KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA PATI PISANG HASIL MODIFIKASI CROS CROSS L I NKI NG
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Seminar Teknologi Pangan (N10B1031)
OLEH NADIA RAFIDA 240210120046
UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN JATINANGOR 2015
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL
: KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA PATI PISANG HASIL MODIFIKASI CROSS LINKING
NAMA
: NADIA RAFIDA
NPM
: 240210120046 240210120046
JURUSAN
: TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
Dijukan untuk Mata Kuliah Seminar Teknologi Pangan N10B381
Menyetujui dan Mengesahkan, Dosen Pembimbing
Yana Cahyana, STP., DEA., PhD NIP. 19750311 200801 1 009
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dimana atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Karakteristik Fisikokimia Pati Pisang Hasil Modifikasi Cross Linking ” yang diajukan untuk mata kuliah Seminar Teknologi Pangan (N10B381). Makalah ini dapat selesai karena bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Yana Cahyana, STP., DEA., PhD sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan makalah ini.
2.
Dr. Ir. Moh. Djali, Ms sebagai dosen wali dari penulis
3.
Endah Wulandari, STP., M.Si, Nandi Sukri, S.Pi., Msi, Gemilang Lara Utama Saripudin, S.Pt. M.I.L, dan Heni Radiani Arifin, STP., MP sebagai dosen pengampu Mata Kuliah Seminar Teknologi Industri Pangan
4.
Ayah, Mamah, Kakak serta senior dan rekan-rekan Teknologi Industri Pangan Angkatan 2012 yang telah memberikan dukungan, doa dan motivasi Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Jatinangor, Oktober 2015 Penulis
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2
Tujuan ............................................................................................................ 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pisang ............................................................................................................ 3
2.2
Pati ................................................................................................................. 4
2.3
Modifikasi Pati .............................................................................................. 6
2.4
Metode Ikatan Silang ..................................................................................... 8
2.5
Modifikasi Pati Fosfat ................................................................................... 9
2.5.1 Sodium Tripolifosfat (STPP) ......................................................................... 9 2.5.2 Sodium Trimetafosfat (STMP) .................................................................... 10 2.6
Pengaruh Modifikasi Ikatan Silang Terhadap Karakteristik Pati ................ 10
2.6.1 Swelling Power dan Solubility .................................................................... 11 2.6.2 Freeze-Thaw Stability.................................................................................. 13 2.6.3 Paste Clarity ................................................................................................. 14 III.
KESIMPULAN ........................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17 RINGKASAN ....................................................................................................... 20
DAFTAR TABEL
No.
Judul
Halaman
1. Tabel 1 Kandungan Gizi Buah Pisang per 100 gram bahan
3
2. Tabel 2. Swelling Power Pati alami dan Pati Modifikasi
12
Ikatan Silang 3. Tabel 3. Solubility Pati alami dan Pati Modifikasi Ikatan Silang
v
13
DAFTAR GAMBAR
No
Judul
Halaman
1.
Gambar 1. Reaksi Ikatan Silang Antara Pati dan STPP
10
2.
Gambar 2. Reaksi Ikatan Silang Antara Pati dan STMP
10
vi
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pisang (Musa paradisiaca) adalah tanaman buah tropika yang menjadi salah satu sumber energi yang penting bagi manusia. Buah pisang sangat disukai dari berbagai kalangan masyarakat karena banyaknya kandungan gizi yang terdapat didalamnya yaitu vitamin, gula, air, protein, lemak, serat dan menyimpan energi yang cukup (Stover, 1987). Indonesia merupakan penghasil pisang terbesar keenam di dunia. Di Asia sendiri Indonesia termasuk penghasil pisang terbesar karena 50% dari produksi pisang Asia dihasilkan oleh Indonesia (Satuhu dan Supriyadi, 2008), selain produksi yang melimpah pisang juga merupakan bahan pangan yang mudah rusak sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Pada industri pengolahan pangan, pisang cukup menarik perhatian untuk digunakan dalam bentuk tepung maupun patinya sebagai bahan pembuat roti, bihun, biskuit dan lain-lain. Penggunaan tepung pisang ini didasarkan pada penyusun pisang yang sebagian besar adalah pati (lebih dari 70% dari berat kering) sama halnya dengan terigu, tapioka dan tepung beras. Pengolahan pisang menjadi tepung maupun ekstrak pati juga adalah sebagai salah satu usaha untuk pengawetan dan meningkatkan nilai gunanya. Menurut Koswara (2009) penggunaan pati alami pada industri masih terbatas oleh sifat kimia dan fisiknya dimana pati alami dari sagu, jagung, dan pati-pati lainnya jika dimasak membutuhkan waktu yang lama sehingga membutuhkan energi yang tinggi. Dispersi pati yang mengandung amilosa cenderung menjadi bentuk keras atau kaku, gel buram karena retrogradasi sel serta lengket dan tidak tahan perlakuan
1
2
asam. Pada penyimpanan, gel dari pati alami juga kehilangan sifat menahan air yang dapat menyebabkan sineresis atau separasi air (Wurzburg,1995).
