPLEMENTASI SABO
4. Kesalahan menetapkan urutan pelaksanaan seperti (1), (2), (3), (4) dan (5) pada akhirnya menjadi pemborosan saja. Perlu dicatat sebagai hal yang penting, bahwa untuk mengatasi masalah gerusan local atau local scouring tidak perlu dengan membuat tambahan bangunan baru dibawahnya, tetapi cukup diatasi secara lokal saja.
6.3.
Pertimbangan Terhadap Uplift..
Di satu pihak, kadangkala gaya angkat atau uplift dapat diabaikan, namun pada saat yang lain gaya angkat ini perlu diperhitungkan. Keterkaitan antara gaya angkat dengan debit yang datang akan dibahas pada bagian ini. Pada gambar berikut ini, perbedaan kedua dam Sabo sebelah kiri dan sebelah kanan diutarakan dalam tabel.
MAB MAB
Q
W W Lubang alir
diabaikan
Gambar 6.5 : Gaya uplift yang bekerja pada dasar dam Sabo.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
67
Tabel 6.1 : Perbedaan antara dam pada gambar kiri dan kanan terkait uplift.
No
1. 2.
3.
4.
Dam Sabo (kiri)
Daerah tangkapqan besar. Kapasitas tampung besar, sebelum terisi penuh sedimen dimanfaatkan menampung air. Pada dam Sabo kiri, gaya angkat (Uplift) diperhitungkan seperti pada bangunan dam pada umumnya. Tidak terindikasi seperti dam Sabo kanan.
Dam Sabo (kanan)
Daerah tangkaspan lebih kecil. Kapasitas tampung kecil. akan cepat penuh jika aliran sedimen sering datang. Uplift diabaikan, tidak diperhitungkan.
Tekanan horizontal efektif dam Sabo lebih kecil daripada tekanan air statik, terutama di bagian bawah.
Didalam praktek, ada tiga hal yang membedakan kedua dam tersebut, yaitu ukuran daerah tangkapan, kecepatan akumulasi sedimen dan keberadaan lubang alir (drain hole). Dalam gambar kanan, tekanan horisontal efektif lebih kecil daripada tekanan air statik. Hal ini dimungkinkan karena daerah tangkapan kecil sehingga waktu tiba banjir terlalu singkat untuk dapat menjenuhkan sedimen yang ada. Selain itu lubang alir pada tubuh dam membantu mengurangi tekanan rembesan air. Koefisien uplift “U”, merupakan perbandingan antara tekanan gaya angkat atau uplift pressure dengan total tekanan air statik. Nilai “U” disarankan diambil berkisar antara 0,3 – 0,4. Untuk pondasi mengambang atau floating foundation, kadangkala nilai U mencapai 0,6. Berbeda dengan bangunan dam secara umum, pada dam Sabo seperti gambar diatas terdapat suatu beban perimbangan atau counter weight “W”, yang menguntungkan bagi stabilitas tubuh dam Sabo. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 68
IMPLEMENTASI SABO
Beberapa konsultan memberikan pertimbangan terhadap stabilitas tubuh dam sebagai berikut, Kondisi stabilitas tubuh dam diberikan oleh, V
M M
h
V H
Mv
2
: momen sekitar titik P
akibat gaya vertikal. P
MH
?
: momen sekitar titik P
akibat gaya horisontal. Penulisan tersebut menurut laporan tersebut samasekali salah (yang benar ialah bahwa besarnya ∑ M = 0 ), sehingga notasi tersebut adalah Dimungkinkan
kesalahan
penulisan
rumus
tersebut
Mv = MH.
dimaksudkan
untuk
memperoleh suatu faktor keamanan tertentu, karena diabaikannya besaran daya angkat atau uplift seperti garis terputus gambar diatas.
6.4.
Desain Penampang Sayap. Desain bangunan dam Sabo biasanya dibuat perhitungannya untuk bagian
sayap dan pelimpah, sedangkan bagian atas bangunan lainnya tidak dihitung dengan alasan yang kurang jelas. Diperkirakan alasan tersebut karena dam Sabo umumnya hanya untuk daerah tangkapan (catchment) yang tidak luas. Sehingga desain penampang sayap hanya merupakan perluasan dari bagian pelimpah. Pada situasi saat ini, banyak bangunan dam Sabo diterapkan pada wilayah yang memiliki daerah tangkapan cukup luas. Akibatnya banyak dijumpai tinggi bagian sayap mencapai hingga beberapa meter. Suatu cara perhitungan stabilitas bagian sayap yang sederhana dikemukakan disini sebagai berikut, SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
69
b0 x
o
1:m
h
h
x
bs o
Gambar 6.6 : Penampang pelimpah dan sayap dam Sabo.
Notasi, O - O : penampang pelimpah (overflow).
b0
: lebar puncak pelimpah.
x–x
: penampang non – pelimpah.
bs
: lebar puncak sayap.
m
: kemiringan penampang sayap ( 1 : m ) di sisi hilir.
Dari tekanan air statik dan sayarat “sepertiga tengah” atau middle third , dapat diperoleh persamaan berikut ini,
0 Dimana,
γ = γw / γs
γw : berat satuan air mengalir atau aliran sedimen (1,1 – 1,2 t / m3) γs : berat satuan sayap ( 2,3 t / m3). Pada persamaan ini kemiringan sisi sayap bagian hulu diasumsikan vertikal. Sehingga,
γ ,, 0,478 atau γ ,, 0,522
Dengan mengasumsikan m = 0,2 maka persamaan diatas menjadi, γw = 1,1 γw = 1,2
0,478 0 0,482 0 SERI BUKU TEKNOLOGI SABO
70
IMPLEMENTASI SABO
Jadi
γw = 1,1
b0 = 0,427 h ;
h = b0 / 0,427
γw = 1,2
bo = 0,456 h ;
h = bo / 0,456
Dari contoh perhitungan diatas, lebar sayap dam Sabo 43 – 46 % dari perkiraan tinggi banjir. Secara praktis, lebar sayap dapat diambil > 1,50 meter. bs b0
O
∆ OMN
: segitiga dasar perhitungan.
b0
: lebar puncak sayap (nonoverflow).
bs M M’ M”
N N’
: lebar puncak pelimpah.
MM’N’N : tambahan yang masuk dalam tanah. M’M”
: cut-off.
Jika titik puncak segiitiga O bersentuhan dengan permukaan air, perhitungan terhadap kemiringan OM dan ON dapat dilakukan dengan mudah. Tambahan penetrasi kedalam tanah. Jika penetrasi kedalam tanah tidak cukup, dibuat penetrasi tambahan MN’. Kedalaman penetrasi MN’ atau NN’ tersebut tidak lebih dari beberapa meter saja, sehingga mudah untuk mengamati perbedaan tegangan pada penampang MN dan M’N’. Perlu diingat, bahwa pondasi dam Sabo bersifat mengambang (floating foundation) dan dam Sabo fungsi utamanya bukan untuk menampung air. Perkuatan sayap. Gambar berikut menunjukkan bagaimana cara memperkuat bagian sayap suatu dam Sabo. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
71
Bagian diarsir adalah tambahan lebar untuk perkuatan sayap bangunan. Meskipun penjelasan sebelumnya dutarakan b0+ α b0
adanya distribusi tekanan horisontal secara merata, sayap dam Sabo pada kenyataan menerima beban tekanan dinamik dan benturan batu-batu besar. Namun data mengenai hal ini tidak mudah diperoleh, sehingga kemampuan pasangan batu atau beton terhadap tekanan perlu diuji.
Kadangkala perlu dicoba menggunakan material peredam tekanan, seperti balok kayu, perkuatan khusus dengan karet keras, dan sebagainya.
6.5.
Cara Perkuatan Ambang Pelimpah. Untuk melindungi bagian puncak dam Sabo atau crown of Sabo dam,
berbagai cara perlindungan terhadap ambang pelimpah telah banyak dicoba, namun hasil yang difinitif hingga kini belum diperoleh. Cara yang biasa dilakukan untuk proteksi puncak dam dapat diklasifikasikan kedalam tiga macam, yaitu, 1. Memasang permukaan puncak dam dengan batu keras. 2. Melapis permukaan dengan plat beton dan sebagainya. 3. Menerapkan campuran beton khusus di bagian puncak dam atau dasar pelimpah sebagai penguat. Secara sepintas, berbagai cara proteksi puncak dam yang pernah dilakukan dan dampaknya dapat diutarakan sebagai berikut,
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 72
IMPLEMENTASI SABO
1)
2)
3)
Gambar 6.7 : Ilustrasi klasifikasi proteksi puncak dam dan dampaknya.
