1
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Diskursus mengenai al Qur’an adalah diskursus yang tidak pernah lapuk karena hujan dan tidak pernah lekang karena panas. Ayat-ayat kauniyah dan qauliahnya qauliahnya selalu aktual untuk dijadikan bahan kajian. Terbukti bahwa sejak diturunkan empat belas abad silam al Qur’an telah diteliti dan dikaji oleh baik muslim maupun non muslim. Jutaan buku dari berbagai kalangan intelektual telah dipublikasikan. Namun, hingga saat ini “mata air” itu tidak juga kering. Bahkan, semakin banyak diambil semakin banyak juga mata air yang memancar dari sumber utama itu. Ayat-ayat qauliyah yang dikandung al Qur’an dikaji dari bagiannya yang terkecil. Dari segi huruf ia dikaji d ikaji jumlahnya, susunannya, cara melafalkannya, cara membacanya bila bertemu huruf lain, perubahan huruf dari yang satu kepada yang lain bila terjadi kaidah tertentu. Dari aspek kata ia dikaji jumlahnya, susunannya yang terkadang seharusnya didahulukan namun pada saat-saat tertentu justru diakhirkan dan
1
2
sebaliknya, maknanya yang seringkali mengandung metafora, lawan katanya, diksinya, dan lain-lain. Dari sisi kalimat ia diteliti dari jumlah huruf dan katanya, struktur kalimatnya, keserasian dan keseimbangannya dengan kalimat lain, situasi dan kondisi ketika ia diungkapkan , pengertiannya yang terkadang samar dan terkadang jelas, dan lain sebagainya. s ebagainya. Para pengkaji ayat-ayat qauliyah menyajikan kajian-kajiannya sesuai dengan sudut pandang yang mereka lihat. Para sastrawan menampilkan kajiannya sesuai dengan sudut pandang sastra, para linguis menawarkan kajian
lewat
aspek
linguistik,
para
mutakallimun
(ahli
kalam)
menyuguhkannya dari aspek tauhid, kaum sufi menelaahnya dari aspek sufisme, dan lain-alin. Dengan keberagaman latar belakang pengkaji dan keberagaman ruang lingkup kajian sebuah ayat maka tidak heran kalau satu ayat bisa dikaji hingga menghasilkan berjilid-jilid buku. Mengutip tulisan Abdullah Darraz, Quraish Shihab mengatakan, “apabila Anda membaca al Qur’an, maknanya akan jelas di hadapan Anda. Tetapi
2
3
bila anda membacanya sekali lagi, akan anda temukan pula makna-makna lain yang berbeda dengan makna-makna sebelumnya. Demikian seterusnya, sampai-sampai Anda (dapat) menemukan kalimat atau kata yang mempunyai arti bermacam-macam, semuanya benar atau mungkin benar. (Ayat-ayat al Qur’an) bagaikan intan:setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Dan tidak mustahil, jika anda mempersilakan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyak ketimbang apa yang Anda An da lihat.”1 Hal ini merupakan salah satu bukti dari firman Allah yang berbunyi:
ﲝ
ﳝ (
ﰲ : \
)
“Seandainya terjadi bahwa pepohonan di muka bumi menjadi pena dan tujuh lautan yang airnya berubah menjadi tinta untuk menulis kalimat Allah, maka pena pe na dan tinta itu akan habis sementara kalimat Allah A llah tidak akan habis.” (Q.S. (Q.S. Lukman/31 : 27)
Dalam ayat lain Allah berfirman :
1
3
Quraish Shihab, Shihab, Wawasan Al Qur’an, Qur’an, (Bandung:Mizan, 1996), cet ke-2, h. 16
4
(
: \
ﲟ
)
“Katakanlah: ‘Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).’ (Q.S. Al kahfi/18 : 109). Al Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Sebagaimana firman Allah:
( : \
)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Q.S. Yusuf:2) Untuk memahami suatu kalimat dalam bahasa Arab tidak cukup hanya mengerti arti leksikal dan atau penguasaan gramatikal saja dari kalimat tersebut. Sebagai contoh adalah ungkapan berikut "
.
"
Secara
leksikal makna ungkapan ini adalah “memuji, Ahmad, Umar”. Pelaku dan obyek dalam ungkapan ini belum diketahi sebelum ungkapan ini dibaca dengan benar secara gramatikal. Kecuali bila lawan bicara sudah mengetahui konteks pembicaraannya.
4
5
Dalam al Qur’an kita temukan ayat yang
pemahamannya tidak cukup
hanya dengan mengetahui makna leksikal saja. Ayat berikut misalnya:
(
: \
ﱡ
)
ﳜ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." (Q.S. Fathir/35 : 28) Orang yang hanya mengandalkan pengetahuan secara leksikal untuk memahami ayat ini akan membuka peluang kekeliruan yang sangat mendasar. Ayat ini memiliki pengertian sebagaimana tertera dalam terjemahan di atas apabila lafal jal ā lah ( ) ﷲdalam ayat tersebut dibaca dengan manshū b () ﷲ
dan lafal ulama dibaca dengan marf ū ’ (
)
. Namun,
bila kedua lafal
tersebut dibaca terbalik, Allah dibaca dengan dammah dan ulama dibaca dengan fathah maka pengertiannya menjadi “sesungguhnya Allah takut kepada para ulama”. Contoh lain: ketika suatu jama’ah sedang menunggu kedatangan penceramah yang cukup lama ditunggu-tunggu, lalu salah satu dari jamaah itu mengabarkan bahwa ia telah melihat penceramah itu di halaman. Kabar
5
6
seperti ini diungkapkan dengan "
ﯾ
ﯿ
"
(saya melihat
penceramah di halaman masjid). Karena yang menjadi pusat pembicaraan dalam hali ini adalah penceramah, bukan siapa yang melihat, maka lafal “ ﯿ
"
didahulukan.
Ungkapan tersebut berbeda fokus perhatiannya dengan ungkapan "
ﯿ
dan ."
ﯾ
ﯿ
" ﯾ
"
.
Mengerti makna dan memahami gramatikal saja juga tidak cukup untuk memahami suatu ayat al Qur’an. Ayat berikut misalnya :
(
: \
ﳍ )
“Apabila dikatakan kepada mereka: ‘berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu.” (Q.S. Al-Baqarah/2 :13) Bila ayat ini dibaca dengan harkat yang benar disertai pengertian kata per kata juga benar tidak berarti bahwa memahami ayat itu sudah benar. Potongan ayat yang digarisbawahi tersebut bermakna “tetapi mereka tidak
6
7
tahu”. Obyek dari ketidaktahuan mereka belum jelas dalam ayat itu. Obyek itu tidak disebutkan. Bila
obyeknya disebut ayat itu akan menjadi,
ﯾ2 (mereka tidak mengetahui bahwa mereka bodoh.”
ﱃ
ﱃ
( : \
“ (Ini
adalah)
Kitab
yang
Kami
turunkan
kepadamu
)
ﳊ
supaya
kamu
mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (Q.S. Ibrahim14:1)
Ayat ini bila dipahami secara harfiah tentu saja membingungkan. Sebab, bagaimana mungkin
al Kitab bisa mengeluarkan manusia dari suasana yang
gelap kepada suasana yang terang. Karenanya, memahami ayat ini tidak cukup dengan mengerti secara harfiah. Dalam kajian ilmu bay ān, kata “al zhulumā t ” dan
“al-N ū r” dalam ayat tersebut adalah termasuk isti ’arah. Yang dimaksud dengan kedua lafal itu adalah “al-dhalā l” (kesesatan) dan “al hadyu” (petunjuk). 3
Di antara ayat-ayat al Qur an yang memiliki pemahaman yang harus dicermati dari ilmu balaghah adalah"
2
Abdul Aziz Atik, Fi al Bal ā ghah al ‘Arabiyyah:’Ilm al Ma’ ā ni , (Beirut:Dar al Nahdlah al Mishriyyah, 1985), h. 131 3 Al Zamakhsyari, Al Kasysy ā f ‘an Haq ā iq al Tanz īl wa ‘Uy ūn al-Aq ā w īl fi Wujuh al Takwil, (Beirut:Dar al Fikr, tth), jilid 2, h. 365
7
8
( : \
)
ﳜ
ﳍ ﳜ
“Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain dari pada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan.” (Q.S. Al Furqan:3)
(
: \
)ﳌ
“Dan apabila orang-orang (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan: ‘Kami telah beriman’, padahal mereka datang kepada kamu dengan kekafirannya dan mereka pergi (daripada kamu) dengan kekafirannya.”(Q.S. Al Maidah/5 : 61)
( : \
ﲔ) ﲢ
“Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan.” (Q.S. Al Fatihah/1 : 5)
ﰲ ﳊ
ﳍ (
: \
)
“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia.” (At Taubah/9 : 55)
(
: \ ﯿ
)
ﯾ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya.” (Q.S. Al Jatsiah/45 : 23)
8
9
ﳝ
ﱠ ﱠ ﱠ (
: \
)
Sesungguhnya orang-orang yang kafir diserukan kepada mereka (pada hari kiamat): "Sesungguhnya kebencian Allah (kepadamu) lebih besar daripada kebencianmu kepada dirimu sendiri karena kamu diseru untuk beriman lalu kamu kafir"(Q.S. Gafir:10)
Enam contoh terakhir tersebut adalah ayat-ayat yang mengandung taqd ī mtakkhī r . Taqd ī m-takkhī r ini merupakan salah satu bagian dari kajian ‘ilmu ma ’ā ni
dan merupakan bagian kecil dari ilmu balaghah. Mengenai fungsi taqd ī m-takkhī r para ulama berbeda pendapat. Para ulama balaghah sebelum Abdul Qahir berpendapat bahwa fungsi takdim takkhir adalah untuk memberikan perhatian kepada yang ditakdim dan karena mentakdimnya lebih penting dari pada mentakkhirnya. 4
Perbedaan pendapat ini pada gilirannya memunculkan aliran-aliran tentang fungsi tersebut. Di antara aliran-aliran itu adalah
aliran ulama
balaghah, aliran Symsuddin bin al Soigh, aliran Diauddin bin al Atsir, dan aliran mufassir.5
4
Al-Jurjani, Dal ā il al I’j ā z , (Kairo:Maktabat al Khanji, tth), h. 108 Al-Math’ani, Khashā ish al Ta’b īr al Qur ā ani wa Simā tuhu al Bal ā giyyah, (Kairo:Maktabah Wahbah, 1992), jilid 1, h. 80 5
9
10
Karenanya, untuk memahami sebuah ayat al Qur’an dibutuhkan pemahaman ilmu-ilmu bahasa Arab secara menyeluruh.. ilmu-ilmu bahasa Arab itu mencakup:sharf, I’rab (nahwu), rasm, al ma’ani, al bayan, al badi’, al ‘arud, alqawafi, qarld syi’ir, insya, khathabah, tarikh al adab, dan matn al lughah.6 Untuk memahami ayat-ayat qauliyah di atas dibutuhkan penguasaan ilmu sharf, ilmu Nahwu, ilmu bayan, ilmu badi’ , dan ilmu ma’ani . Ilmu sharf adalah ilmu yang mengkaji tentang perubahan bentuk kata dari yang satu kepada yang lain untuk merubah arti, mengambil derivasi dari isim mashdar, membentuk kalimat pasif, dan lain-lain. Ia juga adalah ilmu tentang perubahan kata dari bentuknya yang asal kepada bentuk lain dengan tujuan lain, tidak untuk merubah makna.7
6
Musthafa Ghulayayni, J ā mi’ al Dur ūs al ‘Arabiyyah, (Beirut:al Mathba’ah al ‘Ashriyyah, 1992), jilid 1, h. 8 7 Amin Ali al Sayyid, Fi ‘Ilm al Sharf , (Mesir:Dar al Ma’arif, 1976), cet ke-3, h. 17
10
11
Ilmu Nahwu adalah kaidah-kaidah yang membahas tentang fungsi setiap kata dalam kalimat, memberikan harakat pada setiap akhir kata, dan cara meng-i’rabnya.8 Mengenai kedudukan ilmu nahwu dalam kajian keislaman, Abbas Hasan berkata, “ilmu nahwu adalah penyangga ilmu-ilmu bahasa Arab dan undang-undangnya yang tertinggi. Tidak ada satu ilmu bahasa Arabpun yang bisa berdiri tanpa ilmu ini. Ilmu-ilmu naqliyyah tidak bisa terhindar darinya.”9 Ilmu Bayan adalah ilmu tentang menyampaikan suatu arti dari sebuah ungkapan dengan ungkapan yang bermacam-macam, baik dengan cara menambah lafal atau menguranginya, untuk memperoleh maksud yang tepat. Untuk mengatakan “Zaid dermawan” misalnya, bisa diungkapkan dengan ungkapan."
8
" ﯾ,"
" ﯾ,"
" ﯾ,"
" ﯾ
10
Fuad Nikmah, Mulakhkhash Qaw ā ’id al Lugah al Arabiyyah, (Beirut:Dar al Saqafah al Islamiyyah, tth), h. 17 9 Abbas Hasan, Al Nahw al W ā f ī, (Mesir:Dar al Fikr:, 1961), , cet. Ke-5, jilid 1, h. 1 10 Badruddin bin Malik, Al Misb ā h fi al-Ma’ ā ni wa al-Bay ā n wa al Badi’ , Jamamiz:Maktabah al Adab, tth), h. 103
11
12
Ilmu Badi adalah ilmu untuk memperindah pembicaraan setelah pembicaraan itu sesuai dengan situasi dan kondisi.11 Ilmu ma’ani adalah ilmu merangkai kalimat.12 Al Sakkaki mendefinisikan ilmu ma’ani dengan:
ﰱ ﳋ ﰱ
ﱏﳌ ﲑ .
ﳊ
“Ilmu ma’āni adalah ilmu yang menelaah karakteristik susunan kalimat dari pemberi pengertian serta keindahan dan lain-lain yang terkait agar dapat terhindar dari kesalahan dalam menerapkan kalimat sesuai dengan situasi dan kondisi”13 Esensi kedua definisi ilmu ma’ani tersebut adalah mengajarkan orang untuk menghadapi lawan bicara. Bagaimana berbicara dengan intelektual, awam, bodoh, dewasa, anak-anak, dan lain-lain. Pendeknya, ilmu ini 11
Al-Hasyimi, Jaw ā hir al Bal ā ghah fi al Ma’ ā ni wa al Bay ā n wa al Badi’ , (Beirut:Dar al Fikr, 1991), h. 360 12 Fadhl Hasan Abbas, Al-Bal ā ghah : Funū nuhā wa Afnā nuhā , (Yordan:Dar al Furqan, 1985) h. 87 13 Al Sakkaki, Mift ā h al-‘Ul ū m, (Mesir:Al Mathba’ah al Maimaniyah, tth), h. 70
12
13
mengajarkan cara berbicara sesuai dengan porsi dan secara proporsional (likulli maqamin maqalun wa likulli maqalin maqamun). Dari latar belakang masalah tesis ini bisa diketahui bahwa betapa ilmuilmu bahasa Arab saling terkait untuk memahami ayat-ayat al Qur’an. Mengingat bahwa ilmu-ilmu bahasa Arab sangat banyak dan memiliki kajian yang sangat luas, maka untuk mempermudah penelitian ini penulis membatasi penelitian ini pada pembahasan tentang taqdim-ta’khir pada seratus ayat pertama surat al Baqarah. Penulis juga hanya membatasi kajian ini menurut aliran Ibn Al Shoigh. B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas tergambar bahwa ruang lingkup kajian ilmu balagah sangat luas. Karenanya, untuk meneliti seluruh kajian yang dicakup ilmu balagah dibutuhkan waktu yang cukup lama, biaya yang tidak sedikit, dan kemampuan yang sangat mendalam. Pada contoh-contoh yang
mengandung struktur taqd īm -ta’khī r yang
penulis kemukakan dalam latar belakang masalah nampak bahwa para
13
14
ulama memiliki sudut pandang yang berbeda mengenai fungsi taqd ī m- takkhī r, sebagaimana, secara sekilas, telah penulis singgung. Selain itu, takdim-ta’khir yang telah penulis kemukakan ada yang dapat diketahui dengan mudah. Lafal yang ditakdim atau ditakkhir ada dalam ayat tersebut dan jelas bahwa lafal tertentu ditakdim. Seperti dalam ayat-ayat berikut
Musnad ilaih dalam ayat ini didahulukan
ﲔ Maf’ul bih dalam ayat ini didahulukan Kedua ayat tersebut berbeda dengan ayat beirikut
ﰲﳊ
ﳍ
Artinya: Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia. (Q.S. At-Taubah/9 : 55)
14
15
Taqd ī m-takkhī r dalam ayat ini berbeda dengan ayat-ayat sebelumnya. Taqd ī m-takkhī r dalam ayat ini tidak bisa dilihat hanya dari teks. Ia perlu ditafsirkan. Tafsiran dari ayat ini adalah
ﰱ
ﰲﳊ
ﳍ
“Janganlah kalian tercengang dengan harta dan anak mereka di dunia. Sesungguhnya dikarenakan harta dan anak mereka itu Allah akan mengazab mereka di akhirat.” 14 Untuk mengetahui adanya takdim-takkhir dalam ayat berikut juga diperlukan penafsiran.
ﳍ
Makna leksikal ayat ini adalah “apakah kamu pernah melihat orang yang menjadikan tuhannya sebagai hawanya?” Pengertian semacam ini tentu saja tidak salah. Sebab, orang yang menjadikan Tuhan sebagai hawanya tidak menyalahi prinsip Islam. Karenanya, tidak tercela. Namun, maksud ayat ini tidak demikian. Yang
14
15
Al-Suyuthi, Al Itqan fi ‘Ulum al Qur’an, (Beirut:Dar al Fikr, tt), h 180
16
dimaksud adalah, “apakah anda pernah menemukan orang yang menjadikan hawanya sebagai tuhannya.”15 (Q.S. Al-Jatsiah/45 : 23) Adapun yang menjadi bahan pertanyaan penulis dalam tesis ini adalah: 1.
Bagaimana mengidentifikasi suatu ayat yang mengandung taqd ī m-ta’khī r dalam perspektif Syamsuddin Ibn al-Shaigh?
2.
Ayat-ayat manakah yang termasuk dalam perspektif Syamsuddin Ibn alShaigh dalam surat al-Baqarah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan latar belakang masalah dan pokok
permasalahan
sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1.
Dapat mengidentifikasi suatu ayat yang mengandung taqd ī m-ta’khī r dalam perspektif Syamsuddin ibn al- Shaigh dalam surat al-Baqarah
2.
Ayat-ayat yang mengandung taqd ī m-takkhī r Syamsuddin ibn al-Shaigh dalam surat al-Baqarah
15
16
Ibid
menurut perspektif
17
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peminat kajian al Qur an dan pengkaji bahasa Arab.
D. Tinjauan Pustaka Sebagaimana telah disebutkan dalam pokok permasalahan bahwa penelitian ini memusatkan perhatian pada penyelidikan tentang ayat-ayat dalam surat al-Baqarah yang mengandung taqd īm -takkh ī r dalam perspektif Syamsuddin ibn al-Shaigh. Sepanjang yang penulis ketahui bahwa penelitian semacam ini belum ada. Namun, kajian tentang teori taqd īm -takkh ī r Ibn al-Shaigh yang penulis dapatkan ada dua buku: Al-Itq ā n fi ‘Ul ū m al-Qur ā n karya al-Suyuthi dan Khashā ish al-Ta’b ī r al-Qur ā ni wa Simā tuhu al-Bal ā ghiyyah karya Abdul Azhim al-Math’ani. Dalam karyanya itu, al-Suyuthi hanya memaparkan pembagian taqd īm - takkhī r yang dimunculkan Ibn al-Shaigh. Dalam disertasinya –yang kemudian dibukukan itu—al-Math’ani mengkritisi teori ibn al-Shaigh.
17
18
Di antara obyek yang menjadi kritikannya adalah bahwa ibn al-Shaigh tidak menyingkap rahasia yang terkandung dalam taqd īm -takkhī r yang diajukannya.
E. Metodologi Penelitian Karena penelitian ini sepenuhnya bertumpu pada kajian pustaka, maka riset ini akan dilakukan dengan cara menganalisis data-data yang tertulis dalam sumber-sumber kepustakaan yang bertalian dengan masalah yang dikaji. Sumber-sumber kepustakaan tersebut terbagi dua: sumber primer (al- mar ā ji’ al-awwaliyyah) dan sumber-sumber sekunder (al-mar ā ji’ al- ts ā nawiyyah). Untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, akan digunakan metode analisis. Melalui metode ini penulis akan menguraikan teori-teori tentang struktur taqd ī m-takkhī r dari empat perspektif, yaitu perspektif ulama balaghah, Syamsuddin ibn al- Shaigh, Ibn al-Atsir, dan para mufassirun. Dari teori ibn al- Shaigh penulis akan menganalisis ayat-ayat dalam surat al-Baqarah yang mengandung struktur taqd ī m-ta’khī r menurut teorinya.
18
19
Karena penulis tidak mendapatkan karya Syamsuddin ibn al-Shaigh , maka penulis menjadikan karya al- Suyuthi, yaitu al-Itq ā n f ī ‘Ul ū m al- Qur n dan karya Abdul Azhim al-Math’ani, yaitu Khshā ish al-Ta’ bī r al- Qur ā ni
ā
wa Simā tuhu al-Bal ā ghiyyah sebagai sumber-sumber primer. Sumber-sumber rujukan sekunder adalah karya-karya yang terkait dengan kajian tentang al-Qur’an.
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini mengacu kepada sistem penulisan yang berlaku dalam penyusunan tesis. Adapun sistematika penulisan tesis ini adalah sebagai berikut: 1.
Bab I merupakan bab pendahuluan yang mencakup sub-sub bahasan, yaitu latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan
2.
Bab II merupakan deskripsi tentang struktur taqd ī m-takkhī r dalam perspektif para ulama, yaitu ulama balaghah, Syamsuddin ibn alShaigh, ibn al-Atsir, dan para mufassirun serta tentang taqd īm -takkh ī r ghair ishthil ā hi
19
20
3.
Bab III adalah bab yang membahas tentang surat al-Baqarah yang mencakup latar belakang penamaan surat al-Baqarah, cakupan surat al-Baqarah, keutamaan surat al-Baqarah, pelajaran dari surat alBaqarah, ayat-ayat dalam surat al-Baqarah yang mengandung struktur taqd ī m-takkhī r dalam perspektif Ibn al-Shaigh, baik yang sulit difahami maknanya secara lahiriah maupun yang mudah
4.
20
Bab IV merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan
21
21
22
22
BAB II TAQDĪ M-TAKKH Ī R DALAM PERSPEKTIF PARA ULAMA
Bila struktur bahasa Arab dibandingkan dengan bahasa lain, nampak bahwa struktur bahasa Arab memiliki keunikan tersendiri. Salah satu keunikannya terdapat pada kelenturan pokok-pokok kalimat atau pelengkapnya yang bisa dikedepankan (taqdim) atau diakhirkan ( takkhir ). Contoh :” jalasa Umar ”. Kalimat ini adalah kalimat sederhana ( jumlah basithah) yang terdiri dari dua pokok kalimat, yaitu musnad ( jalasa)dan musnad ilaih (Umar). Kalimat ini tetap menjadi kalimat yang
benar bila berbunyi “Umar jalasa ”. Kata
“Umar” didahulukan dari kata kerjanya,
jalasa.
Kalimat tersebut bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
“Umar duduk ” atau ke dalam bahasa Inggris “Umar sits ”. Masing-masing kata dalam kedua ungkapan ini tidak benar bila posisinya ditukar. Pergantian posisi suatu kata atau kalimat seperti yang tertera dalam contoh bahasa Arab tersebut memiliki penekanan subyek pembicaraan yang berbeda, sebagaimana yang telah penulis jelaskan dalam pokok p ermasalahan. Karenanya, mengetahui urgensi taqd ī m-takkhī r adalah sebuah keniscayaan bagi para pengkaji dan atau peminat bahasa Arab. A. Pengertian taqd ī m-takkhī r Secara etimologi kata taqdim adalah isim mashdar dari kata kerja qaddama . Dalam kamus Hans Wehr kata ini berarti: sending forward, sending off, dispatching,
15
16
presentation, submission, turning in, filing, offering up, oblation, dedication, offer, proffer, tender, bid, memorial.