1.2
Tujuan Makalah ini dibuat untuk mengetahui karakteristik pati pisang yang
termodifikasi ikatan silang menggunakan sodium trimetaphosphat (STMP) dan sodium tripolyphosphate ( STPP ).
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pisang
Pisang adalah tanaman buah yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Menurut Musita (2009) ada empat jenis pisang yaitu pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak, pisang yang diambil seratnya, dan pisang berbiji. Berdasarkan cara komsumsinya buah pisang dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu golongan banana (dikomsumsi langsung) seperti pisang ambon, pisang raja, dan plaintain (dikomsumsi setelah dimasak terlebih dahulu), seperti pisang kepok, pisang
tandung,
pisang janten. Setiap jenis pisang mengandung gizi yang
berbeda. Kandungan gizi buah pisang yakni mengandung energi, protein, lemak, berbagai vitamin serta mineral, komposisi zat gizi pisang per 100 gram bahan adalah sebagai berikut : Ta bel 1. Kandungan Gizi Buah Pisang per 100 gram bahan Senyawa Ambon Nangka Kepok
Air (gram)
73,8
68,9
70,7
Energi (K)
92
121
115
Karbohidrat (gram)
24
28,9
26,8
Protein (gram)
1,0
1,0
1,2
Lemak (gram)
0,3
0,1
0,4
Kalsium/Ca (mg)
20
9
11
Fosfor/P (mg)
42
37
43
3
4
Senyawa
Ambon
Nangka
Kepok
Besi/Fe (mg)
0,5
0,9
1,2
Vitamin B (mg)
0,05
0,13
0,1
Vitamin C (mg)
3,0
3,4
2,0
(Sumber : Depkes RI, 1990)
2.2
Pati
Pati adalah polimer karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer linear dengan ikatan α-(1->4), sedangkan amilopektin merupakan polimer α-(1->4) unit glukosa dengan rantai samping α(1->6) (Jacobs dan Delcour, 1998). Berat molekul amilosa relatif lebih dari amilopektin dan bersifat larut air (Thomas dan Atwell, 1999). Menurut Taggart (2004), amilosa memiliki kemampuan membentuk kristal karena struktur rantai polimernya yang sederhana sehinga dapat membentuk interaksi molekular yang kuat. Interaksi ini terjadi pada gugus hidroksil molekul amilosa. Amilopektin juga dapat membentuk kristal tetapi tidak sereaktif amilosa. Hal ini karena adanya rantai percabangan yang menghalangi terbentuknya kristal. Amilosa sangat berperan penting dalam proses gelatinisasi dan lebih menentukan karakteristik pasta pati. Pati yang memiliki amilosa tinggi memerlukan energi yang besar untuk gelatinisasi, sedangkan amilopektin memiliki rantai cabang yang panjang memiliki kecenderungan yang kuat untuk membentuk gel (Sunarti dkk., 2007). Pati dalam bentuk aslinya secara alami terdapat dalam bentuk butiran yang disebut granula (Zulaidah. 2012). Bentuk dan
5
ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati yang digunakan untuk identifikasi. Penggunaan pati sebagai pangan dapat dibedakan sebagai penggunaan primer atau sekunder. Penggunaan pati sebagai sumber pangan primer misalnya dijadikan sebagai bahan makanan pokok untuk memenuhi kebutuhan energi harian manusia, sedangkan jika digunakan sebagai bahan pangan sekunder, pati dapat dijadikan sebagai bahan pengisi, pembentukan gel atau pengental, pembentukan tekstur dan lain sebagainya. Pada pisang komponen karbohidratnya adalah pati yang terdapat daging buahnya, dan akan diubah menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa pada saat pisang matang (Bello et al., 2000). Menurut Englyst et al (1992), pati di