6.5.1. Perkuatan dengan permukaan batu keras.
Penggunaan batu kualitas tinggi untuk perkuatan puncak dam sudah sejak lama dipergunakan, tetapi sambungan antar batu tidak kuat menahan abrasi, karena berisi bahan mortar. 6.5.2. Perkuatan dengan plat besi.
Perkuatan puncak dam menggunakan plat besi yang diangkur telah banyak dilakukan dengan berbagai variasi bentuk dan kualitas bahan. Namun hasilnya sia-sia belaka tanpa alasan yang jelas. 6.5.3. Perkuatan dengan campuran beton khusus.
Penggunaan kualitas beton khusus untuk perkuatan puncak dam telah berkembang sejalan dengan banyaknya berbagai jenis bahan tambahan campuran beton, sebagai pengganti apa yang disebut granolithic pada jaman dahulu. Ketiga cara tersebut dapat direkomendasikan untuk dipergunakan, namun perlu dipertimbangkan pengaruh biaya yang lebih tinggi. Bahan-bahan tersebut dipasarkan dengan berbagai cara komersial nasing-masing, seperti Fero-con, Master plate, Non-shrink, Ambil-top, Epoxi-plate, dan sebagainya. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
73
Granolithic yang hanya terbuat dari Portland cement dan kerikil bulat kualitas tinggi tentu lebih murah daripada beton khusus dengan bahan tambahan merk dagang tertentu. Meskipun bahan granolithic lebih sulit menempatkannya karena lebih pekat, namun dengan menambahkan sedikit pasir halus akan mempermudah digunakan sesuai kemauan. Seperti diketahui, pelimpah dam Sabo
bs MAT h0
V
perlu memiliki suatu lebar tertentu guna menahan gaya geser aliran air atau sedimen, karena tepat di hulunya,
∆x
deposit sedimen melimpas puncak dam dan dapat menggerusnya.
Rumus Hauska yang berkaitan dengan hal ini sdalah,
bs
h ∆ 1 V
Dimana, γw
: berat satuan aliran air
γs
:
h0
: tinggi aliran
∆x
: kedalaman tekanan dinamik ( 0,50 – 1,50 m).
f
: koefisien kekasaran tubuh dan
n
: angka keamanan
berat satuan tubuh dam
( kg / m3 ). ( kg / m3 ). ( m ).
( n = 2 – 3 ).
Rumus diatas hanya berlaku untuk kondisi h 0 < 2 m dan V < 3 m / dt.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 74
IMPLEMENTASI SABO
Jika tidak, maka hasil perhitungan dipandang dari sisi praktis terlalu besar. Lebar bs yang dapat direkomendasikan, adalah, -
Wilayah torrent yang paling dahsyat
2,5 – 3,0 m
-
Wilayah tangkapan (catchment / basin) rusak
2,0 m.
-
Wilayah basin yang datar
1,5 m.
-
Wilayah basin yang kerusakannya kecil
1,0 m.
6.5.4. Kemiringan puncak dam.
Pada umumnya puncak dam Sabo dibuat mendatar (horisontal). Pada keadaan tertentu kadangkala hal ini tidak tepat, misalnya jika karakteristik alur sungainya dahsyat dengan kemiringan dasar sungai lebih dari 5 %. Setengah atau sepertiga lebar puncak dam bagian hulu lebih baik dibuat menurun kearah hulu seperti terlihat pada gambar berikut ini,
IP
C Id
γ1
γ2
Gambar 6. 8 : Ilustrasi kemiringan puncak dam untuk menghindari kerusakan akibat limpasan pasir dan bebatuan.
Untuk mengurangi kerusakan akibat limpasan batu dan kerikil, dapat dilakukan beberapa tindakan sebagai berikut, 1. Sudut runcing puncak dam bagian hilir “C” yang merupakan bagian mudah rusak oleh benturan batu dan kerikil dibuat tumpul dan membulat.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
75
2. Memiringkan puncak dam kearah hulu, sehingga Id lebih curam daripada kemiringan rencana sungai (kemiringan deposit Ip). Perkuatan puncak dam menggunakan granolithic atau beton khusus lebih menjadi pilihan daripada dua cara lainnya, alasannya adalah sebagai berikut, 1. Perbaikan terhadap kerusakan lebih mudah dari pada perbaikan kerusakan pada plat baja atau pasangan batu kualitas tinggi. 2. Sekali batu penguat rusak terlepas atau plat baja terkelupas, maka perbaikannya akan sulit karena harus dibuat permukaan baru yang bersih dan material penambal harus menyatu dengan pasangan lama. 3. Sisa material yang rusak harus dibuang hingga mencapai permukaan yang dikehendaki A – B gambar berikut. 4. Permukaan A-B harus dilapisi pasta semen, mortar dan bahan tambahan sebelum ditempatkan adukan beton yang baru. Beberapa perbaikan yang harus dilakukan kadangkala disebabkan A
B
oleh kasalahan desain dan dapat pula karena kualitas pelaksanaan pekerjaan Pada
yang
dasarnya
kurang selama
baik. masih
difungsikan, bangunan dam Sabo memerlukan pemeliharaan yang berkelanjutan. Untuk memperkuat puncak dam Sabo, berbagai pengalaman yang pernah dialami di lapangan perlu diperhatikan. Pada gambar sebelah kiri dibawah ini, adalah contoh kesalahan pembuatan bangunan dam Sabo yang banyak dilakukan.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 76
IMPLEMENTASI SABO
mc
mp
mc
S
te mp
d
Cp Cn
Rm
e
Cn Rm
Gambar 6.9 : Ilustrasi kesalahan pembuatan bangunan dam Sabo.
Notasi untuk gambar kiri, mc
: mortar beton yang ketebalannya hanya beberapa centimeter.
mp
: mortar plesteran yang ketebalannya hanya beberapa centimeter.
Rm
: pasangan batu atau beton.
Notasi untuk gambar kanan, Cr
: lapisan beton kualitas tinggi ( rich mix-proportion).
Cn
: lapisan beton kualitas biasa (ordinary concrete).
S
: lapisan beton khusus anti abrasi (termasuk beton granololithic).
t0
: tebal lapisan S.
Rm
: pasangan batu atau beton.
d
: tebal lapisan Cr.
Gambar kanan menunjukkan pendekatan sederhana dalam memperkuat bagian ouncak dam Sabo, yaitu membuat perkuatan permukaan atas dam benar-benar homogen. Tebal “d’ paling tidak dibuat 1,0 meter. Perkuatan semacam ini mahal, akan tetapi dapat bertahan lama.
6.6
Perkuatan Abutment.
Abutment yang dimaksud disini adalah penetrasi tubuh dam kedalam tanah asli.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
77
f
g
Notasi, p
: kedalaman penetrasi.
f
: pasangan batu muka.
g
: isian antara galian dan tubuh dam.
Semakin p
dalam
penetrasi
stabilitas
dam
semakin aman. Direkomendasikan kedalaman penetrasi “p” minimum antara 2 – 3 m.
Perpanjangan bagian sayap dam Sabo disarankan lebih dari 4 meter. Penetrasi bagian sayap dam Sabo diperlukan untuk mengurangi risiko kerusakan tubuh dam. Manfaat penetrasi bagian sayap kedalam tanah tebing adalah, 1. Untuk mendukung tubuh dam terhadap tekanan gaya luar yang tidak terduga, seperti dorongan atau tekanan massa aliran debris. 2. Untuk memperpanjang jalur aliran rembesan (seepage path) sepanjang tubuh dam. Tekanan massa aliran debris yang searah alur sungai semestinya sudah diperhitungkan dapat ditahan oleh berat sendiri tubuh dam. Sedangkan terhadap kejadian rembesan atau seepage water , sepanjang tidak berkembang menjadi piping maka bukan masalah bagi dam Sabo. Oleh karenanya, kedua manfaat diatas tidak selalu berlaku bagi dam Sabo. Semakin dalam penetrasi, akibat penggalian kemiringan asli lereng semakin berkurang. Akibatnya, pengisian celah atau gap-filling maupun pekerjaan pelapisan permukaan atau facing works menjadi lebih mahal karena pengisian celah tersebut harus dipadatkan dengan baik. Ketidak sempurnaan pengisian SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 78
IMPLEMENTASI SABO
celah dan pelapisan permukaan yang ceroboh dapat mengakibatkan keruntuhan mendadak. Jadi penetapan kedalaman penetrasi harus dipertimbangkan sebaik-baiknya berdasarkan kondisi lapangan yang sebenarnya. Standar kedalaman penetrasi tidak selalu menjadi pedoman yang mutlak. Sebagai
ilustrasi
kasus
dapat
diuraikan
sebagai
berikut
ini,
dimana
direkomendasikan kedalaman penetrasi sebesar “p”. untuk mencapai kadalaman penetrasi “p” diperlukan penggalian besar sperti pada gambar garis s – t yang tidak masuk akal. Yang diperlukan kemudian adalah memperkuat bagian lereng “f”, sepanjang didapat lapisan yang kuat. t
p
f
s
Gambar 6.10 : Kedalaman penetrasi yang tidak menguntungkan.