1
Kata-kata tersebut bermakna: pengiriman, pemberian, penyajian, perkenalan, ketundukkan, kepatuhan, lemari, arsip, pengabdian, persembahan, tawaran, saran, pengajuan, penguluran (tangan). 2 Dalam kamus al-Munjid kata ini juga memiliki beragam makna sesuai dengan konteksnya. Memberikan Memperlihatkan Mengajukan Menyerahkan diri
Memberikan jam Mempersenjatai
Mengangkat senjata untuk penghormatan
Mengedepankan
Berbuat
Membuat pendahuluan (buku) 1
ﱘ
J.M. Cowan (editor), Arabic English Dictionary:The Hans Wehr Dictionary of Modern Written Arabic, (New York: Itacha, 1976), h. 749 2 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia(Jakarta:Gramedia, 1996), cet. XXIII, h. 188,403,445, 565, 240, 169, dan 449
17
Tidak memberi manfaat dan tidak memberi bahaya
Mendekatkan Mempercepat perjalanan Memperkenalkan
3
ﲑ ﱃ
Kata ini dengan fi’ il mudhari dan amr nya dalam al-Qur ’an disebutkan tidak kurang dari 27 ayat, yaitu pada : Sh ād/38:60,61, Baqarah/2:95,110,
223
Al-Imr ān/3:182,
An-Nis ā /4:62,
Al-Qiy āmah/75:3, AlAl-Māidah/5:80,
Al-
Anf āl/8:51, Al-Kahfi/18:57, Al-Hajj/22:10, Al-Qashash/28:47, Al-R ūm/30:36, AlSyūrā /42:48, Al-Hasyr/59:18, Al-Jumu ’ah/62:7, Al-Naba/78:40, Al-Infith ār/82:5, Qāf/50:28,
Al-Fajr/89:24,
Yusuf/12:48,
Y āsin/36:12,
Al-Hujur āt/49:1,
Al-
Mujādilah/58:12, 13, Al-Muzzammil/73:20. Berikut ini ayat-ayat al-Qur ’an yang mengandung kata
“ qaddama”
dengan
pengertian yang berbeda-beda.
(
: \
)
ﲟ
Artinya:
Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selamanya karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh mereka. (Q.S. Al-Baqarah/2:9)
( 3
:
\ )
ﲣ
Antowan Nikmah, Isham Mudawwar dkk (editor), Al Munjid fi al-Lughah al-Arabiyyah al Mu’ā shirah, (Bairut:Dar al-Masyriq, 2000), h. 1132
18
Artinya: Janganlah kamu bertengkar di hadapan-Ku, pada hal sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan ancaman kepadamu. (Q. S. Q āf/50:28)
(
:
\
ﳍ
)
ﰒ
Artinya: Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya. (Q.S. Yusuf/12:48)
(
:
ﰱ
\ )
Artinya: Mereka berkata (lagi): “ya Tuhan kami; barang siapa yang menjerumuskan kami ke dalam azab ini maka tambahkanlah azab kepadanya di neraka.(Q.S. Shad/38:61)
(
)ﳌ
: \
ﳍ
ﷲ
Artinya: Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka. (Q.S. Al-Maidah/5:80)
( :
\
)ﳊ
ﷲ
ﲔ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya. (Q.S. Al-Hujur āt/49:1)
( Artinya:
:
\
)
ﳒ
ﲔ
19
Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah….(Q.S. Al-Mujādilah/58:13) Secara etimologi kata “takkhī r” adalah isim mashdar dari kata kerja
“akhkhara ” .Makna kata ini tidak Sebanyak makna yang dimiliki oleh kata taqd ī m. Dalam kamus Al-Munjid kata ini berarti: membentangkan, menunda, menangguhkan, memalingkan, merintangi, membatalkan, mengkhirkan, meletakkan sesuatu setelah sesuatu yang lain.
4
Dalam kamus Hans Wehr kata ini berarti: delay, deferment, postponement, obstruction, retardation, putting back.
5
Dalam kamus Inggris-Indonesia, kata-kata tersebut bermakna: kelambatan, penundaan, penangguhan, pemunduran, halangan, gangguan, kembali. 6 Dalam al-Qur ’an, kata ini dengan fi’ il mudhari dan amr nya disebutkan sebanyak 15 kali, yaitu : Al-Qiy āmah/75 : 13, Al-Infith ār/82 : 5, An-Nis ā /4 : 77, AlIsrā /17 : 62, Al-Mun āfiqūn/63 : 10, 11, Hūd/11 : 8, 104, Ibr āh ī m/14 : 10, 42, 44, Nuh/71 : 4, An-Nahl/16 : 61, dan F āthir/35 : 45. Berikut ini adalah ayat-ayat yang mengandung kata tersebut dengan pengertian yang berbeda-beda:
(
:
\
)
ﲟ
Artinya: Apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah dilalaikannya. (Q.S. AlQiyāmah/75:13
4
Antowan Nikmah, Isham Mudawwar dkk (editor), op. cit ., h.11. lihat juga Majma ’ alLughah al-Arabiyyah , Al-Mu’ jam al-Wajī z, h.8 5 J.M. Cowan (editor), op. cit ., h. 8 6 John M. Echols dan Hassan Shadily, op. cit ., h. 172, 440, 401, 458
20
(
: \
ﱃ
)
ﱂ
Artinya: Mereka berkata:”ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami?mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi? (Q.S. An-Nisa/4:77) Pengertian taqd ī m-takkh ī r secara terminologis tidak didapatkan dalam literatur balaghah. Namun, dari literatur yang mengulas tentang taqd īm -takkh ī r dapat disimpulkan bahwa definisi taqd īm -takkh ī r sangat beragam sesuai dengan perspektif ulama yang mengkajinya: 1. Menurut ahli Balaghah taqd īm -takkh ī r adalah mengedepankan atau mengakhirkan letak suatu kata atau kalimat sebelum atau sesudah kata atau kalimat yang lain baik dengan maksud mengedepankan atau mengakhirkan ataupun tanpa maksud tersebut. 2. Menurut Syamsuddin ibn al-Shaigh taqd ī m-takkhī r adalah mengedepankan atau mengakhirkan suatu kata atau kalimat dari suatu kata atau kalimat yang lain. 3. Menurut
Ibn
al-Atsir
taqd ī m-takkhī r adalah
mendahulukan
atau
mengakhirkan suatu kata dari kata yang lain dengan adanya perubahan makna. Atau
lafal yang didahulukan lebih difokuskan dari pada yang
diakhirkan 4. Menurut
Mufassirin
taqd ī m-takkh ī r
adalah
mendahulukan
atau
mengakhirkan suatu makna dari makna yang lain atau suatu kisah dari kisah yang lain atau jā r dan majr ū r dari yang lain
21
B. Taqd ī m-Takkhī r dalam al-Qur ’an Ayat-ayat al-Qur ’an yang zhanni al-dalā lah membuka peluang kemungkinan interpretasi yang sangat beragam. Keberagaman ini memunculkan banyaknya aliranaliran dalam tafsir. Interpretasi terhadap ayat-ayat itu sesuai dengan mainstream (alur berfikir) mufassirnya. Keberagaman penafsiran ayat-ayat al-Qur ’an juga terjadi dari perspektif keindahan susunan kata-kata dan kalimat-kalimatnya. Di antaranya adalah terjadi pada salah satu bagian kecil yang dikaji dalam ilmu balaghah, yaitu taqd īm -takkh ī r. Keberagaman dalam perspektif ini melahirkan banyak perspektif di kalangan para pakar di bidangnya. Di antara perspektif-perspektif itu adalah: 1. Perspektif Ulama Balaghah Para ulama balaghah membagi taqd ī m menjadi dua: a.
Taqd īm (mendahulukan) dengan niat mengakhirkan yang lain. Seperti
mendahulukan khabar (predikat) dari mubtadanya (subyek) dan maf ’ū l (obyek) dari fa’ ilnya (pelaku). Contoh
“" ﯾ
" dan "
meskipun letaknya berada sebelum lafal
ﯾ
". Lafal
dan
ﯾnamun urutan yang sebenarnya adalah di
akhir. b.
ﯾ
Taqd īm tanpa maksud mengakhirkan yang lain. Contoh
. Kedudukan I ’r ab lafal
7
ﯾdan
ﯾdan
berubah sesuai dengan letaknya. 7
Abd al-Qahir al-Jurjani, Dalā il al I ’ j ā z, (Kairo:Maktabat al Khanji, tth), h. 106
22
Obyek taqd īm -takkh ī r mereka klasifikasikan menjadi : taqd ī m al musnad ilaih, taqd īm al musnad, dan taqd īm
al muta’ alliqā t ‘ ala ‘ awamilih ā .8 Masing-
masing obyek tersebut memiliki tujuan-tujuan tertentu. Yang termasuk kategori musnad adalah: 1. Khabar al Mubtada . Contoh kata
( ﷲAllah Maha Mampu). 2. Al-Fi’ il al Tam (kata kerja
dalam kalimat
sempurna). Contoh kata kerja
ﯿ
dalam kalimat
(pemimpin telah
ﯿ- - ﯿ. 4. Mubtada shifat yang marfu’ nya
datang). 3. Isim al Fi’ il. Seperti tidak memerlukan khabar .contoh kata
dalam kalimat
.5.
Khabar k ā na dan akhwat nya dan khabar inna dan akhawat nya. 6. Al Maf ’ū l al tsā ni li Zhanna wa akhawā atuhā . 7. Al-Maf ’ū l al Tsā lits li Ar ā wa Akhawā tuhā . 8. Mashdar yang berfungsi sebagai fi’ il amr . contoh
ﯿ
ﯿ
(berusahalah untuk
kebaikan). Musnad ilaih ada enam: 1. fa’ il 2. Asmā Nawā sikh. 3. Mubtada yang memiliki khabar . 4. Al-Maf ’ū l al Awwal lizhanna wa akhawā tihā . 5. Al-Maf ’ū l al Tsā ni li Ar ā wa akhawā tihā . 6. Naib al-Fa ’il.9
Tujuan-tujuan taqd īm al-musnad ilaih adalah sebagai berikut: a. Sesuai
dengan
asal
urutan
letaknya
dan
tidak
ada
kepentingan
untuk
meletakkannya di akhir. Contoh :al- ‘adl asās al-najāh (keadilan adalah pangkal kesuksesan)
8
Abdul Azhim Ibrahim al Mathla ’i, Khashā ish al Ta’ bïr al Qur ’ā ni wa Simā tuhu al Balā ghiyyah, (Kairo:Maktabah wahbah, 1992), Cet. Ke-I, Jilid 2, h. 81 9 Ahmad al-Hasyimi, Jawā hir al Balā ghah f ī al Ma’ā n ī wa al-Bayā n wa al-Bad ī, (Beirut:Dar al-Fikr, 1991), h. 49-52
23
b. Menjadikan khabar berkesan/menarik pada telinga pendengar. Sebab, pada mubtada ada sesuatu yang membuat pendengar tertarik untuk mengetahuinya. 10
Contoh bait syair Abul Ala al-Ma ’arri berikut ini:
ﲨ
ﱪ
#
Yang membuat bingung manusia pada hari kebangkitan Kebangkitan mereka kembali setelah mereka menjadi tanah Musnad ilaih dalam bait syair ini adalah isim maushū l, yaitu kata “alladzī ”. i”. Yang membuat menarik keingintahuan Shilahnya adalah “hā rat al- bariyyat f īh
mukhā thab (lawan bicara) adalah
“mā alladzī hā rat al-bariyyat f īh i” (apa
yang membuat bingung makhluk?). Lalu dijawab dengan
“ hayawā nun
mustahdatsun
11
min jamā din ”
c. Mempercepat kabar yang menggembirakan atau yang menyedihkan ( ta’ jī l almasarrah a w al-masā ah). Contoh : Al-sa’ d f ī d ā rika aw al-nahs f ī d ā rika
(di
rumah Anda ada kebahagiaan. Atau di rumah Anda ada kesialan) d. Mempercepat berkah (ta’ jī l al-barakah ). Contoh : ismullā h ‘ alaika (semoga Allah memberkatimu) e. Mempercepat
rasa
aman
( ta’ jī l
al-amā n ).
Contoh
: Al-salā mu’ alaikum
warahmatull ā h wabarak ā tuh (semoga Allah melimpahkan keselamatan, berkah,
dan rahmat-Nya pada mu)
10
Ahmad Mushthafa al-Maraghi, ‘ Ulûm al Balâghagh:al Bayân wa al Ma’ âni wa al Badî ’ , (Makkah al Mukarromah:Dâr al Ihyâ al Turâts al Islâmi, 1992), Cet ke-10, h. 93 11 Fadhl Hasan Abbas, Al-Balā ghah Funū nuhā wa Afnā nuhā : Ilm al-Ma ’ā nī , (tt:Dar alFurqān, tth), Cet ke-2, h.212
24
f. Mempercepat kenikmatan ( ta’ jī l al-taladzdzudz ). Contoh bait syair Imru al-Qais berikut ini:
ﷲ
# wahai wanita-wanita cantik katakanlah kepada kami adakah Lailaku berada di antara kalian g. Mempercepat penghormatan atau penghinaan. Contoh :
( \
:
)
ﲪ
ﷲ
ﳏ
Artinya: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang yang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (Q.S. Al-Fath/48 : 29) h. Yang diinginkan adalah kaitan informasi dengan musnad ilaih , bukan informasi itu sendiri. Contoh : bila Anda ditanya tentang si Fulan
“kaifa hā luhu? M ā bā luhu?
(bagaimana kabar si Fulan). Maka Anda menjawab “Fulan yasyrab wa yuthrib wa yalhū wa yal’ ab” (si Fulan suka minum, bernyanyi, dan main-main)
i. Berfungsi untuk generalisasi negasi
12
(‘ umū m al salab) dan menegasikan
generalisasi (salab al ‘ umū m) Fungsi pertama (‘ umū m al-salab) terjadi bila musnad ilaih yang ditaqdim menunjukkan makna umum dan diikuti oleh huruf nafyi. Musnad ilaih tersebut tidak mengandung makna nafyi (negasi). Contoh “kullu muhmil lā yanjah” (setiap
Abduh Abd al-Aziz Kalkilah, Al-Balā ghah al-Ishthilā hiyyah, (Kairo:Dār al-Fikr, 1991), cet ke-2, h. 204 12
25
orang yang tidak peduli tidak sukses). Musnad ilaih dalam contoh ini adalah lafal
“kull” yang menunjukkan makna umum. Lafal ini tidak memberikan makna negasi. Yang memberikan makna negasi adalah huruf nafyi. Struktur ini berfungsi untuk men-generalisasi sesuatu yang negatif. Ungkapan dalam contoh tersebut bermakna “semua orang yang mengabaikan (suatu urusan) tidak sukses ”. Dalam struktur ini lafal yang menunjukkan makna umum mendominasi huruf nafyi. Fungsi generalisasi sesuatu yang negatif itu akan memiliki makna sebaliknya, menegasikan generalisasi ketika lafal yang menunjukkan makna umum terletak setelah huruf nafyi. Sebagai contoh adalah bait syair Al-Mutanabbi berikut ini:
ﲟ
#
ﲎﳌ
Tidak semua yang diangan-anganka seseorang dapat diraihnya 13 Angin berhembus dari arah yang tidak disenangi perahu. Badruddin bin Malik al-Andalusi brpendapat bahwa ada tiga syarat bagi musnad ilaih yang ditaqdim bila brfungsi untuk ‘ umū m al-salab (‘ umū m al-nafyi) :
1. musnad ilaih dihubungkan dengan huruf umum. Bila tidak dihubungkan maka didahulukan atau diakhirkan tidak berbeda. Contoh “ Muhammad lam yuqshir ” (Muhammad tidak mengqashar). Makna ungkapan ini sama saja dengan “lam yuqshir Muhammad ”, lafal “Muhammad” diakhirkan.
2. I ’r ab musnad ilaih bila diakhirkan menjadi fa ’il. Bila tidak demikian maka didahulukan atau diakhirkan tidak ada pengaruhnya. Contoh : “kullu insā nin lam
13
Abduh Abdul Aziz Qalqilah, op.cit ., h.206
26
yaqum abū hu” (bapak semua orang tidak berdiri) menjadi
“lam yaqum abū kullu
insanin”, lafal “kullu insanin” tidak lagi menjadi fa ’il.
3. Musnad ilaih harus dihubungkan dengan huruf nafyi. Bila tidak maka tidak wajib didahulukan. Contoh : “kullu insanin q ā ma”. Musnad ilaih (kull) dalam contoh ini didahulukan atau diakhirkan tetap memilki makna umum. Mendahulukan musnad ilaih untuk fungsi
‘ umū m
al-nafyi, yaitu untuk
menafyikan hukum (aturan) dari semua orang seperti dalam contoh
“kullu insaanin
lam yaqum”(semua orang tidak berdiri) adalah wajib. Bila ungkapan tersebut menjadi
“lam yaqum kullu insanin” maka bisa mengandung makna menafyikan hukum bagi sebagian orang saja.
14
15
j. Memberikan fungsi pengkhususan ( if ā dat al-takhshī sh).
Fungsi ini terjadi bila pada musnad ilaih terpenuhi dua syarat : Pertama, khabar atau musnad nya terbentuk dari fi’ il (kata kerja) Kedua, musnad ilaih terletak setelah huruf nafyi. Taqd īm -takkh ī r yang berfungsi untuk takhsh ī sh ini memiliki tiga pola:
1. Musnad ilaih terletak setelah huruf nafyi dan musnad nya terbentuk dari fi’ il. Contoh : bila Anda mengatakan
“mā anā fatahtu al-bā b” (bukan saya yang
membuka pintu), maka Anda ingin mengatakan bahwa: 1. Anda tidak mengakui bahwa Anda yang membuka pintu. 2. Anda menyatakan bahwa orang lain yang
Mahmud al-Sayyid Syaikhun, Asrar al-Taqdim wa al-Takkhir fi Lughat al-Qur ’an alKarim, (Kairo:Dar al-Hidayah, tth), h. 64 15 Yang dimaksud dengan fungsi pengkhususan adalah suatu perbuatan tidak dilakukan oleh musnad ilaih, namun dilakukan oleh yang lain. Contoh : bila Anda mengatakan “mā anā ghasyisytu f ī al-imtihā n ” maka yang Anda maksud adalah anda menafikan bahwa Anda menyontek dan menyatakan bahwa yang menyontek adalah orang lain. (Fadhl Hasan Abbas, op.cit ., h. 214 14
27
membukanya.Secara tersirat, struktur ini menyatakan bahwa,
“orang lain yang
membuka pintu, bukan saya ” Bila Anda mengatakan, “mā anā ghibtu fi al-muhā dharah ” (bukan saya yang absen pada perkuliahan tersebut) maka Anda ingin mengatakan bahwa :1. Anda hadir dalam perkuliahan. 2. Yang tidak hadir dalam perkuliahan adalah orang lain, bukan Anda. Berdasarkan kaedah di atas adalah salah bila kita berkata “anā mā fatahtu albā b wa lā ghair ī” (bukan saya yang membuka pintu dan juga bukan orang lain).
Sebab, dalam struktur ini terjadi dua makna yang bertentangan, yaitu antara makna positif yang tersirat dari ugkapan “anā mā fatahtu al-bā b” dengan makna negatif dari ungkapan “lā ghair ī” (bukan orang lain). Makna positif yang tersirat adalah
“orang lain yang membukanya. ” Persyaratan pertama untuk if ā dat al-takhsh ī sh (musnad ilaih terletak setelah huruf nafyi) disepakati oleh para ulama balaghah. Sementara untuk syarat yang kedua (musnad terbentuk dari fi’ il) adalah pendapat Abd al-Qahir. Al-Zamakhsyari memperluas syarat kedua ini dengan isim-isim yang semakna dengan fi’ il, seperti l. Contoh firman Allah berikut: isim fa’ il d an isim maf ’u
ﲑ ﳑ ( : \
)
ﲨ
Artinya: Mereka berkata:”hai Syuaib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami
28
telah merajam kamu, sedang kamu bukanlah seorang yang berwibawa. (Q.S. Hud/11 : 91) Musnad ilaih dalam ayat tersebut jelas berfungsi untuk pengkhususan. Sebab,
tujuan kaumnya tidak hanya menafikan kemuliaan darinya. Namun mereka memilki tujuan lain, yaitu menetapkan kemuliaan itu kepada keluarga dan kaumnya. Al-Zamakhsyari memperkuat pendapatnya itu dengan ayat selanjutnya
(
\
:
)
Artinya: Syu’aib menjawab : “hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandangamu dari pada Allah. (Q.S. Hud/11:92) Musnad ilaih dalam ayat tersebut jelas berfungsi untuk pengkhususan. Sebab, tujuan kaumnya tidak hanya menafikan kemuliaan darinya, namun mereka memiliki tujuan lain, yaitu menetapkan kemuliaan itu kepada keluarga dan kaumnya. Al-Zamakhsyari memperkuat pendapatnya itu dengan ayat selanjutnya
(
:
\
)ﷲ
Artinya Syu’aib menjawab, “hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu dari pada Allah. ” (Q.S. Hud/11 : 92) Di antara contoh yang semakna dengan fi’ il adalah firman Allah:
(
\ :
)ﳌ
ﲞ ﲔ
ﳜ
29
Artinya: Mereka ingin keluar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya. (Q.S. Al-Maidah/5:37) Tujuan ayat ini tidak hanya menafyikan mereka keluar dari neraka, tapi juga memberikan pernyataan lain, yaitu selain mereka keluar dari neraka.
16
2. Huruf nafyi terletak setelah musnad ilaih dan musnad nya terbentuk dari fi’ il. Contoh : anā mā fatahtu al-bā b (saya tidak membuka pintu) Pola ini berfungsi untuk memperkuat pernyataan/perlakuan (taqwiat al17
hukm) .
Contoh : anā lā udhī’ u waqt ī , al-muslim lā yusā wim ‘ alā d īn ihi, al-
mustaghriq f ī syahwatihi lā yu’ awwalu
‘ alaihi
fi khidmati wathanihi (saya tidak
menyia-nyiakan waktu saya, orang muslim tidak melakukan penawaran terhadap agamanya, orang yang tenggelam dalam syahwatnya tidak dapat diandalkan untuk berkhidmat kepada tanah airnya). Ungkapan-ungkapan tersebut Anda tidak maksudkan untuk takhsh ī sh dan tidak juga untuk menyatakan bahwa orang lain melakukan hal yang sama dengan yang Anda lakukan. Yang Anda maksud adalah untuk menegaskan bahwa Anda melakukan perbuatan itu. 18 Ungkapan “anta lā tuhsinu hā dzā ” (Anda tidak pandai untuk melakukan hal ini) bentuk negasinya lebih kuat dari pada bila Anda mengatakan
16
“lā tuhsinu
Ibid ., h. 216 Yang dimaksud dengan taqwiat al-hukm adalah menegaskan kebenarannya. ( Ibid ., h. 217) 18 Ibid 17
30
hā dzā ”. Bahkan sekalipun Anda memperkuat ungkapan ini mejadi “lā tuhsinu anta hā dzā ”.19
Di antara ayat-ayat al-Qur ’an yang mengandung fungsi ini adalah :
(
:
)ﳌ
\
Artinya: dan orag-ornag ang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka sesuatu apapun (Al-Mu ’minun/23 : 59),
(
:
\
)
Artinya: sedang mereka tidak menyadarinya (Q.S. Al-Ankabut/29 : 53) Pola ini bisa juga memberi pengertian pengkhususan dengan syarat ada qarinahnya (konteks). Contoh firman Allah berikut:
( : \
)
ﰱ
ﰱ
ﷲ ﳜ
Artinya: sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit) (Q.S. Al Imran/3 : 5) Ayat ini, selain mengandung makna taqwiat al-hukm bila dilihat dari konteksnya, juga mengandung fungsi pengkhususan. Sebab, hanya Allah yang dapat melihat semua apa yang ada di langit dan di bu mi.
20
Semua ini bila musnad ilaih terbentuk dari isim makrifat (definite). Namun bila musnad ilaih terbentuk dari isim nakirah (indefinite ) dan khabar nya terbentuk
19 20
Abd al-Qahir, op.cit., h. 138 Fadhl Hasan Abbas, op.cit ., h. 218
31
dari fi’ il maka pengertiannya tergantung pada qar īn ah, khususnya tergantung pada mukhā thab (lawan bicara). Karenanya pola ini terkadang megandung makna takhshī sh dan terkadang taqwiat al-hukm. Bila Anda mengatakan “thā libun nā la al-jā izah”(seorang mahasiswa menerima hadiah) maka bisa Anda maksudkan
untuk menekankan jenis kelamin. Hal ini adalah bila lawan bicara beranggapan bahwa yang menerima hadiah adalah wanita. Bisa juga Anda maksud untuk menyatakan bilangan tunggal bagi lawan bicara yang beranggapan bahwa yang menerima hadiah lebih dari satu. Bila Anda berkata “rajulun jā an ī” (seorang laki-laki mendatangiku) ” dengan mendahulukan isim dari kata kerjanya, maka Anda ingin memberitahukan bahwa yang datang adalah seorang laki-laki, bukan wanita dan ungkapan tersebut Anda tujukan kepada orang yang sudah mengetahui bahwa seseorang telah datang kepada Anda.21 Ungkapan tersebut berbeda dengan apabila anda mendahulukan fi’ il (kata kerja) dari isimnya. Seperti “ jā anī rajulun” tidak berfungsi untuk takhshs ī sh dan tidak juga untuk taqwiat al-hukm. Sebab, ungkapan itu tidak
menutup kemungkinan ada orang lain yang datang bersama orang laki-laki tersebut, baik laki-laki atau wanita. 22 3. Musnad ilaih Mutsbat (positif). Contoh : anā fatahtu al-bā b (saya sudah membuka pintu).