klasifikasikan menjadi rapidly digestible starch (RDS), slowly digestible starch (SDS) dan resistant starch (RS). RDS seperti jenis pati yang terdapat pada jagung dan produk pati olahan adalah jenis pati yang mudah dicerna tubuh dan diserap cepat oleh usus serta dapat dengan cepat meningkatkan gula darah. RS adalah jenis pati yang tidak dicerna oleh pencernaan namun akan difermentasi oleh bakteri dalam kolon dan akan menghasilkan asam lemak rantai pendek yang akan memberikan energi tambahan bagi tubuh (Topping dan Clifton, 2001). SDS sebagai fraksi pati menengah yang dicerna secara lambat yaitu antara 20-120 menit (Englyst et., al, 1992) dengan tidak menimbulkan kenaikan signifikan pada gula darah ataupun menyebabkan hyperglycemia yang diikuti hypoglycemia seperti jika mengonsumsi pati RDS (Han dan BeMiller, 2006). Jenis pati terbesar yang ada pada pisang adalah jenis pati resisten (RS) diikuti dengan jenis pati lambat cerna (SDS).
6
Sayangnya jenis pati SDS pada pisang akan berkurang atau hilang selama pengolahan.
2.3
Modifikasi Pati
Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksinya telah mengalami perubahan dengan reaksi kimia yang dapat berupa esterifikasi, eterifikasi atau oksidasi (Flenche, 1985). Menurut Glicksman (1969), pati termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik dari sifat sebelumnya atau mengubah beberapa sifat lainnya. Modifikasi pati dilakukan karena pati alami secara umum memiliki kelemahan yang dapat menghambat aplikasi dalam pengolahan (Pomeranz, 1985), seperti: 1. Viskositas suspensi pati dan kemampuan membentuk gel yang tidak seragam. Hal ini ini disebabkan profil gelatinisasi pati alami sangat dipengaruhi oleh iklim dan kondisi fisiologis tanaman, sehingga jenis pati yang sama belum tentu memiliki sifat fungsional yang sama. 2. Pati alami tidak tahan pemanasan suhu tinggi 3. Pati alami tidak tahan pada kondisi asam. 4. Pati alami tidak tahan proses mekanis. Viskositasnya akan menurun dengan adanya proses pengadukan 5. Kelarutan pati terbatas dalam air Modifikasi pati dapat dilakukan baik secara fisik, kimia dan ezimatis. Menurut Koswara (2009), prinsip dasar untuk memperoleh produk pati termodifikasi adalah:
7
1.
“Thin boiling Starch”, diperoleh dengan cara mengasamkan suspensi pati pada pH tertentu dan memanaskannya pada suhu tertentu sampai didapat derajat konversi yang diinginkan.
2.
Pati teroksidasi, didapat dengan cara mengoksidasi pati dengan senyawa pengoksidasi dengan bantuan katalis yang dilakukan pada pH tertentu, suhu dan waktu reaksi yang sesuai.
3. “Pregelatinized Starch”, pati ini diperoleh dengan cara memasak pati pada suhu pemasakan kemudian dikeringkan dengan drum drying. Pati yang dihasilkan memiliki sifat umum yaitu larut dalam air dingin 4.
Pati ikatan silang (cross-lingking), pati ini diperoleh dengan cara perlakuan kimia yaitu dengan penambahan “cr oss-lingking agent” yang dapat menyebabkan terbentuknya ikatan-ikatan (jembatan) baru antar molekul di dalam pati itu sendiri atau diantara molekul pati yang satu dengan molekul pati yang lain.
5.
Dekstrin, dibuat dari pati melalui proses enzimatik atau proses asam yang disertai perlakuan pemanasan. Sifat-sifat yang penting dari dekstrin ialah viskositas menurun, kelarutan dalam air dingin meningkat dan kadar gula menurun.