Pada bagian abutment dibuat bertangga dari pasangan batu atau beton, biasa disebut fillet . Kondisi geologi dan geomofologi menentukan kedalaman penetrasi. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
79
6.7
Fungsi Lubang Alir. Tujuan paling penting dibuatnya lubang alir atau drainhole pada
bangunan dam Sabo, adalah untuk mengalirkan aliran air dari bagian hulu selama pelaksanaan pekerjaan masih berlangsung. Berbeda dengan bangunan dam pengairan pada umumnya, pada dam Sabo saluran pengelak melalui terowongan dan coffer dam umumnya tidak dilakukan, andaipun ada debitnya sangat terbatas. Dapat dikatakan bahwa lubang alir pada dam Sabo merupkan terowongan pengelak kecil di tubuh dam.
III q2 II q1 q0
I O
Gambar 6.11 : Lubang alir (drain hole) pada dam Sabo.
Pada gambar diatas, O
: tahap penggalian pembangunan.
I
: tahap kesatu pembangunan.
II
: tahap kedua pembangunan.
III
: tahap ketiga pembangunan.
q0
: debit pada tahap I.
q1
: debit pada tahap II.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 80
IMPLEMENTASI SABO
q2
: debit pada tahap III.
S
: rembesan air dibawah dasar sungai.
Pada tahap O, 1. Tinggi rembesan air penting diperhatikan, karena banyak kasus rembesan air bawah dasar sungai yang terlalu tinggi tidak diperkirakan sebelumnya, sehingga menjadi ancaman dalam pelaksanaan pekerjaan. 2. Paling baik adalah dengan mengalirkan air ke hilir melalui galian saluran terbuka. 3. Disarankan membuat bangunan pelindung galian secepatnya, karena sekali terjadi banjir, seluruh pekerjaan tanah akan sia-sia.
Pada tahap II atau III. 1. Lubang alir atau drainhole akan sangat efektif mengalirkan air meskipun kecil saja. 2. Untuk menentukan ukuran atau dimensi yang diperlukan, biasanya perlu mengestimasi besaran q1 atau q2 meskipun secara kasar saja, demikian pula dengan kapasitas debit saluran terbuka. Penting diperhatikan, lubang alir atau drainhole dibuat bukan bertujuan untuk mengurangi tekanan air di belakang dam. Itu hanya suatu fungsi tambahan dari lubang alir, tetapi tidak pernah diperhitungakan dalam proses analisa stabilitas tubuh dam.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
81
Dk
d
Gambar 6.12 : Posisi lubang alir pada dam Sabo.
Pada gambar diatas mengutarakan berbagai hal tentang lubang alir sebagai berikut, 1. Elevasi lubang alir berada di bagian atas dam Sabo dan harus cukup jauh dari ambang pelimpah sedalam “d”. 2. Jarak “d” tersebut harus lebih dari 1,50 m. 3. Banyak kasus kerusakan lubang alir akibat aliran sedimen terkonsentrasi pada setiap kejadian banjir skala menengah. 4. Jika kerusakan lubang alir dibiarkan tanpa dirawat, dapat menyebabkan dam Sabo tidak berfungsi lagi. 5. Lubang alir “Dk” kadangkala dibuat khusus untuk keperluan perbaikan kerusakan bagian ambang pelimpah. 6. Selain untuk tujuan perbaikan, lubang alir semacam Dk juga dibuat untuk tujuan water intake untuk irigasi atau hydro power .
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 82
IMPLEMENTASI SABO
Pada gambar berikut ini, menunjukkan lubang alir yang terletak di bagian sayap sub-dam Sabo.
q m3/dt M
S
3
Q m
N
Gambar 6.13 : Lubang alir yang terletak pada bagian sayap dam Sabo.
Bagian apron N pada gambar diatas perlu diperiksa untuk perbaikan kerusakan setelah beberapa tahun. Penggunaan stop-log sederhana “S” dapat disarankan. Lubang alir ini juga dapat dimanfaatkan untuk pengambilan air irigasi. Pada keadaan tertentu, lubang alir atau drainhole dapat pula ditutup rapat menggunakan fasilitas penutup sederhana seperti gambar berikut ini,
Gambar 6.14 : Lubang alir dilengkapi fasilitas penutup sederhana.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
83
Beberapa hal yang dapat dikemukakan berkenaan dengan lubang alir tertutup ini adalah sebagai berikut, 1. Semakin besar ukuran lubang alir, perlu semakin hati-hati dalam mengoperasikan penutup tersebut. 2. Lubang alir berukuran kecil, misal 0,6 x 2,0 meter akan mudah tertutup secara spontan oleh material sedimen dan batang kayu. 3. Lubang alir berukuran besar, misal 1,5 x 2,0 meter harus ditutup dengan alat tertentu, biasanya tidak mudah tertutup secara spontan oleh sedimen.
Berkenaan dengan lubang alur berukuran besar, berikut ini dikemukakan kasus kegagalan yang terjadi pada dam Sabo yang dibangun tahun 1952-1954 di Jepang. Bangunan tersebut dimaksudkan mengontrol aliran sedimen (debris), dan melepaskan kembali pada kondisi banjir kecil dan sedang.
MAT
MAT
MARt 4,0 x 6,0
Gambar 6.15 : Lubang alir besar yang rawan kerusakan di Jepang.
Namun pada kenyataannya, lubang alir besar tersebut tidak tahan terhadap konsentrasi aliran sedimen. Hanya berselang dua tahun setelah selesai dibuat, sudah mengalami kerusakan. Pada akhirnya lubang alir besar ditutup, diganti dengan beberapa lubang lainnya berukuran lebih kecil. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 84
IMPLEMENTASI SABO
6.8
Embedment Untuk Perlindungan Kaki Tebing.
Kedalaman embedment atau penetrasi dibawah tanah sebenarnya merupakan suatu upaya untuk mengatasi ketidak jelasan standar yang pasti untuk perlindungan bangunan kaki tebing searah alur sungai, seperti revetment , tanggul atau spur-dyke dan sebagainya. Pada gambar berikut ini, tinggi H yang disyaratkan untuk muka air tinggi diatas dasar sungai sebagai formation level diasumsikan sama. (B)
(A) S
S
MAT b 1:2
1:0,4
θ2 H
1 : 1,5
gs β
θ1 e
E
M
Gambar 6.16 : Kedalaman Embedment dan kemiringan penguat tebing.
Perbedaan pada kedua kasus (A) dan (B) gambar diatas terkait dengan kedalaman embedment yang diperlukan adalah, 1. Kedalaman embedment pada kasus gambar (A) yang diperlukan adalah “E” yang lebih besar daripada kasus (B) sebesar “e”. 2. Alasan “E” lebih besar dari “e” disebabkan karena kelerengan (A) 1 : 0.4 lebih curam dari kelerengan (B) yang hanya 1 : 1,5 atau 1 : 2,0. 3. Pada kasus (A), tidak banyak pilihan tipe revetment yang hendak dibuat, karena ketidak jelasan kedalaman embedment atau penetrasi.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
85
4. Pada kasus (B). dengan kemiringan yang lebih landai banyak pilihan tipe yang sesuai. “M” adalah matras atau bronjong, sedangkan “q s” adalah bronjong silinder. Perlindungan tebing atau disebut bangunan revetment dan perlindungan kaki tebing dengan metoda yang fleksibel dapat dilakukan seperti contoh berikut ini berikut ini. S
S
MAT
1 : 1,8
MAT b1
gs 1 : 1,8
H
f
MAR
b2 1 : 1,2
H
f
g
k
Gambar 6.17 : Perlindungan tebing menggunakan struktur fleksibel.