21
23
Abd al-Qahir, op.cit ., h. 143 Fadhl Hasan Abbas, loc.cit . 23 Ibid., h. 214 22
32
Tujuan pola ini adalah untuk memberikan perhatian pada fa’ il yang didahulukan dan pusat pembicaraan tertuju kepadanya. Sebab terjadinya perhatian tersebut ada dua: a. Jelas, tujuannya adalah membatasi fi’ il hanya kepada fa’ il dan menafikan yang lainnya atau semua kecuali isim yang muqaddam (didahulukan). Contoh : “anā katabtu f ī ma’ nā fulā n (saya yang menulis semua urusan si fulan). Ungkapan ini Anda maksud untuk menghilangkan anggapan bahwa ada orang lain yang menulis bersama Anda. b. Struktur dengan pola ini hanya untuk menjelaskan dan meyakinkan pendengar bahwa f ā’ il telah berbuat suatu perbuatan, tidak berfungsi untuk membatasi perbuatan itu hanya kepada f ā’ il yang muqaddam tersebut. Contoh:
“huwa
yu'th al-jaz ī l, huwa yuhib al-tsanā ” (dia banyak memberi, dia senang 24
pujian).
Contoh ini hanya ingin menegaskan bahwa dia banyak memberi dan senang pujian tanpa ada maksud untuk menafikan ada juga orang lain yang banyak memberi dan senang pujian. Ungkapan
“muhammad najaha” dengan “najaha muhammad ” (muhammad
berhasil) memiliki implikasi pengertian yang berbeda. Ungkapan pertama berfungsi untuk taqwiat al-hukm, yaitu dengan menisbahkan keberhasilan kepada muhammad dan kata ganti (dhamī r ) huwa dari kata kerja “najaha” yang juga
24
Abd al-Qahir, op.cit ., 128
33
kembali kepada Muhammad. Sementara ungkapan kedua tidak berfungsi demikian.25 sh dan yang kedua Dengan demikian, sebab pertama berfungsi untuk takhsh ī sh
adalah untuk taqwiat al-hukm. musnad ilaih yang berfungsi untuk taqwiat al-hukm menurut Abd Taqd ī īm
al-Qahir terjadi pada tujuh tempat: thab 1. Bila didahului oleh pengingkaran mukhā thab (lawan bicara). Contoh : mukhā thab
berkata
“ laisa lî 'ilmun billadz ī taqū l” (saya tidak mengetahui apa yang Anda
katakan). Lalu Anda berkata kepadanya “anta ta’ lamu lamu anna al-amr 'alā mā aqū l, l, walā kinnaka kinnaka tamī lu lu ilā khashm ī ” (Anda mengetahui apa yang aku katakan.
Namun, Anda tidak menerimanya) 2. Ketika ada keraguan. Contoh : bila seseorang berkata kepada Anda
“ka annaka lā
ta’ lamu lamu mā shana ’ a fulā n wa lam yuballighka ” (nampaknya Anda tidak tahu apa
yang dilakukan si Fulan dan tidak ada yang menginformasikannya kepada Anda). Untuk menghilangkan keraguan itu Anda berkata
lam walā kinn kinnī ud ā r ī īhi h “anā a’ lam ā r i”
(saya mengetahuinya, tapi saya meragukannya). 26 3. Untuk dusta. Contoh firman Allah berikut :
(
: \
)ﳌ
Artinya: Dan apabila orang-orang orang-o rang (Yahudi atau atau munafik) munafik) datang kepadamu, kepadamu, mereka mengatakan: “Kami telah beriman ”, padahal mereka datang kepada kamu 25 26
Abduh Abdul Aziz Kalkilah, op.cit ., ., .205 Abd al-Qahir, op.cit ., ., h. 133
34
dengan kekafirannya dan mereka pergi (dari pada kamu) dengan kekafirannya juga. (Q. S. Al Al Maaidah/5: 61) Ungkapan
“ ā mannā ”
adalah pengakuan mereka bahwa mereka tidak keluar
dengan kekafirannya. 4. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau tidak masuk akal. Contoh firman Allah berikut:
( :
\
)
ﳜ
ﳍ ﳜ
ﲣ
Artinya: Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain dari pada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan. (Q.S. Al-Furqan/25:3) Al-Furqan/25:3) 5. Segala sesuatu yang menyalahi kebiasaan dan dianggap dianggap asing. Contoh : alā ta’ jab min fulā n? n? Yadda ’ i al azhī m wa huwa ya ’ yā bil yasī r, r, wa yaz’ am am annahu syujā ’ un, un, wa huwa yafza ’ u min adnā syai” (tidakkah (tidakkah Anda heran terhadap si si
Fulan? (Dia mengaku terhormat, terhormat, padahal terhadap sesuatu yang remeh ia tidak menyadari. Dia menganggap dirinya pemberani, padahal dia takut terhadap sesuatu yang paling rendah). 6. Ketika orang yang Anda janjikan atau berikan jaminan jaminan ragu terhadap penepatan janji Anda. Dia membutuhkan membutuhkan pernyataan pernyataan yang yang lebih tegas. tegas. Contoh: “anā u’ th thī ka, ka, anā akf ī īka, k a, anā aqū mu mu bihā dzal amr ” (saya akan memberimu, saya akan
mencukupimu, saya akan mengatasi masalah ini)
35
7. Untuk memuji. Contoh : anta tu’ thi thi al jazī l, l, anta tuqr ī ī f ī ī al mahall, anta tajū du du hī na na lā yajū du du ahad ” (Anda banyak memberi, Anda menghormati (tamu) di
rumah (Anda), Anda sangat baik ketika orang lain l ain tidak baik) Tujuan-tujuan mendahulukan musnad : 1. Untuk pengkhususan. Contoh firman Allah berikut:
( :
\
)
ﷲ
Artinya: Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). (Q.S. AlRum/30:4) hi wahdah” (semua urusan hanyalah Maksud ayat ini adalah “ inna al amr lill ā hi
milik Allah). Maksud ayat ini bukan hanya meyatakan bahwa segala urusan adalah milik Allah, tapi juga ingin menafyikan bahwa selain Allah tidak memiliki urusan. 2. Untuk mengingatkan bahwa musnad adalah khabar Khabar dan shifat sangat mirip. Keduanya dibedakan dari segi arti. Kata shifat terkadang bisa juga menjadi khabar . Contoh : “mustaqarr f ī ī al-ardh lanā ”.
Kata
khabar. “lanā ” dalam kalimat tersebut bisa menjadi shifat bisa juga menjadi khabar.
Kedudukan khabar lebih kuat dari shifat . Sebab, khabar adalah termasuk pokok kalimat. Sementara shifat hanya sebagai pelengkap. 3. Menarik (tasywī q) Musnad ditaqdim sebagai daya tarik untuk mengetahui mengetahui musnad ilaihnya.
Contoh bait syair berikut :
36
ﴰ# Ada tiga yang menyinari dunia dengan tulus Mata hari di waktu dhuha, Abu Ishaq, dan rembulan Asal bait syair tersebut adalah
ﴰ
# Mata hari di waktu dhuha, Abu Ishaq, dan rembulan Adalah tiga yang menyinari dunia dengan tulus 4. Untuk optimisme ( Al Taf ā ul). Contoh :
ﲑﳍ
ﳝ
#
ﳌ
ﲟ ﷲ
5. Untuk menjadikan hati pendengar terpaut. Contoh : qad halaka khashmuka, qad zhahara nat ī jatu imtihā nik (musuhmu telah musnah, hasil ujianmu sudah ada)
6. Untuk menunjukkan bahwa musnad lebih penting dari musnad ilaih . Contoh : ‘ alaihi
min al-rahmā n mā yastahiq (dia berhak menerima apa pun dari Allah)
7. Untuk memperlihatkan kepedihan. Contoh : min sū i hazhzh ī annī tazawwajtu imra ah lā dzi’ ah (di antara nasibku yang tidak b aik adalah bahwa aku menikahi
wanita tidak baik). 27 C. Taqd ī m-Takkhī r Ghair Ishthilā hi
Pada aliran-aliran taqd ī m-takkhī r di atas telah dibicarakan mengenai taqd ī mtakkhī r seputar : dengan niat mengakhirkan yang lain 1. Taqd īm
27
Abduh Abd al-Aziz Qalqilah, op.cit ., h. 208
37
2. Taqd īm tanpa maksud mengakhirkan yang lain Taqd īm -takkh ī r ghair ishthil ā hi adalah taqd īm -takkh ī r yang bila dilihat secara
tekstual tidak terlihat adanya taqd ī m-takkh ī r , setiap kata atau kalimat sudah berada sesuai dengan letaknya. Tad ī m-takkhī r jenis ini baru kelihatan bila ada perbandingan antara satu ungkapan dengan ungkapan lain yang
memiliki makna yang
sama.28Contoh :
(
: \
)ﲔ
ﱰ ﶈ
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: “Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak di mana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah:’Bebaskanlah kami dari dosa ’, niscaya Kami ampuni kesalahankesalahanmu. Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik, ”(Q. S. Al-Baqarah/2 : 58)
ﳍ (
: \
)ﲔ
ﱰ ﶈ
Artinya: Dan (ingatlah), ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil): “Diamlah di negeri ini saja (Baitul Maqdis) dan makanlah darinya (hasil bumi) di mana saja kamu kehendaki. ” Dan katakanlah: “Bebaskanlah kami dari dosa kami dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu ”. Kelak akan Kami tambah (pahala) kepada orangorang yang berbuat baik. “ (Q. S. Al-A’raf/7 : 161)
28
Al-Mathla’i, op.cit ., h. 147
38
Dari kedua ayat di atas jelas bahwa bila kita hanya melihat salah satu di antaranya, maka kita tidak akan menemukan adanya kata atau kalimat yang di taqd īm atau ditakkhī r. Pada surat al-Baqarah kata
“sujjadan” lebih dahulu dari kata “hiththah”.
Sebaliknya pada surat al-A ’raf, kata
“hiththah” terletak lebih dahulu dari kata
“sujjadan”. Untuk melihat adanya taqd ī m-takkh ī r dalam kedua ayat tersebut al-Math ’lai menjelaskan bahwa sujud yang dikenal ada dua : karena bersyukur dan karena memohon ampun ( istighf ā r ). Sujud dalam surat al-Baqarah didahulukan dari permohonan ampun adalah untuk menunjukkan bahwa syukur dalam ayat tersebut lebih diutamakan dari pada permohonan ampun. Pengutamaan ini berangkat dari dua alasan: Pertama, dalam ayat tersebut Allah dengan jelas memerintahkan untuk bersyukur Kedua, nikmat yang Allah berikan kepada mereka
– dalam ayat ini — lebih
jelas dan lebih sempurna Teks dalam surat al-Baqarah berlangsung dengan cara percakapan. Sementara dalam al-A’raf dengan cara hikayat. Makan (kulū ) dalam surat al-Baqarah di athaf kan kepada masuk (udkhulū ) dengan huruf fa. Hal ini menujukkn bahwa “makan” yang mereka lakukan terjadi
39
setelah mereka masuk. Sementara athaf dalam surat al-A’raf dengan huruf “wawu ” yang hanya berfungsi untuk menghimpun ( li al-jam’ i al-muthlaq ).29 Perintah untuk bersujud dan memohon ampunan ( al-qaul bi al-hiththah ) dalam surat al-Baqarah disandarkan kepada kata ganti yang, dengan jelas, kembali kepada Allah( wa idz qulnā ) sementara dalam surat al-A ’raf fa’ il (pelaku) nya tidak disebutkan (wa idz qī la). Ungkapan dalam surat al-Baqarah berfungsi untuk terjadinya pemberian nikmat sebagai akibat dari rasa syukur. Sementara dalam al-A ’raf tidak demikian. Sebab, makna udkhulū berbeda dengan uskunū . Yang pertama mengindikasikan bahwa mereka berada di luar kemudian diperintahkan untuk masuk. Sementara yang kedua menunjukkan bahwa mereka sudah ada di dalam, kemudian datang perintah baru agar mereka tetap tinggal di d alamnya.
30
Untuk lebih jelas mengenai kedua ayat tersebut berikut penulis kutipkan ayat sebelum ayat-ayat di atas:
ﰒ
.
ﳌ ( -
: \
)
Artinya: Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur. Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan 29
Ibn Hamdun, H ā syiyat al-‘ Allā mah ibn Hamdun ‘ alā Syarh al-Makudi li Alfiat ibn Malik , (Indonesia:Dar Ihya al-Kutub al- ‘Arabiyyah, tth), jilid 2, h. 21 30 Al-Mathla’i, op.cit., h. 152
40
kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Q. S. AlBaqarah/2 : 56-57)
ﱃ
ﳑ
ﱵ ﳊ
ﳌ (
: \
)
Artinya: Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu! ”. Maka memancarlah dari padanya dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman) ’ “Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezkikan kepadamu ”. Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri. (Q. S. Al-A’raf/7 : 160) Ayat-ayat yang mengandung jenis taqd ī m-takkhī r seperti ini ada pada 21 tempat,31selain ayat dalam surat al-Baqarah dan al-A ’raf tersebut adalah ayat-ayat berikut:
/
)
ﷲ ﳛ
ﲔ ﱠ ﱠ ﱠ ﳊ (
31
Ibid , h. 148
:
41
Artinya: Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, orang-orang Sh ābi- ī n, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian dan beramal saleh mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(Q.S. Al-Baqarah/2 : 62)
(
:
ﲔ
/ ) ﳊ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu (Q.S. Al-Hajj/22 :17)
ﱄ (
: \
ﳍ )ﲑ
Artinya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu ((Q.S. Al-Baqarah/2 :120)
42
ﱃﳍ (
ﲔﰲ ﳍ
ﲑ ) ﲔﳌ
: \
Artinya: Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfa`atan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): "Marilah ikuti kami". Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam, (Q.S. Al-An ’ām/6 :71)
ﳑ
ﱵ
ﳝ
ﲑ (
: \
)
Artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia . (Q.S. Al-Baqarah/2 :143)
43
ﰲ
ﰲ
ﳌ ﲔ
(
:
ﲰ
ﰲ
\
ﲑ )ﳊ
ﳌﱃ
Artinya: Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong (Q.S. Al-Hajj/22 : 78)
ﲑ
ﳊ ﱰﳋ
ﲑ (
: \
ﳌ
ﰒ
)
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Baqarah/2 : 173)
ﳌ
ﲑ ( : \
ﳊ ﱰﳋ )ﳌ
ﳌ
ﳌ
ﳌ
44
Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. (Q.S. AlMāidah/5 :3)
ﱄ ﳏ
ﲑ
ﲑ (
: \
)
ﰲ ﳊ ﱰ
Artinya: Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi --karena sesungguhnya semua itu kotor-- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-An ’ām/6 : 145)
ﲑ
ﳊ ﱰﳋ
ﲑ (
:
\
ﳌ
)
Artinya: " Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang(Q.S. Al-Nahl/16 :115)
45
ﳌ
: \
ﳑ
)
( Artinya: Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir (Q.S. AlBaqarah/2 : 264)
ﰲ (
:
\
)
ﳍ
ﳑ
Artinya: Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh (Q.S. Ibrahim/14 : 18)
ﰲ ﰲ
(
: \
)ﲑ
ﲟ
ﳛ ﳝ
46
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang: "Kalau mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh." Akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di d alam hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan (Q.S. Ali Imran/3 : 156)
(
: \
)
Artinya: Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Anf āl/8 : 10)
ﳍ (
: \
ﱃ ) ﲑ
ﲔ ﲑ ﲟ
ﲔ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan (Q.S. An Nisa/4 : 135)
47
ﳚ
ﲔ
ﲑﲟ
( : \
)ﳌ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. Al-Maidah/5 : 8)
(
: \
)
Artinya: (Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu(Q.S. Al-An ’am/6 : 102)
(
:
\
ﱏ
)
ﷲ
Artinya: Yang demikian itu adalah Allah, Tuhanmu, {encipta segala sesuatu, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka bagaimanakah kamu dapat dipalingkan (Q.S. Ghafir/40 : 62)
(
: \
)
ﱂ
48
Artinya: Yang demikian itu adalah karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya, sedang penduduknya dalam keadaan lengah (Q.S. Al-An ’am/6 : 131)
ﲑ
ﳓ (
:
\
)
Artinya: Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (Q.S. AlIsra/17 : 31)
ﳌ
(
:
\
)
Artinya: Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan (Q.S. An Naml/27 :14)
(
:
\
ﳊ
)
Artinya: Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal
49
berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur (Q.S. F āthir/35 : 12)
ﰲ
ﰉ
(
:
\
)
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia dalam Al Qur'an ini tiap-tiap macam perumpamaan, tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari (nya) (Q.S. Al-Isra/17 : 89)
ﰲ (
:
\
)
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Qur'an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. (Q.S. Al-Kahfi/18 : 54)
:
\
ﲔ )ﳌ ﲑ
ﳓ (
Artinya: Sesungguhnya kami dan bapak-bapak kami telah diberi ancaman (dengan) ini dahulu, ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu kala!". (Q.S. Al-Mukminun/23 :83)
:
\
)
ﲔ ﲑ
ﳓ (
Artinya: Sesungguhnya kami telah diberi ancaman dengan ini dan (juga) bapak-bapak kami dahulu; ini tidak lain hanyalah dongengan-dongengan orang dahulu kala"(Q.S. An Naml/27 : 68).
50
:
\
)
ﲑ ﲑ
ﲏ (
Artinya: Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antara aku dan kamu sekalian. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hambahamba-Nya".(Q.S. Al-Isra/17: 96)
ﰲ (
:
\
ﲏ ﳋ
)
Artinya: Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan antaramu. Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi. Dan orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi (Q.S. Al-Ankabut/29 : 52)
ﳌ ﲤ
ﳌ (
:
\
)ﲔ
Artinya: Dan datanglah seorang laki-laki berkata: "Hai Musa, sesungguhnya kamu untuk membunuhmu, sebab aku termasuk orang-orang yang Qashash/28 : 20)
(
:
\ ) ﳌ
ﲔ
dari ujung kota bergegas-gegas seraya pembesar negeri sedang berunding tentang itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya memberi nasehat kepadamu" (Q.S. Al-
ﳌ
Artinya: Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki (Habib An Najjar) dengan bergegas-gegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu (Q.S. Yās ī n/36 : 20)
51
ﰐ
ﱄ
: \
)
ﲏ ﱪ (
Artinya: Zakariya berkata: "Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku telah sangat tua dan isterikupun seorang yang mandul?" Berfirman Allah: "Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya" (Ali Imran/3 : 40)
ﱪ
ﰐ
ﱄ
\ ) ﱘ
( : Artinya:
Zakariya berkata: "Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua"(Q.S. Maryam/19 :8)
ﳊ
(
: \
)
ﳊ
Artinya: Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Q.S. Al-Baqarah/2 : 129)
ﲔ ( :
\
ﰱ )ﳉ
ﳊ
Artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As- Sunnah) (Q.S. AlJumu ’ah/62 : 2)
52
ﳉ (
: \
) ﲔﳌ
Artinya: Dan Kami berfirman: "Hai Adam diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim (Q.S. Al-Baqarah/2 : 35)
(
: \
)ﲔ
ﱰ ﶈ
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: "Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak di mana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa", niscaya Kami ampuni kesalahankesalahanmu. Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik" (Q.S. Al-Baqarah/2 : 58)
ﲡ (
: \
)
Artinya: Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfa`at sesuatu syafa`at kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong (Q.S. Al-Baqarah/2 : 123)
ﲡ (
: \
)
Artinya: Dan jagalah dirimu dari (`azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak
53
diterima syafa`at dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka akan ditolong (Q.S. Al-Baqarah/2 : 48)
ﲑ
ﳍ
(
ﳊ : \
)
Artinya: Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (Q.S. Al-An ’am/6 :32)
ﳍ (
:
ﳊ
)ﳏ
\
Artinya: Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu (Q.S. Muhammad/47 : 36)
(
: \
ﳊ
ﳍ
ﳚ
)
Artinya: (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka". Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.( Al-A ’raf/7:51)
ﳍ ﳊ
ﳍ (
:
\
ﳊ )
Artinya: Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (Al-Ankabut/29 : 64)
BAB III -TAKKH īR DALAM SURAT AL-BAQARAH STRUKTUR TAQD īM
A. Sekilas tentang Surat Al-Baqarah Surat al-Baqarah adalah surat terpanjang yang ada di dalam al-Qur’an. Surat ini memuat dua setengah juz (7,5 %) dari isi al-Qur’an yang berjumlah tiga puluh juz. Dengan jumlah ayat dua ratus delapan puluh enam ayat (286), surat ini memiliki jumlah kata sebanyak enam ribu seratus dua puluh satu kata (6121). 1 Surat ini adalah termasuk surat yang diturunkan di Madinah kecuali satu, yaitu ayat 281 yang diturunkan di Mina ketika haji wada. 2 Seperti surat-surat lainnya yang turun di Madinah, surat ini membahas tentang aturan-aturan dan undang-undang syariat yang membekali umat islam untuk bersosial. 3 A. 1. Latar Belakang Penamaan Surat al-Baqarah Khalid bin Mi’dan menamakan surat ini dengan fusthā th al-Qur ā n (tenda al-Qur’an). Nama ini tertera dalam musnad al-firdaus dengan hadits marf ū ’. Dinamakan dengan fusthā th al-Qur ā n adalah karena ia memuat sebagian hukum-hukum yang tidak ada pada surat lain. Bahkan, sebagian ulama berkata, “dalam surat ini terdapat seribu perintah, seribu larangan, seribu informasi, dan 1
Abdullah Mahmud Syahanah, Ahd āf u kulli s ūr ah wa maq ās hiduhā f ī al-qur- ā n al- , (Kairo : Al-Haiah al-Mishriyyah al-‘ āmmah li al-Kitāb, 1986), juz 1, h. 11 Kar īm 2 Abu Ali al-Fadhl bin al-Hasan al-Thabrasi, Majma’ al-Bay ān f ī tafs īr al-Qur ā n, (Kairo : Syirkat al-Ma’ā rif al-Islā miyyah, tth), jilid 1, h. 32 3 Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwat al-Taf ās īr , (Beirut : Dā r al-Qur ā n al-Karī m, 1981), jilid 1, h.29
lima belas permisalan. Karena itulah ibn Umar menghabiskan waktu selama delapan tahun untuk mempelajarinya.” Dalam hadits al-mustadrak, surat ini juga dinamakan dengan sanā m al-Qur ā n(pemimpin al-Qur’an).4 Nama lain dari kedua nama tersebut dan yang termasyhur adalah alBaqarah.5
Dinamakan
dengan
al-Baqarah
adalah
karena
mengingat
pembunuhan yang terjadi pada Bani Israil pada zaman nabi Musa as. Al-Baqarah adalah nama hewan yang sudah dikenal yang dijadikan Bani Israil sebagai tuhan. Hewan ini memiliki unsur ketuhanan dalam peristiwa pembunuhan tersebut. Ketika suatu hari terjadi pembunuhan di antara penduduk Bani Israil, tidak satupun yang mau berterus terang untuk mengatakan siapa pembunuhnya. Alihalih, mereka mereka saling menuduh. Sebenarnya di antara mereka ada yang mengetahui pelakunya. Namun, ia tetap diam. 6 Untuk menengahi perselisihan yang terjadi di antara mereka, akhirnya mereka sepakat untuk memilih seseorang menjadi penengah. Pilihan itu pun jatuh kepada Musa as. Musa bertanya kepada Tuhannya tentang cara mengetahui pelaku pembunuhan
tersebut.