6.
Turunan pati, pati termodifikasi ini dibuat dengan mereaksikan pati dengan pereaksi monofungsional untuk memasukkan gugus-gugus pengganti pada gugus hidroksil
8
2.4
Metode Ikatan Silang
Pati ikatan silang dibuat dengan menambahkan cross-linking agent dalam suspensi pati pada suhu tertentu dan pH yang sesuai. Dengan sejumlah crosslinking agent , viskositas tertinggi dicampai pada temperatur pembentukan yang normal dan viskositas ini relatif stabil selama konversi pati. Contoh reagen yang banyak digunakan adalah monosodium fosfat (MSP), sodium trimetafosfat (STMP), sodium tripolifosfat (STPP), epichlorohydrin, phosporyl chloride dan glutaraldehida (Mao Gui-Jie, 2006). Prinsip dari metode ikatan silang adalah mengganti gugus OH- dengan gugus eter, ester atau fosfat. Berikut adalah contoh reaksi ikatan silang pati memakai reagen monosodium fosfat. O
O
||
||
ST-OH + NaO-P-OH → HO-P-O-ST + NaOH
Pati
|
|
OH
O
MSP
Pati ter crosslinking
ST = Starch Sumber: Teja, A.W., et al (2008) Menurut Wurzburg (1989), reaksi ikatan silang dapat meningkatkan sifat hidrofobik pati, stabilitas kekentalan, dan ketahanan pati pada suhu dan gaya gesekan tinggi. Keuntungan lain dari metode ini adalah dihasilkan pati dengan swelling power yang kecil sehingga granula pati lebih kuat dan menjadikannya tahan tehadap asam dan tidak mudah pecah, meningkatkan tekstur, viskositas, paste clarity, gel strength dan adhesiveness pati. Disisi lain ada juga beberapa
9
kelemahannya yaitu solubility, gel elasticity dan freeze-thaw stability rendah (Raina et al., 2006). Beberapa faktor yang mempengaruhi modifikasi pati dengan ikatan silang antara lain adalah jenis pati, pereaksi multifungsional, dan tingkat substitusi pereaksi dengan pati (Wattanachant et al., 2003). Pati berikatan silang digunakan secara luas karena sifat fungsionalnya yang dikehendaki pada berbagai jenis olahan pangan. Kegunaan pati ikatan silang adalah sebagai pie filling , makanan kaleng, saus, pembuatan makanan bayi, perekat dan kertas (Armayuni, P.H, 2015).
2.5
Modifikasi Pati Fosfat
Kelebihan modifikasi pati fosfat adalah bahwa ikatan fosfat pada pati dapat dipecah melalui defosforilasi oleh enzim fosfatase dalam tubuh manusia sehingga pati fosfat kemungkinan tidak menghasilkan produk pecahan yang berbahaya selama metabolisme (Haryadi, 2006). Modifikasi pati fosfat dapat menggunakan reagen STPP dan STMP. 2.5.1
Sodium Tripolifosfat (STPP)
STTP adalah senyawa anorganik dengan rumus Na 5P3O10, salah satu garam fosfat yang bersifat basa. Karakteristik STTP adalah berupa butiran serbuk berwarna putih, higroskopis dan mudah larut air. STTP dapat bereaksi dengan pati, ikatan antara pati dengan fosfat diester atau ikatan silang antar gugus hidroksil (OH), akan menyebabkan ikatan pati menjadi kuat, tahan terhadap pemanasn dan asam (Rizki, 2013). Berikut adalah reakasi antara pati dengan STTP.
10
2.5.2
Sodium Trimetafosfat (STMP)
STMP adalah senyawa anorganik dengan rumus Na 3P3O9, salah satu garam fosfat yang bersifat basa. Karakteristik STTP adalah berupa butiran serbuk berwarna putih. STMP bersifat food grade biasa digunakan sebagai agen crosslinking dan esterifikasi, stabilizer dan agen disperse pada pembuatan es krim dan keju. STMP dapat digunakan juga untuk mencegah terjadinya discolor pada analisis vitamin C (Anonim, 2015). Berikut adalah reakasi antara pati dengan STMP.