Notasi, f
: ikatan batang-batang semak / belukar.
k
: krib, terbuat dari kayu atau beton bertulang.
g
: bronjong.
gs
: bronjong silinder / guling.
b1; b2 : berm yang permukaannya diberi pasangan batu. Yang menjadi masalah sekarang adalah menentukan tipe struktur bangunan yang paling murah diantara yang ada. Untuk menjawab hal ini tentu tidak mudah, karena harus sekaligus dipertimbangkan terhadap pemeliharaannya.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 86
IMPLEMENTASI SABO
Untuk keperluan jangka panjang, cara konstruksi vegetatif menggunakan material yang fleksibel cukup beralasan menjadi pilihan. Di Indonesis, sering dijumpai contoh tanggul tanpa kedalaman embedment yang memadai dan samasekali tidak menggunakan struktur perlindungan kaki tebing. Gambar berikut menunjukkan bangunan perlindungan tebing yang agak mahal, tetapi sangat diperlukan untuk pemeliharaan bangunan. A
MAT
H
Aliran o
5‐10
R G K
Gambar 6.18 : Konstruksi perlindungan tebing mahal tetapi sangat diperlukan.
Notasi, G
: Krib atau Groyne atau Spur-dyke dari pasangan batu kedap air.
K
: Matras / bantalan atau Schenk- kasten, dari bronjong ditanam.
R
: Riprap, terdiri dari tumpukan batu-batu besar.
H
: dasar alur untuk muka air tinggi.
A
: Revetment tambahan.
Pada Saluran Kanal atau Channel Works, prinsip penetrasi atau embedment dapat dijelaskan pada uraian berikut ini, SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
87
C1, C2, C3
: Bangunan groundsill, seringkali juga disebut dam konsolidasi.
v
: Dinding vertikal atau dinding cut-off apron.
i
: girdle atau river bed girdle, disebut juga no-drop groundsill.
t
:
puncak bangunan revetment.
e
: embedment atau penetrasi revetment ke tanah dasar.
C1
t
t C3
C2
i
i
v
i e
v e
Gambar 6.19 : Prinsip penetrasi saluran kanal atau channel works.
Pada gambar diatas memperlihatkan bahwa aslinya garis penetrasi harus bertemu dengan ujung bawah dinding vertikal dan girdle. Namun yang banyak dijumpai kedalaman penetrasi revetment terlalu dangkal. Selanjutnya, gambar yang lebih detil dari hal diatas dapat diikuti melalui gambar dibawah ini, Perlu dicatat bahwa bangunan river-bed girdle juga masuk kedalam dasar sungai asli, seperti halnya pada penetrasi dam Sabo. Bentuk tubuh riverbed girdle dibangun sesuai bentuk 1-2-3-4-5-6-7 dan bangunan satu dengan lainnya dipisahkan oleh revetment .
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 88
IMPLEMENTASI SABO
Tujuan dibuatnya riverbed girdle yang utama adalah mengontrol profil memanjang agar tetap stabil sepanjang channel works. x Tr
V
Pb
En T
4
Potongan x ‐ x
7
0
x
3
T 5
6 T 6’
1
5’
2
Gambar 6.20 : Penetrasi riverbed girdle ke dasar saluran kanal.
Revetment tambahan yang dibuat seperti gambar dibawah ini sesuai dengan yang dibicarakan sebelumnya.
a
S
m
A
e
A
S
X
S a
Gambar 6.21 : Revetment tambahan dan embedment.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
89
Embedment revetment harus mencapai kedalaman “e”, jika terlalu dangkal tidak akan bertahan lama. Catatan.
Sepanjang kemiringan tebing tidak terlalu curam, dapat dibuat revetment yang lebih ringan, hanya dengan menerapkan sistem perkuatan kaki tebing. Dengan perkuatan kaki revetment tidak akan tergerus lagi oleh pengaruh turbulensi aliran, dimana arah aliran dapat dijauhkan dari dasar tebing. Gambar dibawah ini memperlihatkan cara perlindungan kaki tebing memanjang yang terdiri atas krib pendek yang dihubungkan oleh bronjong pelindung tebing. Bagian
depan
model
kombonasi
perkuatan tebing berbentuk seperti gigi,
Gs
Notasi, G
G : bronjong memanjang, R : Rip-rap batu-batu besar. Gs : bronjong guling/ silinder.
G
Perlindungan model ini lebih cocok R
Gs
diterapkan pada alur sungai yang agak landai. Selain bronjong, sebenarnya dapat dimodifikasi menggunakan material lain yang tersedia.
Gambar 6.22 : perlindungan tebing kombinasi bronjong berbentuk “gigi”.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 90
IMPLEMENTASI SABO
6.9
Pelaksanaan Praktis.
Pada saat pelaksanaan pekerjaan konstruksi, biasanya banyak hal di lapangan yang muncul secara tak teduga. Dalam pelaksanaan pekerjaan Sabo, ada beberapa permasalahan lapangan penting yang perlu penanganan secara seksama, yaitu, Pertama, hal yang terkait dengan pelaksanaan campuran beton atau pasangan
batu, meskipun kedua jenis material tersebut merupakan bahan yang paling kuat dan banyak dipergunakan dalam pekerjaan Sabo, namun berbagai hal mendasar terhadap kedua jenis bahan tersebut harus diperhatikan Kedua, berdasarkan pengalaman lapangan masalah drainasi air perlu dikaitkan
dengan keperluan pemeliharaan bangunan. Ketiga, sistem transportasi untuk keperluan konstruksi bangunan teknik sipil,
termasuk pekerjaan Sabo selalu terkait dengan teknologi transportasi material pembangunan. Kenyataan lapangan yang sering dijumpai, bahwa suatu tempat yang berlimpah pasir, biasanya tidak banyak didapat kerikil atau batu besar. Sebaliknya jika banyak batunya maka sulit diperoleh pasir. 6.9.1. Pelaksanaan praktis pekerjaan beton dan pasangan batu.
Tegangan tekan ijin, tegangan desain dan tegangan batas. Tegangan tekan beton merupakan suatu indek yang paling penting untuk kontrol kualitas beton. Konsep hubungan
antara
faktor-faktor
yang
berpengaruh
pada
kekuatan
beton
diperlihatkan pada gambar berikut ini, yang menunjukkan konsep hubungan antara ketiga faktor tegangan ijin, tegangan desain dan tegangan batas.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
91
Notasi. σr α x σ28 σ28
σr
: tegangan batas = α x σ28
α
: koefisien ekstra.
σ28 : tegangan desain dalam σ28 x 0,8
tegangan batas. σcd : tegangan tekan ijin.
σcd x v
σcd
v
: faktor keamanan.
σc
: tegangan tekan dari hasil perhitungan struktural.
σc
Gambar 6.23 : Hubungan antara tiga tegangan, tegangan ijin, desain dan batas.
Gambar diatas memperlihatkan titik-titik dalam yang diperoleh dari hasil rata-rata compression test tiga buah kubus dengan campuran yang sama. Berdasarkan Standar Teknis Jepang, dipersyaratkan hal-hal berikut ini, a. Setiap nilai hasil test tidak diperbolehkan berada dibawah garis ( σ28 x 0,8), dengan probabilitas lebih besar 1/20. b. Setiap nilai rata-rata dari lima titik berurutan tidak boleh berada dibawah nilai yang probabilitasnya lebih dari 1/20. Gambar berikut memperlihatkan cara mengestimasi koefisien “α” untuk menentukan tegangan batas atau target strength “σr ”. Variasi koefisien pada diagram dapat dipertimbangkan sebagai berikut, Untuk kontrol ketat
0,14 – 0,16.
Untuk kontrol biasa
0,16 – 0,18.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 92
IMPLEMENTASI SABO
2,0 P = 1/160 1,9 1,8
P = 1/100
1,6 P = 1/50 1,5 α
P = 1/30
1,4
P = 1/20
1,3 1,2 1,1 1,0
0,10
0,15
0,20
0,25
Koefisien variasi
Gambar 6.24 : Cara menentukan koefisien “α” untuk tegangan batas.