Berdasarkan
wahyu
yang
diterimanya,
Musa
memerintahkan penduduk Bani Israil untuk menyembelih sapi dan memukul Al-Alusi, R ūh al-Ma ’ā n ī f ī Tafs īr al-Qur ān wa al-Sab ’I al-Mats ān ī, (Beirut : Dār Ihyā al-Tur āts al-‘Arabiy, tth), juz 1, h. 98 5 Ibid 6 Abdullah Mahmud Syahanah, loc.cit. 4
korban tersebut dengan lidah sapi. Alih-alih mengerjakan perintah musa, mereka malah berdiri tegak sambil berkata, “apakah kamu mempermainkan kami hai Musa?”7 Mereka banyak mengajukan pertanyaan mengenai perintah ini. Sebagaimana tertera dalam ayat 68 sampai ayat 71 dalam surat ini. Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu,?” Musa menjawab, “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu!” Mereka berkata : “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kami apa warnanya?” Musa menjawab : “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.” Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu).” Musa berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.” Mereka berkata: “Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.” 8 Sapi yang dimaksud adalah milik seorang kakek yang miskin tapi soleh dan zahid. Ia tidak memiliki harta kecuali satu ekor sapi itu. Ketika mendekati
7
Ibid 8 Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : DEPAG, 1971), h. 21
ajalnya, ia berkata, “ duhai Allah aku titipkan sapi ini kepada-Mu untuk anak hingga ia dewasa.” Sepeninggalnya, sapi itu dipelihara anaknya yang yatim dan mewariskan kesalehan ayahnya.9 Ketika Bani Isra’il diperintah untuk menyembelih sapi, mereka banyak bertanya tentang perihal sapi tersebut sehingga mereka hampir saja tidak mendapatkannya. Sebab, semua keterangan mengenai sapi itu tertuju hanya kepada satu sapi yang dimiliki anak yatim itu. Mereka pun akhirnya membeli sapi itu dengan harga yang sangat mahal. Perintah Allah pun dapat dilaksanakan. Setelah disembelih, terjadilah mukjizat dari sapi itu, yaitu korban pembunuhan hidup kembali setelah dipukul dengan sebagian anggota tubuh sapi. Korban pun berbicara atas nama pembunuhnya.10 A. 2. Cakupan Surat al-Baqarah Dengan jumlah ayat yang paling banyak ketimbang surat-surat lain, surat al-Baqarah memuat banyak hal yang di antaranya mencakup : 1. Sebagian besar hukum Islam yang terkait dengan akidah, ibadah, muamalat, moral, perkawinan, cerai, ‘iddah (masa menunggu bagi istri yang dicerai), dan lain-lain. 11 Misalnya, tentang qishash pembunuhan dengan sengaja, puasa, I’tikaf, peringatan tentang makan harta anak
9
Abdullah Mahmud Syahanah, op.cit ., h. 12 10 Ibid 11 Al-Shabuni, loc.cit.
yatim dengan cara yang tidak benar, bulan-bulan yang menjadi sandaran manusia untuk beribadah, pertanian, haji, umrah, sebab-sebab dan tujuan perang, arak, perjudian, hukum pernikahan dengan orang-orang musyrik, menstruasi dan pembersihannya, cerai, ‘iddah (masa menunggu untuk istri yang dicerai), khulu’ (permintaan istri untuk cerai), persusuan, jualbeli dan riba, hutang-piutang, dan pegadaian. 12 2. Surat ini mengawali pembicaraannya tentang sifat-sifat orang-orang mukmin, kafir, dan munafik. Karenanya, ia menjelaskan dengan gamblang tentang hakekat orang-orang tersebut dalam rangka mengadakan perbandingan antara penduduk surga dan penduduk neraka.13 3. Pembicaraan tentang awal penciptaan manusia. Karenanya, ia berbicara sejarah Nabi Adam, bapak seluruh umat manusia lengkap dengan peristiwa-peristiwa yang mengagumkan yang terjadi ketika itu untuk menunjukkan betapa Allah memuliakan makhluknya yang bernama manusia.14 4. Memaparkan sejarah kaum Yahudi, mendiskusikan akidah mereka, mengingatkan mereka atas nikmat Allah yang telah Ia berikan kepada
12
Abdullah Mahmud Syahanah, op.cit., h. 14 13 Al-Shabuni, loc.cit. 14 Ibid
pendahulunya dan musibah yang menimpanya, yaitu ketika mereka kebingungan menerima kebenaran dari nabi-nabi terdahulu. 15 Alasan kenapa surat ini jauh lebih banyak membahas kaum Yahudi dari pada Nashrani adalah karena kaum yahudi hidup bertetangga dengan orangorang Islam di Madinah. Karenanya, surat ini mengingatkan umat Islam untuk waspada kepicikan dan kelicikan mereka, pengingkaran janji, dan kriminalitas lainnya yang menunjukkan betapa mereka sangat berbahaya. Pembicaraan tentang Yahudi ini memuat sepertiga isi surat dimulai dari ayat 40 sampai 124. 16 A.3. Keutamaan Surat al-Baqarah Sebuah riwayat mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw., bertanya kepada para sahabatnya, “apa yang paling mulia dalam al-Qur’an?” mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Nabi berkata, “surat al-Baqarah.” Nabi melanjutkan pertanyaannya, “ayat manakah yang paling mulia dalam surat ini?” mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Nabi saw., berkata, “ayat kursi.”17 Ubay bin Ka’ab dari Nabi saw., berkata, “siapa yang membacanya maka akan memperoleh rahmat dari Allah, ganjarannya seperti orang yang berjihad di
15
Abdullah Mahmud Syahanah, op.cit., h. 13 16 Al-Shabuni, loc.cit. 17 Al-Alusi, loc.cit.
jalan Allah dan selama satu tahun tidak dihinggapi kegundahan. Nabi saw., berkata kepadaku ‘hai Ubay perintahkan umat Islam untuk mempelajarinya. Sebab, mempelajarinya adalah berkah dan meninggalkannya adalah rugi. Bathalah tidak bisa membacanya.’ Apa itu bathalah wahai baginda? Tanyaku. “Bathalah adalah tukang sihir” jawabnya.18 Sahl bin Sa’ad meriwayatkan bahwa Nabi saw., bersabda, “segala sesuatu memiliki pemimpin dan pemimpin al-Qur’an adalah surat al-Baqarah. Siapa yang membacanya di dalam rumahnya di siang hari maka selama tiga hari setan tidak bisa memasuki rumahnya. Siapa yang membacanya di malam hari maka selama tiga malam setan tidak bisa memasuki rumahnya. 19 Melalui al-Sya’bi, al-Darimi meriwayatkan dalam musnadnya bahwa Abdullah bin Mas’ud berkata, “siapa yang membaca sepuluh ayat dari surat alBaqarah di malam hari maka setan tidak bisa memasuki rumahnya pada malam itu : empat ayat pertama, ayata kursi, dua ayat setelahnya, dan tiga ayat terakhir.” Dalam riwayat lain redaksinya adalah “setan tidak mendekatinya dan keluarganya pada hari itu dan tidak ada suatu apa pun yang ia benci. Bila dibacakan kepada orang gila maka ia akan sembuh.”20 A. 4. Pelajaran dari Surat al-Baqarah
18
Al-Thabrasi, loc.cit. 19 Ibid 20 Sa’id Hawwa, al-As ās f ī al-Tafs īr , (Kairo : Dā r al-salā m, 1991), cet. Ke-3, jilid 1, h. 60
Ketika Bani Israil diperintah untuk menyembelih sapi, mereka banyak mengajukan pertanyaan yang justru akibatnya menyulitkan mereka. Kalau saja mereka langsung mengerjakannya, maka mereka tidak akan mendapatkan kesulitan dalam menemukan sapi. Karenanya, ada atsar yang mengatakan, “janganlah seperti Bani Israil, mereka mempersulit karenanya mereka dipersulit.”21 Dalam surat al-A’raf/7 :144 Allah berfirman, “berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” B. Ayat-Ayat dalam Surat Al-Baqarah yang Mengandung Struktur Taqd īm - Takkhī r dalam Perspektif Syamsuddin ibn Al-Shaigh Untuk mengetahui ayat-ayat yang terkait dengan kajian penulis, maka penulis memandang perlu untuk mengutip tafsiran-tafsiran sebagian ayat-ayat yang penulis anggap pemahamannya tidak cukup hanya dengan mengetahui terjemahannya atau tanpa dikutipkan tafsirnya. Selain itu, penulis juga mengutip ayat secara utuh pada ayat-ayat yang penulis anggap tidak bisa dipahami bila tidak dikutipkan secara utuh. Pada ayatayat tertentu yang penulis anggap bisa dipahami dengan penggalannya saja maka penulis hanya mengutipkan penggalan ayatnya saja. 21
Abdullah Mahmud Syahanah, loc.cit.
Di sisi lain, penulis sengaja mengulang penafsiran ayat-ayat yang sama tafsirannya untuk memperjelas alasan ayat-ayat yang mengandung pembahasan dalam tesis ini. Untuk lebih jelasnya tentang pembahasan ini penulis akan membuat tabel. Ayat-ayat yang digarisbawahi berikut ini adalah ayat-ayat yang mengandung struktur taqd īm -takkh ī r dalam perspektif Syamsuddin ibn al-Shaigh. -Takkh ī r yang termasuk mā Asykala Ma’n ā hu bi Hasab al- B.1. Taqd īm
Zhā hir
ﯿ ﯿ
ﯿ ﯿ (
ﯾ -
)
.
ﯿ
ﷲ
ﯿ ﯿ
ﯿ
126-127. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburukburuk tempat kembali.” Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdo’a): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
-takkh ī r Dalam kedua ayat tersebut terdapat struktur taqd īm
.
sebab,
ungkapan “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa” tidak mungkin terjadi kecuali bila Ibrahim telah memasuki negeri itu. Karenanya, kalimat”
Ibrahim
meninggikan
(membina)”
meskipun
diakhirkan
penyebutannya, namun dari segi makna ia lebih dahulu. 22
(
)
ﯿ
“Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya” Kedudukan “Ibrahim” dalam ayat ini adalah obyek (maf’ ū l bih) dan “Rabbuhu” pelaku (f ā ’il ). Pelaku dalam susunan kalimat dalam ayat ini harus diakhirkan. Sebab, ia sudah digabungkan dengan kata ganti (dhamī r ) yang kembali kepada obyek. 23 -takkhī r yang Mudah Didiketahui B.2. Taqd īm
( )
ﱠ
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Sumber keimanan adalah hati. Mereka (orang-orang yang beriman) adalah sahabat-sahabat Rasulullah dan para pengikutnya hingga hari kiamat. Mahmud al- Sayyid Syaikhun, Asr ār al-Taqd īm wa al-Takkh ī r f ī lughat al-Qur ā n al- , (Kairo : Dar al-Hidayah, tth), h. 110 Kar īm 22
23
Ghar āi b al-Qur ā n, juz 1, h. 453
Mereka percaya
dengan kegaiban al-Qur’an—meskipun mereka tidak
menyaksikan—bahwasanya ia dari Allah. Berangkat dari keimanan seperti inilah mereka menjadikan al-Qur’an sebagai tolok ukur untuk menghalalkan dan mengharamkan sesuatu. Mereka juga selalu mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat.24 Dalam menafsirkan ayat ini, Said Hawa berkata, “sifat orang-orang yang bertakwa adalah beriman, shalat, dan bersedekah. Iman merupakan dasar semua ibadat. Sementara shalat dan sedekah adalah kriteria ibadah jasmaniah dan material. Dengan demikian, ibadat-ibadat yang lain adalah dinisbahkan kepada kedua ibadah ini.25 Dari tafsiran-tafsiran tersebut dapat diketahui bahwa kewajiban beriman kepada yang gaib adalah mendahului kewajiban-kewajiban yang lain. Sebab, ia merupakan fondasi keimanan. Sementara kewajiban yang lain adalah bangunan. Di antara kewajiban iman kepada yang ghaib adalah iman kepada Allah. Dan iman kepada Allah adalah fondasi dari segala keimanan. Dalam sebuah ceramahnya di salah satu televisi, Quraish Syihab mengumpamakan orang baik yang tidak beriman kepada Allah lalu di akhirat ia meminta ganjaran kepada
24
Al-Samarqandi, Tafs īr al-Samarqandi al-Musammā Bahr al-’Ul ūm Bahr al-‘Ul ūm , (Beirut : Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), cet. Ke-1, jilid 1, h. 90 25 Sa’id Hawwa, op.cit., h. 68
Allah adalah bagaikan orang yang bekerja kepada si A namun meminta upahnya kepada si B. yang bertujuan Dengan demikian, struktur ayat ini juga termasuk taqd īm
untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ).
( )
ﱠ
Mereka yang beriman kepada yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Ayat ini diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang masih hidup sedangkan nabi-nabi yang lain yang mendapatkan kitab telah tiada. yang Dengan demikian struktur penggalan ayat ini termasuk taqd īm
bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang didahulukan adalah lebih mulia dari yang sesudahnya (li al-tasyr īf ). Dalam hal ini memuliakan yang hidup dari yang mati.
( )
ﱠ
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup
Dalam tafsir al-Jam ā l, ungkapan “’al ā qul ūb ihim” ditafsirkan sebagai berikut : yang dimaksud hati di sini bukanlah hati yang berbentuk raga sanubari. Sebab, hati semacam ini adalah hati hewan dan makhluk Allah yang mati. Namun, yang dimaksud adalah raga ( jism) yang halus yang berada di hati yang berbentuk daging. Hati inilah yang menjadi wadah pengetahuan. 26 Al-Alusi dalam Rū h al-Ma’ā n ī menyatakan bahwa hati adalah tempat iman bersemi. Sementara telinga dan mata adalah sekadar sarananya. 27 Penafsiran lain menyatakan bahwa Sama’ didahulukan dari bashar adalah karena sama’ mempunyai keserupaan dengan qalb (hati) dalam hal fungsinya, yaitu dapat menerima sesuatu dari enam arah. Sementara bashar tidak. Dari sinilah sama’ dianggap lebih mulia dari bashar .28 Sama’ (pendengaran) adalah kekuatan mendengar. Para ulama berpendapat bahwa sama’ lebih mulia dari bashar (penglihatan). Sebab, sama’ adalah syarat untuk kenabian. Karenanya, Allah tidak pernah mengutus seorang
26
Sulaiman bin Umar al-Ajili al-Syafi’I, Al-fut ūh ā t al-Il āh iyyah bi Taudh ī h Tafs īr al- Jal āl ain li al-Daq āi q al-Khafiyyah, (Kairo:Dār Ihyā al-Kutub al-‘Arabiyyah, tth), h. 15 27
Al-Alusi, op.cit ., h. 135 28 Ibid., h. 138 27. Abu Sa’ud Muhammad bin Muhammad al-‘Am ādi, Tafs īr Ab ī al-Sa ’ū d al Musamm ā Irsy ād al- ‘A ql al-Sal īm il ā Maz āy ā al-Qur ā n al-Kar īm , (Beirut : Dār Ihyā al-Tur āts al- ‘Arabiy, tth), juz 1, h. 38
utusanpun yang pekak (asham). Karena, pendengaran merupakan sarana kesempurnaan akal untuk memperoleh pengetahuan.29 yang Dengan demikian struktur penggalan ayat ini termasuk taqd īm
bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang didahulukan adalah lebih mulia dari yang sesudahnya (li al-tasyr īf ).
( ) ﲔ
ﱠ
8. Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orangorang yang beriman Kalau pada ayat tiga dalam surat ini keimanan kepada yang ghaib tidak dirinci, maka pada ayat ini kita bisa melihat di antara rincian kewajiban beriman kepada yang ghaib adalah beriman kepada Allah lalu hari akhir. yang bertujuan Dengan demikian, struktur ayat ini juga termasuk taqd īm
untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ).
( ) 18. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)
Al-Shumm (tuli) disebutkan lebih dahulu adalah karena, secara otomatis, bila seseorang tuli ia juga menjadi bisu.30 Kata shummun (pekak/tuna rungu) didahulukan dari kata bukmun(tuna wicara) adalah karena tuna rungu menyebabkan orang menjadi tuna wicara. Sedangkan ‘umyun (buta) diakhirkan adalah karena ia mencakup kebutaan hati yang disebabkan oleh panca indera. 31 Dalam ayat ini sesuatu yang dianggap lebih berharga disebutkan lebih dahulu. Dengan demikian struktur ayat ini termasuk taqd īm dengan tujuan untuk memuliakan lafal yang disebut lebih dahulu (al-tasyr īf ).
(
)
ﱠ
19. atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir Yang dimaksud dengan gelap dalam ayat ini adalah kegelapan karena derasnya hujan, gelapnya awan, dan malam. 32 Ra’d adalah suara yang didengar dari awan dan barq adalah api yang keluar dari suara itu. Ali, Ibn Abbas, dan sebagian besar mufassir menafsirkan
30
Al-Alusi, op.cit ., h. 171
31
Ibid Abu al-Sa’ud, op.cit., h. 53
32
ra’d dengan nama malaikat yang menggiring awan. Barq adalah kilatan pecut dari cahaya yang dijadikan malaikat untuk menggiring awan. Ada juga yang mengatakan tasbihnya malaikat. Tafsiran lain mengatakan bahwa ra’d adalah ucapan malaikat dan barq adalah suara tawanya. Mujahid berkata bahwa ra’d adalah nama malaikat yang suaranya juga dinamakan dengan ra’d , barq juga nama malaikat yang menggiring awan.33 Dari tafsiran tersebut ayat ini dapat dikatakan bahwa barq terjadi setelah ra’d. Dengan demikian, struktur ayat ini dikategorikan sebagai
taqd īm yang
bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ūd ).
( )
ﱢ
ﱠ ﱠ
ﱠ
20. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu Sama’ didahulukan dari bashar adalah karena sama’ mempunyai keserupaan dengan qalb (hati) dalam hal fungsinya, yaitu dapat menerima
33
All-Baghawi, Tafs īr al-Baghawi al-Musammā Ma’ āl im al-Tanz īl , (Beirut : Dār al-Kutub al-‘Ilimiyyah, tth), juz 1, h. 25
sesuatu dari enam arah. Sementara bashar tidak. Dari sinilah sama’ dianggap lebih mulia dari bashar .34 Sama’ (pendengaran) adalah kekuatan mendengar. Para ulama berpendapat bahwa sama’ lebih mulia dari bashar (penglihatan). Sebab, sama’ adalah syarat untuk kenabian. Karenanya, Allah tidak pernah mengutus seorang utusanpun yang pekak (asham). Karena, pendengaran merupakan sarana kesempurnaan akal untuk memperoleh pengetahuan.35 Dengan demikian struktur ayat ini termasuk taqd īm dengan tujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu lebih mulia dari yang setelahnya (al-tasyr īf ).
(
)
ﱠ
ﱠ
21. Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, Struktur ayat ini adalah termasuk dalam ketegori taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang didahulukan adalah lebih mulia dari yang sesudahnya (li al-tasyr īf ). Sebab, ungkapan “menciptakanmu” menunjukkan bahwa yang diajak bicara masih hidup sementara ungkapan “yang sebelummu” dalam ayat ini menunjukkan orang-orang yang sudah tiada.
34
Al-Alusi, loc.cit. 33. Abu Sa’ud, loc.cit.
( )
ﱠ
22. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, yang Dengan demikian, struktur ayat ini dikategorikan sebagai taqd īm
bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ). Sebab, Allah menciptakan bumi lebih dahulu dari pada langit.36
)
(
ﱠ
ﱠ
25. Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya Dalam banyak ayat al-Qur’an kata iman sering kali dipersandingkan dengan amal saleh. Dalam surat al-‘Ashr misalnya disebutkan
( :
\
)
ﳊ
...
Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh Pada ayat 3 surat al-Baqarah di atas telah disebutkan bahwa iman adalah fondasi semua perbuatan dan perbuatan itu sendiri adalah bangunannya. Namun demikian, dalam Islam berbuat baik adalah juga sebuah kewajiban. Hanya saja prioritasnya berada di bawah kewajiban iman kepada yang ghaib.
36
Al-Alusi, op.cit., h. 187
Dengan demikian, struktur ayat ini juga termasuk taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ).
(
)
ﱠ ﱠ
26. Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Sa’id Hawa menafsirkan kalimat “famā fauqahā ” dengan “yang melebihi sesuatu yang diumpamakannya baik dalam hal kehinaan maupun bentuknya.” 37 Struktur ayat ini adalah termasuk taqd īm yang bertujuan untuk
menjelaskan bahwa lafal yang disebutkan lebih dahulu lebih rendah dari yang sesudahnya.(al-tadall ī min al-a’l ā il ā al-adnā ).
ﱠ
ﱠ ﱠ ( )
27. (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi Yang dimaksud dengan alladz īn a yanqudhū na ‘ahdall ā h min ba’di mī ts ā qih adalah melanggar apa yang Allah tetapkan dalam kitab-kitab para
37
Sa’id Hawwa, op.cit., h. 98
Rasul, yaitu beriman kepada Muhammad saw., atau melanggar semua perjanjian tentang iman kepada Allah, Rasul, dan pelaksanaan syari’at. Wa yaqtha’ ū na mā amarall ā hu bihi an y ū shala adalah memutuskan tali persaudaraan dengan saudara kandung, kerabat, dan kepada semua yang Allah anjurkan. Wa yufsid ū na f ī al-ardh adalah membuat kerusakan di muka bumi dengan berbuat maksiat, membuat dan menyebarkan fitnah, melarang untuk beriman, dan memunculkan keraguan terhadap al-Qur’an. 38 Beriman kepada yang Allah perintahkan adalah kewajiban pertama yang harus dipatuhi oleh semua hamba Allah. Kewajiban selanjutnya, dalam ayat ini, adalah menyambung tali persaudaraan (shilat al-rahim) lalu dilanjutkan dengan kewajiban untuk menjaga keutuhan lingkungan agar tidak terpecah belah. yang bertujuan untuk Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd īm
menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ).
ﱠ
ﱠ
(
38
Al-Shabuni, op.cit., h. 45
)
28. Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkanNya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? Pendapat-pendapat mengenai tafsiran ayat ini: 1. Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, dan Mujahid ra., berkata: “yang dimaksud dengan kematian dalam kalimat “padahal kamu tadinya mati” adalah sebelumnya tidak ada.” Dan yang dimaksud dengan “Allah menghidupkan kamu” adalah penciptaan kamu. Ungkapan “Mematikan” adalah yang dijanjikan di dunia. Dan “menghidupkan” yang kedua adalah kebangkitan di hari kiamat 2. Ada yang berpendapat bahwa kematian pertama adalah sejak mereka menjadi nuthfah (sperma) di dalam rahim hingga masa-masa setelah di dalam rahim habis. Kehidupan pertama adalah peniupan ruh setelah masa-masa tersebut. Mematikan adalah kematian yang dijanjikan. Menghidupkan berikutnya adalah kebangkitan. 39 Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ).
39
Al-Alusi, op.cit., h. 214
( )
32. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana Baidhawi menafsirkan kata al-‘Al īm dengan “tidak ada yang tersembunyi “hanya berbuat sesuatu bila ada bagi-Nya (Maha Mengetahui) dan al-Hak īm
hikmahnya.40 dalam al-Nukat ditafsirkan dengan “mengetahui tanpa ada yang al-‘Al īm
mengajarkan” dan al-Hak īm memiliki tiga tafsiran: 1. Yang berkuasa terhadap seluruh perbuatan-Nya 2. Yang Mencegah kerusakan 3. Yang selalu benar atau memiliki kebenaran.41 Al-Thabari
dalam Jā mi’ al-Bayā n mengatakan bahwa kata al-‘Al īm
berarti Yang ilmu-Nya sudah sempurna dan al-Hak īm adalah Yang telah
sempurna kebijaksanaan-Nya.42 Al-Halabi menafsirkan potongan ayat ini sebagai berikut : kata al-‘Al īm
didahulukan dari al-Hak īm adalah karena kata al-‘Al īm mempunyai hubungan yang tertera dalam potongan ayat ‘allama dan l ā ‘ilma dengan kata al-Hak īm
40
i , Al-Baidhawi, Anw ār al-Tanz īl wa Asr ār al-Takw īl al-Ma ’ r ūf bi Tafs īr al-Baidh āw (Beirut : Dār Shādir, tth), juz 1, h. 139 41 Al-Mawardi, Al-Nukat wa al-‘Uy ūn Tafs īr al-M āw ardi , (Beirut : D ār al-Kutub al‘Ilmiyyah, tth), juz 1, h. 101 42 Al-Thabari, J ām i ’ al-Bay ān ‘ an Takw īl Āy al-Qur ā n, (Beirut : Dār al-Fikr,tth), juz 1, h. 221
lanā . Selain itu, hikmah (kebijaksanaan) muncul dari pengetahuan dan pengaruhnya.
43
Dari tafsiran-tafsiran tersebut nampak jelas bahwa kata al-Hak īm
mengandung makna berbuat segala sesuatu dengan penuh pertimbangan dan kadar tertentu yang didasarkan pada pengetahuan. Dengan demikian dalam ayat ini pengetahuan akan melahirkan suatu perbuatan yang akan menguntungkan. Karenanya, dapat dikatakan bahwa pengetahuan adalah sebab yang memunculkan kebijaksanaan (hikmah). yang bertujuan untuk Struktur ayat ini adalah termasuk jenis taqd īm
menjelaskan bahwa lafal yang disebutkan lebih dahulu adalah menjadi penyebab munculnya lafal yang setelahnya(al-sababiyyah).
(
)
33. bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi Langit dalam ayat ini didahulukan dari bumi adalah mengindikasikan bahwa yang didahulukan lebih mulia dari yang diakhirkan. Struktur ayat ini dengan tujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut termasuk taqd īm
lebih dahulu lebih mulia dari yang setelahnya (al-tasyr īf ).