2.6
Pengaruh Modifikasi Ikatan Silang Terhadap Karakteristik Pati
Karakteristik yang dilihat pada pati termodifikasi dengan STMP dan STTP adalah swelling power, solubility, paste clarity, paste freeze-thaw stability.
11
2.6.1
Swelling Power dan Solubility
Swelling power (SP) merupakan kenaikan volume dari berat maksimum pati selama mengalami
pengembangan di dalam air
yang menunjukan
kemampuan pati untuk mengembang. Semakin tinggi nilai SP maka semakin tinggi pula kemampuan pati untuk mengembang dalam air dan semakin banyak air yang diserap. Nilai SP perlu diketahui untuk memperkirakan ukuran atau volume wadah yang digunakan dalam proses produksi sehingga jika terjadi pengembangan wadah masih bisa menampung pati tersebut (Suriani, 2008). Menurut Moorty (2004), salah satu faktor yang mempengaruhi SP adalah rasio
amilosa-amilopektin.
Semakin
tinggi
kadar
amilosa
maka
nilai
pengembangan volume akan semakin tinggi. Hal ini karena amilosa lebih mudah mengikat air sehingga akan menyerap air lebih banyak dan pengembangan volume semakin besar (Murillo, 2008). Swelling power dan kelarutan terjadi karena adanya ikatan non-kovalen antara molekul-molekul pati. Swelling (pengembangan) terjadi pada daerah amorf granula pati. Ikatan hidrogen yang lemah antar molekul pati pada daerah amorf akan terputus selama pemanasan, sehingga terjadi hidrasi air oleh granula pati. Granula pati akan terus mengembang sehingga viskositas meningkat dan didapat volume hidrasi maksimum (Swinkles, 1985). Ketika molekul pati sudah benar benar terhidrasi, molekulnya mulai menyebar ke media yang ada diluarnya dan yang pertama keluar adalah molekul amilosa dengan rantai pendek (Fleche, 1985). Menurut Pomeranz (1991), kelarutan pati semakin tinggi dengan meningkatnya suhu. Pola kelarutan pati dapat diketahui dengan cara mengukur berat supernatant yang dikeringkan dari hasil pengukuran swelling power.
12
Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Waliszewski et al (2003) pengukuran swelling power dilakukan dengan cara pemanasan suspensi pati pada suhu 50,60,70,80 dan 90 oC selama 30 menit dengan pengocokan setiap 5 menit. Setelah didinginkan pada suhu ruang, suspensi di sentrifuhasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000rpm. Tuang supernatan dan ukur volume residu. Bagian padatan dikeringkan dioven selama 2 jam pada suhu 130 oC untuk pengukuran kelarutan. Berdasarkan hasil penelitian Waliszewski et al (2003), didapatkan hasil sebagai berikut. Tabel 2. Swell in g Power Pati alami dan Pati Modifikasi Ikatan Silang o Tipe pati/ suhu 50 C 60oC 70oC 80oC 90oC
Alami
1,8
2,2
2,3
7,8
8,7
STPP
3,3
6,1
6,7
9.0
9,8
STMP
1,9
3,6
5,9
9,0
9,0
Sumber : Waliszewski et al (2002 Dapat dilihat nilai SP dari pati modifikasi kimia sedikit meningkat dibandingkan pati alami. Hal ini karena ikatan antar granula pati diperkuat dengan adanya reaksi ikatan silang, dimana hasilnya nilai SP meningkat (Xiao et al., 2012). Pati termodifikasi ikatan silang dengan STTP menunjukan peningkatan nilai SP yang lebih besar dibanding dengan reagen STMP. Hasil yang berbeda didapatkan dari hasil penelitian Suwan and Sothornvit (2013) yaitu pati yang dimodifikasi ikatan silang dengan STMP menunjukan nilai SP yang terbatas dan lebih rendah daripada pati alami. Hal ini bisa disebabkan karena perbedaan kultivar sampel pisang yang digunakan dan perbedaan modifikasi proses yang dilakukan pada prosedur pengujian.