Untuk kedua hal diatas, perbandingan volume untuk semen diukur berdasarkan berat, sedangkan agregat berdasarkan volume. Notasi “p” pada diagram menunjukkan probabilitas angka keamanan untuk berbagai keadaan. 6.9.2. Contoh menetapkan batasan kontrol.
Setiap tiga buah beton uji dicetak dari satu adukan yang sama, sedangkan beton yang diuji ada dua puluh buah. Nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan uji beton disimpulkan dalam tabel berikut ini.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
93
Tabel 6.2 : Perhitungan hasil uji beton dari 20 benda uji. No
Tegangan kg / cm2
R’
R
Vt
(X-300)2
/5
352 360 351 356 346 325 325 350 349 351 370 372 353 347 350 342
(%) X1
X2
X3
X ratarata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
336 350 307 384 364 381 308 356 337 272 362 441 357 339 351 385 319 319 361 307
320 363 339 371 373 371 302 356 310 268 372 416 353 335 361 388 342 319 351 320
325 354 347 389 367 354 308 355 344 253 376 439 342 346 360 367 345 324 358 326
327 352 331 381 368 369 306 354 330 264 370 432 351 340 357 389 335 321 357 318
25 21 51 13 1 63 49 25 66 106 62 81 11 17 23 45 14 36 39
16 4 40 18 9 27 6 2 34 19 14 25 15 11 10 21 26 5 10 19
2,9 0,7 7.1 2,8 1,4 4,3 1,2 0,3 6,1 4,2 2,2 3,4 2,5 2,3 1,8 3,3 4,6 0,9 1,6 3,5
729 2.704 961 6.561 4.624 4.761 36 3.025 900 1.296 4.900 17.424 2.601 1.600 3.249 6.400 1.225 441 3.249 324
Total
6.944
747
331
57,1
67.010
Rerata
X rata2 = 347,2
R’rata2= 39,32
Rrata2 = 16,50
2,85
3.350,5
Notasi, Vt Vt
: koefisien variasi dalam satu adukan yang sama. =
0,591 100 %
(dalam hal tiga benda uji). SERI BUKU TEKNOLOGI SABO
94
IMPLEMENTASI SABO
R
: perbedaan nilai maksimum dan minimum antara X1, X2, X3.
: nilai rata-rata dari X1, X2. X2.
σ
: standar deviasi.
X
: angka perkiraan mendekati nilai “θ”.
N
: banyaknya adukan uji untuk coba.
∑
Vm
: koefisien variasi berbagai benda uji
R’
: perbedaan antara berbagai nilai x.
Dari perhitungan tabel diatas,
, 2,8 % 0,591 , 3.350,5 47,2 = 33,6 = 34,4 , 100 9,9 % ,
33,6
6.9.1. Catatan untuk petugas lapangan.
Hal yang paling banyak terjadi dan menimbulkan masalah di lapangan biasanya adalah yang berkenaan dengan ukuran butiran dan perlekatan air pada permukaan agregat. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
95
Saran sederhana terhadap masalah perlekatan air di permukaan agregat berikut ini bermanfaat bagi petugas lapangan. Tabel 6.3 : Perkiraan pelapisan air di permukaan agregat. Keadaan agregat
Air yang meliputi permukaan agregat
Kerikil timbunan atau batu pecah
1,5 - 2
Pasir sangat basah (jika digenggam, telapak tangan menjadi basah)
5 -
Biasa ( jika dremas tidak berubah bentuk)
2 - 4
Pasir timbunan ( tidak berbentuk meski diremas tangan)
8
0,5 - 2
Tabel diatas akan sangat bermanfaat untuk memperkirakan liputan air pada permukaan agregat secara kasar, karena jika harus mengukur dengan tepat kadar liputan air setiap hari tentu sangat sulit. Campuran beton di lapangan perlu disesuaikan dengan kadar liputan air pada agregat. Berikut ini beberapa saran yang dapat diikuti agar tidak terjadi kesalahan sama yang derulang pada pekerjaan di lapangan.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 96
IMPLEMENTASI SABO
a.
Batang besi pada sambungan seperti dibawah ini “tidak diperlukan”.
Begitu juga tambahan fillet “f” tidak ada gunanya.
Notasi, 1:m
1:m
D : Main dam Sabo. D
D
A : Apron. F : Beton isian (fillet).
A
b.
A
j
Batang besi penghubung antara blok beton tidak diperlukan.
Adanya batang besi tidak sesuai dengan fungsi perletakan blok beton.
c.
Pasangan batu.
Pada pasangan batu, baik yang sistem basah maupun kering tidak boleh membentuk permukaan cembung keluar slope. Disarankan permukaan slope dibuat agak cekung kedalam seperti gambar kiri.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
97
Permukaan lengkung pada pasangan batu sesuai dengan hal yang telah diuraikan pada bab sebelumnya tentang arah garis tekanan (pressure line) akibat beban luar yang diterima oleh pasangan batu. d.
Pengecoran beton.
Penggunaan alat pengaduk beton kapasitas kecil kurang dari 0,2 m 3 lebih memungkinkan memperoleh hasil plastisitas maupun cara pengerjaan yang lebih baik dengan agregat maksimum 40 mm. Ketika menuangkan campuran beton menggunakan talang pada posisi miring (gambar B), samasekali tidak boleh melakukan penambahan air atau disebut sebagai retampering . Lebih direkomendasikan menggunakan talang atau corong vertical (gambar A). Dengan bantuan dumper yang terbuat dari karet keras, pada saat bersamaan dilakukan pengadukan kembali atau remixing . Dalam proses pencampuran dan pencetakan adonan beton diwaspadai terjadinya segregasi. Beton yang porous akan kehilangan kekuatan sekitar 30 – 40 % dari kekuatan normalnya.
6.9.2. Pondasi buatan dan drainase bawah tanah.
Dibandingkan dengan bangunan pada umumnya, struktur bangunan Sabo harus lebih kuat dan memiliki daya tahan yang lebih tinggi daripada bangunan biasa. Karena bangunan Sabo seringkali terletak jauh dari permukiman, maka biasanya SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 98
IMPLEMENTASI SABO
jarang dipelihara. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan bahwa lokasi bangunan Sabo harus mudah dijangkau untuk berbagai keperluan bagi bangunan tersebut. Pondasi buatan.
Pondasi bangunan Sabo sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi dan geologi setempat.
Aliran
(I)
Aliran
( II )
c
f
p
X
X
X
X
Y
Y
Y
Y
Gambar 6.25 : Pondasi dam Sabo pada lapisan tanah pendukung.
Notasi, X – X : rencana elevasi pondasi. Y – Y : modifikasi elevasi pondasi pada pelaksanaan. c
: cut-off .
p : beton penyumbat.
f
: pondasi buatan.
Keadaan ( I )
Pada gambar kiri diatas memperlihatkan kondisi lapisan pendukung yang kurang baik, sehingga dasar pondasi diturunkan beberapa meter ( Y – Y ). Bentuk pondasi sama seperti pondasi telapak pada umumnya. Cara ini dapat diterapkan pada lapisan tanah pondasi pasir dan kerikil.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
99
Keadaan ( II ).
Pada gambar kanan memperlihatkan modifikasi bentuk pondasi untuk kondisi lapisan tanah pondasi merupakan lapisan batuan lunak, lapisan kompak terkonsolidasi dan material campuran. Beton penyumbat atau plug concrete “p” adalah bagian yang memiliki daya dukung lemah. Bagian cut-off wall ‘c” di bagian depan (toe) dam Sabo dibuat untuk mengantisipasi gerusan lokal yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan memperpanjang jalan rembesan rembesan air dibawah bangunan. Pada kedua keadaan I maupun II tidak perlu menghitung kembali stabilitas bangunan pada kondisi elevasi dasar pondasi Y – Y, karena perbedaan elevasi YY dan X-X terbatas tidak terlalu signifikan.
Kasus lain ( III) yang perlu diperhatikan adalah seperti berikut ini, Notasi, (III) b’
b x y
b : batu di kaki hilir dam.
aliran
b’ : batu di kaki hulu dam. x
y
Pada kasus ini (III), sebaiknya batu “b” dibuang dan permukaan pondasi diturunkan hingga elevasi y – y, kecuali jika batu tersebut merupakan bagian dari lapisan dasar batuan (bed crop of bed rock). Biasanya hampir tidak mungkin memasukkan tiang pancang kedalam dasar sungai di wilayah Sabo Works, karena lapisan dasar sungainya terdiri dari campuran berbagai material agak keras temasuk batu dan batu besar (stones and boulders). SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 100
IMPLEMENTASI SABO
Berikut ini adalah contoh alternatif solusi mengatasi pemancangan tiang di dasar sungai wilayah pekerjaan Sabo, sebagai berikut, q
V
H
H
b
b
S g
S D c
g
f c
Gambar 6.26 : Dua contoh alternatif solusi pemasangan tiang pancang.