43
Al-Halabi, Al-Durr al-Mashū n f ī ‘Ul ūm al-Kit āb al-Maknū n, (Beirut: Dār al-Kutub al-
Ilmiyyah, tth), juz 1, h. 184
ﱠ
( ) 34. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir Ab ā ( (
) berarti menolak untuk mengerjakan perintah. Istakbara
)berarti sombong. Bila dilihat dari segi lahiriah, penolakan merupakan awal
kesombongan. Sedangkan bila dilihat dari batiniah maka kesombongan adalah awal dari penolakan.44 Potongan ayat ab ā wa istakbara dalam tafsir al-Wā dhih dijelaskan sebagai berikut : Iblis menolak untuk bersujud dan bersikap sombong sambil berkata. “apakah aku harus bersujud kepadanya (Adam) padahal aku lebih baik darinya. Kau ciptakan aku dari api. Sedangakan dia dari tanah.” 45 Abu Al-Sa’ud
menyatakan bahwa kata ab ā didahulukan dari kata
istakbara adalah karena kata ab ā adalah penyebab munculnya kata istakbara (sombong).46
Ibn Athiyyah, Al-Muharrar al-Waj īz f ī Tafs īr al-Kit āb al- ‘A z īz , (Dār al-Kutub al‘Ilmiyyah, 1993), cet. Ke-1, juz 1h. 247 45 Tafs ī r al-Wādhih, h. 31 46 Abu Sa’ud, op.cit ., h. 89 44
Struktur ayat ini adalah termasuk jenis taqd īm yang bertujuan untuk menjelaskan bahwa lafal yang disebutkan lebih dahulu adalah menjadi penyebab munculnya lafal yang setelahnya(al-sababiyyah).
( ) 35. Dan Kami berfirman: "Hai Adam diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, Allah menciptakan Siti Hawa dari rusuk kiri Nabi Adam as. Karenanya perempuan disebut dhil’un a’waj (tulang rusuk yang bengkok).47 dengan tujuan untuk menyatakan Struktur ayat ini termasuk taqd īm
bahwa lafal yang disebut lebih dahulu lebih mulia dari yang setelahnya (al- tasyr īf ). Sebab, Nabi Adam as., adalah laki-laki dan Siti Hawwa perempuan .
(
)
37. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang Dalam menafsirkan penggalan ayat ini, Al Mawardi berkata, “kata al -Taww ā b (Maha Penerima taubat) dipersandingkan dengan ungkapan al -Rahī m (Pemberi rahmat) adalah dengan tujuan agar Allah memberikan nikmat kepada hamba-Nya.”48
47
Al-Mawardi, op.cit ., h. 104
46.
Ibid., h. 110
Dengan tafsiran seperti ini dapat dikatakan bahwa taubat adalah sarana atau proses untuk memunculkan kasih sayang dari Sang Penerima taubat. Hal ini juga sejalan dengan permohonan pertolongan dari Allah. Seorang hamba tidak serta merta langsung dapat memperolehnya tanpa ada proses. Proses itu adalah berdedikasi kepada Allah sebagaimana tertuang dalam ayat 5 surat al Fatihah : ﲔ
yang ditafsirkan oleh Nasafi dengan : ibadah
adalah wasilah untuk memungkinkan diterimanya sebuah permohonan. Karenanya, ibadah didahulukan dari permohonan pertolongan. 49 Dari kedua tafsiran tersebut dapat dikatakan bahwa Struktur ayat ini yang bertujuan untuk menjelaskan bahwa lafal adalah termasuk jenis taqd īm
yang disebutkan lebih dahulu adalah menjadi penyebab munculnya lafal yang setelahnya(al-sababiyyah).
( ) ﲔ
43. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orangorang yang ruku Dalam tafsī r al-Qur’ā n al-Karī m ayat ini ditafsirkan dengan “hai orangorang Yahudi shalatlah seperti shalatnya orang-orang Muslim! Bayarlah zakat sesuai dengan syariat mereka. Sebab, melakukan shalat dan menunaikan zakat
49
Al Nasafi, Tafs īr al-Nasafi al-Musamm ā bi Mad ār ik al-Tanz īl wa Haq āi q al-Takw īl , (Beirut : Dār al-Fikr, tth), juz 1, h. 7
tanpa mengikuti syariat Islam hanya sia-sia. Karenanya, kalian wajib shalat bersama-sama orang-orang Muslim yang salah satu rukunnya adalah ruku.” 50 yang bertujuan untuk Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd īm
menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ).
( )
49. Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir`aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu
Ayat ini berbicara tentang penyiksaan Fir’aun terhadap kaum Yahudi. Memiliki anak laki-laki adalah lebih mulia dari perempuan. Karenanya, penyembelihan anak laki-laki di sini lebih didahulukan dari perempuan agar siksaan terasa lebih pedih. Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd īm yang bertujuan untuk memperlihatkan bahwa lafal yang
didahulukan adalah sesuai dengan
konteksnya (munā sabat al-muqaddam li siy ā q al-kal ā m)
50
Mahmud Muhammad Hamzah dan Husain Ulwan, Tafs īr al-Qur ā n al-Kar īm , (Kairo : Dār al-Ma’ārif f, 1953), jilid 1, h. 44
( ) Dalam menafsirkan penggalan ayat ini, Al Mawardi berkata, “kata al -Taww ā b (Maha Penerima taubat) dipersandingkan dengan ungkapan al -Rahī m (Pemberi rahmat) adalah dengan tujuan agar Allah memberikan nikmat kepada hamba-Nya.”51 Dengan tafsiran seperti ini dapat dikatakan bahwa taubat adalah sarana atau proses untuk memunculkan kasih sayang dari Sang Penerima taubat. Hal ini juga sejalan dengan permohonan pertolongan dari Allah. Seorang hamba tidak serta merta langsung dapat memperolehnya tanpa ada proses. Proses itu adalah berdedikasi kepada Allah sebagaimana tertuang dalam ayat 5 surat al Fatihah : ﲔ
yang ditafsirkan oleh Nasafi dengan : ibadah
adalah wasilah untuk memungkinkan diterimanya sebuah permohonan. Karenanya, ibadah didahulukan dari permohonan pertolongan. 52 Struktur ayat ini adalah termasuk jenis taqd īm yang bertujuan untuk menjelaskan bahwa lafal yang disebutkan lebih dahulu adalah menjadi penyebab munculnya lafal yang setelahnya(al-sababiyyah).
51 52
Al -Mawardi, loc.cit. Al Nasafi, loc.cit.
ﱠ ﲔ ﱠ ﱠ ﱠ ( )
62. Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orangorang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati Kewajiban dalam penggalan ayat ini didahului oleh kewajiban beriman kepada Allah yang merupakan fondasi seluruh ibadah,
53
lalu disusul dengan
kewajiban untuk beriman kepada hari akhirat dan kewajiban beramal saleh. Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ).
( )
ﱠ
ﱠ
64. Kemudian kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang-orang yang rugi Dalam al-Nahr al-Mad, fadhlull ā h ditafsirkan dengan diterimanya taubat dan rahmah dengan pemberian ampunan dari kesalahan.
53
Sa’id Hawwa, op.cit ., h.68 54 Al-Andalusi, Al-Nahr al-M ād min al-Nahr al-Muh īt h , (Beirut :Dār al-Fikr, 1987), cet. Ke-1, juz 1, h. 86
Said hawa menafsirkannya dengan menunda adzab kepada kalian atau dengan memberikan taufik kepada kalian untuk bertaubat dan mengutus para Nabi dan Rasul.55 Dari kedua tafsir tersebut dapat dihemati bahwa seseorang akan mendapatkan rahmat Allah bila telah melakukan taubat yang dalam ayat ini diistilahkan dengan fadhlull āh (pemberian taubat dari Allah). yang bertujuan untuk Struktur ayat ini adalah termasuk jenis taqd īm
menjelaskan bahwa lafal yang disebutkan lebih dahulu adalah menjadi penyebab munculnya lafal yang setelahnya(al-sababiyyah).
( ) ﲔ
66. Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa struktur ayat ini dikategorikan sebagai
taqd īm yang bertujuan
menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ). Sebab, ungkapan “datang kemudian” mengindikasikan masa depan (mustaqbal ) dan ungkapan “masa itu” dalam ayat ini menunjukkan masa lampau (mā dhin)
55
Sa’id Hawwa, op.cit., h. 157
( )
68.Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu" Struktur ayat ini adalah termasuk taqd īm yang bertujuan untuk
menjelaskan penurunan dari yang besar kepada yang lebih kecil (al-tadall ī min al-a’l ā il ā al-adnā ).
(
)
ﱠ
82. Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. Kewajiban dalam penggalan ayat ini didahului oleh kewajiban beriman kepada Allah yang merupakan fondasi seluruh ibadah,
56
lalu disusul dengan
kewajiban untuk beramal saleh. yang bertujuan untuk Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd īm
menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ).
56
Sa’id Hawa, op.cit ., h. 68
ﲔ (
)
83. berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
Susunan ini adalah berangkat dari yang paling dekat. Dimulai dengan kedua orang tua. Sebab, tentu saja pertama-tama yang harus diperlakukan dengan baik oleh seorang anak adalah orang tua. Kerabat adalah hubungan rahim. Sehingga, hubungan ini sangat kuat. Dalam hubungan kerabat ini orang tua berperanserta sebagai sumber adanya hubungan. Dalam hadits disebutkan bahwa Allah berbicara kepada rahim, “kamu rahim dan Aku Rahman. Aku menyambung persaudaraan kepada orang yang menyambung persaudaraan denganmu. Dan Aku memutuskannya kepada orang yang memutuskannya. Lalu disambung dengan yat ā mā adalah karena mereka tidak mempunyai kemampuan untuk mencari nafkah. Sementara miskin bisa menjaga diri sendiri dan bisa mencari nafkah. yang bertujuan untuk Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd īm
menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ).
57
Al-Alusi, op.cit ., h. 308
( )
ﱠ ﱠ
ﱠ
98. Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasulNya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. Jibril didahulukan dari Mikail adalah karena ia lebih mulia. Malaikat disebut lebih dahulu dari Rasul dan Allah dari yang lainnya adalah karena permusuhan terhadap Rasul disebabkan oleh turunnya kitab-kitab. Kitab-kitab turun disebabkan turunnya para malaikat dan malaikat turun karena perintah Allah.58 Dalam ayat ini nama Allah didahulukan. Perspektif ibn Shaigh dalam hal taqd īm adalah bila suatu hal yang dianggap penting didahului dengan nama Allah maka itu menunjukkan tujuannya adalah untuk mendapat berkah (al- tabarruk )
(
)
102. antara seorang (suami) dengan isterinya.
Struktur penggalan ayat ini adalah termasuk dalam ketegori taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang didahulukan adalah lebih mulia dari yang sesudahnya (li al-tasyr īf ). Seperti tertera dalam ayat 35 ketika Adam
58
Sulaiman bin Umar al-Jili al-Syafi’I, op.cit ., h. 83
dianggap lebih mulia dari Siti Hawwa karena kelelakiannya. Begitu juga dalam ayat ini. Suami dianggap lebih mulia dari istri.
(
)
ﱠ
103. Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui. Potongan ayat yang digarisbawahi tersebut ditafsirkan dengan “kalaulah mereka yang belajar sihir percaya kepada Allah dan takut terhadap azabNya…”59 Dalam ayat tiga telah disebutkan bahwa iman adalah fondasi yang menjadi dasar kewajiban yang lain. Sehingga ia merupakan kewajiban pertama yang harus dimiliki oleh semua hamba Allah. Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ).
(
)
ﱠ ﱠ
107. Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi
59
Al-Shabuni, op.cit., h. 84
Struktur penggalan ayat ini adalah termasuk dalam ketegori taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang didahulukan adalah lebih mulia dari yang sesudahnya (li al-tasyr īf ). Sebab, langit lebih mulia dari bumi. Karena itu, ia didahulukan.
(
)
110. Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Ketika membicarakan iman sebagai fondasi atas segala perbuatan dalam ayat tiga, di sana juga dibahas tentang kewajiban berzakat –dalam ayat tiga disebut dengan infaq-- yang berada dalam urutan setelah shalat. Ayat ini menggunakan kalimat “tunaikanlah zakat”, tidak menggunakan kata infaq sebagaimana dalam ayat tiga. Namun demikian, ungkapan “tunaikanlah zakat” dalam ayat ini juga berada pada urutan kewajiban setelah shalat. Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ).
ﱠ
ﲔ ﱠ (
)
114. Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat yang Dengan demikian, struktur ayat ini dikategorikan sebagai taqd īm
bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ). Sebab, dunia disebutkan lebih dahulu dari akhirat .
(
)
ﱞ
ﱠ
116. Mereka (orang-orang kafir) berkata: "Allah mempunyai anak". Maha Suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya.
yang Struktur penggalan ayat ini adalah termasuk dalam ketegori taqd īm
bertujuan untuk memuliakan (al-tasyr īf ). Sebab, langit lebih mulia dari bumi. Karena itu, ia didahulukan.
(
)
117. Struktur penggalan ayat ini adalah termasuk dalam ketegori taqd īm
yang bertujuan untuk memuliakan (al-tasyr īf ). Sebab, langit lebih mulia dari bumi. Karena itu, ia didahulukan.
ﱠ ﲔ ﱠ ﲔ
(
)
125. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i`tikaaf, yang ruku` dan yang sujud". Isma’il as. adalah anak Ibrahim as. Karenanya, Ibrahim as., ada lebih dahulu dari Isma’il as. Dengan demikian, struktur ayat ini dikategorikan sebagai yang bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi taqd īm
atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ).
(
)
ﱠ
126. Siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir Kewajiban dalam penggalan ayat ini didahului oleh kewajiban beriman kepada Allah yang merupakan fondasi seluruh ibadah,
60
lalu disusul dengan
kewajiban untuk beriman kepada hari akhir. Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ).
(
60
Sa’id Hawa, loc.cit.
)
127. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail Nabi Ibrahim as., adalah orang tua nabi Isma’il. Karenanya Struktur ayat yang bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut ini adalah termasuk taqd īm
lebih dahulu terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ).
(
)
128. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Kewajiban menjaga diri dalam Islam adalah kewajiban yang pertama sebelum menjaga yang lain, bahkan terhadap anak dan istri sekalipun. Ayat ini mengajarkan hamba Allah untuk menjaga diri dari penyimpangan terhadap Allah, yaitu agar ia selalu dijadikan Allah termasuk orang-orang muslim. Selain itu, ayat ini juga mengajarkan orang tua untuk bertanggungjawab tidak hanya terhadap dirinya sendiri. Namun, ia juga harus bertanggungjawab terhadap anak dan keturunannya. Karenanya, doa dalam ayat ini tidak hanya
dikhususkan untuk keselamatan pribadi orang tua, tapi lebih dari itu juga untuk anak-cucunya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Tahrim/66 : 6 yang berbunyi :
“Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ). Dalam menafsirkan penggalan kedua ayat ini, Al Mawardi berkata, “kata al -Taww ā b (Maha Penerima taubat) dipersandingkan dengan ungkapan al -Rahī m (Pemberi rahmat) adalah dengan tujuan agar Allah memberikan nikmat kepada hamba-Nya.”61 Dengan tafsiran seperti ini dapat dikatakan bahwa taubat adalah sarana atau proses untuk memunculkan kasih sayang dari Sang Penerima taubat. Hal ini juga sejalan dengan permohonan pertolongan dari Allah. Seorang hamba tidak serta merta langsung dapat memperolehnya tanpa ada proses. Proses itu adalah berdedikasi kepada Allah sebagaimana tertuang dalam ayat 5
61
Al-Mawardi, loc.cit.
surat al Fatihah : ﲔ
yang ditafsirkan oleh Nasafi dengan : ibadah
adalah wasilah untuk memungkinkan diterimanya sebuah permohonan. Karenanya, ibadah didahulukan dari permohonan pertolongan. 62 Dari kedua tafsiran tersebut dapat dikatakan bahwa struktur ayat ini adalah termasuk jenis taqd īm yang bertujuan untuk menjelaskan bahwa lafal yang disebutkan lebih dahulu adalah menjadi penyebab munculnya lafal yang setelahnya(al-sababiyyah).
62
ﱢ ( ) ﱢ
Al-Nasafi, loc.cit.
129. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (AsSunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Al-Maraghi menafsirkan penggalan ayat al-Az īz al-Hak īm dengan Yang Maha Kuat dan Yang Maha Bijaksana atas semua perbuatan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya. Karenanya, Ia tidak pernah berbuat sesuatu kecuali ada hikmah dan maslahat untuk hamba-hamba-Nya. 63 Selain bermakna Maha Kuat, al-‘Az īz juga bermakna Maha Mulia. Dari Yang
Maha
Mulialah
muncul
kebijaksanaan.
Karenanya,
Syaikhun
yang bertujuan untuk menjelaskan mengkategorikan ayat ini termasuk taqd īm
bahwa lafal yang disebutkan lebih dahulu adalah menjadi penyebab munculnya lafal yang setelahnya(al-sababiyyah). Syaikhun mengungkapan “li annahu ‘azza fa hakama”64 (kerena Dia Mulia maka bertindak bijaksana).
ﱠ ﱠ (
) ﲔ
130. Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya
63
Al maraghi, Tafs īr al-Mar āg hi , (Kairo : Syirkat al-Maktabah wa Mathba’ah Mushthafa al-Bābi al-Halabi wa Awlāduhu, 1973), cet. Ke-4, jilid 1, h. 217 64 Mahmud al-Sayyid Syaikhun, h. 81
di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orangorang yang saleh. Dengan dunia didahulukan dari akhirat, Struktur ayat ini adalah termasuk yang bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi taqd īm
atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ).
ﱠ
ﱠ ﱠ (
)
132. Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". Struktur ayat ini dikategorikan sebagai
taqd īm yang bertujuan
menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ). Sebab, Ya’qub adalah Israil bin Ishaq bin Ibrahim. 65
(
)
133. Adakah kamu hadir ketika Ya`qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu
65
Al-Jazairi, Aisar al-Taf ās īr li Kal ām al- ‘A liy al-Kab īr , (Al-Madinah al-Munawwarah : Maktabat al-‘Ulūm wa al-Hikam, 1994), cet. Ke-1, jilid 1, h. 117
dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." Ungkapan “menyembah Tuhanmu” menunjukkan bahwa seseorang sedang berbicara dengan mukhā thab (orang kedua). Dengan demikian, orang itu masih hidup. Sedangkan ungkapan “nenek moyang” dalam ayat ini mengindikasikan bahwa orang-orang tersebut telah tiada. Karenanya, yang hidup dalam ayat ini lebih dimuliakan dari yang telah tiada dengan mengedepankan penyebutannya. Oleh sebab itu, Struktur penggalan ayat ini adalah termasuk dalam ketegori taqd īm yang bertujuan untuk memuliakan (al-tasyr īf ).
(
)
133. Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan. Ungkapan “umat yang lalu:baginya apa yang telah diusahakannya” menunjukkan masa yang telah lampau. Karenanya ungkapan ini lebih didahulukan penyebutannya dari “bagimu apa yang sudah kamu usahakan” yang menunjukkan bahwa orang yang sedang diajak bicara (mukhā thab) masih hidup.
Struktur ayat ini adalah termasuk taqd īm yang bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ).
ﱠ
(
)
134. Katakanlah (hai orang-orang mu'min): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". Allah adalah Zat yang menurunkan wahyu untuk orang-orang mukmin. Karenanya, iman kepada-Nya merupakan kewajiban sebelum mengimani yang lain. yang bertujuan untuk Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd īm
menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ). Setelah berbicara tentang iman kepada Allah dan wahyu yang diturunkan untuk orang-orang mukmin, ayat ini juga memerintahkan orang-orang beriman
untuk mengimani wahyu yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, dan nabi-nabi yang lain. Susunan nama-nama tersebut adalah sesuai dengan urutan yang paling dahulu diutus Allah. Sebab, Isma’il adalah anak Ibrahim. Ishaq dilahirkan setelah beberapa tahun dari kelahiran Isma’il dan Ya’qub adalah anak dari Ishaq. 66 Dengan demikian, penggalan struktur ayat ini adalah termasuk taqd īm yang bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi atau ada lebih ada dahulu (al-sabaq bi I’tib ār al-wuj ūd ).
ﱠ (
)
140. ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Susunan nama-nama tersebut adalah sesuai dengan urutan yang paling dahulu diutus Allah. Sebab, Isma’il adalah anak Ibrahim. Dengan demikian, yang bertujuan menjelaskan penggalan struktur ayat ini adalah termasuk taqd īm
bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ).
( 66
)
Ahmad Bahjat, Sejarah Nabi-Nabi Allah, (Jakarta : Lentera, 2001), h. 144
141. Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan; Dalam Aisar al-taf ā sī r ayat ini ditafsirkan dengan “bagi umat yang lalu keimanan dan perbuatannya (amal saleh) yang baik dan bagi kalian (umat yahudi) kekufuran dan maksiat.”67 Bunyi ayat ini persis sama dengan ayat 134 di atas. Potongan ayat ini disebutkan kembali adalah untuk lebih mengingatkan (mub ā laghah f ī al- tahdz īr ).68 yang Dengan demikian, struktur ayat ini dikategorikan sebagai taqd īm
bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu (umat yang lalu) terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ).
(
)
152. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni`mat) -Ku. Mengingat nama, sifat, janji, dan ancaman-Nya akan menumbuhkan cinta dan ridha-Nya. Dan dengan bersyukur kepada-Nya dengan cara menegakkan shalat dan melaksanakan semua kewajiban akan mendatangkan rahmat-Nya. Ingatlah Aku dengan cara mentaati perintah-Ku niscaya Aku akan mengingat
67 68
Al-Jazairi, op.cit., h.118 Mahmud Muhammad Hamzah dan Husain Ulwan, op.cit., h.104
kalian dengan memberikan ganjaran dan bersyukurlah kepada-Ku atas segala nikmat yang Kuberikan kepada kalian.69 Dari tafsiran tersebut kita bisa mengatakan bahwa struktur ayat ini adalah yang bertujuan untuk menjelaskan bahwa lafal yang termasuk jenis taqd īm
disebutkan lebih dahulu adalah menjadi penyebab munculnya lafal yang setelahnya(al-sababiyyah).
(
)ﱠ
ﱠ
158. Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Al-Shaf ā adalah bukit yang berhadapan dengan ka’bah yang berada di bagian tenggara. Secara etimologi kata al-Shaf ā adalah bentuk jama dari shaf ā t, shafan, dan ashf ā . maknanya adalah batu-batu licin yang keras berwarna putih. Al-Marwah adalah bukit/gunung yang berhadapan dengan al-Shaf ā dari arah utara. Secara etimologi al-marwah adalah bentuk jama dari al-marwu. Maknanya adalah batu-batu kecil yang di dalamnya ada l īn .70 Kewajiban sa’I (lari-lari kecil) dalam haji adalah dimulai dari bukit shafa ke dari sisi kewajiban. bukit marwah. Ayat ini adalah termasuk taqd īm
69
Al-Zamakhsyari, Al-Kasysy āf ‘ an H āq ā i q al-Tanz īl f ī wuj ūh al-Takw īl , (Beirut : Dār alFikr, tth), jilid 1, h. 323 70 Al-Jazairi, op.cit., h. 135
Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd īm yang bertujuan melihat kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al- takl īf )
ﱠ ﱠ ( ) ﱠ ﱠ
159. Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila`nati Allah dan dila`nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela`nati, Dalam penggalan ayat ini lafal “Allah” didahulukan dari makhluk ketika melaknat adalah bertujuan untuk mengagungkan nama Allah. Karenanya, struktur taqd īm dalam ayat ini adalah untuk mengagungkan (al-ta’zh ī m)
(160 )
ﱠ ﱠ
160. kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Penerima taubat dan Maha Penyayang. T ā bū berarti kembali beriman dan berislam. Ashlahū berarti memperbaiki akidah, akhlak, dan jiwa manusia yang telah mereka rusak. Bayyanū berarti menerangkan ilmu yang wajib dijelaskan dan yang tidak boleh disembunyikan yang telah mereka sembunyikan.71
71
Ibid., h.137
Ayat ini menjelaskan bahwa ada beberapa kewajiban yang harus dijalani oleh seorang pendosa bila ingin mendapatkan ampunan dari Allah. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah bertaubat, melakukan perbaikan terhadap apa yang telah diperbuatnya, dan tidak menyembunyikan kebenaran. yang bertujuan untuk Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd īm
menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ).
ﱠ
ﱠ ﱠ ﱠ (
) ﲔ
161. Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat la`nat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. Dengan mendahulukan nama Allah dari malaikat dan manusia, maka struktur penggalan ayat ini adalah bertujuan untuk mengagungkan (al- ta’zh ī m)Allah.
ﱠ
ﱠ
ﱠ
ﱠ
ﱢ ﱠ (
)
164. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Dalam perspektif ibn Shaigh langit lebih mulia dari bumi. Karenanya, penyebutannya didahulukan dari bumi. Dengan demikian struktur penggalan yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang ayat ini termasuk taqd īm
didahulukan adalah lebih mulia dari yang sesudahnya (li al-tasyr īf ). Sedangkan malam didahulukan dari siang adalah karena malam lebih dahulu diciptakan.72 Karenanya, penggalan ayat ini adalah termasuk taqd īm yang bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ūd ). yang bertujuan untuk menyatakan bahwa Ayat ini diakhiri dengan taqd īm
lafal yang didahulukan adalah lebih mulia dari yang sesudahnya (li al-tasyr īf ).
ﱠ ﱠ (
ﱠ )
171. Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.