13
Tabel 3. Solubility Pati alami dan Pati Modifikasi Ikatan Silang Tipe pati/ suhu 50oC 60oC 70oC 80oC 90oC
Alami
1,8
2,2
2,3
7,8
8,7
STPP
3,3
6,1
6,7
9.0
9,8
STMP
1,9
3,6
5,9
9,0
9,0
Sumber : Waliszewski et al (2003) Berdasarkan penelitian Waliszewski et al (2003) dalam “Change of Banana Starch by Chemical dan Physical Modification dapat dilihat nilai ”
kelarutan pati modifikasi baik dengan STMP maupun STTP meningkat dibanding pati alami meski tidak signifikan, namun nilainya tetap kecil. Hasil yang didapatkan ini berbeda dengan pendapat dari
Xiao et al (2012), dimana
modifikasi ikatan silang akan menguatkan struktur granula pati dan mencegah pati keluar sehingga kelarutannya menjadi lebih rendah. Perubahan kelarutan pati terlihat mulai meningkat dari suhu 60 oC hingga 90oC. Hal ini didukung juga oleh penelitian Suwan and Sothornvit (2013) yaitu pati yang dimodifikasi ikatan silang dengan STMP memiliki nilai kelarutan yang sedikit meningkat. Menurut Pomeranz (1991), kelarutan pati semakin tinggi dengan meningkatnya suhu.
2.6.2
Freeze-Thaw Stability
Kecenderungan pati untuk beretrogradasi dari gel pati sebelum dan sesudah modifikasi di pelajari dengan mengukur besar sineresis selama penyimpanan pada suhu rendah dengen menetapkan freeze thaw cycle (Teja W et al., 2008). Uji freeze-thaw stability dilakukan dengan mengondisikan pati pisang terhadap siklus freeze-thawing pada suhu -20 oC selama 10 hari dimana 1
14
siklusnya adalah 24 jam. Mula-mula suspensi pati sebanyak 5 ml dipanaskan secara cepat selama 90 detik sambil diaduk untuk menentukan suhu gelatinisasi. Sampel didiamkan selama 30 menit sebelum didinginkan. Gel yang terbentuk di simpan dingin pada suhu -20 oC selama 18 jam, kemudian di thawing selama 6 jam pada suhu 28oC. Gel yang sudah dithawing di vortex selama 15 detik dilanjutkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit (Bello-Perez et al., 1999). Air yang terpisah di ukur dengan metode gravimetri dan ditentukan persentase air yang terpisah. Berdasarkan penelitian Waliszewski et al (2003), didapatkan hasil pati modifikasi ikatan silang dengan reagen STPP memiliki kestabilan paling baik dibanding pati alami maupun yang dimodifikasi dengan reagen STMP dan tidak terjadi sineresis selama 4 siklus freeze-thawing . Sineresis dapat didefinisikan sebagai banyaknya air yang keluar dari granula pati. Sete lah 10 siklus berlangsung kehilangan air pada pati modifikasi STPP hanya sebesar 10%, sedangkan pada pati alami sebesar 60% dan pati modifikasi STMP sebesar 22%. Semakin sedikit air yang keluar berarti semakin tahan pati tersebut terhadap retrogradasi (Teja, W. et al., 2008)
2.6.3 Paste Clarity
Uji Paste Clarity menggambarkan bagaimana cahaya bertransmisi pada pasta (Xiao et al., 2012). Menurut Teja et al (2008) uji paste clarity digunakan untuk mengetahui tingkat kejernihan pati setelah selang waktu penyimpanan tertentu pada suhu 4 oC. Pengujian dilakukan dengan cara memanaskan suspensi pati selama 30 menit yang di kocok setiap 5 menit. Suspensi didinginkan pada
15
suhu ruang kemudian diambil sampel untuk didinginkan selama 72 jam pada suhu 6 oC, dimana setiap 24 jam sampel diambil untuk diukur persen transmisinya pada panjang gelombang 650 nm (Waliszewski et al., 2003) Hasil yang didapat digambarkan melalui kurva hubungan antara absorbansi dan waktu penyimpanan. Mengacu pada penelitian (Waliszewski et al., 2003) adalah pati pisang yang dimodifikasi ikatan silang dengan reagen STPP meningkatkan nilai absorbansinya sedangkan yang dimodifikasi dengan STMP nilai absorbansinya lebih rendah dibanding pati alami. Nilai absorbansi ini menunjukan banyaknya sinar yang dapat diserap, sehingga semakin tinggi nilai absorbansi pasta semakin tidak homogen/keruh (Teja, W et al., 2008). Kesimpulan lain yang dapat diambil adalah semakin lama waktu penyimpanan nilai absorbansi semakin menurun. Menurut Varavinit (2008) hal ini disebabkan karena turunnya suhu gelatinisasi akibat modifikasi yang diikuti retrogradasi.