Notasi, b
: batang pohon kelapa atau kayu lokal pengganti besi.
c
: cor beton untuk menguatkan kedudukan kaki tiang.
S
: tanah atau pasir sebagai material pengisi.
g
: kerikil tanpa diayak.
V
: gaya aksial vertikal dari arah atas.
H
: gaya horisontal yang diperhitungkan.
q
: gaya vertikal merata.
D
: kedalaman pondasi dari atas permukaan tanah.
Pada umumnya kedalaman pondasi D = 1,5 – 2,0 meter. Meskipun dapat dilakukan dengan tenaga manusia, tetapi harus dilakukan secara hati-hati, agar tiang terpasang dengan kuat pada tempatnya.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
101
Ketika kedalaman pondasi D perlu lebih dari 2,0 meter, dapat digunakan cara tradisional praktis menggunakan cetakan kayu untuk membuat pondasi sumuran atau well foundation dari beton bertulang. W GL
D D FL
Gambar 6.27 : Pondasi sumuran beton bertulang.
Drainase bawah permukaan.
Pada saluran terbuka
dangkal, kerusakan yang sering terjadi pada bagian
lerengnya. Hal ini bukan karena penampang terlalu kecil, tetapi akibat adanya aliran air bawah permukaan saluran terbuka tersebut. e
Notasi,
e
e : tanah tererosi aliran permukaan c : lorong aliran air dibawah saluran terbuka pada lereng. p
c
p : lapisan penutup samping
p
saluran menggunakan gebalan rumput, aspal, dsb. i : girdle dasar dari pasangan batu i
atau beton setiap jarak tertentu.
Gambar 6.28 : Saluran terbuka tanpa girdle dan dengan girdle.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 102
IMPLEMENTASI SABO
Jika air dari lereng samping keluar saluran melimpasi tanah, kerusakan dapat dengan cepat menjalar sepanjang saluran. Saluran permukaan beton dan pasangan batu.
Kiri, drainase agak besar lereng agak datar W = 0,6 – 1,5 m, gambar kanan untuk ukuran kecil. sedangkan “b” antara 0,4 – 0,8 meter, tergantung kondisi setempat. As
W
W U
p
G
S m
b
Gambar 6.29 : Saluran permukaan beton bertulang dan pasangan batu kosong
Notasi, U
: saluran bentuk U terbuat dari beton bertulang.
W
: lebar saluran beton.
G
: bronjong silinder atau bundelan batang-batang kayu semak.
b
: lebar dasar galian saluran.
p
: pasangan batu kosong.
s
: batu dan kerikil.
m
: box-culvert pasangan batu.
As
: lapisan aspal atau gebalan rumput.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
103
Struktur batang kayu untuk stabilitas lereng.
Berikut ini gambar standar potongan batang kayu dan sasak tanaman, suatu struktur sederhana yang efektif untuk menstabilkan lereng yang rusak dan mudah longsor. Bangunan sederhana dari batang kayu seperti gambar samping ini cukup efektif menstabilkan lereng. Keberadaan o
θ/2
o’
bo
menahan permukaan tanah. Oleh θ
bi o
adanya erosi alur atau rill erosion, muka tanah o – o mudah berubah
t o’
semak kayu b o berperan penting
s
menjadi o’ – o’. Sasak kayu bi
dibuat bersama
sasak kayu b o, jika tidak maka sasak kayu tersebut menggantung. Kedalaman masuk tanah (t) paling tidak 30 cm. Patok kayu tertanam membuat sudut θ/2 terhadap garis vertikal. Bronjong kawat silinder.
Erosi alur atau rill erosion berkembang menjadi erosi galur atau gully erosion dapat secara perlahan atau cepat.
Gambar berikut contoh penanganan gully
erosion menggunakan bronjong bentuk silinder.
Gambar 6.30 : Penanganan gully erosion dengan bronjong silinder.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 104
IMPLEMENTASI SABO
Jika kemiringan lereng dibawah 30 o, alur gully alur gully dapat diisi dengan bebatuan (stone and cobles). Dilengkapi partisi permeable ( i )pada beberapa tempat. Dinding penahan rendah.
Dinding penahan rendah dibuat dari pasangan batu (S) dapat ditempatkan di kaki lereng. Struktur bangunan ini dilengkapi lubang alir untuk drainasi rembesan air dari tanah dibelakang tembok penahan.
b S d
Gambar 6.31 : Dinding penahan rendah dari pasangan pasangan batu. batu.
Galian parit ( d ) dan berm ( b ) sebagai faktor signifikan dalam menstabilkan lereng. Jika tanpa dinding penahan, perawatan galian parit manjadi sangat berat. 6.9.3. Transportasi material konstruksi.
Jalan masuk lokasi pekerjaan Sabo menjadi bagian yang sangat penting bagi proses pembangunan pembangunan konstruksi Sabo. Sabo. Beberapa hal penting terkait dengan keberadaan jalan masuk atau acces road ini ini adalah : a. As jalan tidak ditempatkan pada tanah asli sepanjang lereng. b. Memperhatikan detil konstruksi bangunan. c. Menghindari penempatan pipa drainase terlalu dangkal. d. Model jembatan pelimpas dengan box culvert atau bridge-overflowtype box culvert . SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI IMPLEMENTASI SABO
105
e. Sistem teras bangku dan pengaturan tanaman. f. Radius minimum, kemiringan memanjang yang layak. As jalan tidak ditempatkan pada tanah asli sepanjang lereng. Prinsip suatu jalur jalan adalah “galian dan timbunan” atau cut and bank .
(I)
( II ) c
u c
b S
w
Gambar 6.32 : Letak as jalan yang disarankan.
Pada gambar (I), “b” adalah bagian timbunan tanah atau banking , sedangkan “c” adalah galian tanah atau cutting Jika as jalan diletakkan terlalu masuk kedalam bagian tebing (gambar II), maka ada sebagian lereng yang menjadi tidak stabil (u) dan dapat dipastikan akan longsor. Pada gambar (II), j adalah batas jalan dengan timbunan tanah bekas galian. “s” adalah penahan tebing badan jalan. Pada kasus tertentu, dijumpai kemiringan tebing yang terlalu curam untuk mengaplikasikan prinsip galian dan timbunan. Untuk mengatasi hal ini dapat dipergunakan sistem penyangga atau trestle seperti gambar berikut.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 106
IMPLEMENTASI IMPLEMENTASI SABO
?
Z
Gambar 6.33 : Sistem penyangga atau trestle pada lereng tebing yang terlalu curam.
Pemotongan tanah lereng (garis putus-outus) membawa konsekuensi dapat terjadi longsoran mendadak pada lereng tersebut. Pembuatan sistem penyangga ini tidak mudah, tetapi dari segi pemeliharaan lebih menguntungkan. Kerangka penyangga dapat dibuat dari bahan kayu atau kombinasi kayu dan besi. Penggunaan bahan beton terlalu sulit dilaksanakan dilaksanakan karena keadaan keadaan topografinya. Berdasarkan pengalaman, bagian “Z” merupakan bagian yang paling mudah rusak, karena kondisi tanahnya selalu dalam keadaan basah. Oleh karenanya, dalam desain dipertimbangkan adanya drainase penampung aliran air permukaan dari tebing diatas jalan. Memperhatikan detil konstruksi bangunan. bangunan.
Pada gambar detil perlu dipertimbangkan adanya ruang datar “f” diantara galian parit tepi jalan atau bahu jalan “s” dengan kaki kaki lereng di titik “b”.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI IMPLEMENTASI SABO
107
f
a
s
GL U b W
Gambar 6.34 : Detil desain desain ruang bebas bebas untuk menghindari sumbatan sumbatan saluran.