72
Al –Alusi, op.cit ., h. 429
Al-Shumm (tuli) disebutkan lebih dahulu adalah karena, secara otomatis, bila seseorang tuli ia juga menjadi bisu.73 Kata shummun (pekak/tuna rungu) didahulukan dari kata bukmun(tuna wicara) adalah karena tuna rungu menyebabkan orang menjadi tuna wicara. Sedangkan ‘umyun (buta) diakhirkan adalah karena ia mencakup kebutaan hati yang disebabkan oleh panca indera. 74 Dalam ayat ini sesuatu yang dianggap lebih berharga disebutkan lebih dahulu. Dengan demikian struktur penggalan ayat ini termasuk taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang didahulukan adalah lebih mulia dari yang sesudahnya (li al-tasyr īf ).
ﱠ
ﱡ
ﲔ ﲔ ﲔ
ﲔ
(
)
ﱠ
177. bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, 73
Ibid ., h. 171
74
Ibid
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orangorang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orangorang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Ayat ini menjelaskan ukuran kebaikan yang meliputi beberapa kewajiban. Ukuran kebaikan pertama adalah kewajiban keimanan yang merupakan fondasi dari kewajiban-kewajiban berikutnya. Kewajiban pertama ini meliputi beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab, dan nabi-nabi. Karenanya, struktur ayat yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut ini termasuk taqd īm
lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan
(
al-sabaq bi I’tib ā r al-
wuj ū b wa al-takl īf ). Ukuran kebaikan kedua adalah kewajiban mengeluarkan harta yang disukai untuk diberikan kepada orang-orang yang sudah terinci dalam ayat ini. Dzawi al qurb ā didahulukan dari yang lain adalah karena memberikan sedekah kepada mereka lebih baik dari pada golongan selanjutnya.75 Nabi saw., bersabda:
ﰉ
ﳌ ﲔ
Sedekah kepada orang miskin memperoleh saatu ganjaran, yaitu ganjaran bersedekah dan sedekah kepada kerabat memperoleh dua ganjaran, yaitu ganjaran sedekah dan ganjaran mempererat persaudaraan 75
Al Alusi, op.cit., h. 443
yang Dengan demikian, penggalan struktur ayat ini juga termasuk taqd īm
bertujuan melihat kewajiban yang harus didahulukan
(
al-sabaq bi I’tib ār al-
wuj ā b wa al-takl īf )
ﱠ
(
)
178. hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Orang merdeka didahulukan dari hamba dan wanita adalah karena dianggap lebih mulia. Karenanya, potongan struktur ayat ini termasuk taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang didahulukan adalah lebih mulia dari yang sesudahnya (li al-tasyr īf ).
( ) ﲔ
180. Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib-kerabatnya secara ma’ruf Ayat ini adalah termasuk termasuk taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ). Sebab, kewajiban berbuat
baik kepada orang tua adalah lebih dahulu dari pada kewajiban berbuat baik kepada yang lain. Indikasi
ini bisa dilihat dari ayat al-Qur’an yang
mempersandingkannya dengan kewajiban bersyukur kepada Allah dalam surat Luqman / 31 : 14 yang berbunyi :
ﱃ
ﰱ ﲔ
ﲪ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya: ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lelah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada Kedua orang tuanya.”
ﱠ
ﱠ ( ) ﱠ
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, Lawan bicara (mukhā thab) dalam ayat ini adalah orang yang masih hidup, yaitu tertera dalam kalimat “hai orang-orang yang beriman”. Ayat ini yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang didahulukan adalah taqd īm
adalah lebih mulia dari yang sesudahnya (li al-tasyr īf ). Karena, kalimat tersebut
didahulukan dari ungkapan “orang-orang sebelum kamu” yang mengindikasikan bahwa mereka telah tiada.
(
) ﱠ
186.Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Falyastaj ī bū lī walyu’ minū bī (
) ditafsirkan dengan “bila
berdoa, hendaklah mereka memohon perkenan-Ku atau hendaklah mereka memenuhi panggilan-Ku bila Aku mengajak mereka untuk beriman” sebagaimana Aku memenuhi permohonan mereka bila mereka memohon kepada-Ku.76 Ungkapan didahulukan dari adalah karena konteks ayat ini berbicara tentang permohonan. Dengan demikian, struktur ayat ini juga termasuk yang bertujuan untuk memperlihatkan bahwa lafal yang didahulukan taqd īm
adalah sesuai dengan konteksnya (munā sabat al-muqaddam li siy ā q al-kal ā m)
76
Al- Alusi, op.cit., h. 460
ﱠ
ﱠ
(
)
196. Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (didalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. yang bertujuan untuk Penggalan struktur ayat ini adalah termasuk taqd īm
menjelaskan bahwa lafal yang disebutkan lebih dahulu lebih rendah lebih ringan dari yang sesudahnya (al-tadall ī min al-a’l ā il ā al-adnā ). Sebab, berpuasa tiga hari lebih ringan dari pada tujuh hari. Karena itu kedudukannya lebih tinggi.
(
)
201. Dan di antara mereka ada orang yang berdo`a: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". Struktur ayat ini dikategorikan sebagai
taqd īm yang bertujuan
menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ). Sebab, kata “dunia” yang ada lebih dahulu dari akhirat dalam ayat ini didahulukan penyebutannya.
(
) ﱠ ﱠ
209. Bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Al-Maraghi menafsirkan penggalan ayat al-Az īz al-Hak īm dengan Yang Maha Kuat dan Yang Maha Bijaksana atas semua perbuatan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya. Karenanya, Ia tidak pernah berbuat sesuatu kecuali ada hikmah dan maslahat untuk hamba-hamba-Nya. 77 Selain bermakna Maha Kuat, al-‘Az īz juga bermakna Maha Mulia. Dari Yang
Maha
Mulialah
muncul
kebijaksanaan.
Karenanya,
Syaikhun
yang bertujuan untuk menjelaskan mengkategorikan ayat ini termasuk taqd īm
bahwa lafal yang disebutkan lebih dahulu adalah menjadi penyebab munculnya 77
Al maraghi, op.cit ., h. 217
lafal yang setelahnya(al-sababiyyah). Syaikhun mengungkapkan “li annahu ‘azza fa hakama”78 (kerena Dia Mulia maka bertindak bijaksana).
(
)
ﲔ ﱠ
213. Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan,
(
)
ﲔ ﳌ
ﲔ
ﲑ
215. Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Susunan ini adalah berangkat dari yang paling dekat. Dimulai dengan kedua orang tua. Sebab, tentu saja pertama-tama yang harus diperlakukan dengan baik oleh seorang anak adalah orang tua. Kerabat adalah hubungan rahim. Sehingga, hubungan ini sangat kuat. Dalam hubungan kerabat ini orang tua berperanserta sebagai sumber adanya hubungan. Dalam hadits disebutkan bahwa Allah berbicara kepada rahim, “kamu rahim dan Aku Rahman. Aku menyambung persaudaraan kepada orang yang menyambung persaudaraan denganmu. Dan Aku memutuskannya kepada orang yang memutuskannya. Lalu disambung dengan yat ā mā adalah karena mereka tidak mempunyai kemampuan
78
Mahmud al-Sayyid Syaikhun, op.cit ., h. 81
untuk mencari nafkah. Sementara miskin bisa menjaga diri sendiri dan bisa mencari nafkah. yang bertujuan untuk Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd ī īm
menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus ā r al-wuj ū ūb wa al-takl ī īf didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā f ). ).
(
)
217. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, Dengan demikian, struktur ayat ini dikategorikan sebagai taqd ī īm yang bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi atau ada ā r al-wuj ū ū d lebih dahulu (al-sabaq (al-sabaq bi I’tib ā d ). ). Sebab, kata “dunia” yang ada lebih
dahulu dari akhirat dalam ayat ini didahulukan penyebutannya.
ﱠ
ﱠ
ﱠ ﱠ ﱠ (
79
Al-Alusi, op.cit .,., h. 308
)
ﱠ
218. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Landasan semua perbuatan mukmin adalah iman. Iman dalam ayat ini didahulukan dari hijrah dan jihad adalah karena kewajiban beriman mendahului kewajiban yang lain. yang bertujuan untuk Dengan demikian, struktur ayat ini termasuk taqd ī īm
menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus ā r al-wuj ū ūb wa al-takl ī īf didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā f ). ).
(
) ﲑ
219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, Al-Khamr adalah semua yang merusak dan menutp akal, sehingga peminumnya tidak bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk serta tidak bisa berfikir. Pada dasarnya, kata al-khamr digunakan al-khamr digunakan untuk air anggur bila telah mendidih kemudian maknanya berkembang menjadi semua yang memabukkan yang dapat menutup akal.
Al-Maisir adalah berasal dari kata yusr (mudah). Maknanya adalah al- qimā r r (perjudian). Dinamakan maisir adalah karena orang yang bermain judi memperoleh uang (harta) dengan mudah. 80 Itsm didahulukan dari manā fi’ adalah fi’ adalah karena bahaya yang terdapat dalam khamr lebih banyak dari pada manfaatnya. 81 Dengan demikian, struktur penggalan ayat ini adalah termasuk taqd ī īm dengan tujuan menjelaskan bahwa yang didahulukan memiliki makna lebih banyak (al-katsrah (al-katsrah ‘al ā al-qillah). ā al-qillah).
(
)
ﱠ ﱠ,
220. tentang dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. yang bertujuan Struktur potongan ayat ini dikategorikan sebagai taqd ī īm
menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi atau ada lebih dahulu ā r al-wuj ū ū d (al-sabaq bi I’tib ā d).Sebab, ) .Sebab, kata “dunia” yang ada lebih dahulu dari
akhirat dalam ayat ini didahulukan penyebutannya. Al-Maraghi menafsirkan penggalan ayat kedua dalam ayat “ al-Az ī īz al- Hak ī īm dengan Yang Maha Kuat dan Yang Maha Bijaksana atas semua
80 81
Al-Jazairi, op.cit., op.cit., h, 201 Al-Alusi, op.cit., op.cit., h. 509
perbuatan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya. Karenanya, Ia tidak pernah berbuat sesuatu kecuali ada hikmah dan maslahat untuk hamba-hamba-Nya. 82 Selain bermakna Maha Kuat, al-‘Az īz juga bermakna Maha Mulia. Dari Yang
Maha
Mulialah
muncul
kebijaksanaan.
Karenanya,
Syaikhun
yang bertujuan untuk menjelaskan mengkategorikan ayat ini termasuk taqd īm
bahwa lafal yang disebutkan lebih dahulu adalah menjadi penyebab munculnya lafal yang setelahnya(al-sababiyyah). Syaikhun mengungkapkan “li annahu ‘azza fa hakama”83 (kerena Dia Mulia maka bertindak bijaksana).
(
)
ﯿ
ﱠ,
ﯾ
ﯿ
ﱠﯾ ﱠ ﱠ
228. jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Struktur penggalan ayat ini
yang bertujuan untuk termasuk taqd īm
menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan
(
al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-takl īf ).Sebab, dalam ayat ini,
iman kepada Allah yang merupakan rukun iman pertama bagi orang-orang islam didahulukan dari iman kepada hari akhirat. Sedangkan struktur penggalan ayat kedua termasuk taqd īm yang bertujuan untuk menjelaskan bahwa lafal yang disebutkan lebih dahulu adalah
82 83
Al maraghi, loc.cit . Mahmud al-Sayyid Syaikhun, loc.cit.
menjadi penyebab munculnya lafal yang setelahnya(al-sababiyyah). Seperti pada ayat 220 di atas.
ﱠ (
)
ﱠ
232. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. Seperti ayat 228 di atas, penggalan pertama dalam ayat ini juga termasuk taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan
(
al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b wa al-
takl īf ).
(
)
239. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Berkendaraan adalah lebih mulia atau lebih tinggi dari berjalan. Karenanya, ayat ini adalah termasuk taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang didahulukan adalah lebih bawah (al-taraqq ī)
ﱠ . .
ﱠ ﱠ (
)
240. Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antaramu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Al-Maraghi menafsirkan penggalan ayat kedua dalam ayat “al-Az īz al- Hak īm dengan Yang Maha Kuat dan Yang Maha Bijaksana atas semua
perbuatan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya. Karenanya, Ia tidak pernah berbuat sesuatu kecuali ada hikmah dan maslahat untuk hamba-hamba-Nya. 84 Selain bermakna Maha Kuat, al-‘Az īz juga bermakna Maha Mulia. Dari Yang
Maha
Mulialah
muncul
kebijaksanaan.
Karenanya,
Syaikhun
yang bertujuan untuk menjelaskan mengkategorikan ayat ini termasuk taqd īm
bahwa lafal yang disebutkan lebih dahulu adalah menjadi penyebab munculnya lafal yang setelahnya(al-sababiyyah). Syaikhun mengungkapkan “li annahu ‘azza fa hakama”85 (kerena Dia Mulia maka bertindak bijaksana).
ﱠ
ﱠ ﱠ ( ) ﱠ
247. "Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. Maha Luas Pemberian-Nya didahulukan dari Maha Mengetahui adalah untuk
munāsabah
84 85
(kesesuaian),
Al maraghi, loc.cit . Mahmud al-Sayyid Syaikhun, loc.cit .
yaitu
kesesuaian
dengan
informasi
pertama(memilih menjadi raja). Sebab, pemilihan ini merupakan anugerah juga. juga lebih tepat untuk f ā shilah.86 Selain itu, kata ‘ Al īm yang bertujuan Dengan demikian, struktur ayat ini juga termasuk taqd īm
untuk memperlihatkan bahwa lafal yang didahulukan adalah sesuai dengan konteksnya (munā sabat al-muqaddam li siy ā q al-kal ā m)
ﱢ
ﯿ
ﯿ
ﱠ
ﱠ ﯾ
ﯾ ﯿ
ﱠ
ﯿﱡ ﱠ
(
ﯿﱠ
) ﯿ
ﯿﱠ ﯾ
248.Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh Malaikat. Dengan demikian, struktur ayat ini dikategorikan sebagai taqd īm yang bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ūd ). Struktur potongan ayat ini adalah termasuk kategori taqd īm yang
bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ūd ). Sebab, Musa lebih tua dari Harun.
ﱠ
ﱠ ﱠ
(
86
Al-Alusi, op.cit ., h. 559
)
251. Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah, (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Al-Mulk didahulukan dari al-hikmah adalah karena Allah lebih dahulu memberikannya.87 Dengan penafsiran seperti ini, maka ayat ini digolongkan kepada jenis yang bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut termasuk kategori taqd īm
lebih dahulu terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ).
ﱠ
ﱠ
ﱠ ﱠ
ﱠ (
)
254. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa`at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
87
Al-Alusi, op.cit., h. 564
Kebiasaan yang terjadi pada manusia sebelum tidur adalah selalu diawali dengan mengantuk.
Karenanya, penggalan ayat ini adalah termasuk jenis
yang bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi taqd īm
atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ). Dalam penggalan kedua, langit didahulukan dari bumi adalah karena langit lebih mulia dari bumi. Karenanya, struktur taqd īm dalam penggalan ayat ini bertujuan untuk menyatakan bahwa yang disebut lebih dahulu lebih mulia (al-tasyr īf ) Mengenai penafsiran mā baina aid īh im, Mujahid, Ibn Juraij, dan lain-lain menafsirkannya dengan urusan di dunia dan wa m ā khalfahum dengan urusan di akhirat. Ada juga yang menafsirkannya dengan “sebelum dan sesudah mereka”.88 Kedua penafsiran tersebut mengindikasikan bahwa struktur potongan ayat yang bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu ini taqd īm
terjadi atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ).
ﱠ (
)
ﱠ
ﱠ
258. Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku 88
Al-Alusi, Ibid ., juz 2, h. 10
ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Kedua struktur penggalan ayat yang digarisbawahi tersebut sebagai yang bertujuan menjelaskan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu terjadi taqd īm
atau ada lebih dahulu (al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū d ). Sebab, tidak ada yang dimatikan kecuali sebelumnya dihidupkan. Dengan demikian, hidup berada sebelum mati.
(
)
259. Allah bertanya: "Berapa lama kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari". Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berobah Masa satu hari adalah lebih lama dari setengah hari. Karenanya, dalam ayat ini ungkapan “satu hari” didahulukan dari “setengah hari.” Struktur ayat ini yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang adalah termasuk taqd īm
didahulukan adalah lebih sedikit atau lebih ringan (al-tadall ī min al-a’l ā il ā al- adnā )
(
)
ﱠ ﱠ
260. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Al-Maraghi menafsirkan penggalan ayat kedua dalam ayat “al-Az īz al- Hak īm dengan Yang Maha Kuat dan Yang Maha Bijaksana atas semua
perbuatan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya. Karenanya, Ia tidak pernah berbuat sesuatu kecuali ada hikmah dan maslahat untuk hamba-hamba-Nya. 89 Selain bermakna Maha Kuat, al-‘Az īz juga bermakna Maha Mulia. Dari Yang
Maha
Mulialah
muncul
kebijaksanaan.
Karenanya,
Syaikhun
bertujuan untuk menjelaskan bahwa mengkategorikan ayat ini termasuk taqd īm
lafal yang disebutkan lebih dahulu adalah menjadi penyebab munculnya lafal yang setelahnya(al-sababiyyah). Syaikhun mengungkapkan “li annahu ‘azza fa hakama”90 (kerena Dia Mulia maka bertindak bijaksana).
ﱠ (
ﱠ
)
262. Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebutnyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan sipenerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Pada dasarnya kata Al-Mann berarti al-qath’u (memotong/memutuskan). Karenanya ada ungkapan hablun manī n (tali yang terputus). Kata (al-mann) ini juga terkadang digunakan untuk makna pemberian. Sebab, yang memberikan memotong/mengurangi hartanya untuk orang yang diberi.
89 90
Al maraghi, op.cit. Mahmud al-Sayyid Syaikhun, op.cit.
Makna al-adz ā adalah al-tathā wul wa al-taf ā khur (sombong/congkak) terhadap orang yang diberikan. Al-mann didahulukan dari kata al-adz ā adalah karena al-mann lebih sering terjadi dari pada al-adz ā .91 Dengan demikian, struktur ayat ini adalah termasuk taqd īm
yang
bertujuan untuk menyatakan bahwa yang disebutkan lebih dahulu adalah lebih banyak dari yang setelahnya (al-katsrah ‘al ā al-qillah).
ﱠ
(
)
ﱠ ﱠ
264. Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Pada dasarnya kata Al-Mann berarti al-qath’u (memotong/memutuskan). Karenanya ada ungkapan hablun manī n (tali yang terputus). Kata (al-mann) ini juga terkadang digunakan untuk makna pemberian. Sebab, yang memberikan memotong/mengurangi hartanya untuk orang yang diberi. Makna al-adz ā adalah al-tathā wul wa al-taf ā khur (sombong/congkak) terhadap orang yang diberikan. Al-mann didahulukan dari kata al-adz ā adalah karena al-mann lebih sering terjadi dari pada al-adz ā .92
91 92
Al-Alusi, op.cit .,, h. 33 Ibid
Dengan demikian, ayat ini adalah termasuk taqd īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa yang disebutkan lebih dahulu adalah lebih banyak dari yang setelahnya (al-katsrah ‘al ā al-qillah). Beriman kepada Allah dan hari kemudian
dalam ayat ini termasuk
yang bertujuan untuk menyatakan bahwa yang disebutkan lebih struktur taqd īm
dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan
(
al-sabaq bi I’tib ā r al-wuj ū b
wa al-takl īf )
(
ﱠ )ﱞ
ﱠ
265. Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. Struktur ayat ini adalah termasuk taqd īm yang bertujuan untuk
menyatakan bahwa lafal yang didahulukan merupakan sesuatu yang lebih besar dari lafal yang diakhirkan(al-tadall ī min al-a’l ā il ā al-adnā ). Dalam ayata ini “hujan lebat” diungkapkan lebih dahulu dari “gerimis”.
ﱠ (
ﱠ
)
274. Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. “Malam” dalam ayat ini didahulukan dari siang adalah karena ia lebih dahulu diciptakan dari pada siang. 93 Karenanya, penggalan ayat ini adalah yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut termasuk taqd ī īm ū d lebih dahulu adalah lebih dahulu adanya (al-sabaq ( al-sabaq f ī ī al-wuj ū d ). ).
(
ﱠ ﱠ )
277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Dalam ayat 3 telah disebutkan bahwa iman adalah fondasi semua amal orang-orang yang beriman. Karenanya, ia adalah kewajiban pertama yang harus terpatri pada setiap mukmin. Oleh karena itu, dalam ayat ini ia didahulukan dari “mengerjakan amal saleh”.
93
Ibid .,., jilid 1, h. 429
Dengan demikian, struktur taqd ī īm ayat ini dapat dikategorikan sebagai yang bertujuan untuk menyatakan bahwa yang disebutkan lebih dahulu taqd ī īm
adalah kewajiban yang harus didahulukan
(
ā r al-wuj ū ūb wa al- al-sabaq bi I’tib ā
takl ī īf f ). ). Mendirikan shalat dalam ayat ini didahulukan dari membayar zakat juga merupakan sebagai taqd ī īm ( al-sabaq karena kewajiban yang harus didahulukan (al-sabaq ā r al-wuj ū ūb wa al-takl ī īf bi I’tib ā f ). ).
(
) ﱠ
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Lafal “Allah” dalam ayat ini didahulukan dari “Rasul” adalah untuk mengagungkan-Nya. Karenanya, ayat ini termasuk struktur
taqd ī īm yang
bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang didahulukan adalah Zat Yang Maha Agung (al-ta’zh (al-ta’zh ī m). m).
ﱠ
ﱠ ﱠ ﱠ ﱠ ﱠ ﱠ ﱢ ﱠ
ﲑ
ﱠ ﱠ ﱠ
ﲑ
ﱠ
ﱠ ﱢ ﱠ
(
)
ﱢ ﱠ
282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu), kecuali jika mu`amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
(seorang laki-laki dan dua perempuan). Laki-laki dalam
potongan ayat ini didahulukan dari perempuan adalah untuk menunjukkan kemuliaan laki-laki. Karenanya, ayat ini berstruktur taqd īm dengan kategori untuk menyatakan bahwa lafal yang didahulukan adalah lebih mulia dari yang sesudahnya (li al-tasyr īf ).
ﲑ ﲑ
(kecil maupun besar). Potongan ayat ini adalah termasuk
berstruktur taqd īm dengan kategori menurun dari yang tinggi kepada yang lebih rendah (al-tadall ī min al-a’l ā il ā al-adnā ). Sebab, hutang yang kecil kedudukannya lebih tinggi dari pada hutang yang banyak.