III.
KESIMPULAN
Hasil modifikasi pati pisang menggunakan ikatan silang menunjukan perubahan sifat fisikokimia pada pati. Pati termodifikasi STPP memiliki karakteristik peningkatan nilai SP yang lebih besar dibanding dengan reagen STMP dan pati alami. Nilai kelarutan pati modifikasi baik dengan STMP maupun STTP meningkat dibanding pati alami meski tidak signifikan. Pati pisang hasil modifikasi ikatan silang dengan reagen STPP memiliki kestabilan paling baik dibanding pati alami maupun yang dimodifikasi dengan reagen STMP dan tidak terjadi sineresis selama 4 siklus freeze-thawing Pati pisang yang dimodifikasi ikatan silang dengan reagen STPP meningkatkan nilai absorbansinya sedangkan yang dimodifikasi dengan STMP nilai absorbansinya lebih rendah dibanding pati alami.
16
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Sodium Trimethaphospate. Available at: http://www.phosphatesupplier.com (Diakses pada 3 November 2015)
Armayuni, P.H. 2015. Karakteristik Pati Pisang Kepok Termodifikasi Dengan Metode Ikatan Silang menggunakan Sodium Tripolifosfat. 2015. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
Bello-Perez., L. A., Agama-Acevedo, E., Sanchez-Hernandez, L., & ParedesLopez, O. 1999. Isolation and partial Characterization of Banana Starches. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 47, 854-857
Englyst, H.N., Kingsman, S. M., & Cummings, J.H. 1992. Classification and Measurement of Nutritionally Important Starch Fraction. Europian Journal of Clinical Nutrition, 46, 33-50
Fleche, G. 1985. Chemical Modification and Degradation of Starch. Dalam G.M.A. Van Beyumn & J.A Roels (Eds.), Starch Conversation Technology. Marcel Dekker, New York
Glicksman M. 1969. Gum Technology in the Food Industry. New York:Academic Press, 214- 224
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Jacobs, H dan Delcour, J.A, 1998. Hydrotermal Modification of Granular Starch with Retention of The Granular Structure. A revirew. Journal of Agriculture Food Chem 46, 2895-2905
Koswara, S., 2009. Teknologi www.ebookpangan.com.
Modifikasi
17
Pati.
Available
at:
http://
18
Mao Gui-Jie, W. P. 2006. Crosslinking of Corn Starch with Sodium Trimetaphosphate in Solid State by Microwave irradiation. Journal of Applied Polymer Science. 102, 5854-5860
Moorthy, S.N. 2004. Tropical sources of starch. Di dalam: Ann Charlotte Eliasson (ed). Starch in Food: Structure, Function, and Application. CRC Press, Baco Raton, Florida
Murillo, C.E.C., Wang, Y.J., and Perez, L.A.B., 2008, Morphological, Physicochemical and Structural Characteristics of Oxidized Barley and Corn Starches, Starch/Stärke. 60, 634-645
Musita, N. 2009. Kajian Kandungan dan Karakteristik Pati Resisten Dari berbagai Varietas Pisang. Balai Riset dan Standarisai Industri Bandar Lampung, Lampung
Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components 2 nd ed. Academic Press Inc, New York, 24-78
Raina , C., Singh, S., Bawa, A., dan Saxena, D. 2006. Some Characteristics of Acetylated, Cross Linked and Dual Modified Indian Rice Starch: European Food Research and Technology. 223, 561-570
Satuhu, S dan Supriyadi, A. 2000. Pisang Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya, Jakarta. 1-41
Stover, R.H. dan Simmonds, N.W. (1987). Bananas, Tropical Agricultura Series. Essex UK: Longman Scientific and Technical. 86-101.