Ruang bebas datar “f” diperlukan untuk menghindari penyumbatan saluran sepanjang kaki tebing akibat longsoran lapukan material, karena perawatan permukaan lereng terlalu mahal. Pada gambar sebelah kanan, perlunya perlindungan pada outlet culvert terhadap terhadap ancaman gerusan “u”. Saluran air “w” diperlukan untuk menyalurkan air sepanjang kaki tebing. Pada kasus semacam ini banyak contoh desain yang salah, sehingga jatuhan air dari outlet culvert jatuh langsung mengenai permukaan lereng dibawahnya, tidak langsung masuk ke saluran “w”. Kejadian semacam ini harus segera diperbaiki meski masih dalam pelaksanaan. Menghindari penempatan pipa drainase drainase terlalu dangkal.
Urugan tanah untuk melindungi pipa kecil atau culvert yang melintang jalan perlu dilakukan dengan benar untuk menjaga kerusakan pipa dari tekanan transportasi berat yang melintas.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 108
IMPLEMENTASI IMPLEMENTASI SABO
t
S
a S
p
b
a
Gambar 6.35 : Timbunan tanah diatas pipa kecil atau culvert .
Notasi, a : permukaan bergelombang.
p : pipa drainase.
b : box culvert.
S : penurunan. t : urugan tanah. Untuk perlindungan, tebal “t” harus > 30 cm, sedangkan material timbunan harus mampu mengurangi penurunan. Air yang datang dari tebing samping meski kecil, harus dialirkan ke lembah seberang jalan. Berikut digambarkan cara praktis dan sederhana mengatasi permasalahan melindungi pipa atau culvert yang harus memotong jalan, menggunakan ikatan balok kayu “l” atau pasangan batu kosong “S” melintang alur kecil. l
S
Gambar 6.36 : Cara praktis melewatkan air melintas jalan.
Model jembatan pelimpas dengan box culvert.
Model jembatan pelimpas atau bridge-overflow-type box culvert ini diaplikasikan pada alur sungai agak besar yang memotong jalan. Pada keadaan banjir, transportasi diatas jembatan ini masih dapat difungsikan. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
109
Gambar 6.37 : Ilustrasi tipe jembatan pelimpas dengan box culvert .
Sistem teras bangku dan pangaturan tanaman.
Ketika pemotongan tebing dilakukan imuali dari bagian bawah, maka bentuk akhir yang diperoleh adalah O – d’ – d seperti pada gambar sebelah kiri. l d
d e d’
O
O
Gambar 6.38 : Siatem teras bangku dan pengaturan tanaman.
Notasi, Od : kemiringan tebing rencana.
Od’d : lereng yang terbentuk.
l
: lebar / jarak untuk penataan tanaman.
d
: patok batas pelaksanaan pekerjaan.
Jika didapat lapisan geologi lunak, terutama ketika kondisi tanah jenuh air maka perlu diperhatikan, misal dengan menyiapkan struktur penahan lereng, saluran drainase atau mengalirkan rembesan air. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 110
IMPLEMENTASI SABO
Pada gambar berikut memperlihatkan jika kondisi lereng terlalu tinggi, misal lebih dari 10 meter, disarankan membuat teras bangku selebar minimum 0,5 meter pada setiap beberapa meter ketinggian lereng
b H
h
b h
Gambar 6.39 : Teras bangku untuk lereng yang terlalu tinggi.
Notasi, H : tinggi lereng. h : tinggi interval teras bangku ( beberapa meter). b : lebar teras bangku ( biasanya 0,5 – 1,0 m).
Radius minimum dan kemiringan memanjang.
Radius minimum jalan masuk (access road) lokasi pekerjaan dapat dihitung dari rumus berikut ini,
Dimana,
r : radius minimum B : lebar mobil truk. l : panjang beban.
Menurut pengalaman yang sudah dilaksanakan, radius minimum sekitar 10 meter. Jika radiusnya dapat dibuat antara 20 hingga 30 meter akan lebih baik. Kemiringan memanjang jalan berkisar antara 5% hingga 7%. Tergantung kondisi lapangan, kemiringan ini dapat dibuat antara 10% - 12%. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
111
Hanya untuk jarak panjang beberapa meter saja, kemiringan dapat dibuat berkisar antara 12% - 15%. Lebar keseluruhan jalan masuk minimum 3,5 meter, namun biasanya diperlukan lebih dari 4,5 meter. Setiap jarak minimal 200 – 300 meter perlu disediakan tempat memutar atau desebut turnout. Angka-angka yang disebutkan diatas merupakan alternatif saja, karena semuanya tergantung pada kondisi setempat, kapasitas lalu lintas, frekuensi tarnsportasi, dan sebagainya. Jadi kapasitas jalan masuk (acces road) sebenarnya ada kaitannya dengan skala dari pekerjaan Sabo. Desain jalan masuk harus mempertimbangkan pemanfaatan setelah pekerjaan pembangunan selesai, yaitu
untuk keperluan
pemeliharaan bangunan Sabo. Pada kenyataannya, masih banyak perencana yang kurang memperhatikan keadaan ini, tanpa memperhatikan lebih seksama resiko besarnya biaya pemeliharaan bangunan yang harus ditanggung.
6.10 Proses Transisi. Pengertian proes transisi disini meliputi pelaksanaan pekerjaan sungai maupun Sabo, yakni peralihan antara kondisi buatan dengan kondisi alami. 1. Transisi kekasaran hidraulik alur sungai dalam arah memanjang. 2. Transisi kekasaran hidraulik alur sungai dalam arah lateral. 3. Transisi tingkatan sungai (river-phase) terkait dengan waktu yang lalu.
3
2
1
0 1
3
Gambar 6.40 : Ilustrasi transisi hidraulik longitudinal dan lateral.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 112
IMPLEMENTASI SABO
Ilustrasi pengertian transisi kekasaran hidraulik longitudinal maupun lateral, Zona 1, merupakan struktur yang solid dan keras. Zona 2, transisi, struktur semi-keras. Zona 3, fleksibel, struktur dari semi-keras hingga lunak.
(3)
(2)
(1)
Gambar 6.41 :Tingkatan tipikal potongan melintang revetment.
Wujud bangunan revetment sesuai tingkatannya adalah sebagai berikut, Zona 1 : pasangan batu dan blok beton pelindung kaki revetment. Zona 2 : pasangan batu kosong di bagian bawah dan ranting kayu di bagian atas, dilengkapi pelindung kaki revetment dari bronjong. Zona 3 : pasangan batu kali dan pelindung bagian kaki secara sederhana, jaraknya hanya pendek. Kekasaran hidraulik saluran ini harus diatur mulai dari kecil ke besar, bertahap mengikuti urutan
dari (0) – (1) – (2) – (3). Ini merupakan cara untuk
melancarkan pergantian kekasaran alur sungai sesuai kondisi alaminya. Jika dari zona (0) atau (1) langsung disambungkan ke zona (3), kedaan ini tidak menguntungkan bagi dasar atau tebing sungai. Transisi kekasaran yang bertahap sangat diperlukan untuk kelancaran aliran, sehingga hal ini tidak boleh diabaikan. Hal seperti ini juga perlu diterapkan secara berhati-hati pada arah lateral. Pada dasarnya struktur yang kaku semakin kebawah perlu dirubah menjadi lebih fleksibel baik arah depan, bawah maupun atas.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
113
Contoh transisi pada krib (spur-dike atau groyne). Secara alami alur sungai mempunyai tendensi membentuk kelokan atau meander . Oleh sebab itu sangat jarang dijumpai sungai yang bentuknya lurus dan beraturan. Struktur krib atau groyne sudah sejak lama dipergunakan secara praktis untuk melindungi tebing sungai dari pengaruh ketinggian aliran air. Struktur krib ini dapat menggantikan fungsi revetment sebagai bangunan pelindung tebing. Krib dalam sistem bangunan sungai termasuk bangunan memanjang
arah sungai
(longitudinal works). p B
C
p S
T
Gambar 6.42 : Krib atau spur-dyke dari batang pohon semak.
Notasi, B : batang pohon semak.
C : cekungan tebing sungai.
p : patok kayu
T : ranting pohon.
S : batu berbagai ukuran. Hingga saat ini bentuk pekerjaan praktis semacam ini masih mudah didapatkan, karena material yang diperlukan mudah diperoleh dan murah. Berikut ini suatu konstruksi Krib atau spur-dyke yang terbuat dari bronjong kawat silinder. Di Jepang, konstruksi semacam ini banyak dibuat pada alur sungai yang rusak
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 114
IMPLEMENTASI SABO
(devastated river) pada sekitar satu setengah abad yang lalu dan pada umumnya x
x ‐ x
Gs
x
banyak yang berhasil.