(
)
ﱠ
284. Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi Lafal “langit” didahulukan dari “bumi” adalah karena langit lebih mulia dari bumi. Karenanya, penggalan ayat ini berstruktur (al-tasyr īf )
ﱠ ﱞ
(
) ﲑ
285. Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasulrasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka
mengatakan: "Kami dengar dan kami ta`at". (Mereka berdo`a): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". Penggalan pertama ayat ini adalah termasuk
taqd ī īm yang bertujuan
untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan ( al-sabaq bi I’tib ā f ). ). ā r al-wuj ū ūb wa al-takl ī īf Rasul, sebagai pemimpin orang-orang yang beriman, memiliki kewajiban lebih dahulu dari pada yang dipiminnya untuk mempercayai apa yang ia sampaikan. Penggalan kedua ayat ini adalah perincian hal-hal yang wajib diimani. Ini pun termasuk taqd ī īm yang bertujuan untuk menyatakan bahwa lafal yang disebut lebih dahulu adalah kewajiban yang harus didahulukan
(
al-sabaq bi
I’tib ā f ). ). ā r al-wuj ū ūb wa al-takl ī īf Kewajiban beriman kepada Allah adalah berada sebelum kewajiban mengimani yang lain yang kemudian dirinci dalam ayat ini. Sami’nā wa atha’nā adalah kalimat yang termasuk berstruktur al-sabaq f ī al-wuj ū d hu ūd . Sebab, ketika ayat “wa in tubd ū ū mā f ī ī anfusikum aw tukhf ū ū hu ā h” yuhā sibkum sibkum bihill ā h” dibacakan orang-orang mukmin gundah dan berkata
“siapa yang akan menyelamatkan kami bila kami disalahkan karena kami
menyembunyikan kesedihan dan gangguan di dalam diri kami.” Lalu Nabi menjawab, “katakanlah kami mendengar dan mentaati.” 94
94
Al-Jazairi, op.cit . h. 280
CATATAN SMP ayat 105
ﱢ
ﯿ
ﱠ
ﯾ
ﯾ
*Ibn Shaigh tidak membedakan konteks dalam tabarruk atau yang lainnya. Yang jelas bila kata Allah didahulukan dari yang lain adalah termasuk tabarruk *Yang ditaqdim dari fi’il/jumlah al sabaq fi alwujub, sababiyyah (contoh iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in ī *ukuran ma asykal maknahu adalah meskipun sudah jelas I’rabnya namun tidak bisa difahami maknanya secara tekstual. *bisa jadi yang ditaqdim/ditakkhir tertera dalam ayat atau tidak. Contoh yang tertera=tidak mesti mahdzuf “qaaluu arinallah jahratan menjadi jahratan arinallah. Yang tidak tertera “falaa tu’jibka amwaaluhum…… dalam menafsirkan ayat wa maa yastawii al ahyaa wa lalamwaat, Zamakhsyari mengetak mengetakan an bahwa bahwa ini adalah adalah perump perumpama amaan. an. Al-Ah Al-Ahy y
ia umpamaka umpamakann dengan dengan
H. orang orang yang yang sudah sudah msuk msuk Islam Islam dan al-a al-amw mw t dengan dengan orang orang yang yang masih masih kafir. kafir. 306, j 3 *kriteria tabarruk, memulai sesuatu yang penting dengan nama Allah tidak jelas. Lahaa….tasyrif ’’’’’’’’’’’’
Berikan kami kekuatan untuk menghadapi kekerasan dan kekejaman perang Urutan doa ini adalah sangat indah. Permohonan dikuatkan kesabaran didahulukan karena kesabaranlah yang menguasai hal tersebut lalu dilanjutkan dengan permohonan itsbat al qadam sebagai bagian dari kesabaran dan diakhiri dengan permohonan kemenangan yang merupakan tujuan tertinggi dari doa ini. Sa’ud, 283-284
Kesimpulan
Dari keempat pandangan para ulama tentang taqdim-takkhir kita dapat melihat bahwa: *tidak menyebtukan rahasia apa yang terdapat dalam maa asykal ma’nahu. Al mathlai, 104. Analisa:karena yang dibutuhkan dalam takdim-takkhir semacam ini adalah pemahaman terhadap teks. Apa yang menjadi ukuran maa asykala ma’nahu adalah arti teks sulit difahami meskipun struktur katanya sudah jelas. Contoh
ﯿ *Baik pada model I maupun II taqdim-takkhir Ibn al-Shaigh tidak berkisar pada mendahulukan atau mengakkhirkan musnad atau musnad ilaih seperti metode ulama balaghah dan tidak juga seperti Ibn al-Atsir dan Mufassirun. Taqd m- takkh yang r ia suguhkan cenderung lebih bisa difahami lewat konteks. r kedua sangat sarat dengan muatan norma-norma # Taqd m-takkh jenis Islam. Hal ini berangkat dari kapasitasnya yang dikenal sangat relegius dan sebagai seorang ahli fiqih (faq .h) Pada jenis kedua Taqd m-takkhdalam r poin berikut ini membuktikan muatan norma-norma itu. a. nampaknya, Taqd myang terjadi adalah secara hirarkis, yaitu Allah, malaikat, dan ulul ilmi b. Tabarruk. Contoh…………………….. konsep tabarruk dalam hadits dan qur’an?????????????? Dalam hadits disebutkan “man lam yabda bi bismillah………….. Nampaknya ibn shaigh cenderung kepada konsep ini #bila dilihat secara sekilas antara tabarruk dan takzhim nampak tidak ada perbedaan.al mathla’I tidak melihat perbedaan antara keduanya. H.105 analisa almathlai bisa jadi benar. Sebab, ibn shaigh sendiri tidak memberikan kriteria khusus untuk keduanya. Namun, penulis berpendapata bahwa antara keduanya memiliki perbedaan, yaiatu kriteria takzhim terkait dengan kewajiban hamba kepada Allah sementara tabarruk terkait dengan otoritas Allah #kriteria dzawat al sya’n juga tidak didefinisikannya. Sehingga pada contoh tabarruk dan takzhim tidak berbeda. Karena, keduanya penting. #secara hirarkis memang Allah, tentu saja, lebih mulia dari selain-Nya. Namun, pendahuluan lafal Allah pada contoh tersebut tidak hanya terbatas pada hirarkisme. Lebih jauh contoh itu juga sesuai dengan konsep tabarruk yang difahami umat islam. Dalam contoh untuk tasyrif, ibn shaigh nampaknya melihat kemuliaan dari perspektif fiqh. Hal ini bisa jadi berangkat dari kapasitasnya sebagai ahli fiqih dan ahli nahwu.
Untuk Taqd m-takkhini ribn shaigh di antaranya memberikan contoh ayatayat yang ;mendahuylukan laki-laki dari permpuan. Seperti dalam ayat berikkut:
ﯿ
...
Sesungguhnya orang-orang Islam laki-laki dan orang-orang Islam perempuan… Dalam tata bahasa Arab laki-laki selalu memenangkan kondisi. Misalnya, bila Anda bertemu dengan tiga orang yang dua di antaranya perempuan maka salam Anda menggunakan kata ganti laki-laki (al-sal mu ‘alaikum ), bukan kata ganti wanita (al-sal mu ‘alaikunna ). Dalam bidang fiqih laki-laki selalu dijadikan orang terdepan. Misalnya dalam shalat, warisan, dan lain-lain. Penulis tidak sependapat dengan ibn shaigh. Sebab, menurut jpenulis Taqd m- takkh ini r tidak ada tendensi untuk lebih memuliakan laki-laki dari perempuan. Sebab, dalam al-Qur’an Allah dengan jelas menyatakan bahwa yang membedakan nilai hamba di sisi-Nya adalah ketakwaan. Sebagaimana tertera dalam ayata berikut:
ﷲ Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.
...... Penulis lebih cenderung untuk mengatakan bahwa ini adalah karena laki-laki diciptakan lebih dahulu (al-sabaq f al- j d) Dalam contoh lain ia mengatakan bahwa telinga lebih mulia dari penglihatan di antaranya dengan merujuk kepada ayat-ayat berikut: ﯿ
ﯿ
,
Dalam banyak ayat al-Qur’an didapatkan bahwa kata sama’ atau yang satu pecahan dengannya tidak hanya didahulukan dari bash atau r yang satu pecahan dengannya, namun juga dengan kata-kata yang lain, seperti al-Sam ’u al-‘Al ,mSam ’un Qar. b Nampaknya, tasyrif yang diajukan ibn shaigh tidak bisa dijadikan hujjah untuk struktur Taqd m-takkh . r
Mengenai alasan kenapa pendengaran didahulukan dari penglihatan, al-Rajihi berkata adalah karena seorang bayi lebih cepat mendengar dari pada melihat. Selain itu, daya dengar bisa diperoleh dari berbagai arah. Sementara penglihatan hanya satu arah. Hal ini berlaku untuk semua hamba-hamba Allah kecuali bila ada kepentingan kesusastraan (malhazh bal ghiy) . Abdul Ghani Iwadh al-
Rajihi, Al-Manhaj al-Had ts f
Tafs r Ahsan al-Had ts, h. 83
Namun demikian, hal ini tidak berlaku bagi Allah. Baginya tidak ada perbedaan antara pendengaran yang didahulukan atau penglihatan. Dalam surat kahfi ayat……yang
berbunyi…….didahulukan
dari…..dan
dalam
surat
Thaha…..didhulukan dari……. Dalam hal ini tidak ada yang lebih mulia atau lebih rendah dari yang lain. Apalagi bila konteks lafal dan maknanya menuntut salah satu antara keduanya untuk didahulukan. Ibid Mengenai pernyataan ibn shaigh tentang manusia lebih mulia dari jin karena dalam al-Qur’an ada ayat yang mendahulukan lafal ins (manusia) dari jin seperti dalam surat Al-Rahmãn ayat 39, 56, 74 Al-An’ m/…. :112 Al-Isr /17:88 dan Al Jin…..:5 Al-Mathla’I menyebutkan bahwa lafal jin disebut lebih dahulu dalam alQur’an sebanyak 12 kali, yaitu dalam Al-An’ m/…:13, Al-A’rf/…:38, 179, AlNaml/….:17, Fushshilat/….: 25, 29, Al-Ahq f/…: 18, Al-Dzriyt/…:56, AlRahmn/…:33, Hûd/…:119, Al-Sajadah/….:13, Al-N s/…:6. dengan demikian,
pernyataan ibn shaigh bahwa manusia disebut dalam al-Qur’an lebih dahulu dari jin karena lebih memuliakan manusia adalah salah. Al-Mathla’I, h.114 Ayat berikut memperkuat pendapat Al-Mathla’I bahwa tidak semua ayat yang mendahulukan lafal ins dari jin selalu berfungsi untuk lebih memuliakan manusia dari jin.
(
:... \
)
ﯿ ﯿ
Ayat ini jelas-jelas menyatakan bahwa setan yang berbentuk manusia dan jin adalah musuh setiap Nabi. Menurutnya, taqd´m di sini adalah karena kasus yang lebih besar, yaitu permusuhan manusia kepada Rasul sangat jelas dan penolakannya juga tidak bisa dibantah. Bani Israil misalnya, membangkang terhadap Rasul, bahkan membunuhnya. Sementara jin tidak ada yang membunuh Rasul atau Nabi. Al-Mathla’I, h. 115
*kriteria ma asykal maknahu adalah taqdim maknanya
Al-Sabaq ﯿ
No.
AYAT
ﱠ
TUJUAN
KETERANGAN
1 2
Maa asykal ﱠ
ﯾ
Al-Tabarruk ﯿ
(mendapat berkah)
3
Al-Ta’zh m (mengagungkan ﯿ
4
ﱠﯾ ﯾ
Al-Tasyr f
ﱠ
(memuliakan)
ﯾ
ﱞ (
) (
ﱠﯾ
ﱠ
)
( )
ﯿ
ﱠ ﯾ
5
ﯾ
ﱠ
ﯾﯾ
ﯾ
Al-Mun sabah (kesesuaian)
6
Al-Hatstsu ‘alaih (menganjurkan)
7
ﱠ
ﱠ
ﯾﯿ
ﱠ ﯾ ﯾ Al-Sabaq (lebih
ﯿ ﯾ ﯿ
ﱠ
dahulu)
ﱠﯾ ﯾ
ﯿ ﯾ
ﱠ
ﯿ
ﱠ
ﱠ
ﯾ ﯿ
ﱠ
ﱠ
ﱠ
( )
(
ﱠ
)
( ) (
ﱠ
)
ﱠﯾ
ﯿ
ﯾ
ﱠ
ﯿ
ﯿ
ﱠ
ﱠ
(
)
)
)
ﱠ ﱠ
ﯿ
8 ﱠﱠ
ﱠ Al-Sababiyyah
)
ﱠ ﯿ ﱠ ﯿ
9
ﱠ
ﯿ
)
ﱠ ﯿ
ﱠﱠ
ﱠ
(sebab)
ﱠﱠ
Al-Katsrah ‘al al-qillah
(lebih
banyak 10
ﯾ ﱡ
ﱠ ﱠ ﯾ
ﯾ
Al-Taraqq ﯾ
(meningkat)
11
( )
Al-Tadall (menurun)
(
)
ﯿ
BAB IV Kesimpulan Perspektif ibn al- Shaigh tentang taqd ī m-ta’khī r tidak mengkaji struktur bahasa Arab secara kesuluruhan. Namun, perspektifnya hanya terbatas pada ayat-ayat al- Qur ‘an. Perspektif ini mencoba memahami ayat al- Qur ‘an melalui konteks ketika suatu ayat sulit difahami melalui teks apa adanya. Karenanya, menurut perspektif ini, memahami suatu ayat tidak bisa hanya melalui perangkat gramatikal dan leksikal saja. Ini bisa dilihat pada taqd ī m-ta’khī r yang ia sebut dengan mā asykala ma’nā hu ‘al ā hasab al-zhā hir . Setelah penulis meneliti ayat-ayat yang terdapat dalam surat al- Baqarah yang termasuk struktur taqd ī m-ta’khī r dalam perspektif ibn al- Shaigh, penulis dapat menyimpulkan bahwa ayat-ayat tersebut berpijak pada dua kategori: 1. Ayat-ayat yang tidak dapat dilogikakan, yaitu ayat-ayat yang terkait dengan keimanan, seperti mendahulukan iman kepada Allah dari pada iman kepada yang lainnya, kewajiban shalat dari zakat,
hukum, seperti mendahulukan
dan norma-norma ke-Islaman, seperti
184
untuk mendapat berkah ketika suatu ayat diawali dengan lafal jal âlah atau lebih memuliakan laki-laki dari perempuan. 2. Ayat-ayat yang dapat dilogikakan, yaitu ayat-ayat yang mengandung sejarah, seperti mendahulukan Ibrahim as., dari Ismail, as., hukum alam (sunnatullah), seperti mendahulukan rasa kantuk dari tidur, sebab-akibat, seperti mendahulukan untuk mengakhirkan pemberian rahmat dari pada pemberian taubat. Penulis juga menyimpulkan bahwa jumlah ayat yang dianggap termasuk struktur taqd ī m-taikhī r dalam perspektif Syamsuddin ibn al-Shaigh dalam surat al-Baqarah berjumlah 79 ayat dari 286 ayat. Dalam satu ayat bisa terdiri dari satu sampai tiga struktur, yaitu dengan rincian sebagai berikut : 1. Al-Sabaq bi i’tib ā r al-Wuj ū b sebanyak 23 struktur 2. Al-Tasyr īf sebanyak 21 struktur 3. Al-Sabaq bi i’tib ā r al-Wuj ū d sebanyak 21 struktur 4. Al-Tadall ī sebanyak 4 struktur 5. Al-Sababiyyah sebanyak 12 struktur 6. Munas ā bat al-lafzh li Siy ā q al-Kal ā m sebanyak 3 struktur
184
185
7. Al-Ta’zhm sebanyak 4 struktur 8. M ā Asykala Ma’nā h ‘Al ā Hasab al-Zhā hir sebanyak 2 struktur 9. Al-Taraqq ī sebanyak 2 struktur 10. Al-Katsrah ‘al ā al-Qillah sebanyak 2 struktur Dengan demikian, tidak semua struktur taqd īm -takkhī r yang diajukan Ibn al-Shaigh penulis dapatkan dalam surat al-Baqarah. Perincian ayat-ayat tersebut dapat dilihat dalam lampiran. Struktur taqd īm -takkhī r yang diajukan Syamsuddin ibn al-Shaigh sangat berpeluang untuk menuai kritik. Dalam taqd īm -takkhī r yang berfungsi untuk al- tabarruk misalnya, ia katakan bahwa bila dalam hal yang penting suatu ayat didahului dengan nama Allah maka ayat ini berfungsi untuk al-tabarruk . Ia tidak memberikan kriteria atau batasan yang jelas tentang kalimat “hal yang penting.” Pada hal, ada juga ayat yang berbunyi untuk melaknat dan didahului dengan nama Allah. Misalnya ayat berikut :
(
: \
)
ﷲ
“Mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang bisa melaknati.” (Q.S. Al-Baqarah/2 :159) 185
186
Meskipun begitu struktur dalam perspektif ini tetap sangat penting untuk lebih dalam memahami al-Qur’an.
186
187
LAMPIRAN Ayat-ayat dari surat al- Baqarah yang termasuk dalam perspektif Ibn alShaigh dalam surat al-Baqarah adalah sebagaimana yang tertera dalam tabel berikut: No.
Penggalan
Jenis Taqd ī m-
Urut
Ayat
takkhī r
1.
ﱠ
ﯿﯾ (
)
ﯿ
ﱠ
ﯾ
ﯾ Al-Sabaq
bi 3. Iman kepada yang i’tib ā r al-Wuj ū b ghaib didahulukan dari wa al-Takl ī f shalat dan shalat dari zakat
Al-Tasyr īf
ﯿ
2.
( )
3.
Al-Tasyr īf ( )
4.
( )
ﯿ
ﱠ ﱠ
No. Ayat dan Keterangan
4. Kata ganti kamu (Muhammad, nabi yang masih hidup) didahulukan dari nabinabi yang telah tiada 7. Hati didahulukan dari telinga dan telinga dari mata
Al-Sabaq bi 8. Iman kepada Allah i’tib ā r al-Wuj ū b didahulukan dari hari 187
188
wa al-Takl ī f
5.
(
(
6.
7.
8.
(
)
(
Al-Tasyr īf
Al-Tasyr īf
ﱠﯾ
)
)
)
(
)..
10.
(
18. Shummun(tuli)yang bersumber pada telinga didahulukan dari Bukmun (bisu) yang bersumber pada mulut dan bisu didahulukan dari ‘umyun (buta) yang bersumber pada mata
19. Gelap didahulukan Al-sabaq bi dari guntur dan guntur i’tib ā r al-Wuj ūd dari kilat
)
9.
11.
ﱞ
)
akhirat
)
ﱠ
..
Al-Tasyr īf
20. Pendengaran didahulukan dari penglihatan 21. Yang hidup didahulukan dari yang telah tiada
Al-sabaq bi 22. Bumi didahulukan i’tib ā r al-Wuj ūd dari langit 25.beriman Al-Sabaq bi didahulukan dari i’tib ā r al-Wuj ū b beramal saleh wa al-Takl ī f 26.Nyamuk didahulukan dari yang Al-Tadall ī 188
189
lebih rendah 12.
ﱠ
ﱠ
ﯾ ﯾ
ﯿ (
(
ﯿ
)
ﯿ
)
ﯿ
13.
Al-Sababiyyah
(
ﱠ
)
ﯿ
14. )
Al-Tasyr īf
)
15.
Al-Sababiyyah
(
)
16.
Al-Tasyr īf
(
)
ﱠ ﯿ
ﱠﱠ
Al-Sababiyyah
17.
ﱠ 18.
bi 27.(kewajiban perjanjian i’tib ā r al-Wuj ū b menepati) kepada Allah wa al-Takl ī f didahulukan dari (kewajiban) silaturrahmi dan merusak di muka bumi
ﯾ Al-Sabaq
ﱠ (
)
ﱠ ﯿ
ﯿ
32. Maha Mengetahui didahulukan dari Maha Bijaksana 33. Langit didahulukan dari bumi 34. didahulukan sombong
Menolak dari
35. Laki-laki (Adam) didahulukan dari perempuan (Siti Hawwa) 37. Maha Penerima taubat didahulukan dari Maha Pengasih
43. Shalat didahulukan Al-Sabaq bi dari zakat dan zakat dari i’tib ā r al-Wuj ū b shalat berjamaah 189
190
wa al-Takl ī f 19.
ﯿ
ﯾﱢ
ﯾ (
(
)
)
ﱠ ﯿ
ﱠﱠ
20.
Al-Sababiyyah
(
(
)
ﱠ
ﯿ
)
Al-Sababiyyah (
23.
(
24.
ﯿ ﯾﯾ
)
)
ﯾ
ﱠ
66. Dunia didahulukan dari akhirat
ﱠﯾ (
26.
64. Pemberian taubat didahulukan dari pemberian rahmat
Al-Sabaq bi i’tib ā r al-Wuj ū d 68. Tua didahulukan dari muda Al-Tadall ī
ﱠ
25.
54.Maha Penerima taubat didahulukan dari Maha Pengasih
62. Iman kepada Allah Al-Sabaq bi didahulukan dari hari i’tib ā r al-Wuj ū b akhirat dan hari akhirat dari beramal saleh wa al-Takl ī f
ﱠ
ﯿ
21.
22.
Menyembelih anak lakilaki didahulukan dari Munā sabat al- membiarkan hidup Lafzh li Siy ā q anak-anak perempuan al-Kal ā m
ﯿ ﯿ (
)
ﱠ
82. beriman dari Al-Sabaq bi didahulukan i’tib ā r al-Wuj ū b beramal saleh wa al-Takl ī f 83. Berbuat baik ﯿ bi kepada orang tua ﱠ Al-Sabaq i’tib ā r al-Wuj ū b didahulukan dari anakwa al-Takl ī f anak yatim dan orang)
190
191
orang miskin dan juga didahulukan dari shalat. (
ﱠ
)
ﱠ
ﯿ
27.
ﱠ 28.
(
(
ﯿ
)
)
83. Shalat didahulukan Al-Sabaq bi dari zakat i’tib ā r al-Wuj ū b wa al-Takl ī f 98. Allah didahulukan dari yang lainnya Al-Ta’zhī m
ﯾ
98. Jibril didahulukan dari Mikail
29.
(
ﯿ
)
Al-Tasyr īf
30. (
ﱠ
)
Al-Tasyr īf
103. Al-Sabaq bi didahulukan i’tib ā r al-Wuj ū b bertakwa wa al-Takl ī f
31.
(
ﱠ
)
32.
Al-Tasyr īf (
ﱠ
)
ﱠ
ﯿ
33.
(
.. ﱡ ﯿ
)
34.
( 35.
)
ﱠ
102. Suami didahulukan dari istri Beriman dari
107. Langit didahulukan dari bumi
110. shalat didahulukan Al-Sabaq bi dari zakat i’tib ā r al-Wuj ū b wa al-Takl ī f 114. Dunia didahulukan Al-sabaq bi dari akhirat i’tib ā r al-Wuj ūd 116.
Langit 191
192
Al-Tasyr īf (
ﱠ
)
didahulukan dari bumi 117. Langit didahulukan dari bumi
ﯾ
36.
Al-Tasyr īf (
ﯿ
)
124. Obyek M ā Asykala didahulukan dari pelaku Ma’nā hu bi hasab al-Zhā hir
37.
38.
(
(
40.
( 41.
42.
43.
ﯿ
ﯿ
ﯿ
ﱠ
125. Ibrahim Al-sabaq bi didahulukan dari Isma’il i’tib ā r al-Wuj ū d
126. Iman kepada Allah didahulukan dari Hari Al-Sabaq bi Akhir i’tib ā r al-Wuj ū b ﯿ wa al-Takl ī f 126. Dari segi makna ( ) ayat 126 seharusnya ( ) ﯿ ﯾ berada setelah ayat 127 M ā Asykala Ma’nā hu bi hasab al-Zhā hir ) ﯿ .. ﯿ 127. Ibrahim didahulukan dari Isma’il Al-sabaq bi ﯿ ﱠi’tib ā r al-Wuj ū d 128. orang tua (Ibrahim ( ) .. ﱢﱠﯾ as.) didahulukan dari Al-Sabaq bi anak-cucu i’tib ā r al-Wuj ū b ﱠ ﱠwa al-Takl ī f ( ) ﱠ ﯿ 128. Maha Penerima
)
39.
)
..
taubat didahulukan dari 192
193
(
ﯿ
)
Al-Sababiyyah
Maha Pengasih
Al-Sababiyyah
129. Maha Perkasa didahulukan dari Maha Bijaksana
ﯾ
44.
(
)
..
ﱡﯿ
45. (
ﯿ ﯿ ﯾ
)
46. (
)
Al-Sababiyyah
132. didahulukan Al-sabaq bi Ya’qub i’tib ā r al-Wuj ū d
47.
Al-Tasyr ī f (
)
ﯿ ﯾ
49.
ﯿ
(
ﱠ ﯿ
ﯿ ﯿ
50. (
ﯾ 51.
)
)
ﱠ
133. Yang hidup didahulukan dari yang mati
136. Kewajiban beriman kepada Allah ﯾ Al-sabaq bi didahulukan dari iman ﯿ i’tib ā r al-Wuj ū d kepada kitab-kitab
ﱠ ﯿﱡ ﯿ
ﯿ (
Ibrahim dari
134. Umat yang lalu didahulukan dari umat Al-sabaq bi sekarang i’tib ā r al-Wuj ū d 136. Nama-nama ini bi dimulai dari yang lebih ﱠ ﯿﱡ Al-sabaq i’tib ā r al-Wuj ū d dahulu ada
48.
ﯿ
130. Dunia didahulukan dari akhirat
)
Al-sabaq
140. Ini adalah urutan nabi-nabi yang ada bi lebih dahulu 193
194
ﱠ 52.
(
(
53.
)
)
ﱠ ) ﱠ
54. (
ﱠ
55.
ﱠ
ﱠ ﯾ (
56.
ﯿﱠ
(160 )
(
)
ﱠ ﯿ
ﱠﱠ
i’tib ā r al-Wuj ū d 141. Umat yang lalu Ini didahulukan dari umat Al-sabaq bi sekarang i’tib ā r al-Wuj ū d 152. Dzikir didahulukan pemberian Al-Sababiyyah dari ganjaran (dari Allah) 158. Shafa didahulukan Al-Sabaq bi dari Marwah i’tib ā r al-Wuj ū b ﯾwa al-Takl ī f 159. Allah didahulukan ) dari yang lain Al-Ta’zhī m 160. Kewajiban bertaubat didahulukan Al-Sabaq bi dari mengadakan i’tib ā r al-Wuj ū b perbaikan dan wa al-Takl ī f mengadakan perbaikan dari menjelaskan kebenaran
57.
Al-Sababiyyah (
)
ﱠ
ﱠ
58.
Al-Ta’zhī m 59.
(
)
ﱠ
160. Maha Penerima taubat didahulukan dari Maha Pengasih 161. Allah didahulukan dari yang lain 164. Langit didahulukan dari bumi 194
195
Al-Tasyr ī f 60.
(
ﱠ
)
164. Langit didahulukan dari bumi
ﯿ
Al-Tasyr ī f 61.
(
ﱠ
)
ﱠﯿ
Al-sabaq bi i’tib ā r al-Wuj ū d 177. Ini adalah urutan hal-hal yang wajib diimani lalu urutan ﱢ Al-Sabaq bi orang-orang yang wajib i’tib ā r al-Wuj ū b diberikan infaq dan ﱠwa al-Takl ī f diakhiri dengan kewajiban mendirikan shalat, membayar zakat, dan menepati janji
ﱠ ﯿ ﱠ ﯿﱢﯿ
62.