Suriani, Ade Irma, 2008. Mempelajari Pengaruh Pemanasan Dan Pendinginan Berulang Terhadap Karakteristik SifatFisik Dan Fungsional Pati Garut ( Marantha Arundinacea) Termodifikasi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor
Suwan, A., Sothornvit, R., 2013. Chemical, Physical and Physycochemical Properties of Modified Banana Starch. 14th TSAE Natl. Conf. 161 – 16
19
Swinkels, 1985.Source of Starch, Its Chemistry and Physics. Di dalam : G .M.A.V. Beynum dan J.A Roels (eds.). Starch Conversion Technology.Marcel Dekker, Inc., New York.
Taggart, P. 2004. Starch as an ingredients : manufacture and applications, dalam: Ann Charlotte Eliasson (ed). Starch in Food: Structure, Function,and Application. CRC Press, Baco Raton, Florida
Teja, W. S., P. SIndi, I., Ayucitra, A., dan Setiawan, L.E.K. Karakteristik Pati Sagu dengan Metode Modifikasi Asetilasi dan Cross Linking. Skripsi. Jurusan Teknik Kimia, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Surabaya
Thomas DJ, W.A Atwell. 1999. Starches. The American Association of Cereal Chemist Inc. Minnesota
Topping, D, L., dan Clifton, P.M. 2001. Short Chain Fatty Acid and Human Colonic Function: Roles of Resistant Starch and Nonstarch Polysaccharides. Physiological Review, 81, 1031-1064
Varavinit P. D. S. 2008. Preparation, Pasting Properties and Freeze Thaw Stability of Dual Modification Crosslinking-Phosphorylated Rice Starch: Carbohydrate Polymers. 73, 351-358
Waliszewski, K.N., Aparicio, M.A., Bello, L.A., Monroy, J.A., 2003. Changes of Banana Starch by Chemical and Physical Modification. Carbohydr. Polym. 52, 237 – 242.
Wattanachant,S., Muhammad,K., D. Mat Hashim, and R. Abd. Rahman. 2003. Effect of crosslinking reagents and hydroxypropulation levels on dualmodified sago starch properties. Food Chemistry, 80:463-471
Wurzburg, O.B. 1995. Modified Starches, dalam Stephen, a.m. (editor), Food Polysaccharides and Their Applications, Marcel Dekker, inc. New York
Zulhaida, A. 2012. Peningkatan Nilai Guna Pati Alami Melalui Proses Modifikasi Pati. Review. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Pandanaran.
RINGKASAN
Nadia Rafida. 240210120046. Karakteristik Fisikokimia Pati Pisang Hasil Modifikasi Cross L inki ng . Dibawah bimbingan Yana Cahyana STP., DEA., PhD
Pada industri pengolahan pangan, pisang cukup menarik perhatian untuk digunakan dalam bentuk tepung maupun patinya sebagai bahan pembuat roti, bihun, biskuit dan lain-lain, namun penggunaan pati alami pada industri masih terbatas oleh sifat kimia dan fisiknya dimana pati alami dari sagu, jagung, dan pati-pati lainnya jika dimasak membutuhkan waktu yang lama sehingga membutuhkan energi yang tinggi. Dispersi pati yang mengandung amilosa cenderung menjadi bentuk keras atau kaku, gel buram karena retrogradasi sel serta lengket dan tidak tahan perlakuan asam. Guna memperbaiki sifat dari pati maka dilakukan modifikasi dengan menggunakan metode cross linking memakai reagen STPP dan STMP. Hasil yang didapat adalah peningkatan nilai swelling power yang lebih besar pada pati modifikasi dengan STPP dibanding dengan reagen STMP dan pati alami. Kelarutan pada pati termodifikasi lebih meningkat dibanding pati alami meski tidak signifikan. Pati pisang hasil modifikasi ikatan silang dengan reagen STPP memiliki kestabilan paling baik dibanding pati alami maupun yang dimodifikasi dengan reagen STMP. Pati pisang yang dimodifikasi ikatan silang dengan reagen STPP meningkatkan nilai absorbansinya sedangkan yang dimodifikasi dengan STMP nilai absorbansinya lebih rendah dibanding pati alami.
20