Gambar 6.43 : Bromjomg silinder untuk konstruksi Krib atau spur-dyke.
Dalam situasi tertentu dapat difahami, struktur bangunan spur-dyke yang kuat dan kaku yang terbuat dari pasangan batu atau beton dapat diabaikan. Khususnya untuk krib panjang dan tinggi tanpa perkuatan bagian kaki dapat menjadi perkecualian. Pada alur sungai yang dalam kondisi rusak berat dengan aliran sedimen yang mengandung material berdiameter besar mengalir ke hilir, struktur krib pasangan batu tidak akan mampu bertahan terhadap tekanan aliran sedimen tersebut. Sehingga diperlukan bangunan krib dengan bentuk tertentu, seperti gambar berikut ini. MAT MARt
t c
MAR
Gambar 6.44 : Krib beton untuk aliran sedimen dengan batuan.
Bangunan krib tersebut dilengkapi dengan perlindungan di bagian kaki (e) dan diberi tambahan revetment bagian atasnya (t). SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
115
Secara umum, fungsi dari sebuah krib atau spur-dyke dapat digambarkan seperti dibawah ini. Secara bertahap, selama nasa perawatan bangunan krib akan diperkuat, karena sebenarnya desain bangunan krib Bangunan kantong pasir dibuat di wilayah alluvial fan untuk mengontrol dan menampung sedimen yang datang dari hulu. Dipandang dari sisi penanggulangan secara keseluruhan, suatu kantong pasir perlu pemeliharaan yang terus menerus. Ketika sedimen telah penuh, secara bertahap arah alur sungai akan menyimpang menyusur sepanjang kaki tanggul. Ilustrasi (A), memperlihatkan tambahan penanggulangan pada posisi ketinggian minimal.
C
(A)
S x
x
K
h
Gambar 6.45 : Ilustrasi bangunan Kantong Pasir
Notasi, K : Kantong pasir ( sand pocket). S : Dinding pengarah (guide wall) atau krib (groin). C : Dam konsolidasi
h : kenaikan dasar sungai pada potongan x-x. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO
116
IMPLEMENTASI SABO
Lebih aman jika dibuat tambahan bangunan seperti dinding pengarah, dam Sabo. Aplikasi transisi bangunan krib atau spur-dyke mempunyai urutan 1, 2, 3 seperti gambar berikut ini, C2
C1 h’
MAT MARt
b
h
MAR
(1)
(2)
(3)
Gambar 6.46 : Urutan aplikasi transisi bangunan Krib.
Notasi, (1) Proteksi kaki krib sebagai bangunan sementara (temporary material). (2) Krib atau spur-dyke pendek terbuat dari bronjong dan sebagainya. (3) Krib agak panjang bersifat semi-permiable. C1 ; muka air tinggi. H ; tinggi endapan.
C2 ; muka air rendah/ rata-rata. H’ ; peninggian tanggul.
b ; berm.
Sebagai kebijakan dalam pengaturan sedimen pada suatu kipas alluvial, Ottokar Ha’rtel
mengutarakan
beberapa
prinsip
sebagai
berikut
(Wildbach-und
Lawinenverbauung, L.Hauska) sebagai berikut.
(1)
(2)
(3)
(1)
(3)
(2)
Gambar 6.47 : Prinsip Kebijakan pengaturan sedimen dalam kipas alluvial menurut Ottokar Har’tel.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
117
Penjelasan kebijakan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Wilayah kipas alluvial dapat dibagi kedalam tiga bagian. 2. Luas setiap bagian sepertiga dari luas keseluruhan. 3. Di puncak kipas alluvial
dibuat dinding pangarah atau krib pengarah
(guide-wall or guide-groin). 4. Setiap wilayah saling berurutan. Kebijakan diatas tampaknya tidak berlaku bagi kondisi di Jepang maupun di Indonesia,
karena
meskipun
didalam
wilayah
kipas
alluvial,
populasi
penduduknya cukup padat dan lahannya diusahakan secara intensif. Sehingga cara yang lebih sesuai adalah dengan sistem kantong pasir. Bandingkan gambar (B) berikut ini dengan kantong pasir (A) diatas. l
: Tanggul terbuka terbuat dari material tanah. bagian ujung dan lereng bagian dalam diperkuat dengan pasangan batu.
p
: Tanggul pencegahan atau dinding pengarah terbuat dari material campuran, tergantung tingkat kemungkinan kejadiannya.
C
: Dam konsolidasi (dam Sabo).
S
: Krib pengarah.
Memperhatikan sistem sepertiga luas kipas alluvial seperti di Austria, cara terakhir ini merupakan cara untuk mengatur sedimen di wilayah kipas alluvial yang telah dipadati penduduk dan telah berkembang. Di Indonesia, cara (B) ini lebih menguntungkan dan lebih banyak dipakai daripada cara (A). Sejauh ini, yang telah dibahas berkaitan dengan pertimbangan cara transisi pada pekerjaan sungai dan Sabo tertuju pada bangunan krib atau spur-dyke. Di Indonesia, suatu metode membuat dam Sabo rendah menggunakan bronjong yang kemudian setelah kedudukannya stabil diselimut dengan pasangan batu merupakan suatu langkah yang layak mendapat apresiasi. SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 118
IMPLEMENTASI SABO
Beberapa contoh bangunan terkait konsep transisi pekerjaan sungai dan Sabo. (1)
Dan-Sabo rendah. Cs
C
G
k
As
R
G
P
Gambar 6.48 : Dam Sabo rendah dari bronjong yang dilapis beton.
Notasi, C : beton. P
Cs : beton khusus (anti abrasi).
G
: bronjong
: papan kayu. R : Rip-rap.
K : Rangka cetakan (batang kelapa)
(2)
Groundsill. C
k
P G
Gambar 6.49 : Groundsill dari bronjong, rangka kayu dan beton.
Notasi, C : beton.
G : bronjong.
k : rangka kayu.
R : rip-rap.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
119
(3)
Girdle Dasar Sungai (Riverbed girdle). C
Notasi, C : beton. k : rangka kayu (balok kayu).
R
k
R : rip-rap.
Gambar 6.50 : Girdle dasar sungai dari beton dan balok kayu.
(4)
Dam Sabo kecil. d’
d’
R
d d
l
d b
C k
Gambar 6.51 : Dam Sabo kecil dari balok kayu, tiang besi dan beton.
Notasi, C : isian beton. l
: balok kayu.
d : lubang alir. d’ : lubang pengatus. R : besi rel KA bekas
b : bantalan rel KA bekas. k : matras kayu diisi batu.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 120
IMPLEMENTASI SABO
(5) Pekerjaan Revetment. Notasi, f C
l
r
C
l : balok kayu. b : sesek bamboo.
S
C : batang tanaman semak (cangkok)
b
S : batu-batu. f : rangka (akar tanaman, dsb.
Gambar 6.52 : Pekerjaan Revetment dari kerangka balok kayu diisi batu.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO IMPLEMENTASI SABO
121
DAFTAR PUSTAKA.
1. T.YOKOTA, Phosthumous Text on Sabo Works, Mininstry of Public Works, DGWRD, Directorate of Rivers, Volcanic Sabo Technical Centre (VSTC), Indonesia, 1988. 2. Anonim, Sabo Implentation, For Practice of Erosion & Sedimentation Control Works in Indonesia, Volcanic Sabo Technical Centre, JICA 1980. 3. Takahashi.T , Mechanical characteristic of debris flow, Journal of the Hydraulics Devision, Proceding of the American Society of Cicil Engineers, 1991. 4. Anonim, Perencanaan Bangunan Pengendali Sedimen, Volcanic Sabo Technical Centre (VSTC), Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum. 5. Anonim, Main Report For Review Master Plan Study, Mt.Merapi Project, Republic of Indonesia, Ministry of Setlement and Regional Infrastructure, Directorate General of Water Resources, 2001. 6. Anonim, Technical Standard and Guidelines for Planning and Design, Draft, Japan International Cooperation Agency, 2002. 7. Anonim, Manual for River Works in Japan, River Bureau, Ministry of Construction, Japan. 8. Nippon Koei Co.Ltd , Detailed Design of Sabo Facilities in Mt.Kelud Volcanic Area, DGWR-Ministry of Public Works of The Government of The Republic of Indonesia, 2005.
SERI BUKU TEKNOLOGI SABO 122
IMPLEMENTASI SABO