ﯿ
ﱠ ﯿ
ﱠ
ﱠﯿ
(
ﯿ
ﱢ
) ..
63. (
ﱢ
)
164. Malam didahulukan dari siang
178. Orang merdeka didahulukan dari budak
ﱡ
Al-Tasyr ī f 64.
ﯿﱠ
ﯾ ﯿ
(
)
65.
ﱢﯿ (
66.
ﯿ )
180. Kewajiban berwasiat kepada orang tua didahulukan dari Al-Sabaq bi saudara-saudara i’tib ā r al-Wuj ū b wa al-Takl ī f 183. Yang hidup didahulukan dari yang mati (kalian dan orang ﱠ ﯾ Al-Tasyr ī f orang sebelum kalian) 186. Perintah untuk memenuhi perintah 195
196
ﯿ (
ﯿ ﯿ ﱠ ﯾ
)
Munā sabat al Lafzh li Siyā q al-Kalā m
196. Tiga hari didahulukan dari tujuh hari
67.
ﱢ
ﯾﱠ (
ﯿ
Al-Taraqq ī
)
Allah didahului dari perintah untuk beriman kepada-Nya
201. Dunia didahulukan dari akhirat
68.
ﱡﯿ 69.
(
)
(
)
ﯿ
ﯾ
Al-Sabaq bi i’tib ā r al-Wuj ū d 209. Maha Perkasa didahulukan dari Maha Al-Sababiyyah Bijaksana
(
)
(
)
215. Ini adalah urutan orang-orang yang wajib Al-Sabaq bi diberi infaq i’tib ā r al-Wuj ū b ﯾ ﯿwa al-Takl ī f 217. Dunia didahulukan ) ﯿ dari akhirat ﱡﯿ Al-Sabaq bi Berjalan i’tib ā r al-Wuj ū d 239. didahulukan dari berkendaraan
)
247. Maha Luas didahulukan dari Maha Mengetahui
70.
ﯿ 71.
ﯿ (
72.
Al-Taraqq ī
73.
( 74.
(
)
ﯿ
ﱠ
Munā sabat al Lafzh li Siyā q al-Kalā m
Al-Sabaq
248. Musa as., didahulukan dari Harun bi as. 196
197
i’tib ā r al-Wuj ūd 251. didahulukan hikmah
75.
(
ﱠ
)
Al-Sabaq bi Kantuk i’tib ā r al-Wuj ūd 255. didahulukan dari tidur
76.
(
Al-Sabaq bi 255. Langit i’tib ā r al-Wuj ūd didahulukan dari bumi
)
77.
78.
(
ﱠ
)
(
ﱠ
)
Al-Tasyr ī f
255. Langit didahulukan dari bumi
Al-Tasyr ī f
255. Dunia didahulukan dari akhirat
79. (
80.
Kerajaan dari
ﯿ ﯾﯾ
)
ﯿ
Menghidupkan Al- Sabaq bi 258. dari i’tib ā r al-Wuj ūd didahulukan mematikan ﯿ ﯾ Al- Sabaq bi ﯿ i’tib ā r al-Wuj ūd 260. Maha Perkasa didahulukan dari Maha Bijaksana
ﯾﯿ (
)
81.
(
)
ﯿ
ﯾ
Al-Sababiyyah
82.
(
Al-Katsrah ‘al ā 264. Menyebut-nyebut al-Qillah didahulukan dari menyakiti
)
83
(
)
262. Menyebut-nyebut didahulukan dari menyakiti
ﱢ
Al-Katsrah ‘al ā 197
198
al-Qillah
84.
ﱠ
ﯿ
ﯾ (
)
85. )ﱞ
( 86.
(
ﱠ
)
ﱠﯿ
87.
ﱠ (
ﱠ
)
88.
(
ﱠ
)
89
90.
(
ﱠ
)
Al-Sabaq bi i’tib ā r al-Wuj ū b 265. Hujan lebat wa al-Takl ī f didahulukan dari gerimis Al-Tadall ī 274. Malam didahulukan dari siang Al-Sabaq bi 277. Mendirikan shalat i’tib ā r al-Wuj ūd didahulukan dari membayar zakat Al-Sabaq bi Beriman i’tib ā r al-Wuj ū b 277. didahulukan dari wa al-Takl ī f beramal saleh Al-Sabaq bi i’tib ā r al-Wuj ū b 279. Allah didahulukan wa al-Takl ī f dari yang lain Al-Ta’zhī m
(
Laki-laki dari
Al-Tasyr ī f
282. didahulukan perempuan
Sedikit dari
Al-Tadall ī
282. didahulukan banyak
ﯿ
)
91. (
)
ﯿ
ﯿ
92. (
)
..
264. Iman kepada Allah didahulukan dari Hari Akhir
284. Langit didahulukan dari bumi
ﱠ
Al-Tasyr ī f 198
199
93.
ﱠ
ﱞ (
)
94. (
)
285. Iman kepada Allah didahulukan dari iman Al-Sabaq bi kepada malaikat dan i’tib ā r al-Wuj ū b lalu kepada kitab-Nya wa al-Takl ī f 285. Mendengar didahulukan dari Al-Sabaq bi mentaati i’tib ā r al-Wuj ū b wa al-Takl ī f
199
200
No.
AYAT
JENIS/TUJUAN
1
KETERANGAN
M ā asykala ma’nā hu ‘al ā hasab al-zhā hir ﯿ ( (
(
)
)
ﯿ
Dari segi makna ayat 126 seharusnya berada setelah ayat 127
)
ﯾ
ﯿ
2
Obyek didahulukan dari pelaku Al-Tabarruk (mendapat berkah) Al-Ta’zh ī m (mengagungkan)
3
ﯾ
ﱠ
Semua ayat ini mendahulukan nama Allah dari
200
201
( ( (
yang lainnya
ﱠ
)
ﱠ
) (
ﯿ
)
ﱠ ﯾ
ﱠ
)
ﯾ
ﱠ
4
Al-Tasyr ī f (memuliakan) ﱠﯾ ﯾ
ﯿ ﯾ
( )
(
ﱠﯾ
) (
Ayat 4, 21, 133, dan 183 mendahulukan yang hidup dari yang mati
)
ﱢﯿ
ﯿ ﱠﯾ
(
ﱠ
)
ﱠ
Hati didahulukan dari telinga dan telinga dari mata
( )
(
)
ﱞ
Shummun(tuli)yang bersumber pada telinga didahulukan 201
202
dari Bukmun (bisu) yang bersumber pada mulut dan bisu didahulukan dari ‘umyun (buta) yang bersumber pada mata
(
Pendengaran didahulukan dari penglihatan
)
( ( (
ﱠ
)
ﱠ
)
ﱞ
)
ﱠ
( (
ﱠ
)
( )
(
)
ayat 117, 284 dari
ﯾ
ﱠ
)
(
Langit dalam 33, 107, 116, 164, 255, didahulukan bumi
ﯿ
ﱠ
)
ﯿ
ﱠ ﱠ (
)
ﯿﱡ ..
ﱠ
202
203
(
)
(
ﯿ
)
(
)
(
)
Laki-laki (Adam) dalam ayat 35 didahulukan dari perempuan (Siti Hawa), begitu pula dalam ayat 102 dan 282.
ﯿ
ﱢ
ﱡ
Orang merdeka didahulukan dari budak.
5
Munā sabah Siy ā q al-Kal ā m (kesesuaian konteks pembicaraan) (
)
ﱠ
ﯿ
ﯾ
ﯿ
ﯿ (
)
ﯾﱢ
Menyembelih anak laki-laki didahulukan dari membiarkan hidup anak-anak perempuan
ﯿ
Perintah untuk memenuhi perintah Allah didahului dari perintah untuk beriman kepadaNya
ﯾ
203
204
(
ﱠ
ﯿ
)
Maha Luas didahulukan dari Maha Mengetahui
6
Al-Hatstsu ‘alaih (menganjurkan) Al-Sabaq (lebih dahulu)
7
ﱠ
ﯿﯾ
ﯿ
(
ﱠ
ﯿ
ﯿ
ﱠ
ﯿ
) ( (
)
(
)
ﱠ
ﯾ
( ) (
ﱠ
ﯾ
)
ﱠ
ﱠﯾ
ﯾ
ﱠ
ﯿ
)
ﯾ
ﱠ
ﱠﯾ
ﱠ
ﱠﯾ
Ayat 3, 8, 126, 264, 25, 27, 43, 62, 82, 83, 110, 103, 215, 128, 136, 158, 160, 177, 180, dan 258 adalah termasuk jenis al- sabaq bi
I’tib ār
wuj ūb takl ī f ).
ﱠ
ﯾ
ﱠ
ﯾ ﯾ (
)
ﱠﯾ ﯿ ﯿ
wa
Dalam ayat 3, 8, 126,dan264, Kewajiban beriman kepada yang ghaib didahulukan dari shalat dan zakat
Dalam ayat 25 dan kewajiban al- 82 beriman al- didahulukan dari beramal saleh Dalam ayat 27 Perjanjian kepada Allah adalah kewajiban pertama yang mereka langgar, kemudian memutus hubungan yang Allah perintahkan untuk menyambungnya, 204
205
dan membuat kerusakan di bumi.
ﱠ
ﱠ
ﯿ
(
ﱠ ﯿ
)
Iman kepada Allah didahulukan dari iman kepada hari akhir dan iman kepada hari akhir didahulukan dari beramal saleh.
ﱠ
ﯿ
(
ﯿ
)
ﱠ
Ini adalah urutan orang-orang yang harus diperlakukan dengan baik lalu disusul dengan kewajiban shalat yang didahulukan dari membayar zakat
ﯿ
Kewajiban mendirikan shalat dalam ayat 110 dan 277
ﯾ
ﱠ
ﯿ (
(
)
(
)
)
ﯿ
ﱠ
ﱠ ﱠ
ﱠ ﱠ
Kewajiban shalat lebih didahulukan dari membayar zakat dan shalat berjamaah
205
206
didahulukan dari membayar zakat
(
ﯿ (
)
ﱠ
ﱠ
)
ﯾ
Ini adalah urutan orang-orang yang wajib diberi infaq
ﯿ
ﯿ
ﯿ
ﱢﯾﱠ
ﯿ
ﱠ
ﯿ (
)
ﱠ
ﯿ ﯾ
Kewajiban beriman didahulukan dari bertakwa
Kewajiban beriman kepada Allah didahulukan dari iman kepada kitabkitab
ﱠ
ﯿ
ﯿ
ﯿ (
ﱠ ﯿﱡ
)
ﱠ (
ﯿﱠ (160 )
ﱠ ) ﱠ ﱠ ﱠﯾ
ﯿ
Permohonan untuk keselamatan diri didahulukan dari anak-cucu.
Kewajiban sa’I diawali dari shafa
Kewajiban bertaubat didahulukan mengadakan perbaikan menjelaskan
dari dan
206
207
kebenaran
ﱠ ﱠ ﯿﱢﯿ
ﯿ
ﱢ ﯿ
ﯿ
ﱢ
ﱠ ﯿ
ﱠﯿ
ﱠ
ﱠ (
)
bi
I’tib ār
Ini adalah urutan hal-hal yang wajib diimani lalu urutan orang-orang yang wajib diberikan infaq dan diakhiri dengan kewajiban mendirikan shalat, membayar zakat, al- dan menepati janji
wuj ūd .
ﯿ
ﯿﱠ
ﯾ (
Kewajiban berwasiat kepada orang tua didahulukan dari saudara-saudara
)
ﱠ
ﱞ (
(
ﱠ
)
Iman kepada Allah didahulukan dari iman kepada malaikat dan lalu kepada kitab-Nya Mendengarkan didahulukan dari mentaati
)
ﱠ ﱠﯾ
Kewajiban beriman didahulukan dari
207
208
(
(
ﯿ ﯾﯾ
)
(
)
beramal saleh
Dunia didahulukan dari akhirat Gelap didahulukan dari guntur dan guntur didahulukan dari kilat
)
(
ﱠ
)
Dunia diciptakan lebih dahulu dari langit
ﱡﯿ (
)
ﯿ
ﱠ (
ﱡﯿ )
ﱠ ﯿ
ﱡﯿ (
)
(
)
( (
)
ﯿ
)
ﯿ
(
Dalam ayat 114, 130, 201, dan 217 dunia didahulukan dari akhirat
ﱡﯿ
ﯿ
ﯿ ﯿ
)
ﯿ ﯿ ﯾ
Pada ayat 125 dan 208
209
ﯿ
ﯿ ﯾ
(
ﱠ ﯿﱡ
)
(
ﯿ
Ibrahim didahulukan Ya’qub as.
)
ﯾ
ﯿ
(
)
(
ﱠ
ﯿ (
(
)
ﱠ
)
ﯿ
127 Ibrahim as., didahulukan dari isma’il as.
ﯿ
ﯾ ﯿ
)
ﱠ (
)
Ini adalah urutan nabi-nabi yang ada lebih dahulu
Musa didahulukan Harun as.
ﯾﯿ
as., dari
as., dari
Susunan namanama ini adalah sesuai dengan yang ada lebih dahulu
Kerajaan yang Allah berikan kepada Daud as., lebih dahulu dari pada hikmah
209
210
(
ﱠ
)
ﱠﯿ
ﱠﯿ
ﱠﯾ
ﯾ (
(
(
)
Menghidupkan didahulukan dari mematikan
)
ﱠ
Pada ayat 134 dan 141 umat yang telah berlalu didahulukan dari lawan bicara yang masih hidup
)
ﯿ ﯾﯾ
Pada ayat 164 dan 274 malam didahulukan dari siang karena Allah lebih dahulu menciptakan malam dari siang
Rasa kantuk didahulukan dari tidur Dunia didahulukan dari akhirat
8
Al-Sababiyyah (sebab) 210
211
(
(
)
ﯿ
ﯿ
) (
ﯿ
ﯾ ﯿ
) (
( ( (
) )
(
)
)
(
)
ﱠ ﯿ
)
ﯿ
ﯾ
ﱠﱠ ﱠ ﯿ
ﱠ
ﱠ ﯿ
ﱠﱠ ﱠﱠ
ﱠ ﯿ
ﱠﱠ
)
ﯿ
)
ﱠ ﱠ
ﯾ
ﱠ
ﱠ
Maha Mengetahui didahulukan dari Maha Bijaksana Dalam ayat 129, 209, dan 260 Maha Mulia didahulukan dari Maha Bijaksana
Maha Penerima taubat dalam ayat 37, 54, 128, dan 160 didahulukan dari Maha Pengasih Menolak didahulukan sombong
(
dari
)
Pemberian taubat dari Allah (fadhlullah) didahulukan dari rahmat Dzikir kepada
hamba Allah 211
212
memunculkan dzikir (pemberian ganjaran) Allah kepadanya
9
( (
10
(
)
Al-Katsrah ‘alā alqillah (lebih banyak
ﱢ
)
Al-Taraqq ī (meningkat)
)
Dalam ayat 262 dan 264 menyebutnyebut (al-mann) didahulukan dari menyakiti (al-adz ā ) Berjalan didahulukan dari berkendaraan
Al-Tadall ī (menurun)
11 (
) (
) )ﱞ
( ( (
ﱢ
ﯾ
)
ﯾ ﯿ
)
ﯿ
ﯾﱠ (
Nyamuk didahulukan dari yang lebih rendah darinya
ﯿ )
Tua (f ā ridhun) didahulukan dari muda (bikr ) Hujan lebat (w ā bilun) didahulukan dari hujan gerimis (thallun)
212
213
Satu hari didahulukan dari beberapa hari Hutang yang kecil didahulukan dari hutang yang besar Puasa tiga didahulukan tujuh hari
hari dari
CATATAN SMP ayat 105
*batasan penting tidak jelas *maa asykala ma’nahu bisa terjadi antar ayat (taqdim-tak ibn shaigh)
ﱢ
ﯿ
ﱠ
ﯾ
ﯾ
*Ibn Shaigh tidak membedakan konteks dalam tabarruk atau yang lainnya. Yang jelas bila kata Allah didahulukan dari yang lain adalah termasuk tabarruk *Yang ditaqdim dari fi’il/jumlah al sabaq fi alwujub, sababiyyah (contoh iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in ī
213
214
*ukuran ma asykal maknahu adalah meskipun sudah jelas I’rabnya namun tidak bisa difahami maknanya secara tekstual. *bisa jadi yang ditaqdim/ditakkhir tertera dalam ayat atau tidak. Contoh yang tertera=tidak mesti mahdzuf “qaaluu arinallah jahratan menjadi jahratan arinallah. Yang tidak tertera “falaa tu’jibka amwaaluhum…… dalam menafsirkan ayat wa maa yastawii al ahyaa wa lalamwaat, Zamakhsyari mengetakan bahwa ini adalah perumpamaan. Al-Ahy
ia umpamakan dengan
orang yang sudah msuk Islam dan al-amw t dengan orang yang masih kafir. H.
306, j 3 *kriteria tabarruk, memulai sesuatu yang penting dengan nama Allah tidak jelas. Lahaa….tasyrif ’’’’’’’’’’’’
Berikan kami kekuatan untuk menghadapi kekerasan dan kekejaman perang Urutan doa ini adalah sangat indah. Permohonan dikuatkan kesabaran didahulukan karena kesabaranlah yang menguasai hal tersebut lalu dilanjutkan dengan permohonan itsbat al qadam sebagai bagian dari kesabaran dan diakhiri dengan permohonan kemenangan yang merupakan tujuan tertinggi dari doa ini. Sa’ud, 283-284
Kesimpulan Dari keempat pandangan para ulama tentang taqdim-takkhir kita dapat melihat bahwa: *tidak menyebtukan rahasia apa yang terdapat dalam maa asykal ma’nahu. Al mathlai, 104. Analisa:karena yang dibutuhkan dalam takdim-takkhir semacam ini adalah pemahaman terhadap teks. Apa yang menjadi ukuran maa asykala ma’nahu adalah arti teks sulit difahami meskipun struktur katanya sudah jelas. Contoh
214
215
ﯿ *Baik pada model I maupun II taqdim-takkhir Ibn al-Shaigh tidak berkisar pada mendahulukan atau mengakkhirkan musnad atau musnad ilaih seperti metode ulama balaghah dan tidak juga seperti Ibn al-Atsir dan Mufassirun. Taqd m- takkh yang r ia suguhkan cenderung lebih bisa difahami lewat konteks. r kedua sangat sarat dengan muatan norma-norma # Taqd m-takkh jenis Islam. Hal ini berangkat dari kapasitasnya yang dikenal sangat relegius dan sebagai seorang ahli fiqih (faq .h) Pada jenis kedua Taqd m-takkhdalam r poin berikut ini membuktikan muatan norma-norma itu. a. nampaknya, Taqd myang terjadi adalah secara hirarkis, yaitu Allah, malaikat, dan ulul ilmi b. Tabarruk. Contoh…………………….. konsep tabarruk dalam hadits dan qur’an?????????????? Dalam hadits disebutkan “man lam yabda bi bismillah………….. Nampaknya ibn shaigh cenderung kepada konsep ini #bila dilihat secara sekilas antara tabarruk dan takzhim nampak tidak ada perbedaan.al mathla’I tidak melihat perbedaan antara keduanya. H.105 analisa almathlai bisa jadi benar. Sebab, ibn shaigh sendiri tidak memberikan kriteria khusus untuk keduanya. Namun, penulis berpendapata bahwa antara keduanya memiliki perbedaan, yaiatu kriteria takzhim terkait dengan kewajiban hamba kepada Allah sementara tabarruk terkait dengan otoritas Allah #kriteria dzawat al sya’n juga tidak didefinisikannya. Sehingga pada contoh tabarruk dan takzhim tidak berbeda. Karena, keduanya penting. #secara hirarkis memang Allah, tentu saja, lebih mulia dari selain-Nya. Namun, pendahuluan lafal Allah pada contoh tersebut tidak hanya terbatas pada hirarkisme. Lebih jauh contoh itu juga sesuai dengan konsep tabarruk yang difahami umat islam. Dalam contoh untuk tasyrif, ibn shaigh nampaknya melihat kemuliaan dari perspektif fiqh. Hal ini bisa jadi berangkat dari kapasitasnya sebagai ahli fiqih dan ahli nahwu.
215
216
Untuk Taqd m-takkhini ribn shaigh di antaranya memberikan contoh ayatayat yang ;mendahuylukan laki-laki dari permpuan. Seperti dalam ayat berikkut:
ﯿ
...
Sesungguhnya orang-orang Islam laki-laki dan orang-orang Islam perempuan… Dalam tata bahasa Arab laki-laki selalu memenangkan kondisi. Misalnya, bila Anda bertemu dengan tiga orang yang dua di antaranya perempuan maka salam Anda menggunakan kata ganti laki-laki (al-sal mu ‘alaikum ), bukan kata ganti wanita (al-sal mu ‘alaikunna ). Dalam bidang fiqih laki-laki selalu dijadikan orang terdepan. Misalnya dalam shalat, warisan, dan lain-lain. Penulis tidak sependapat dengan ibn shaigh. Sebab, menurut jpenulis Taqd m- takkh ini r tidak ada tendensi untuk lebih memuliakan laki-laki dari perempuan. Sebab, dalam al-Qur’an Allah dengan jelas menyatakan bahwa yang membedakan nilai hamba di sisi-Nya adalah ketakwaan. Sebagaimana tertera dalam ayata berikut:
ﷲ Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.
...... Penulis lebih cenderung untuk mengatakan bahwa ini adalah karena laki-laki diciptakan lebih dahulu (al-sabaq f al- j d) Dalam contoh lain ia mengatakan bahwa telinga lebih mulia dari penglihatan di antaranya dengan merujuk kepada ayat-ayat berikut: ﯿ
ﯿ
,
Dalam banyak ayat al-Qur’an didapatkan bahwa kata sama’ atau yang satu pecahan dengannya tidak hanya didahulukan dari bash atau r yang satu pecahan dengannya, namun juga dengan kata-kata yang lain, seperti al-Sam ’u al-‘Al ,mSam ’un Qar. b
216
217
Nampaknya, tasyrif yang diajukan ibn shaigh tidak bisa dijadikan hujjah untuk struktur Taqd m-takkh . r Mengenai alasan kenapa pendengaran didahulukan dari penglihatan, al-Rajihi berkata adalah karena seorang bayi lebih cepat mendengar dari pada melihat. Selain itu, daya dengar bisa diperoleh dari berbagai arah. Sementara penglihatan hanya satu arah. Hal ini berlaku untuk semua hamba-hamba Allah kecuali bila ada kepentingan kesusastraan (malhazh bal ghiy) . Abdul Ghani
Iwadh al-Rajihi, Al-Manhaj al-Had ts f
Tafs r Ahsan al-Had ts, h.
83 Namun demikian, hal ini tidak berlaku bagi Allah. Baginya tidak ada perbedaan antara pendengaran yang didahulukan atau penglihatan. Dalam surat kahfi ayat……yang
berbunyi…….didahulukan
dari…..dan
dalam
surat
Thaha…..didhulukan dari……. Dalam hal ini tidak ada yang lebih mulia atau lebih rendah dari yang lain. Apalagi bila konteks lafal dan maknanya menuntut salah satu antara keduanya untuk didahulukan. Ibid
217
218
Mengenai pernyataan ibn shaigh tentang manusia lebih mulia dari jin karena dalam al-Qur ’an ada ayat yang mendahulukan lafal ins (manusia) dari jin seperti dalam surat Al-Rahmãn ayat 39, 56, 74 Al-An ’m/…. :112 Al-Isr /17:88 dan Al-Jin…..:5 AlMathla’I menyebutkan bahwa lafal jin disebut lebih dahulu dalam al-Qur ’an sebanyak
12
kali,
yaitu
dalam
Al-An ’m/…:13, Al-A’rf/…:38,
179,
Al-
Naml/….:17, Fushshilat/….: 25, 29, Al-Ahq f/…: 18, Al-Dz riyt/…:56, AlRahmn/…:33, Hûd/…:119, Al-Sajadah/….:13, Al-N s/…:6. dengan demikian, pernyataan ibn shaigh bahwa manusia disebut dalam al-Qur ’an lebih dahulu dari jin karena lebih memuliakan manusia adalah salah. Al-Mathla I, h.114 ’
Ayat berikut memperkuat pendapat Al-Mathla ’I bahwa tidak semua ayat yang mendahulukan lafal ins dari jin selalu berfungsi untuk lebih memuliakan manusia dari jin.
(
:... \
)
ﯿ ﯿ
Ayat ini jelas-jelas menyatakan bahwa setan yang berbentuk manusia dan jin adalah musuh setiap Nabi. Menurutnya, taqd´m di sini adalah karena kasus yang lebih besar, yaitu permusuhan manusia kepada Rasul sangat jelas dan penolakannya juga tidak bisa dibantah. Bani Israil misalnya, membangkang terhadap Rasul, bahkan membunuhnya. Sementara jin tidak ada yang membunuh Rasul atau Nabi. AlMathla I, h. 115 ’
*kriteria ma asykal maknahu adalah taqdim maknanya
218